Anda di halaman 1dari 20

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dilihat dari butir-butir pancasila dapat dikembangkan mengenai
pancasila sebagai paradigma pengembangan nilai-nilai keagamaan dapat
dilihat dari adanya lima sendi utama penyusun Pancasila atau secara umum
merupakan isi Pancasila:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sendi utama Pancasila tersebut tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945. Kelima asas dalam Pancasila
dijabarkan menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi
pelaksanaan Pancasila. Ini ditetapkan dalam Ketetapan MPR no. II/MPR/1978
tentang Ekaprasetia Pancakarsa.
Adapun pengembangan butir pancasila yang menyinggung mengenai
pancasila sebagai paradiga pengembangan nilai-nilai keagamaan dapat dilihat
dari butir sila ke 1, yang berisikan:
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.

1
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat
pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sansekerta
ataupun bahasa Pali. Kata ketuhanan yang berasal dari kata tuhan yang diberi
imbuhan ke- dan -an bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan
berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan. Kata
Maha berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa berarti mulia atau besar
(bukan dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti sangat. Kata “esa”
juga berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau
tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu
pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini”.
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat dikesimpulan bahwa arti
dari Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan yang hanya satu, bukan
mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu.
Tetapi sesungguhnya Ketuhanan Yang Maha Esa berarti sifat-sifat Luhur atau

2
Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari
Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan Tuhannya.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara
menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk
beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya
terkandung dalam:
1. Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, yang antara lain berbunyi: “Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” dari bunyi kalimat ini membuktikan
bahwa negara Indonesia bukan negara agama, yaitu negara yang didirikan
atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas
landasan Pancasila atau negara Pancasila.
2. Pasal 29 UUD 1945
3. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
4. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya
Berdasarkan butir-butir pancasila yang telah ada dapat dikembangkan
mengenai pengembangan kehidupan beragama bahwa :
1. Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia pada adanya dan kekuasaan Tuhan
Yang Maha Esa. Pernyataan ini tidak saja dapat terbaca dalam Pembukaan
UUD 1945 dimana perumusan Pancasila itu terdapat tetapi dijabarkan lagi
dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri pasal 29 ayat 1, yang berbunyi sebagai
berikut : “ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa ”. Adanya
pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa secara yuridis
constitutional ini, mewajibkan pemerintah/aparat Negara untuk memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur. Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari
keberhasilan bangsa Indonesia untuk menuju

3
pada apa yang benar baik dan adil. Dasar ini merupakan pengikat moril bagi
pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas Negara, seperti memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadat menurut
agama dan kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945).Jaminan
kemerdekaan beragama yang secara yuridis constitutional ini membawa
konsekuensi pemerintah sebagai berikut:
a. Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap kehidupan
keagamaan yang sehat.
b. Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha
penyebaran agama, baik penyebaran agama dalam arti kualitatif maupun
kuantitatif.
c. Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu agama.
d. Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih agama.
b. Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama bangsa
Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena itu
kehidupan beragama harus dapat membawa persatuan dan kesatuan
bangsa, harus dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan
beradap, harus dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi, sehingga
membawa seluruh rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan
kemakmuran lahir dan batin. Dalam hal ini berarti bahwa sila pertama
memberi pancaran keagamaan, memberi bimbingan pada pelaksanaan sila-
sila yang lain.
3. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa, maka asas
kebebasan memelu agama ini harus diikuti dengan asas toleransi antar
pemeluk agama, saling menghargai dan menghormati antara pemeluk agama
yang satu dengan pemeluk agama yang lain dalam menjalankan ibadah
menurut agama mereka masing-masing.

