Anda di halaman 1dari 48

ANALISIS PERBANDINGAN PENJADWALAN METODE BARCHART

DENGAN KOMBINASI PENJADWALAN METODE LINE OF BALANCE


(LOB) DAN PRECEDENCE DIAGRAM METHOD (PDM) PADA
PROYEK KONSTRUKSI BERULANG (REPETITIF)
(Studi Kasus: Proyek Perumahan Goldland Estate Garut)

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Sarjana Strata Satu (S1)
di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Siliwangi

Oleh
MIZAR OKFARIZAL
167011113

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2021
i

ANALISIS PERBANDINGAN PENJADWALAN METODE BARCHART


DENGAN KOMBINASI PENJADWALAN METODE LINE OF BALANCE
(LOB) DAN PRECEDENCE DIAGRAM METHOD (PDM) PADA
PROYEK KONSTRUKSI BERULANG (REPETITIF)
(Studi Kasus: Proyek Perumahan Goldland Estate Garut)

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Sarjana Strata Satu (S1)
di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Siliwangi

Oleh
MIZAR OKFARIZAL
167011113

Pembimbing I Pembimbing II

Ketua Jurusan Teknik Sipil


Universitas Siliwangi

H.Asep Kurnia Hidayat, Ir., M.T.


NIP. 19590826 199002 1 001
KATA PENGANTAR
ii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., yang senantiasa
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas
Akhir ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa terlimpah curahkan kepada
jungjunan alam, Nabi Muhammad SAW.
Proposal Tugas Akhir yang berjudul “ANALISIS PERBANDINGAN
PENJADWALAN METODE BARCHART DENGAN KOMBINASI
PENJADWALAN METODE LINE OF BALANCE (LOB) DAN
PRECEDENCE DIAGRAM METHOD (PDM) PADA PROYEK
KONSTRUKSI BERULANG (REPETITIF) (Studi Kasus: Proyek
Perumahan Goldland Estate Garut) ” ini ditujukan untuk memenuhi
persyaratan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Sipil Strata Satu di
Universitas Siliwangi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan do’a
dari semua pihak, Proposal Tugas Akhir ini tidak dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan kasih sayang,
motivasi, do’a, arahan dan bimbingan, serta dukungan moril maupun
materiil.
2. Bapak H. Asep Kurnia Hidayat, Ir., M.T. selaku selaku Ketua Jurusan
Teknik Sipil Universitas Siliwangi.
3. Seluruh jajaran dosen di Jurusan Teknik Sipil Universitas Siliwangi yang
telah memberikan ilmu kepada penulis.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan proposal ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan demi
penyempurnaan laporan di masa yang akan datang. Semoga Proposal Tugas Akhir
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Tasikmalaya, Mei 2021

Penulis
iii

i
ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Proyek konstruksi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam
jangka waktu tertentu dengan sumber daya yang terbatas dan dituntut untuk dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai waktu, mutu, dan biaya yang dialokasikan.
Seiring dengan perkembangan dunia konstruksi yang begitu pesat, pekerjaan-
pekerjaan yang dilakukan juga akan semakin komplek. Untuk mengatur dan
mengelola serangkaian pekerjaan proyek konstruksi tersebut maka diperlukan
suatu manajemen yang baik. Salah satu cara yang dilakukan adalah membuat
penjadwalan proyek secara sistematis.
Dewasa ini sering kita temukan proyek konstruksi yang melakukan
pekerjaanpekerjaan yang sama dan berkelanjutan pada satu proyek. Sehingga
kebutuhan akan pemakaian sumber daya juga berkelanjutan, seperti pembangunan
rumah-rumah pada proyek-proyek perumahan, ruas-ruas jalan pada proyek jalan
raya, proyek pemasangan pipa dan sebagainya.
Proyek multi unit ini digolongkan sebagai pekerjaan-pekerjaan yang
berulang (repetitif). Dalam banyak kasus muncul sebagai hasil pemecahan atau
penguraian dari suatu pekerjaan umum menjadi beberapa pekerjaan khusus.
Penjadwalan proyek yang tidak memperhitungkan pekerjaan-pekerjaan yang
berulang ini akan menyebabkan unit pekerjaan yang berulang tersebut mengalami
penundaan (lag), hal ini akan berpengaruh pada lamanya durasi dari proyek
tersebut serta membengkaknya biaya proyek.
Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada proyek-proyek
seperti ini diperlukan metode penjadwalan proyek yang dapat mengakomodir
permasalahan tersebut, yaitu mampu memfasilitasi aliran sumber daya yang tak
terputus dari satu unit ke unit berikutnya. Karena itu seringkali persyaratan ini
yang menjadi tolak ukur penentuan waktu mulai pekerjaan, dan menentukan
seluruh durasi proyek. Merencanakan jadwal proyek multi unit dengan
pengulangan pekerjaan berarti sama dengan meminimalkan durasi proyek dengan
memperhatikan batasan-batasan kontinyuitas sumber daya.
2

Ada beberapa metode penjadwalan proyek yang berkembang pada saat ini,
seperti metode bagan balok (barchart), metode kurva S (Hanumm curve), metode
penjadwalan linear line of balance (LoB), dan metode jaringan kerja (network
planning) yang terdiri dari critical path method (CPM), precedence diagram
method (PDM) dan sebagainya. Metode-metode tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Pemilihan penggunaan metode penjadwalan tersebut
didasarkan atas kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai terhadap kinerja
penjadwalan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah yang
timbul adalah:
1. Seberapa efektif metode line of balance (LoB) dan precedence diagram
method (PDM) dalam merencanakan jadwal proyek pada pekerjaan yang
berulang dengan tetap mempertahankan kontinyuitas pekerjaan sehingga
penggunaan sumber daya menjadi tidak terputus
2. Apa kelebihan dan kekurangan dari perbandingan penjadwalan proyek
metode Barchart dengan kombinasi metode LoB dan PDM?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan penjadwalan proyek
menggunakan line of balance (LoB) dan precedence diagram method (PDM) pada
proyek yang melakukan pekerjaan berulang (repetitif), serta mengetahui kelebihan
dan kekurangan masing-masing metode.

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dari penelitian ini adalah :
a. Penerapan teknik-teknik penjadwalan yang dibahas dalam proyek ini
dilakukan dengan asumsi-asumsi tertentu.
b. Penelitian ini tidak merencanakan ulang struktur, desain ataupun arsitektur
dari proyek.
3

c. Sumber daya dalam hal ini tenaga kerja, bekerja sesuai dengan bidang
pekerjaannya saja, tidak ada tenaga kerja serba guna yang mampu
mengerjakan beberapa jenis pekerjaan yang berbeda.
d. Durasi pengerjaan setiap item pekerjaan yang digunakan dalam membuat
penjadwalan proyek berasal dari data yang dibuat oleh pihak kontraktor/
developer tanpa adanya perhitungan ulang.
1.5 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Bagi penulis, menjadi sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh dari bangku perkuliahan yang dituangkan dalam suatu penelitian
terhadap studi kasus dilapangan.
b. Bagi akademisi, dapat menjadi bahan bacaan dan literatur untuk penulisan
karya ilmiah yang berhubungan dengan manajemen konstruksi khususnya
penjadwalan proyek.
c. Bagi pelaku konstruksi, dapat menjadi bahan bacaan dalam
mempertimbangkan metode penjadwalan proyek yang akan digunakan
terhadap kasus yang sama.

