Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDUAL DISKUSI KELOMPOK 1

BLOK 14

MAKSILOFASIAL I
LAPORAN PEMICU IV

“Bengkak di pipi kiri”

DISUSUN OLEH :

Indah Nurhaliza

NIM 190600007

FASILITATOR

Gostry Aldica Dohude., drg., Sp.BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya
saya mampu menyelesaikan laporan Pemicu 4 Blok 14 yang berjudul “Bengkak di pipi kiri”.
Saya harap laporan ini dapat memenuhi standar kriteria dan learning issue dari laporan
Pemicu 4 Blok 14. Namun, adapun laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, saya juga mengharapkan kritik maupun saran dari fasilitator guna perbaikan dan
peningkatan kualitas laporan selanjutnya di masa mendatang.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mencari dari berbagai sumber referensi yang
diakui dan berdasar (memenuhi evidence based). Saya berterima kasih kepada dosen yang
telah memberi pengajaran melalui mata kuliah dan fasilitator yang bersedia memeriksa
jawaban saya.

Medan, 17 Mei 2021


Penyusun,

Indah Nurhaliza
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering
terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit
periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. Infeksi odontogenik
juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti streptococcus. Infeksi
dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi wajah lain. Infeksi bisa
bersifat akut atau kronis dan bersifat subyektif.
Suatu kondisi akut biasanya disertai dengan pembengkakan dan rasa sakit
yang hebat dengan manifestasi sistemik yaitu malaise dan demam yang
berkepanjangan. Bentuk kronis bisa berkembang dari penyembuhan sebagian keadaan
akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang kuat. Infeksi-infeksi kronis sering
ditandai dengan ketidaknyamanan dalam berbagai tingkatan dan rasa sakit, serta
reaksi ringan dari jaringan sekitarnya.
Di rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis. Apabila
lingkungan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora normal maupun bakteri
asing, maka akan terjadi perubahan dan bakteri manjadi bersifat patogen. Patogenitas
bakteri biasanya berkaitan dengan dua faktor yaitu virulensi dan kuantitas. Virulensi
berkaitan dengan kualitas dari bakteri seperti daya invasi, toksisitas, enzim dan
produk-produk lainnya.
Sedangkan kuantitas adalah jumlah dari mikroorganisme yang dapat
menginfeksi host dan juga berkaitan dengan jumlah faktor-faktor yang bersifat
virulen. Infeksi oral yang paling umum adalah infeksi yang timbul dari nekrosis pulpa
dan menyebar ke jaringan sekitarnya, atau infeksi periodontal yang diakibatkan invasi
bakteri ke dalam tulang atau jaringan lunak. Hal tersebut dapat terjadi di daerah molar
ketiga, di mana perikoronitis memungkinkan bakteri menginvasi ke dalam jaringan di
bawahnya dan sekitarnya. Perikoronitis tidak bisa dianggap enteng karena dapat
menjadi awal dari infeksi yang lebih parah bahkan setelah molar ketiga diekstraksi.
Bekas setelah ekstraksi harus diirigasi secara menyeluruh dengan air steril dan
dilakukan pemberian antibiotik.
1.2. Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Bengkak di pipi kiri


Narasumber : dr. Malayana R Nst, Sp.PK., Gostry Aldica Dohude, drg.,
Sp.BM, Prof. Dr. dr. Farhat.,M.Ked (ORL-HNS), Sp.THT-
KL(K)
Hari/Tanggal : Selasa/18 Mei 2021
Jam : 07.30-09.30 WIB

Skenario :
Seorang laki-laki usia 50 tahun datang ke klinik bedah mulut RSGM USU
dengan keluhan bengkak pada pipi kiri sejak 6 hari yang lalu dan pasien sulit
membuka mulut sekitar 3 hari terakhir, nyeri menelan, sering membuang ludah.
Awalnya pasien merasakan nyeri pada daerah gigi geraham pertama kiri atas,
kemudian pasien merasakan demam dan mulai terasa pembengkakan pada pipi kiri
hingga rahang bawah kiri. Pada pemeriksaan klinis ekstraoral di dapatkan
pembengkakan pada pipi kiri yang meluas ke rahang bawah kiri hingga ke leher kiri
bagian lateral, suhu lebih hangat dari sekitar, konsistensi lunak, pus (+) aspirasi, ulkus
(-), angulus mandibula tidak teraba. Intraoral sulit dinilai karena pasien sulit
membuka mulut, buka mulut hanya sekitar 0.5 cm. Hasil pemeriksaan panoramik
didapatkan gigi 36 karies profunda dan gigi 36 sisa akar.

