Anda di halaman 1dari 8

B.

PROSES DIAGNOSIS
Sebagaimana telah kita pelajari untuk memperoleh gambaran yang menjadi penyebab
terjadinya ketidakseimbangan, diperlukan informasi yang akurat dan handal. Informasi yang
akurat dan handal ini dapat diperoleh bila dalam melakukan diagnosis digunakan konsultan
yang professional yang mampu berfikir rasional, obyektif dan bebas dari keterikatan emosional.

Segala informasi yang diperoleh dalam proses diagnosis harus diolah terlebih dahulu
melalui analisis data. Kegiatan penganalisisan data ini akan melibatkan konsultan dank lien
secara bersama-sama. Analisis terhadap data akan menghasilkan identifikasi terhadap
permasalahan, dan temuan terhadap hubungan yang bersifat kritis.

Agar pemahaman anda terhadap proses diagnosis lebih mendalam, maka berikut ini
akan dibahas satu per satu langkah-langkah dalam melakukan diagnosis. Pembahasan langkah-
langkah atau proses diagnosis ini mengacu pada tulisan Sondang P, Siagian

Langkah-langkah dalam melakukan diagnosis:


Pertama, Mengidentifikasi wilayah permasalahan tentatif. Langkah awal ini merupakan
kegiatan pengidentifikasian permasalahan secara sementara, dengan melihat permasalahan
secara sementara, dengan melihat permasalahan yang muncul secara umum atau yang biasa
dikatakan sebagai gejala-gejala umum dari organisasi yang bermasalah. Gejala-gejala umum ini
biasanya bersifat tidak hanya dari satu sudut permasalahan, tetapi beragam masalah yang
timbul di permukaan. Jadi bukan berupa factor penyebab sebenarnya, tetapi masih berupa
rentetan aplikasi dari sumber masalah. Berdasarkan beragam faktor atau gejala yang timbul
tersebut, maka diagnosis terhadap permasalahan mulai ditelusuri.

Kedua, Pengumpulan data. Data yang dikumpulkan didasarkan pada identifikasi wilayah
permasalahan yang telah dilakukan sebelumnya. Karena data merupakan bahan baku dalam
membantu proses pengambilan keputusan, maka pengumpulan data perlu dilakukan secara
terencana dan teliti.

Berikut ini adalah cara atau teknik mengumpulkan data:

a. Menentukan Sasaran

Langkah utama dan pertama dalam pengumpulan data adalah mendefinisikan sasaran yang
ingin dicapai melalui program perubahan yang akan dilakukan. Pemahaman yang tepat tentang
berbagai sasaran ini sangat penting karena hanya dengan demikian dapat ditemukan informasi
yang relevan. Untuk memudahkan pelaksanaan tugasnya, seorang penyelenggara kegiatan PO
biasanya memerlukan informasi dalam jumlah yang memungkinkannya melakukan diagnose
pendahulu. Berdasarkan diagnose pendahuluan itu ia lalu memutuskan informasi tambahan
apa yang diperlukan untuk kepentingan verifikasi sehingga hakekat permasalahan yang
dihadapi dan kondisi yang mengakibatkannya dapat dikenali dengan jelas dan pasti.

Pada umumnya praktisi kegiatan PO menekankan pentingnya pengumpulan data sebagai


suatu langkah dalam proses PO, karena dua pertimbangan. Pertama, pengumpulan data untuk
meninjau proses yang berlaku dalam organisasi dengan focus bagaimana cara mereka berkarya
dan bagaimana dampak cara tersebut terhadap kinerja para anggota organisasi yang
bersangkutan. Ke dua, pengumpulan data digunakan untuk memulai proses mawas diri atau
penilaian oleh para anggota organisasi dan tim kerja dalam organisasi yang pada gilirannya
mengarah pada peningkatan kemampuan untuk memecahkan masalah.

