DEFINISI
suatu keadaan terdapatnya gangguan pada proses absorbsi secara normal pada satu atau lebih zat
gizi pada setiap titik di mana nutrisi diserap.
Maldigestion mengacu pada pencernaan nutrisi yang terganggu di dalam lumen usus atau di brush
border.
ETIOLOGI
Dapat terjadi dari berbagai kelainan dalam proses absorpsi dan pencernaan. Kelainan ini dapat
terjadi karena :
Hasilnya adalah gangguan global penyerapan semua nutrisi atau nutrisi tertentu.
Defisiensi enzim atau adanya gangguan pada mukosa usus tempat absorbsi zat tersebut
Reseksi usus halus atau kolon
Pada bagian tersebut tudak terjadi absorbsi zat gizi
Reseksi lambung
Malabsorbsi lemak
Reseksi ileum hingga 60 cm atau yang melibatkan ileocecal valve
Malabsorbsi vitamin B12, garam empedu, dan lemak
Reseksi usus halus hingga 75%
Malabsorbsi lemak, glukosa, protein, asam folat, dan vitamin B12
Reseksi luas meliputi yeyenum dan ileum
Malabsorbsi total seluruh zat nutrisi
Reseksi pankreas
Malabsorbsi akibat defisiensi dari enzim pankreas
PATOFISIOLOGI
Ketika proses penyakit mengganggu salah satu fase luminal, mukosa, atau postabsortif, akibatnya
sering terjadi malabsorpsi.
MALABSORPSI LEMAK
MALABSORPSI KARBOHIDRAT
MALABSORPSI PROTEIN
- Kelainan patologi dari lambung atau bagian proksimal usus halus (B12)
- Malabsorbsi lipid
- Hilangnya area penyerapan pada permukaan usus
DIAGNOSIS
Anamnesis
Diare kronis
Biasanya bentuk feses cair mengingat gangguan pada usus halus tidak ada zat nutrisi yang
terabsorbsi sehingga feses tak berbentuk.
Malabsorbsi lemak → fesesnya berminyak (steatore)
Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan tanda anemia (karena defisiensi besi, asam folat, dan B12)
o konjungtiva anemis
o kulit pucat
o status gizi kurang.
Dicari tanda dan gejala spesifik tergantung dari penyebabnya.
Pemeriksaan Penunjang
Anemia/Tidak
Malabsorbsi
MCV rendah Defisiensi Fe
Fe
Hb rendah Defisiensi Malabsorbsi
Folat Folat
MCV tinggi
Defisiensi Malabsorbsi
Vitamin B12 Vitamin B12
Pemeriksaan Radiologi
Pewarnaan sudan
TATA LAKSANA
Tergantung penyebab
Pankreatititis
Penyakit Chrons pada illeum terminalis
Sprue Celiac
Penyakit whipple
Amiloidosis
Defisiensi laktase
Sindrom Zollinger-Ellison
Gangguan paska gasterektomi, reseksi usus halus atau kolon
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Pada umumnya, prognosis tidak mengancam jiwa, namun fungsionam dan sanationamnya adalah
dubia ad bonam.
KERACUNAN MAKANAN (4)
Pada tata laksana keracunan pemeriksaan penunjang tidak diutamakan yang diutamakan adalah
penatalaksanaan dari keracunan tersebut.
Foodborne Illness
DEFINISI
Keracunan makanan merupakan suatu kondisi gangguan pencernaan yang disebabkan oleh
konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan zat patogen dan atau bahan kimia, misalnya
Norovirus, Salmonella, Clostridium perfringens, Campylobacter, dan Staphylococcus aureus.
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, telah terjadi dua
milyar kasus dan lebih dari satu juta kematian akibat keracunan makanan dari 22 etiologi
yang berbeda. Prevalensi ini berbeda-beda tergantung dari negara masing-masing.
Berdasarkan data dari Center for Disease Control (CDC) di Amerika Serikat, sekitar 76 juta
orang mengalami keracunan makanan setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 300.000 di
antaranya membutuhkan rawat inap dan 5.000 kasus berakibat fatal sampai ke kematian.
ETIOLOGI
Bakteri
Virus
Parasit
FAKTOR RISIKO
PATOFISIOLOGI
Diare noninflamasi disebabkan karena enterotoksin pada mekanisme sekresi di mukosa usus halus
(tanpa adanya invasi) yang mengakibatkan tinja berair (tanda darah, nanah, atau nyeri perut) yang
dapat berakibat terjadinya dehidrasi.
Diare inflamasi disebabkan sitotoksi di mukosa yang mengakibatkan invasi dan destruksi yang
mengakibatkan diarenta berdarah, berlendir, dan ditemukan leukosit. Toksinnya juga
mengakibatkan demam.