1.6 Sistematika penulisan


Guna memperjelas dan mempermudah bagi pembaca dalam memahami
atau mengkaji kandungan proposal tugas akhir ini, perlu disusun sistematikanya.
Adapun sistematika proposal tugas akhir yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bagian bab ini membahas tentang Latar Belakang , Identifikasi
Masalah, Rumusan Masalah, Maksud dan Tujuan, Batasan Masalah, Manfaar
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab ini memuat teori-teori yang terpakai dalam penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan lokasi penelitin,alur penelitian , langkah langkah
pengukuran, dan analisis data.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Proyek


Manajemen proyek terdiri dari dua kata yaitu “Manajemen” dan “Proyek”.
Menurut Husen (2009:2), manajemen adalah suatu ilmu pengetahuan tentang seni
memimpin organisasi yang terdiri atas kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian terhadap sumber-sumber daya terbatas dalam
usaha mencapai tujuan dan sasaran yang efektif dan efisien.
Manajemen merupakan proses terpadu dimana individu-individu sebagai
bagian dari organisasi dilibatkan untuk memelihara, mengembangkan,
mengendalikan, dan menjalankan program-program yang kesemuanya diarahkan
pada sasaran yang telah ditetapkan dan berlangsung terus menerus seiring dengan
berjalannya waktu (Dipohusodo, 1996:2).
Sedangkan proyek adalah upaya yang diorganisasikan untuk mencapai
tujuan, sasaran dan harapan-harapan penting dengan menggunakan anggaran dana
serta sumber daya yang tersedia, yang harus diselesaikan dalam jangka waktu
tertentu (Dipohusodo, 1996:9).
Menurut Husen (2009:4), proyek adalah gabungan dari sumber-sumber
daya seperti manusia material, peralatan, dan modal/ biaya yang dihimpun dalam
suatu wadah organisasi sementara untuk mencapai sasaran dan tujuan.
Sebuah proyek adalah usaha yang kompleks, tidak rutin, yang dibatasi
oleh waktu, anggaran, sumber daya, dan spesifikasi kinerja yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan (Larson, 2006:3)
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpukan beberapa pengertian dari
manajemen proyek. Manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan,
keahlian dan keterampilan, cara teknis yang terbaik dan dengan sumber daya yang
terbatas, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditentukan agar
mendapatkan hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya, mutu dan waktu serta
keselamatan kerja (Husen 2009:4).
Menurut Ervianto (2005:21), manajemen proyek adalah semua
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan koordinasi suatu proyek dari awal
5

(gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanaan proyek secara


tepat waktu, tepat biaya dan tepat mutu.

2.2 Proyek Konstruksi


Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya
dilaksanakan satu kali dan umumnya mempunyai waktu yang pendek dimana
awal dan akhir proyek relatif pasti.
Menurut Dipohusodo (1996:69), proyek konstruksi adalah proyek yang
berkaitan dengan upaya pembangunan sesuatu bangunan infrastruktur, yang
umumnya mencakup pekerjaan pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil
dan arsitektur.
Karakteristik proyek konstruksi dapat dipandang dalam tiga dimensi yaitu
unik, membutuhkan sumber daya, dan membutuhkan organisasi (Ervianto,
2005:12).
a. Bersifat unik: tidak pernah terjadi rangkaian kegiatan yang sama
persis (tidak ada proyek yang identik, yang ada adalah proyek
sejenis), proyek bersifat sementara, dan selalu melibatkan grup
pekerja yang berbeda-beda.
b. Membutuhkan sumber daya (resources): sumber daya yang terlibat
di proyek, yaitu pekerja (men), uang (money), mesin (machines),
metode (methods) dan bahan (materialis).
c. Membutuhkan organisasi: setiap organisasi mempunyai beragam
tujuan dimana didalamnya terlibat sejumlah individu dengan
keahlian yang bervariasi, perbedaan ketertarikan, kepribadian yang
bervariasi dan ketidakpastian.

Gambar 2.21Three Dimentional Obtective


6

Kemudian kinerja proyek konstruksi dapat diukur berdasarkan tiga


kendala (triple constrain): sesuai spesifikasi yang ditetapkan (tepat mutu), sesuai
time schedule (tepat waktu), dan sesuai biaya yang direncanakan (tepat biaya).

Gambar 2.22Triple Constrain

Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada proyek konstruksi dapat


dibedakan atas dua jenis, yaitu kegiatan rutin dan kegiatan proyek. Kegiatan rutin
adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan terus menerus dan berulang
dalam waktu yang lama, sedangkan kegiatan proyek adalah rangkaian kegiatan
yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berlangsung dalam jangka waktu
yang pendek dengan jangka waktu yang relatif pasti. Oleh karena itu, suatu
kegiatan proyek mempunyai awal dan akhir yang jelas serta hasil kegiatan yang
bersifat unik (Ervianto, 2005:13).

2.2.1 Jenis-Jenis Proyek Konstruksi


Menurut Ervianto (2005:14), proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi
dua jenis kelompok bangunan, yaitu:
 Bangunan gedung: rumah, kantor, pabrik dan lain-lain. Ciri-ciri dari
kelompok bangunan ini adalah:
a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi
pondasi umumnya sudah diketahui.
c. Manajemen dibutuhkan, terutama untuk progressing pekerjaan.
 Bangunan sipil: jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur
lainnya. Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah:
7

a. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar


berguna bagi kepentingan manusia.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan
kondisi pondasi yang sangat berbeda satu sama lain dalam suatu
proyek.
c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Kedua kelompok bangunan tersebut sebenarnya saling tumpang tindih,
tetapi pada umumnya direncanakan dan dilaksanakan oleh disiplin ilmu perencana
dan pelaksanaan yang berbeda.

2.2.2 Tahap Kegiatan Dalam Proyek Konstruksi


Kegiatan konstruksi adalah kegiatan yang harus melalui suatu proses yang
panjang dan didalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan.
Disamping itu, di dalam kegiatan konstruksi terdapat suatu rangkaian kegiatan
yang berurutan dan berkaitan. Biasanya rangkaian kegiatan tersebut dimulai dari
lahirnya suatu gagasan yang muncul dari suatu kebutuhan (need), pemikiran
kemungkinan keterlaksanaannya (feasibility study), keputusan untuk membangun
dan pembuatan penjelasan (penjabaran) yang lebih rinci tentang rumusan
kebutuhan tersebut (briefing), penuangan dalam bentuk rancangan awal
(preliminary design), pembuatan rancangan yang lebih rinci dan pasti (design
development dan detail design), persiapan administrasi untuk pelaksanaan
pembangunan dengan memilih caoln pelaksana (procurement), kemudian
pelaksanaan pembangunan pada lokasi yang telah disediakan (construction), serta
pemeliharaan dan persiapan penggunaan bangunan tersebut (maintenance, start-
up, dan implementation). Kegiatan membangun berakhir pada saat bangunan
tersebut mulai digunakan (Ervianto, 2005:15).
Lagi menurut Ervianto (2005:16), beberapa aspek yang harus dikaji dalam
setiap tahapan merupakan kerangka dasar dari proses konstruksi. Aspek ini terbagi
menjadi empat kelompok utama, yaitu:
a. Aspek fungsional: konsep umum, pola operasional, program tata
ruang, dan lain sebagainya.
8

b. Aspek lokasi dan lapangan: iklim, topografi, jalan masuk,


prasarana, formalitas hukum, dan lain sebagainya.
c. Aspek konstruksi: prinsip rancangan, standar teknis, ketersediaan
bahan bangunan, metoda membangun dan keselamatan operasi.
d. Aspek operasional: adminstrasi proyek, arus kas, kebutuhan
perawatan, kesehatan dan keselamatan kerja.

2.2.2.1 Tahap Studi Kelayakan


Studi kelayakan proyek merupakan studi awal yang dilakukan terhadap
suatu rencana proyek. Pada tahap ini akan dilakukan studi apakah suatu proyek
tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan, baik dari aspek perencanaan dan
perancangan, aspek ekonomi (biaya dan sumber pendanaan), maupun aspek
lingkungan. Jadi studi kelayakan ini bertujuan untuk meyakinkan pemilik proyek
(owner) bahwa proyek konstruksi yang diusulkannya layak untuk dilaksanakan.
Menurut Ervianto (2005:16), kegiatan yang dilaksanakan pada tahap studi
kelayakan (feasibility study) adalah:
a. Menyusun rancangan proyek secara kasar dan membuat estimasi
biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek tersebut.
b. Meramalkan manfaat yang akan diperoleh jika proyek tersebut
dilaksanakan, baik manfaat langsung (manfaat ekonomis) maupun
manfaast tidak langsung (fungsi sosial).
c. Menyusun analisa kelayakan proyek, baik secara ekonomis
maupun finansial.
d. Menganalisis dampak lingkungan yang mungkin terjadi apabila
proyek tersebut dilaksanakan.

2.2.2.2 Tahap Penjelasan


Setelah studi kelayakan proyek dilaksanakan dan dinyatakan layak untuk
dilanjutkan, pemilik proyek (owner) melakukan penjelasan (briefing) kepada
konsultan perencana proyek. Hal yang disampaikan mengenai fungsi proyek dan
biaya yang diizinkan sehingga konsultan perencana dapat secara tepat
9

menafsirkan keinginan pemilik proyek dan membuat taksiran biaya yang


diperlukan.
Menurut Ervianto (2005:17), kegiatan yang dilaksanakan pada tahan
penjelasan (briefing) adalah:
a. Menyusun rencana kerja dan menunjuk para perencana dan tenaga ahli.
b. Mempertimbangkan kebutuhan pemakai, keadaan lokasi dan lapangan,
merencanakan rancangan, taksiran biaya, persyaratan mutu.
c. Mempersiapkan ruang lingkup kerja, jadwal waktu, taksiran biaya dan
implikasinya, serta rencana pelaksanaan.
d. Mempersiapkan sketsa dengan skala tertentu sehingga dapat memberikan
gambaran berupa denah dan batas-batas proyek.

