Oleh:
Cekli Setya Pratiwi2
Fakultas Hukum - Universitas Muhammadiyah Malang
A. Pendahuluan
1
Paper ini paparkan dalam Workshop PENGUATAN PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN TERHADAP
KEBEBASAN BERAGAMA DAN HAK ASASI MANUSIA yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Agama dan
Multikulturalisme (PUSAM)-Program Pasca Sarjana UMM bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah
Palangkaraya disponsori the Asia Foundation, Palangkaraya 8-10 Oktober 2013.
2
Penulis sekaligus narasumber adalah Dosen Mata Kuliah Hukum dan HAM dan Hukum Internasional pada
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, meraih gelar Sarjana Hukum (SH.) dari Fakultas Hukum
Brawijaya Malang (1998) dan gelar Master of Laws (LL.M.) dari School of Law, Utrecht University, Belanda
(2006). Saat ini aktif meneliti dan menjadi narasumber dalam berbagai forum topic-topik yang relevan dengan
Hak Asasi Manusia.
3
Pasal 1 Ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitus, Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2011. Hal. 5.
4
A. Muktie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayumedia Publishing, Malang, 2005.
5
UUD Negara RI Tahun 1945 Perubahan Kedua, Ibid. Hal. 51.
6
Lihat Pembukaan UUD RI Tahun 1945 alenia IV.
7
Jimly Asshidiqie, ’Lembaga Mahkamah Konstitusi di Negara Demokrasi Baru’, Makalah yang disampaikan
dalam sebuah ceramah di Australia tahun 2002, dapat diakses di
http://www.jimly.com/makalah/namafile/27/Ceramah_Australia_02.doc.
8
UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dibentuk atas amanat
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
9
Hak Asasi Manusia secara garis besar dibagi kedalam dua kategori yaitu pertama Hak Sipil dan Politik (Sipol)
dan kedua adalah Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Hak Sipil dan Politik meliputi hak hidup, hak kebebasan
beragama (ps. 28E ayat (2) dan 28I ayat (1), hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan hukum yang adil serta
pengakuan yang sama dihapadan hukum (28D ayat (41)), hak atas status kewarganegaraan dan berpindah tempat
(Pasal 28D ayat (4) dan 28E), hak berkomunikasi dan memperolah informasi (28F), hak untuk tidak diperbud ak
(28I), dll. Sementara, hak ekonomi sosial budaya meliputi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (27 ayat
(2), pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan (28C yat (1), hak atas pelayanan kesehatan (28H ayat (1)), hak atas
jaminan sosial (28H ayat (3), dll.
10
Hak-hak asasi manusia karena disebutkan secara tegas dalam konstitusi maka diakui sebagai hak konstitusional
rakyat. Lihat Ashidiqi, Jimly, Hak Konstitusional Perempuan dan Tantangan Penegakannya, makalah
disampaikan pada acara Dialog Publik dan Konsultasi Nasional Komnas Perempuan “Perempuan dan Konstitusi di
Era Otonomi Daerah: Tantangan dan Penyikapan Bersama”. Jakarta, 27 Nopember 2007. Dapat diakses melalui
http://jimly.com/makalah/namafile/8/HAK_KONSTITUSIONAL_PEREMPUAN.doc
11
Wiratraman, Hak-hak Konstitusional Warga Ngeara Setelah Amandemen UUD 1945: Konsep, Pengaturan dan
Dinamika Implementasi, Jurnal Hukum Panta Rei, Vol. 1 No.1 Desember 2007, Jakarta, Konsorsium Reformasi
Hukum Nasional.