4
4. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan
duniawi/kemasyarakatan. Agama sebagai alat untuk mengatur kehidupan di
dunia, sehingga dapat mencapai kehidupan akhirat yang baik. Semakin kuat
keyakinan dalam agama, semakin besar kesadaran tanggungjawabnya kepada
Tuhan bangsa dan Negara, semakin besar pula kemungkinan terwujudnya
kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi bangsa itu sendiri

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah yang dimaksud dengan Pancasila sebagai Paradigma
Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan?
2. Apakah arti dan makna sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”?
3. Apakah pokok-pokok yang terkandung dalam sila pertama?
4. Apa sajakah butir-butir pengamalan Pancasila sila pertama?
5. Bagaimanakah penerapan sila pertama Pancasila dalam kehidupan berbangsa
saat ini?
6. Apa yang dimaksud dengan sikap toleransi antar umat beragama?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN


1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai Pengembangan
Nilai-nilai Keagamaan.
2. Mengerti arti dan makna sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”
sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Mengetahui pokok-pokok yang terkandung dalam sila pertama
4. Mengetahui dan memahami butir-butir pengamalan Pancasila sila pertama.
5. Menerapkan sila pertama Pancasila beserta nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya dalam kehidupan sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
6. Memahami sikap toleransi antar umat beragama.

5
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Nilai-Nilai Keagamaan


2.1.1 Paradigma Pengembangan
Istilah paradigma awalnya dipergunakan dan berkembang dalam dunia
ilmu pengetahuan, terutama dalam filsafat ilmu pengetahuan. Kata paradigma
(paradigm) mengandung arti model, pola atau contoh. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia paradigma diartikan sebagai seperangkat unsur bahasa yang
sebagian bersifat konstan (tetap) dan sebagian berubah-ubah. Paradigma dapat
juga diartikan sebagai suatu gagasan sistem pemikiran (kerangka berfikir).
Menurut Thomas S. Kuhn dalam bukunya yang berjudul The Structure of
Scientific Revolution (1970:49), paradigma adalah asumsi-asumsi teoritis (suatu
sumber nilai), yang merupakan sumber hukum, metode, tatacara penerapan
dalam ilmu tersebut. Sedangkan menurut Drs. Kaelan, MS. Paradigma
berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber
nilai kerangka berfikir, orientasi dasar, sumber, asas, serta arah dan tujuan dari
suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu
termasuk dalam bidang pembangunanm, reformasi, maupun dalam pendidikan.
Paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa
yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam
menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam
mengetahui persoalan tersebut. Sedangkan kata Pengembangan (development)
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu proses, cara, perbuatan
mengembangkan ataun menjadi/mengarah bertambah sempurna.
Kata pengembangan menunjukkan adanya pertumbuhan, perluasan yang
terikat dengan keadaan yang harus digali dan harus dibangun agar dicapai
kemajuan dimasa yang akan datang. Atas dasar arti kata pembangunan, dapat
dipahami bahwa dalam pembangunan terdapat proses perubahan yang terus
menerus diupayakan untuk meraih kemajuan dan perbaikan untuk mewujudkan
tujuan yang dicita-citakan. Pembangunan adalah usaha manusia untuk
memerangi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan untuk menuju

6
masyarakat yang sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Paradigma pengembangan adalah suatu model, pola yang merupakan
sistem berfikir sebagai upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan sesuai
dengan cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik secara
kuantitatif maupun kualitatif (Merdekawati, 2008: 26).
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara
normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai
konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia, Sementara negara
merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia, dengan demikian
pancasila sebagai landasan dan tolak ukur dari penyelenggaraan bernegara
termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-Nilai dasar Pancasila dikembangkan dari hakikat manusia yang
menurut Pancasila adalah manusia adalah makhluk monopluralis. Ciri-ciri kodrat
manusia sebagai mahkluk monopluralisme adalah sebagai berikut:
a. Susunan kodrat manusia terdiri dari jiwa dan raga
b. Sifat kodrat manusia sebagai individu dan social
c. Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan.
2.1.2 Pancasila dan Agama
Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan negara
dan agama merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui The Founding
Fathers Negara Republik Indonesia. Konsep pemikiran para pendiri negara yang
tertuang dalam Pancasila merupakan karya khas yang secara antropologis
merupakan local genius bangsa Indonesia (Ayathrohaedi dalam Kaelan, 2012).
Begitu pentingnya memantapkan kedudukan Pancasila, maka Pancasila pun
mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan
berbagai agama.
Tuhan menurut terminologi Pancasila adalah Tuhan Yang Maha Esa,
yang tak terbagi, yang maknanya sejalan dengan agama Islam, Kristen, Budha,

