Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI
1.1  Definisi
Benigna Prostat hiperplasia adalah keadaan kondisi patologis yang paling umum
pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering ditemukan untuk intervensi medis
pada pria di atas usia 50 tahun (Wijaya. A & Putri. Y, 2013). Benigna Prostat Hiperplasi
(BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hyperplasia
beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar ataun jaringan
fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah
RSUD dr.Sutomo, 1994: 193). Benigna prostatic hyperplasia adalah suatu kondisi yabg
sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat. (Yuliana,
Elin, 2011). Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan
(Price, 2006
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna prostat
hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang berusia lebih
dari 50 tahun yang mendesak saluran perkemihan
1.2  Etiologi
Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat belum diketahui
secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses penuaan yang
mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Para ahli berpendapat
bahwa dihidrotestosteron yang mamacu pertumbuhan prostat seperti yang terjadi pada masa
pubertas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar prostat.
Hal lain yang dikaitkan  dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola makan
tinggi lemak, tidak aktif olahraga dan seksual. Selain itu testis menghasilkan beberapa
hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup
testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar
dikonversikan oleh enzim 5-alfa- reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara
fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi.
Tugas lain dari testosteron adalah pemicu libido, pertumbuhan otot dan mengatur
doposit kalsium di tulang. Penurunan kadar testosteron telah diketahui sebagai penyebab dari
penurunan libida, massa otot, melemahnya otot pada organ seksual dan kesulitan ereksi.
Selain itu kadar testosteron yang rendah juga dapat menyebabkan masalah lain yang tidak
segera terlihat, yaitu pembesaran kelenjar prostat. Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi
lebih banyak steroidstres (karsitol) yang dapat menggeser produksi DHT
(dehidroepianandrosteron).
DHT berfungsi mempertahankan kadar hormon seks yang normal, termasuk
testosteron. Stres kronis menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis pria.
Kolesterol tinggi juga dapat mengganggu keseimbangan hormonal dan menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat. Faktor lain adalah nikotin dan konitin ( produk pemecahan
nikotin) yang meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan
penurunan kadar testosteron. Begitu pula toksin lingkungan (zat kimia yang banyak
digunakan sebagai pestisida, deterjen atau limbah pabrik) dapat merusak fungsi reproduksi
pria
1.4  Patofisiologi
Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen
uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik
buli-buli berupahipertrofi otot detrusor, trabekulasi,  terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulu-buli tersebut, oleh pasien disarankan
sebagai keluhkan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract
symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
 Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian bulibuli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan keadaan
ini jIka berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya  dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia
prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra
posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang pada stroma prostat, kapsul
prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis
yang berasal dari nervus pudendus.
Menurut Mansjoer tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal
setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut,
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

