Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat
pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sansekerta
ataupun bahasa Pali. Kata ketuhanan yang berasal dari kata tuhan yang diberi
imbuhan ke- dan -an bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan
berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan. Kata
Maha berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa berarti mulia atau besar
(bukan dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti sangat. Kata “esa”
juga berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau
tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu
pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini”.
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat dikesimpulan bahwa arti
dari Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan yang hanya satu, bukan
mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu.
Tetapi sesungguhnya Ketuhanan Yang Maha Esa berarti sifat-sifat Luhur atau
2
Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari
Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan Tuhannya.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara
menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk
beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya
terkandung dalam:
1. Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, yang antara lain berbunyi: “Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” dari bunyi kalimat ini membuktikan
bahwa negara Indonesia bukan negara agama, yaitu negara yang didirikan
atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas
landasan Pancasila atau negara Pancasila.
2. Pasal 29 UUD 1945
3. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
4. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya
Berdasarkan butir-butir pancasila yang telah ada dapat dikembangkan
mengenai pengembangan kehidupan beragama bahwa :
1. Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia pada adanya dan kekuasaan Tuhan
Yang Maha Esa. Pernyataan ini tidak saja dapat terbaca dalam Pembukaan
UUD 1945 dimana perumusan Pancasila itu terdapat tetapi dijabarkan lagi
dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri pasal 29 ayat 1, yang berbunyi sebagai
berikut : “ Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa ”. Adanya
pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa secara yuridis
constitutional ini, mewajibkan pemerintah/aparat Negara untuk memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur. Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari
keberhasilan bangsa Indonesia untuk menuju
3
pada apa yang benar baik dan adil. Dasar ini merupakan pengikat moril bagi
pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas Negara, seperti memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadat menurut
agama dan kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945).Jaminan
kemerdekaan beragama yang secara yuridis constitutional ini membawa
konsekuensi pemerintah sebagai berikut:
a. Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap kehidupan
keagamaan yang sehat.
b. Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha
penyebaran agama, baik penyebaran agama dalam arti kualitatif maupun
kuantitatif.
c. Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu agama.
d. Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih agama.
b. Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama bangsa
Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena itu
kehidupan beragama harus dapat membawa persatuan dan kesatuan
bangsa, harus dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan
beradap, harus dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi, sehingga
membawa seluruh rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan
kemakmuran lahir dan batin. Dalam hal ini berarti bahwa sila pertama
memberi pancaran keagamaan, memberi bimbingan pada pelaksanaan sila-
sila yang lain.
3. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa, maka asas
kebebasan memelu agama ini harus diikuti dengan asas toleransi antar
pemeluk agama, saling menghargai dan menghormati antara pemeluk agama
yang satu dengan pemeluk agama yang lain dalam menjalankan ibadah
menurut agama mereka masing-masing.
4
4. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan
duniawi/kemasyarakatan. Agama sebagai alat untuk mengatur kehidupan di
dunia, sehingga dapat mencapai kehidupan akhirat yang baik. Semakin kuat
keyakinan dalam agama, semakin besar kesadaran tanggungjawabnya kepada
Tuhan bangsa dan Negara, semakin besar pula kemungkinan terwujudnya
kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi bangsa itu sendiri
5
BAB II PEMBAHASAN
6
masyarakat yang sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Paradigma pengembangan adalah suatu model, pola yang merupakan
sistem berfikir sebagai upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan sesuai
dengan cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik secara
kuantitatif maupun kualitatif (Merdekawati, 2008: 26).
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara
normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai
konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia, Sementara negara
merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia, dengan demikian
pancasila sebagai landasan dan tolak ukur dari penyelenggaraan bernegara
termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-Nilai dasar Pancasila dikembangkan dari hakikat manusia yang
menurut Pancasila adalah manusia adalah makhluk monopluralis. Ciri-ciri kodrat
manusia sebagai mahkluk monopluralisme adalah sebagai berikut:
a. Susunan kodrat manusia terdiri dari jiwa dan raga
b. Sifat kodrat manusia sebagai individu dan social
c. Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan.
2.1.2 Pancasila dan Agama
Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan negara
dan agama merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui The Founding
Fathers Negara Republik Indonesia. Konsep pemikiran para pendiri negara yang
tertuang dalam Pancasila merupakan karya khas yang secara antropologis
merupakan local genius bangsa Indonesia (Ayathrohaedi dalam Kaelan, 2012).
Begitu pentingnya memantapkan kedudukan Pancasila, maka Pancasila pun
mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan
berbagai agama.
Tuhan menurut terminologi Pancasila adalah Tuhan Yang Maha Esa,
yang tak terbagi, yang maknanya sejalan dengan agama Islam, Kristen, Budha,
7
Hindu dan bahkan juga Animisme (Chaidar, 1998: 36).
8
Secara lengkap pentingnya dasar Ketuhanan ketika dirumuskan oleh
founding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir. Soekarno pada 1 Juni
1945, ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag) yang
menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber- Tuhan,
tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri.
Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam
menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya
menurut kitab kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan.
Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat
menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan.
Secara kebudayaan yakni dengan tiada “egoisme agama”. Dan
hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang ber- Tuhan” (Zoelva, 2012).
Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasila, keduanya dapat berjalan
saling menunjang dan saling mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan
tidak boleh dipertentangkan. Juga tidak harus dipilih salah satu dengan sekaligus
membuang dan menanggalkan yang lain. Selanjutnya Kiai Achamd Siddiq
menyatakan bahwa salah satu hambatan utama bagi proporsionalisasi ini
berwujud hambatan psikologis, yaitu kecurigaan dan kekhawatiran yang datang
dari dua arah (Zada dan Sjadzili, 2010: 79).
9
dalam zat-Nya, dalam sifat-Nya maupun dalam perbuatan-Nya. Tuhan sendirilah
yang maha mengetahui, dan tiada yang sanggup menandingi keagungan-Nya.
Tidak ada yang bisa mengatur-Nya karena Tuhan mengatur segala aturan. Tuhan
tidak diciptakan oleh makhluk lain melainkan Tuhan yang Menciptakan
segalanya. Bahagia, tertawa, sedih, tangis, duka dan gembira juga Tuhan yang
menentukan.
Selanjutnya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan sifat bangsa
Indonesia yang percaya bahwa ada kehidupan lain di masa nanti setelah
kehidupan di dunia sekarang. Hal ini memberikan dorongan untuk mengejar nilai-
nilai yang dianggap luhur yang akan membuka jalan bagi kehidupan yang baik di
masa akan datang (akhirat). Hal ini menyebabkan prinsip Ketuhanan Yang Maha
Esa dianggap sebagai sumber pokok dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia,
termasuk sumber pokok atau norma dasar dari segala peraturan-peraturan
masyarakat, yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, baik
sebagai perseorangan maupun kelompok masyarakat, dan hubungan antar umat
dan penciptanya.
Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam
semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa
yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan
Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya terbatas.
10
5. Frasa Ketuhanan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus
memiliki agama monoteis namun frasa ini menekan ke-Esaan dalam beragama.
6. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah
menurut agamanya.
7. Negara memberi fasilitas bagi tumbuh kembangnya agama dan iman
warganegara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
8. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam
beribadah menurut agama masing-masing.
Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia ini seperti halnya makhluk
lain diciptakan oleh penciptaannya. Pencipta itu adalah Causa Prima yang
mempunyai hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk
yang dicipta wajib menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam konteks bernegara, maka dalam masyarakat yang berdasarkan Pancasila,
dengan sendirinya dijamin kebebasan memeluk agama masing-masing.
