Nim: 200110005
Kelas: A
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Saya sebagai penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
Kata pengantar...........................................................................................................
Daftar isi.....................................................................................................................
BAB l PENDAHULUAN
A.Latar belakang................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................
BAB l
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Dalam hal ini kita tau Bersama bahwa Agama memiliki peran yang amat penting dalam
kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu
kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari peran agama amat penting bagi
kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi
sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga,
Satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan maupun masyarakat.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual dan membentuk iman dan
percaya kita kepada Tuhan agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral
sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan,
pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut
pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang
aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan Agama Kristen (PAK), sangat tepat dalam rangka mewujudkan model PAK
yang bertujuan mencapai transformasi nilai-nilai kristiani dalam kehidupan kita yang mau
percaya kepada-Nya.memberikan ruang yang sama kepada setiap manusia dengan keunikan yang
berbeda untuk mengembangkan pemahaman iman kristiani sesuai dengan pemahaman, tingkat
kemampuan serta daya kreativitas masing-masing…Agama Kristen bukanlah “standar moral”
Kristen yang ditetapkan untuk mengikat kita umat yang yang beragama,melainkan dampingan
dan bimbingan bagi kita dalam melakukan perjumpaan dengan Tuhan Allah untuk
mengekspresikan hasil perjumpaan itu dalam kehidupan sehari-hari. Kita di mampukan untuk
memahami, mengenal dan bergaul dengan Tuhan Allah secara akrab karena seungguhnya Tuhan
Allah itu ada dan selalu ada dan berkarya dalam hidup kita. Dia adalah Sahabat dalam
Kehidupan kita sebagai Anak-anak Tuhan
Pada dasarnya PAK dimaksudkan untuk menyampaikan kabar baik (euangelion = injil),
yang disajikan dalam dua aspek, aspek ALLAH TRITUNGGAL (ALLAH BAPA, ANAK, DAN
ROH KUDUS) dan KARYANYA, dan aspek NILAI-NILAI KRISTIANI. Secara holistik, pada
Pendidikan mengacu pada dogma Allah Tritunggal dan karya-Nya. Pemahaman terhadap Allah
Tritunggal dan karya-Nya harus tampak dalam nilai-nilai kristiani yang dapat dilihat dalam
kehidupan keseharian peserta didik.kehidupan manusia, dan iman Kristen berfungsi sebagai
cahaya yang menerangi tiap sudut kehidupan manusia. dimulai dari lingkup yang paling kecil,
yaitu manusia sebagai ciptaan Allah, selanjutnya keluarga, teman, lingkungan di sekitar kita
setelah itu barulah dunia secara keseluruhan dengan berbagai dinamikanya.
Augustinus adalah seorang Bapa Gereja yang pandangan-pandangan teologinya yang sangat
berpengaruh dalam Gereja Barat. Dilahirkan di Tagaste, Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo
Regius pada tanggal 13 November 354. Ayahnya bernama Patricius seorang kafir dan Ibunya
bernama Monica seorang yang saleh dan penuh kasih. Memulai pendidikannya di Tagaste dan
kemudian belajar retorika dan Filsafat di Kartago. Dan menjadi seorang teolog besar dalam
sejarah gereja.
Kita ketahui trinitas adalah Allah, Bapa dan Roh Kudus, yang berarti tiga oknum satu
hakikat. Dan pada saat ini kita akan membahas bagaimana penghayatan doktrin trinitas menurut
tokoh Augustinus. Dimana ia berpendapat bahwa trinitas itu adalah Allah, Bapa dan Roh Kudus,
dimana mereka memiliki tiga pribadi satu hakikat, dan tidak dapat dipisah. Augustinus
menekankan keesaan Allah. Augustinus berkata bahwa itu adalah satu Allah, bukan setiap
pribadi dari tiga pribadi itu yang mempunyai satu hakikat, dan yang satu memiliki satu keilahian,
dan yang satu lagi keagungan, dan yang satu lagi kemuliaan, demikian juga yang satu memiliki
kehendak sedang yang lainnya kemungkinan untuk melaksanakan kehendak itu dalam kegiatan.