b. Faktor-faktor Seleksi

Langkah kedua dalam proses pengumpulan data ialah mengidentifikasikan variabel-variabel


sentral yang terdapat dalam situasi yang dihadapi seperti perpindahan pegawai, kinerja yang
kurang memuaskan dsb. Konsultan dan klien nya memutuskan secara bersama-sama factor-
faktor mana yang dianggap penting dan informasi tambahan apa yang masih diperlukan agar
masalah yang dihadapi oleh klien terindentifikasi dengan baik dan tepat. Biasanya dalam suatu
organisasi terdapat sejumlah data yang terkumpul karena beroperasinya organisasi , misalnya
laporan produksi, anggaran, rasio perpindahan pegawai dan data-data lainnya yang dapat juga
digunakan sebagai indicator tentang kemungkinan timbulnya permasalahan dalam organisasi.

c. Seleksi Metode Pengumpulan Data

Langkah ketiga dalam pengumpulan data ialah memilih metode pengumpulan data apa
yang akan digunakan. Mudah untuk memahami bahwa dalam suatu organisasiyang besar
terdapat beraneka ragam dan jenis informasi dan oleh karena itu terdapat pula berbagai cara
yang dapat digunakan untuk mengumpulkannya.

Pemilihan suatu teknik pengumpulan data sangat tergantung pada hakikat permasalahan
yang dihadapi. Sebaiknya metoda yang digunakan adalah metoda yang sistematik, artinya
dengan menggunakan satu metode tertentu harus dapat dilakukan perbandingan yang bersifat
kuantitatif dan kualitatif antara berbagai unsur dalam organisasi.

Ada berbagai teknik pengumpulan data yang dapat digunakan:

1. Sumber-sumber Data Sekunder. Yang dimaksud sebagai data sekunder misalnya data
akunting, data produktivitas dan indikator kinerja seperti tingkat perpindahan karyawan
atau tingkat kemangkiran dsb.
2. Kuesioner. Biasanya kuesioner digunakan sebagai instrument pengumpulan data dalam
jumlah yang besar. Kuesioner amat bermanfaat sebagai alat dalam studi mempelajari
sikap, system nilai, dan keyakinan para responden. Metode kuesioner sangat
memudahkan upaya melakukan analisis yang bersifat kuantitatif.
3. Observasi Langsung. Konsultan mengamati secara langsung bagaimana para anggota
organisasi menyelesaikan tugas-tugasnya, bagaimana mereka memberikan tanggapan
atau bereaksi terhadap situasi tertentu. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat
dideteksi perilaku yang tidak konsisten atau bahkan tidak sesuai dengan situasi yang
diharapkan. Sering sangat bermanfaat bagi konsultan untuk mengunjungi tempat
pekerjaan atau terjun langsung ke lapangan atau mengamati ruang kerja para anggota
organisasi. Tujuannya ialah membandingkan perilaku yang diamati dengan perilaku yang
dilaporkan. Sudah barang tentu cara ini akan mempunyai nilai yang lebih tinggi jika
konsultan yang melakukan pengamatan itu mengetahui secara pasti apa yang dicarinya.
4. Wawancara. Wawancara merupakan instrumen pengumpulan data yang paling banyak
digunakan dalam program PO. Keunggulan instrumen ini karena, pertama: wawancara
bersifat luwes dan dapat digunakan untuk berbagai jenis situasi. Kedua: wawancara
merupakan satu-satunya teknik yang memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah
antara konsultan dengan klien. Artinya dengan komunikasi dua arah lebih memahami
secara mendalam tentang masalah, tanta ngan dan kendala yang dihadapi klien.
Para konsultan PO biasanya menggunakan wawancara pada permulaan intervensinya
dalam system organisasi dan agar mendatangkan hasil yang diharapkan. Perlu
diperhatikan agar pewawancara benar-benarmemahami teknik-teknik melakukan
wawancara. Wawancara biasanya berlangsung sekitar 1 jam dan tujuan nya ialah agar
orang yang diwawancarai mau berbicara dengan bebas tanpa ketakutan tentang hal-hal
yang penting baginya dan bersedia berbagi informasi dengan konsultan dengan jujur
dan secara terus terang.