More Info
Ditemukan pemeriksaan vital sign S: 37.4C, R: 30x/mnt; T:90/60mmHg; HR:
100x/mnt. Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium darah (terlampir)
1.3. Pertanyaan
1. Jelaskan diagnosis kasus di atas dan sebutkan penyebabnya?
2. Jelaskan intrepretasi hasil laboratorium tersebut!
3. Bagaimana patogénesis terjadinya infeksi pada daerah tersebut dan sesuaikan dengan
hasil laboratorium darah yang ditemukan?
4. Apakah pemeriksaan penunjang lanjutan apa yang harus dilakukan untuk kasus di
atas?
5. Jelaskan rencana perawatan yang harus dilakukan pada kasus diatas!
6. Jelaskan peresepan rasional pada kasus tersebut dan alasan pemilihan obat tersebut!
BAB II

PEMBAHASAN

1. Jelaskan diagnosis kasus di atas dan sebutkan penyebabnya?


Diagnosis kasus tersebut adalah infeksi oromaksilofasial dengan sub tipe sepsis et
causa infeksi odontogenik abses bucal. Infeksi odontogenik adalah salah satu infeksi yang
paling umum terjadi dari rongga mulut. Dapat disebabkan oleh karies gigi, pada kasus
infeksi odontogenik disebabkan sisa akar pada gigi 36. Penyebaran infeksi melalui
foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi
di sekitar periapikal di daerah membran periodontal berupa suatu periodontitis apikalis.
Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di apikal
mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon
jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang
supuratif atau abses dentoalveolar.1
Pada kasus ditemukan maka pasien diindikasikan sepsis. Spasium bukal berada
diantara m. masseter, m. pterigoidus interna dan m. Businator. Berisi jaringan lemak yang
meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan
spasium infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas
masuk ke dalam spasium bukal. Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukal
dan menonjol ke arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif,
fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat
turun ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan
difus, tidak jelas pada perabaan.1

Gambar 1. Sepsis bucal


Sepsis merupakan tanda adanya infeksi yang disertai tanda-tanda sindroma respon
inflamasi sistemik yang meliputi 2 atau lebih tanda dibawah :
- Suhu badan ≥ 38oC, atau ≤ 36oC
- Nadi ≥ 90 kali/menit
- Respirasi ≥ 20kali/menit atau P CO2 arteri < 32 mmHg
- Angka leukosit ≥ 1200/mmk atau ≤ 4000/mmk atau sel leukosit muda > 10%
Berdasarkan kasus pasien memiliki lebih dari 2 tanda diatas yaitu :
- Suhu tubuh 37oC
- Respirasi: 30x/menit
- Nadi 100x/menit
- Angka leukosit 23.200 yang mengindikasi adanya inflamasi

2. Jelaskan intrepretasi hasil laboratorium tersebut!


Pada pemeriksaan penunjang terdapat penurunan hemoglobin yaitu 11.8 gdl,
penurunan hematokrit yaitu 36.7 %, dan peningkatan leukosit yaitu 23.2 10/l. Kemudian
didapat neutrofil naik dan limfosit turun yaitu 94 dan 4,4. Monosit mengalami sedikit
penurunan dan Eusinofil mengalami penurunan. Ini merupakan tanda bahwa pasien jelas
mengalami infeksi.
• Haemoglobin turun
Jika HB rendah atau disebut dengan anemia, kemungkiann penyebabnya adalah
anemia hemolitik, leukeumia, Lupus / SLE, perdarahan, hemolisis, pengaruh obat
obatan. sedangkan berdasarkan gejala yang dialami pasien dengan gejala Hb rendah,
leukosit tinggi, adanya demam menandakan paisen terkena anemia akibat infeksi,
peradangan yang diderita pasien. Pada penyakit infeksi/radang berat seperti pada
kasus, zat besi didalam tubuh tidak dapat digunakan karena proses radang yang
terjadi menghambat penggunaan zat besi untuk membentuk hemoglobin dan
mengakibatkan anemia terjadi.
• Hematokrit turun
Hematokrit menunjukkan persentase zat padat kadar sel merah dengan jumlah cairan
darah. Penurunan hematokrit terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah
akut.
• Leukosit naik
Leukosit adalah sel darah putih, jika leukosit pasien tinggi kemungkinanya adalah:
Infeksi, yaitu infeksi bakteri , virus, jamur dan parasit, alergi, kanker, penyakit
sumsum tulang belakang, sirosis hati, anemia hemolitik. Pada kasus menunjukkan
adanya proses infeksi atau radang akut.2