12
Lihat Laporan Tahunan 2007 KOMNASHAM, diakses oleh Penulis pada 11 Januari 2009 di
http://komnasham.or.id
Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) muncul karena manusia yang satu
menindas, memperbudak manusia yang lain dan telah terjadi dari masa ke masa, sejak
manusia berada di permukaan bumi, padahal sejak keberadaannya manusia
mempunyai kedudukan, harkat dan martabat yang sama. Perhatian terhadap masalah
HAM sebenarnya telah dilakukan ribuan tahun yang silam oleh bangsa -bangsa seperti
Jahudi, Yunani, Babylonia, Romawi dan Inggris,’ dituangkan dalam Al-Quran,
Alkitab, bahkan telah dilakukan dalam masyarakat-masyarakat adat. Perlawanan
terhadap eksploitasi manusia satu sama lain, sebenarnya telah dilakukan bersamaan
dengan keberadaan manusia itu sendiri, tetapi hal itu dipahami sebagai bagian dari
gerakan moral, dan agama, bukan sebagai masalah yuridis. Perlawanan secara yuridis
diawali dengan lahirnya Magna Charta di Inggris 15 Juni 1215. Kelahiran Magna
Charta diikuti dengan pernyataan-pernyataan tentang HAM seperti : Hobeas Corpus
Act, 1679; Bill Of Rights, 1689; Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, 4 juli 1776
yang kemudian dimasukkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Amerika Serikat,
17 September 1787, Declaration Des Droits De L’Homme et du Cytoyen, 1789 dan
pernyataan-pernyataan lainnya.
Secara Internasional, perkembangan HAM semakin pesat setelah munculnya
kesadaran bersama masyarakat internasional setelah mengalami kehancuran luar biasa
akibat dari PD II. Kesadaran akan pentingnya HAM menjadi dasar dan tujuan
dibentuknya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 1945. Dalam United Charter
secara eksplisit disebutkan bahwa tujuan didirikannya PBB salah satunya adalah
dalam rangka untuk mendorong penghormatan terhadap HAM secara internasional.
Tonggak sejarah pengaturan HAM yang bersifat internasional baru dihasilkan
tepatnya setelah Majelis Umum PBB mengesahkan Deklarasi Universal HAM
(Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi
ini merupakan dokumen internasional pertama yang di dalamnya berisikan “katalog”
HAM yang dibuat berdasarkan suatu kesepakatan internasional. Deklarasi tersebut
tidak hanya memuat hak-hak asasi yang diperjuangkan oleh liberalisme dan
sosialisme, melainkan juga mencerminkan pengalaman penindasan oleh rezim-rezim
fasis dan nasionalis-nasionalis tahun dua puluh sampai empat puluhan. Sementara itu
elit nasional bangsa-bangsa yang dijajah mempergunakan paham hak asasi, terutama
“hak untuk menentukan dirinya sendiri”, sebagai senjata ampuh dalam usaha untuk
Hak Asasi Manusia (Human Rights) diartikan sebagai hak-hak kodrat yang
bersifat melekat (inherent in dignity)13 sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa.14
Pengertian tersebut dapat memberikan gambaran tentang pertanyaan -pertanyaan
misalnya, sejak kapankah manusia memiliki HAM?, Apakah HAM itu pemberian atau
belas kasihan Negara? Apakah HAM bisa dicabut sewaktu-waktu oleh Negara?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah bahwa HAM dimiliki manusia
karena HAM bersifat melekat pada diri manusia karena kodratnya sebagai manusia.
Oleh karena HAM bukanlah pemberian atau warisan atau belas kasihan dari Negara,
sehingga negara tidak dibenarkan mencabutnya (inalienable) 15 dan tidak dapat
membatasi HAM secara sewenang-wenang (indivisible).16
Setiap hak asasi manusia tidak dapat dibagi-bagi baik itu hak sipil dan politik
seperti hak untuk hidup, hak untuk diperlakukan secara adil dihadapan hukum, hak
untuk berekspresi maupun hak ekonomi, social dan budaya seperti hak untuk bekerja,
13
Lihat Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya yang diterima oleh Majelis Umum PBB 2200 A
(SSI) 16 Desember 1966 pada Mukadimah Alenia II menyatakan bahwa: “Negara-negara pihak dalam Kovenan ini
mengakui bahwa hak hak ini berasal dari martabat yang melekat pada manusia”
14
Lihat juga Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
15
Lihat juga Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Dalam Resolusi Majelis Umum PBB 10 Desember 1948
Nomor 217 A (III) Pada Mukadima Alenia I menyatakan bahwa:”pengakuan atas hak-hak alamiah dan hak-hak
yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia...”.