2.2.2.3 Tahap Perancangan


Tahap perancangan (design) ini bertujuan melengkapi penjelasan proyek
dan menentukan tata letak, rancangan, metode konstruksi, dan taksiran biaya
konstruksi agar mendapatkan persetujuan dari pemilik proyek dan pihak
berwenang yang terlibat. Tahap ini juga mempersiapkan informasi pelaksanaan
yang diperlukan, termasuk gambar rencana dan spesifikasi, serta melengkapi
semua dokumen tender.
Menurut Ervianto (2005:17), kegiatan yang dilaksanakan pada tahap
perancangan (design) adalah:
1. Mengembangkan ikhtisar proyek menjadi penyelesaian akhir.
2. Memeriksa masalah teknis.
3. Meminta persetujuan akhir ikhtisar dari pemilik proyek.
4. Mempersiapkan:
a. Rancangan skema (perancangan) termasuk taksiran biaya.
b. Rancangan terinci.
c. Gambar kerja, spesifikasi dan jadwal.
d. Daftar kuantitas.
e. Taksiran biaya akhir.
f. Program pelaksanaan pendahuluan, termasuk jadwal waktu.
10

2.2.2.4 Tahap Pelaksanaan


Tahap ini merupakan tahap pembangunan atau implementasi proyek
konstruksi yang sudah melibatkan pelaksana atau kontraktor. Tahap ini berisikan
kegiatan-kegiatan, yaitu antara lain:
a. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan dan tenaga kerja;
b. Pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan sipil;
c. Pengendalian dan pengujian-pengujian

2.2.2.5 Tahap Pengendalian


Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam proyek konstruksi setelah
pelaksanaan pembangunan terjadi. Pada tahap ini dilakukan, antara lain:
a. Serah terima proyek;
b. Perawatan pembangunan hingga jangka waktu yang disepakati;
c. Operasional bangunan

2.3 Perencanaan Proyek


Perencanaan merupakan salah satu fungsi vital dalam kegiatan manajemen
proyek. Menurut Soeharto (1997), Perencanaan adalah suatu proses yang
mencoba meletakkan dasar tujuan dan sasaran termasuk menyiapkan segala
sumber daya untuk mencapainya. Perencanaan memberikan pegangan bagi
pelaksanaan mengenai alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan.
Adapun tujuan perencanaan adalah melakukan usaha untuk memenuhi
persyaratan spesifikasi proyek yang ditentukan dalam batasan biaya, mutu, dan
waktu ditambah dengan terjaminnya faktor keselamatan kerja (Husen, 2009:77).
Dari pengertian diatas menekankan bahwa perencanaan merupakan suatu
proses, yang berarti bahwa perencanaan mengalami tahap-tahap pengerjaan
tertentu.
Adapun proses perencanaan itu sendiri terdiri dari:.
1. Penentuan tujuan: sesuatu yang memberikan arah gerak kegiatan
yang akan dilakukan;
2. Penentuan sasaran: sasaran adalah titik-titik tertentu yang perlu
dicapai bila organisasi tersebut ingin memenuhi tujuannya;
11

3. Pengkajian posisi awal terhadap tujuan: untuk mengetahui sejauh


mana kesiapan dan posisi perencanaan saat awal terhadap sasaran;
4. Pemilihan alternatif: dalam mencapai tujuan dan sasaran terdapat
berbagai alternatif, umumnya dipilih alternatif yang paling efisien
dan ekonomis;
5. Penyusunan rangkaian langkah untuk mencapai tujuan: proses ini
menetapkan langkah yang terbaik yang mungkin dapat dilaksanakan
setelah memperhatikan berbagai batasan.
Empat hal yang menjadi filosofi dari sebuah perencanaan yaitu:
1. Aman, keselamatan terjamin;
2. Efektif, produk perencanaan berfungsi sesuai yang diharapkan;
3. Efisien, produk yang dihasilkan hemat biaya;
4. Mutu terjamin, tidak menyimpang dari spesifikasi yang ditentukan.
Aspek perencanaan yang paling penting dalam menyusun penjadwalan
proyek adalah struktur atau hierarki proyek (Work Breakdown Structure) dan
perencanaan sumber daya.

2.3.1 Perencanaan Sumber Daya


Perencanaan sumber daya yang matang dan cermat sesuai kebutuhan logis
proyek akan membantu pencapaian sasaran dan tujuan proyek secara maksimal,
dengan tingkat efektivitas dan efisiensi tinggi. Kebutuhan sumber daya pada tiap-
tiap proyek tidak selalu sama, bergantung pada skala, lokasi, serta tingkat
keunikan masing-masing proyek. Namun demikian, perencanaan sumber daya
dapat dihitung dengan pendekatan matematis yang memberikan hasil optimal
dibandingkan hanya dengan perkiraan pengalaman saja, yang tingkat efektivitas
dan efisiensi rendah. Pendekatan matematis menghasilkan tingkat penyimpangan
yang minimal serta perkiraan yang mendekati kondisi sebenarnya.
Dalam menentukan alokasi sumber daya untuk proyek, beberapa aspek
yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
a. Jumlah sumber daya yang tersedia dengan kebutuhan maksimal
proyek.
12

b. Kondisi keuangan untuk membayar sumber daya yang akan


digunakan.
c. Produktivitas sumber daya.
d. Kemampuan dan kapasitas sumber daya yang akan digunakan.
e. Efektivitas dan efisiensi sumber daya yang akan digunakan.

2.3.1.1 Perencanaan Tenaga Kerja


Sumber daya manusia atau tenaga kerja, sebagai penentu keberhasilan
proyek, harus memiliki kualifikasi, keterampilan, dan keahlian yang sesuai
dengan kebutuhan untuk mencapai keberhasilan suatu proyek. Perencanaan SDM
dalam suatu proyek mempertimbangkan juga perkiraan jenis, waktu dan lokasi
proyek, baik secara kualitas maupun kuantitas. Proyek yang secara geografis
berbeda biasanya membutuhkan pengelolaan dan ketersediaan tenaga kerja yang
juga berbeda.
Menurut Husen (2009:105), Faktor lain yang harus dipertimbangkan
dalam merencanakan tenaga kerja adalah:
a. Produktivitas tenaga kerja.
b. Jumlah tenaga kerja pada periode yang paling maksimal.
c. Jumlah tenaga kerja tetap dan tidak tetap.
d. Biaya yang dimiliki
e. Jenis pekerjaan.
Produktivitas kelompok pekerja adalah kemampuan tenaga kerja dalam
menyelesaikan pekerjaan (satuan volume pekerjaan) yang dibagi dalam satuan
waktu, jam atau hari. Produktivitas dapat digunakan untuk menentukan jumlah
tenaga kerja beserta upah yang harus dibayarkan (Husen, 2005:105).

2.3.1.2 Perencanaan Biaya Proyek


Biaya yang diperlukan untuk suatu proyek dapat mencapai jumlah yang
sangat besar dan tertanam dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu,
perlu dilakukan identifikasi biaya proyek.
Menurut Husen (2009:101), tahapan identifikasi perencanaan biaya proyek
adalah sebagai berikut:
13

a. Tahapan pengembangan konseptual, biaya dihitung secara global


berdasarkan informasi desain yang minim. Dipakai perhitungan
berdasarkan unit biaya bangunan berdasarkan harga per meter
persegi.
b. Tahapan desain konstruksi, biaya proyek dihitung secara agak
detail berdasarkan volume pekerjaan dan informasi harga satuan.
c. Tahap pelelangan, biaya proyek dihitung oleh beberapa kontraktor
agar didapat penawaran terbaik, berdasarkan spesifikasi teknis dan
gambar kerja yang cukup dalam usaha mendapatkan kontrak
pekerjaan.
d. Komponen biaya total proyek biasanya terdiri dari:
 Biaya langsung (direct cost), merupakan biaya tetap selama
proyek berlangsung, terdiri atas biaya tenaga kerja, material,
dan peralatan.
 Biaya tak langsung (indirect cost), merupakan biaya tidak
tetap selama proyek berlangsung, yang dibutuhkan guna
penyelesaian proyek. Yang termasuk dalam biaya ini adalah
biaya manajemen royek, tagihan pajak, biaya perizinan,
asuransi, administrasi, ATK, keuntungan/ profit.
Untuk menentukan biaya suatu unit pekerjaan sebagai bagian dari kegiatan
proyek, dilakukan estimasi biaya berdasarkan analisis harga satuan yang terdiri
dari komponen-komponen biaya cukup banyak seperti dalam Gambar 2.3-1.

Gambar 2.31 Komponen Harga Satuan


14

2.3.2 Work Breakdown Structure (WBS)


WBS merupakan diagram terstruktur atau hierarki yang berbentuk diagram
pohon (tree structure diagram), biasanya terdiri dari kegiatan-kegiatan umum yang
dipecahkan menjadi kegiatan-kegiatan khusus. Penyusunan WBS dilakukan
dengan cara top down, dengan tujuan agar komponen-komponen kegiatan tetap
berorientasi ke tujuan proyek. WBS juga memudahkan penjadwalan dan
pengendalian karena merupakan elemen perencanaan.
Menurut Husen (2009:96), kerangka perencanaan terdiri atas kerangka-
kerangka seperti dibawah ini:
 Kerangka penjabaran program.
 Kerangka perencanaan detail.
 Kerangka pembiayaan.
 Kerangka penjadwalan.
 Kerangka cara pelaporan.
 Kerangka penyusunan organisasi
Dari kerangka-kerangka tersebut, WBS dapat membantu proses
penjadwalan dan pengendalian dalam suatu sistem yang terstruktur menurut
hierarki yang makin terperinci, sampai pada lingkup yang makin kecil berupa
paket-paket pekerjaan dengan aktivitas yang jelas. Paket-paket pekerjaan ini
nantinya dapat dikelola sebagai unit kegiatan yang diberi kode identifikasi yang
kinerja biaya, mutu, dan waktunya dapat diukur. Oleh karena itu, penyempurnaan
dan tindakan koreksi dapat dilakukan bila terdapat penyimpangan-penyimpangan
selama pelaksanaan proyek.
Oleh karena itu, WBS dapat dipakai untuk membagi seluruh level proyek
menjadi elemen-elemen kerja, menjelaskan proyek dalam satu format struktur
level, fasilitas, dan mencakup seluruh item pekerjaan hingga selesai, pemecahan
level sampai pada paket pekerjaan terakhir dengan kegiatan yang jelas dan cukup
untuk perencanaan detail sebagai fase awal proyek.
Klasifikasi diatas dapat membantu menentukan tingkatan WBS untuk
memudahkan monitoring terhadap bagian-bagiannya. Serta menentukan
penanggung jawab masing-masing elemen pada setiap tingkatan.
15

2.4 Penjadwalan Proyek


Penjadwalan dalam pengertian proyek konstruksi merupakan perangkat
untuk menentukan aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek
dalam urutan serta kerangka waktu tertentu, dalam mana setiap aktivitas harus
dilaksanakan agar proyek selesai tepat waktu dengan biaya yang ekonomis
(Callahan, 1992).
Menurut Clough (1979:86), pengertian penjadwalan proyek adalah “A
project schedule is a projected timeable of construction operations that will serve
as the principal guideline for project execution.”
Secara umum dapat diartikan bahwa penjadwalan proyek merupakan sebuah
jadwal proyeksi dari suatu proyek yang akan berfungsi sebagai pedoman utama
dalam pelaksanaan proyek.
Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan, yang
dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek dalam
hal kinerja sumber daya berupa biaya, tenaga kerja, peralatan, dan material serta
rencana durasi proyek dan progres waktu untuk penyelesaian proyek. Dalam
proses penjadwalan, penyusunan kegiatan dan hubungan antar kegiatan dibuat
lebih terperinci dan sangat detail. Hal ini dimaksudkan untuk membantu
pelaksanaan evaluasi proyek.
Selama proses pengendalian proyek, penjadwalan mengikuti
perkembangan
proyek dengan berbagai permasalahannya. Proses monitoring yang berkala selalu
dilakukan untuk mendapatkan penjadwalan yang paling realistis agar alokasi
sumberdaya dan penetapan durasinya sesuai dengan sasaran dan tujuan proyek.
Menurut Husen (2009:133), secara umum penjadwalan mempunyai
manfaat-manfaat seperti berikut:
1. Memberikan pedoman terhadap unit pekerjaan/ kegiatan mengenai batas-
batas waktu untuk mulai dan akhir dari masing-masing tugas;
2. Memberikan sarana bagi manajemen untuk koordinasi secara sistematis
dan relistis dalam penentuan alokasi prioritas terhadap sumber daya dan
waktu;
3. Memberikan saran untuk menilai kemajuan pekerjaan;
16

4. Menghindari pemakaian sumber daya yang berlebihan, dengan harapan


proyek dapat selesai sebelum waktu yang di tetapkan;
5. Memberikan kepastian waktu pelaksanaan pekerjaan;
6. Merupakan sarana penting dalam pengendaliaan proyek.
Lagi menurut Husen (2009:134), tingkat kompleksitas penjadwalan proyek
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1. Sasaran dan tujuan proyek;
2. Keterkaitan dengan proyek lain agar terintegrasi dengan master
schedule;
3. Dana yang di perlukan dan dana yang tersedia;
4. Waktu yang di perlukan, waktu yang tersedia, serta perkiraan
waktu yang hilang dan hari-hari libur;
5. Susunan dan jumlah kegiatan proyek serta keterkaitan di antaranya;
6. Kerja lembur dan pembagian shift kerja untuk mempercepat
proyek;
7. Sumber daya yang di perlukan dan sumber daya yang tersedia;
8. Keahlian tenaga kerja dan kecepatan mengerjakan tugas.
Makin besar skala proyek, semakin kompleks pengelolaan penjadwalan
karena dana yang di kelolah sangat besar, kebutuhan dan penyediaan sumber daya
juga besar, kegiatan yang di lakukan sangat beragam serta durasi proyek menjdi
sangat panjang. Oleh karena itu, agar penjadwalan dapat diimplementasikan,
digunakan cara-cara atau metode teknis yang sudah digunakan seperti metode
penjadwalan proyek. Kemampuan scheduler yang memadai dan bantuan software
komputer untuk penjadwalan dapat membantu memberikan hasil yang optimal.

2.4.1 Metode Penjadwalan Proyek


Ada beberapa metode penjadwalan proyek konstruksi yang sering
digunakan untuk mengelola waktu dan sumber daya proyek. Masing-masing
metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Pertimbangan penggunaan
metode-metode tersebut didasarkan atas kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai
terhadap kinerja penjadwalan. Kinerja waktu akan berimplikasi terhadap kinerja
biaya, sekaligus kinerja proyek secara keseluruhan. Oleh karena itu, variabel–
17

variabel yang mempengaruhinya juga harus di monitor, misalnya mutu,


keselamatan kerja, ketersediaan peralatan dan material, serta stakeholder yang
terlibat. Bila terjadi penyimpangan terhadap rencana semula, maka dilakukan
evaluasi dan Tindakan koreksi agar proyek tetap pada kondisi yang di inginkan.