d. Evaluasi Efektivitas Pengumpulan Data

Suatu program pengumpulan data dapat dikatakan efektif apabila berbagai kriteria
kuantitas dan kualitas tentang manfaat data tersbut dalam mengidentifikasikan dan
menganalisis permasalahan yang dihadapi oleh organisasi klien terpenuhi. Dapat dipastikan
bahwa jumlah data haruslah sedemikian besarnya sehingga dimungkinkan untuk melakukan
generalisasi tentang hasil yang diperoleh. Keakuratan data, dalam arti tingkat penyimpanan
data dari kebenaran organisasional merupakan hal yang penting pula untuk diperhatikan.
Seorang konsultan harus selalu menggunakan berbagai kriteria untuk membandingkan
efektivitas instrument pengumpulan data yang digunakannya. Salah satu teknik perbandingan
yang baik digunakan ialah mengkaitkan antara kuantitas dengan ketepatan data yuang
dikumpulkan di satu pihak dan biaya serta waktu yang diperlukan di lain pihak. Artinya,
konsultan harus selalu menyadari pentingnya pemahaman yang tepat tentang informasi terbaik
apa yang dapat dikumpulkan dengan menggunakan teknik tertentu dalam batas-batas anggaran
dan waktu yang tersedia untuk itu.

Kriteria yang dapat dijadikan pegangan untuk bertindak:

a. Validitas data. Apakah konsultan telah mengumpulkan informasi yang bermanfaat


dalam mengukur berbagai dimensi yang diperlukan untuk diukur? Pertanyaan ini sangat
penting karena tidak jarang suatu program PO dihadapkan pada berbagai parameter
yang sulit dan subyektif seperti halnya mengukur system nilai dan sikap.
b. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan data. Jika di dalam melakukan diagnosis
digunakan suatu teknik tertentu, berapa lama waktu yang diperlukan sehingga data
yang dibutuhkan terkumpul. Jika dibutuhkan suatu kurun waktu tertentu, apakah waktu
tersebut tersedia. Pengalaman menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk
pengumpulan data biasanya lebih lama daripada yang diperkirakan.
c. Biaya pengumpulan data. Pertanyaan yang harus diajukan ialah Berapa biaya yang
diperlukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan itu? Tidak mustahil diperlukan
dana yang tidak kecil untuk mendesain dan menyelenggarakan suatu survey.
Pelaksanaan wawancara yang melibatkan banyak responden pun memerlukan biaya
yang tidak sedikit. Untuk mencegah timbulnya perbedaan faham dikemudian hari,
seorang konsultan dengan klien nya perlu menyepakati berapa biaya yang tersedia
untuk pengumpulan data sebelum kegiatan tersebut dimulai.
d. Kultur dan norma-norma organisasional. Seorang konsultan hanya akan berhasil dalam
upayanya membantu kliennya (termasuk efektivitas pengumpulan data) apabila
konsultan yang bersangkutan memperhitungkan kultur dan norma-norma yang berlaku
dalam organisasi klien nya. Hal-hal yang perlu diperhitungkan menyangkut sikap yang
mungkin ditampilkan oleh para responden (terbuka dan terus terang atau tertutup dan
cenderung menolak konsultan) dan juga iklim yang terdapat dalam organisai, apakah
kondusif untuk menghadapi permasalahan secara terbuka ataukah lebih tepat
menggunakan pendekatan tidak langsung dalam pengumpulan data.

Ketiga, Menganalisis data sehingga data berubah bentuknya menjadi informasi yang mutakhir,
relevan dan lengkap. Ciri-ciri informasi yang demikian sangat penting dimiliki karena hanya
dengan ciri-ciri itulah informasi tersebut benar-benar dapat digunakan dalam
mengidentifikasikan hakikat permasalahan yang dihadapi.

Setiap orang yang sudah terbiasa bergerak dalam kegiatan penanganan data telah
mengetahui bahwa dikenal berbagai teknik analisa data, mulai dari teknik yang sederhana
hingga ke teknik-teknik yang canggih dengan menggunakan statistic. Analisis data hanya dapat
dilakukan dengan tepat apabila sebelum keputusan tentang metode pengumpulan data dibuat,
ditemukan jawaban terhadap berbagai pertanyaan:

a. Bagaimana nanti data yang diperoleh dianalisis?


b. Apakah akan menggunakan metode statistikal dan apabila “ya” metode apa yang akan
digunakan?
c. Apakah data yang diperoleh akan diolah secara manual atau menggunakan computer?
d. Sistem pengkodean apa yang akan dipakai?

Agar program pengumpulan data efektif, maka pengumpulan data setidaknya memperhatikan
kriteria sbb:

a. Validitas data
b. Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data
c. Biaya pengumpulan data
d. Kultur dan norma-norma organisasi

Keempat, umpan balik data. Jika konsultan sudah melakukan analisis data dengan tepat,
kemungkinan untuk memperoleh petunjuk tentang berbagai alternatif pemecahan yang
mungkin ditempuh diperoleh.

Kelima, konsultan dan klien mengidentifikasi wilayah permasalahan bersama-sama. Bila


terdapat informasi yang kurang, maka konsultan berupaya mencari dan menganalisisnya lagi
dan kemudian memberitahu klien.

Keenam, setelah diperoleh kesepakatan antara konsultan dan klien tentang hakikat
permasalahan yang dihadapi organisasi, maka mereka memutuskan langkah-langkah intervensi
yang harus diambil. Artinya mereka mulai mengidentifikasi dan menetapkan strategi yang akan
diterapkan (dirancang bangun). Dalam hal ini sesungguhnya dapat diartikan bahwa klien sudah
termotivasi untuk melakukan perubahan.

Untuk lebih memudahkan anda mengikuti alur langkah-langkah diagnosis, maka


perhatikan bagan berikut ini yang dituangkan berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan
sebelumnya:
BAGAN LANGKAH-LANGKAH MELAKUKAN DIAGNOSIS

Strategi perubahan dan teknik-teknik intervensi PO merupakan tindak lanjut suatu


upaya diagnosis. Seorang konsultan harus menyadari betul-betul bahwa suatu bentuk
intervensi yang tidak tepat dapat memakan biaya yang sangat besar, bukan dalam arti biaya
dan waktu tetapi juga dalam bentuk terganggunya kegiatan operasional organisasi,
menimbulkan penolakan atau bahkan sikap bermusuhan di kalangan para anggota organisasi.
Dengan perkataan lain intervensi yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah baru. Padahal
intervensi yang dilakukan dimaksudkan untuk mengatasi berbagai masalah yang dirasakan yang
dihadapi oleh organisasi klien. Jelaslah bahwa strategi perubahan yang tidak tepat dapat
berakibat pada kegagalan menghasilkan perubahan yang sesungguhnya diperlukan atau
menciptakan perubahan yang tidak diperlukan yang menjadi beban tambahan bagi klien nya.
Biasanya program perubahan yang tidak efektif demikian adalah hasil dari diagnosis yang tidak
tepat.

Karena itu seorang konsultan di dalam melakukan diagnosis harus memperhatikan


rambu-rambu sbb:
1. Masalah Kerahasiaan

Salah satu isu dalam kegiatan konsultasi adalah kerahasiaan. Harus disadari bahwa
hubungan konsultan dengan klien adalah hubungan yang bersifat rahasia karena dalam
interaksi mereka tidak mustahil terungkap hal-hal yang tidak perlu atau tidak boleh diketahui
oleh orang lain. Artinya, seorang konsultan sesungguhnya dipercaya untuk memiliki informasi
yang tidak untuk disebarluaskan dan kepercayaan itu harus terus dipelihara.

