Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENGKAJIAN PADA ANAK DENGAN KEKERASAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah : Keperawatan Anak

Dosen : Sri Yekti Widadi, M.Kep

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

Kelompok : 5

Cici Sagita KHGC20105


Cecep Muhamad S KHGC20140

Elsy Nursiti Aisah KHGC20092


Maretha Athurshina KHGC20093
Salma Muslimah Ahmad KHGC20099

Widi Dzakiyah Widayanti KHGC20144

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN (NON REGULER)

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirannya Allah SWT. yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyusun makalah ini dengan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada junjungan nabi kita Muhammad SAW. beserta para
sahabatnya.

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak
dimana makalah ini berisi tentang Pengkajian Pada Anak dengan Kekerasan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak lain maka penulis tidak
akan dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.

Garut, Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................2
C. TUJUAN MAKALAH..................................................................................2
BAB II PEMABAHASAN.....................................................................................3
A. DEFINISI......................................................................................................3
B. KLASIFIKASI CHILD ABUSE...................................................................4
C. PENYEBAB TERJADINYA CHILD ABUSE............................................5
D. AKIBAT TERJADINYA CHILD ABUSE..................................................7
E. MANIFESTASI KLINIS CHILD ABUSE...................................................8
F. PENANGANAN DAN PENCEGAHAN CHILD ABUSE........................10
G. ASKEP KELUARGA CHILD ABUSE......................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
A. KESIMPULAN...........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setelah 24 tahun Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, tepatnya
pada tanggal 25 Agustus 1990 melalui Keppres R.I. No. 36 tahun 1990, Indonesia
belum mempunyai kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang
perlindungan anak yang berorientasi pada Konvensi Hak-hak Anak. Baru pada
tanggal 22 Oktober 2002, Indonesia menetapkan Undang-undang No. 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak yang berorientasi pada hak-hak anak seperti
yang tertuang dalam Konvensi Hak-hak Anak.

Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari Abraham Maslow memperhatikan


bahwa manusia memiliki 5 tingkat kebutuhan yaitu physiological needs
(kebutuhan fisiologis), safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman dan
nyaman), love and belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa
memiliki), esteem needs (kebutuhan akan harga diri), dan self-actualization
(kebutuhan akan aktualisasi diri).

Apabila dari salah satu kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dapat berakibat
tingginya tingkat stress di kalangan masyarakat, tetapi ketika kebutuhan tersebut
terpenuhi maka perasaan-perasaaan yang demikian itu tidak akan muncul,
sehingga individu selalu merasa bahwa ia selalu dalam kondisi yang aman
(Mubarak, 2007).

Bila kebutuhan rasa aman dan nyaman tidak terpenuhi maka seseorang akan
merasa bahwa dirinya berada dalam situasi yang tidak aman. Kondisi ini dapat
menimbulkan rasa cemas, dimana klien merasa bahwa ada yang mengancam
dirinya.

Bila situasi ini berlangsung terus-menerus dapat mengakibatkan individu


tersebut mengalami gangguan jiwa. Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum

1
terjadi adalah perilaku kekerasan yangmerupakan gejala paling sering muncul
pada klien skizoprenia, dimana sekitar 70% dari penderita skizoprenia mengalami
perilaku kekerasan.

Menurut Stuart dan Sundeen (1999), klien dengan perilaku kekerasan


memiliki masalah kebutuhan dasar aman dan nyaman karena ada kebutuhan
dalam dirinya yang belum terpenuhi sehingga klien cenderung bersikap curiga,
mudah tersinggung dan waspada terhadap rangsangan yang datang
menghampirinya.

Pasien dengan perilaku kekerasan mengungkapkan emosi terhadap kejadian


yang dianggapnya mengancam dan merupakan suatu bentuk respon kecemasan
terhadap kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga dirasakan bahwa dirinya berada
dalam situasi yang tidak aman dan timbul rasa tidak nyaman pada dirinya yang
dirasakan sebagai bentuk ancaman (Stuart & Sudden, 2001).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dasar child abuse?
2. Bagaimana peran pelayanan kesehatan delam menghadapi atau menyikapi
masalah child abuse?

C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui apa itu tentang konsep dasar child abuse
2. Untuk mengetahui peran pelayan kesehatan dalam menghadapi atau
menyikapi child abuse

2
BAB II
PEMABAHASAN

A. DEFINISI
Menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare child abuse
merupakan tidakan kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan
penelantaran terhadap anak dibah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang terancam.

Menurut Harry Kempe dkk (1992), child abuse merupakan the battered child
syndrome yang hanya terbatas pada anak-anak yang mendapatkan perlakuan salah
secara fisik yang bersifat ekstrem atau membahayakan anak-anak.

Jadi child abuse merupakan suatu tidak kekerasan kekerasan (fisik dan/atau
mental), eksploitasi (ekonomi, seksual) dan diskriminasi dalam tulisan ini
selanjutnya disebut anak yang mengalami berbagai perlakuan salah. Kondisi dan
situasi anak yang sulit tersebut tergolong ke dalam anak yang memerlukan
perlindungan khusus.