Sehubungan dengan agama itu perintah dari Tuhan dan merupakan sesuatu
yang harus dilaksanakan oleh manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh
Tuhan, maka untuk menjamin kebebasan tersebut di dalam alam Pancasila seperti
kita alami sekarang ini tidak ada pemaksaan beragama, atau orang memeluk
agama dalam suasana yang bebas dan mandiri. Oleh karena itu dalam masyarakat
Pancasila dengan sendirinya agama dijamin berkembang dan tumbuh subur dan
konsekuensinya diwajibkan adanya toleransi beragama.
Jika ditilik secara historis, memang pemahaman kekuatan yang ada di luar
diri manusia dan di luar alam yang ada ini atau adanya sesuatu yang bersifat
adikodrati (di atas / di luar yang kodrat) dan yang transeden (yang mengatasi
segala sesuatu) sudah dipahami oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejak zaman
nenek moyang sudah dikenal paham animisme, dinamisme, sampai paham
politheisme. Kekuatan ini terus saja berkembang di dunia sampai masuknya
agama-agama Hindu, Budha, Islam, Nasrani ke Indonesia, sehingga kesadaran
akan monotheisme di masyarakat Indonesia semakin kuat. Oleh karena itu
tepatlah jika rumusan sila pertama Pancasila adalah Ketahuan Yang Maha Esa
Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaban daripada
11
makhluk hidup dan siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan dari makhluk dan
siapapun justru disebabkan oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan
adalah Prima Causa yaitu sebagai penyebab pertama dan utama atas timbulnya
sebab-sebab yang lain.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan
Ketahuan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin
kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertian yang terkandung
dalam:
1. Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga, yang antara lain berbunyi:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” dari bunyi kalimat ini
membuktikan bahwa negara Indonesia bukan negara agama, yaitu negara yang
didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang
didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.
2. Pasal 29 UUD 1945
a. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan
dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti
terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan
paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan kerukunan hidup
beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh
atau menurut tuntutan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan
kesejukan di dalam kehidupan beragama .
Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model hidup yang meliputi:
a. Kerukunan hidup antar umat seagama
b. Kerukunan hidup antar umat beragama
c. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah
Di dalam memahami sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya
para pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada
12
pemeluk agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama
yang dianutnya.
Sila pertama ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa
Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila
kedua sampai dengan Sila kelima.
13
6. Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih agama.
Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama
bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena
itu kehidupan beragama harus dapat membawa persatuan dan kesatuan bangsa,
harus dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradap, harus
dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi, sehingga membawa seluruh
rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan kemakmuran lahir dan
batin. Dalam hal ini berarti bahwa sila pertama memberi pancaran keagamaan,
memberi bimbingan pada pelaksanaan sila-sila yang lain.
7. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa, maka asas
kebebasan memeluk agama ini harus diikuti dengan asas toleransi antar
pemeluk agama, saling menghargai dan menghormati antara pemeluk agama
yang satu dengan pemeluk agama yang lain dalam menjalankan ibadah
menurut agama mereka masing-masing.
8. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan
duniawi/kemasyarakatan. Dua-duanya merupakan satu sistem sebagaimana
satunya jiwa dan raga dalam kehidupan manusia. Agama sebagai alat untuk
mengatur kehidupan di dunia, sehingga dapat mencapai kehidupan akhirat yang
baik. Kehidupan beragama tidak bisa lepas dari pembangunan masyarakat itu
sendiri, bangsa dan negara demi terwujudnya keadilan dan kemakmuran materi
maupun spiritual bagi rakyat Indonesia. Semakin kuat keyakinan dalam agama,
semakin besar kesadaran tanggungjawabnya kepada Tuhan, bangsa, dan
negara, semakin besar pula kemungkinan terwujudnya kesejahteraan,
kemakmuran, dan keadilan bagi bangsa itu sendiri.
14
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercaannya masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
4. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
5. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing masing.
6. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.
Berdasarkan butir-butir sila pertama tersebut, telah jelas bahwa masyarakat
Indonesia diberi kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-
masing. Tidak ada paksaan untuk memeluk suatu agama. Hal ini juga dijelaskan
dalam undang-undang dasar 1945 pasal 29, ayat 1 dan 2. Ayat 1 berbunyi
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, sedangkan ayat 2
berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu.
Manusia selain merupakan mahluk ciptaan Tuhan juga merupakan mahluk sosial,
yang berarti bahwa manusia memerlukan pergaulan dengan manusia lainnya.
Setiap manusia perlu bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya.
Bangsa Indonesia yang beraneka agama, menjalankan ibadahnya masing -
masing dimana pemeluk melaksanakan ajaran agama sesuai dengan norma
agamanya. Agar tidak terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda,
maka hendaknya dikembangkan sikap toleransi beragama, yaitu sikap hormat
menghormati sesama pemeluk agama yang berbeda, sikap menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai ajaran agama masing-masing, dan tidak
15
boleh memaksakan suatu agama kepada orang lain. Toleransi beragama tidak
berarti bahwa ajaran agama yang satu bercampur aduk dengan ajaran agama
lainnya.
16
berbuat baik. Lingkunagn hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang
Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-
Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap
dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan Bangsa Indonesia
serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas
hidup itu sendiri.
4. Sungguh disayangkan, bila ada orang yang mengaku beriman dan beragama,
tetapi perbuatannya sehari-hari masih suka berjudi, menipu, memfitnah,
membunuh sesama manusia, mencuri, merampok, memperkosa, dan
sebagainya. untuk itu, kita harus mawas diri (intropeksi).
17
maupun kota. Sebagai contohnya : Jika ada anggota keluarga yang meninggal
dunia, tanpa diundang tetangga - tetangga pasti akan datang turut
berbelasungkawa. Hal tersebut sudah menunjukkan bahwa sudah terjalinnya sikap
toleransi dalam bermasyarakat.
Adapun hidup saling membantu dan tolong menolong antar sesama umat
manusia dengan penuh tenggang rasa bersumber dari rasa kemanusiaan dan
merupakan perbuatan yang luhur.
Maka dari itu dapat ditarik kesimplan bahwa toleransi sangat erat
hubungannya dengan usaha menpererat hubungan manusia dengan manusia,
karena adanya toleransi dalam kehidupan sehari-hari akan tercipta kehidupan yang
harmonis, sejahtera an damai.
18
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Makna dari pancasila sila pertama adalah adanya hubungan antara manusia
dengan tuhan karena manusia adalah makhluk Tuhan. Hal itu di aplikasikan
dengan kita menganut agama dan menjalankan syariat sesuai dengan agama
masing – masing. Sehingga meskipun agama berbeda tetapi tujuannya adalah
sama yaitu berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Negara juga berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan yang demikian ini menunjukan bahwa
Negara Indonesia Yang berdasar pancasila adalah bukan negara sekuler yang
memisahkan agama dan negara. Warga Negara Indonesia juga di beri kebebasan
dalam hal memeluk agama menurut kepercayaan dan keyakinan mereka.
3.2 Saran
Kita sebagai manusia perlu melandasi keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam setiap perbuatan, sebab jika tidak dilandasi dengan
iman dan takwa, manusia akan lepas kendali yaitu mempunyai sifat ingin mencari
yang lebih, berkuasa, dan sombong.
Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus mengembangkan sikap
percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yaitu dengan cara pembinaan,
yaitu dengan keteladanan dan memberikan penyuluhan. Hal itu semua harus kita
terapkan dalam kehidupan keluarga, lingkungan sekolah/kampus, serta
lingkungan masyarakat.
19
Sehingga dengan berpedoman kepada Pancasila terhadap Ketuhanan Yang
Maha Esa sesama manusia dapat mengembangkan sikap saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
masing dan tidak dapat memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
20