7
Hindu dan bahkan juga Animisme (Chaidar, 1998: 36).

8
Secara lengkap pentingnya dasar Ketuhanan ketika dirumuskan oleh
founding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir. Soekarno pada 1 Juni
1945, ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag) yang
menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber- Tuhan,
tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri.
Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam
menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya
menurut kitab kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan.
Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat
menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan.
Secara kebudayaan yakni dengan tiada “egoisme agama”. Dan
hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang ber- Tuhan” (Zoelva, 2012).
Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasila, keduanya dapat berjalan
saling menunjang dan saling mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan
tidak boleh dipertentangkan. Juga tidak harus dipilih salah satu dengan sekaligus
membuang dan menanggalkan yang lain. Selanjutnya Kiai Achamd Siddiq
menyatakan bahwa salah satu hambatan utama bagi proporsionalisasi ini
berwujud hambatan psikologis, yaitu kecurigaan dan kekhawatiran yang datang
dari dua arah (Zada dan Sjadzili, 2010: 79).

2.2 Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


2.2.1 Arti Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan
nilai ini menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan
bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan
kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak
ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antar umat beragama.
Pancasila sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa berarti
bahwa negara mengakui adanya Tuhan. Tuhan merupakan pencipta seluruh alam
semesta ini. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya, Esa

9
dalam zat-Nya, dalam sifat-Nya maupun dalam perbuatan-Nya. Tuhan sendirilah
yang maha mengetahui, dan tiada yang sanggup menandingi keagungan-Nya.
Tidak ada yang bisa mengatur-Nya karena Tuhan mengatur segala aturan. Tuhan
tidak diciptakan oleh makhluk lain melainkan Tuhan yang Menciptakan
segalanya. Bahagia, tertawa, sedih, tangis, duka dan gembira juga Tuhan yang
menentukan.
Selanjutnya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan sifat bangsa
Indonesia yang percaya bahwa ada kehidupan lain di masa nanti setelah
kehidupan di dunia sekarang. Hal ini memberikan dorongan untuk mengejar nilai-
nilai yang dianggap luhur yang akan membuka jalan bagi kehidupan yang baik di
masa akan datang (akhirat). Hal ini menyebabkan prinsip Ketuhanan Yang Maha
Esa dianggap sebagai sumber pokok dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia,
termasuk sumber pokok atau norma dasar dari segala peraturan-peraturan
masyarakat, yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, baik
sebagai perseorangan maupun kelompok masyarakat, dan hubungan antar umat
dan penciptanya.
Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam
semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa
yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan
Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya terbatas.

2.2.2 Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


1. Percaya dan taqwa kepada Tuhan yang maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
2. Menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.
4. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.

10
5. Frasa Ketuhanan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus
memiliki agama monoteis namun frasa ini menekan ke-Esaan dalam beragama.
6. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah
menurut agamanya.
7. Negara memberi fasilitas bagi tumbuh kembangnya agama dan iman
warganegara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
8. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam
beribadah menurut agama masing-masing.
Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk
lain diciptakan oleh penciptaannya. Pencipta itu adalah Causa Prima yang
mempunyai hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk
yang dicipta wajib menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam konteks bernegara, maka dalam masyarakat yang berdasarkan Pancasila,
dengan sendirinya dijamin kebebasan memeluk agama masing-masing.
Sehubungan dengan agama itu perintah dari Tuhan dan merupakan sesuatu
yang harus dilaksanakan oleh manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh
Tuhan, maka untuk menjamin kebebasan tersebut di dalam alam Pancasila seperti
kita alami sekarang ini tidak ada pemaksaan beragama, atau orang memeluk
agama dalam suasana yang bebas dan mandiri. Oleh karena itu dalam masyarakat
Pancasila dengan sendirinya agama dijamin berkembang dan tumbuh subur dan
konsekuensinya diwajibkan adanya toleransi beragama.
Jika ditilik secara historis, memang pemahaman kekuatan yang ada di luar
diri manusia dan di luar alam yang ada ini atau adanya sesuatu yang bersifat
adikodrati (di atas / di luar yang kodrat) dan yang transeden (yang mengatasi
segala sesuatu) sudah dipahami oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejak zaman
nenek moyang sudah dikenal paham animisme, dinamisme, sampai paham
politheisme. Kekuatan ini terus saja berkembang di dunia sampai masuknya
agama-agama Hindu, Budha, Islam, Nasrani ke Indonesia, sehingga kesadaran
akan monotheisme di masyarakat Indonesia semakin kuat. Oleh karena itu
tepatlah jika rumusan sila pertama Pancasila adalah Ketahuan Yang Maha Esa
Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaban daripada