16
Hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil
dihadapan hukum, hak memeluk dan memilih agama, adalah hak yang bersifat non-derogable right (tidak dapat
dikurang-kurangi dalam keadaan apapun). Lihat Pasal 3 sd 9 DUHAM, Pasal 6,7, 8 (ayat 1 dan 2), 11, 15, 16 dan
18 Kovenan Internasional Hak Sipil Politik 1966, Pasal 28 I Ayat 1 dan 2 UUD NRI Tahun 1945, Pasal
17
Fulthoni, dkk, 2009. Buku Saku untuk Kebebasan Beragama: Memahami Diskriminasi, Jakarta:
ILRC, Halaman3.
18
Konvensi ini telah diratifikasi oleh Indonesia sejak25 Mei 1999 dengan ratifikasi melalui UU Nomor
29 Tahun 1999 dan pada tahun 2008 Indonesia mengeluarkan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskiminasi Ras dan Etnis.
Meskipun menurut UU HAM Eropa tidak secara tegas menyebut kata “Human
Rights” melainkan memakai istilah yang lebih sempit yaitu “Social Rights”, namun
jelas bahwa pelarangan diskriminasi karena alasan tertentu tidak dibenarkan dalam
UU ini. Artinya bahwa setiap orang harus diperlakukan secara sama oleh Pemerintah
yang menandatangai UU ini dan menjadi anggota dari Komisi Eropa ini.
Sementara itu menurut African Charter on Human Rights and People’s Rights (UU
Afrika tentang HAM dan Hak-hak Manusia) pada bagian Pembukaan Alenia III
dinyatakan bahwa dengan memperhatikan pentingnya persatuan di Afrika maka
kebebasan, persamaan, keadilan, peangkuan adalah tujuan yang terpenting dalam
rangka mencapai legitimasi dari aspirasi seluruh rakyat Afrika. Jadi pengakuan
19
Article 19: “every nimor child has the right to the measures of protection requaried by his condition
as a minor, on the part of his family, society and the State.”
20
Ibid, page. 215
Lalu bagaimana dengan Negara Islam seperti Arab Saudi, apakah HAM
menampakkan wajah yang berbeda dalam pengakuan terhadap prinsip equality?
Menurut The Arab Charter of Human Rights yang disahkan pada tanggal 15
September 1994, pada Pembukaan Alenia II dinyatakan bahwa: “Having
achievement the everlasting principles established by the Islamic Shari’a and the
other divine religions enshrined in brotherhood and equality v amongst human
beings”.
Meskipun Konvensi HAM di Arab ini baru disahkan pada tahun 1994, namun dalam
hal pengakuan terhadap prinsip equality setiap manusia diakui dalam Konvensi ini
sebagai bagian dari upaya tanpa henti dalam mencapai prinsip yang telah ada dalam
Hukum Islam (Islamic Shari’a) termasuk hidup berdampingin dengan beda agama.
Sedangkan prinsip “tanpa diskriminasi” secara tegas dinyatakan dalam Bagian Kedua
Pasal 2 bahkan secara eksplisit pelarangan diskriminasi terhadap pria dan wanita
dinyatakan sebagai berkut:
“…that every individual located within its territory and subject to its
jurisdiction, shall have the right to enjoy all rights and freedoms recognized in
this (Charter), withouth distinction on th basis of race, colour, sex, age,
religion, political, opinion, national or social orihion, wealth, birth, or other
status, and without any discrimination between men and women.”
Di negara Islam lainnya juga telah menerima dan menerapkan prinsip demokrasi yang
salah satunya terdapat pengakuan dan penghormatan terhadap HAM, sebagaimana
dikutip oleh Naoh Feldman, yang menyebutkan bahwa: ‘Currently, the constitution of
Iraq and Afganistan do guarantee equality for men and women’.21 Dari uraian di atas
menunjukan bahwa baik di negara-negara dimana Islam sebagai minoritas seperti
Amerika Serikat dan Eropa, hak-hak mereka dijamin didalam UU HAM yang berlaku
21
Noah Feldman, ‘The fall and Rise of The Islamic State, American Muslims For Constructive
Engagement, Alison Lake (ed), 2008.
In the most general sense human rights are understood as rights which belong
to any individual as a consequences of being human, independently of acts of
law. In stating the existence of human rights, we state that every human being,
simply because he or she is a human being.
