LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 24 Kelompok A4

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 113

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK
24

Oleh Kelompok A4:


Moderator : Anjeli Primeisa (04911181823004)
Sekretaris : 1. Dea Februanti (04011281823124)
2. Fadhilla Wulan Sari (04011381823217)
Anggota :
1. Anjeli Primeisa (04011181823004)
2. Muhammad Hafizh Arrafi (04011181823007)
3. Hikmidaariyyati (04011181823010)
4. Atik Mutiara Ningsih (04011181823013)
5. Alissa Rahma (04011181823016)
6. Nyayu Khalisha Putri (04011281823115)
7. Deffa Al-Mardhiyyah (04011281823118)
8. Ivana Maggia Risdianto (04011281823121)
9. Dea Februanti (04011281823124)
10.Uswatun Hasanah (04911281823166)
11.Made Widia Astuti (04011281823169)
12.Syahri Banun (04011281823246)
13.Fadhilla Wulan Sari (04011381823217)

Nama Tutor:
dr. Asmarani, M.Kes.
Alpha 2018
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK

Tutor : dr. Asmarani, M.Kes.


Moderator : Anjeli Primeisa
Presentan : Deffa Al-Mardhiyyah

Sekretaris : 1. Dea Februanti

2. Fadhilla Wulan Sari

Pelaksanaan : 31 Mei & 2 Juni 2021

10.00-12.30 WIB ZOOM

Peraturan selama tutorial :

1. Angkat tangan bila ingin berpendapat dan jika diberi kesempatan


2. Hanya menggunakan gadget untuk kepentingan tutorial
3. Dilarang memotong pembicaraan orang lain
4. Selama tutorial dilarang makan tapi diperbolehkan minum
5. Diperbolehkan ke toilet seizin tutor tapi diperbolehkan langsung keluar apabila
tutor sedang tidak ada di ruangan.

KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya yang menyertai kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial
untuk pleno dari skenario C pada blok 24 ini. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi
tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada tutor kami, dr. Asmarani,
M.Kes, yang telah mengarahkan dan membimbing kami dalam menyelesaikan laporan
tutorial ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan
yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan laporan serta menjaga keharmonisan saat menjalani proses tutorial yang lalu.
kami mengucapkan pula rasa terimakasih yang paling dalam kepada orangtua kami yang
selalu mendukung segala hal yang kami kerjakan berkenaan dengan pengembangan diri
kami.

Kiranya laporan pleno ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya. Dalam
penyusunan laporan pleno ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dari laporan ini,
mengingat pengetahuan dan pengalaman kami masih sangat terbatas. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Terimakasih.

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................................................i
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK......................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................................iv
SKENARIO C BLOK 24 TAHUN 2021........................................................................................................................5
I. Klarifikasi Istilah....................................................................................................................................................6
II. Identifikasi Masalah...............................................................................................................................................7
III. Analisis Masalah....................................................................................................................................................8
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan...........................................................................................................................45
V. Sintesis Masalah...................................................................................................................................................46
1. PHE DAN PHBS............................................................................................................................................46
2 KLB (Kejadian Luar Biasa) dan DBD (Demam Berdarah Dengue)..............................................................63
3. Pemantauan Wilayah Setempat.......................................................................................................................93
4. Survey Mawas Diri (SMD) Dan Musyawarah Mufakat Desa (MMD)........................................................102
VI. Kerangka Konsep...............................................................................................................................................110
VII. Kesimpulan.........................................................................................................................................................111
Daftar Pustaka.............................................................................................................................................................112

iv
SKENARIO C BLOK 24 TAHUN 2021
PHE

Sudah 1 tahun lebih dr. arief bertugas sebagai pimpinan di Puskesmas “Andalan” yang
terletak dekat dengan sungai yang airnya cukup jernih. Dalam 2 bulan terakhir ini hujan cukup
sering turun, dan dalam5 hari terakhir ini ia mengamati terdapat ada 6 orang anak yang di
Diagnosis Demam Berdarah Dengue yang terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit dan beberapa anak
lainnya yang diobservasi sebagai suspek demam berdarah dengue. Ia mengkhawatirkan telah
terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

Dr. Arief segera mengadakan rapat staf dan memerintahkan staf puskesmas terkait untuk
melakukan kunjungan ke desa-desa dalam wilayah kerja puskesmasnya untuk memastikan
apakah ada kasus-kasus lain yang tidak terdata di puskesmas dan mencari tahu hal-hal apa
yang mungkin berhubungan dengan terjadinya peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue
tersebut.

Hasil laporan dari kunjungan tersebut diketahui ada 2 kasus lain yang dicurigai sebagai
Demam Berdarah Dengue dan kondisi kesehatan lingkungan yang buruk. Sampah menumpuk
di banyak tempat dan sebagian sampah yang masuk selokan sehingga menghabat saluran air
dan hasil pemantauan banyak jentik-jentik nyamuk di rumah-rumah penduduk dan pada
genangan-genangan air disekitar rumah mereka.Segera saja dr. Arief memerintahkan stafnya
untuk melakukan pendidikan kesehatan masyarakat (public Health Education) ke seluruh desa
di wilayah kerjanya.

Setelah merasa mempunyai data yang cukup maka dr. Arief berkoordinasi dengan Pak
Camat. Pak Camat sebagai penanggung jawab wilayah segera mengadakan pertemuan dengan
Kepala Desa, Pak RT, bidan desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, kader kesehatan untuk
mengadakan Musyawarah Masyarakat Desa dan diharapkan ada kesepakatan tentang upaya-
upaya yang akan dilakukan oleh masing-masing pihak yang semuanya dapat berkontribusi
dalam menurunkan penyakit Demam berdarah Dengue di daerah mereka tersebut.

5
I. Klarifikasi Istilah
No Istilah Arti
1. Kejadian Luar Biasa Timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang
bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu, dan merupakan
keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
(Permenkes No. 1501 tahun 2010)
2. Demam Berdarah Dengue Infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Dengue
adalah virus penyakit yang ditularkan dari nyamuk Aedes
Spp (Kementerian Kesehatan)
3. Dengue Penyakit virus di daerah-tropis yang menular, eruptif, dan
menimbulkan demam, ditularkan oleh nyamuk Aedes,dan
ditandai dengan nyeri hebat pada kepala, mata, otot, dan
sendi, sakit tenggorok, beringus,serta kadang-kadang
disertai erupsi kulit dan pembengkakan yang nyeri pada
bagian yang terkena. ( Dorland )
4. Suspek DBD belum tentu positif kasus DBDnnamun sudah harus
menjadi kewaspadaan oleh masyarakat dan pemerintah.
(Kemenkes RI)
5. observasi Peninjauan secara cermat (KBBI)
aktivitas mencatat suatu gejala/peristiwa dengan bantuan
alat/instrumen untuk merekam/mencatatnya guna tujuan
ilmiah atau tujuan lainnya.(Jurnal UNY)
6. pendidikan kesehatan masyarakat upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
(PHE) masyarakat mau melakukan tindakan - tindakan untuk
memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya.(Jurnal
Unimus)
7. Jentik-jentik nyamuk Salah satu tahap dalam siklus hidup nyamuk. Keberadaan
jentik nyamuk erat kaitannya dengan angka kejadian
deman
berdarah dengue (DBD). (Jurnal UMS)
8. Kader Anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh
masyarakat, mau dan mampu bekerja bersama dalam
berbagai kegiatan kemasyarakatan secara sukarela.

6
9. Musyawarah Masyarakat Desa pertemuan perwakilan warga desa, Tim Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif Tingkat Desa dan Tingkat
Kecamatan. Pertemuan ini membahas hasil SMD dan
merencanakan pemecahan masalah kesehatan serta
langkah-langkah kegiatan yang disesuaikan
pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. MMD
dilaksanakan di Balai Desa atau tempat pertemuan lain
yang ada di desa. MMD dilaksanakan segera setelah SMD
dilaksanakan (Buku Panduan Orientasi Kader Posyandu
Kemkes RI)
10. Kondisi kesehatan lingkungan Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara
yang buruk manusia dan lingkungan namun belum terpenuhi
11. kasus-kasus lain yang tidak Kasus yang belum menjadi suatu kumpulan yang terdiri
terdata dari fakta-fakta sehingga tidak dapat memberikan
gambaran yang luas terkait suatu keadaan

II. Identifikasi Masalah


No Identifikasi Masalah
1. Sudah 1 tahun lebih dr. arief bertugas sebagai pimpinan di Puskesmas
“Andalan” yang terletak dekat dengan sungai yang airnya cukup jernih.
Dalam 2 bulan terakhir ini hujan cukup sering turun, dan dalam5 hari terakhir
ini ia mengamati terdapat ada 6 orang anak yang di Diagnosis Demam
Berdarah Dengue yang terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit dan beberapa anak
lainnya yang diobservasi sebagai suspek demam berdarah dengue. Ia
mengkhawatirkan telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

2. Dr. Arief segera mengadakan rapat staf dan memerintahkan staf puskesmas
terkait untuk melakukan kunjungan ke desa-desa dalam wilayah kerja
puskesmasnya untuk memastikan apakah ada kasus-kasus lain yang tidak
terdata di puskesmas dan mencari tahu hal-hal apa yang mungkin
berhubungan dengan terjadinya peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue
tersebut.

3. Hasil laporan dari kunjungan tersebut diketahui ada 2 kasus lain yang

7
dicurigai sebagai Demam Berdarah Dengue dan kondisi kesehatan lingkungan
yang buruk. Sampah menumpuk di banyak tempat dan sebagian sampah yang
masuk selokan sehingga menghabat saluran air dan hasil pemantauan banyak
jentik-jentik nyamuk di rumah-rumah penduduk dan pada genangan-genangan
air disekitar rumah mereka.Segera saja dr. Arief memerintahkan stafnya untuk
melakukan pendidikan kesehatan masyarakat (public Health Education) ke
seluruh desa di wilayah kerjanya.

4. Setelah merasa mempunyai data yang cukup maka dr. Arief berkoordinasi
dengan Pak Camat. Pak Camat sebagai penanggung jawab wilayah segera
mengadakan pertemuan dengan Kepala Desa, Pak RT, bidan desa, tokoh
masyarakat, tokoh agama, kader kesehatan untuk mengadakan Musyawarah
Masyarakat Desa dan diharapkan ada kesepakatan tentang upaya-upaya yang
akan dilakukan oleh masing-masing pihak yang semuanya dapat berkontribusi
dalam menurunkan penyakit Demam berdarah Dengue di daerah mereka
tersebut.

III. Analisis Masalah


N Analisis Masalah
o
Sudah 1 tahun lebih dr. arief bertugas sebagai pimpinan di Puskesmas “Andalan” yang
terletak dekat dengan sungai yang airnya cukup jernih. Dalam 2 bulan terakhir ini hujan cukup
sering turun, dan dalam5 hari terakhir ini ia mengamati terdapat ada 6 orang anak yang di
Diagnosis Demam Berdarah Dengue yang terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit dan beberapa
anak lainnya yang diobservasi sebagai suspek demam berdarah dengue. Ia mengkhawatirkan
telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

1. Bagaimana tugas sebagai kepala puskesmas dalam menangani kejadian luar biasa?
Jawab :
Melakukan penanggulangan KLB/Wabah dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat. Penanggulangan KLB/Wabah meliputi:
1. penyelidikan epidemiologis;
2. penatalaksanaan penderita yang mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi

8
penderita, termasuk tindakan karantina;
3. pencegahan dan pengebalan;
4. pemusnahan penyebab penyakit;
5. penanganan jenazah akibat wabah;
6. penyuluhan kepada masyarakat; dan
7. upaya penanggulangan lainnya.
Upaya penanggulangan lainnya antara lain berupa meliburkan sekolah untuk sementara waktu,
menutup fasilitas umum untuk sementara waktu, melakukan pengamatan secara intensif/surveilans selama
terjadi KLB serta melakukan evaluasi terhadap upaya penanggulangan secara keseluruhan. Upaya
penanggulangan lainnya dilakukan sesuai dengan jenis penyakit yang menyebabkan KLB/Wabah.
Untuk DBD
Penanggulangan KLB DBD diarahkan pada upaya mencegah kematian dan menekan penyebaran
kasus. Upaya pencegahan kematian dilaksanakan dengan penemuan dini kasus yang diikuti dengan
tatalaksana kasus yang benar, termasuk monitoring secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya
kebocoran plasma berlebihan. Sementara upaya pencegahan diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai
penularan manusia-nyamuk manusia dengan pemberantasan sarang nyamuk, atau membunuh nyamuk
dewasa terinfeksi.
1. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap laporan adanya penderita DBD, terutama apabila
terjadi peningkatan kejadian atau adanya kematian akibat DBD. Pada daerah yang selama beberapa waktu
tidak pernah ditemukan kasus DBD, maka adanya satu kasus DBD perlu dilakukan penyelidikan
epidemiologi.
Di samping upaya penegakan diagnosis, penyelidikan epidemiologi ditujukan pada penemuan
kasus lain disekitar penderita, kasus indeks, serta sumber dan cara penularan. Penyelidikan epidemiologi
juga ditujukan kepada identifikasi adanya nyamuk penular DBD, tempat perindukan dan distribusinya.
Penyelidikan epidemiologi dapat menentukan kemungkinan peningkatan dan penyebaran kasus
DBD serta kesiapsiagaan penanggulangan KLB di Puskesmas, Rumah Sakit, dan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat, serta kemungkinan peningkatan Sistem Kewaspadaan Dini KLB DBD. KLB
DBD dinyatakan telah berakhir apabila selama 14 hari keadaan telah kembali kepada jumlah normal tanpa
ada kematian karena DBD atau DD.
2. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan yang meliputi:
pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular, penyuluhan kepada masyarakat dan
evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang mengalami KLB. Tujuan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah membatasi penularan/penyebaran DBD, sehingga KLB yang
terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya (mengatasi KLB di wilayah sendiri dan
membatasi kasus meluas).

9
2. Bagaimana suatu keadaan dikategorikan sebagai kejadian luar biasa?
Jawab :
Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari
atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya
dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada
tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang
sama.

3. Apa saja klasifikasi dari KLB?


Jawab :
1. Berdasarkan penyebab
a. Toxin:
1) Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh: Staphylococcus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella
2) Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh: Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens
3) Endotoxin
b. Infeksi
1) Virus
2) Bakteri
3) Protozoa

10
4) Cacing
c. Toxin Biologis
1) Racun jamur
2) Alfatoxin
3) Plankton
4) Racun ikan
5) Racun tumbuh-tumbuhan
d. Toxin Kimia
1) Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida,
nitrit, pestisida.
2) Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.
2. Berdasarkan Sumber:
a. Sumber dari manusia Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan seperti:
Salmonella, Shigella, hepatitis.
b. Bersumber dari kegiatan manusia Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek,
penyemprotan pencemaran lingkungan.
c. Bersumber dari binatang Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.
d. Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)Misalnya: Salmonella, Staphylococcus,
Streptococcus
e. Bersumber dari udara Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f. Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat Misalnya: Salmonella
g. Bersumber dari makanan dan minuman Misalnya: keracunan singkong, jamur, makanan
dalam kaleng.

4. Apa saja penyebab terjadinya dbd?


Jawab :
Virus dengue termasuk dalam famili flaviviridae. Terdapat 4 tipe virus dengue penyebab DBD
yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Di Indonesia yang terbanyak adalah tipe virus Den-3.

5. Apa faktor risiko DBD?


Jawab :
Sumber penularan penyakit adalah manusia dan nyamuk Aedes. Manusia tertular melalui
gigitan nyamuk Aedes yang telah terinfeksi virus dengue, sebaliknya nyamuk terinfeksi ketika
menggigit manusia dalam stadium viremia. Viremia terjadi pada satu atau dua hari sebelum awal
munculnya gejala dan selama kurang lebih lima hari pertama sejak timbulnya gejala. Terdapat 2
jenis vektor, yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Ae. aegypti merupakan vektor utama.
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat empat stadium, yaitu stadium telur, larva, pupa, dan

11
dewasa. Stadium dewasa hidup di alam bebas, sedangkan ketiga stadium yang hidup dan
berkembang di dalam air (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Curah hujan memengaruhi jumlah
kasus DBD, ketika curah hujan tinggi Angka Hinggap Nyamuk per Jam (AHJ) Aedes juga
meningkat (Sintorini, 2007). Kondisi perumahan yang berdesak-desakan dan kumuh mempunyai
kemungkinan lebih besar terserang penyakit (Desniawati, 2014).

6. Bagaimana hubungan terjadinya hujan yang cukup sering dengan kejadian DBD?
Jawab :
Curah hujan memengaruhi jumlah kasus DBD, ketika curah hujan tinggi Angka Hinggap
Nyamuk per Jam (AHJ) Aedes juga meningkat (Sintorini, 2007).

7. Bagaimana diagnosis DBD?


Jawab :
Berdasarkan pedoman WHO tahun 1997, demam dengue ditegakkan berdasarkan
kriteria :
1. Probable (mungkin), jika ditemukan demam akut ≥ 2 hari dengan manifestasi :
 Nyeri kepala
 Nyeri retroorbital
 Myalgia
 Arthralgia
 Ruam
 Manifestasi perdarahan
 Leukopenia
Dan secara laboratoris didapatkan :
 Temuan serologis yang mendukung (titer antibodi hemaglutinasi-inhibisi ≥ 1280,
IgE ELISA atau IgM yang positif pada keadaan akut fase akhir / konvalesen) ,
atau
 Penderita berada pada lokasi dan waktu yang sama dengan kasus demam dengue
lain yang telah terbukti (confirmed)
2. Confirmed (terbukti), jika didapatkan bukti-bukti laboratoris berupa :
 Isolasi virus dengue dari serum atau jaringan otopsi, atau
 Peningkatan ≥ 4 kali titer IgM atau IgG terhadap 1 atau lebih antigen virus
dengue pada serum
 Adanya antigen virus dengue pada jaringan otopsi, serum, atau cairan

12
serebrospinal dengan imunohistokimia, imunofluoresensi atau ELISA
 Adanya sekuens genomik virus dengue pada serum jaringan otopsi atau cairan
serebrospinal dengan PCR.
3. Reportable (dilaporkan), yaitu seluruh kasus probable atau confirmed harus
dilaporkan.
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini
terpenuhi (WHO, 2005 ; Hadinegoro, 2007) :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut:
a. uji torniket positif
b. petekie, ekimosis, atau purpura
c. perdarahan mukosa, saluran cerna, tempat suntikan, atau lokasi lain
d. hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut :
a) Peningkatan hematokrit ≥ 20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.
b) Penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
c) Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.