11
makhluk hidup dan siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan dari makhluk dan
siapapun justru disebabkan oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan
adalah Prima Causa yaitu sebagai penyebab pertama dan utama atas timbulnya
sebab-sebab yang lain.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan
Ketahuan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin
kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertian yang terkandung
dalam:
1. Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, yang antara lain berbunyi:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” dari bunyi kalimat ini
membuktikan bahwa negara Indonesia bukan negara agama, yaitu negara yang
didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang
didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.
2. Pasal 29 UUD 1945
a. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan
dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti
terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan
paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan kerukunan hidup
beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh
atau menurut tuntutan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan
kesejukan di dalam kehidupan beragama .
Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model hidup yang meliputi:
a. Kerukunan hidup antar umat seagama
b. Kerukunan hidup antar umat beragama
c. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah
Di dalam memahami sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya
para pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada

12
pemeluk agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama
yang dianutnya.
Sila pertama ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa
Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila
kedua sampai dengan Sila kelima.

2.3 Pokok-pokok yang Terkandung dalam Sila Pertama


1. Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia pada adanya dan kekuasaan Tuhan
Yang Maha Esa. Pernyataan ini tidak saja dapat terbaca dalam Pembukaan
UUD 1945 dimana perumusan Pancasila itu terdapat tetapi dijabarkan lagi
dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri pasal 29 ayat 1, yang berbunyi sebagai
berikut :
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” Adanya pernyataan
pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa secara yuridis konstitutional ini,
mewajibkan pemerintah/aparat Negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur.
Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari keberhasilan bangsa
Indonesia untuk menuju pada apa yang benar, baik, dan adil. Dasar ini
merupakan pengikat moral bagi pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-
tugas Negara, seperti memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
2. Menurut agama dan kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945), jaminan
kemerdekaan beragama yang secara yuridis konstitutional ini membawa
konsekuensi pemerintah sebagai berikut:
3. Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap kehidupan
keagamaan yang sehat.
4. Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha penyebaran
agama, baik penyebaran agama dalam arti kwalitatif maupun kwantitatif.
5. Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu agama.

13
6. Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih agama.
Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama
bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena
itu kehidupan beragama harus dapat membawa persatuan dan kesatuan bangsa,
harus dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradap, harus
dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi, sehingga membawa seluruh
rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan kemakmuran lahir dan
batin. Dalam hal ini berarti bahwa sila pertama memberi pancaran keagamaan,
memberi bimbingan pada pelaksanaan sila-sila yang lain.
7. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa, maka asas
kebebasan memeluk agama ini harus diikuti dengan asas toleransi antar
pemeluk agama, saling menghargai dan menghormati antara pemeluk agama
yang satu dengan pemeluk agama yang lain dalam menjalankan ibadah
menurut agama mereka masing-masing.
8. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan
duniawi/kemasyarakatan. Dua-duanya merupakan satu sistem sebagaimana
satunya jiwa dan raga dalam kehidupan manusia. Agama sebagai alat untuk
mengatur kehidupan di dunia, sehingga dapat mencapai kehidupan akhirat yang
baik. Kehidupan beragama tidak bisa lepas dari pembangunan masyarakat itu
sendiri, bangsa dan negara demi terwujudnya keadilan dan kemakmuran materi
maupun spiritual bagi rakyat Indonesia. Semakin kuat keyakinan dalam agama,
semakin besar kesadaran tanggungjawabnya kepada Tuhan, bangsa, dan
negara, semakin besar pula kemungkinan terwujudnya kesejahteraan,
kemakmuran, dan keadilan bagi bangsa itu sendiri.