1.5  Klasifikasi
Menurut Rumahorbo (2000) terdapat empat derajat pembesaran kelenjar prostat yaitu
sebagai berikut:
1. Derajat rectal
dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat kea rah rectum. Rektal
toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastic, dapat digerakan, tidak
ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi
prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1cm dan berat prostat diatas 35
gram
2. Derajat klinik
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK sampai
selesai dan puas, kemudian dilakukan kateterisasi. Urin yang keluar dari kateter disebut
sisa urine atau residual urin. Residual urin dibagi beberapa derajat yaitu sebagai berikut:
1) Norml sisa urin adalah nol
2) Derajat I sisa urine 0-50 ml
3) Derajat II sisa urine 50-100 ml
4) Derajat III sisa urine 100-150 ml
3. Derajat IV
Telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali. Bila kandung kemih
telah penuh dan klienmerasa kesakitan, maka urine akan keluar secara menetes dan
periodic, hal ini disebut over flow incontinencia. Pada derajat ini telah terdapat sisa urine
sehingga dapat terjadi infeksi atau cystitis, nocturia semakin bertambah dan kadang-
kadang terjadi hematuri.
4. Derajat intra vesikal
Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rongen atau cystogram,
penendoscopy. Bila lobus medalis melewati muara uretra, berarti telah sampai pada
stadium tiga derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada stadium ini adalah sisa urine
sudah mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi infeksi semakin hebat ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, menggil dan nyeri didaerah pingguang serta kemungkinan telah
terjadi pylitis dan trabekulasi bertambah.
5. Derajat intra Uretral
Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk melihat sampai
seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada stadium ini telah terjadi
retensi urine total.
1.6  Manifestasi klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
1) Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
2) Pancaran waktu miksi lemah
3) Intermitten (miksi terputus)
4) Miksi tidak puas
5) Distensi abdomen
6) Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
7) Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria.
2. Gejala di luar saluran kemih :
1)  Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil, sulit mengeluarkan
atau menghentikan urin. Mungkin juga urin yang keluar hanya merupakan tetesan
belaka.
2)  Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan buang air kecil yang
berulang-ulang.
3)   Pancaran atau lajunya urin lemah
4)   Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
5)   Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat tertahannya urin atau
menahan buang air kecil (Alam, 2004).
2.8  Penatalaksanaan
1. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan Keluhan ringan, sedang,
sedang dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari phitoterapi
(misalnya : Hipoxis rosperi, serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan
supresor androgen.
2. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
1) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).
2) Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah klien
buang air kecil > 100 Ml.
3) Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistem perkemihan seperti
retensi urine atau oliguria.
4) Terapi medikamentosa tidak berhasil.
5) Flowcytometri menunjukkan pola obstruktif.
3. Prostatektomi Suprapubis
1) Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung kemih.
2) Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter suprapubis setelah
operasi.
3) Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.
4) Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.
5) Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.
4. Prostatektomi Perineal
1) Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.
2) Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
3) Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan epididimistis.
4) Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan perut, enema, diet
rendah sisa dan antibiotik).
5) Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase) diletakan pada
tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk. Pada TURP, prostatektomi
suprapubis dan retropubis, efek sampingnya dapat meliputi:
1) Inkotenensi urinarius temporer
2) Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dan
3) kemandulan sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan
4) oleh ejakulasi dini kedalam kandung kemih.
2.9  Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada
pasien dengan BPH adalah:
1. Laboratorium
1) Sedimen urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kumn terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2) Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
3) Pencitraan
Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih tau kalkulosa prostat dan kadang
menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang merupakan yanda dari
retensi urin.
4) IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroreter atau
hidronefrosis memeprkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli
5) Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rectal)
Untuk mengethaui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan
keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
6) Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur oanjang uretra parsprostatika dan
melihat penonjolan prostat ke dalam rectum.
BAB 2

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN

1. Sebelum Operasi

Data Subyektif:

1) Klien mengatakan nyeri saat berkemih


2) Sulit kencing
3) Frekuensi berkemih meningkat
4) Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
5) Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
6) Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
7) Pancaran urin melemah
8) Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
9) Kalau mau miksi harus menunggu lama
10) Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
11) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
12) Urin terus menetes setelah berkemih
13) Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
14) Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan

Data Obyektif :

1) Ekspresi wajah tampak menhan nyeri


2) Terpasang kateter
2. Sesudah Operasi

Data Subyektif:

1) Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi


2) Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah operas

Data Obyektif:

1) Ekspresi tampak menahan nyeri


2) Ada luka post operasi tertutup balutan
3) Tampak lemah
4) Terpasang selang irigasi, kateter, infus
3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari yang
dialami pasien.
4. Pengkajian fisik
Gangguan dalam berkemih seperti:
1) Sering berkemih
2) Terbangun pada malam hari untuk berkemih
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
4) Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
5) Rasa tidak puas sehabis miksi
6) Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
7) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah berkemih.
8) Nyeri saat berkemih
9) Ada darah dalam urin
10) Kandung kemih terasa penuh
11) Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
12) Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
5. Kaji pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiografi
2) Urinalisa
3) Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan dan
proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik (insisi sekunder pada TURP)
2) Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan b.d kurangnya
paparan informasi.
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi pasca operasi
Rencana keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1.    Manajemen Nyeri