Gambar 7. Manifestasi Klinis Infeksi Dengue Berdasarkan Waktu Infeksi

13
8. Bagaimana patofisiologi dbd?
Jawab :
Terdapat beberapa macam teori yang mengenai infeksi virus ini, seperti hipotesis
infeksi sekunder, hipotesis antibody dependent enhancement (ADE), teori virulensi virus,
teori antigen antibodi, dan teori mediator virus Dengue (Soegeng, 2013). Sementara dua
teori yang banyak dianut dalam adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary
heterologous infection theory) dan hipotesis antibody dependent enhancement (ADE).
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk dan akan
menuju organ sasaran virus, yaitu organ RES meliputi sel kupfer hepar, endotel
pembuluh darah, nodus limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Virus DEN mampu
bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.
Menurut hipotesis infeksi sekunder, pada infeksi pertama terjadi antibody yang
memiliki aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibody
terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi, akibatnya terjadi lisis sel yang
telah terinfeksi virus tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktivitas komplemen.
Akhirnya banyak virus yang dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan,
selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut,
tetapi tidak ada cross protektif terhadap serotip virus yang lain. Pada infeksi kedua yang
dipicu oleh virus dengue dengan serotype berbeda, virus yang bertindak sebagai super
antigen akan difagosit oleh monosit dan makrofag. Makrofag akan menampilkan antigen
yang bermuatan peptide MHC II ini pada APC. Karena antibodi bersifat heterolog, maka
virus tidak dapat dinetralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag. Selanjutnya
akan terjadi reaksi tubuh dengan pengeluaran IL-1, prostaglandin, ICAM 1, radikal
bebas, adhesi dari neutrofil yang mempunyai efek terhadap endothelial sel. Akibatnya
endotel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok. Selain ini akan terjadi
aktivasi limfosit T yang bersifat sitolitik sehingga semua sel yang mengandung virus
akan dihancurkan (Soegeng, 2013).
Sedangkan menurut teori kedua, singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai
berikut, bahwa jika terdapat antibody spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka
antibody tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya bila antibody yang terdapat
dalam tubuh merupakan antibody yang tidak dapat menetralisasi virus, akan terbentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit
terutama makrofag. Hal ini akan menyebabkan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

14
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemia dan syok (Soegeng, 2013).
Walaupun demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
yang sama, tetapi pada DBD terjadi mekanisme kebocoran plasma sehingga
menyebabkan manifestasi yang berbeda.

9. Bagaimana tatalaksana DBD?


Jawab :
Pengobatan/Tata Laksana
Tatalaksana infeksi virus dengue dengan dibedakan menurut derajat berat ringanya
penyakit:
Pengobatan demam dengue adalah simtomatif dan suportif yaitu istirahat selama demam.
Pengobatan ditujukan untuk mencegah penderita masuk ke fase syok. Pertolongan pertama yang
dapat dilakukan adalah memberi minum sebanyak penderita mampu, memberi obat penurun
panas golongan parasetamol, kompres dengan air hangat. Apabila penderita tidak dapat minum
atau muntah-muntah pasang infus cairan Ringer Laktat atau NaCl dan segera rujuk ke Rumah
Sakit.
Pengobatan demam berdarah dengue derajat I dan II bersifat suportif dengan pemberian
cairan (Ringer Lactat/Asetat atau NaCL) dosis rumatan (maintenance) dan simptomatis dengan
analgetik antipiretik (parasetamol) disertai monitoring yang ketat tanda-tanda vital dan
kemungkinan terjadinya kebocoran plasma (hemokonsentrasi). Penderita dirawat di rumah sakit
bila terdapat kenaikan kadar hematokrit > 20%, disertai jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3, atau menunjukkan tanda-tanda perdarahan spontan selain petekia.
Dr. Arief segera mengadakan rapat staf dan memerintahkan staf puskesmas terkait untuk
melakukan kunjungan ke desa-desa dalam wilayah kerja puskesmasnya untuk memastikan
apakah ada kasus-kasus lain yang tidak terdata di puskesmas dan mencari tahu hal-hal apa
yang mungkin berhubungan dengan terjadinya peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue
tersebut.
1. Siapa saja yang termasuk staf puskesmas?
Jawab :
Puskesmas harus memiliki:
a. Dokter dan/atau dokter layanan primer
b. Dokter gigi;
c. Tenaga Kesehatan lainnya, paling sedikit terdiri atas:
1. perawat;
2. bidan;

15
3. tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku;
4. tenaga sanitasi lingkungan;
5. nutrisionis;
6. tenaga apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian; dan
7. ahli teknologi laboratorium medik.
d. Tenaga nonkesehatan, yang harus mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi
keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.
e. Dalam kondisi tertentu, Puskesmas dapat menambah jenis tenaga kesehatan lainnya
meliputi terapis gigi dan mulut, epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan,
perekam medis dan informasi kesehatan, dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan
kebutuhan.

Organisasi Puskesmas, paling sedikit terdiri atas:


a. Kepala Puskesmas;
b. Kepala tata usaha, yang memiliki tugas dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
administrasi perkantoran Puskesmas.
c. Penanggung jawab, paling sedikit terdiri atas :
1. penanggung jawab UKM dan keperawatan kesehatan masyarakat;
2. penanggung jawab UKP, kefarmasian, dan laboratorium;
3. penanggung jawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring Puskesmas;
4. penanggung jawab bangunan, prasarana, dan peralatan puskesmas; dan
5. penanggung jawab mutu
2. Bagaimana komplikasi dan prognosis DBD?
Jawab :
- Komplikasi
1.      Sindrom Syok Dengue (SSD)
Seluruh kriteria Demam Berdarah Dengue (DBD) disertai kegagalan sirkulasi
dengan manifestasi: 
-          Nadi yang cepat dan lemah
-          Tekanan darah turun (≤ 20 mmHg)
-          Hipotensi (dibandingkan standar sesuai umur)
-          Kulit dingin dan lembab
-          Gelisah
pada penderita DBD yang disertai syok, setelah demam berlangsung selama

16
beberapa hari, keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk. Pada sebagian besar
penderita ditemukan tanda kegagalan peredaran darah yaitu kulit teraba lembab dan
dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lemah, kecil sampai tidak
dapat diraba. Tekanan darah menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, dan tekanan
sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Penderita kelihatan lesu,
gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase kritis syok. Penderita seringkali
mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok timbul. Nyeri perut hebat
seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal, dan nyeri di daerah retrosternal
tanpa sebab yang dapat dibuktikan memberikan petunjuk terjadinya perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya
mempunyai prognosis buruk. 
Tatalaksana sindrom syok dengue sama dengan terapi DBD, yaitu pemberian
cairan ganti secara adekuat. Pada sebagian besar penderita, penggantian dini plasma
secara efektif dengan memberikan cairan yang mengandung elektrolit, ekspander
plasma, atau plasma, memberikan hasil yang baik. Nilai hematokrit dan trombosit
harus diperiksa setiap hari mulai hari ke-3 sakit sampai 1-2 hari setelah demam
menjadi normal. Pemeriksaan inilah yang menentukan perlu tidaknya penderita
dirawat dan atau mendapatkan pemberian cairan intravena.
2. Ensefalopati Dengue 
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati
DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis
pembuluh darah –otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang
menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-otak.
Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati
akut.
3.      Kelainan ginjal 
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah

17
dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1
ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik,
sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan
syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah
urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
4.      Udem paru 
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima
sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh
karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma
dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila
hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari
sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak
mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada. 
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya
bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome.
5. Perdarahan
Perdarahan pada DBD disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) 1 ml/kgBB/jam (Depkes RI, 2004).

-Prognosis
DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik,
penatalaksanaan yang cepat, tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD
Derajat I dan II tidak menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna. 
DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana
pasien jatuh kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
Prognosis sesuai penetalaksanaan yang diberikan Dubia at bonam.

3. Bagaimana cara yang dilakukan staf untuk mengumpulkan dan mengetahui data-data
mengenai kasus yang sedang terjadi?
Jawab :
Setiap pelaksana kegiatan Puskesmas dan jaringannya wajib melakukan pencatatan
kegiatan yang dilaksanakan.
Lingkup pencatatan meliputi :

18
A. Data dasar meliputi data :

a. Identitas puskesmas;
b. Wilayah kerja puskesmas;
c. Sumber daya puskesmas; dan
d. Sasaran program.

B. Data program meliputi data:

a. Upaya kesehatan masyarakat esensial;


b. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan;
c. Upaya kesehatan perseorangan. Data upaya kesehatan perseorangan dicatat dalam
bentuk rekam medis yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. Program lainnya, data program lainnya meliputi data manajemen puskesmas,
pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat, pelayanan
laboratorium, dan kunjungan keluarga.

Pencatatan menggunakan instrumen :


A. Kartu
1. Kartu status
Kartu status merupakan instrumen yang digunakan secara berulang dalam pencatatan
kegiatan terhadap sasaran kegiatan yang sama. Kartu status paling sedikit memuat :

a. Identitas Puskesmas;
b. Identitas sasaran;
c. Kegiatan dan hasil kegiatan terhadap sasaran; dan
d. Identitas pelaksana kegiatan;

b. Kartu Puskesmas
Kartu Puskesmas merupakan identitas pengunjung Puskesmas yang diberikan kepada
setiap pengunjung Puskesmas dan ditunjukkan kepada petugas Puskesmas setiap kali
berkunjung.
Kartu Puskesmas paling sedikit memuat:

19
a. nama lengkap sesuai dengan kartu tanda penduduk;
b. Nomor Induk Kependudukan (NIK); dan
c. Nomor Kartu Keluarga (NKK).

B. Formulir
Formulir merupakan instrumen pencatatan yang digunakan satu kali dalam kegiatan
terhadap sasaran kegiatan. Formulir paling sedikit memuat:

a. Identitas Puskesmas;
b. Identitas sasaran;
c. Kegiatan dan hasil kegiatan terhadap sasaran; dan
d. Identitas pelaksana kegiatan.

C. Register
Register merupakan instrumen pencatatan yang berisi rekapitulasi daftar identitas dan
hasil kegiatan terhadap sejumlah sasaran, baik yang bersumber dari kartumaupun
formulir. Register paling sedikit memuat:

a. Identitas Puskesmas;
b. Identitas sasaran;
c. Kegiatan dan hasil kegiatan terhadap sasaran; dan
d. Identitas pelaksana kegiatan.

4. Bagaimana prinsip, tugas, dan fungsi puskesmas?


Jawab :
Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi:
a. paradigma sehat;
b. pertanggungjawaban wilayah;
c. kemandirian masyarakat;
d. ketersediaan akses pelayanan kesehatan;
e. teknologi tepat guna; dan
f. keterpaduan dan kesinambungan.

20
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan, Puskesmas mengintegrasikan program yang dilaksanakannya dengan
pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga merupakan salah satu cara Puskesmas
mengintegrasikan program untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan
akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga.

Puskesmas memiliki fungsi:


a. Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) tingkat pertama di wilayah
kerjanya; dan
b. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perorangan) tingkat pertama di wilayah
kerjanya.
c. Wahana pendidikan bidang kesehatan, wahana program internsip, dan/atau sebagai
jejaring rumah sakit pendidikan.

5. Apa saja langkah-langkah perkembangan petugas puskesmas terkait kasus?


Jawab :
Penanggulangan KLB DBD
Penanggulangan KLB DBD diarahkan pada upaya mencegah kematian dan
menekan
penyebaran kasus. Upaya pencegahan kematian dilaksanakan dengan penemuan dini
kasus yang diikuti dengan tatalaksana kasus yang benar, termasuk monitoring secara
ketat terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran plasma berlebihan. Sementara upaya
pencegahan diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai penularan manusia-nyamuk-
manusia dengan pemberantasan sarang nyamuk, atau membunuh nyamuk dewasa
terinfeksi.
1) Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap laporan adanya penderita DBD,
terutama apabila terjadi peningkatan kejadian atau adanya kematian akibat DBD. Pada
daerah yang selama beberapa waktu tidak pernah ditemukan kasus DBD, maka adanya
satu kasus DBD perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi.
Disamping upaya penegakan diagnosis, penyelidikan epidemiologi ditujukan
pada penemuan kasus lain disekitar penderita, kasus indeks, serta sumber dan cara
penularan. Penyelidikan epidemiologi juga ditujukan kepada identifikasi adanya nyamuk

21
penularDBD,tempatperindukan dandistribusinya.
Penyelidikan epidemiologi dapat menentukan kemungkinan peningkatan dan
penyebaran kasus DBD serta kesiapsiagaan penanggulangan KLB di Puskesmas, Rumah
Sakit,dandiDinasKesehatan Kabupaten/Kotasetempat,serta kemungkinan peningkatan
Sistem Kewaspadaan Dini KLB DBD. KLB DBD dinyatakan telah berakhir apabila
selama 14 hari keadaan telah kembali kepada jumlah normal tanpa ada kematian karena
DBD atau DD.
2) Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
a) Pengertian
Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan yang
meliputi: pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular, penyuluhan
kepada masyarakat dan evaluasi/ penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh
wilayah yang mengalami KLB.
Tujuan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah membatasi penularan/
penyebaran DBD, sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah
lainnya. (mengatasi KLB di wilayah sendiri dan membatasi kasus meluas)
b) Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB
Bila terjadi KLB/wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dengan interval 1
minggu), PSN 3M plus , larvasidasi, penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit KLB, dan
kegiatan penanggulangan lainnya yang diperlukan, seperti:
pembentukan posko pengobatan dan posko penangggulangan, penyelidikan KLB,
pengumpulan dan pemeriksaan spesimen serta peningkatan kegiatan surveilans kasus
dan vektor, dan lain-lain.
1) Pengobatan dan Perawatan Penderita
Penderita DBD derajat 1 dan 2 dapat dirawat di puskesmas yang mempunyai fasilitas
perawatan, sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus segera dirujuk ke Rumah Sakit.
2) Pemberantasan Vektor
Penyemprotan insektisida (pengasapan / pengabutan)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/ kota, puskesmas, dan tenaga lain
yang telah dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Alat : hot fogger/mesin pengabut dan/atau ULV

22
Cara : Fogging/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval
satu minggu
3) Pemberantasan sarang jentik/nyamuk (PSN 3Mplus)
Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya yang merupakan
satu kesatuan epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk: tempat penampungan
air,barang bekas ( botol, pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah
pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat penampungan air di bawah
kulkas, dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan dan tempat umum
Cara : Melakukan kegiatan PSN 3M plus.
•Menguras bak mandi
•Menutup tempat penampungan air •Mendaur ulang barang-barang bekas •Plus: upaya
menghindari gigitan nyamuk
Contoh :
• Menguras dan menyikat TPA (tempat penampungan air)
• Menutup TPA
• Memanfaatkan/mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi TPA
atau membuangnya ke tempat pembuangan sampah tertutup PLUS :
• Menaburkan bubuk larvasida
• Memelihara ikan pemakan jentik
• Menanam pohon pengusir nyamuk (sereh, zodia, lavender, geranium, dll)
• Memakai obat anti nyamuk (semprot, bakar maupun oles),
• Menggunakan kelambu, pasang kawat kasa, dll.
• Menggunakan cara lain disesuaikan dengan kearifan lokal.
4) Larvasidasi
Pelaksana: Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas puskesmas/ dinas
kesehatan kabupaten/kota
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran: Tempat Penampungan Air (TPA) di rumah dan Tempat-
Tempat Umum (TTU)
Larvasida : Sesuai dengan dosis
Cara: Larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB
5) Penyuluhan

23
Penyuluhan dapat dilakukan oleh segenap tenaga kesehatan yang dikoordinasikan oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
c) Evaluasi Pelaksanaan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase (coverage) pemberantasan
vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan
kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk
pengabutan, larvasidasi dan penyuluhan. Pada kunjunga tersebut dilakukan wawancara
apakah rumah sudah dilakukan pengabutan, larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta
penyuluhan.
d) Evaluasi Hasil penanggulangan KLB
Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap
jumlah penderita dan kematian DBD. Penilaian epidemiologis dilakukan dengan
membandingkan data kasus/ kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB.
Data-data tersebut digambarkan dalam grafik harian, mingguan atau bulanan, serta
dibandingkan pula dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama. (dalam
bentuk laporan)

24
25
Hasil laporan dari kunjungan tersebut diketahui ada 2 kasus lain yang dicurigai sebagai
Demam Berdarah Dengue dan kondisi kesehatan lingkungan yang buruk. Sampah menumpuk
di banyak tempat dan sebagian sampah yang masuk selokan sehingga menghabat saluran air
dan hasil pemantauan banyak jentik-jentik nyamuk di rumah-rumah penduduk dan pada
genangan-genangan air disekitar rumah mereka.Segera saja dr. Arief memerintahkan stafnya
untuk melakukan pendidikan kesehatan masyarakat (public Health Education) ke seluruh desa
di wilayah kerjanya.