Pada beberapa tipe keracunan makanan (eg, staphylococci, B cereus) muntah terjadi karena
toksinnya mempengaruhi sistem saraf pusat.
Diare akut.
Pada keracunan makanan biasanya berlangsung kurang dari 2 minggu. Darah atau lendir
pada tinja; menunjukkan invasi mukosa usus atau kolon.
Nyeri perut.
Nyeri kram otot perut; menunjukkan hilangnya elektrolit yang mendasari, seperti pada
kolera yang berat.
Kembung.
Mual
Muntah
Demam
PEMERIKSAAN FISIK
Diare, dehidrasi, dengan tanda–tanda tekanan darah turun, nadi cepat, mulut kering,
penurunan keringat, dan penurunan output urin.
Nyeri tekan perut, bising usus meningkat atau melemah.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lakukan pemeriksaan mikroskopis dari feses untuk telur cacing dan parasit.
Pewarnaan Gram, Koch dan metilen biru Loeffler untuk membantu membedakan penyakit
invasifdari penyakitnon-invasif.
DIAGNOSIS BANDING
Intoleransi
Diare spesifik seperti disentri, kolera dan lain-lain.
KOMPLIKASI
Dehidrasi berat
TATA LAKSANA
PROGNOSIS
PENCEGAHAN
Edukasi dan promosi kesehatan untuk selalu menjaga kebersihan dan higienitas makanan, terutama
dalam proses membersihkan, mengolah, dan menyimpan makanan.
PATOFISIOLOGI
Mengandung racun amatoksin 10-15 mg (dimana dosis letalnya adalah 0.1 mg/kgBB) ->
menghambat polimerasi RNA -> menghambat sintesa protein seluler.
GEJALA KLINIS
Diawali periode laten (waktu antara menelan jamur dengan munculnya gejala): Asimtomatik
6 – 12 jam
Fase gastroenteritis : Nyeri perut (cramp), muntah dan atau diare dapat menyebabkan
dehidrasi dan syok hipovolemi dalam 24 jam pertama.
Setelah fase gastroenteritis dapat dilalui dengan selamat, penderita tampak baik selama 1 –
2 hari.
Kemudian akan muncul kegagalan faal hepar dengan peningkatan SGOT dan SGPT sampai >
10.000 U/L, hiperbilirubinemia dan waktu protrombin memanjang.
Dapat disertai penurunan fungsi ginjal, gangguan jantung, dan otot skelet
Jika terdapat enselofati hepatikum, asidosis metabolik, dan hipoglikemi, prognosa biasanya
buruk dan fatal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: Hb, lekosit, trombosit, kreatinin, urea N, SGOT, SGPT, Kreatinin, Urea N, Gula
darah, elektrolit, fibrinogen, protrombin, waktu pembekuan, amilase, lipase, urin rutin
Tes Meixner untuk mendeteksi amanitotoxin
Tes Meixner (juga dikenal sebagai tes Wieland) menggunakan terkonsentrasi asam
hidroklorik dan koran untuk menguji yang mematikan amatoxins ditemukan di beberapa
spesies Amanita, Lepiota, dan Galerina. Tes menghasilkan positif palsu untuk beberapa
senyawa, seperti psilocin.
TATA LAKSANA
- Antidotum : Silibinin bolus 5 mg/kg sebagai iv infus selama 1 jam selanjutnya 20 mg/kg/24
jam sebagai infus kontinu minimal selama 3 hari setelah tertelan. Bila tidak tersedia dapat
diberi Benzilpenisilin 300 mg/kg/24 jam sebagai infus kontinue
JENGKOL (Pithecellobium jiringa)
Zat beracunnya : Asam Jengkol
Biasanya biji jengkol mentah atau setengah matang sangat dicurigai sebagai penyebab keracunan
jengkol karena asam jengkolnya masih dalam keadaan aktif dan masih utuh.
Terjadinya keracunan jengkol tidak tergantung pada jumlah, tua/muda, dan cara memasak tetapi
tergantung kerentanan seseorang.
PATOFISIOLOGI
Asam jengkol dapat melalui capsula Bowman dan apabila dalam tubulu renalis terjadi kejenuhan,
asam jengkol akan mengkristal sehingga terjadi obstruksi di tubuli renalis sehingga meningkatkan
tekanan hidrostatik dalam tubuli dan glomeruli yang menimbulkan keluhan kolik ginjal. Apabila
tekana hidrostatik ini semakin tinggi dan menyamai tekanan hidrostatik arteriole afferen, maka
filtrasi glomerulu akan terhenti dan mengakibatkan gagal ginjal akut.
