(Studi Kasus Pembunuhan Bocah 6 Tahun Oleh Anak Berusia Remaja 15 Tahun)
Essay Ini Diajukan Untuk Ujian Akhir Semester Ganjil Mata Kuliah Jurnalisme Isu-Isu
Kontemporer (KOM52)
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS BAKRIE
2021
Latar Belakang
Pada tahun 2020 lalu, sempat beredar berita yang viral di tengah masyarakat Indonesia,
mengenai anak remaja berusia 15 tahun yang membunuh anak bocah berusia 6 tahun dengan
kejam. Tentunya awal pemberitaan ini cukup mengejutkan sebagian masyarakat dan cukup
membuat geram, karena sebagian masyarakat tidak habis pikir dengan betapa teganya perilaku
seorang remaja yang tega membunuh bocah dengan tangannya sendiri.
Mengutip sumber informasi dari liputan6.com, diketahui bahwa inisial remaja yang
membunuh bocah berusia 6 tahun tersebut adalah NF. Dalam berita tersebut, disebutkan pula
bahwa NF adalah seorang remaja yang memiliki hasrat untuk membunuh orang. Dijelaskan
bahwa kronologi pembunuhan ini berawal dari rumah korban bocah saat kosong dan pada saat
bersamaan, pelaku datang untuk bermain bersama korban. Dari sanalah, pelaku mulai memiliki
hasrat untuk membunuh korban. Pada saat melihat korban, pelaku memanggil korban untuk
mengambilkan mainan di kamar mandi, lalu karena terbiasa sudah bermain bersama NF, bocah
yang menjadi korban kemudian menuruti perintah pelaku. Ketika korban sudah menuruti
perintah pelaku, kepala korban langsung ditenggelamkan pada bak mandi sampai kurang lebih
sekitar lima menitan, demi menghindari teriakan korban, pelaku berusaha menutup mulut
korban dengan jari tangannya, hal ini diketahui membuat pendarahan pada mulut korban.
Selanjutnya, belum berhenti sampai disitu, pelaku masih berusaha kembali mencoba
memasukan korban kedalam sebuah ember lalu menutupnya dengan seprai, sungguh ironis, hal
ini dilakukan sampai korban meninggal dunia. Setelah korban meninggal dunia, pelaku awalnya
berniat untuk membuang mayat korban, tetapi pelaku memiliki rasa takut akan ketahuan warga
disekitar, mengingat bahwa letak rumah pelaku adalah tinggal di daerah padat penduduk.
Akhirnya pelaku menyiasati hal ini dengan cara menyimpan mayat korban dalam lemari
pakaian miliknya, kondisi mayat korban pada saat itu terikat dan juga mulutnya tersumpal
dengan tisu. Sehari setelah itu, akhirnya pelaku menyerahkan diri sendiri kepada kantor polisi,
walau pertamanya polisi tidak mempercayai hal itu, tetapi pada saat dilakukan investigasi lebih
lanjut, hal itu ternyata benar nyata adanya.
Setelah berita itu menjadi viral terbukti dari data pencarian google trends, yang
menunjukan bahwa pencarian berita kasus ini meningkat dengan nilai 100 pada tanggal 8
sampai 14 Maret 2020 lalu, banyak masyarakat Indonesia yang mengutuk pelaku dari
pembunuhan ini, banyak yang mencaci maki perbuatan pelaku namun ada juga yang berfikiran
bahwa pelaku melakukan hal tersebut karena lingkungan yang tidak mendukung, namun tetap
saja tidak ada satupun individu yang membenarkan akan terjadinya pembunuhan yang amat
sangat kejam ini.
Tidak lama setelah kabar viral itu dibicarakan, ternyata terungkaplah fakta lain dibalik
itu semua. Ternyata perbuatan kejam yang dilakukan NF adalah dapat dikatakan sebagai
pelarian dari depresi yang dirasakannya karena ia juga sebagai korban dari pamannya sendiri
yang tega menghamilinya. Meski begitu, pelaku tetaplah pelaku, NF tetap harus menerima
hukuman dibalik dinginnya jeruji besi, tahanan polisi.
Peneliti tertarik membahas kasus ini karena selain kasus ini pernah ramai
diperbincangkan, dari kasus inilah seharusnya masyarakat Indonesia juga dapat lebih
mengetahui bahwa jangan terlalu cepat dalam menghakimi sesuatu sebelum mengetahui fakta-
fakta dibalik berbagai hal lainnya, karena kasus dalam menghakimi seseorang, seringkali juga
terjadi di Indonesia.