3. Bagaimana patogenesis terjadinya infeksi pada daerah tersebut dan sesuaikan


dengan hasil laboratorium darah yang ditemukan?
Patogenesis terjadinya infeksi odontogenik dapat disebabkan oleh bakteri setelah
pembusukan gigi yang menyebabkan invasi pulpa, sehingga terjadilah proses inflamasi,
edema dan suplai darah yang tidak memadai akan mengakibatkan terjadinya nekrosis atau
kematian jaringan pulpa. Kematian jaringan pulpa memicu berkembang biaknya bakteri
anaerobik yang secara terus-menerus akan meningkat dan akan menyebar melalui tulang
kanselous sampai mencapai lapisan kortikal. Jika lapisan kortikal tipis, infeksi akan
mengikis hingga tulang dan memasuki seluruh jaringan lunak.3
Respon peradangan merupakan mekanisme pertahanan alami tubuh yang terjadi
apabila terdapat jaringan tubuh yang terinfeksi. Sebagian besar elemen pertahanan tubuh
terdapat pada darah. Ini berarti sel dan bahan kimia pertahanan tubuh akan meninggalkan
darah dan memasuki jaringan yang terinfeksi. Selama terjadi infeksi, pembuluh darah
akan mengalami vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular dan migrasi sel darah
putih. Sitokin akan merangsang sistem pertahanan tubuh untuk melepaskan neutrofil,
fagosit, dan limfosit yang berfungsi untuk melawan infeksi. Pembengkakan yang terjadi
merupakan akibat dari eksudasi cairan jaringan dan pengerasan dari polimorfonuklear
leukosit, limfosit, dan makrofag yang bermigrasi dari ruang vaskular ke bagian yang
terinfeksi. Abses yang terjadi disebabkan karena nekrosis sel darah putih dan jaringan
ikat.4
Adanya inflamasi dapat ditandai dengan peningkatan leukosit. Sesuai dengan hasil
laboratorium terjadi peningkatan kadar leukosit yaitu 23.200. Ditunjukkan neutrofil naik
yang berarti adanya infeksi akut, inflamasi maupun kerusakan jaringan, dimana
peningkatan jumlah neutrofi berkaitan dengan tingkat keganasan infeksi. Dan penurunan
limfosit pada pasien menunjukkan pasien dalam keadaan rentan terhadap infeksi.
Sedangkan penurunan monosit dan eusinofil pasien bisa jadi diakibatkan karena pasien
mengalami stress akibat penyakitnya.2

4. Apakah pemeriksaan penunjang lanjutan apa yang harus dilakukan untuk kasus di
atas?
Secara radiologis, gambaran infeksi odontogenik yang mengandung abses dapat
dilihat dengan adanya gambaran radiolusen di sekitar gigi yang terinfeksi. Infeksi dapat
terlihat di bagian akar gigi dan periapikal. Pemeriksaan Radiologis:
- Panoramik
Adapun keuntungan dari teknik radiografi panoramik yaitu hasil foto
radiografi yang luas mencakup gigi dan tulang wajah, kenyamanan pemeriksaan
untuk pasien, dapat digunakan pada pasien yang tidak bisa membuka mulut, dosis
radiasi rendah, dan waktu yang diperlukan untuk membuat gambar relatif singkat (3-4
menit). Adapun kerugiannya adalah tidak dapat mendeteksi lesi karies yang kecil,
gambar yang dihasilkan tidak memperlihatkan anatomi yang detail seperti pada
radiografi periapikal, dan terkadang terjadi tumpang tindih struktur yang dapat
mengakibatkan lesi odontogenik tidak tampak.5