23
Thomas Buergental, Menghormati dan Menjamin: Kewajiban Negara dan Pengurangan Hak Yang
Diizinkan”, dalam Ifdal Kasim (eds.), 2001. Hak Sipil dan Politik: Esai-esai Pilihan, Buku 1, Penerbit ELSAM:
Jakarta, ISBN: 979-8981-20-0. Halaman 315-353.
24
Yosep Adi Prasetyo, 2012. Hak Ekosob Dan Kewajiban Negara, Makalah Memperkuat Pemahaman HAM
Hakim Seluruh Indonesia, Diselenggarakan Oleh Komisi Nasional HAM RI, Hotel Holiday-Lombok, 28-31 Mei
2012. Dapat diakses http://pusham.uii.ac.id
25
Pasal 28 I ayat 5 menyatakan bahwa: “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah”.
• Pasal 1-2, 28 dan 29 merupakan pasal yang berisi tentang dasar filosofis
pentingnya perlindungan HAM (Pasal 1), prinsip equal dan non-
diskriminasi (Pasal 2), konsep tentang kewajiban Negara (pasal 28) dan
kewajiban individu (29 (1)), pembatasan-pembatasan yang diijinkan (Pasal
29 (2)) serta larangan bagi siapapun melanggar atau menghancurkan hak-
hak dan kebebasan yang dijamin dalam deklarasi ini (Pasal 30).
• Pasal 4-21 mengatur tentang pentingnya perlindungan hak sipil dan politik
• Pasal 22-27 mengatur tentang pentingnya perlindungan hak ekonomi,
social dan budaya.
Pasal 1 DUHAM, yaitu “all human beings are born free and equal in dignity
and rights. They are endowed with reason and conscience and should act towards one
another in a spirit of brotherhood”. (Semua manusia dilahirkan merdeka dan
mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani
dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan). Pasal 1
Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia yang menyebutkan: “…recognition of the
inherent dignity and of equal and inalienable rights…is foundation of freedom”.
Ketentuan Pasal 1 ini mengajarkan tentang semangat kekeluargaan, dimana manusia
adalah bagian dari anggota masyarakat yang saling berhubungan antara satu dengan
yang lain bukan saling bertanding dan membahayakan satu dengan yang lain.
26
Krzysztof Drzewicki, The United Nations Charter and The Universal Declaration of Human Rights”,
dalam buku Raija Hanski dan Markku Suksi, An Introduction of International Protection of Human
Rights, Abo Akademik University, Finland, 2004. Halaman 71.
27
http://www.komnasham.go.id/ Lembar fakta Ham, edisi 3,.h. 15.
Pasal 3 DUHAM, yaitu “Everyone has the right to life, liberty and security of
person”. (Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keamanan pribadi).
Pasal ini merupakan tonggak pertama Deklarasi menyatakan hak untuk hidup,
kebebasan dan keamanan seseorang suatu hak yang esensial untuk pemenuhan hak-
hak lainnya.28
Pasal 4 – 21 DUHAM merupakan prinsip dan jaminan atas hak – hak sipil dan
politik, yang selanjutnya dijabarkan dalam International Couvenant on Civil and
Political Rights (Kovenan hak sipil dan politik). Adapun isi dari Pasal 4 – 21
DUHAM adalah :
1. kebebasan dari perbudakan dan perhambaan (Pasal 4 ).
2. kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang keji, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat(Pasal 5).
3. hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum di manapun (Pasal
6,7).
4. hak untuk mendapatkan upaya pemulihan yang efektif melalui peradilan
(Pasal 8).
5. kebebasan dari penangkapan, penahanan atau pengasingan sewenang-
wenang (Pasal 9).
6. hak untuk mendapatkan pemeriksaan yang adil dan peradilan yang
terbuka oleh pengadilan yang independen dan tidak berpihak (Pasal 10).
7. hak untuk dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya
(Pasal 11 ).
28
http://komnasham.go.id/ Lembar fakta Ham, edisi 3,.h. 16.