Karena itu kata Augustinus , tidak ada satu kegiatan di mana Allah Bapa saja, atau hanya anak
atau hanya roh kudus saja yang terlibat. Terhadap dunia ini, demikian Augustinus, Allah (yaitu
ketiga peribadi itu) memperlihatkan dan menampilkan “satu Prinsip” (unum principim).
Augustinus memahami keesaan Trinitas itu begitu kuat, sehingga ia mengatakan bahwa bukan
hanya Bapa, tetapi juga Anak dan Roh Kudus terlibat secara aktif dalam inkarnasi Anak. Untuk
mengungkapkan pandangan ini Augustinus menciptakan suatu formula yang persis, yang kira-
kira menjelaskan bahwa karya-karya Trinitas tidak dapat dipisahkan satu terhadap yang lainnya
BAB ll
KAJIAN TEORI
Marilah kita percaya pada… ke-Tritunggalan dari oknum-oknum yang saling berhubungan
dan yang adalah kesatuan yang sehakikat. Dan marilah kita coba mengertinya sambil berdoa
mohon bantuan dari Dia yang ingin kita mengerti… iman mencari, pengertian mendapatkan.
Inilalah sang nabi mengatakan, “jika kamu tidak percaya, kamu tidak akan mengerti” (Yes 7:9)
[19] Hingga kini, berdasarkan wibawa Alkitab, orang percaya dan mengakui doktrin
keTritunggalan, yaitu bahwa Allah adalah tiga oknum dalam satu hak
Doktrin Trinitas adalah salah satu doktrin yang menjadi perdebatan yang hebat dari masa
kemasa. Sejak timbulnya pemikiran akan sang pencipta maka dari situlah timbul pula pemikiran
akan manusia akan siapa penciptanya. Manusia terus berfikir akan hal itu sampai pada suatu titik
akan kepercayaan mereka masing-masing. Tuhan menyatakan dirinya melalui penyataan Umum
dan khusus. Dari situlah manusia dapat mengetahui bahwa adanya pencipta.
Orang Kristen sejak abad mula-mula sudah memikirkan pengetahuan tentang Allah dan
bagaimana Allah itu. Gagasan-gasan dan pandangan tentang Allah mulai muncul oleh karena
keingin tahuan manusia akan pribadi Allah hingga pada gagasan tentang Allah Trinitas. Memang
dalam alkitab tidak begitu menjelaskan secara rinci tentang Allah Trinitas, namun dalam hal ini
tidak berarti tidak ada sama sekali ayat yang menyiratkan akan hal itu.
Syahadat ‘Aku Percaya’ menyatakan bahwa rahasia sentral iman Kristen adalah Misteri
Allah Tritunggal. Maka Trinitas adalah dasar iman Kristen yang utama ((Gereja
Katolik , Katekismus Gereja Katolik, Edisi Indonesia., 234, 261.)) yang disingkapkan dalam diri
Yesus. Seperti kita ketahui di atas, iman kepada Allah Tritunggal telah ada sejak zaman Gereja
abad awal, karena didasari oleh perkataan Yesus sendiri yang disampaikan kembali oleh para
murid-Nya. Jadi, tidak benar jika doktrin ini baru ditemukan dan ditetapkan pada Konsili
Konstantinopel I pada tahun 359! Yang benar ialah: Konsili Konstantinopel I mencantumkan
pengajaran tentang Allah Tritunggal secara tertulis, sebagai kelanjutan dari Konsili Nicea (325)
((Konsili Nicea (325): Credo Nicea: “…Kristus itu sehakekat dengan Allah Bapa, Allah dari
Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar …”)), dan untuk
menentang heresies (ajaran sesat) yang berkembang pada abad ke-3 dan ke-4, seperti Arianisme
(oleh Arius 250-336, yang menentang kesetaraan Yesus dengan Allah Bapa) dan Sabellianisme
(oleh Sabellius 215 yang membagi Allah dalam tiga modus, sehingga seolah ada tiga Pribadi
yang terpisah).