Gambar 2. Hasil Foto Radiografi Panoramik


- CT Scan
CT-scan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan radiografi konvensional
dan tomografi. Pertama, CT-scan dapat menghilangkan superimposisi struktur gambar
di luar bidang yang diminati. Kedua, resolusi CT-scan memiliki tingkat kekontrasan
yang tinggi, perbedaan antara jaringan yang berbeda dalam kepadatan fisik kurang
dari 1% dapat dibedakan; radiografi konvensional membutuhkan perbedaan 10%
dalam kepadatan fisik untuk membedakan antara jaringan. Kemudian CT-scan
memiliki kemampuan melihat anatomi normal atau proses patologis secara bersamaan
dalam tiga bidang orthogonal.6
- Periapikal
Radiografi periapikal menggambarkan teknik intraoral yang dirancang untuk
menunjukkan gigi dan jaringan individual di sekitar apeks. Setiap gambar biasanya
menunjukkan dua hingga empat gigi dan memberikan informasi terperinci tentang
gigi dan sekitarnya tulang alveolar.6
- Oklusal
Radiografi oklusal digunakan ketika ingin melihat area yang luas dalam satu
film dari anatomi tulang maksila maupun mandibula. Radiografi oklusal dapat
mendeteksi adanya celah di palatum, fraktur, ukuran dan luas lesi seperti kista atau
tumor pada rahang anterior, serta kelainan lainnya yang terjadi pada area luas.7

Gambar 3. Tampak radiolusen yang berbatas jelas (tepi kortikal) didaerah periapikal
gigi pada radiografi oklusal maksila

5. Jelaskan rencana perawatan yang harus dilakukan pada kasus diatas!


Setelah diagnosis infeksi odontogenik ditegakkan, maka komponen pertama
penatalaksanaan bedah yaitu:
1) Penyingkiran faktor penyebab (kontrol sumber)
Metode pengendalian sumber bergantung pada etiologi spesifik (endodontik
atau periodontal), serta tingkat keparahannya. Jika infeksi ditentukan bersifat
endodontik, seperti pada pulpa nekrotik akibat karies atau fraktur gigi, pengendalian
sumber melibatkan ekstirpasi pulpa dengan perawatan saluran akar selanjutnya.
Namun pada kasus pasien mengalami trismus dimana dokter tidak memungkinkan
untuk mengakses gigi atau gigi yang bermasalah dengan benar karena akses yang
terbatas ke rongga mulut. Dalam kasus seperti itu, tergantung pada tingkat keparahan
dan lokasi infeksi, dokter dapat memulai terapi antibiotik empiris atau melakukan
sayatan dan drainase terlebih dahulu untuk memperbaiki pembukaan rahang bawah
sebelum menghilangkan sumber infeksi.8

2) Pembedahan
Setelah dilakukan kontrol sumber, dapat dilakukan pembedahan berupa
drainase infeksi. Langkah pertama dalam manajemen bedah untuk infeksi
odontogenik adalah menentukan rute yang paling tepat untuk akses bedah untuk
insisi dan drainase. Pada kasus pasien mengalami trismus sehingga akses kedalam
rongga mulut tidak mencukupi, maka dapat diberi analgesia dan anxiolysis. Langkah
selanjutnya dalam manajemen bedah adalah sayatan. Secara umum, sayatan
ditempatkan langsung di atas area pembengkakan maksimum untuk memungkinkan
drainase. Untuk prosedur insisi dan drainase ekstraoral untuk infeksi odontogenik
kompleks, ada faktor lain yang harus dipertimbangkan, yaitu bekas parut di wajah
dan potensi cedera vaskular dan saraf wajah. Panjang sayatan harus cukup setidaknya
10 sampai 15 mm dan kedalamannya harus setidaknya melewati lapisan jaringan
mukosa dan submukosa. Lalu rongga abses dialiri dengan saline normal steril
menggunakan semprit dengan ujung tipis. Kemudian drainase dijahit ke jaringan
yang berdekatan dengan sayatan (atau dekat tepi sayatan) dengan bahan jahitan yang
tidak dapat diserap. Drainase harus ditempatkan di kedalaman rongga abses dan
dijahit ke jaringan yang tampak sehat untuk menghindari robekan melalui jaringan
saat memasukkan jarum. Irigasi harus tetap di tempatnya sampai terjadi epitelisasi
saluran atau ketika pasien membaik secara klinis dan drainase lanjutan berhenti. Ini
biasanya terjadi dalam 2 hingga 5 hari setelah prosedur insisi dan drainase. Setelah
drainase diangkat, luka dibiarkan sembuh dengan penyembuhan sekunder.8

Gambar 4. Teknik insisi dan drainase


Gambar 5. Jarum suntik berujung tipis (Monoject) atau jarum suntik dengan
angiocatheter terpasang dapat digunakan untuk mengairi rongga abses secara
menyeluruh dengan larutan garam steril setelah insisi dan drainase.