Bahwa dari pengaturan hak sipil dan politik sebagaimana tersebut di atas, yang
termasuk dalam hal yang bersifat absolute adalah pelarangan penyiksaan, perbudakan
dilakukan reservasi, pembatasan atau pengurangan. Hal ini sebagaimana diatur dalam
Tabel 1. Penjabaran Hak Asasi Manusia Dalam DUHAM, Kovenan Sipol dan Kovenan Ekosob
DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik serta Kovenan hak sosial, ekonomi
dan budaya selanjutnya menjadi dasar pengembangan pemikiran rumusan hak asasi
manusia. Termasuk Indonesia yang telah meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik
Generasi Ketiga, tahun 1986, muncul konsepsi baru hak asasi manusia yaitu
mencakup pengertian mengenai hak untuk pembangunan atau rights to
development. Hak atas atau untuk pembangunan ini mencakup persamaan hak
atau kesempatan untuk maju yang berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk hak
setiap orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupan bangsa tersebut. Hak untuk
atau atas pembangunan ini antara lain meliputi hak untuk berpartisipasi dalam
proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut,
menikmati hasil-hasil dari perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan,
pendidikan, kesehatan, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, dan lain-lain
sebagainya.
Generasi I, II, dan III pada pokoknya mempunyai karakteristik dalam konteks
hubungan kekuasaan yang bersifat vertikal, antara rakyat dan pemerintahan dalam
suatu negara. Setiap pelanggaran selalu melibatkan peran pemerintah yang biasa
dikategorikan sebagai crime by government yang termasuk ke dalam pengertian
political crime (kejahatan politik) sebagai lawan dari pengertian crime against
Generasi kelima dengan ciri pokok yang terletak dalam pemahaman mengenai
struktur hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara produsen yang
memiliki segala potensi dan peluang untuk melakukan tindakan-tindakan
sewenang-wenang terhadap pihak konsumen yang mungkin diperlakukan
sewenang-wenang dan tidak adil.29
29
http://www.jimly.com/makalah/namafile/2/ Demokrasi dan hak asasi manusia.doc.
30
Wiratraman, Hak-hak Konstitusional Warga Ngeara Setelah Amandemen UUD 1945: Konsep, Pengaturan dan
Dinamika Implementasi, Jurnal Hukum Panta Rei, Vol. 1 No.1 Desember 2007, Jakarta, Konsorsium Reformasi
Hukum Nasional.
31
Hukum HAM Internasional (atau lebih dikenal dengan The International Bill of Rights) meliputi The Universal
Declaration of Human Rights, 1948, The International Covenant on Civil and Political Rights (CCPR) 1966 dan
The International Covenant on Economical, Social and Cultural Rights 1966 (CESCR)
32
United Nations. 2001. Fact Sheet No. 16 (Rev.1). The Committee on Economic, Social, and Cultural Rights,
Centre for Human Rights United Nations, Geneva.
33
CESCR terdiri dari 31 pasal
“(a) All human rights and fundamental freedoms are invisilbe and
interdependent; equal attention and urgent consideration should be given to
the implementation, promotion, and protection of both civil and political, and
economical, social and cultural rights; (b) The full realization of civil and
political rights without the enjoyment of economic, social and cultural rights
is impossible; the achievement of lasting progress in the implementation of
human rights is dependent upon sound and effective national and international
policies of economica and social development, as recognized by the
Proclamation of Teheran of 1968”.34
34
United Nations. 2001. Fact Sheet No. 16 (Rev.1). ibid. hal.5.
35
Ifdal Kasim. 2007. Implementasi Hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya: Kerangka Normatif dan Standar
Internasional. Makalah Seminar Nasional dengan tema ”Menuju Perlindungan dan Pemantauan Yang Efektif Hak
Ekonomi, Sodial dan Budaya di Indoensia, kerjasama PUSAHM UII dan Norwegian Centre for Human Rights,
Oslo. Lihat juga Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,
Alumni, Bandung, 2000.
36
Lihat UN Human Rights Council: Statement for the 2012 Universal Periodic Review of Indonesia, diakses dari
Human Rights Wacth website di http://www.hrw.org/news/2012/09/19/un-human-rights-council-statement-2012-
universal-periodic-review-indonesia, lihat juga Human Rights Council Working Group on the Universal Periodic
Review Thirteenth session Geneva, 21 May–4 June 2012 di http://daccess-dds-
ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G12/116/38/PDF/G1211638.pdf?OpenElement
37
Lihat UNIVERSAL PERIODIC REVIEW, Report of the Working Group on the Universal Periodic
Review –Indonesia, A/HRC/8/23, 14 May 2008, General Asembly of United Nation. HUMAN RIGHTS
COUNCIL Eighth sessions Agenda item 6, dapat diakses melalui http://www.geneva-
academy.ch/RULAC/pdf_state/UPR-Outcome-of-the-Working-Group.pdf
38
UPR Indonesia, 2008, Ibid. Point 10 Halaman 4.