Metode Pembahasan
Metode pembahasan yang akan digunakan peneliti adalah dengan cara metode analisis
pemberitaan ramah anak, sesuai dengan pedoman peliputan dan pemberitaan anak yang
dikeluarkan oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) dan juga disetujui oleh dewan pers.
Temuan
Dari hasil pencarian informasi berita melalui mesin pencari google, ditemukan tiga
media yang berbeda yang membahas kasus mengenai pelaku NF. Media tersebut adalah
liputan6.com, suara.com, serta detik.com. Setelah peneliti mencari tahu pada laman dewan pers,
diketahui pula bahwa ketiga media ini sudah terverifikasi pada dewan pers. Temuan pertama
berasal dari laman berita liputan6.com yang berjudul “Begini Kronologi Gadis Remaja Bunuh
Bocah 6 Tahun di Jakpus.” Temuan kedua berasal dari laman berita suara.com, yang berjudul
“Geger Gadis Pembunuh Balita Pernah Diperkosa, Keluarga Hilang Tanpa Jejak.” Sedangkan
temuan ketiga berasal dari laman berita detik.com, yang berjudul “ABG ‘Slenderman’
Pembunuh Bocah Divonis 2 Tahun Penjara.” Untuk lebih jelas menjelaskan hasil temuan, maka
akan dibahas pada bab pembahasan masalah.
Pembahasan Masalah
Temuan pertama berasal dari laman berita liputan6.com yang berjudul “Begini
Kronologi Gadis Remaja Bunuh Bocah 6 Tahun di Jakpus.” Pada laman berita ini menjelaskan
secara singkat dan padat mengenai kronologi terjadinya pembunuhan. Menurut peneliti, berita
yang ditulis, masih terlampau menerapkan pedoman berita ramah anak. Karena dari penulisan
berita tersebut tidak ada kalimat yang memojokan pelaku, dalam berita tersebut hanya
menjelaskan bagaimana kronologi pembunuhan, dan hanya mengutip perkataan kabid humas
polda metro jaya. Selain itu, dalam berita tersebut, headline yang ditampilkan juga tidak
menyesatkan atau clickbait, ilustrasi yang ditampilkan dalam berita tersebut juga hanya ilustrasi
polisi beserta barang bukti, kemudian nama pelaku juga disamarkan menjadi NF dan tidak juga
menyebutkan letak rumah korban secara jelas. Jadi menurut analisis peneliti, berita yang
disajikan pada laman ini, masih menggunakan pedoman pemberitaan ramah anak.
Pembahasan kedua adalah mengenai temuan dari laman berita suara.com, yang berjudul
“Geger Gadis Pembunuh Balita Pernah Diperkosa, Keluarga Hilang Tanpa Jejak.” Dari laman
berita ini, peneliti menemukan beberapa hal yang melanggar terhadap pedoman pemberitaan
ramah anak. Dimulai dari ilustrasi foto yang pakai pada laman ini, sungguh ironis, karena
ilustrasi yang disajikan adalah benar benar merupakan wajah dari pelaku berinisial NF,
meskipun wajah yang ditampilkan seperti bertopeng, tetapi tetap saja, foto tersebut adalah foto
NF yang pernah di uploadnya pada laman media sosial milik NF sendiri, lalu foto tersebut
digunakan sebagai foto illustrator. Jelas saja hal ini melanggar pedoman pemberitaan ramah
anak sesuai dengan beberapa poin yang terjadi dalam rincian poin-poin, yaitu yang pertama
poin pertama yang berbunyi “wartawan merahasiakan identitas seorang anak dalam
memberitahukan informasi tentang anak khususnya yang diduga, disangka ataupun juga
didakwa melalui melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.” Dari poin
pertama saja pada laman berita ini sudah dilanggar, karena NF merupakan pelaku, meski begitu,
ia tetap saja masih berumur 15 tahun dan merupakan seorang anak, yang identitasnya wajib
dirahasikan, bukan dengan sengajanya malah mengumbarnya secara jelas. Kemudian poin lain
yang dilanggar adalah poin kedua yang berbunyi “wartawan memberitahukan informasi secara
faktual dengan kalimat atau narasi atau visual atau audio yang bernuansa positif, empati, dan
ataupun tidak membuat deskripsi atau rekonstruksi peristiwa yang bersifatnya seksual ataupun
sadistis.” Dari poin ini dapat dilihat bahwa visual ataupun gambar yang disajikan dalam laman
ini sama sekali tidak bersifat empati, karena secara terang-terangan menyajikan foto pelaku
pembunuhan yang juga merupakan korban dari pemerkosaan. Sungguh ironis bahwa sudah
terdapat dua poin yang dilanggar, tetapi tidak hanya samapi disitu, masih terdapat poin yang
dilanggar lainnya, yaitu pada poin delapan yaitu “wartawan menghindari pengungkapasn
identitas pelaku kejahatan seksual yang mengaitkan anak terhadap hubungan darah ataupun
keluarga antara korban dengan pelaku. Dalam media siber, jika sudah dimuat, harus diedit ulang
agar identitas anak tidak terungkapkan.” Dalam poin ini tentu saja sudah dilanggar juga, karena
selain menyajikan informasi foto NF, jurnalis yang menulis juga menyajikan foto secara jelas
lokasi rumah dimana NF tinggal, dan sampai saat ini pun tidak diedit. Sungguh ironis
mengetahui bahwa bukan hanya satu poin saja yang dilanggar, tetapi ada beberapa poin yang
tidak mengikuti pedoman pemberitaan ramah anak.