Allah yang benar adalah Allah yang tidak terbatas. Allah yang melampaui segala sesuatu.
Allah Yang Esa. Allah yang tidak ada bandingnya, dan Allah menyatakan diri sebagai Allah
Tritunggal. Istilah Tritunggal ini memang tidak ada di dalam Alkitab, baik Perjanjian lama
maupun Perjanjian Baru. Yang tidak muncul di dalam Alkitab secara istilah, bukan berarti bukan
konsep Alkitab. Sebaliknya, istilah yang muncul di dalam Alkitab jika ditafsir secara keliru
menjadi bukan kebenaran Firman Tuhan. Faktanya, konsep atau doktrin Tritunggal ini terus
menerus muncul di dalam Alkitab. Tong menuliskan bahwa Tritunggal berarti tiga pribadi di
dalam satu Allah, atau di dalam esensi diri Allah, ada tiga pribadi.[1]
Secara etimologi, Kata Trinitas berasal dari bahasa Latin "trinus" dan "unitas" yang
berarti "tiga serangkai atau Tritunggal". Kata benda abstrak ini terbentuk dari kata
sifat trinus (tiga masing-masing, tiga kali lipat), sebagai kata unitas yang merupakan kata benda
abstrak yang dibentuk dari unus (satu).[2] Kata yang sesuai dalam bahasa Yunani adalah Τριάς,
yang berarti "satu set dari tiga" atau "berjumlah tiga".[3]
Tritunggal dapat diartikan bahwa tiga pribadi (Bapa, Anak, Roh Kudus) dalam satu kesatuan
pribadi Allah.
Doktrin Allah Tritunggal adalah doktrin Monotheisme (percaya hanya kepada Satu
Allah), dan bukan Politheisme (percaya kepada banyak Allah). Tong menuliskan bahwa:
Doktrin Allah Tritunggal termasuk monotheisme, yang percaya kepada Allah Yang Maha Esa.
Dan Allah Yang Maha Esa itu mempunyai Tiga Pribadi, bukan satu: Pribadi Pertama adalah
Allah Bapa, Pribadi Kedua adalah Allah Anak (Yesus Kristus), dan Pribadi Ketiga adalah Allah
Roh Kudus. Tiga Pribadi bukan berarti tiga Allah, dan satu Allah tidak berarti satu Pribadi. Tiga
Pribadi itu mempunyai sifat dasar atau esensi (Yunani: Ousia, Inggris: Substance) yang sama,
yaitu Allah. Allah Bapa adalah Allah. Allah Anak adalah Allah, dan Allah Roh Kudus adalah
Allah. Namun Ketiganya memiliki Satu Ousia, yaitu esensi Allah. Maka Ketiga Pribadi itu
adalah Satu Allah.[4]
Berikut ini adalah Dogma tentang Tritunggal Maha Kudus menurut Katekismus Gereja yang
telah berakar dari jaman jemaat awal:
1. Tritunggal adalah Allah yang satu. (Lihat KGK 253) Pribadi ini tidak membagi-bagi ke-
Allahan seolah masing-masing menjadi sepertiga, namun mereka adalah ‘sepenuhnya dan
seluruhnya’. Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa; dan Bapa
dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah dengan kodrat yang sama.
Karena kesatuan ini, maka Bapa seluruhnya ada di dalam Putera, seluruhnya ada dalam Roh
Kudus; Putera seluruhnya ada di dalam Bapa, dan seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Roh Kudus
ada seluruhnya di dalam Bapa, dan seluruhnya di dalam Putera.