1. Apa yang selanjutnya harus dilakukan terhadap hasil laporan dari kunjungan tersebut?
Jawab :

Kepala puskesmas yang menerima laporan kewaspadaan harus segera memastikan adanya KLB.
Bila dipastikan telah terjadi KLB, kepala puskesmas harus segera membuat laporan KLB,

26
melaksanakan penyelidikan epidemiologis, dan penanggulangan KLB.
Laporan KLB disampaikan secara lisan dan tertulis. Penyampaian secara lisan dilakukan dengan
tatap muka, melalui telepon, radio, dan alat komunikasi lainnya. Penyampaian secara tertulis
dapat dilakukan dengan surat, faksimili, dan sebagainya.
Laporan KLB puskesmas dikirimkan secara berjenjang kepada Menteri dengan berpedoman
pada format laporan KLB (Formulir W1). Puskesmas Camat Puskesmas Pembantu/ Bidan di
Desa Masyarakat Dusun/RT/RW Desa/Lurah Rumah Sakit Dinas Kesehatan Penyelidikan
Epidemiologi dan Penanggulangan KLB 27 Formulir Laporan KLB (Formulir W1) adalah sama
untuk puskesmas, kabupaten/kota dan provinsi, namun dengan kode yang berbeda. Formulir
berisi nama daerah KLB (desa, kecamatan, kabupaten/kota dan nama puskemas), jumlah
penderita dan meninggal pada saat laporan, nama penyakit dan gejala-gejala umum yang
ditemukan diantara penderita, dan langkah-langkah yang sedang dilakukan. Satu formulir W1
berlaku untuk satu jenis penyakit saja.

Laporan KLB puskesmas (W1Pu) dibuat oleh kepala puskesmas kepada camat dan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota. Laporan KLB kabupaten/kota (W1Ka) dibuat oleh kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota kepada bupati/walikota dan kepala dinas kesehatan provinsi. Laporan
KLB provinsi (W1Pr) dibuat oleh kepala dinas kesehatan provinsi kepada gubernur dan Menteri
(up. Direktur Jenderal).

2. Apa kriteria kesehatan lingkungan yang baik?


Jawab :
Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan, antara lain: 1) Penyediaan
air minum, 2) Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran, 3) Pembuangan
sampah padat, 4) Pengendalian vektor, 5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah
oleh ekskreta manusia, 6) Higiene makanan termasuk higiene susu, 7) Pengendalian

27
pencemaran udara, 8) Pengendalian radiasi, 9) Kesehatan kerja, 10) Pengendalian
kebisingan, 11) Perumahan dan pemukiman, 12) Aspek kesehatan lingkungan dan
trasportasi udara, 13) Perencanaan daerah dan perkotaan, 14) Pencegahan kecelakaan,
15) Rekreasi umum dan periwisata, 16) Tidakan-tindakan sanitasi yang berhubungan
dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk, 17)
Tindakan pencegahan yang di perlukan untuk menjamin lingkungan. Menurut Pasal 22
ayat 3 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992, ruang lingkup kesehatan lingkungan: 1)
Penyehatan air dan udara, 2) Pengamanan limbah padat/sampah, 3) Pengamanan limbah
cair, 4) Pengamanan limbah gas, 5) Pengamanan radiasi, 6) Pengamanan kebisingan, 7)
Pengaman vektor penyakit, 8) Penyehatan dan pengamanan lainnya: misalnya pasca
bencana.

3. Bagaimana cara melakukan Pendidikan kesehatan masyarakat ke seluruh desa wilayah


kerja?
Jawab :

Cara petugas menyampaikan program edukasi dengan mengumpulkan warga di suatu


tempat yang dapat menampung warga dalam jumlah yang banyak, kemudian petugas
menyampaikan informasi-informasi kesehatan termasuk informasi mengenai
pencegahan demam berdarah karena mulai memasuki musim penghujan. Kegiatan
seperti ini, biasa dilakukan saat posyandu, di puskesmas, perkumpulan ibu-ibu PKK,
dan perkumpulan bapak-bapak.

Jadwal penyampaian edukasi tiap bidang berbeda, akan tetapi semuanya sudah
terjadwal dengan semestinya. Seperti siaran radio tiap tahunnya, penyuluhan dari
puskesmas diberikan tiap bulan, dan kader melakukan penyuluhan 2 minggu sekali.
Cara mengukur keberhasilan penyampaian program edukasi pencegahan demam
berdarah sama seperti sosialisasi, yaitu dengan melihat perhitungan hasil dari angka
penurunan kasus yang terjadi, setelah itu petugas promosi kesehatan melakukan
penyusunan rancangan kegiatan agar dapat mengukur program tersebut berjalan secara
terstruktur dan terkonsep sesuai dengan program menurunnya kasus DBD, menjadi
media yang menarik perhatian masyarakat.

Media untuk menyampaikan edukasi pencegahan demam berdarah bemacam-


macam seperti audio visual, film, siaran radio, power point, pamflet, leaflet, poster,

28
brosur, dan lembar lipat. Media tersebut disampaikan sesuai dengan kebutuhan masing-
masing. Peran media yang dapat menarik perhatian peserta seperti audiovisual, karena
dapat dilihat, didengarkan suaranya, mudah dimengerti dan mudah diingat. Untuk isi
dari materi yang disampaikan saat pencegahan demam berdarah yaitu, penyebab
terjadinya demam berdarah, dampak bila terjangkit demam berdarah, cara penularan
nyamuk ke manusia, dan cara pemberantasan sarang nyamuk.

Bentuk evaluasi media yang digunakan saat pelaksanaan edukasi yang


dilakukan petugas dilihat dari respon yang diberikan warga saat pelaksanaan seperti
apa. Jika peserta pada saat diberikan penyuluhan duduk diam dan bisa datang duduk
dengan nyaman berarti media yang digunakan bisa diterima dan menarik, tetapi untuk
peserta pada saat penyuluhan sudah merasa tidak nyaman atau pulang duluan itu berarti
medianya kurang diminati dan kurang menarik perhatian. Untuk peserta yang sadar
akan bahaya demam berdarah senang menerima penyuluhan dengan media apapun,
akan tetapi untuk peserta yang merasa belum mengalami dan wilayahnya jarang
terjangkit kasus DBD biasanya tidak akan memperhatikan dan tanpa sadar akan
mengganggu pelaksanaan edukasi.

Berdasarkan hasil wawancara informan triangulasi melakukan rencana tindak


lanjut dengan melakukan edukasi langsung dari rumah ke rumah, jadi petugas bersama
kader melakukan pemantauan jentik, kemudian untuk rumah yang positif jentik
langsung diberikan edukasi kepada pemilik rumah untuk segera melakukan pengurasan
lalu diberikan larvasida. Larvasida diberikan agar jentik nyamuk mati dan diberikan
pada tempat-tempat yang penampungan airnya dalam volume yang besar.

Pada program edukasi petugas yang bertanggungjawab yaitu petugas


pengendalian penyakit menular, promosi kesehatan dan puskesmas. Pembagian tugas
pokok dan fungsinya yaitu petugas pengendalian penyakit menular sebagai konselor
dengan memberikan bantuan berupa pemecahan masalah mengenai hambatan
mengendalikan jentik nyamuk.

Petugas promosi kesehatan dan puskesmas sebagai fasilitator yang memberikan


kemudahan dan menyediakan fasilitas berupa ilmu untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, sebagai komunikator yang menyampaikan pesan kepada masyarakat agar

29
mau merubah perilakunya, dan sebagai motivator dengan memberikan dorongan agar
masyarakat mau dan mampu untuk melakukan hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan
program edukasi berjalan cukup baik karena adanya koordinasi yang terstruktur dari
petugas yang berwenang yang menjalankan program edukasi. Tugas pokok dan fungsi
juga dilaksanakan seperti yang telah direncanakan.

4. Apa yang dimaksud dengan angka bebas jentik?


Jawab:
Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan
jentik dengan cara menghitung rumah atau bangunan yang tidak dijumpai jentik dibagi
dengan seluruh jumlah rumah atau bangunan.

5. Apa yang dimaksud dengan pemantauan jentik berkala?


Jawab :
Pemantauan jentik berkala merupakan kegiatan pemeriksaan tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur baik oleh petugas puskesmas
maupun juru pemantau jentik (jumantik)

6. Apa tugas dari Jumantik?


Jawab :
Jumantik bertugas memantau jentik nyamuk yang ada di sekeliling tempat tinggal,
terutama di tempat-tempat yang biasa menjadi sarang nyamuk seperti di bak mandi
karena jarang dikuras, genangan air di sampah kaleng atau plastik kemasan air minum.

7. Apa saja yang perlu disiapkan untuk melakukan Pendidikan kesehatan masyarakat?
Jawab :
Persiapan yang perlu dilakukan adalah pengembangan petugas dan pengembangan
masyarakat. Pengembangan petugas dilakukan melalui pertemuan lintas program atau
lintas sektor. Pengembangan masyarakat dilakukan melalui pelaksanaan SMD, MMD,
dan tindak lanjut rencana kerja hasil MMD

8. Apa saja yang termasuk kegiatan Pendidikan kesehatan masyarakat?


Jawab :

30
Berdasarkan dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dibagi:
1. Promosi kesehatan (health promotion) yaitu peningkatan derajad atau setatus
kesehatan masyarakat yang dilakukan melalui pendidikan, penyuluhan ataupun
pelatihan kesehatan,
2. Perlindungan umum dan khusus (general and specific protection) yaitu usaha untuk
melindungi masyarakat untuk memberikan perlindungan ataupun pencegahan
terhadap terjangkitnya suatu penyakit contohnya dengan program imunisasi,
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment) yaitu
suatu usaha awal untuk mendeteksi suatu penyakit akibat rendahnya pengetahuan
dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit,
4. Pembatasan kecacatan (disability limitation) yaitu suatu usaha mencegah terjadinya
kecacatan akibat pengobatan yang kurang tuntas akibat ketidak tahuan masyarakat
atau menganggap bahwa penyakitnya sudah sembuh, dan 5. Rehabitasi
(rehabitation) yaitu suatu usaha untuk memulihkan akibat sakit atau cedera yang
terkadang orang enggan atau malu untuk melakukannya. (Widodo, 2016)

9. Apa tujuan dari PHE?


Jawab :
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 bahwa tujuan dari pendidikan
kesehatan yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif
secara ekonomi maupun sosial, pendidikan kesehatan di semua program kesehatan; baik
pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayananan
kesehatan, maupun program kesehatan lainnya.

10. Apa yang bisa dilakukan oleh kepala puskesmas untuk mengatasi masalah lingkungan
seperti sampah yang menumpuk,jentik nyamuk dan genangan air di sekitar rumah
penduduk ?
Jawab :
1) Membentuk Satuan Tugas (Satgas) Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
Salah satu faktor belum efektifnya pencegahan DBD di Indonesia
adalah masih lemahnya sistem kewaspadaan dini. Peran juru pantau jentik
(jumantik) sangat penting dalam sistem kewaspadaan dini mewabahnya
DBD karena berfungsi untuk memantau keberadaan dan menghambat

31
perkembangan awal dari vektor penular DBD. (Diana Andriyani
Pratamawati, 2012)
2) Melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus
PSN dilakukan bersama oleh satgas jumantik dan juga penanggung
jawab Puskesmas program promosi kesehatan. PSN dilakukan dengan cara
memeriksa setiap rumah yang ada di desa mengenai keberadaan jentik
nyamuknya. Selain di bak mandi, pemeriksaan juga dilakukan di tempat-
tempat yang terdapat genangan air seperti ban bekas, kaleng, tempurung
kelapa. Selain pemeriksaan jentik nyamuk, dilakukan juga pemberian bubuk
abate di tiap rumah dan juga memberikan pendidikan kesehatan mengenai
pencegahan demam berdarah bagi warga yang didapatkan jentik nyamuk
dirumahnya. Pendidikan kesehatan/ penyuluhan tentang DBD juga
memegang peranan penting dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat
terhadap bahaya DBD. Ni Made Murtini et.al (2012) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat yang kurang baik
tentang pencegahan penyakit dapat mempengaruhi kejadian DBD dan
tingkat resiko penyakit DBD. Selain itu semakin masyarakat tidak serius dan
tidak berhati-hati terhadap penularan penyakit DBD maka akan semakin
rentan/beresiko terkena penyakit DBD.
3) Melaksanakan Gotong Royong dan Penyuluhan tentang Pola Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS)
Terdapat berbagai upaya untuk mencegah penyebaran penyakit
menular. Upaya pencegahan yang paling utama dan merupakan upaya
pencegahan primera dalah berbagai kegiatan manusia dan perilaku manusia
yang harus dilakukan oleh keluarga/masyarakat adalah gotong royong
membersihkan lingkungan sekitar dan menjaga kebersihan diri atau yang
biasa dikenal sebagai Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Upaya PHBS jika tidak dilakukan oleh masing-masing individu atau
keluarga dan anggota keluarganya akan menjadi faktor risiko untuk
timbulnya penyakit, baik infeksi atau penyakit tidak menular. Namun, jika
upaya PHBS dilaksanakan dengan baik, maka upaya ini akan menjadi upaya
yang efektif untuk mencegah penyakit menular seperti penyakit akibat
dampak perubahan iklim termasuk DBD (Sintorini, M.M., 2007). Dapat
dikatakan bahwa upaya PHBS dapat menjadi determinan penyakit dan juga

32
pencegahan penyakit (Ardini S & Ahyani R, 2015).

11. Bagaimana konsep dan strategi promosi kesehatan ?


Jawab :

a. Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


b. Cuci tangan pakai sabun (CTPS)
c. Mengkonsumsi makanan sehat seperti buah dan sayur.
d. Tidak membuang sampah sembarangan
e. Melakukan kerja bakti untuk menciptakan lingkungan sehat
f. Menggunakan pelayanan kesehatan.
g. Menjalankan gaya hidup sehat bersama anggota keluarga.

12. Bagaimana konsep dan perilaku kesehatan?


Jawab :
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintanance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu
dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari
itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan
yang seoptimal mungkin.
c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung
pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

33
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (Health
seeking behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment), pengobatan alternatif, pengobatan kesehatan
tradisional sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang
mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatan sendiri,
keluarga, atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja,
air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang
perilaku kesehatan ini:
a. Perilaku hidup sehat (healthy life style)
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya atau pola/
gaya hidup sehat (healthy life style).
Perilaku ini mencakup antara lain:
1) Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang disini
dalam arti kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan
kuantitas dalam arti jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
(tidak kurang tetapi juga tidak lebih). Secara kualitas mungkin di
Indonesia dikenal dengan ungkapan empat sehat lima sempurna.
2) Olahraga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan), dan kuantitas dalam
arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Dengan
sendirinya kedua aspek ini akan tergantung dari usia, dan status kesehatan
yang bersangkutan.
3) Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan
berbagai macam penyakit. Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di
Indonesia, seolah-olah sudah membudaya. Hampir 50% penduduk
Indonesia usia dewasa merokok. Bahkan dari hasil suatu penelitian,

34
sekitar 15% remaja kita telah merokok. Inilah tantangan pendidikan
kesehatan kita.
4) Tidak minum minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan
mengkonsumsi narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya lainnya)
juga cenderung meningkatkan. Sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa
diperikirakan sudah mempunyai kebiasaan minum miras ini.
5) Istirahat yang cukup. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat
tuntutan untuk penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan
orang untuk bekerja keras dan berlebihan, sehingga waktu istirahat
berkurang. Hal ini juga dapat membahayakan kesehatan.
6) Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja dan akibatnya
bermacam-macam bagi kesehatan. Lebih-lebih sebagian akibat dari
tuntutan hidup yang keras seperti diuraikan diatas. Kecenderungan stres
akan meningkat pada setiap orang. Stres tidak dapat kita hindari, yang
penting dijaga agar stres tidak menyebabkan gangguan kesehatan, kita
harus dapat mengendalikan atau mengelola stres dengan kegiatan-
kegiatan yang positif.
7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan. Misalnya: tidak
berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita
dengan lingkungan, dan sebagainya.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan
gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang sakit (mempunyai peran yang mencakup
hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).
Hak dan kewajiban ini harus 48 diketahui oleh orang sakit sendiri maupun
orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran
orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi:
1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan,
2) Mengenal, mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan
penyakit yang layak,
3) Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh

35
pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit
(memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada
dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang
lain, dan sebagainya.
Setelah merasa mempunyai data yang cukup maka dr. Arief berkoordinasi dengan Pak
Camat. Pak Camat sebagai penanggung jawab wilayah segera mengadakan pertemuan dengan
Kepala Desa, Pak RT, bidan desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, kader kesehatan untuk
mengadakan Musyawarah Masyarakat Desa dan diharapkan ada kesepakatan tentang upaya-
upaya yang akan dilakukan oleh masing-masing pihak yang semuanya dapat berkontribusi
dalam menurunkan penyakit Demam berdarah Dengue di daerah mereka tersebut.

1. Bagaimana cara menurunkan angka kesakitan dari dbd?


Jawab :
a. Langkah-langkah Pelaksanaan Penanggulangan KLB
Bila terjadi KLB/wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu),
PSN 3M plus larvasidasi, penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit KLB, dan kegiatan penanggulangan
lainnya yang diperlukan, seperti:
1) Pengobatan dan perawatan penderita
Penderita DBD derajat 1 dan 2 dapat dirawat di puskesmas yang mempunyai fasilitas
perawatan,sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus segera dirujuk ke Rumah Sakit.
2) Pemberantasan vektor
Penyemprotan insektisida (pengasapan/pengabutan)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/ kota, puskesmas, dan tenaga lain yang telah
dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Alat : hot fogger/mesin pengabut dan/atau ULV
Cara : Fogging/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu minggu
3) Pemberantasan sarang jentik/nyamuk (PSN 3M plus)
Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya yang merupakan satu
kesatuan epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk: tempat penampungan air,barang
bekas (botol, pecahan gelas, ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah
pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat penampungan air di bawah

36
kulkas, dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan dan tempat umum.
Cara : Melakukan kegiatan PSN 3M plus
- Menguras bak mandi
- Menutup tempat penampungan air
- Mendaur ulang barang-barang bekas
- Plus: upaya menghindari gigitan nyamuk.