2.4 Butir-butir Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila pertama berbunyi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Sesuai dengan
Pedoman Panghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang tercantum dalam
Tap. MPR No.II/MPR/1978 tentang butir-butir pengamalan pancasila, sila
pertama ini mempunyai makna bahwa :

14
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercaannya masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
4. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
5. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing masing.
6. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.
Berdasarkan butir-butir sila pertama tersebut, telah jelas bahwa masyarakat
Indonesia diberi kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-
masing. Tidak ada paksaan untuk memeluk suatu agama. Hal ini juga dijelaskan
dalam undang-undang dasar 1945 pasal 29, ayat 1 dan 2. Ayat 1 berbunyi
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, sedangkan ayat 2
berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu.
Manusia selain merupakan mahluk ciptaan Tuhan juga merupakan mahluk sosial,
yang berarti bahwa manusia memerlukan pergaulan dengan manusia lainnya.
Setiap manusia perlu bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya.
Bangsa Indonesia yang beraneka agama, menjalankan ibadahnya masing -
masing dimana pemeluk melaksanakan ajaran agama sesuai dengan norma
agamanya. Agar tidak terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda,
maka hendaknya dikembangkan sikap toleransi beragama, yaitu sikap hormat
menghormati sesama pemeluk agama yang berbeda, sikap menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai ajaran agama masing-masing, dan tidak

15
boleh memaksakan suatu agama kepada orang lain. Toleransi beragama tidak
berarti bahwa ajaran agama yang satu bercampur aduk dengan ajaran agama
lainnya.

2.5 Penerapan Pancasila Sila Pertama dalam Kehidupan Berbangsa


Kita manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus mempunyai suatu
kewajiban untuk beriman dan bertakwa dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak
melakukan berbagai kegiatan. seperti berdagang, bertani, guru, pengusaha, dan
sebagainya. selain itu, kita selalu mengadakan hubungan dalam bentuk
komunikaasi dengan orang lain.
Perbuatan yang kita lakukan tersebut, perlu dilandasi dengan iman dan
takwa yang kuat. Mengapa? Sebab jika perbuatan itu tidak dilandasi dengan iman
dan takwa, manusia akan lepas kendali. Bila keadaannya demikian, manusia
cenderunng mempunyai sifat ingin mencari, berkuasa, dan sombong.
Contoh:
1. Kita tahu, bahwa sekarang serba cangih. Salah satunya adalah diciptakannya
pesawat ulang-alik oleh bangsa Amerika. Pesawat ini dapat pergi ke bulan
dengan waktu yang singkat dan dapat ditumpangi manusia. Dalam perbuatan
dan penggunaan alat ini bila tidak dilandasi dengan rasa iman dan takwa,
manusia cenderung bersifat sombong. Maka akan menimbulkan bencana untuk
sendirinya.
2. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing dengan sungguh.
Kita jangan sampai salah mengerti akan arti beribadah. Beribadah itu tidak
hanya sekedar bersembahyang atau berdoa di tempat-tempat ibadah, seperti
masjid, gereja, kuil, pagoda, atau pura. Melainkan harus diimbangi dengan
perbuatan-perbuatan baik sesuai dengan perintah Tuhan. Menjalankan
perintah-Nya, yaitu menjalankan perintah dan menjauhi larangan.
3. Menyayangi binatang; menyayangi tumbuh-tumbuhan dan merawatnya; selalu
menjaga kebersihan dan sebagainya. Dalam Islam bahkan ditekankan, bahwa
Allah tidak suka pada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi,
tetapi Allah senang terhadap orang-orang yang selalu bertaqwa dan selalu

16
berbuat baik. Lingkunagn hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang
Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-
Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap
dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan Bangsa Indonesia
serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas
hidup itu sendiri.
4. Sungguh disayangkan, bila ada orang yang mengaku beriman dan beragama,
tetapi perbuatannya sehari-hari masih suka berjudi, menipu, memfitnah,
membunuh sesama manusia, mencuri, merampok, memperkosa, dan
sebagainya. untuk itu, kita harus mawas diri (intropeksi).

