Materi khutbah Idul Fitri berikut ini menekankan pentingnya bagi umat Islam merajut tali
silaturahim dan saling membantu di masa-masa susah seperti sekarang. Jamaah juga
diingatkan tentang pentingnya mempertahankan kualitas ibadah Ramadhan untuk
diteruskan pada hari-hari pasca-Ramadhan.
Baca juga: Kumpulan Khutbah Idul Fitri Terfavorit
ADVERTISEMENT
Teks khutbah Idul Fitri berikut ini berjudul "Khutbah Idul Fitri: Pandemi, Hari Raya, dan
Hal yang Mesti Dilakukan". Untuk mencetak naskah khutbah ini, silakan klik ikon print
berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga
bermanfaat! (Redaksi)
Khutbah I
َ ْ ِ ِ ّ ا.
ُ ْ ِ َ ْ ِ ا ّٰ ِ و َ ِ َ ْ َ ِ ِ َ ِ ٰ ِ َ َ ْ َ ْ َ ُ ا:ِ ْ ِ َ ِ َ ِ ِ ا ِ ِ ِ َ ا،ِ ْ ِ َ ِ َ ْ َى ا ّٰ ِ ا َ ِ ِ ّ ا ِ ْ َ َ َ و ِ ْ ُ ْ و،ُ ْ َ ّ أ
٥٨ : ) ُ َ َ ْ ٌ ِ ّ َ ْ َ ُ نَ ) رة
ADVERTISEMENT
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Wasiat takwa senantiasa dan akan terus mengawali setiap khutbah. Karena dalam
kehidupan abadi di akhirat kelak, tidak ada yang bermanfaat bagi kita kecuali takwa dan
amal shalih. Untuk itu, marilah kita berusaha untuk selalu meningkatkan ketakwaan kita
kepada Allah ta’ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh
larangan-Nya.
ُ ْ َ ْ و َ ِ ّٰ ِ ا،ُ َ ْ ا ّٰ ُ أ ْ َ ُ ا ّٰ ُ أ ْ َ ُ ا ّٰ ُ أ
ADVERTISEMENT
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Betapa besar kegembiraan seorang Mukmin dengan kebaikan-kebaikan yang mampu ia
laksanakan di bulan Ramadhan. Dan betapa mulia seorang Mukmin yang tetap berbuat
taat setelah meninggalkan Ramadhan. Memang kegembiraan dengan datangnya hari raya
Idul Fitri sangatlah besar dan agung. Namun kegembiraan akan menjadi bertambah agung
dan besar ketika seorang Mukmin yang bertakwa mendapati sesuatu yang
menggembirakannya dalam catatan amalnya di akhirat kelak, di saat banyak orang ketika
itu tengah merugi dan celaka.
Maknanya: “Setiap kaum memiliki hari raya dan hari ini adalah hari raya kita” (HR al-
Bukhari dan lainnya).
Hari raya adalah hari kegembiraan dan kebahagiaan. Kegembiraan dan kebahagiaan kaum
Muslimin di dunia adalah ketika mampu menyempurnakan ketaatan kepada Allah. Mereka
berharap pahala dari Allah karena yakin bahwa dengan karunia dan rahmat-Nya, Allah
akan menganugerahkan pahala kepada mereka. Allah ta’ala ber rman:
٥٨ : ) ُ ْ ِ َ ْ ِ ا ّٰ ِ و َ ِ َ ْ َ ِ ِ َ ِ َ ِ َ َ ْ َ ْ َ ُ ا ُ َ َ ْ ٌ ِ ّ َ ْ َ ُ نَ ) رة
Maknanya: “Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan” (QS Yunus: 58)
ُ ْ َ ْ و َ ِ ّٰ ِ ا،ُ َ ْ ا ّٰ ُ أ ْ َ ُ ا ّٰ ُ أ ْ َ ُ ا ّٰ ُ أ
Hadirin jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,
Di antara perilaku yang ditekankan oleh syariat untuk kita lakukan pada momen bahagia
seperti hari raya adalah silaturahim. Perilaku ini diajarkan kepada kita oleh Baginda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan perbuatan dan perkataanya. Setelah Jibril
pertama kali membawa wahyu kepada beliau, beliau menceritakan hal itu kepada Sayyidah
Khadijah mengenai apa yang terjadi. Khadijah radhiyallahu ‘anha berkata:
َ َ ُ ْ ِ ُ و، َ ْ ّ ِي ا
ْ ْ َ َ و،َ و َ َ ْ ِ ُ ا ْ َ ْ ُ ْوم، َ ْ ِ َ ْ و َ ْ ُقُ ا،َ ِ ّ إ ّ َ َ َ ِ ُ ا،ْ ِ ْ َ ا ْ َ َ ِ ّ و َأ ْ ُْ ا
ري )ا ّ َا ِ ِ )رواه ا
Maknanya: “Tetaplah teguh Wahai anak pamanku dan berharaplah yang baik, sungguh
engkau adalah orang yang betul-betul menyambung tali silaturahim, jujur dalam berbicara,
memberi kepada orang yang fakir, menjamu tamu dan membantu orang lain dalam
kesulitan-kesulitan” (HR al-Bukhari).