keperawatan selama ….x
24 jam, klien dapat: Definisi : perubahan atau
pengurangan nyeri ke tingkat
Definisi : Sensori dan 1.    Mengontol nyeri kenyamanan yang dapat diterima
pengalaman emosional pasien
yang tidak         Definisi : tindakan
menyenangkan yang seseorang untuk Intervensi:
timbul dari kerusakan mengontrol nyeri
jaringan aktual atau - Kaji secara menyeluruh tentang
potensial, muncul tiba-     ndikator: nyeri, meliputi: lokasi,
tiba atau lambat dengan karakteristik,waktu kejadian, lama,
§ Mengenal faktor-faktor frekuensi, kualitas,
intensitas ringan sampai penyebab
berat dengan akhir yang intensitas/beratnya nyeri, dan
bisa diantisipasi atau § Mengenal onset/waktu faktor-faktor pencetus
diduga dan berlangsung kejadian nyeri - Observasi isyarat-isyarat non
kurang dari 6 bulan. verbal dari ketidaknyamanan,
§ tindakan pertolongan
non-analgetik khususnya dalam ketidakmampuan
untuk komunikasi secara efektif
Batasan karakteristik : § Menggunakan
analgetik - Berikan analgetik sesuai dengan
-    Laporan secara anjuran
verbal atau non verbal § melaporkan gejala-
adanya nyeri gejala kepada tim - Gunakan komunkasi terapeutik
kesehatan (dokter, agar klien dapat mengekspresikan
-    Fakta dari observasi perawat) nyeri

-    Posisi untuk § nyeri terkontrol - Kaji latar belakang budaya klien


menghindari nyeri
- Tentukan dampak dari ekspresi
-    Gerakan melindungi nyeri terhadap kualitas hidup: pola
2.  Menunjukkan tingkat tidur, nafsu makan, aktifitas mood,
-    Tingkah laku nyeri hubungan, pekerjaan,
berhati-hati tanggungjawab peran
Definisi : tingkat
-    Muka topeng keparahan dari nyeri - Kaji pengalaman individu
-    Gangguan tidur yang dilaporkan atau terhadap nyeri,  keluarga dengan
(mata sayu, tampak ditunjukan nyeri kronis
capek, sulit atau - Evaluasi  tentang keefektifan dari
gerakan kacau, tindakan mengontrol nyeri yang
menyeringai)
-    Terfokus pada diri Indikator: telah digunakan
sendiri
§ Melaporkan nyeri - Berikan dukungan terhadap klien
-    Fokus menyempit dan keluarga
(penurunan persepsi § Frekuensi nyeri
waktu, kerusakan - Berikan informasi tentang nyeri,
§ Lamanya episode nyeri seperti: penyebab, berapa lama
proses berpikir,
penurunan interaksi § Ekspresi nyeri: wajah terjadi, dan tindakan pencegahan
dengan orang dan - Kontrol faktor-faktor lingkungan
§ Posisi melindungi
lingkungan) yang dapat mempengaruhi respon
tubuh
-    Tingkah laku klien terhadap ketidaknyamanan 
§ Kegelisahan (contoh : temperatur ruangan,
distraksi, contoh : jalan-
jalan, menemui orang penyinaran, dll)
§ Perubahan
lain dan/atau aktivitas, Respirasirate - Anjurkan klien untuk memonitor
aktivitas berulang- sendiri nyeri
ulang) § Perubahan Heart Rate
- Ajarkan penggunaan teknik non-
-    Respon autonom § Perubahan tekanan
farmakologi
(seperti diaphoresis, Darah
perubahan tekanan - (ex: relaksasi, guided imagery,
§ Perubahan ukuran
darah, perubahan nafas, terapi musik, distraksi, aplikasi
Pupil
nadi dan dilatasi pupil) panas-dingin, massase)
§ Perspirasi
-    Perubahan - Evaluasi keefektifan dari tindakan
autonomic dalam tonus § Kehilangan nafsu mengontrol  nyeri yang telah
otot (mungkin dalam makan digunakan
rentang dari lemah ke
- Berikan dukungan terhadap klien
kaku)
dan keluarga
-    Tingkah laku
- Berikan informasi tentang nyeri,
ekspresif (contoh :
seperti: penyebab, berapa lama
gelisah, merintih,
terjadi, dan tindakan pencegahan
menangis,
- Kontrol faktor-faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon
klien terhadap ketidaknyamanan 
(contoh : temperatur ruangan,
penyinaran, dll)

- Anjurkan klien untuk memonitor


sendiri nyeri

- Ajarkan penggunaan teknik non-


farmakologi
- (ex: relaksasi, guided imagery,
terapi musik, distraksi, aplikasi
panas-dingin, massase)