Pembahasan terakhir adalah mengenai temuan dari laman berita detik.com, yang
berjudul “ABG ‘Slenderman’ Pembunuh Bocah Divonis 2 Tahun Penjara.” Dari judul berita
pada laman ini saja menurut peneliti sudah termasuk pelanggaran dalam pedoman pemberitaan
ramah anak, karena dengan ada kutipan kata slenderman, itu bermaksud untuk memberi julukan
yang kurang baik ataupun memojokan si anak. Dalam pedoman pemberitaan ramah anak yang
dikeluarkan oleh AJI, hal ini juga melanggar poin kedua yang berbunyi “jurnalis memiliki peran
dan tanggung jawab untuk melindungi martabat anak.” Dalam penulisan ini, dimulai dari judul
saja sudah memojokan, dan tidak melindungi martabak anak. Dalam berita ini pun mengandung
ilustrasi yang menyeramkan, meskipun ilustrasi tersbut diambil dari lukisan yang NF buat,
tetapi lukisannya berbentuk hal sadistis, yang juga melanggar pedoman pemberitaan ramah
anak.
Kesimpulan
Dari berbagai media online yang sudah dilakukan pencarian serta diteliti, yaitu terdapat
tiga media online yang berbeda dan sudah terverifikasi oleh dewan pers, diketahui bahwa dari
ketiga media online tersebut, belum semuanya dapat menerapkan pedoman pemberitaan ramah
anak. Hal ini menjadi salah satu PR baru bagi jurnalis di Indonesia, agar selalu mengingat
bahwa media bukanlah hanya mengejar traffic di dalam penulisan sebuah artikel terdapat
individu yang butuh dilindungi terlebih lagi anak-anak. Memang hal ini sulit untuk dimaklumi
jika seorang anak menjadi pelaku dari kejahatan, tetapi bukannya kitalah juga yang harus
bertanggung jawab? Karena seorang anak pastilah meniru dari lingkungan sekitarnya, seorang
anak butuh yang bernama perhatian, kasih, maupun cinta dari sekelilingnya.
Seharusnya media dapat menjadi tempat bagi orang-orang yang terpinggirkan. Melalui
studi kasus dari pembunuhan yang dilakukan oleh anak remaja ini dapat dilihat bahwa berbagai
media memojokannya, seakan anak itu hina, tetapi dia sendiri ternyata juga sebagai korban dari
pelaku kekerasan seksual, memang ironis. Maka sebab itu, dibutuhkan investigasi secara
mendalam dahulu dalam menyiapkan berita. Seorang jurnalis sebaiknya juga harus dibekali oleh
kode etik jurnalistik, bukan hanya mengejar traffic.
Refrensi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. (2020). Pedoman Peliputan dan Pemberitaan
Ramah
Agung, Sandi S. (14 Mei 2020). Geger Gadis Pembunuh Balita Pernah Diperkosa, Keluarga
Dewan Pers. Data Perusahaan Pers. Diakses pada 29 Januari 2021, dari
https://dewanpers.or.id/data/perusahaanpers
https://trends.google.co.id/trends/explore?geo=ID&q=nf%20pembunuh
Yopi, Makdori. (7 Maret 2020). Begini Kronologi Gadis Remaja Bunuh Bocah 6 Tahun di
Jakpus.