2. Apa tujuan diadakannya musyawarah masyarakat desa pada kasus?


Jawab :

1. Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya;


2. Masyarakat bersepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan melalui pelaksanaan
Desa Siaga dan Poskesdes;
3. Masyarakat menyusun rencana kerja untuk menanggulangi masalah kesehatan,
melaksanakan desa siaga dan poskesdes, dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa;

4. Disamping itu juga untuk menyusun rencana jangka panjang pengembangan Desa Siaga.

3. Apa saja yang dilakukan saat musyawarah masyarakat desa?


Jawab :
1. Pelaksanaan MMD
Hasil SMD dibahas bersama dengan perwakilan warga desa dan masyarakat untuk
dilakukan kegiatan perumusan & penentuan prioritas masalah dalam sebuah MMD
1. Pembukaan dilakukan oleh kepala desa dengan menguraikan tujuan MMD dan
menghimbau seluruh peserta agar aktif mengemukakan pendapat dan
pengalaman sehingga membantu pemecahan masalah yang dihadapi Bersama;
2. Perkenalan peserta yang dipimpin oleh kader pemberdayaan masyarakat untuk
menimbulkan suasana keakraban
3. Penyajian hasil SMD oleh Ketua Tim pelaksana SMD atau kader dari masing-
masing RW/RT/Dusun/Dukuh.
4. Perumusan dan penentuan prioritas masalah berdasarkan hasil SMD.
5. Menggali dan mengenali potensi yang ada di masyarakat untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.

37
6. Ada fasilitasi teknis dari petugas kesehatan dan sektor terkait di tingkat desa,
kecamatan atau kabupaten
7. Penyusunan rencana kerja pemecahan masalah kesehatan serta langkah-langkah
kegiatan kesehatan tingkat Desa/Kelurahan.
8. Pengorganisasian masyarakat, dilakukan dengan jalan menyusun seksi-seksi
beserta tupoksinya yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana kerja
yang telah disusun. Bila perlu setiap seksi juga bisa mengembangkan rencana
kegiatan masing-masing yang mengacu pada rencana kerja yang telah disepakati
sebelumnya.
9. Pernyataan tekad bersama untuk melaksanakan kegiatan kesehatan tingkat
Desa/Kelurahan.

Forum pertemuan perwakilan warga desa untuk :


a. membahas hasil SMD
b. Merencanakan penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari hasil
SMD
c. Menyusun perencanaan kegiatan puskesmas agar sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi masyarakat.

4. Siapa saja yang termasuk lintas sektor?


Jawab :
Lintas Sektor Puskesmas adalah salah satu ruang membangun komitmen,
menyatukan misi ditingkatan pemangku kepentingan, camat sebagai pemerintah
kecamatan, kepala desa sebagai representasi masyarakat desa, tokoh masyarakat, tokoh
agama, tokoh pemuda.

5. Bagaimana alur pencatatan, pengolahan, dan pemandaatan data PWS-KIA?


Jawab :

38
6. Apa tujuan PWS?4
Jawab :
 Tujuan Umum
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap wilayah
kerja.

 Tujuan Khusus
o Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
o Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
o Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
o Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang
ditetapkan.
o Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara
intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
o Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
dan yang potensial untuk digunakan.
o Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi
sumber daya.
o Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan

39
pelayanan KIA.

7. Bagaimana seharusnya PWS lengkap yang dilakukan Puskesmas?


Jawab :
PWS lengkap yaitu yang mencangkup data-data sebagai berikut;
 Data Sasaran: Jumlah seluruh ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, seluruh bayi, seluruh
anak balita, seluruh PUS
 Data pelayanan : Jumlah K1, K4, persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan,
ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF 3) oleh tenaga kesehatan, neonatus yang
mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 6-48 jam, neonatus yang mendapatkan
pelayanan kesehatan lengkap (KN lengkap), ibu hamil, bersalin dan nifas dengan
faktor risiko/komplikasi yang dideteksi oleh masyarakat, kasus komplikasi obstetri
yang ditangani, neonatus dengan komplikasi yang ditangani, bayi 29 hari-12 bulan
yang mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya 4 kali, anak balita (12-9 bulan)
yang mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya 8 kali, anak balita sakit yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, peserta KB aktif.
8. Bagaimana cara pelaksanaan MMD?
Jawab :

1. Pembukaan dilakukan oleh kepala desa dengan menguraikan tujuan MMD dan
menghimbau seluruh peserta agar aktif mengemukakan pendapat dan pengalaman
sehingga membantu pemecahan masalah yang dihadapi bersama;
2. Perkenalan peserta yang dipimpin oleh kader untuk menimbulkan suasana
keakraban;
3. Penyajian hasil survei oleh kader selaku pelaksana SMD, data serta temuan lain
yang diperoleh pada saat disajikan, utamanya adalah daftar masalah kesehatan,
data potensi, serta harapan masyarakat.
4. Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan, dukungan dan kontribusi
yang dapat disumbangkan oleh setiap individu/institusi yang diwakilinya atas dasar
pengenalan masalah kesehatan dan hasil SMD dilanjutkan dengan rekomendasi
teknis dari petugas kesehatan di desa/bidan di desa;
5. Menggali potensi dan menemukenali potensi yang ada di masyarakat untuk
memecahkan masalah yang dihadapi;
6. Penyusunan rencana kerja penanggulangan masalah kesehatan yang dipimpin oleh

40
Kepala Desa, langkah-langkah solusi untuk pembangunan poskesdes dan
pengembangan Desa Siaga
7. Menyimpulkan hasil MMD berupa penegasan tentang rencana kerja oleh Kepala
Desa;
8. Penutup.

9. Apa bentuk keluaran dari MMD?


Jawab :
Setelah dilakukan MMD, dilanjutkan dengan perencanaan partisipatif untuk menyusun
rencana kerja meliputi:
a. Apa kegiatan kesehatan yang akan dilaksanakan dalam pengembangan Desa dan
Kelurahan
b. Dimana tempatnya
c. Siapa yang akan melaksanakan kegiatan ini
d. Kapan dan berapa lama kegiatan ini berlangsung
e. Bagaimana cara memantaunya
f. Sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan ini (potensi yang ada di
desa)
g. Siapa yang perlu dilibatkan
h. Target yang ingin dicapai baik jumlah maupun kualitasnya
Tindak Lanjut Musyawarah Masyarakat Desa
Kader/tokoh masyarakat membantu kepala desa menyebarkan hasil musyawarah/MMD
berupa rencana kerja penanggulangan masalah kesehatan dan membantu
menindaklanjuti untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya.

Pelaksanaan Kegiatan
 Sosialisasi rencana kerja pemecahan masalah kesehatan oleh Tim Desa dan
Kelurahan ke seluruh warga desa dengan memanfaatkan pertemuan rutin yang
sudah ada.
 Semua pihak melakukan kegiatan sesuai tugas yang disepakati dalam rencana kerja
pemecahan masalah.
10. Bagaimana gambaran SK untuk suatu DBD pada kasus?
Jawab :

41
42
43
Hipotesis :
dr. Arief sebagai pimpinan di Puskesmas Andalan belum mengadakan upaya pendidikan
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya bersama lintas sektor untuk menentukan upaya-
upaya dalam rangka penanganan kasus DBD sehingga dr Arief telah menyadari kemungkinan
terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) pada wilayah tersebut

IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan


1. PHE dan PHBS
2. Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
3. Pemantauan Wilayah Setempat
4. Survei Mmawas Diri (SMD) dan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)

No Learning What I Know What I don’t What I must How I Learn


Issue Know Improve
1. PHE dan Definisi, Strategi Sasaran a. Jurnal

44
PHBS tujuan, promosi PHBS b. Buku
manfaat kesehatan c. Internet
dalam PHBS,
tatanan PHBS
2. Kejadian Luar Definisi, Faktor resiko, Faktor resiko,
Biasa (KLB) Etiologi epidemiologi, epidemiologi,
dan Demam cara cara
Berdarah mencegah, mencegah,
Dengue cara cara
(DBD) pengendalian pengendalian
3. Pemantauan Definisi, Tujuan, Pelaksanaan
pengelolaan,
Wilayah PWS
indicator
Setempat PWS

4. Survei Mawas Definisi, Definisi,


Diri (SMD) komponen komponen
dan ,fungsi, tujuan ,fungsi,
Musyawarah tujuan
Masyarakat
Desa (MMD)

V. Sintesis Masalah

1. PHE DAN PHBS


PHE(Public Health Education)
A. Prinsip pendidikan kesehatan
1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan
pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan
sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.
2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada
orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah
kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.

45
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya
sendiri.
4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.

B. Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat


Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :
1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran
masyarakat atau pekerja.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misal :
peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.
b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection) misal :
imunisasi
d. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early
diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan
sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.
e. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan
memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.

Sasaran PHE
a. Sasaran primer (Primary Target)

46
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan atau
promosi kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat
dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil
dan menyusui untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), anak sekolah untuk
kesehatan remaja, dan juga sebagainya.
b. Sasaran sekunder (Secondary Target)
Yang termasuk dalam sasaran ini adalah para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
adat, dan sebagainya. Disebut sasaran sekunder, karena dengan memberikan
pendidikan kesehatan kepada kelompok ini diharapkan untuk nantinya kelompok ini
akan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat di sekitarnya.
c. Sasaran tersier (Tertiary Target)
Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat, maupun
daerah. Dengan kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok
ini akan mempunyai dampak langsung terhadap perilaku tokoh masyarakat dan
kepada masyarakat umum.

Langkah-langkah PHE
1. Tahap I. Perencanaan dan pemilihan strategi
Tahap ini merupakan dasar dari proses komunikasi yang akan dilakukan oleh pendidik
kesehatan dan juga merupakan kunci penting untuk memahami kebutuhan belajar sasaran
dan mengetahui sasaran atau pesan yang akan disampaikan. Tindakan yang perlu
dilakukan pada tahap ini antara lain:
1) Review data yang berhubungan dengan kesehatan, keluhan, kepustakaan, media
massa, dan tokoh masyarakat.
2) Cari data baru melalui wawancara, fokus grup (dialog masalah yang dirasakan).
3) Bedakan kebutuhan sasaran dan persepsi terhadap masalah kesehatan, termasuk
identifikasi sasaran.
4) Identifikasi kesenjangan pengetahuan kesehatan.
5) Tulis tujuan yang spesifik, dapat dilakukan, menggunakan prioritas, dan ada jangka
waktu.
6) Kaji sumber- sumber yang tersedia (dana,sarana dan manusia)

47
2. Tahap II. Memilih saluran dan materi/media.
Pada tahap pertama diatas membantu untuk memilih saluran yang efektif dan matri yang
relevan dengan kebutuhan sasaran. Saluran yang dapat digunakan adalah melalui
kegiatan yang ada di masyarakat. Sedangkan materi yang digunakan disesuaikan dengan
kemampuan sasaran. Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah :
1) Identifikasi pesan dan media yang digunakan.
2) Gunakan media yang sudah ada atau menggunakan media baru.
3) Pilihlah saluran dan caranya.
3. Tahap III. Mengembangkan materi dan uji coba
Materi yang ada sebaiknya diuji coba ( diteliti ulang ) apakah sudah sesuai dengan
sasarandan mendapat respon atau tidak. Tindakan yang perlu dilakukan adalah:
1) Kembangkan materi yang relevan dengan sasaran.
2) Uji terlebih dahulu materi dan media yang ada. Hasil uji coba akan membantu apakah
meningkatkan pengetahuan, dapat diterima, dan sesuai dengan individu.
4. Tahap IV. Implementasi
Merupakan tahapan pelaksanaan pendidikan kesehatan.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Bekerjasama dengan organisasi yang ada di komunitas agar efektif
2) Pantau dan catat perkembangannya.
3) Mengevaluasi kegiatan yang dilakukan.
5. Tahap V. Mengkaji efektifitas
Mengkaji keefektifan program dan pesan yang telah disampaikan terhadap perubahan
perilaku yang diharapkan. Evaluasi hasil hendaknya berorientasi pada kriteria jangka
waktu (panjang / pendek) yang telah ditetapkan. Tindakan keperawatan yang perlu
dilakukan adalah melakukan evaluasi proses dan hasil.
6. Tahap VI. Umpan balik untuk evaluasi program
Langkah ini merupakan tanggung jawab perawat terhadap pendidikan kesehatan yang
telah diberikan. Apakah perlu diadakan perubahan terhadap isi pesan dan apakah telah
sesuai dengan kebutuhan sasaran. Informasi dapat memberikan gambaran tentang
kekuatan yang telah digunakan dan memungkinkan adanya modifikasi. Tindakan
keperawatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

48
1) Kaji ulang tujuan, sesuaikan dengankebutuhan.
2) Modifikasi strategi bila tidak berhasil.
3) Lakukan kerjasama lintas sektor dan program.
4) Catatan perkembangan dan evaluasi terhadap pendidikan kesehatan yang telah
dilakukan.
5) Pertahankan alasan terhadap upaya yang akan dilakukan.
6) Hubungan status kesehatan, perilaku, dan pendidikan kesehatan.
7. Tahap VII Metode pendidikan kesehatan
1. Metode pendidikan Individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;
1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu
penyelesaiannya.
3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran,
penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk
mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu
mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka
perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2. Metode pendidikan Kelompok


Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau
kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada
besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi
maupun rendah.

49
2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan
menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli
atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya
dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan
diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap
kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi
memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan
hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.
2) Curah pendapat (Brain Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu
masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan,
tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan tulis,
sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa
pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling)
Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian
dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2
pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah
tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah
beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan
demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian
dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan
masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya
kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
5) Memainkan peranan (Role Play)

50
Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu
untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas,
sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai
pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana
interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
6) Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan
dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya
persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk
arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi
berperan sebagai nara sumber.

3. Metode pendidikan Massa


Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya
menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking)
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional, misalnya
oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV
maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan
kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah
juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh : ”Praktek Dokter
Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk
pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu
siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya
jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk
pendidikan kesehatan massa.

51
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya
adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke
Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang
Nyamuk).

8. Tahap VIII. Promosi Kesehatan


Promosi Kesehatan adalah suatu pendekatan atau upaya agar masyarakat mau dan
mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan nya sendiri. Upaya membantu
masyarakat agar mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menolong
diri sendiri, melalui pembelajaran dari, oleh, dan bersama masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat dan didukung oleh kebijakan public yang berwawasan kesehatan.
Strategi promosi kesehatan terdiri dari : pemberdayaan masyarakat, bina suasana, dan
advokasi
1. Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dalam kesehatan menurut WHO adalah suatu proses
budaya, psikologis dan politik melalui individu dan kelompok sosial sehingga mampu
mengekspresikan kebutuhan, menghadirkan kepedulian, menyusun strategi
keikutsertaan dalam mengambil keputusan serta melakukan tindakan politik, sosial
dan budaya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan Pemberdayaan pada manusia sangat
dipengaruhi oleh perspektif atau pandangan hubungan manusia dengan l i n g ku n g a
n t e m p a t t i n g g a l nya d a n pengalaman kesehatan yang dialami.
Potensial Masyarakat
Pemberdayaan kesehatan muncul dari sintesis sumber daya pribadi dan sumber daya
sosiokontekstual. Sumber daya pribadi mencerminkan kemampuan diri sendiri.
Sumberdayasoskontekstual mencerminkan dukungan jejaring sosial dan dukungan
layanan sosial. Pemberdayaan disini menekankan pada partisipasi dalam proses
mengubah diri dan lingkungan untuk kesejahteraan. Teori pemberdayaan kesehatan
bersifat ek presif terhadap s kesejahteraan manusia dan dipandang sebagai proses yang
muncul dari pengakuan sumber daya pribadi dan sosial kontekstual Domain
pemberdayaan masyarakat
Ada domain pemberdayaan sembilan komunitas yaitu:

52
1. meningkatkan partisipasi,
2. mengembangkan kepemimpinan lokal,
3. membangun pemberdayaan struktur organisasi,
4. meningkatkan kapasitas penyelesaian masalah,
5. meningkatkan kemampuan komunitas untuk “ ” ask why (kemampuan berpikir
kritis),
6. memperbaiki mobilisasi sumberdaya,
7. menguatkan hubungan antara organisasi dan masyarakat,
8. menciptakan hubungan yang seimbang dengan agen luar,
9. meningkatkan kontrol manajemen program.
Gerakan Pemberdayaan
 Secara umum
Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan yang berbasis pada penilaian
kebutuhan kesehatan masyarakat dilakukan dengan mencari tahu secara mendalam
kebutuhan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat, kemudian secara
bersama sama masyarakat - diajak untuk merumuskan apa saja pemecahan masalah
yang sudah diidentifikasi tersebut. Selanjutnya masyarakat diajak u n t u k m e l a k s
a n a k a n s e m u a u p aya pemecahan masalah tersebut yang telah disepakati
bersama, misalnya berupa desa siaga maupun pengaktifan surveilans.
 DBD
Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus
Upaya PSN 3M Plus adalah seluruh kegiatan masyarakat bersama pemerintah untuk
mencegah dan mengendalikan penyakit DBD dengan melakukan pemberantasan
sarang nyamuk secara terus menerus dan berkesinambungan. Gerakan PSN 3M Plus
ini merupakan kegiatan yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit DBD
serta mewujudkan kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat.
Tujuan Kegiatan PSN 3M Plus adalah memberantas tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk aedes melalui upaya pembinaan peran serta masyarakat
sehingga penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi.
Sasaran Kegiatan PSN 3M Plus adalah semua keluarga dan pengelola tempat umum
melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), dimana tiap-tiap rumah tangga

53
memiliki satu orang penanggungjawab kegiatan PSN 3M Plus di rumahnya.
Penanggungjawab tersebut selanjutnya disebut Jumantik Rumah harus melaksanakan
PSN 3M.
Gerakan PSN 3M Plus dilaksanakan dengan cara memotivasi masyarakat (keluarga
dan pengelola TTU) untuk melaksanakan kegiatan pemberantasan jentik nyamuk di
rumah dan lingkungannya masing-masing. Pelaksana motivasi kepada keluarga
adalah kader dari masyarakat setempat yang telah dilatih dalam melakukan
pemeriksaan jentik, kader ini disebut Koordinator Jumantik. Motivasi dilakukan
dengan cara melakukan kunjungan rumah secara berkala untuk memeriksa tempat-
tempat potensial untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes dan memberikan
penyuluhan tentang DBD/ PSN 3M Plus.