- Evaluasi keefektifan dari tindakan


mengontrol nyeri

- Modifikasi tindakan mengontrol


nyeri berdasarkan respon klien

- Tingkatkan tidur/istirahat yang


cukup

- Anjurkan klien untuk berdiskusi


tentang pengalaman nyeri secara
tepat

- Beritahu dokter jika tindakan


tidak berhasil atau terjadi keluhan

- Informasikan kepada tim


kesehatan lainnya/anggota keluarga
saat tindakan nonfarmakologi
dilakukan, untuk pendekatan
preventif

- monitor kenyamanan klien


terhadap manajemen nyeri

2.  Pemberian Analgetik

 Definisi : penggunaan agen


farmakologi  untuk   mengurangi
atau menghilangkan nyeri

Intervensi:

- Tentukan lokasi nyeri,


karakteristik, kualitas,dan
keparahan sebelum pengobatan

- Berikan obat dengan prinsip 5


benar

- Cek riwayat alergi obat

- Libatkan klien dalam pemilhan


analgetik yang akan digunakan
- Pilih analgetik secara tepat
/kombinasi lebih dari satu analgetik
jika telah diresepkan

- Tentukan pilihan analgetik


(narkotik, non narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan keparahan
nyeri

- Monitor tanda-tanda vital,


sebelum dan sesudah pemberian
analgetik

- Monitor reaksi obat dan


efeksamping obat

- Dokumentasikan respon dari


analgetik dan efek-efek yang tidak
diinginkan

- Lakukan tindakan-tindakan untuk


menurunkan efek analgetik
(konstipasi/iritasi lambung)

3. Manajemen lingkungan :
kenyamanan

Definisi : memanipulasi lingkungan


untuk kepentingan terapeutik

Intervensi :

- Pilihlah ruangan dengan


lingkungan yang tepat

- Batasi pengunjung

- Tentukan hal-hal yang


menyebabkan ketidaknyamanan
seperti pakaian lembab

- Sediakan tempat tidur yang


nyaman dan bersih

- Tentukan temperatur ruangan


yang paling nyaman
- Sediakan lingkungan yang tenang

- Perhatikan hygiene pasien untuk


menjaga kenyamanan

- Atur posisi pasien yang membuat


nyaman.

2 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Pendidikan kesehatan: Proses


tentang : penyakit, diet, keperawatan selama 1 x penyakit
pengobatan  24 jam pengetahuan klien
dan keluarga meningkat -        Gali pengetahuan tentang
tentang: proses penyakit

Definisi : tidak adanya 1. Proses penyakit -       Jelaskan patofisiologi


atau kurangnya penyakit
informasi kognitif Indikator:
sehubungan dengan -       Jelaskan tanda dan gejala
topik spesifik -      Mengenal  nama penyakit
penyakit
Batasan karakteristik -       Terangkan proses penyakit
:memverbalisasikan -      Menjelaskan proses
penyakit -       Identifikasi proses
adanya masalah, kemungkinan penyebab
ketidakakuratan -      Menjelaskan
mengikuti instruksi, penyebab/fakor yang -       Berikan informasi tentang
perilaku tidak sesuai. berkontribusi kondisi pasien

Faktor yang -      Menjelaskan factor- -       Hindari memberi harapan


berhubungan : faktor resiko palsu
keterbatasan kognitif,
-      Menjelaskan efek -       Berikan informasi kondisi
interpretasi terhadap
dari penyakit pasien pada keluarga
informasi yang salah,
kurangnya keinginan -       Diskusikan perubahan gaya
-      Menjelaskan tanda-
untuk mencari hidup untuk mencegah komplikasi
tanda dan gejala
informasi, tidak di masa depan
mengetahui sumber- -      Menjelaskan tentang
sumber informasi. komplikasi dan tanda -       Diskusikan pilihan terapi
gejalanya -       Terangkan rasional tindakan
-      Menjelaskan tentang -       Terangkan komplikasi kronik
perawatan dirumah
-       Terangkan tanda dan gejala
yang harus dilaporkan
2. Diet, dengan indikator: -       Jelaskan cara mencegah atau
-    Menggambarkan diet meminimalkan efek samping
yang dianjurkan penyakit.