ري ) َ َ ْ ُ ُ ا ْ َ ّ َ َ ِ ٌ )رواه ا
Maknanya: “Tidak akan masuk surga (bersama orang-orang yang lebih awal masuk surga)
orang yang memutus silaturahim” (HR al-Bukhari dan Muslim).
ْ ُ َ أو َ ِ َ ا ّ ِ َ َ َ َ ُ ُ ا ّٰ ُ َ َ ّ ُ ْ و َأ ْ َ أ ْ َ ر،ْ ُ َ َ ض و َ ُ َ ّ ِ ُ ا أ ْر
ِ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ إ ْن َ َ ّ ْ ُ ْ أ ْن ُ ْ ِ ُوا ِ ا ْ ْر
٢٣-٢٢ : ّ )) رة
Maknanya: “Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa kalian akan membuat kerusakan di
muka bumi dan memutuskan silaturahim?. Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh
Allah dan dibuat tuli pendengarannya dan dibutakan penglihatannya” (QS Muhammad:
22-23)
Yang dimaksud dengan Rahim atau Arham yang wajib disambung adalah para kerabat kita
baik dari jalur ayah atau ibu, seperti paman dan bibi serta putra putri mereka
ُ ْ َ ْ و َ ِ ّٰ ِ ا،ُ َ ْ ا ّٰ ُ أ ْ َ ُ ا ّٰ ُ أ ْ َ ُ ا ّٰ ُ أ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Memutus silaturahim artinya apabila seseorang melakukan sesuatu yang menyebabkan
renggang dan putusnya hubungan dengan kerabatnya. Hal itu seperti tidak mengunjungi
mereka dalam momen kebahagiaan atau momen kesedihan, tidak menelepon mereka sama
sekali atau tidak mau memberikan bantuan kepada kerabat yang membutuhkan padahal ia
mampu.
Hari raya adalah salah satu momen kegembiraan. Karenanya pada hari ini kita sangat
dianjurkan untuk menyambung silaturahim dengan keluarga dan kerabat kita. Silaturahim
dapat dilakukan dengan berbagai cara di musim pandemi seperti saat ini. Tidak harus
memaksakan diri mudik untuk bersilaturahim dengan keluarga karena hal itu bisa sangat
membahayakan diri dan orang lain di masa pandemi. Saling menelepon atau berkirim
pesan misalkan adalah cara silaturahim yang paling aman di saat-saat seperti ini.
Janganlah kita terjerat dengan tipu daya setan yang mendorong kita untuk mengatakan,
“Kerabatku itu telah menyakitiku, maka aku tidak akan mengunjunginya,” “Kerabatku itu
tidak mengunjungiku maka aku memutus hubungan dengannya,” dengan dalih membalas
perlakuan buruk dengan keburukan. Perilaku semacam ini adalah sebab terhalang dari
kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ري ) َ ْ َ ا ْ َا ِ ُ ِ ْ ُ َ ِ ِ و َ ٰ ِ ّ ا ْ َا ِ َ َ ْ و َ َ َ ر َ ِ َ ُ إذ َا َ َ َ ْ )رواه ا
Hadits ini menyatakan bahwa silaturahim seseorang terhadap kerabat yang memutus
silaturahim dengannya lebih utama daripada silaturahim terhadap kerabat yang
menyambung shilaturahim dengannya. Allah ta’ala ber rman:
: ّ ِ َ أ ْ َ ُ َ ذ َا ا ّ ِي َ ْ َ َ و َ َ ْ َ ُ َ َاوَة ٌ َ ّ ُ و َ ِ ّ َ ِ ٌ ) رة ِ ّ ِ ْ َ َ ْ َ ِي ا ْ َ َ َ ُ و َ َ ا ّ ِّ َ ُ ا ْد َ َو
٣٤)
Maknanya: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan
seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia” (QS Fushshilat: 34).