2.4.1.1 Metode Bagan Balok (Barchart)


Dalam dunia konstruksi, teknik penjadwalan yang paling sering digunakan
adalah Barchart atau Diagram Batang atau Bagan Balok. Barchart adeilah
sekumpulan aktivitas yang ditempatkan dalam kolom vertical, sementara waktu
ditempatkan dalam baris horizontal. Waktu mulai dan selesai setiap kegiatan
beserta durasinya ditunjukan dengan menempatkan balok horizontal di bagian
sebelah kanan dari setiap aktivitas. Perkiraan waktu mulai dan selesai dapat
ditentukan dari skala waktu horizontal pada bagian atas bagan. Panjang dari balok
menunjukkan durasi dari aktivitas dan biasanya aktivitas-aktivitas tersebut
disusun
berdasarkan kronologi pekerjaannya (Callahan, 1992).
Barchart ini dibuat pertama kali oleh Henry L. Gant pada masa perang
dunia I, sehingga sering juga disebut sebagai Ganttcharl. Barchart atau Ganttchaft
digunakan secara luas sebagai teknik penjadwalan dalam konstruksi. Hal ini
karena Barchart memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Mudah dalam pembuatan dan persiapannya;
2. Memiliki bentuk yang mudah dimengerti;
3. Bila digabungkan dengan metode lain, seperti Kurva S, dapat
dipakai lebih jauh sebagai pengendalian biaya.
Meskipun memiliki segi-segi keuntungan tersebut, penggunaan metode
bagan balok terbatas karena kendala-kendala berikut (Callahan. 1992):
1. Tidak menunjukkan secara spesifik hubungan ketergantungan
antara satu kegiatan dengan yang lain, sehingga sulit untuk
mengetahui dampak yang diakibatkan oleh keterlambatan satu
kegiatan terhadap jadwal keseluruhan proyek;
2. Sukar mengadakan perbaikan atau pembaruan, karena umumnya
harus dilakukan dengan membuat bagan balok baru, padahal tanpa
18

adanya pembaruan segera menjadi "kuno" dan menurun daya


gunanya;
3. Untuk proyek bemkuran sedang dan besar, lebih-lebih yang
bersifat kompleks, penggunaan bagan balok akan menghadapi
kesulitan. Aturan umum penggunaan penjadwalan dengan Barchart
menyatakan bahwa metode ini hanya digunakan untuk proyek yang
kurang dari 100 kegiatan, karena jika lebih dari 100, maka akan
meniadi sulit dibaca dan digunakan.
Jika jumlah kegiatan tidak terlalu banyak. Misalnya dengan membatasi
dan memilih yang penting saja, seperti hasilnya pembuatan jadwal induk, maka
pemakaian bagan balok untuk perencanaan dan pengendalian menjadi pilihan
pertama, karena mudah dimengerti oleh semua lapisan pelaksana dan pimpinan
proyek. Penggunaan Barchart lebih jauh adalah sebagai alat control waktu dan
biaya yang ditunjukan dengan kurva S.
Berikut contoh-contoh Barchart dari berbagai macam proyek:

Gambar 2.41 Contoh 1 Barchart


19

Gambar 2.42 Contoh 2 Barchart

2.4.1.2 Precedence Diagramming Method (PDM)


Gambar 2.43 Contoh 3 Barchart
Precedence Diagramming Method (PDM) merupakan salah satu teknik
penjadwalan yang termasuk dalam teknik penjadwalan Network Planning atau
Rencana Jaringan Kerja. Berbeda dengan AOA yang menitikberatkan kegiatan
pada anak panah, PDM menitikberatkan kegiatan pada node sehingga kadang
disebut juga Activity on Node.
20

Istilah ‘precedence diagramming’ pertama kali muncul di tahun 1964 pada


perusahaan IBM. PDM merupakan versi yang lebih kompleks dari Activity on
Node - AON (Callahan, 1992).
Ada beberapa perbedaan antara Activity on Arrow (AOA), AON dengan
PDM, yaitu sebagai berikut;
1. Pada AOA, kegiatan ditampilkan dengan anak panah, sedangkan
AON dan PDM menggunakan node. Anak panah menunjukkan
hubungan lgos antara kegiatan;
2. Pada AOA bentuk node adalah lingkaran, sementara pada AON
dan PDM bentuk node adalah persegi panjang;
3. Ukuran node pada AON dan PDM lebih besar dari node AOA
karena berisi lebih banyak keterangan;
4. Metode perhitungan AOA dan PDM sedikit berbeda.
Berikut adalah contoh PDM sederhana:

Gambar 2.44 Contoh 1 PDM


Gambar 2.45 Contoh 2 PDM

Gambar 2.46 Contoh 3 PDM


21

Sebuah PDM tanpa perhitungan jaringan kerja seperti pada contoh-contoh


diatas, disebut diagram layout, yaitu diagram sederhana berupa sketsa dari
serangkaian kegiatan dalam suatu jaringan kerja. PDM memisahkan kegiatan-
kegiatan dari urutannya. Aktivitas adalah node dan urutan adalah anak panah.
Sebagai hasil, penggunaan dummy pada AOA tidak dibutuhkan pada PDM.
Pada contoh empat dibawah ini, PDM menunjukan urutan aktivitas dimana
sekumpulan kegiatan atau aktivitas dimulai sesudah kegiatan sebelumnya selesai,
tetapi tidak semua kegiatan.

Gambar 2.47 Contoh 4 PDM


Urutan berikutnya dalam suatu kegiatan juga dapat dibuat dalam PDM di
mana suatu aktivitas dapat dimulai setelah beberapa aktivitas sebelumnya selesai.

Gambar 2.48 Contoh 6 PDM


22

Jika menggunakan diagram AOA, maka dibutuhkan 2 dummy untuk menunjukan


hal tersebut. Namun, pada PDM tidak dibutuhkan dummy. Hal itu dapat terlihat
pada contoh berikut:

Gambar 2.49 Contoh 5 PDM

Contoh 6 menunjukan hal yang dapat dilakukan PDM dan tidak dapat
dilakukan oleh diagram AOA, yaitu aktivitas yang dimulai setelah dua aktivitas
sebelumnya selesai.
Dalam Precedence Diagramming Method, aktivitas atau kegiatan
ditunjukan dengan nodes yang berbentuk persegi dan berukuran besar. Di dalam
node tersebut biasanya diisikan hal-hal sebagai berikut;
1. Durasi;
2. Nomor kegiatan atau aktivitas;
3. Deskripsi aktivitas;
4. ES,LS,LS,LF;
5. Float yang terjadi.
Bentuk-bentuk node pada PDM bermacam-macam, seperti contoh-contoh
dibawah ini:
23

Gambar 2.410 Beberapa Model Node AON dan PDM (Callahan, 1992)
Apapun bentuk dan isi node yang dipilih tidak menjadi masalah sejauh
penjadwalan konsisten dengan node yang pilihannya. Beberapa program computer
memiliki metode tersendiri untuk mengindikasikan kegiatan-kegiatan dengan
metode PDM, sementara yang lainnya membebaskan penjadwalan memilih
informasi yang akan ditampilkan pada node.

2.4.1.2.1 Hubungan Logika dalam PDM


Pada PDM, model hubungan antarkegiatan lebih fleksibel jika
dibandingkan dengan diagram, AON, AOA. Pada metode diagram AON dan
AOA, hanya boleh digunakan satu jenis hubungan logis antara aktivitas, yaitu
suatu kegiatan tidak dapat dilakukan jika kegiatan sebelumnya belum selesai.
Berlawanan dengan hal tersebut, PDM, menggunakan empat hubungan logis di
antara aktivitas-aktivitasnya. Metode PDM dapat juga menggunakan konsep lag
(jarak hari) antarkegiatan untuk lebih memudahkan dalam penjadwalan.
Keempat hubungan logis tersebut, yaitu:
1. Finis to Start (FS);
2. Start to Start (SS);
3. Finish to Finish (FF);
4. Start to Finish (SF).
24

Hubungan logis Finish to Start (FS) pada PDM merupakan hubungan logis
yang terjadi pada metode AOA dan AON. Jika hanya FS yang digunakan pada
PDM, berarti penjadwalan tersebut sama dengan metode AOA dan identik dengan
metode AON.

Gambar 2.411 Empat Hubungan Logis pada PDM (Callahan, 1992)

Berikut adalah uraian penjelasan mengenai keempat hubungan logis pada


PDM (Callahan, 1992):

1. Hubungan Finish to Start (FS)


Hubungan finish to start merupakan hubungan yang paling sering
digunakan dalam PDM. Hubungan ini juga merupakan hubungan yang terjadi
pada diagram AOA. Suatu Aktivitas tidak dapat dimulai sebelum aktivitas
sebelumnya selesai. Hubungan finish to start dapat dibuat dalam tiga jenis jika
lag digunakan. Yaitu lag nol, lag positif dan lag negatif.
Gambar 2.4-12 menunjukkan hubungan finish to start dengan lag nol dan
lag positif.
25

Lag positif biasa digunakan untuk situasi di mana kebutuhan material


untuk perawatan atau penguatan sebelum pekerjaan lain dilakukan.
Contohnya, bekisting beton tidak dapat dilepaskan sebelum beton mengeras.
Mengerasnya beton membutuhkan waktu.