-    Menyebutkan 
keuntungan dari
mengikuti anjuran diet 2. Ajarkan : Diet

-    Menyebutkan tujuan - Kaji pengetahuan klien tentang


dari diet yang yang diet yang dianjurkan
dianjurkan - Tentukan sikap keluarga klien
-    Menyebutkan terhadap diet
makanan-makanan yang - Jelaskan tujuan diet
diperbolehkan dalam diet
- Informasikan berapa lama diet
-    Menyebutkan harus diikuti
makanan-makanan yang
dilarang - Anjarkan klien tentang makanan
yang boleh dan tidak boleh
-    Memilih makanan- dimakan
makanan yang
dianjurkan dalam diet - Bantu klien untuk mencatat
makanan kesukaan dalam diet yang
dianjurkan
3.  Pengobatan, dengan - Observasi pilihan makanan klien
indikator: sesuai dengan diet yang dianjurkan
-    Menggambarkan - Anjurkan membuat rencana
metode pengobatan yang makan
tepat
- Dorong untuk mengikuti
-    Menggambarkan informasi yang diberikan oleh
tindakan-tindakan dalam tenaga kesehatan lain
pengobatan
- Konsul ahli gizi
-    Menggambarkan efek
samping dalam - Libatkan keluarga
pengobatan

-    Menyebutkan
2.  Ajarkan : pengobatan
interakasi obat dengan
agen yang lainnya - Jelaskan klien utk mengenal
karakteristik obat
-    Menyebutkan rute
pemberian obat yang - Informasikan nama generik dan
tepat nama dagang
- Jelaskan tujuan dan kerja obat

- Jelaskan dosis, rute dan durasi


obat

- Evaluasi kemampuan klien


menggunakan obat

- Ajarkan klien untuk melakukan


prosedur sebelum minum obat

- Informasikan apa yang dilakukan


jika dosis obat hilang

- Informasikan akibat  tidak minum


obat

- Informasikan efek samping obat

- Jelaskan tanda dan gejala over


dosis obat

- Jelaskan cara menyimpan obat

- Jelaskan interaksi obat

- Jelaskan cara mencegah atau


mengurangi efek samping obat

- Berikan informasi tertulis tentang


aksi, tujuan, efek samping obat, dll

3 Sindroma Defisit Setelah dilakukan asuhan 1.Bantu dalam perawatan diri


Perawatan Diri keperawatan selama … x (mandi, berpakaian, berhias,
24 jam, klien mampu makan, toileting)
(kurang perawatan diri : melakukan perawatan
mandi, berpakaian, diri: Activities  of Daily Definisi : membantu pasien untuk
makan, dan toileting) Living (ADL), dengan memenuhi ADL
indikator: Intervensi :

Definisi : -          makan §  Monitor kemempuan klien untuk


-          berpakaian perawatan diri yang mandiri.
Gangguan kemampuan
untuk melakukan ADL -          toileting §  Monitor kebutuhan klien untuk
pada diri alat-alat bantu untuk kebersihan
-          mandi diri, berpakaian, berhias, toileting
dan makan.
-          berhias
Batasan karakteristik : §  Sediakan bantuan sampai klien
ketidakmampuan untuk -          hygiene mampu secara utuh untuk
mandi, melakukan self-care.
ketidakmampuan untuk -          oral hygiene
berpakaian, §  Dorong klien untuk melakukan
-          ambulasi: berjalan aktivitas sehari-hari yang normal
ketidakmampuan untuk
makan, -          ambulasi: sesuai kemampuan yang dimiliki.
ketidakmampuan untuk wheelchair §  Dorong untuk melakukan secara
toileting mandiri, tapi beri bantuan ketika
-          transfer
performance klien tidak mampu melakukannya.

§  Ajarkan klien/ keluarga untuk


mendorong kemandirian, untuk
Faktor yang memberikan bantuan hanya jika
berhubungan : pasien tidak mampu untuk
kelemahan, kerusakan melakukannya.
kognitif atau
perceptual, kerusakan §  Berikan aktivitas rutin sehari-
neuromuskular/ otot- hari sesuai kemampuan.
otot saraf. §  Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari. 
Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif Dan Kumala Sari. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan System
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Long, B C, 1996. Erawatan Medical Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta,
Penerbit Buku Kedoteran EGC.

Hardjowidjoto. S (1999). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University Press. Surabaya.

Nuratif dkk (2015) aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis dan nanda
nic_noc jilid 1. Jogjakarta:mediaction

Tambayong jan (2000) patofisiologi keperawatan.jakatra . buku kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai