Anda di halaman 1dari 5

Efektivitas Penerapan Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan

Covid-19 di Indonesia

Essay Ini Diajukan Untuk Ujian Akhir Semester Ganjil Mata Kuliah Komunikasi
Politik (KOM52)

Disusun Oleh:

SALSABILA FITRI AYU (1181003110)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS BAKRIE

2021
ESSAY

Konstitusi sebagai wujud perlindungan hukum Hak Asasi Manusia warga


negara Indonesia telah mengamanatkan di dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD RI
1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
dapat memperoleh pelayanan kesehatan”. Bunyi ayat tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan
jaminan kesehatan sesuai dengan amanat konstitusi. Selain itu, persamaan hak di
mata hukum perlu diteggakkan, yakni adalah tidak membeda-bedakan atau
mendiskriminasi setiap warga negara di mata hukum.

Pada tahun 2020, penyakit menular Covid-19 mewabah di Indonesia. Pada


awalnya Covid-19 ini merupakan virus dari Tiongkok, Wuhan. Orang yang
terinfeksi oleh virus ini akan mengalami gangguan pernapasan, seperti batuk,
pilek, demam, dan sesak nafas, hingga gejala berat lainnya yang dapat
menyebabkan kematian. Sehinggal hal inilah harus menjadi perhatian bagi
pemerintah Indonesia dan segenap masyarakat Indonesia. Awal masuknya Covid-
19 di Indonesia, terjadi pada 2 Maret 2020 yang diawali oleh Presiden Joko
Widodo mengumumkan dua kasus pasien positif Covid-19. Sejak itu, Pemerintah
Indonesia tidak langsung menutup akses penerbangkan dari Indonesia ke Wuhan
yakni sebanyak 6 bandara di Indonesia, yaitu Jakarta, Batam, Denpasar, Menado,
dan Makassar. Berdasarkan hal tersebut, saya memandang bahwa pemerintah
Indonesia sangat tidak tegas untuk melakukan upaya antisipasi penyebaran dan
penularan Covid-19 di Indonesia.

Penanganan Covid-19 di Indonesia banyak menuai perbedaan pendapat


antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Saya menyetujui bahwa
pemerintah daerah berhak untuk menentukan kebijakan daerahnya sendiri
sebagaimana prinsip dari otonomi daerah. Permasalahannya adalah Covid-19
sudah menjadi pandemic berskala global bukan menjadi skala daerah saja, yang
mana pemerintah pusat harus tegas dalam mengambil langkah sehingga
mempunyai standar yang sama di setiap provinsi di Indonesia untuk
menanganinya. Salah satunya adalah penerapan jam malam pembatasan kegiatan
masyarakat serta Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Perbedaan itu dilihat
dari lockdown yang dilakukan di beberapa daerah bukan merata di seluruh daerah
sehingga hal ini menjadi kejanggalan di masyarakat karena hanya kebijakan ini
hanya sekedar himbauam yang sifatnya tidak memaksa, tidak mengikat, sepanjang
pemerintah belum mengeluarkan regulasi untuk memberikan sanksi bagi yang
melanggarnya.

Ketika mengingat awal mula Covid-19 muncul di Indonesia, pemerintah


seperti menganggap remeh hal tersebut. Terlihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Bapak Menteri Kesehatan yang pada saat itu menjabat. Serta
pernyataan mengejutkan juga datang dari Menteri Koordinator bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan menyaakan bahwa Indonesia Negara besar di Asia yang
sau-satunya belum ada kasus positif. Sehingga saya dapat menafsirkan dari
pernyataan-pernyataan tokoh penting di Indonesia tersebut, bahwa Pemerintah RI
sangat tidak tanggap untuk menghadapi Covid-19, padahal jelas sudah terlihat
dari berita-berita baik di media online maupun cetak mengenai negara-negara
khususnya Cina, Jepang, dan Korea yang pada saat itu sedang berjuang bahkan
melakukan lockdown terhadap negaranya. Maka dari itu, dapat disimpulkan
bahwa Pemerintah Indonesia telah gagal dalam melakukan langkah pertama
penanganan Covid-19.

Begitupun pada awal kemunculan Covid-19, berbagai media


memberitakan mengenai pertambahan pasien Covid-19. Berita ini membuat
masyarakat menjadi panic, salah satu faktornya adalah bahayanya virus ini yang
bisa mengakibakan kematian serta covid-19 yang belum ada obatnya, sehingga
masyarakat berbondong-bondong untuk membeli kebutuhan di supermarket yang
menyebabkan barang-barang menjadi langka, seperti tissue basah, antiseptic,
handisitizer dan masker. Seharusnya DPR beserta fungsi pengawasnya perlu
mendorong pemerintah menindak secara tegas dan cepat para penjual yang
menimbun barang sehingga mengakibatkan kelangkaan sebelum kepanikan
masyarakat semakin meningkat. Namun pada kenyataannya, barang-barang
seperti alat pelindung diri, masker, dan handisitizer yang merupakan barang yang
sangat penting dalam menghadapi virus Covid-19 mengalami kelangkaan akibat
tidak cepat ditangani.

Setelah terdapat beberapa kasus terkonfrimasi Covid-19, Presiden Joko


Widodo memutuskan untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar, yaitu
seperti menutup tempat umum, hiburan, sekolah, dan tempat peribadatan, yang
dikeluarkan dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020. Namun wilayah
dengan status PSBB tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, hanya sebatas di
DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Riau, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Sumaera
Barat, Kalimantan Selatan, Kalimatan Utara, Jawa Timur, Riau dll yang sebagian
disetujui adapuun juka ditolak karena alasan mobilisasi. Kebijakan inilah yang
membuat penyebaran Covid-19 di Indonesia tidak terkendali secara maksimal dan
masih bisa terjadi penyebaran di daerah-daerah yang tidak menerapkan PSBB.
PSBB juga dinilai tidak secara menyeluruh ini menunjukkan adanya
ketidakjelasan kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Kemudian demi menjaga kelangsungan ekonomi, pemerintah menerapkan


new normal meskipun kasus positif Covid-19 kurva nya masih meningkat dan
semakin parah di setiap hari nya. Kebijakan ini menuai pro dan kontra, karena
kesehatan dan ekonomi yang diinginkan untuk dapat membaik secara bersama-
sama malah mengorbankan salah satunya, seperti rumah sakit yang penuh
sehingga masyarakat tidak tertangani dengan baik. Penerapan 3M seperti menjaga
jarak, memakai masker, dan melakukan sosial distancing dirasa tidak cukup untuk
menghentikan penularan. Sehingga menurut saya, new normal belum saatnya
untuk diterapkan sampai kurva menurun.

Kesimpulannya, berbagai penanganan Covid-19 yang telah dilakukan


pemerintah, tidaklak tegas terhadap sanksi yang diberikan, perbedaan pendapat
dari pemerintah pusat serta pemerintah daerah pun menjadi salah satu
penyebabnya kegagalan penanganan Covid-19 di Indonesia. Berbagai media juga
memberitakan hal ini seperti main-main, sehingga membuat masyarakat berfikiran
masa bodo. Jadi, satu-satunya cara dalam menangani virus ini adalah kesadaran
diri sendiri.

Refrensi

Pemerintah Indonesia. 1945. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 39


Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran RI Tahun 1999 No 39.


Jakarta: Sekretariat Negara

Yuliana. 2020. Corona virus diseases (Covid-19): Sebuah Tinjauan Literature.


Jurnal Wellness and Healthy Magazine. 2(1): 188-190

Website

Kompas.com. 2020. Diumumkan Awal Maret Ahli Virus Corona Masuk ke


Indonesia Dari Januari.
https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/11/130600623/diumumkan-
awal-maret-ahli--virus-corona-masuk-indonesia-dari-januari (diakses
pada 24 Januari 2021)

Anda mungkin juga menyukai