2. Diagnosis yang Berlebihan

Harus difahami dan diterima sebagai suatu kenyataan bahwa diagnosis merupakan langkah
yang penting dalam mewujudkan perubahan. Akan tetapi disadari pula bahwa diagnosis
memperlambat kelangsungan perubahan. Oleh karena itu, harus dijaga jangan sampai terjadi
diagnosis yang teru menerus berlanjut hingga klien menjadi bingung tentang hakikat
permasalahan yang dihadapi. Memang penting untuk melakukan diagnosis sedemikian
mendalam sehingga hakikat permasalahan yang diperkirakan dihadapi oleh klien menjadi jelas
teapi tidak dibuat sedmikian rupa rumit, sehingga kegiatan diagnosis justru menambah
permasalahan.

3. Diagnosis Krisis

Yang dimaksud diagnosis krisis adalah situasi apabila konsultan terperangkap pada
penanganan masalah yang oleh klien dianggap mendesak dan penting. Artinya, konsultan
menghabiskan tenaga dan waktunya untuk menangani gejala-gejala yang segera tampak
dengan akibat bahwa situasi yang sesungguhnya mengundang penyelesaian luput dari
perhatiannya. Meskipun benar bahwa peranan konsultan adalah membantu klien memecahkan
masalah seperti dilihat oleh klien, tidak berarti bahwa konsultan menyetujui saja diagnosis klien

4. Diagnosis yang Mengancam

Meskipun benar bahwa dalam interaksi dengan klien nya seorang konsultan harus
menyampaikan berbagai permasalhan yang perlu diselesaikan, konsultan harus menyadari
bahwa dalam menyampaikan permasalahan harus sedemikian rupa sehingga klien tidak merasa
terancam, baik dalam arti jabatan maupun reputasinya, apalagi bila klien merasa diperlakukan
sebagai orang yang tidak kompeten mnunaikan kewajibannya dan menjalankan fungsinya
dalam organisasi.konsultan harus pula menyadari bahwa klien tidak terbiasa menangani
informasi dalam jumlah yang besar, berbeda hal nya dengan konsultan yang salah satu tugas
utamanya memang menangani informasi. Artinya jumlah dan jenis informasi yang disampaikan
kepada klien harusnya dalam bentuk yang segera dapat dicerna oleh klien yang bersangkutan.
Jika situasi demikian tidak terpelihara, klien justru akan menolak perubahan yang diusulkan
oleh konsultan.
5. Kebiasaan Konsultan

Karena berbagai faktor, seperti kultur organisasi di mana konsultan bekerja, latar belakang
social, latar belakang pendidikan, kemahiran khusus dan pengalaman konsultan bersangkutan,
tidak mustahil seorang konsultan menyukai teknik-teknik tertentu. Artinya bisa saja seorang
konsultan memaksakan keinginannya menggunakan teknik-teknik diagnosis yang disukainya,
padahal teknik tersebut tidak sesuai dengan situasi nyata yang dihadapi.

6. Diagnosis Gejala

Wajar terjadi, di kalangan konsultan yang sangat profesional sekalipun, bahwa perhatian di
fokuskan pada gejala-gejala yang segera tampak dan bukan pada akar permasalahan
sebenarnya. Misalnya: tidak mustahil seorang konsultan dipengaruhi oleh jenis data yang
dimilikinya dalam merumuskan hakikat permasalahan untuk disodorkan kepada klien. Artinya
jika konsultan memiliki data tentang tingkat perpindahan pegawai, ia lalu mengatakan bahwa
pada perpindahan pegawai mungkin saja merupakan gejala kondisi tertentu dalam organisasi,
seperti penilaian kinerja yang tidak rasional dan obyektif tetapi berdasarkan sikap senang dan
tidak senang seorang atasan terhadap para bawahan.

Anda mungkin juga menyukai