Advokasi
 Secara umum
Advokasi kesehatan adalah upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi pimpinan,
pembuat/penentu kebijakan, keputusan dan penyandang dana dan pimpinan media
massa agar proaktif dan mendukung berbagai kegiatan promosi penanggulangan
Penanggulangan DBD sesuai dengan bidang dan keahlian masingmasing. Sementara
itu ada pendapat populer bahwa advokasi adalah melakukan kampanye pada media
massa atau melakukan upaya komunikasi, informasi dan edukasi.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1. Definisi PHBS
PHBS merupakan kependekan dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. PHBS
adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan karena kesadaran pribadi sehingga
keluarga dan seluruh anggotanya mampu menolong diri sendiri pada bidang kesehatan
serta memiliki peran aktif dalam aktivitas masyarakat. Perilaku hidup bersih sehat pada
dasarnya merupakan sebuah upaya untuk menularkan pengalaman mengenai pola hidup
sehat melalui individu, kelompok ataupun masyarakat luas dengan jalur–jalur
komunikasi sebagai media berbagi informasi. Ada berbagai informasi yang dapat
dibagikan seperti materi edukasi guna menambah pengetahuan serta meningkatkan sikap
dan perilaku terkait cara hidup yang bersih dan sehat.  

54
2. Tujuan PHBS
Tujuan utama dari gerakan PHBS adalah meningkatkan kualitas kesehatan melalui
proses penyadartahuan yang menjadi awal dari kontribusi individu–individu dalam
menjalani perilaku kehidupan sehari – hari yang bersih dan sehat. 
3. Manfaat PHBS
Manfaat PHBS yang paling utama adalah terciptanya masyarakat yang sadar
kesehatan dan memiliki bekal pengetahuan dan kesadaran untuk menjalani perilaku
hidup yang menjaga kebersihan dan memenuhi standar kesehatan.
4. Hakikat Perilaku
Perilaku individu berkaitan dengan faktor-faktor pengetahuan dan sikap individu.
Perilaku juga menyangkut dimensi kultural berupa system nilai dan norma. Sistem nilai
adalah acuan tentang hal-hal yang dianggap baik dan hal-hal yang dianggap buruk.
Sedangkan norma adalah aturan tertulis yang disebut norma hukum. Selain itu, perilaku
juga berkaitan dengan dimensi ekonomi dan hal-hal lain yang merupakan pendukung
perilaku, yang disebut dengan faktor-faktor predisposisi (predisposing factors).
5. Tatanan PHBS
PHBS mencakup semua perilaku yang harus dipraktikkan di bidang pencegahan dan
penanggulangan penyakit, penyehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, gizi, farmasi dan pemeliharaan kesehatan. Perilaku-perilaku tersebut harus
dipraktikkan dimanapun seseorang berada baik dirumah tangga, di institusi pendidikan,
di tempat keja, di tempat umum dan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang dijumpai. Tatanan PHBS melibatkan beberapa elemen yang
merupakan bagian dari tempat beraktivitas dalam kehidupan sehari–hari. Berikut ini 5
tatanan PBHS yang dapat menjadi simpul–simpul untuk memulai proses
penyadartahuan tentang perilaku hidup bersih sehat:
- PHBS di Rumah tangga
- PHBS di Institusi Pendidikan
- PHBS di Tempat kerja
- PHBS di Sarana kesehatan
- PHBS di Tempat umum
a. Tatanan PHBS di Rumah Tangga

55
Salah satu tatanan PHBS yang utama adalah PHBS rumah tangga yang bertujuan
memberdayakan anggota sebuah rumah tangga untuk tahu, mau dan mampu
menjalankan perilaku kehidupan yang bersih dan sehat serta memiliki peran yang
aktif pada gerakan di tingkat masyarakat. Tujuan utama dari tatanan PHBS di
tingkat rumah tangga adalah tercapainya rumah tangga yang sehat.
Terdapat beberapa indikator PHBS pada tingkatan rumah tangga yang dapat
dijadikan acuan untuk mengenali keberhasilan dari praktek perilaku hidup bersih
dan sehat pada tingkatan rumah tangga. Berikut ini 10 indikator PHBS pada
tingkatan rumah tangga :
1) Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan.
Persalinan yang mendapat pertolongan dari pihak tenaga kesehatan baik itu
dokter, bidan ataupun paramedis memiliki standar dalam penggunaan peralatan
yang bersih, steril dan juga aman. Langkah tersebut dapat mencegah infeksi dan
bahaya lain yang beresiko bagi keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan.
2) Pemberian ASI eksklusif
Kesadaran mengenai pentingnya ASI bagi anak di usia 0 hingga 6 bulan menjadi
bagian penting dari indikator keberhasilan praktek perilaku hidup bersih dan
sehat pada tingkat rumah tangga.
3) Menimbang bayi dan balita secara berkala
Praktek tersebut dapat memudahkan pemantauan pertumbuhan bayi.
Penimbangan dapat dilakukan di Posyandu sejak bayi berusia 1 bulan hingga 5
tahun. Posyandu dapat menjadi tempat memantau pertumbuhan anak dan
menyediakan kelengkapan imunisasi. Penimbangan secara teratur juga dapat
memudahkan deteksi dini kasus gizi buruk.
4) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
Praktek ini merupakan langkah yang berkaitan dengan kebersihan diri sekaligus
langkah pencegahan penularan berbagai jenis penyakit berkat tangan yang bersih
dan bebas dari kuman.
5) Menggunakan air bersih
Air bersih merupakan kebutuhan dasar untuk menjalani hidup sehat.
6) Menggunakan jamban sehat

56
Jamban merupakan infrastruktur sanitasi penting yang berkaitan dengan unit
pembuangan kotoran dan air untuk keperluan pembersihan.
7) Memberantas jentik nyamuk
Nyamuk merupakan vektor berbagai jenis penyakit dan memutus siklus hidup
makhluk tersebut menjadi bagian penting dalam pencegahan berbagai penyakit.
8) Konsumsi buah dan sayur
Buah dan sayur dapat memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral serta serat yang
dibutuhkan tubuh untuk tumbuh optimal dan sehat.
9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Aktivitas fisik dapat berupa kegiatan olahraga ataupun aktivitas bekerja yang
melibatkan gerakan dan keluarnya tenaga.
10) Tidak merokok di dalam rumah
Perokok aktif dapat menjadi sumber berbagai penyakit dan masalah kesehatan
bagi perokok pasif. Berhenti merokok atau setidaknya tidak merokok di dalam
rumah dapat menghindarkan keluarga dari berbagai masalah kesehatan.

b. Tatanan PHBS di Institusi Pendidikan


Di institusi pendidikan (kampus, sekolah, pesantren dan lain-lain), sasaran
primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan institusi pendidikan

57
ber-PHBS yang mencakup antara lain mencuci tangan menggunakan sabun
megonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat, membuang
sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi Narkotika, Alkohol,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), tidak meludah sembarang tempat,
memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.
c. Tatanan PHBS di Tempat Kerja
Di tempat kerja (kantor, pabrik dan lain-lain), sasaran primer harus
mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan tempat kerja ber-PHBS, yang
mencakup mencuci tangan dengan sabun, mengonsumsi makanan dan minuman
sehat, menggunakan jamban sehat, membuang sampah ditempat sampah, tidak
merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak meludah sembarang tempat,
memberantas jentik nyamuk dan lain-lain.
d. Tatanan PHBS di Tempat Umum
Di tempat umum (tempat ibadah, pasar, pertokoan, terminal, dermaga dan lain-
lain), sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan tempat
umum ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun, menggunakan
jamban sehat, membuang sampah ditempat sampah, tidak merokok, tidak
mengonsumsi NAPZA, tidak meludah disembarang tempat, memberantas jentik
nyamuk dan lain-lain.
e. Tatanan PHBS di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik, Puskesmas, rumah sakit dan lain-lain),
sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan fasilitas
pelayanan kesehatan ber-PHBS, yang mencakup mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan jamban sehat, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok,
tidak mengonsumsi NAPZA, tidak meludah di semabrang tempat, memberantas
jentik nyamuk dan lain-lain.

6. Sasaran PHBS
Karena di masing-masing tatanan dijumpai masyarakat (yaitu masyarakan tatanan
yang bersangkutan), maka di masing-masing tatanan juga terdapat berbagai peran.
Dengan demikian, di masing-masing tatanan dapat dijumati tiga kelompok besar sasaran

58
pembinaan PHBS, yaitu sasaran primer, sasaran sekunder, dan sasaran tersier. Sasaran
primer berupa sasaran langsung, yaitu individu anggota masyarakat, kelompok-
kelompok dalam masyarakat dan masyarakan secara keseluruhan, yang diharapkan
untuk mempraktikkan PHBS.
Sasaran sekunder adalah mereka yang memiliki pengaruh terhadap sasaran primer
dalam pengambilan keputusannya untuk mempraktikkan PHBS. Termasuk disini adalah
para pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat yang umumnya menjadi panutan
sasaran primer. Terdapat berbagai jenis tokoh masyarakat seperti misalnya tokoh atau
pemuka adat, pemuka agama, tokoh politik, tokoh pertanian, tokoh pendidikan, tokoh
bisnis, tokoh pemuda, remaja, wanita, tokoh kesehatan dan lain-lain. Pemuka atau tokoh
adalah seseorang yang memiliki kelebihan di antara orang lain dalam suatu kelompok
atau masyarakat.
Sasaran tersier adalah mereka yang berada dalam posisi pengambilan keputusan
formal, sehingga dapat memberikan dukungan, baik berupa kebijakan/pengaturan dan
atau sumber daya dalam proses pembinaan PHBS terhadap sasaran primer. Mereka juga
sering disebut sebagai tokoh masyarakat formal, yakni orang yang memiliki posisi
menentukan dalam struktur formal di masyarakatnya (penentu kebijakan).
7. Strategi Pembinaan PHBS
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi
Promosi Kesehatan untuk pembinaan PHBS yang bersifat menyeluruh. Mengacu pada
Piagam Ottawa (Ottawa Charter) yang merupakan hasil dari Konferensi Internasional
Promosi Kesehatan Pertama di Ottawa (Kanada), tiga strategi pokok yang harus
dilaksanakan dalam promosi kesehatan adalah (1) advokasi, (2) bina suasana, dan (3)
pemberdayaan. Di Indonesia, strategi pokok tersebut kemudian diformulasikan kembali
ke dalam kalimat (1) Gerakan pemberdayaan (G), yang didukung oleh (2) bina suasana
(B), dan (3) advokasi (A), serta dilandasi oleh semangat (4) kemitraan.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah strategi pokok dalam rangka
mengembangkan kemampuan individu dan memperkuat gerakan masyarakat. Bina
suasana adalah strategi pokok dalam rangka menciptakan lingkungan (khususnya
nonfisik) yang mendukung. Sedangkan advokasi adalah strategi pokok dalam rangka
mengembangkan kebijakan berwawasan kesehatan, menciptakan lingkungan fisik yang

59
mendukung dan menata kembali arah pelayanan kesehatan. Kesemuanya itu
dilaksanakan melalui pengembangan kemitraan. Dengan melaksanakan strategi pokok
tersebut secara benar dan terkoordinasi diharapkan akan tercipta PHBS yang berupa
kemampuan masyarakat berperilaku mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan.

a. Pemberdayaan
Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan merupakan bagian yang sangat
penting, dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Pemberdayaan
merupakan proses memosisikan masyarakat agar memiliki peran yang besar
(kedaulatan) dalam pengambilan keputusan dan penetapan tindakan yang berkaitan
dengan kesehatannya. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada
individu, keluarga atau kelompok (sasaran) secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu
sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar
(aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek atittude), dan dari mau menjadi
mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab itu,
sesuai dengan sasarannya dapat dibedakan adanya (a) pemberdayaan individu, (b)
pemberdayaan keluarga, dan (c) pemberdayaan kelompok/ masyarakat. Dalam
mengupayakan agar sasaran tahu dan sadar, kuncinya terletak pada keberhasilan
membuat sasaran tersebut memahami bahwa sesuatu (misalnya diare) adalah
masalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang sasaran yang bersangkutan
belum mengetahui dan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan masalah, maka
sasaran tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apa pun lebih lanjut. Saat
sasaran telah menyadari masalah yang dihadapinya, maka kepadanya harus
diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang bersangkutan.
Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-fakta
dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan harapan
bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat dikemukakan
fakta yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan (misalnya
tentang seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya tak pernah terserang.
Diare karena perilaku yang dipraktikkannya. Bilamana seorang individu atau sebuah

60
keluarga sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan
terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat
diberikan bantuan langsung. Tetapi yang seringkali dipraktekkan adalah dengan
mengajaknya ke dalam proses pemberdayaan kelompok/ masyarakat melalui
pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan
masyarakat (community development). Untuk itu, sejumlah individu dan keluarga
yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan
kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga memerlukan
bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan). Di sinilah letak
pentingya sinkronisasi promosi kesehatan dengan program kesehatan yang
didukungnya dan program-program sektor lain yang berkaitan. Hal-hal yang akan
diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan dan program lain sebagai
bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan itu
hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Pemberdayaan
akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan serta menggunakan metode
dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai lembaga-lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan atau peduli terhadap
kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antara mereka maupun
antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat
berdayaguna dan berhasil guna. Setelah itu, sesuai ciri-ciri sasaran, situasi dan
kondisi, lalu ditetapkan, diadakan dan digunakan metode dan media komunikasi
yang tepat.
8. Peran Pemangku Kepentingan Diberbagai Tingkat Desa/ Kelurahan

61
Pembinaan PHBS dilakukan semua tatanan seperti gambar di atas. Langkah-langkah
pembinaan PHBS yang dilakukan di desa yaitu :
1. Pemerintah daerah dan kelurahan
a. Menerbitkan peraturan tingkat desa dan kelurahan untuk pembinaan PHBS Di
Rumah Tangga serta mengawasi pelaksanaanya.
b. Mengupayakan bantuan dana dan sumber daya lain baik dari pemerintah,
pemerintah daerah, maupunpihak lain untuk mendukung pembinaan PHBS Di
Rumah Tangga.
c. Dalam rangka pelaksanaan Alokasi Dana Desa agar dalam pendistribusian pada
kebutuhan lokal desa Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) diharapkan dapat membantu pembinaan PHBS Di Rumah Tangga.
d. Melaksanakan pembinaan PHBS rumah tangga di desa dan kelurahan, melalui
pengadaan sarana pendukung bagi kelancaran pembinaan PHBS Di Rumah
Tangga.
e. Melakukan konsultasi dengan BPD dan masyarakat tentang pentingnya
pembinaan PHBS Di rumah tangga.
f. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan PHBS rumah tangga terintegrasi dalam
laporan pertanggungjawaban Kepala Desa atau Lurah.

62
2. Forum Desa/Kelurahan Siaga Tingkat Desa/Kelurahan
a. Melakukan rapat berkala (minimal 4 kali setahun) dan rapat sewaktu-waktu
untuk pemantauan perkembangan PHBS Di Rumah Tangga.
b. Secara berkala melaporkan perkembangan PHBS di Rumah Tangga kepada
Kepala Desa/Lurah.
3. Lembaga Kemasyarakatan
a. Menyusun rencana pembinaan PHBS rumah tangga yang terintegrasi dalam
pembangunan desa atau kelurahan secara partisipatif.
b. Menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka
pemberdayaan masyarakat untuk terwujudnya PHBS Di Rumah Tangga.
4. Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM)
a. Menyusun rencana pembinaan PHBS Di Rumah Tangga bersama Forum
Desa/Kelurahan Siaga.
b. Melaksanakan promosi kesehatan kepada masyarakat dan membantu masyarakat
memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi.

2 KLB (Kejadian Luar Biasa) dan DBD (Demam Berdarah Dengue)

KLB (Kejadian Luar Biasa)


A. Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau
meningkatnyakejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi
pada suatu daerahdalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat
menjurus pada terjadinyawabah. Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi
pengertian wabah sebagai berikut:
“Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanyameningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka”.
Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan, yaitu peningkatan kasus yang
melebihisituasi yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang

63
sudah kritis,gawat atau berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang
lebih luas.

B. Kriteria Kejadian Luar Biasa


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB
apabilamemenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam
jam, hariatau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnyadalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan
dua kaliatau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikandua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
perbulan padatahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun
waktu tertentumenunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih
dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkankenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.

C. Penyakit – Penyakit Yang Berpotensi Menjadi Kejadian Luar Biasa


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1501/MENKES/PER/X/2010, penyakit menular tertentu yang menimbulkan wabah
adalah:

64
1. Demam Berdarah
2. Campak
3. Polio
4. Difteri
5. Pertusis
6. Rabies
7. Hepatitis
8. Influenza dll.