39
Konvensi ini disebut CAT, diterima oleh Resolusi Majelis Umum PBB 39/46 tanggal 10 Desember 1984.
Indonesia meratifikasinya melalui UU No. 5 Tahun 1998.
40
CERD diterima oleh Resolusi Majelis Umum PBB No. 2106 (XX) 21 Desember 1965. Indonesia meratifikasi
CERD melalui UU No. 29 Tahun 1999.
41
Konvensi ini dikenal dengan nama CEDAW dan diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No.7 Tahun 1984.
42
CRC diratifikasi oleh Indonesia mellui Keppres 36 Tahun 1990.
Daftar Pustaka
Ashidiqi, Jimly, Hak Konstitusional Perempuan dan Tantangan Penegakannya,
paper on Public Dialog and Consulation with National Commission of
Woman “Perempuan dan Konstitusi di Era Otonomi Daerah: Tantangan
dan Penyikapan Bersama”. Jakarta, 27 Nopember 2007.
http://jimly.com/makalah/namafile/8/HAK_KONSTITUSIONAL_PEREMP
UAN.doc
Brownlie, I.. Principles of International Law. 5th Edition, Oxford, 1998. Chapter 2
Davies, Peter. Hak-Hak Asasi Manusia, Sebuah Bunga Rampai. ed. A.Rahman.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994.
Drzewicki, Krzysztof . The United Nations Charter and The Universal Declaration of
Human Rights”, dalam buku Raija Hanski dan Markku Suksi, An Introduction of
International Protection of Human Rights, Abo Akademik University, Finland,
2004. Halaman 71.
Ihza, Yusril. Tak Ada Dasar Hukum Yang Jelas SKB Ahmadiyah.
Lindholm, Tore, Durham, W. Cole, Jr. Lie, Bahia G. Tahzib. Kebebasan Beragama
atau Berkeyakinan; Seberapa Jauh? Sebuah Referensi tentang Prinsip-
Prinsip dan Praktek, Yogyakarta: Kanisius, 2010.
Mauna, Boer. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global. Bandung: Alumni Bandung, 2000.
Mayer, Ann Elizabeth. Universal versus Islamic Human Rights: A Clash of Culture
or a Clash with a Construct?. Michigan: Journal of International Law,
Vol.15 No.2 Winter 1994.
Nowak, Manfred. The International Covenant On Civil and Political Rights, Raija
Hanski and Markku Suksi, An Introduction to the International Protection
of Human Rights, A Textbook, Second revised edition, Institute for Human
Rights, Abo Akademi University, 2004.
Prasetyo , Yosep Adi. 2012. Hak Ekosob Dan Kewajiban Negara, Makalah
Memperkuat Pemahaman HAM Hakim Seluruh Indonesia, Diselenggarakan
Oleh Komisi Nasional HAM RI, Hotel Holiday-Lombok, 28-31 Mei 2012.
Dapat diakses http://pusham.uii.ac.id
Rasjidi, Lili. Dasar-Dasar Filsafat Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.
Siraj, Said Aqiel. Islam Kebangsaan, Figh Demokratik Kaum Santri. Jakarta:
Pustaka Ciganjur, 1992.
General Comment No.22 (48) of the United Nations Human Rights Committee
provides normative substance to Article 18 of the ICCPR
UN Human Rights Council: Statement for the 2012 Universal Periodic Review of
Indonesia, http://www.hrw.org/news/2012/09/19/un-human-rights-council-
statement-2012-universal-periodic-review-indonesia,
Human Rights Council Working Group on the Universal Periodic Review Thirteenth
session Geneva, 21 May–4 June 2012 di http://daccess-dds-
ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G12/116/38/PDF/G1211638.pdf?OpenElement