2. Ketiga Pribadi ini berbeda secara real satu sama lain, yaitu di dalam hal hubungan
asalnya: yaitu Allah Bapa yang ‘melahirkan’, Allah Putera yang dilahirkan, Roh Kudus yang
dihembuskan. (Lihat KGK 254)
3. Ketiga Pribadi ini berhubungan satu dengan yang lainnya. Perbedaan dalam hal asal
tersebut tidak membagi kesatuan ilahi, namun malah menunjukkan hubungan timbal balik antar
Pribadi Allah tersebut. Bapa dihubungkan dengan Putera, Putera dengan Bapa, dan Roh Kudus
dihubungkan dengan keduanya. Hakekat mereka adalah satu, yaitu Allah. (Lihat KGK 255)
Banyak orang yang mempertanyakan ajaran tentang Trinitas, bahkan banyak orang yang
bukan Kristen mengatakan bahwa orang Kristen percaya akan tiga Tuhan. Tentu saja hal ini
tidak benar, sebab iman Kristiani mengajarkan Allah yang Esa. Namun bagaimana mungkin
Allah yang Esa ini mempunyai tiga Pribadi? Untuk memahami hal ini memang diperlukan
keterbukaan hati untuk memandang Allah dari sudut pandang yang mengatasi pola berpikir
manusia. Jika kita berkeras untuk membatasi kerangka berpikir kita, bahwa Allah harus dapat
dijelaskan dengan logika manusia semata-mata, maka kita membatasi pandangan kita sendiri,
sehingga kehilangan kesempatan untuk melihat gambaran yang lebih luas tentang Allah. Jika kita
berpikir demikian, kita bagaikan, maaf, memakai kacamata Kita mencukupkan diri kita dengan
pandangan Allah yang logis menurut pikiran kita dan tanpa kita sadari kita menolak tawaran
Allah agar kita lebih dapat mengenal DiriNya yang sesungguhnya.
Walaupun kita mengetahui bahwa konsep Trinitas ini tidak dapat dijelaskan hanya dengan
akal, bukan berarti bahwa Allah Tritunggal ini adalah konsep yang sama sekali tidak masuk akal.
Berikut ini adalah sedikit uraian bagaimana kita dapat mencoba memahami Trinitas, walaupun
pada akhirnya harus kita akui bahwa adanya tiga Pribadi dalam Allah yang Satu ini merupakan
misteri yang tidak cukup kita jelaskan dengan akal, sebab jika dapat dijelaskan dengan tuntas,
maka hal itu tidak lagi menjadi misteri. St. Agustinus bahkan mengatakan, “Kalau engkau
memahami-Nya, Ia bukan lagi Allah”. ((St. Agustinus, sermon. 52, 6, 16, seperti dikutip dalam
KGK 230.)) Sebab Allah jauh melebihi manusia dalam segala hal, dan meskipun Ia telah
mewahyukan Diri, Ia tetap tinggal sebagai rahasia/ misteri yang tak terucapkan. Di sinilah peran
iman, karena dengan iman inilah kita menerima misteri Allah yang diwahyukan dalam Kitab
Suci, sehingga kita dapat menjadikannya sebagai dasar pengharapan, dan bukti dari apa yang
tidak kita lihat (lih. Ibr. 11:1-2). Agar dapat sedikit menangkap maknanya, kita perlu mempunyai
keterbukaan hati. Hanya dengan hati terbuka, kita dapat menerima rahmat Tuhan, untuk
menerima rahasia Allah yang terbesar ini; dan hati kita akan dipenuhi oleh ucapan syukur tanpa
henti.
Mungkin kita pernah mendengar orang yang menjelaskan konsep Allah Tritunggal dengan
membandingkan-Nya dengan matahari: yang terdiri dari matahari itu sendiri, sinar, dan panas.
Atau dengan sebuah segitiga, di mana Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus
menempati masing-masing sudut, namun tetap dalam satu segitiga. Bahkan ada yang mencoba
menjelaskan, bahwa Trinitas adalah seperti kopi, susu, dan gula, yang akhirnya menjadi susu
kopi yang manis. Penjelasan yang menggunakan analogi ini memang ada benarnya, namun
sebenarnya tidak cukup, sehingga sangat sulit diterima oleh orang-orang non-Kristen. Apalagi
dengan perkataan, ‘pokoknya percaya saja’, ini juga tidak dapat memuaskan orang yang
bertanya. Jadi jika ada orang yang bertanya, apa dasarnya kita percaya pada Allah Tritunggal,
sebaiknya kita katakan, “karena Allah melalui Yesus menyatakan Diri-Nya sendiri demikian”,
dan hal ini kita ketahui dari Kitab Suci.
Doktrin Trinitas atau Allah Tritunggal Maha Kudus adalah pengajaran bahwa Tuhan adalah
SATU, namun terdiri dari TIGA pribadi: 1) Allah Bapa (Pribadi pertama), 2) Allah Putera
(Pribadi kedua), dan Allah Roh Kudus (Pribadi ketiga). Karena ini adalah iman utama kita, maka
kita harus dapat menjelaskannya lebih daripada hanya sekedar menggunakan analogi matahari
Yesus menunjukkan persatuan yang tak terpisahkan dengan Allah Bapa, “Aku dan Bapa
adalah satu” (Yoh 10:30); “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…” (Yoh 14:9).
Di dalam doa-Nya yang terakhir untuk murid-murid-Nya sebelum sengsara-Nya, Dia berdoa
kepada Bapa, agar semua murid-Nya menjadi satu, sama seperti Bapa di dalam Dia dan Dia di
dalam Bapa (lih. Yoh 17: 21). Dengan demikian Yesus menyatakan Diri-Nya sama dengan
Allah: Ia adalah Allah. Hal ini mengingatkan kita akan pernyataan Allah Bapa sendiri, tentang
ke-Allahan Yesus sebab Allah Bapa menyebut Yesus sebagai Anak-Nya yang terkasih, yaitu
pada waktu pembaptisan Yesus (lih. Luk 3: 22) dan pada waktu Yesus dimuliakan di atas gunung
Tabor (lih. Mat 17:5)..
Selain menyatakan kesatuan-Nya dengan Allah Bapa, Yesus juga menyatakan kesatuan-Nya
dengan Roh Kudus, yaitu Roh yang dijanjikan-Nya kepada para murid-Nya dan disebutNya
sebagai Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, (lih. Yoh 15:26). Roh ini juga adalah Roh Yesus
sendiri, sebab Ia adalah Kebenaran (lih. Yoh 14:6). Kesatuan ini ditegaskan kembali oleh Yesus
dalam pesan terakhir-Nya sebelum naik ke surga, “…Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-
Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus…”(Mat 28:18-20).
pada umumnya ini, hanya ada satu Allah dalam tiga pribadi: kendati berbeda satu sama lain
dalam hubungan asal (sebagaimana dinyatakan dalam Konsili Lateran IV, "adalah Allah yang
memperanakkan, Putra yang diperanakkan, dan Roh Kudus yang dihembuskan") dan hubungan
satu sama lain, tetapi ketiganya dinyatakan satu dalam semua yang lain, setara, sama kekalnya,
dan konsubstansial, serta masing-masing adalah Allah, seutuhnya dan seluruhnya.[8] Karenanya
seluruh karya penciptaan dan rahmat dipandang sebagai satu operasi tunggal secara bersama-
sama pada keseluruhan tiga pribadi ilahi, dengan kekhususan masing-masing pribadi, sehingga
segalanya berasal "dari Bapa", "melalui Putra", dan "dalam Roh Kudus"
Para kepala Gereja memandang elemen-elemen Perjanjian Lama seperti penampakan tiga
orang kepada Abraham di dalam Kitab Kejadian, /pasal 18, sebagai pertanda Tritunggal, tetapi
mereka memandang Perjanjian Baru sebagai suatu dasar untuk mengembangkan konsep
Tritunggal. Teks Perjanjian Baru paling berpengaruh yang dianggap menyiratkan ajaran
Tritunggal adalah Matius 28:19, yang mengamanatkan untuk membaptis "dalam nama Bapa dan
[Putra] dan Roh Kudus". Permenungan, pewartaan, dan dialog, mengarah pada perumusan
doktrin yang dirasakan sesuai dengan data-data yang terdapat di dalam Alkitab. Ikhtisar yang
paling sederhana mengenai doktrin ini dirumuskan pada abad ke-4, umumnya berkaitan dengan
penolakan terhadap apa yang dipandang tidak selaras dengan keyakinan umum Kristen.
Kitab Suci tidak memuat kata Tritunggal, ataupun secara eksplisit memformulasikan
doktrin Tritunggal. Sebaliknya, menurut teologi Kristen, Kitab Suci "memberikan kesaksian"
tentang kegiatan suatu pribadi Allah yang hanya dapat dipahami dari segi Trinitaris.Doktrin ini
baru memiliki bentuk definitifnya pada akhir abad ke-4. Selama periode peralihan, dikemukakan
beragam solusi tentatif, baik yang lebih ataupun yang kurang memuaskan.Trinitarianisme
dikontraskan dengan posisi-posisi nontrinitaris yang mencakup Binitarianisme (satu substansi
dalam dua pribadi)
Ajaran Tritunggal bukan berasal dari Alkitab? Dari ayat diatas jelas konsep Tritunggal itu
berasal dari ajaran Alkitab. Didalam Allah yang Esa itu terdapat tiga pribadi yang setara dan
kekal yaitu Bapa, Anak, dan Roh kudus. Itulah rahasia terbesar yang dapat diketahui manusia
tentang diri Allah. Rahasia ini dapat kita ketahui oleh karena Allah sendiri yang menyatakannya
dalam Alkitab dan bukan hasil pemikiran manusia.
Doktrin Trinitas atau Allah Tritunggal Maha Kudus adalah pengajaran bahwa Tuhan adalah
SATU, namun terdiri dari TIGA pribadi: 1) Allah Bapa (Pribadi pertama), 2) Allah Putera
(Pribadi kedua), dan Allah Roh Kudus (Pribadi ketiga). Karena ini adalah iman utama kita, maka
kita harus dapat menjelaskannya lebih daripada hanya sekedar menggunakan analogi matahari,
segitiga, maupun kopi susu.
Selain menyatakan kesatuan-Nya dengan Allah Bapa, Yesus juga menyatakan kesatuan-Nya
dengan Roh Kudus, yaitu Roh yang dijanjikan-Nya kepada para murid-Nya dan disebutNya
sebagai Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, (lih. Yoh 15:26). Roh ini juga adalah Roh Yesus
sendiri, sebab Ia adalah Kebenaran (lih. Yoh 14:6). Kesatuan ini ditegaskan kembali oleh Yesus
dalam pesan terakhir-Nya sebelum naik ke surga, “…Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-
Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus…”(Mat 28:18-20).
Selanjutnya, kita melihat pengajaran dari para Rasul yang menyatakan kembali pengajaran Yesus
ini, contohnya, Rasul Yohanes yang mengajarkan bahwa Bapa, Firman (yang adalah Yesus
Kristus), dan Roh Kudus adalah satu (lih 1 Yoh 5:7); demikian juga pengajaran Petrus (lih. 1
Pet:1-2; 2 Pet 1:2); dan Paulus (lih. 1Kor 1:2-10; 1Kor 8:6; Ef 1:3-14).
Jika Kristus hanya manusia saja, mengapa Ia memberikan satu ketentuan kepada kita untuk
mempercayai apa yang dikatakan-Nya, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka
mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah
Engkau utus.” (Yoh 17:3). Bukankah Ia menghendaki agar diterima sebagai Allah juga? Sebab
jika Ia tidak menghendaki agar dipahami sebagai Allah, Ia sudah akan menambahkan, “Dan
manusia Yesus Kristus yang telah diutus-Nya,” tetapi kenyataannya, Ia tidak menambahkan ini,
juga Kristus tidak menyerahkan nyawa-Nya kepada kita sebagai manusia saja, tetapi satu diri-
Nya dengan Allah, sebagaimana Ia kehendaki agar dipahami oleh persatuan ini sebagai Tuhan
juga, seperti adanya Dia. Karena itu kita harus percaya, seusai dengan ketentuan tertulis, kepada
Tuhan, satu Allah yang benar, dan juga kepada Ia yang telah diutus-Nya, Yesus Kristus, yang, …
tidak akan menghubungkan Diri-Nya sendiri kepada Bapa, jika Ia tidak menghendaki untuk
dipahami sebagai Allah juga. Sebab [jika tidak] Ia akan memisahkan diri-Nya dari Dia [Bapa],
jika Ia tidak menghendaki untuk dipahami sebagai Allah.”
Tritunggal adalah Allah yang satu. Pribadi ini tidak membagi-bagi ke-Allahan seolah
masing-masing menjadi sepertiga, namun mereka adalah ‘sepenuhnya dan seluruhnya’. Bapa
adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa; dan Bapa dan Putera adalah
yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah dengan kodrat yang sama. Karena kesatuan ini,
maka Bapa seluruhnya ada di dalam Putera, seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Putera seluruhnya
ada di dalam Bapa, dan seluruhnya ada dalam Roh Kudus; Roh Kudus ada seluruhnya di dalam
Bapa, dan seluruhnya di dalam Putera..Ketiga Pribadi ini berbeda satu sama lain, yaitu di dalam
hal hubungan asalnya: yaitu Allah Bapa yang ‘melahirkan’, Allah Putera yang dilahirkan, Roh
Kudus yang dihembuskan. Ketiga Pribadi ini berhubungan satu dengan yang lainnya. Perbedaan
dalam hal asal tersebut tidak membagi kesatuan ilahi, namun malah menunjukkan hubungan
timbal balik antar Pribadi Allah tersebut. Bapa dihubungkan dengan Putera, Putera dengan Bapa,
dan Roh Kudus dihubungkan dengan keduanya. Hakekat mereka adalah satu, yaitu Allah.
Menurut pandangan Augustinus menekankan keesaan Allah. Augustinus berkata bahwa itu
adalah satu Allah, bukan setiap pribadi dari tiga pribadi itu yang mempunyai satu hakikat, dan
yang satu memiliki satu keilahian, dan yang satu lagi keagungan, dan yang satu lagi kemuliaan,
demikian juga yang satu memiliki kehendak sedang yang lainnya kemungkinan untuk
melaksanakan kehendak itu dalam kegiatan. Karena itu kata Augustinus , tidak ada satu kegiatan
di mana Allah Bapa saja, atau hanya anak atau hanya roh kudus saja yang terlibat. Terhadap
dunia ini, demikian Augustinus, Allah (yaitu ketiga peribadi itu) memperlihatkan dan
menampilkan “satu Prinsip” (unum principim). Augustinus memahami keesaan Trinitas itu
begitu kuat, sehingga ia mengatakan bahwa bukan hanya Bapa, tetapi juga Anak dan Roh Kudus
terlibat secara aktif dalam inkarnasi Anak. persis, yang kira-kira menjelaskan bahwa karya-karya
Trinitas tidak dapat dipisahkan satu terhadap yang lainnya dalam hubungan dengan kegiatan
mereka yang tertuju ke luar, yang berarti bahwa ketigaan pribadi Trinitas itu senangtiasa bekerja
dalam satu konser. Augustinus sungguh-sungguh merasakan ketidakcukupan dari istrilah
Persona. Ia senantiasa memakai kata itu dengan penuh keraguan, ia menggantikan kata itu
dengan relation (hubungan). Menurutnya apa yang disebut dengan pribadi itu bukanlah sesuatu
yang berbeda, masing-masing dalam diri mereka sendiri. Mereka hanya berbeda dalam hubungan
mereka satu terhadap lainnya dan terhadap dunia. Maka Augustinus berpendapat bahwa adalah
tidak mungkin memanggil Trinitas itu “Bapa” dalam pengertian yang sama, apabila Trinitas
diacu sebagai besar, atau baik, atau kekal. Ucapan seperti ini akan menempatkan Trinitas hanya
sebagai pengertian yang bersifat derifatif (yang dijabarkan). Ini terletak di dalam relasi antara
Bapa, Putra, dan Roh. Relasi yang dimaksud disini adalah relasi sumber da nasal muasal.:
dimana Bapa adalah Sumber yang merupakan asal muasal Putra, sementara Roh memperoleh
ada-Nya dari Bapa dan Putra.