Penyakit yang berpotensi wabah:


1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/ mempunyai
memerlukan tindakan segera: DHF, campak, rabies, tetanus neonatorum, diare,
pertusis, poliomyelitis.
3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting: malaria,
frambosia,influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis, meningitis, keracunan,
encephalitis, tetanus.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi masuk
program:kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe, filariasis.

D. Klasifikasi Kejadian Luar Biasa


Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan
penyebabdan sumbernya, yakni sebagai berikut:
1. Berdasarkan penyebab
a. Toxin:
1) Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh: Staphylococcus aureus, Vibrio,
Kholera, Eschorichia, Shigella
2) Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh: Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens
3) Endotoxin
b. Infeksi

65
1) Virus
2) Bakteri
3) Protozoa
4) Cacing
c. Toxin Biologis
1) Racun jamur
2) Alfatoxin
3) Plankton
4) Racun ikan
5) Racun tumbuh-tumbuhan
d. Toxin Kimia
1) Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain
cyanida, nitrit, pestisida.
2) Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.
2. Berdasarkan Sumber:
a. Sumber dari manusia Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan
seperti: Salmonella, Shigella, hepatitis.
b. Bersumber dari kegiatan manusia Misalnya: toxin dari pembuatan tempe
bongkrek, penyemprotan pencemaran lingkungan.
c. Bersumber dari binatang Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang
mengerat.
d. Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)Misalnya: Salmonella, Staphylococcus,
Streptococcus
e. Bersumber dari udara Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f. Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat Misalnya: Salmonella
g. Bersumber dari makanan dan minuman Misalnya: keracunan singkong, jamur,
makanan dalam kaleng.

E. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB)


Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian
Luar Biasa adalah:

66
1. Herd Immunity Yang Rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah adalah Herd
Immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang
dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat
disamakan dengan tingkat kekebalan individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan
seseorang, makin sulit terkena penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd
immunity, makin banyak proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat
herd immunity-nya hingga penyebaran penyakit menjadi semakin sulit.
Kemampuan mengadakan perlingangan atau tingginya herd immunity untuk
menghindari terjadi epidemi bervariasi untuk tiap penyakit tergantung pada:
1. Proporsi penduduk yang kebal,
2. Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan
3. Kebiasaan hidup penduduk.
Pengetahuan tentang herd immunity bermanfaat untuk mengetahui bahwa
menghindarkan terjadinya epidemi tidak perlu semua penduduk yang rentan tidak
dapat dipastikan, tetapi tergantung dari jenis penyakitnya, misalnya variola
dibutuhkan 90%-95% penduduk kebal.
2. Patogenesitas
merupakan kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu
sehingga timbul sakit.
3. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism, tetapi mempengaruhi
kehidupanataupun perkembangan organisme tersebut.

F. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa


Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita,
mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu
KLB yang sedang terjadi.
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB),
yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara
dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan

67
berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap
tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-
penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-
data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan
rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002). Upaya
penanggulangan KLB yaitu :
1. Penyelidikan epidemilogis.
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina.
3. Pencegahan dan pengendalian.
4. Pemusnahan penyebab penyakit.
5. Penanganan jenazah akibat wabah.
6. Penyuluhan kepada masyarakat.
7. Upaya penanggulangan lainnya.

Indikator keberhasilan penanggulangan KLB:


1. Menurunnya frekuensi KLB.
Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
4. Memendeknya periode KLB.
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.

G. Prosedur Penanggulangan Kejadian Luar Biasa


1. Masa Pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan
Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkah
lainnya :
a. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistic
b. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
c. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat

68
d. Memperbaiki kerja laboratorium
e. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain.
Tim Gerak Cepat (TGC) : Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas
menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan
data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis.
2. Pengendalian Kejadian Luar Biasa
Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB pada populasi,
tempat dan waktu yang berisiko (Bres, 1986). Dengan demikian untuk pengendalian
KLB selain diketahuinya etiologi, sumber dan cara penularan penyakit masih
diperlukan informasi lain. Informasi tersebut meliputi :
a. Keadaan penyebab KLB
b. Kecenderungan jangka panjang penyakit
c. Daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat)
d. Populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas)

H. Penyidikan Kejadian Luar Biasa


Penyidikan KLB (Kejadian Luar Biasa) meliputi :
1. Dilaksanakan pada saat pertama kali mendapatkan informasi adanya KLB atau
dugaan KLB.
2. Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB lanjutan.
3. Penyelidikan KLB untuk mendapatkan data epidemiologi KLB atau penelitian
lainnya yang dilaksanakan sesudah KLB berakhir.

Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian (penanggulangan)


dan mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan datang (pengendalian). Sedangkan
tujuan khusus Penyidikan KLB yaitu diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi
penyebab penyakit, memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB,
mengidentifikasi sumber dan cara penularan, mengidentifikasi keadaan yang
menyebabkan KLB, dan mengidentifikasi populasi yang rentan atau daerah yang beresiko
akan terjadi KLB.
Langkah-langkah Penyidikan KLB :

69
1. Persiapan penelitian lapangan.
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB.
3. Memastikan diagnosis Etiologis.
4. Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan.
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat.
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan).
7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran.
8. Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB.
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis.
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan.
11. Menetapkan sistem penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikan.
12. Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepala sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

DBD(Demam Berdarah Dengue)


A. Definisi
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue,
genus Flavivirus family Flaviviridae melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus (IDAI, 2009).
B. Etiologi
Virus dengue, penyebab penyakit infeksi dengue adalah kelompok famili Flaviridae yang
memiliki satu untaian genoom RNA disusun didalam satu unit dikelilingi dinding icosahedral
yang tertutup oleh selubung lemak. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri
dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Ditemukan 4 jenis serotipe
yang berbeda yaitu Den V1, Den V2, Den V3 dan Den V4 yang menyebabkan gejala klinis yang
sama (Soegeng, 2013). Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia, Den V3 merupakan
serotype dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotype Den V2 (IDAI,
2009). Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe tersebut tetapi
tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotipe lain.
Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus yang
banyak tersebar di seluruh Indonesia (IDAI, 2009). Jenis nyamuk Aedes yang lain seperti Ae

70
polynesiensis dan Ae scutelaris berperan cukup besar. Nyamuk sangat efektif sebagai vektor
karena virus berbiak pada kelenjar liur dan menularkan virus setelah 8-10 hari masa inkubasi
(Ismoedijanto, 2013).

Gambar 1. Nyamuk Aedes Aegypti Gambar Siklus hidup nyamuk Aedes Aegypti
Jika nyamuk Aedes Aegypti menggigit orang dengan demam berdarah, maka virus dengue
akan masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya. Didalam tubuh nyamuk, virus
berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian besar berada di
kelenjar liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain, air liur bersama virus dengue
dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang diisapnya tidak membeku, dan pada saat inilah virus
dengue ditularkan ke orang lain (Soegeng, 2013).
C. Epidemiologi

71
Gambar 3. Daerah yang beresiko mengalami transmisi virus dengue

Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan demam berdarah dengue.
Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan demam dengue dan demam
berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor, tingginya angka kematian
anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotype, dan tersebar di seluruh wilayah.

Gambar 4. Insiden kasus DF/DHF yang dilaporkan WHO

Gambar 5. Angka Insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 1984-2009
Berdasarkan situasi diatas, terjadi tren yang terus meningkat baik di dunia, maupun
khususnya di Indonesia dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Pola
berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang
panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup

72
untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap
tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada
umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus
terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi, Urbanisasi yang tidak terencana dan
tidak terkendali, Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
mudahnya sarana transportasi (Hadinegoro, 2004).
D. Patofisiologi
Terdapat beberapa macam teori yang mengenai infeksi virus ini, seperti hipotesis infeksi
sekunder, hipotesis antibody dependent enhancement (ADE), teori virulensi virus, teori antigen
antibodi, dan teori mediator virus Dengue (Soegeng, 2013). Sementara dua teori yang banyak
dianut dalam adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan
hipotesis antibody dependent enhancement (ADE).
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk dan akan menuju
organ sasaran virus, yaitu organ RES meliputi sel kupfer hepar, endotel pembuluh darah, nodus
limfatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan
multifikasi di dalam sel tersebut.
Menurut hipotesis infeksi sekunder, pada infeksi pertama terjadi antibody yang memiliki
aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibody terhadap NS1, Pre M
dan NS3 dari virus penyebab infeksi, akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus
tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktivitas komplemen. Akhirnya banyak virus yang
dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur
hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut, tetapi tidak ada cross protektif terhadap serotip
virus yang lain. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotype berbeda, virus
yang bertindak sebagai super antigen akan difagosit oleh monosit dan makrofag. Makrofag akan
menampilkan antigen yang bermuatan peptide MHC II ini pada APC. Karena antibodi bersifat
heterolog, maka virus tidak dapat dinetralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag.
Selanjutnya akan terjadi reaksi tubuh dengan pengeluaran IL-1, prostaglandin, ICAM 1, radikal
bebas, adhesi dari neutrofil yang mempunyai efek terhadap endothelial sel. Akibatnya endotel
menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang mengakibatkan

73
terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok. Selain ini akan terjadi aktivasi limfosit T yang
bersifat sitolitik sehingga semua sel yang mengandung virus akan dihancurkan (Soegeng, 2013).
Sedangkan menurut teori kedua, singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai
berikut, bahwa jika terdapat antibody spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibody
tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya bila antibody yang terdapat dalam tubuh
merupakan antibody yang tidak dapat menetralisasi virus, akan terbentuk kompleks antigen-
antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Hal ini
akan menyebabkan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok
(Soegeng, 2013).
Walaupun demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus yang sama,
tetapi pada DBD terjadi mekanisme kebocoran plasma sehingga menyebabkan manifestasi yang
berbeda.
1. Klasifikasi
Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimptomatik atau menyebabkan demam tidak
terdiferensiasi, demam dengue (DD) atau demam berdarah dengue (DBD) dan termasuk
didalamnya Sindroma Syok Dengeu (SSD). Manifestasi klinis yang ditimbulkan tergantung dari
faktor virulensi virus, kondisi dari host seperti usia, tingkat imunitas, dan lain-lain (WHO, 2011).

Gambar 6. Beragam manifestasi dari infeksi virus Dengue


a. Demam tidak terdiferensiasi, pasien yang terkena infeksi virus dengue, khususnya yang
pertama kali terinfeksi (infeksi primer) akan menimbulkan gejala demam yang ringan, yang

74
dapat disertai dengan bercak makulopapular, gejala gastrointestinal dan gejala infeksi saluran
nafas bagian atas ringan.
b. Demam Dengue, (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari kadang
demam bersifat bifasik, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung
positif), leukopenia, trombositopeni). Demam dengue biasanya bersifat ringan, pada kasus
yang jarang dapat diserati nyeri kepala berat, nyeri sendi dan otot (break bone fever), yang
sering terjadi pada orang dewasa, dan manifestasi perdarahan seperti hipermenorrhea dan
epistaksis.
c. Demam Berdarah Dengue (DBD), ialah penyakit yang banyak terdapat pada anak usia < 15
tahun di daerah endemis pada infeksi kedua (infeksi sekunder), dengan gejala utama demam
akut, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniquet
akan positif dengan tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti
petekie spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis, epitaksis. hematemesis, melena,
trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat
dan gangguan maturasi megakariosit. Pada akhir fase demam, dapat terjadi syok hipovolemik
yang disebabkan oleh ekstravasasi plasma (Sindrom renjatan dengue) (WHO,2011).
2. Diagnosis
Berdasarkan pedoman WHO tahun 1997, demam dengue ditegakkan berdasarkan
kriteria :
1. Probable (mungkin), jika ditemukan demam akut ≥ 2 hari dengan manifestasi :
 Nyeri kepala
 Nyeri retroorbital
 Myalgia
 Arthralgia
 Ruam
 Manifestasi perdarahan
 Leukopenia
Dan secara laboratoris didapatkan :
 Temuan serologis yang mendukung (titer antibodi hemaglutinasi-inhibisi ≥ 1280, IgE
ELISA atau IgM yang positif pada keadaan akut fase akhir / konvalesen) , atau

75
 Penderita berada pada lokasi dan waktu yang sama dengan kasus demam dengue lain
yang telah terbukti (confirmed)
2. Confirmed (terbukti), jika didapatkan bukti-bukti laboratoris berupa :
 Isolasi virus dengue dari serum atau jaringan otopsi, atau
 Peningkatan ≥ 4 kali titer IgM atau IgG terhadap 1 atau lebih antigen virus dengue pada
serum
 Adanya antigen virus dengue pada jaringan otopsi, serum, atau cairan serebrospinal
dengan imunohistokimia, imunofluoresensi atau ELISA
 Adanya sekuens genomik virus dengue pada serum jaringan otopsi atau cairan
serebrospinal dengan PCR.
3. Reportable (dilaporkan), yaitu seluruh kasus probable atau confirmed harus dilaporkan.
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi
(WHO, 2005 ; Hadinegoro, 2007) :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut:
a. uji torniket positif
b. petekie, ekimosis, atau purpura
c. perdarahan mukosa, saluran cerna, tempat suntikan, atau lokasi lain
d. hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut :
a) Peningkatan hematokrit ≥ 20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.
b) Penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
c) Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.

76
Gambar 7. Manifestasi Klinis Infeksi Dengue Berdasarkan Waktu Infeksi
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD menurut WHO 1997, yaitu: 2,5,9
1. Derajat 1
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji
torniquet.
2. Derajat 2
Seperti derajat 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
3. Derajat 3
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun atau
jaraknya menyempit (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
dingin dan lembab, dan tampak gelisah.
4. Derajat 4
Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur (Suhendro, 2006).
Untuk penegakan kasus DSS, digunakan kriteria : adanya 4 kriteria DBD ditambah bukti
kegagalan sirkulasi yang ditandai oleh :
1. Nadi cepat dan lemah
2. Penyempitan tekanan darah (<20 mmHg)
Atau ditandai oleh :
1. Hipotensi
2. Kulit basah dan lembab serta tampak gelisah
Diagnosis Derajat Gejala Khas Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau Leukopenia, Serologi
lebih tanda: sakit trombositopenia, dengue

77
kepala, nyeri tidak ditemukan positif
retroorbital, mialgia, bukti kebocoran
dan artralgia. plasma
DBD I Gejala di atas ditambah Trombositopenia
uji bendung positif (<100.000/ul),
DBD II Gejala di atas ditambah
peningkatan
perdarahan spontan
HCT ≥ 20%
DBD III Gejala di atas ditambah
kegagalan sirkulasi
ditandai kulit dingin
dan lembab serta
gelisah
DBD IV Syok berat disertai
dengan nadi tidak
terabadan tekanan
darah tak terukur.
Tabel 1. Pembagian derajat DBD menurut WHO, 1997
Diagnosis infeksi virus dengue berdasarkan kriteria WHO tahun 2009, dibagi menjadi 3
kelompok :
1. Grup A : dengue tanpa tanda bahaya, didapatkan tanda-tanda yang memenuhi kriteria
presumtif infeksi dengue, namun tidak didapatkan tanda-tanda bahaya.
2. Grup B : dengue dengan tanda bahaya, didapatkan tanda-tanda yang memenuhi kriteria
presumtif infeksi dengue, serta didapatkan tanda-tanda bahaya.
3. Grup C : dengue berat,
a. Kebocoran plasma berat yang menyebabkan syok (DSS) atau akumulasi cairan dengan
distress nafas
b. Perdarahan hebat
c. Keterlibatan organ : hepar, SSP, jantung dan organ lain.

78
Gambar 8. Klasifikasi Infeksi Dengue Berdasarkan Keparahannya
3. Diagnosis Banding
Diagnosis banding demam berdarah dengue grade I dan II adalah demam dengue
sedangkan demam berdarah dengue grade III dan IV yang disertai febris harus dibedakan dengan
sepsis (Darmowandowo, 2008). Diagnosis banding pada fase panas mencakup campak, rubella,
enterovirus, influenza, tifoid, chikungunya, malaria, leptospirosis, hepatitis A, riketsiosis, dan
sepsis bakteri. Beberapa referensi menyarankan istilah dengue-like disease sampai diagnosis
pasti ditegakkan (Husada, 2013).
Fase syok pada DBD harus dibedakan dengan syok sepsis. Pada syok sepsis biasanya
didapatkan nilai LED rendah atau normal sedangkan pada DBD menunjukkan LED rendah (<10
mm/jam). Limfositosis relatif dan hemokonsentrasi umumnya tidak ada pada syok sepsis
(Husada, 2013).
4. Pemeriksaan Penunjang
Pada fase demam, pada umunya didapatkan jumlah leukosit yang menurun (leukopenia).
Selain itu didapatkan neutrofilia relatif (shift to the left) dan limfopenia. Namun belum ada
perubahan jumlah trombosit pada fase ini (Husada, 2012).
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada
DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8
sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.

79
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan
-nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu
turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh
pemberian cairan atau oleh perdarahan (Husada, 2012).
Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII,
dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi
trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.
Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-
ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang
mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral. Untuk mengonfirmasi efusi pleura ini,
dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks dengan posisi antero-posterior (AP) dan dekubitus
lateral kanan (RLD). Foto thoraks dapat memberikan gambaran efusi pleura, bertambahnya
vascular marking, tampak gambaran radio-opak pada hemitoraks kanan, penumpulan sinus
costophrenicus, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kiri. Pada posisi RLD dapat diukur
suatu indeks efusi pleura dengan cara mengukur jarang antara dinding dalam kosta hemitoraks
kanan ke batas atas cairan udara dibagi dengan jarak antara dinding dala kosta hemitoraks kanan
ke garis midsternal (Soemakto et al, 2013).