GEJALA KLINIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pada kasus dengan komplikasi gagal ginjal akut: Hb, lekosit, trombosit, elektrolit, kreatinin,
urea N, Gula darah, Analisa Gas Darah, Urine rutin
- Adanya kristal jengkol dalam urine
TATA LAKSANA
PATOFISIOLOGI
Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim kolinesterase, sehingga
asetilkolin tidak terhidrolisa sehingga asetilkolin berlebihan, mengakibatkan perangsangan terus
menerus saraf muskarinik dan nikotinik.
GEJALA KLINIS
Efek Muskarinik
Akibat hiperaktivitas parasimpatik
- Kardiovaskular; bradikardia dan hipotensi.
- Mata; pupil mengecil dan penglihatan kabur, lakrimasi
- Saluran napas; bronkospasme, batuk, bersin, dispnea dan dada sesak.
- Saluran cerna; mual, muntah, diare dan sakit perut.
- Pengeluaran cairan tubuh; pengeluaran keringat meningkat, lakrimasi, salviasi dan
juga sekresi bronchial.
Efek Nikotinik
Akibat hiperaktivasi simpatik dan disfungsi neuromuskuler
- Otot-otot; lemah, fascikulasi dan kram.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Hb, Lekosit, Trombosit, Analisa Gas Darah, Elektrolit, Kreatinin, Urea N, Gula
darah, urine rutin,
Penurunan aktivitas asetilkolin esterase pada eritrosit dan darah sebanyak 25% atau lebih
Oximetri
EKG
Foto thorax
TATA LAKSANA
Keracunan Akut
Keracunan Kronik
Jika keracunan melalui mulut dan kadar enzim kolinesterase menurun, maka perlu dihindari kontak
lebih lanjut sampai kadar kolinesterase kembali normal.
KOMPLIKASI
edema paru
pernapasan berhenti
blockade atrioventrikuler
konvulsi
KERACUNAN ORGANOKLORIN
ETIOLOGI
DDT (Dikloro Difenil Tri Kloroetana) dan analognya, misalnya BHC, dicofol, Klorobenzilat, TDE
dan metoxychlor.
Senyawa siklodien, misalnya aldrin, dieldrin, endrin, endusulfan dan heptaklor
Terpena berklor, misalnya toksafen
FAKTOR RISIKO
GEJALA KLINIS
Gejala keracunan turunan halobenzen dan analog, terutama muntah, tremor dan konvulsi.
Pada keracunan akut melalui mulut disebabkan oleh 5 g DDT akan menyebabkan muntah-
muntah berat setelah 0,5 – 1 jam, selain kelemahan dan mati rasa pada anggota badan yang
terjadi secara bertahap, rasa takut, tegang dan diare juga dapat terjadi.
Dengan 20 g DDT dalam waktu 8 – 12 jam kelopak mata akan bergerak-gerak disertai tremor
otot mulai dari kepala dan leher, selanjutnya konvulsi klonik kaki dan tangan. Nadi normal,
pernapasan mula-mula cepat kemudian perlahan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb, leukosit, trombosit, elektrolit, gula darah, SGOT, SGPT, kreatinin, dan urea N.
TATA LAKSANA
Tindakan umum:
Untuk mengatasi konvulsi, berikan diazepam 10 mg secara i.v perlahan-lahan. Jika belum
menunjukkan hasil berikan obat yang memblokade neuromuscular.
Atasi hiperaktivitas dan tremor, berikan natrium fenobarbital 100 mg secara s.c setiap jam
sampai mencapai jumlah 0,5 g atau sampai konvulsi terkendali.
Jangan diberi obat stimulan terutama epinefrin, karena dapat menimbulkan fibrilasi
ventrikuler.
PENCEGAHAN
Pestisida sebaiknya disimpan dalam tempat aslinya dengan etiket yang jelas dan disimpan di
tempat yang tidak terjangkau oleh anak-anak, serta jauh dari makanan dan minuman.
Pada waktu menggunakan pestisida, perlu diikuti dengan cermat dan tepat, sesuai prosedur
dan petunjuk lain yang telah ditentukan.
Hindari kontak atau menghisap pestisida.
Pada waktu bekerja dengan pestisida, sebaiknya tidak sambil makan, minum atau merokok.
Tempat atau wadah pestisida yang telah kosong, sebaiknya dibuang atauNdimusnahkan,
demikian juga pestisida yang tidak berlabel atau etiketnya sudah rusak, sehingga tidak dapat
diketahui dengan pasti.
Tergantung pada tingkat toksisitasnya, jika bekerja yang berhubungan dengan pestisida,
sebaiknya tidak lebih dari 4 – 5 jam.