Ketiganya adalah satu hakikat ilahi, kekal, tidak terbagi-bagi, tidak berakhir,
mahakuasa,mahaarif dan mahabaik, satu pencipta dan pemelihara segala Sesutu yang kelihatan
dan yang tidak kelihatan. Istilah “pribadi” haruslah dimengerti sebagaimana Bapa-bapa Gereja
menggunakan kaitan ini, bukan sebagai suatu bagian dari yang lain, melainkan sebagai yang ada
dari dirinya sendiri : "Yang Tuhan Allah yang Maha Esa, Allah Tritunggal, apa saja dalam buku
ini yang telah kukatakan dan yang berasal dari padaMu, semoga juga di terima oleh mereka yang
berasal dari padaMu; da kalau ada sesuatu yang berasal dari diriku sendiri, maka semoga
diampuni, baik olehMu maupun oleh mereka yang berasal dari padaMu”
BAB lll
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas saya dapat menyimpulkan bahwa Doktrin trinitas,Tritunggal berarti
tiga pribadi di dalam satu Allah, atau di dalam esensi diri Allah, ada tiga pribadi. Trinitas berasal
dari bahasa Latin "trinus" dan "unitas" yang berarti "tiga serangkai atau Tritunggal". Doktrin
Allah Tritunggal termasuk monotheisme, yang percaya kepada Allah Yang Maha Esa, Allah
Yang Maha Esa itu mempunyai Tiga Pribadi, bukan satu. Para pakar Teology (KeKristenan pada
umumnya) diberi peluang untuk merumuskan pengajaran ini berdasarkan data-data acuan yang
tersedia. Perlunya merumuskan doktrin Tritunggal adalah akibat timbulnya reaksi dari luar
Gereja. Tuntutan utama di dalam perumusan itu ialah kejelasan tentang keilahian Yesus Kristus
sebagai asas kepercayaan Gereja.terdiri dari tiga oknum dan satu hakikat. Dimana oknum itu
adalah antara Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan memiliki satu hakikat yaitu “Kasih”. Dan dapat
menurut Augustinus apa yang disebut dengan pribadi itu bukanlah sesuatu yang berbeda,
masing-masing dalam diri mereka sendiri. Mereka hanya berbeda dalam hubungan mereka satu
terhadap lainnya dan terhadap dunia. Dan Luther mengatakan Bahwa ada satu hakikat ilahi, yang
disebut Allah dan sesungguhnya Allah. Dan ada tiga pribadi dalam satu hakikat ilahi ini, setara
dalam kuasa dan sama-sama kekal; Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus.
DAFTAR PUSTAKA
G.Tappert Teodore, Buku Konkord Konfesi gereja Lutheran, Jakarta:Gunung Mulia, 2004
Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay,
M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
Sumber: Ricky Harlim Backer Dieter Theol., Pedoman Dogmatika, Jakarta: Gunung Mulia, 2012
Prys Marie & Jerry MacGregor, 1001 Fakta Mengejutkan Tentang Allah, Yogyakarta:
Andi,2011