80
Gambar 9. Foto thoraks efusi pleura
Pada beberapa kasus, didapatkan manifestasi infeksi dengue yang jarang berupa
kerusakan berat pada organ yang meliputi gagal hati akut, gagal ginjal, ensefalopati, dll. Pada
kasus infeksi dengue dengan gagal hati akut, didapatkan tanda klinis berupa ikterus dan kadang
disertai ensefalopati, pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan bilirubin total, kadar
enzim aminotransferase (AST/ALT) lebih dari 70-100 kali, kadar alkali fosfatase (ALP), gamma
glutamil transferase (GGT), laktat dehidrogenase (LDH), dan kadar ammonia darah (Soemakto
et al, 2013).
Pada akhir fase akut infeksi metode yang paling baik digunakan adalah pemeriksaan
serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM
terdeteksi mulai hari ke 3-5 sejak awal infeksi, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang
setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14 saat akhir minggu
sakit, meningkat secara perlahan, dan masih terdeteksi berbulan-bulan bahkan seumur hidup,
sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke- Dengan menetapkan jenis
infeksi virus dengue primer atau sekunder data dilakukan dengan cara mencari cut off ppoint
rasio IgM/IgG kemudian mencari hubungannya dengan ada/tidaknya renjatan :
IgM IgG Interpretasi
+ - Infeksi Primer
- + Tersangka Infeksi Sekunder
+ + Infeksi sekunder
- - Tidak ada infeksi atau infeksi
belum terdeteksi, bila klinis
menunjang ulang 1 minggu lagi.

81
 IgM/IgG >1.09 adalah infeksi primer
 IgM/IgG 1,09 adalah infeksi sekunder
 Tidak seorangpun infeksi primer mengalami renjatan, dan 80,6% infeksi sekunder
mengalami renjatan (Latief, et al, 2013).
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan
antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1
diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam
berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah
kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi
sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5
pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai
keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini
terbaik untuk pelayanan primer (DepartemenKesehatan RI, 2005, Latief, et al, 2013).

Gambar 10 . Metode diagnostik infeksi primer dan infeksi sekunder dengue


5. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien
DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Diagnosis dini dan memberikan
nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk
mengurangi angka kematian. Kunci keberhasilan tatalaksana

82
DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan
dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
1. Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan
o Tirah baring, selama masih demam.
o Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
o Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol,
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat menyebabkan
gastritis, perdarahan, atau asidosis.
o Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air
putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
o Monitor suhu, jumlah trombosit danhematokrit sampai fase konvalesen.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi
selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu
turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal
kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala
syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air
besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi,
apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga
harus segera dibawa segera ke rumah sakit (WHO, 2009).
Demam Berdarah Dengue
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah adanya
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan
hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis
hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak
pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal
terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis (WHO, 2009).

83
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah
trombosit sampai <100.000/ terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi
penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan
merupakan indikasi untuk pemberian caiaran.
 Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik
dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka
cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Berat Badan (kg) Cairan Rumatan (cc/24 jam)
10 100 cc/kgBB
10-20 1000 cc + 50 cc/kgBB diatas 10kg
>20 1500 cc + 20 cc/kgBB diatas 20kg
Setiap kenaikan 1 derajat celcius di atas temperatur normal, ditambahkan cairan 12,5%
dari kebutuhan (Darmowandowo, 2013).
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak
dapat mengurangi lama demam pada DBD.
Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit.
Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi
dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi
yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oralit.
Pengobatan suportif simptomatik lainnya misalnya domperidone untuk pasien dengan muntah
profus, antikonvulsan untuk penderita dengan kejang demam, dan H2 Bloker misalnya ranitidin
dan cimetidin pada penderita dengan perdarahan gastrointestinal. Kortikosteroid tidak terbukti
membawa manfaat. Selain itu antibitoik tidak dibutuhkan.
 Fase Afebris
o Disediakan ruangan atau sudut khusus untuk merawat penderita dengue untuk
melaksanakan observasi ketat dan diharuskan tidak dijumpai nyamuk di ruangan
tersebut untuk mencegah transmisi virus dengue pada orang lain (hospital acquired
infection).
o Monitoring tanda-tanda vital sesering mungkin.
o Monitor Hct tiap 4-6 jam pada saat kritis.

84
o Pencatatan diagnosis dan follow up penderita dalam form khusus berisi tanda vital,
intake/output, temuan klinis, Hct, dan dosis pemberian cairan serta jenis cairannya.
o Pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
o Hentikan perdarahan misalnya epistaksis dengan tampon hidung.
o Hindari prosedur invasif misalnya pemasangan NGT, melakukan gastric lavage pada
keadaan gastro intestinal bleeding (Darmowandowo, 2013).
Apabila respon terhadap pemberian cairan tidak baik, pikirkan kemungkinan:
o Kebocoran plasma masif
o Perdarahan tersembunyi (concealed bleeding)
o Hiponatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia
o Asidosis.
 Sindrom Syok Dengue
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama
yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat
mengalami syok dansembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD
dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mmHg segera berikan cairan kristaloid sebanyak
20 ml/kg BB/jam selama 30 menit (Latief, et al, 2013)..
o Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 20 ml/kg BB. Tetesan diberikan
secepat mungkin maksimal 30 menit. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri
cairan kristaloid dengan tetesan 20 ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian
kristaloid dan beri cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya
pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari,
sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid
dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi
perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar (Latief, et al, 2013).
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis
dan kadar hematokrit. Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah
membaik dan kadar hematokrit turun.

85
Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi
membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila
cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari
ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan),
maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema paru dangagal jantung. Penurunan
hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi
disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, dieresis cukup, tanda vital
baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi (Latief, et al, 2013).
o Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.
Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker (Latief, et al, 2013)...
o Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok,
terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui
perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi.
Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis
walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan.
Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung
plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit.
o Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah :
- Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih
sering, sampai syok dapat teratasi.
- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil,
setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan
tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
- Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler
telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang

86
jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema,
pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap
belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian
dopamin perlu dipertimbangkan (Latief, et al, 2013).

Gambar 11. Resusitasi Cairan pada pasien DSS


 Fase Konvalesen
Periode kritis pada penderita DBD biasanya tidak melebihi 48 jam, memasuki periode
convalescence ini akna tampak perbaikan klinis secara nyata, seperti pasien endadai ingin
minum, makan, bahkan meminta alat mainan kesukaannya. Pada pemeriksaan klinis anak tampak
dengan keadaan umum membaik, produksi urine bagus, vital sign stabil baik, muncul ruam
kesembuhan pada kedua tangan dan atau kedua kakinya (Darmowandowo, 2013).
Tatalaksana pada fase ini untuk memantau komplikasi yang sering terjadi dan harus diatasi
yaitu overload cairan. Tanda dan gejala overload cairan:
o Distress nafas, dispnea, dan takipnea.
o Abdomen distended karena asites.
o Nadi cepat, volume cukup.
o Tekanan darah meningkat disertai tekanan nadi melebar dan pada tahap lebih lanjut terjadi
penurunan tekanan nadi.

87
o Terdengar krepitasi, rhonki, atau wheezing pada kedua lapang paru.
o CRT >3 detik disusul impending respiratory failure (Darmowandowo, 2008).
Penatalaksanaan pasien dengan overload cairan :
1. Tetapkan apakah masih ada kebocoran plasma atau sudah berhenti.
2. Pemberian cairan dihentikan diganti dengan cairan rumatan (rumus Holliday-Segar), dengan
cairan koloid bergantian dengan D5 in RL atau ringer asetat.
3. Berikan furosemid intravena.
4. Monitoring input dan output cairan.
5. Bila dengan tindakan di atas kondisi penderita tidak membaik, pikirkan penggunaan
ventilator. Bila ventilator tidak membantu, maka dapat dilakukan tindakan ”tapping” cairan
pleura dan ascites. Walaupun tindakan ini dapat menimbulkan kegawatan baru berupa
perdarahan yang masif.
Penderita diperbolehkan pulang apabila:
 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.
 Nafsu makan baik.
 Kondisi klinis baik.
 Buang air kecil normal.
 Hematokrit seperti keadaan semula (sekitar 38-40% jika keadaan awal tidak diketahui
berdasarkan pedoman WHO).
 Melewati 48 jam setelah syok.
 Tidak sesak (karena efusi pleura dan/atau asites).
 Trombosit lebih 50.000/cmm dan menunjukkan kecenderungan meningkat.
 Tidak ada komplikasi lain (Husada, 2013).
Penderita tidak perlu menunggu trombosit mencapai kadar normal. Adanya ruam
penyembuhan merupakan indikator yang baik untuk memulangkan pasien.

88
Gambar 12 Tatalaksana tersangka DBD

Gambar 13. Tatalaksana Demam Dengue

89
Gambar 14. Tatalaksana DBD I & II

90
Gambar 15. Tatalaksana DBD derajat III & IV
6. Komplikasi
Komplikasi dari demam berdarah dengue antara lain:
1. Asidosis
Sebagian penderita mengalami syok berkepanjangan atau penyulit lain disebabkan tidak
terkoreksinya keadaan tersebut. Sebagian klinisi mengandalkan pengamatan klinis terhadap
asidosis terutama bila sarana laboratorium tidak memadai. Sebagian lain memberi tambahan
kalsium dan natrium bikarbonat untuk mencegah hipokalsemia dan asidosis (Darmowandowo,
2008; Husada, 2013).
2. Kelebihan cairan
Kelebihan cairan biasanya terjadi karena:
 Pemberian yang terlalu agresif pada tahap awal
 Kegagalan monitoring berkala
 Terlalu lama memberi cairan infus
Kelebihan cairan dapat berupa efusi pleura dan ascites. Ketika periode kebocoran sudah
selesai, cairan infus bersama kembalinya cairan ekstravaskular ke dalam pembuluh darah akan
membuat penderita mudah kebanjiran cairan dalam tubuh. Pada masa kelebihan cairan, yang
dapat dipakai hanya plasma expander (koloid hiperonkotik dengan osmolaritas plasma atau 300
mosm) (Husada, 2013)
3. Perdarahan
Pada trombositopenia dan perdarahan dilakukan transfusi trombosit. Profilaksis perdarahan
pada kadar trombosit berapapun sudah tidak dianut lagi. Penderita dengan kadar trombosit di
bawah 10.000/cmm tanpa tanda perdarahan tidak perlu mendapat trombosit. Pemberian Fresh
Frozen Plasma (FFP) sebagai salah satu pilihan koloid memberi efikasi yang setara dengan
pemberian gelofusin namun resiko penularan penyakit melalui transfusi harus dipertimbangkan
(Husada, 2013).
4. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

K.  Prognosis
Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan penetalaksanaan yang
dilakukan. Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal. Penatalaksanaan

91
yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan penatalaksanaan yang tidak tapat dan adekuat
akan memperburuk keadaan. 
Kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada DBD/SSD mortalitasnya cukup
tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan bahwa
prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan pada orang dewasa dibandingkan pada
anak-anak. 
DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik, penatalaksanaan yang cepat,
tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD Derajat I dan II tidak menyebabkan
komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna. 
DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien jatuh
kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Prognosis sesuai
penetalaksanaan yang diberikan Dubia at bonam.

3. Pemantauan Wilayah Setempat


A. Definisi
Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens. Menurut WHO, Surveilens
adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan,
menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang
esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu dan anak adalah
dengan melaksanakan PWS KIA.
B. Tujuan

 Tujuan Umum
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap wilayah
kerja.

 Tujuan Khusus
o Memantau pelayanan KIA secara Individu melalui Kohort
o Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
o Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.

92
o Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang
ditetapkan.
o Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara
intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
o Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan
yang potensial untuk digunakan.
o Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi
sumber daya.
o Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan KIA.
C. Pelayanan Kesehatan Anak Balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang
pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-
dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual
yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting
untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan
otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia
dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah
gangguan ke arah yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu
pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK)
yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter,
bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya
yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu
negara. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan
teknologi sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan
menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), di tingkat pelayanan
kesehatan dasar. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi
yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh

93
Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering
merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departemen
Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia
sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33
provinsi. Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit
dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga Kesehatan sesuai standar yang
meliputi:

1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku
KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita
setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2
bulan berturut turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk
ke sarana pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali
dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik
kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun
(setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan
kesehatan) maupun di luar gedung.
3. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
5. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.
Indikator Pemantauan Cakupan Pelayanan Anak Balita (12-59 Bulan)
Adalah cakupan anak balita (12-59 bulan) yang memperoleh pelayanan sesuai standar,
meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan perkembangan
minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x setahun.

94
Indikator Pemantauan Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang
dilayani dengan MTBS
Adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke Puskesmas dan
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.

Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang ke puskesmas
(register rawat jalan di Puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang mendapat pelayanan
standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan MTBS.
1. Pengumpulan Data

a. Jenis Data
 Data Sasaran: Jumlah seluruh ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, seluruh
bayi, seluruh anak balita, seluruh PUS
 Data pelayanan : Jumlah K1, K4, persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan, ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF 3) oleh tenaga kesehatan,
neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 6-48 jam,
neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan lengkap (KN lengkap),
ibu hamil, bersalin dan nifas dengan faktor risiko/komplikasi yang
dideteksi oleh masyarakat, kasus komplikasi obstetri yang ditangani,
neonatus dengan komplikasi yang ditangani, bayi 29 hari-12 bulan yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya 4 kali, anak balita (12-9
bulan) yang mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya 8 kali, anak
balita sakit yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, peserta
KB aktf.
b. Sumber Data

95
Pendataan dan pencatatan sasaran di wilayah kerja berasal dari register kohort ibu,
bayi, anak, peserta KB
2. Pencatatan

a. Data Sasaran
Data sasaran diperoleh bidan di desa/kelurahan dari para kader dan dukun bayi
yang melakukan pendataan ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, bayi dan
anak balita dimana sasaran tersebut diberikan buku KIA dan bagi ibu hamil
dipasang stiker P4K di depan rumahnya. Selain itu data sasaran juga dapat
diperoleh dengan mengumpulkan data sasaran yang berasal dari lintas program
dan fasilitas pelayanan lain yang ada di wilayah kerjanya.
b. Data Pelayanan
Bidan di desa/kelurahan mencatat semua detail pelayanan KIA di dalam kartu ibu,
kohort Ibu, kartu bayi, kohort bayi, kohort anak, balita, kohort KB, dan buku KIA.

3. Pengolahan Data
Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku kohort dan
dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan Koordinator di Puskesmas
menerima laporan bulanan tersebut dari semua BdD dan mengolahnya menjadi laporan
dan informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan yang disebut PWS KIA. Langkah
pengolahan data adalah 
 Pembersihan data: melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir yang
tersedia.
 Validasi: melihat kebenaran dan ketepatan data.
 Pengelompokan: sesuai dengan kebutuhan data yang harus dilaporkan.
Hasil pengolahan data dapat disajikan dalam bentuk: 
 Narasi: dipergunakan untuk menyusun laporan atau profil suatu wilayah kerja,
misalnya dalam Laporan PWS KIA yang diserahkan kepada instansi terkait.
 Tabulasi: dipergunakan untuk menjelaskan narasi dalam bentuk lampiran.
 Grafik: dipergunakan untuk presentasi dalam membandingkan keadaan antar waktu,
antar tempat dan pelayanan. Sebagian besar hasil PWS disajikan dalam bentuk grafik.

96
 Peta: dipergunakan untuk menggambarkan kejadian berdasarkan gambaran geografis.

4. Pembuatan Grafik PWS KIA


PWS KIA disajikan dalam bentuk grafik dari tiap indikator yang dipakai, yang juga
menggambarkan pencapaian tiap desa/kelurahan dalam tiap bulan. Langkah-langkah
pokok dalam pembuatan grafik PWS KIA:

a. Penyiapan Data
Data yang diperlukan untuk membuat grafik dari tiap indikator diperoleh dari
catatan kartu ibu, buku KIA, register kohort ibu, kartu bayi, kohort bayi serta
kohort anak balita per desa/kelurahan, catatan posyandu, laporan dari
perawat/bidan/dokter praktik swasta, rumah sakit bersalin dan sebagainya.
 Untuk grafik antar wilayah, data yang diperlukan adalah data cakupan per
desa/kelurahan dalam kurun waktu yang sama
 Untuk grafik antar waktu, data yang perlu disiapkan adalah data cakupan per
bulan
 Untuk grafik antar variabel diperlukan data variabel yang mempunyai korelasi
misalnya : K1, K4 dan Pn

b. Penggambaran Grafik
 Menentukan target rata rata per bulan untuk menggambarkan skala pada garis
vertikal (sumbu Y).
 Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan per desa/kelurahan sampai
dengan bulan ini dimasukkan ke dalam jalur % kumulatif secara berurutan
sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi di sebelah kiri dan terendah di sebelah
kanan, sedangkan pencapaian untuk puskesmas dimasukkan ke dalam kolom
terakhir

97
 Nama desa/kelurahan bersangkutan dituliskan pada lajur desa/kelurahan
(sumbu X), sesuai dengan cakupan kumulatif masing-masing desa/kelurahan
yang dituliskan pada butir b diatas.
 Hasil perhitungan pencapaian pada bulan ini dan bulan lalu untuk tiap
desa/kelurahan dimasukkan ke dalam lajur masing-masing.
 Gambar anak panah dipergunakan untuk mengisi lajur tren. Bila pencapaian
cakupan bulan ini lebih besar dari bulan lalu, maka digambar anak panah yang
menunjuk ke atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah dari
cakupan bulan lalu, digambarkan anak panah yang menunjukkan kebawah,
sedangkan untuk cakupan yang tetap / sama gambarkan dengan tanda (-).
Analisis, Penelusuran Data Kohort dan Rencana Tindak Lanjut
a. Analisis

1. Analisis Sederhana
Analisis ini membandingkan cakupan hasil kegiatan antar wilayah terhadap target dan
kecenderungan dari waktu ke waktu. Analisis sederhana ini bermanfaat untuk mengetahui
desa/kelurahan mana yang paling memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang harus
dilakukan

Dari matriks diatas dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan desa/kelurahan,
yaitu:
 Status baik
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan diatas target yang ditetapkan untuk bulan
ini, dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat atau tetap jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu.
 Status kurang

98
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan diatas target bulan ini, namun mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkan dengan cakupan
bulan lalu.
 Status cukup
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan ini, namun mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat jika dibandingkan dengan cakupan
bulan lalu.
 Status jelek
Adalah desa/kelurahan dengan cakupan dibawah target bulan ini, dan mempunyai
kecenderungan cakupan bulanan yang menurun dibandingkan dengan bulan lalu. 