Pasal 59 Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


menyatakan bahwa perlindungan khusus diberikan kepada :

1. anak dalam situasi darurat (anak pengungsi, anak korban kerusuhan,anak


korban bencana alam, anak dalam situasi konflik bersenjata)
2. anak yang berhadapan dengan hukum,
3. anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
4. anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
5. anak yang diperdagangkan,
6. anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, akohol,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza),
7. anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
8. anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,

3
9. anak korban perlakuan salah,
10. penelantaran
11. anak yang menyandang cacat

Selain itu, dimasukkan pula kelompok anak rentan lainnya yakni anak jalanan
dan anak tanpa akta kelahiran. Dengan demikian terdapat berbagai jenis kondisi
dan situasi anak yang memerlukan perlindungan khusus dari perlakuan salah.yang
dapat dilakukan oleh orang perorang, keluarga, masyarakat bahkan oleh negara
sekalipun.

B. KLASIFIKASI CHILD ABUSE


Perlakuan salah terhadap anak dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Dalam keluarga
a. Penganiayaan fisik contohnya seperti memukul anak.
b. Kelalaian atau penelantaraan contohnya nak merasa kurang
mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, pengawasan yang
kurang dari keluarga anak sehingga anak rentan mengalami resiko
trauma fisik maupun mental.
c. Penganiayaan secara emosional contohnya mengucapkan kata-kata
yang tidak seharusnya didengar oleh anak seperti perkataan yang
dapat merendahkan anak atau perkataan yang membuat anak
menjadi malu.
d. Penganiayaa seksual, dimana anak mendapatkan pelecehan seksual
seperti pemerkosaan.
e. Syndrom Munchausen dimana merupakan permintaan pengobatan
terhadap penyakit yang dibuat-buat dan pemberian keterangan palsu
untuk mendukung tuntutan.
2. Diluar Keluarga
a. Dalam institusi atau lembaga
b. Di tempat kerja
c. Di jalan
d. Di medan perang

4
C. PENYEBAB TERJADINYA CHILD ABUSE

Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan child
abuse, yaitu:

1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang
memiliki kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain,
atau orang tua tidak memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka
memiliki harapan yang tidak sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga
orang tua terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau karena
letak rumah yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak ada
orang lain yang dapat memberikan support kepadanya.
2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini
dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak
direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain
yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak
dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada anak BBLR saat bayi dilahirkan,
mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada beberapa hari
inilah normal bonding akan terjalin.
3. Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak
terlalu berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag
sering terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak
yang sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa
pengaruh yang lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan
dirinya di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child
abuse dapat terjadi pada semua tingkatan.

Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan kekerasan pada
anak, karena wanita merupakan pemberi perawatan anak yang utama. Sedangkan

5
laki-laki lebih banyak melakukan sex abuse, ayah tiri mempunyai kemungkinan 5
sampai 8 kali lebih besar untuk melakukannya daripada ayah kandung (Smith dan
Maurer).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik


kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:

1. Stress yang berasal dari anak.


a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi
fisik anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat
adalah anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik
dan berbeda dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental
sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit
berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah
cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan
anak yang memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena
anak yang memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila
dibandingkan dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku
dan bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah
hati dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada
hubungan emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.
2. Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor
terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab
kedua faktor ini berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup.
Sehingga apapun akan dilakukan oleh orangtua terutama demi

6
mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan
keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini
juga berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak,
sebab lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam
membentuk kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak
akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan
munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik,
lemah mental, dsb.
3. Stress berasal dari orang tua
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan
kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu
mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama
terhadap orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas
kejadian yang pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis
akan membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak
mampu memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung
menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan
melakukan tindakan kekerasan.

D. AKIBAT TERJADINYA CHILD ABUSE


Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan
menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA
mencatat, seorang anak yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan,
memiliki keinginan untuk membunuh ibunya.

7
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak
(child abuse), antara lain :

1. Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang
tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan
berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-
anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang
menjadi agresif.
2. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang
sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan,
cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia
nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan,
anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki
dorongan bunuh diri.
3. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003)
diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut
menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski
kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi
seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai
penyebab keterlibatan dalam prostitusi.
4. Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak
mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua
terhadap anak,  Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang
dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal
mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah
penyesuaian diri pada masa yang akan datang.

E. MANIFESTASI KLINIS CHILD ABUSE


Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka
bakar, patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural hematom dan
adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma,

8
misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata
dan cacat lainnya.

Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak


yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang
normal, yaitu:

1. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya


yang tidak mendapat perlakuan salah.
2. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
a. Kecerdasan
1) Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
2) Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
juga karena malnutrisi.
3) Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya
stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
b. Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang
positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan
hubungan sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk
percaya diri.
c. Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak
dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu
menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
d. Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif
terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru
tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada
teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri.

9
e. Hubungan sosial
Pada anak yang sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya
atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka
mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau
perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
f. Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
1) Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal,
sekret vagina, dan perdarahan anus.
2) Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis,
enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
3) Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai
dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakukan dengan
memperhatikan vulva, hymen, dan anus anak.