Gambar 2.412 Hubungan Finish to Start dengan Lag Nol dan Lag Positif

Gambar 2.4-12 menunjukan hubungan tipikal untuk pembesian dan


pemasangan bekisting dengan pengecoran plat. Lag nol ditunjukkan pada
akhir kegiatan pembesian dan pemasangan bekisting serta di awal kegiatan
pengecoran sebab beton dapat dituangkan sesegera mungkin setelah
pembesian dan bekisting selesai dilakukan. Lag 14 hari ditunjukkan di antara
penyelesaian pengecoran dengan pelepasan bekisting. Hubungan menjelaskan
bahwa kegiatan 20 harus menunggu l4 hari sebelum pembongkaran bekisting
dilakukan.
Lag Negatif digunakan dalam situasi di mana suatu aktivitas diijinkan
dilakukan sebelum aktivitas sebelumnya selesai. Lag ini dapat ditunjukkan
dalam Gambar 2.4-13 berikut ini.

Gambar 2.413 Hubungan Finish to Start dengan Lag Negatif


26

Gambar 2.4-13 menunjukan hubungan antara aktivitas pengalian tanah


dengan instalasi pipa. Penggalian tanah memiliki durasi 3 hari untuk
penyelesaian, tetapi tidak seluruh tiga hari tersebut harus selesai baru
pekerjaan instalasi pipa dimulai. Memasuki hari kedua pekerjaan penggalian
tanah, pekerjaan instalasi pipa sudah dapat dimulai. Hal ini ditunjukkan
dengaan menggunakan lag negatif 1 atau -1.

2. Hubungan Start to Start (SS)


Seperti telah dijelaskan dalam hubungan finish to start dengan lag negatif,
beberapa aktivitas tidak harus menunggu aktivitas sebelumnya selesai.
Gambar 2.4-14 menunjukkan bahwa instalasi pipa dapat dilakukan dua hari
setelah mulainya aktivitas penggalian tanah. Hubungan ini dapat juga
ditunjukan dengan menggunakan hubungan start to start (SS) dengan lag
positif seperti pada Gambar 2.4-14 berikut.

Gambar 2.4- 1 Hubungan Start to Start dengan Lag Positif

Perhatikan bahwa hubungan start to start pada gambar di atas ditunjukan


dengan kegiatan satu di atas lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam pembacaan jadwal tersebut jika dibandingkan dengan
digambarkan berjajar dan anak panah hubungan antarkegiatan tersebut
diletakkan di atas atau di bawah node aktivitas.
Hubungan start to start dengan lag negatif digunakan untuk menunjukkan
hubungan antara dua aktivitas yang dimulai bercamaan. Contohnya,
27

pemasangan bekisting dibuat bersamaan dengan pembesian pada pelat beton.


Gambar 2.4-15 menunjukkan hal tersebut.

Gambar 2.415 Hubungan Start to Start dengan Lag Nol

Hubungan start to start dengan lag nol juga biasanya dibuat untuk dua
kegiatan dengan dua subkontraktor yang berbeda atau dua kegiatan dengan di
bawah satu kontraktor; tetapi menggunakan tenaga kerja, material, dan
peralatan yang berbeda.
Hubungan start to start dengan lag negatif sangat jarang digunakan karena
sangat sulit untuk dipahami sehingga lebih baik dihindari.

3. Hubungan Finish to Finish (SS)


Sama halnya dengan start to start hubungan finish to finish digunakan.
untuk menunjukkan hubungan antara selesainya dua aktivitas.
Hubungan finish to finish dengan lag nol dapat dilihat dalam contoh pada
gambar 2.4-16 berikut ini

Gambar 2.416 Hubungan Finish to Finish dengan Lag Nol


28

Penjelasan gambar di atas adalah ketika bekisting pelat telah selesai


dipasang, pekerjaan pembesian pelat juga dapat selesai.
Hubungan finish to finish dengan lag positif digambarkan dengan instalasi
tangki tidak dapat selesai hingga satu hari setelah penyelesaian pengukuran
dan penggarian tanah, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4-17 berikut.

Gambar 2.417 Hubungan Finish to Finish dengan Lag


Positif
Hubungan finish to finish dengan lag negative dapat dijelaskan dengan
contoh pemasangan bekisting plat tidak dapat selesai hingga satu hari setelah
pekerjaan pembesian selesai. Seperti pada hubungan start to start dengan lag
negative, hubungan finish to finish dengan lag negative juga akan menyulitkan
PDM. Lag negative sulit untuk dimengerti dan akan menimbulkan
kompleksitas dalam perhitungan maju dan mundur pada PDM. Penggunaan
hubungan finish to finish dengan lag negative sebaiknya dihindari.

4. Hubungan Start to Finish (SF)


Penjadwalan dengan menggunakan PDM mengizinkan penggunaan
hubungan start to finish. Contoh yang dapat diberikan pada hubungan ini
adalah sebagai berikut.
Sebuah gedung kantor akan dibangun dengan menggunakan lantai karpet
dan kayu. Lantai kayu dapat dipasang sebelum, sesudah, atau bersamaan
dengan pemasangan karpet di semua tempat kecuali di kantor direktur, di
29

mana lantai kayu panel sudah harus terpasang baru diikuti dengan pemasangan
karpet.
Hubungan yang tepat adalah mulainya kegiatan pemasangan lantai kayu
dengan selesainya pekerjaan pemasangan karpet (dengan lag postif). Contoh
tersebut dapat terlihat pada Gambar 2.4-18.
Penggunaan hubungan start to finish secara umum menghindari
kebingungan pada ketidaktergantungan kegiatan pada jadwal.

Gambar 2.4- 2 Hubungan Start to Finish

2.4.1.2.2 Perhitungan Maju dan Mundur pada PDM


Sama hal nya dengan metode penjadwalan jaringan AOA, pada
Precedence Diagramming Method dikenal juga perhitungan maju dan mundur
untuk menghitung lamanya atau waktu kerja proyek. Perhitungan maju dan
mundur pada PDM dapat dijelaskan sebagai berikut (Soeharto, 1997):
1. Perhitungan Maju pada PDM
Tuiuan dari perhitungan maju pada PDM adalah untuk rnenentukan waktu
mulai paling awal (early start) yang terjadi. Misalnya, berapakah ES pada
suatu aktivitas atau kegiatan yang mungkin dimulai atau berakhir? Untuk
membuat perhitungan maju dibutuhkan data kurun waktu aktivitas atau durasi.
Ketentuan dalam perhitungan maju adalah sebagai berikut;
a. Angka kecil yang dapat terjadi pada ES adalah nol. Jadi aktivitas
pertama yang dibuat ES-nya adalah nol.
b. Aktivitas EF adalah aktivitas ES dijumlahkan dengan durasinya EF
= ES + D
30

c. Nilai ES pada kegiatan berikutnya didapatkan dengan


menambahkan lag pada anak panah dengan nilai EF paa kegiatan
sebelumnya sesuai dengan hubungan logis antara kegiatan tersebut.
Dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.419 Contoh Perhitungan Maju PDM

Gambar 2.420 Contoh Perhitungan Maju dan Mundur PDM


31

2. Perhitungan Mundur pada PDM


Perhitungan mundur diselesaikan dengan menghitung durasi dari kanan ke
kiri diagram. Pada saat melakukan perhitungan mundur, maka kotak late start
dan late finish akan terisi.
Langkah perhitungan mundur adalah sebagai berikut:
a. Nilai terbesar yang mungkin terjadi untuk LS atau LF adalah nilai
durasi proyek.
b. Nilai LS adalah nilai LF dikurangi durasi kegiatan.
c. Nilai LF pada kegiatan sebelum, didapat dari nilai LS dikurangi lag
pada anak panah kegiatan sesudah.
Dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.421 Contoh Perhitungan Mundur PDM


32

2.4.1.2.3 Lintasan Kritis PDM


Jalur dan lintasan kritis pada PDM mempunyai sifat yang sama seperti
metode jaringan kerja AOA, yaitu:
1. Waktu mulai paling awal dan akhir harus sama;
ES = LS
2. Waktu selesai paling awal dan akhir harus sama;
EF = LF
3. Kurun waktu kegiatan adalah sama dengan perbedaan waktu selesai paling
akhir dengan waktu mulai paling awal;
LF – ES = D
4. Bila hanya Sebagian dari kegiatan bersifat kritis, maka kegiatan tersebut
secara utuh dianggap kritis.