2.6 Sikap Toleransi Antar Umat Beragama


Karena kita sebagai makhluk social, tidak bisa lepas dari bantuan rang
lain. Jadi sikap toleransi itu sangatlah perlu dilakukan , sebagai makhluk social
yang memerlukan bantuan terlebih dahulu maka kitalah yang hendaknya terlebih
dahulu mengembangkan sikap toleransi itu, sebelum orang lain yang bertoleransi
kepada kita . jadi jika kita memerlukan bantuan orang lain, maka dengan tidak
ragu lagi orang itu pasti akan membantu kita, karena terlebih dahulu kita sudah
membina hubungan baik dengan mereka yaitu saling bertoleransi
Sikap toleransi akan menciptakan adanya kerukunan hidup. Jika dalam
suatu masyarakat masing - masing individu tidak yakin bahwa sikap toleransi
akan menciptakan adanya kerukunan, maka bisa dipastikan jika dalam masyarakat
tersebut tidak akan tercipta kerukunan. Sikap toleransi dapat diartikan pula
sebagai sikap saling menghargai, jika kita sudah saling menghargai otomatis akan
tercipta kehudupan yang sejahtera.
Disini terlihat jelas bahwa upaya untuk mempererat hubungan manusia
dengan manusia tidak bisa lepas dari usaha toleransi, karena seperti apa yang
sudah kita ketahui bahwa sikap toleransi sama pengertiannya dengan saling
menghormati dan menghargai satu sama lain dan saling gotong royong membantu
masyarakat lainnya.
Kehidupan gotong royong dapat kita lihat baik dari lingkungan didesa

17
maupun kota. Sebagai contohnya : Jika ada anggota keluarga yang meninggal
dunia, tanpa diundang tetangga - tetangga pasti akan datang turut
berbelasungkawa. Hal tersebut sudah menunjukkan bahwa sudah terjalinnya sikap
toleransi dalam bermasyarakat.
Adapun hidup saling membantu dan tolong menolong antar sesama umat
manusia dengan penuh tenggang rasa bersumber dari rasa kemanusiaan dan
merupakan perbuatan yang luhur.
Maka dari itu dapat ditarik kesimplan bahwa toleransi sangat erat
hubungannya dengan usaha menpererat hubungan manusia dengan manusia,
karena adanya toleransi dalam kehidupan sehari-hari akan tercipta kehidupan yang
harmonis, sejahtera an damai.

18
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Makna dari pancasila sila pertama adalah adanya hubungan antara manusia
dengan tuhan karena manusia adalah makhluk Tuhan. Hal itu di aplikasikan
dengan kita menganut agama dan menjalankan syariat sesuai dengan agama
masing – masing. Sehingga meskipun agama berbeda tetapi tujuannya adalah
sama yaitu berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Negara juga berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan yang demikian ini menunjukan bahwa
Negara Indonesia Yang berdasar pancasila adalah bukan negara sekuler yang
memisahkan agama dan negara. Warga Negara Indonesia juga di beri kebebasan
dalam hal memeluk agama menurut kepercayaan dan keyakinan mereka.

3.2 Saran
Kita sebagai manusia perlu melandasi keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam setiap perbuatan, sebab jika tidak dilandasi dengan
iman dan takwa, manusia akan lepas kendali yaitu mempunyai sifat ingin mencari
yang lebih, berkuasa, dan sombong.
Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus mengembangkan sikap
percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yaitu dengan cara pembinaan,
yaitu dengan keteladanan dan memberikan penyuluhan. Hal itu semua harus kita
terapkan dalam kehidupan keluarga, lingkungan sekolah/kampus, serta
lingkungan masyarakat.

19
Sehingga dengan berpedoman kepada Pancasila terhadap Ketuhanan Yang
Maha Esa sesama manusia dapat mengembangkan sikap saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
masing dan tidak dapat memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyono, K. 2009. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Bandung:


Alfabeta.

Fadjar, A. 1992. Pancasila Dasar Filsafah Negara, Prinsip-Prinsip


Pengembangan Kehidupan Beragama. Yogyakarta: UMM-Press.

Kansil, C. S.T. 2006. Modul Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: PT.


Pradnya Paramita.

Mukti, A. 1997. Agama dalam Pergumpulan Masyarakat Kontemporer.


Yogyakarta: PT. Tiara Wicana Yogya.

Oesman, O., Alfian. 1996. Pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai


Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. Jakarta: CV.
Terbuka.

Wahjono, P. 1993. Bahan-Bahan Pedoman Penghayatan dan Pengamatan


Pancasila. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

20

Anda mungkin juga menyukai