3) Terapi suportif
Tindakan suportif ini termasuk hidrasi, peningkatan nutrisi, kontrol nyeri,
terapi antibiotik tambahan, dan kontrol glukosa darah. Kebanyakan pasien dengan
infeksi odontogenik mengalami dehidrasi dan defisiensi nutrisi karena asupan oral
yang buruk karena rasa sakit dan ketidaknyamanan. Perawatan bedah menyeluruh
(yaitu, kendali sumber dan sayatan dan drainase) harus selalu dilengkapi dengan
pengendalian nyeri yang memadai dan dorongan hidrasi oral (atau intravena) dan
peningkatan asupan nutrisi. Untuk pasien dehidrasi akut, dokter dapat memilih untuk
memberikan cairan secara intravena untuk mengisi volume intravaskular yang
hilang.8

6. Jelaskan peresepan rasional pada kasus tersebut dan alasan pemilihan obat
tersebut!
Dosis, waktu, dan durasi pemberian antibiotik yang tepat sama pentingnya dengan
pemilihan antibiotik yang tepat. Tujuannya adalah untuk mencapai kadar plasma yang
cukup tinggi untuk membunuh atau menghentikan bakteri yang sensitif terhadap
antibiotik sambil meminimalkan efek samping yang merugikan. Level plasma puncak
target biasanya setidaknya empat sampai lima kali konsentrasi penghambatan minimal
dari bakteri target. Pada kasus dapat diberikan klindamisin secara oral empat kali sehari,
atau amoksisilin-klavulanat (Augmentin) diberikan secara oral dua kali sehari, namun
disesuaikan dengan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dan karenanya merupakan bentuk
pengobatan antibiotik yang lebih efektif.
Alasan pemilihan obat tersebut adalah karena obat seperti penisilin, amoksisilin,
klindamisin, dan azitromisin, lebih efektif melawan streptokokus aerobik dan fakultatif
serta anaerob oral. Sedangkan obat golongan metronidazole, antibiotik nitroimidazole
yang menargetkan anaerob obligat, jarang digunakan pada infeksi rutin dan kadang-
kadang hanya digunakan bersama dengan antibiotik standar pada infeksi berat dengan
kultur positif untuk tingkat signifikan bakteri anaerob.8
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Infeksi oromaksilofasial merupakan kasus yang sering dijumpai sehari-hari,


baik di rumah sakit maupun di tempat praktek dokter gigi. Sumber infeksi regio ini
adalah gigi-geligi, yang umumnya merupakan infeksi ringan dan mudah diterapi
dengan antibiotik. Namun, apabila penanganannya kurang tepat dan cepat, misalnya
pemilihan dan penggunaan antibotik tidak adekuat, maka akan menyebabkan kasus
infeksi menjadi lebih berat dan kompleks sehingga membutuhkan perawatan lebih
lanjut dan tidak jarang akhirnya membutuhkan hospitalisasi. Sebagai seorang dokter
gigi umum harus mempunyai pengetahuan anatomi mengenai lokasi sumber infeksi
primer, dan penyebarannya dalam jaringan ikat, sehingga akan membantu diagnosis
dan terapi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fragiskos D. Oral Surgery. Greece: Springer; 2007: 205-8.


2. Farmalkes. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Direktorat Jendal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan; 2020.
3. Malik NA. Oral and maxillofacial Surgery 3rd ed. Newdelhi: Jaypee Brothers Medical
Publisher; 2012: 663.
4. Kradin RL. Diagnostic pathology of infections disease. Philadelphia: Elsevier; 2010: 4-6.
5. Supriyadi. Pedoman interpretasi radiograf lesi-lesi di rongga mulut. Stomatognatic Jurnal
Kedokteran Gigi Unej 2012; 9(3): 139.
6. Stuart C. White, Michael J.Paroah. Oral radiology principles and interpretation. 7 th ed.
US: Mosby; 2014: 95, 140-2.
7. Whaites E. Essentials of Dental Radiographic and Radiology 3rd ed. London: Churcill
Livingstone; 2003: 101.
8. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 7th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2019: 382-393.

Anda mungkin juga menyukai