2.4.1.3 Kegunaan PDM


Precedence Diagramming Method (PDM) memberikan cara yang lebih
mudah untuk menjelaskan hubungan logis antarkegiatan konstruksi yang
kompleks, khususnya
Gambar 2.422 jikaKritis
Lintasan terjadi kegiatan-kegiatan
Jalur A,C,D,G,J yang terjadi bersamaan. PDM
juga cenderung lebih kecil dalam hal pembuatannya. Hal yang paling utama
dalam pembuatan PDM adalah, bahwa PDM lebih cepat dalam persiapan
pembuatannya sehingga penjadwalan tidak membutuhkan banyak waktu dalam
33

mempersiapkan jadwal PDM. Selain itu, PDM juga menghapus kebutuhan akan
kegitan dummy dan detail tambahan untuk menunjukan overlap antar kegiatan
(Callahan, 1992).
PDM sangat berguna pada saat menyajikan kegiatan-kegiatan konstruksi
yang berulang ataau repetitive, seperti pada proyek pembangunan gedung
bertingkat, perumahan ataupun jalan raya. Metode ini mampu membuat model
dari kegiatan-kegiatan yang saling betumpuk tanpa harus membagi kegiatan-
kegiatan tersebut. Penambahan hubungan antarkegiatan dapat dilakukan pada
PDM dan dapat mengarahkan penjadwalan untuk berasumsi bahwa hasil jadwal
akan lengkap dan akurat. Kegagalan dalam mempertimbangkan hubungan dalam
membuat penjadwalan akan membuat sebuah PDM menjadi setidak akurat
penjadwalan dengan barchart.
PDM yang menggunakan lag menambahkan elemen ketidakpastian dan
banyaknya jenis hubungan dalam penjadwalan ini menyebabkan analisis jaringan
kerjanya menjadi lebih sulit dibandingkan dengan metode diagram AOA. Karena
hal ini, biasanya penjadwal menyarankan penggunaan hubungan hanya finish-to-
start (FS) untuk menghindari penumpukan (overlap) dan lag sehingga jadwal
menjadi lebih mudah dimengerti dan dianalisis. Akan lebih mudah menganalisis
sebuah jaringan kerja dengan hubungan antarkegiatan yang sederhana. Hubungan
logis Start-to-Start (SS), Start-to-Finish (SF) atau Finish-to-Finish (FF) sebaiknya
digunakan hanya jika terjadi hubungan antarkegiatan yang tidak dapat
direpresentasikan dengan hubungan Finish-to-Start (FF)

2.5 Metode Line of Balance (LoB)


Line of Balance (Lob) pertama kali diterapkan pada industry manufaktur
dan pengawasan produksi, dimana bertujuan untuk memperoleh atau
mengevaluasi tingkat aliran garis produksi dari produk. Pada mulanya LoB
digunakan oleh Goodyear Company pada awal tahun 1940 dan dikembangkan
oleh Departemen Angkatan Laut AS atau U.S Navy pada awal tahun 1950 untuk
pemrograman dan mengendalikan pekerjaan yang bersifat repetitif. Kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Nation Building Agency di Inggris untuk proyek-
proyek perumahan yang bersifat repetitive dimana metode penjadwalan yang
34

berorientasi pada sumber day aini ternyata lebih sesuai dan realistic daripada
metode penjadwalan yang berorientasi dominasi kegiatan. Metode LoB kemudian
diadaptasi untuk perencanaan dan pengendalian proyek (Lumsden, 1968), di mana
produktifitas sumber daya dipertimbangkan sebagai bagian yang paling penting.
LoB adalah metode yang menggunakan keseimbangan operasi, yaitu tiap-
tiap kegiatan adalah kinerja yang terus menerus. Keuntungan utama dari
motodologi LoB adalah menyediakan tingkat produktifitas dan informasi durasi
dalam bentuk format grafik yang lebih mudah dibaca. Selain itu, plot LoB juga
dapat menunjukan dengan sekilas apa yang salah pada kemajuan kegiatan, dan
dapat mendeteksi potensial gangguan yang akan datang. Dengan demikian, LoB
mempunyai pemahaman yang lebih baik untuk proyek-proyek yang tersusun dari
kegiatan berulang daripada teknik penjadwalan lain, karena LoB memberikan
kemungkinan untuk mengatur tingkat produktifitas kegiatan, mempunyai
kehalusan dan efisiensi dalam aliran sumber daya dan membutuhkan sedikit
waktu dan upaya untuk memproduksinya daripada penjadwalan network (Arditi
dan Albulak, 1986).
Metode ini cukup efektif untuk digunakan pada proyek bangunan
bertingkat atau berulang dengan keragaman masing-masing tingkat atau unit
relative sama. Pada proyek yang cukup besar, metode ini membantu memonitor
kemajuan beberapa kegiatan tertentu yang berada dalam suatu penjadwalan
keseluruhan proyek. Hal ini dapat dilakukan bila dikombinasikan dengan metode
Network, karena metode penjadwalan linear dapat memberikan informasi tentang
kemajuan proyek yang tidak dapat ditampilkan oleh metode Network (Husen,
2008 : 137).
Di dalam berbagai literatur Internasional biasanya LoB ditunjukan sebagai
alat penjawalan yang hanya cocok untuk proyek-proyek yang tersusun atas
kegiatan berulang, dan kurang cocok untuk proyek non-repetitif (Arditi et al.,
2002(1)). Namun di Finlandia, LoB telah menjadi sebuah metode penjadwalan
yang pokok pada perusahaan konstruksi besar sejak tahun 1980 an, dimana LoB
ini digunakan untuk penjadwalan proyek-proyek yang special dan proyek
konstruksi residential (Kiiras, 1989; Kankainen dan Sandvik, 1993).
35

2.5.1 Teknik Perhitungan LoB


LoB mempunyai format dasar grafik X-Y dengan sumbu axis (X)
merupakan variable waktu dan sumbu ordinat (Y) merupakan variable jumlah unit
berulang (Mawdesley et al., 1997 : 23). Konsep LoB didasarkan pada
pengetahuan tentang bagaimana unit yang banyak harus diselesaikan pada
beberapa hari agar program pengiriman unit dapat dicapai (Lumsden, 1968).
Karena kecepatan pengiriman m diasumsikan konstan/gradien, maka hubungan
antara LoB kuantitas q dan waktu t adalah linear. Hal ini ditunjukan dalam
Gambar 2.5-1 sebagai garis miring.

Gambar Gambar 2.51 Hubungan


2.52 Penjadwalan antara
LoB Yang LoB Kuantitas
Menunjukan Adanya (q) dan Waktu
Konflik Yang Harus
(t)(Sumber
Dihindari : Arditi
(Sumber et al.,2008
: Hinze, 2002: 302)
(2)
)
Terlihat dari gambar 2.5-1 di atas hubungan antara LoB kuantitas q dan
waktu t adalah linear dengan rumus sebagai berikut:
q = mt + c
Dimana:
q adalah kuantitas unit pada LoB m adalah kecepatan pengiriman
t adalah waktu c adalah konstanta
Karena nilai c berimpitan dengan sumbu q, maka diperoleh rumus:
q2 = m(t2-t1) + q1 atau t2 = [(q2-q1)/m] +ti
Dimana:
q1 adalah kuantitas unit ke-1 t1 adalah waktu untuk unit ke-1
q2 adalah kuantitas unit ke-2 t2 adalah waktu untuk unit ke-2
36

Line of Balance didefinisikan atas dasar sebagai berikut (Mawdesley,


1997):
 Berdasarkan pada tingkat pengiriman atau handover rate.
 Logika konstruksi dasar dari unit yang berulang digambarkan
dalam sebuah Network yang disebut dengan “Production
Diagram”.
 Konstanta daripada tingkat produksi biasanya menggunakan satuan
jumlah unit/unit time.

Apabila dibandingkan dengan metode network (misalnya prededence


diagram method) LoB terlihat lebih sederhana untuk proyek berulang, seperti
bangunan tingkat (lihat pada Gambar 2.5-2).