2. Analisis Lanjut
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan variabel tertentu dengan variabel
terkait lainnya untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel yang dimaksud.
b. Penelusuran Data Kohort
 Mengidentifikasi kasus/masalah secara individu selama masa hamil, bersalin, masa
nifas, neonatus, bayi dan balita
 Membangun perencanaan berdasarkan masalah yang spesifik

1. Rencana Tindak Lanjut


Bagi kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu
keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi puskesmas. Keputusan tersebut harus
dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapi sesuai dengan spesifikasi daerah

Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan semua pihak yang terkait:
 desa/kelurahan yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan pelayanan KIA
perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan antara lain
perbaikan mutu pelayanan.

99
 Bagi desa/kelurahan berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek, perlu
prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
 Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus dibicarakan
dalam pertemuan minilokakarya puskesmas dan/atau rapat dinas kesehatan
kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota).
 Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran, dan
mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan pada rapat koordinasi
kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan
dari kabupaten/kota).

Alur pengolahan data, analisis dan pemanfaatan data PWS KIA di tingkat Puskesmas
Umpan Balik
 Umpan Balik dari Puskesmas : 1 bulan sekali
 Umpan Balik dari Kabupaten/Kota : 1 bulan sekali
 Umpan Balik dari Propinsi : 3 - 6 bulan sekali

100
 Umpan Balik dari Pusat : 6 - 12 bulan sekali

4. Survey Mawas Diri (SMD) Dan Musyawarah Mufakat Desa (MMD)

a. PENDAHULUAN
Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas adalah Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggungjawab atas kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah kecamatan. Dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi menyelenggarakan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama.
Agar Puskesmas dapat mengelola upaya kesehatan dengan baik maka puskesmas
harus menyusun rencana kegiatan yang tertuang dalam rencana tahunan dan
rencana lima tahunan. Perencanaan ini harus disusun dengan mempertimbangkan
hasil analisa dari sisi pandang masyarakat yang dilakukan melalui Survey Mawas
Diri (SMD). Pelaksanaan SMD danMMD termasuk dalam tahap pemberdayaan
masyarakat menurut Permenkes Nomor 8 Tahun 2019.
Survei Mawas Diri adalah kegiatan untuk mengenali keadaan dan masalah
yang dihadapi masyarakat, serta potensi yang dimiliki masyarakat untuk mengatasi
masalah tersebut. Potensi yang dimiliki antara lain ketersediaan sumber daya, serta
peluang – peluang yang dapat dimobilisasi. Survey adalah suatu aktivitas atau
kegiatan penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan suatu kepastian informasi
(seperti : jumlah orang, persepsi atau pesan-pesan tertentu), dengan cara
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan instrumen kuesioner
sebagai alat pengumpul data yang pokok.
Survey Mawas Diri (SMD) adalah kegiatan pengenalan, pengumpulan dan
pengkajian masalah kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat setempat dengan
arahan dan pendampingan dari kepala desa, petugas puskesmas dan bidan desa.
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) adalah musyawarah yang dilaksanakan
oleh desa yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat untuk membahas masalah-
masalah yang terdapat di desa termasuk tentang kesehatan dari hasil Survey
Mawas Diri (SMD), mencari penyebab masalah dan menyusun rencana pemecahan
masalah.

101
Hasil Survey Mawas Diri (SMD) yang sudah dilakukan bersama masyarakat
ini selanjutnya dibahas bersama dengan perwakilan warga desa dan masyarakat
untuk selanjutnya dilakukan kegiatan perumusan dan penentuan prioritas masalah
dalam sebuah forum Musyawarah Masyarakat Desa (MMD). Ini merupakan
sebuah forum pertemuan perwakilan warga desa untuk membahas hasil Survei
Mawas Diri (SMD) dan merencanakan penanggulangan masalah kesehatan yang
diperoleh dari hasil SMD.
Kegiatan MMD sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka menyusun
perencanaan kegiatan puskesmas agar sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
oleh masyarakat di wilayah kerja.
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) adalah kegiatan yang bertujuan
untuk membahas permasalahan di desa / Keluruhan. Musyawarah masyarakat desa
(MMD) adalah pertemuan seluruh warga desa untuk membahas hasilSurvei
Mawas Diri dan merencanakan penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh
dariSurvei Mawas Diri (Depkes RI, 2007). MMD ini difokuskan pada kesehatan
masyarakat dan promosi kesehatan desa siaga terutama pada kesehatan ibu dan
anak. Kegiatan musyawarah ini merupakan kelanjutan SMD (Survey Mawas Diri).

A. RUANG LINGKUP
a.Survei Mawas Diri
Tujuan:

A.Mengumpulkan data masalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.

B. Mengkaji dan menganalisa masalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.

C. Diperolehnya dukungan pemerintah desa dan tokoh masyarakat dalam

pelaksanaan penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat


Manfaat:

1) Masyarakat sadar akan adanya masalah kesehatan.

102
2) Mengetahui besarnya masalah kesehatan yang ada di desa.

3) Sebagai dasar menyusun rencana pemecahan masalah.


Pelaksana

1) Petugas Kesehatan

2) Kader Kesehatan
Sasaran
Semua masyarakat dalam cakupan puskesmas

b. Musyawarah Mufakat Desa


Tujuan:

1) Agar masyarakat mengenali masalah kesehatan yang dihadapi dan


dirasakan wilayahnya.

2) Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan.

3) Masyarakat menyusun rencana-rencana kerja untuk menanggulangi


masalah Kesehatan
Manfaat:
a. Menyosialisasikan program kesehatan dan hasil survei mawas diri;
b. Menyepakati urutan prioritas masalah kesehatan yang hendak ditangani;
c. Menyepakati kegiatan yang akan dilaksanakan melalui UKBM atau kegiatan lain
yang memberdayakan masyarakat;
d. Memetakan data/informasi potensi dan sumber daya desa/kelurahan; dan
e. Menggalang partisipasi warga desa/kelurahan untuk mendukung Pemberdayaan
Masyarakat.
Pelaksana:

1) Pemerintah Desa

103
2) Kader Kesehatan

3) Petugas Kesehatan

4) Unsur masyarakat
Sasaran:
Masyarakat dari setiap desa
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan MMD:

1) MMD harus dihadiri oleh tokoh masyarakat, petugas puskesmas, dan sektor
terkait di kecamatan.

2) MMD dilaksanakan di balai desa atau tempat pertemuan lainnya yang ada
di desa.
3) MMD dilakukan setelah SMD
C.TATA LAKSANA

a. Survey Mawas Diri (SMD)

 Penanggung jawab program promkes dan pelaksana upaya menyusun


instrumen survey, penentuan sampel, jadwal pelaksanaan dan teknis
pelaksanaan.

 Penanggung jawab program promkes memberikan arahan kepada bidan desa


teknis pelaksanaan kegiatan.

 Penanggung jawab program promkes, pelaksana upaya dan bidan desa


mengadvokasi pemerintah desa untuk melaksanakan kegiatan SMD.

 Kepala desa menunjuk petugas SMD, yaitu kader kesehatan.

104
 Penanggungjawab program promkes, pelaksana upaya dan bidan desa
melakukan pengenalan instrumen survey dan penjelasan teknis pelaksanaan
kegiatan kepada kader kesehatan.

 Pelaksanaan SMD.

 Pengolahan dan analisis data : dilakukan oleh penanggung jawab program


promkes dan pelaksana upaya. Penyajian data bisa berbentuk tekstular, tabular,
dan grafik
b. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)

 Pembukaan acara.

 Kepala desa menjelaskan maksud dan tujuan dari MMD.

 Penyajian hasil SMD

 Mencari akar masalah, perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan


dengan fasilitator dari petugas puskesmas.

 Menyusun rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan dipimpin oleh


kepala desa.

 Pentupan acara

D. Pemberdayaan Masyarakat Menurut Permenkes Nomor 8 Tahun 2019

1. Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan adalah proses untuk meningkatkan


pengetahuan, kesadaran dan kemampuan individu, keluarga serta masyarakat untuk

105
berperan aktif dalam upaya kesehatan yang dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses
pemecahan masalah melalui pendekatan edukatif dan partisipatif serta memperhatikan
kebutuhan potensi dan sosial budaya setempat.
2. Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) adalah wahana pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola
oleh, dari, untuk, dan bersama masyarakat, dengan pembinaan sektor kesehatan, lintas
sektor dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
3. Tenaga Pendamping Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan adalah seseorang
yang memiliki kemampuan untuk mendampingi serta membantu proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengadopsi inovasi di bidang
kesehatan.
4. Kader Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan yang disebut Kader adalah setiap
orang yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menggerakkan masyarakat
berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan.
5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
6. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.
7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

E.Strategi Pemberdayaan Masyarakat meliputi:

a. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi


permasalahan kesehatan yang dihadapi;
b. Peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakan masyarakat;
c. Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat;
d. Penguatan dan peningkatan advokasi kepada pemangku kepentingan;

106
e. Peningkatan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga kemasyarakatan, organisasi
kemasyarakatan, dan swasta;
f. Peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal; dan
g. Pengintegrasian program, kegiatan, dan/atau kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat
yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan masyarakat.
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dilaksanakan dengan mengutamakan pendekatan
promotif dan preventif meliputi:
a. kesehatan ibu, bayi dan balita;
b. kesehatan anak usia sekolah dan remaja;
c. kesehatan usia produktif;
d. kesehatan lanjut usia;
e. kesehatan kerja;
f. perbaikan gizi masyarakat;
g. penyehatan lingkungan;
h. penanggulangan penyakit menular dan tidak menular;
i. kesehatan tradisional;
j. kesehatan jiwa;
k. kesiapsiagaan bencana dan krisis kesehatan; dan
l. kegiatan peningkatan kesehatan lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat
setempat.

F.Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat

Masyarakat menyelenggarakan Pemberdayaan Masyarakat dengan didampingi oleh Tenaga


Pendamping. Tenaga Pendamping dapat berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan, swasta, perguruan tinggi, dan/atau
anggota masyarakat. Tenaga Pendamping harus memiliki kemampuan sebagai Tenaga
Pendamping yang didapat melalui pelatihan. Pelatihan sebagaimana diselenggarakan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Peran Tenaga Pendamping :
a. katalisator dalam proses Pemberdayaan Masyarakat;

107
b. pemberi dukungan dalam proses penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat;
c. penghubung dengan sumber daya yang dapat dimanfaatkan;
d. pendamping dalam penyelesaian masalah kesehatan;
e. pendamping dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi; dan
f. pendamping masyarakat dan/atau melakukan pendekatan kepada pemangku kepentingan
terkait.
Selain Tenaga Pendamping dalam Pemberdayaan Masyarakat diperlukan keterlibatan
Kader. Kader berperan sebagai:
a. penggerak masyarakat untuk berperan serta dalam upaya kesehatan sesuai
kewenangannya;
b. penggerak masyarakat agar memanfaatkan UKBM dan pelayanan kesehatan
dasar;
c. pengelola UKBM;
d. penyuluh kesehatan kepada masyarakat;
e. pencatat kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan; dan
f. pelapor jika ada permasalahan atau kasus kesehatan setempat pada tenaga
kesehatan.
Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan dengan tahap:
1. pengenalan kondisi desa/kelurahan dengan mengkaji:
a. data profil desa/kelurahan;
b. hasil analisis situasi permasalahan kesehatan; dan/atau
c. data lain yang diperlukan. Hasil kajian digunakan sebagai dasar pelaksanaan
tahap survei mawas diri
2. survei mawas diri;
3. musyawarah di desa/kelurahan;
4. perencanaan partisipatif yang di lakukan oleh masyarakat bersama pemerintah
desa/kelurahan, dan Kader
a. UKBM yang akan dibentuk atau diaktifkan kembali, dan/atau kegiatan lain yang
memberdayakan masyarakat yang akan dilaksanakan;
b. sarana prasarana yang diperlukan untuk Pemberdayaan Masyarakat; dan
c. rencana anggaran, jadwal pelaksanaan, sasaran kegiatan, dan penanggung jawab.

108
5. pelaksanaan kegiatan; dilakukan melalui kegiatan UKBM atau kegiatan lain yang
memberdayakan masyarakat secara swakelola dan harus dilakukan pencatatan dan
pelaporan.
6. pembinaan kelestarian diarahkan untuk menjamin pelaksanaan Pemberdayaan
Masyarakat dapat berlangsung secara berkesinambungan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dan dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah desa/kelurahan dan
pendamping teknis.
Tahap pembinaan kelestarian dilakukan melalui kegiatan:
a. pertemuan berkala; dilakukan dengan melibatkan kader, pemerintah desa, dan
pemangku kepentingan terkait di desa dengan waktu yang disepakati bersama sesuai
dengan kebutuhan.
b. orientasi bagi Kader; dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan
Kader, pemerintah desa, dan pemangku kepentingan terkait dalam pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat.
c. sosialisasi; dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat terkait
perkembangan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan kegiatan kesehatan lainnya.
d. penerbitan peraturan lokal; dilakukan melalui peraturan tertulis di desa/kelurahan
atau institusi terkait, dan/atau peraturan tidak tertulis seperti hukum adat atau norma
sosial yang disepakati oleh masyarakat.
e. pemantauan serta evaluasi; dilakukan secara berkala dengan melibatkan unsur
masyarakat, pemerintah desa dan Pembina teknis.

109
Kesehatan
Lingkungan Buruk

110
Pemantauan Jentik Angka bebas
Berakala (PJB) Jentik (ABJ)
Terdapat Jentik Nyamuk
Kurangnya kesadaran
masyarakat
Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD
Surveilans Epidemiologi
Berkoordinasi dengan
Camat, Kepala desa, Kepala Survei Mawas Diri (SMD) dan
RT, Tokoh masyarakat, dan Musyawarah Masyarakat desa
Kader kesehatan (MMD)
Pembinaan PHBS
terutama indikator 7
Kerangka Konsep tatanan rumah tangga
Penerapan PHBS
Pencegahan dan
indikator 7 tatanan rumah
Penanggulangan DBD
tangga

VI.
Five levels of Sungai : Penyuluhan Puskesmas :
prevention pengelolaan sampah dan limbah Memperbaiki sistem
yang baik surveilans
VII. Kesimpulan

dr. Arief sebagai pimpinan di Puskesmas Andalan belum mengadakan upaya pendidikan kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya bersama lintas sektor untuk menentukan upaya-upaya dalam rangka
penanganan kasus DBD sehingga dr Arief telah menyadari kemungkinan terjadinya Kejadian Luar Biasa
(KLB) pada wilayah tersebut

111
Daftar Pustaka

Ainy, Asmaripa. 2010. Desa Siaga danManajemen Kesehatan Bencana. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat. 1(1): 3-11.
Desniawati, F. (2014). Pelaksanaan 3M Plus terhadap Keberadaan Larva Aedes Aegypti di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Bulan Mei-Juni Tahun 2014.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Eliana, & Sumiati, S. (2016). Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Fitria (2013) ‘Perilaku Kesehatan’, Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
pp. 1689–1699.
Kelurahan Ngesrep Kota Semarang. 2019. Musyawarah Masyarakat Desa.
http://ngesrep.semarangkota.go.id/bidangkesehatan/musyawarah-masyarakat-desa diakses
pada 1 Juni 2021.
Kemenkes RI (2010) ‘Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-
KIA)’, Kementrian Kesehatan RI, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat,
Direktorat Bina Kesehatan Ibu, p. 1 of 76.
Kementrian Kesehatan RI. (2017). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian DBD di
Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Buku Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan
(Pedoman Epidemiologi Penyakit). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Pengertian, Tujuan, Indikator, dan Kegiatan
Pokok Desa Siaga. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Direktorat Promosi
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Panduan Orientasi Kader Posyandu.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Direktorat Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat.
Kementerian Kesehatan RI. Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah

112
dan Upaya Penanggulangan, Pub. L. No. PERMENKES NO 1501/MENKES/PER/X/2010
(2010).
Kementerian Kesehatan RI. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, Pub. L.
No. Permenkes No 50 Tahun 2017 (2017).
Notoadmojo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. PromosiKesehatandan IlmuPerilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Pemerintah, P. (2014) ‘Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Lingkungan’, (184), pp. 1–27.
Pentingnya Pendidikan Kesehatan’ (2013) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hakli.
Pemenkes No. 45 Tahun 2014
Sintorini, M. M. (2007). Pengaruh Iklim terhadap Kasus Demam Berdarah Dengue. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional2, 2(1), 11–18.
Suksesi, W. T., et al. (2018). Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengendalian Demam Berdarah
Dengue (Literatur Review). Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Widodo, B. (2016) ‘Pendidikan Kesehatan Dan Aplikasinya di SD/MI’, Madrasah, 7(1), p. doi:
10.18860/jt.v7i1.3306.
Wuryanto, M.Arie Wuryanto.2008. Sueveilens Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Dan
Permaslahannya di Kkota Semarang Tahun 2008. ISBN: 978-979-704-910-2
Wrihatnolo, R. 2007. Manajemen Pemberdayaan. Jakarta: PT Gramedia

113

Anda mungkin juga menyukai