Yang dimaksud “tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik” adalah seperti
menyikapi marah dengan sabar, tindakan yang bodoh dibalas dengan sikap bijak dan
memberi maaf, dan perbuatan buruk dibalas dengan perbutan baik. Sikap seperti ini akan
menyatukan hati dan mengubah keadaan.
Maknanya: “Mahabbah (kecintaan dan pemberian nikmat)-Ku aku berikan kepada orang-
orang yang saling mencintai karena-Ku, mahabbah-ku aku berikan kepada orang-orang
yang saling menasehati karena-ku, mahabbah-Ku aku berikan kepada orang-orang yang
saling berkunjung karena-Ku dan mahabbah-Ku aku berikan kepada orang-orang yang
saling memberi karena-Ku” (HR Ibnu Hibban).
َ ْ َ ْ َ ْ )رواه،ٍ ) َ ِ ا ْ َ َ عَ ِ ْ ُ ْ أ ْن َ ْ َ ِ َ ِ َ ا ّ رِ و َ َ ْ ِ ِ ّ ِ َ ْ َة
Maknanya: “Barang siapa yang dapat melindungi dirinya dari neraka walaupun dengan
bersedekah dengan separuh dari buah kurma, hendaklah ia lakukan” (HR Muslim).
Di masa-masa sulit seperti saat ini, ketika banyak orang kehilangan pekerjaan, banyak
orang sulit mencari pekerjaan, banyak orang jatuh miskin, banyak orang membutuhkan
bantuan, maka jangan lupakan sedekah. Kita mulai bersedekah dan membantu kerabat kita
yang membutuhkan. Karena bersedekah kepada kerabat tercatat dua pahala, pahala
silaturahim dan pahala sedekah. Lalu kita bersedekah dan membantu tetangga-tetangga
kita yang membutuhkan. Dan jika kita mampu, setelah itu kita bersedekah dan membantu
setiap orang yang membutuhkan bantuan. Dengan sedekah, bisa jadi kita akan dihindarkan
dari wabah dan berbagai penyakit dan keburukan. Bahkan dengan sedekah, bisa jadi kita
akan dihindarkan dan dijauhkan dari api neraka serta dimasukkan langsung ke dalam
surga.
ُ ْ َ ْ و َ ِ ّٰ ِ ا،ُ َ ْ ا ّٰ ُ أ ْ َ ُ ا ّٰ ُ أ ْ َ ُ ا ّٰ ُ أ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kami juga mengingatkan hadirin sekalian untuk berpuasa sunnah enam hari di bulan
Syawal. Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ل َ نَ َ ِ َ ِم ا ّ ْ ِ )رواه
ٍ َ م َ ر َ َ َ نَ وأ ْ َ َ ُ ِ ّ ِ ْ َ ّا َْ )
Maknanya: “Barang siapa berpuasa Ramadhan dan mengikutinya dengan puasa enam hari
di bulan Syawal, maka hal itu menyerupai puasa setahun penuh” (HR. Muslim)
Janganlah kita lewatkan kebaikan yang sangat agung ini, apalagi kita sudah terbiasa
berpuasa sebulan penuh selama Ramadhan. Karena pahala besar seperti ini belum tentu
akan kita dapat dalam amalan sunnah yang lain.
ُ ْ ِ ّ إ ّ ُ ُ َ ا ْ َ ُ ْر ُ ا،ُ َ ْ َ ْ ِ ُ ْوه،ْ ُ َ َ ل َ ْ ِ ْ ٰ َا و َأ ْ َ ْ ِ ُ ا َ ِ ْ و
ُ ْ ُ أ.
Khutbah II
Baca naskah khutbah lainnya:
Khutbah Idul Fitri: Tetap Bersilaturahim di Musim Pandemi
Khutbah Idul Fitri: Tiga Ciri Sukses Ramadhan di Momen Lebaran
Khutbah Idul Fitri 7 Menit di Rumah: Tiga Sikap Terpuji saat Wabah