Gambar 2.53 Contoh Format LoB Yang Menunjukan Informasi Yang Dimuat
Dalam PDM (Sumber : Hinze, 2008 : 298)
37

Garis aktifitas pada metode Line of Balance tidak boleh saling


berpotongan (no cross) atau dengan kata lain rangkaian aktifitasnya tidak boleh
saling mengganggu atau saling mendahului. Artinya progress atau kemajuan
pekerjaan dari aktifitas yang mengikuti (successor) tidak boleh mendahului
aktifitas yang mendahuluinya (predecessor). Bila hal ini sampai dilanggar, maka
akan terjadi konflik kegiatan atau dapat mengganggu semua jalannya proyek
tersebut (Hinze, 2008 : 302).
2.5.2 Buffer
Buffer adalah penyerapan yang memungkinkan untuk mengatasi gangguan
antara tugas-tugas atau lokasi yang berdekatan, buffer merupakan komponen dari
hubungan logika antara dua tugas tapi yang dapat menyerap penundaan. Buffer
tampak sangat mirip dengan kelambanan (float), yang digunakan untuk
melindungi jadwal dan dimaksudkan untuk menyerap variasi kecil produksi
(Kenley dan Seppanen, 2009). Ada dua jenis buffer didalam LoB, yaitu time
buffer dan distance/space buffer (Hinze, 2008 : 306). Buffer ini biasanya
disebabkan oleh (Setianto, 2004 : 18):
 Kecepatan produksi yang berbeda dimana kegiatan yang
mendahuluinya mempunyai kecepatan produksi yang lebih lambar
dari kegiatan yang mengikutinya.
 Perbaikan dan keterbatasan peralatan
 Keterbatasan material
 Variasi jumlah kelompok pekerja dimana kegiatan yang
mendahului menggunakan kelompok pekerja yang lebih banyak
daripada kegiatan yang mengikuti.

Gambar 2.54 Time dan Space Buffer (Sumber: Hinze, 2008 ; 306)
38

2.5.3 Restraint
Restraint adalah waktu tunggu antara selesainya suatu kegiatan dengan
mulainya kegiatan yang lain. Hal ini terjadi antara lain karena kedua kegiatan
mempunyai sumber daya yang sama dan jumlahnya terbatas sehingga diperlukan
waktu transfer sumber daya dari kegiatan sebelumnya.

Gambar 2.55 Contoh Restarint

Keterangan: Restraint =

2.5.4 Prosedur Line of Balance


Menurut Uher (1996), ada beberapa tahapan atau standard dalam
perencanaan penjadwalan dengan metode line of balance, yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan urutan pelaksanaan masing-masing pekerjaan dalam bentuk
diagram lengkap dengan estimasi waktu (single network planning) untuk
satu siklus kegiatan repetitive.
2. Menentukan waktu yang harus dilalui suatu pekerjaan sampai seluruh
kegiatan selesai (lead times).
3. Menghitung target penyelesaian proyek.
39

4. Menggambarkan target penyelesaian proyek dalam bentuk diagram sesuai


dengan kurun waktu yang diharapkan.
5. Mempersiapkan jadwal line of balance.
6. Menentukan buffer times atau waktu jagaan untuk menghindari resiko
keterlambatan suatu kegiatan (jika dikehendaki).
7. Menggambarkan grafik line of balance.
8. Menganalisis jadwal dan grafik line of balance untuk mendapatkan jadwal
pelaksanaan proyek yang berimbang.

2.5.5 Klasifikasi Proyek Repetitif


Menurut Vorster et al., 1992 (dalam Hassanein dan Moseilhi, 2004)
Proyek berulang dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori sebagai berikut:
1. Proyek Repetitif Linear (seperti jalan raya dan pipa).
2. Proyek Repetitif Non Linear (seperti gedung bertingkat tinggi dan proyek
perumahan).
Meskipun yang menyebabkan berulang adalah geometric layout-nya,
sedangkan yang lain disebabkan oleh kru yang mengulang tugas yang sama di
semua unit/section. Dua perbedaan utama antara kedua kelas tersebut adalah:
1. Dalam proyek-proyek nonlinear, unit adalah entitas fisik (misalnya, lantai
di sebuah gedung bertingkat tinggi. Dengan demikian, setelah
menyelesaikan pekerjaan di setiap unit, kru memerlukan waktu relokasi
dari satu unit ke unit berikutnya. Hal ini tidak terjadi di proyek linear,
dimana kru hanya maju dari satu unit ke unit berikutnya sepanjang proyek.
2. Ketika mengadopsi strategi beberapa kru dalam proyek linear, proyek
dipecah menjadi beberapa bagian, masing-masing dilaksanakan oleh kru.
Hal ini tidak terjadi di proyek nonlinear, dimana kru dapat ditugaskan
pada unit berikutnya.
Oleh karena itu, pada tahap perencanaan dan definisi atau yang biasa
dikenal dengan WBS (Work Breakdown Structure), setiap kegiatan di dalam
proyek dibagi menjadi lebih kecil, didefinisikan, dan unit secara umum dikenal
sebagai paket pekerjaan (divisi). Dalam metode ini, kegiatan dibagi menjadi work
40

zone, segmen, section, dan unit (Hassanein dan Moselhi, 2004), seperti terlihat
pada gambar 2.5-6 dibawah ini:

Gambar 2.56 WBS Proyek Jalan (Sumber : Hassanein dan Moselhi, 2004)
41

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian yang sedang dikerjakan ini termasuk dalam penelitian studi
kasus. Berdasarkan atas sifat-sifat masalah dari penelitian, rancangan penelitian
ini dapat digolongkan dalam penelitian Deskriptif Komparatif (Comparative
Descriptive Research). Deskriptif berarti pemaparan masalah yang ada
berdasarkan perencanaan, sedangkan komparatif berarti membandingkan
(Narbuko dan Achmadi, 2002 : 44). Dalam hal ini adalah membandingkan dan
menganalisa beberapa teknik-teknik dasar penjadwalan konstruksi.

3.2 Objek Penelitian


Objek studi dari penelitian ini adalah Perencanaan Proyek Perumahan
Goldland Estate.

3.3 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini berada di Kota Garut, Jawa Barat, Indonesia
Gambar Peta

3.4 Waktu Penelitian


Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini direncanakan
kurang lebih sekitar 14 minggu, berikut jadwal pelaksanaannya:
Jadwal
42

3.5 Metode Pengumpulan Data


3.5.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan, yaitu
pada proyek perumahan Goldland Estate. Data ini diperoleh baik melalui pemilik
(owner).
Pengumpulan data utama ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi
dan menghitung data jenis pekerjaan, durasi pekerjaan dan kemudian dibuat
schedule yang berasal dari perencanaan proyek tersebut. Alasan pemilihan
perencanaan proyek tersebut adalah karena perencanaan proyek tersebut memiliki
hubungan logika ketergantungan antar kegiatan, mempunyai sifat linear dan
berulang (repetitive).

3.5.2 Data Sekunder


Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu
pada buku-buku literatur maupun jurnal yang umumnya berupa teori, informasi,
konsep dasar atau metode-metode yang dapat menunjang ataupun mendukung
penelitian proposal tugas akhir ini.

3.6 Metode Analisis Data dan Komparasi


Setelah data terkumpul akan dilakukan analisis data dan elaborasi dari
penjadwalan proyek seperti Barchart, Precedence Diagramming Method, Line of
Balance. Setelah dilakukan elaborasi, maka hasil dari penjadwalan metode yang
umum digunakan pada proyek konstruksi yaitu Barchart kemudian dilakukan
komparasi atau perbandingan dengan kombinasi antara PDM dan LoB. Hal ini
dapat dilihat baik dari segi penggunaan, perhitungan kecepatan produksi, logika
ketergantungan, lintasan kritis, serta hambatan/gangguan pada aktifitas kegiatan
produksi.
43

3.7 Bagan Alir Penelitian (Flowchart)

Mulai

Perumusan Masalah

Studi Literatur

Pengumpulan dan
Pengolahan Data Schedule

Precedence
Barchart Line of Balance
Diagramming Method

KOMPARASI
Segi penggunaan metode
Segi Perhitungan dan Kecepatan Produksi
Segi logika ketergantungan
Segi lintasan kritis
Segi hambatan pada aktifitas kegiatan

Kesimpulan dan Saran


44

5 DAFTAR PUSTAKA

Callahan, Michael T, et.al., 1992. Construction Project Scheduling.


New York: McGraw Hill.

Ir. Irika Widiasanti, M.T dan Lenggogeni, M.T., 2013. Manajemen Konstruksi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhammad Abrar Aulia, Aulia Hashemi Farisi, M. Agung Wibowo *), Arif
Hidayat *)., 2017. Jurnal Karya Teknik Sipil, Volume 6, Nomor 1 : 211-219
Semarang: Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.

Drs. Sofwan Badri., 1988. Dasar-dasar Network Planning.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Akhison Karaini, Armaini. 1987. Pengantar Manajemen Proyek.


Jakarta: Gunadarma.

Anda mungkin juga menyukai