F. PENANGANAN DAN PENCEGAHAN CHILD ABUSE


Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya
kekerasan pada anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan
dengan melakukan pendidikan kesehatan tentang child abuse dan mengidentifikasi
resiko terjadinya child abuse. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah
dengan memberikan pendidikan kepada keluarga tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak, serta cara menghadapi stress saat menjadi orang tua.

Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah


melalui:

1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program
yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
a. Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
1) Individu
a) Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan
masyarakat

10
b) Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
c) Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
d) Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
e) Pelayanan referensi perawatan jiwa
f) Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku
kekerasan.
2) Keluarga
a) Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di
masyarakat
b) Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
c) Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak
lanjut (follow up)
d) Pelayanan sosial untuk keluarga
3) Komunitas
a) Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
b) Mengurangi media yang berisi kekerasan
c) Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti:
pelayanan krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia
lanjut/wanita yang dianiaya
d) Kontrol pemegang senjata api dan tajam
b. Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang
stress.
1) Individu
a) Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada
keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
b) Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
c) Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan
perlindungan
d) Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban

11
2) Keluarga
a) Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
b) Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-
group). Misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera
c) Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang memberikan
pelayanan pada korban.
3) Komunitas
a) Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada
korban dengan standar prosedur dalam menolong korban.
b) Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon,
melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak
hukum/dinas sosial untuk pelayanan segera.
c) Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya bayi
dan anak.
d) Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah
setempat.
e) Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi.
f) Kontrol pemegang senjata api dan tajam.
c. Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan
kekerasan.
1) Individu
a) Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban
b) Konseling profesional pada individu
2) Keluarga
a) Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
b) Konseling profesional bagi keluarga
c) Self-help-group (kelompok peduli)

12
3) Komunitas
a) “Foster home”, tempat perlindungan
b) Peran serta pemerintah
c) “follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
d) Kontrol pemegang senjata api dan tajam
2. Pendidikan

Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang


sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu
ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud dijaga agar
tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di
sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi
aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda2 aniaya fisik dan
pengabaian perawatan pada anak.

3. Penegak hukum dan keamanan

Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan


secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan
dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas
perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

4. Media massa

Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh


artikel2 pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka
pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih
ditekankan.

13
G. ASKEP KELUARGA CHILD ABUSE
1. Pengkajian
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
a. Psikososial
1) Melalaikan diri
2) Gagal tumbuh
3) Keterlambatan perkembangan koognitif, psikomotor dan
psikososial
4) Memisahkan diri dari orang-orang dewasa
b. Muskuloskeletal
1) Dislokasi
2) Sprain
3) Fraktur
c. Genital urinaria
1) Luka pada vagina/penis
2) Luka pada anus
3) Infeksi saluran kemih
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan memakan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan
karena faktor psikologis.
NOC: setelah dilakukan tindaan keperawatan maka pasien
menunjukkan adanya perubahan status gizi; asupan makanan, cairan,
dan gizi. Ditandai dengan indikator berikut: rentang nilai 1-5: tidak
adekuat, ringan, sedang, kuat dan adekuat total.
Intervensi:
1) Mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi nafsu makan
pasien.
2) Memantau hasil labotarium seperti hasil albumin dan elektrolit.

14
3) Pengelolaan nutrisi dengan memantau kandungan nutrisi dan kalori
asupan gizi yang dikonsumsi pasien.
b. Kerusakan pengasuh berhubungan dengan usia muda, kurang
pengetahuan tentang perawatan kesehatan anak dan ketidakadekuatan
pengaturan perawatan anak.
NOC: setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga orang tua
diharapkan dapat menunjukkan kepada anak cara yang benar
mengungkapkan marah, perasaan yang tidak senang atau frustasi yang
tidak membahayakan anak dan orang tua berperan aktif dalam kegiatan
konseling keluarga.
Intervensi:
1) Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
2) Membantu orang tua untuk mengidentifikasi perubahan menjadi
orang tua.
3) Memberikan kesempatan interaksi yang sering untuk orang tua
atau anak.
4) Memotivasi keluarga untuk menciptakan komunikasi yang terbuka
didalam keluarga.

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar.
Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan
fisik maupun kekerasan psikis. Dampak dari kekerasan terhadap anak antara lain;
Kerusakan fisik atau luka fisik; Anak akan menjadi individu yang kukrang
percaya diri, pendendam dan  agresif; memiliki perilaku menyimpang, Pendidikan
anak yang terabaikan.

Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka
bakar, patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan
adanya kerusakan organ dalam lainnya. Akibat pada tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada
umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu: Pencegahan dapat dilakukan
dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan pada anak dan di rumah
tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan pendidikan
kesehatan tentang child abuse dan mengidentifikasi resiko terjadinya child abuse.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, W.I. (2007).Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi
dalam Praktek.Cetakan pertama. Jakarta: EGC.

Stuart , Sudeen. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 3.Jakarta : EGC.

Diana, N (2017)
https://www.academia.edu/31003896/ASUHAN_KEPERAWAT_ANAK_PADA_C
HILD_ABUSE?auto=download (diakes pada tanggal 5 Juni 2021)

17

Anda mungkin juga menyukai