Anda di halaman 1dari 30

APLIKASI

Carl Roger sebenarnya tidak begitu banyak memfokuskan kepribadian. Teknik terapi
lebih banyak mewarnai berbagai karya akademiknya. Mula-mula corak konseling ini disebut 
non-directive therapy, kemudian digunakan Client Centered therapy dengan maksud
individualitas konseling yang setaraf  dengan individualitas konselor. Menurut Rogers, dalam
teknik ini ingin diciptakan suasana pembicaraan yang permisif.
Dalam dunia psikologi Rogers selalu dihubungkan dengan metode psikoterapi yang
dikemukakan dan dikembangkannya. Terapi yang dikemukakannya itu dinamakan: non-directive
therapy atau client centered therapy.
Non-directive therapy ini menjadi popular karena:
1)      Secara historis lebih terikat kepada psikologi daripada kedokteran
2)      Mudah dipelajari
3)      Untuk mempergunakannya dibutuhkan sedikit atau tanpa pengetahuan mengenai diagnosis dan
dinamika kepribadian
4)      Lamanya perawatan lebih singkat jika dibandingkan misalnya dengan terapi secara
psikoanalistis.
Dasar dari teknik ini adalah manusia mampu memulai sendiri arah perkembangannya dan
menciptakan  kesehatan dan menyesuaikannya. Sebab itu, konselor harus mempergunakan
teknisnya untuk memajukan tendensi perkembangan klien tidak secara langsung tetapi dengan
menciptakan kondisi perkembangan yang positif dengan cara permisif. Konselor sebanyak
mungkin membatasi diri dengan tidak memberikan nasihat, pedoman, kritik, penilaian, tafsiran,
rencana, harapan, dan sebagainya.
Dengan cara ini, konselor dapat membantu klien untuk mengemukakan pengertiannya
dan rencana hidupnya. Untuk memungkinkan pemahaman ini konselor diharapkan bersifat dan
bersikap:
1)      Menerima (Acceptance)
Sikap terapis yang ditujukan agar klien dapat melihat dan mengembangkan diri apa adanya.
2)      Kehangatan (Warmth)
Ditujukan   agar  klien   merasa  aman   dan memiliki penilaian yang lebih positif tentang dirinya.
3)      Tampil apa  adanya (Genuine)
Kewajaran yang perlu ditampilkan oleh terapis agar klien memiliki sikap positif.
4)      Empati (Emphaty)
Menempatkan diri dalam kerangka acuan batiniah (internal frame  of reference),  klien   akan
memberikan manfaat besar dalam memahami diri dan problematikanya.
5)      Penerimaan tanpa  syarat (Unconditional positive  regard)
Sikap penghargaan tanpa tuntutan yang ditunjukkan terapis pada klien, betapapun  negatif
perilaku atau sifat klien, yang kemudian sangat bermanfaat dalam pemecahan masalah.
6)      Transparansi (Transparancy)
Penampilan  terapis  yang transparan atau tanpa topeng pada   saat  terapi   berlangsung   
maupun  dalam kehidupan keseharian merupakan   hal yang penting  bagi klien untuk
mempercayai dan menimbulkan rasa aman terhadap segala sesuatu yang diutarakan.
7)      Kongruensi (Congruence)
Konselor   dan  klien  berada pada hubungan yang sejajar dalam   relasi  terapeutik  yang   sehat.
Terapis  bukanlah  orang  yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari kliennya.
Kondisi-kondisi yang memungkinkan klien mengubah  diri secara konstruktif
mengharuskan klien dan terapis berada dalam kontak psikologis. Dengan demikian, akan dapat
dilihat perubahan yang terjadi dalam proses terapi antara lain :
1)        Klien akan mengekspresikan pengalaman dan perasaannya tentang kehidupan, dan problem
yang dihadapi.
2)        Klien akan berkembang menjadi orang yang dapat menilai secara tepat makna perasaannya.
3)        Klien mulai merasakan self concept antara dirinya dan pengalaman mereka.
4)        Klien sadar penuh akan perasaan yang mengganggu.
5)        Klien mampu mengenal konsep diri dengan terapi yang tidak mengancam.
6)        Ketika terapi dilanjutkan, konsep dirinya menjadi congruence.
7)        7. Mereka mengembangkan kemampuan dengan pengalaman yang dibentuk oleh unconditional
positive regard.
8)        Mereka akan mengevaluasi pengalaman-pengalamannya sehingga mampu berelasi sosial dengan
baik.
9)        Mereka menjadi positif dalam menghargai diri sendiri.
Setelah terapi, klien akan mendapatkan insight secara mendalam terhadap diri dan
permasalahannya.
1)        Mereka menjadi terbuka terhadap pengalaman dan perasaannya sendiri.
2)        Dalam pengalamannya sehari-hari mereka bisa mentransendensikan, jika diperlukan.
3)        Mereka menjadi kreatif. Mereka merasa dalam hidup menjadi lebih baik, juga dalam hubungan
dengan orang lain.
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata –
mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta
perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya
tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan
bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respon secara realistis
terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan
subjektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif.
Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia
lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau
yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami
suatu penyakit psikologis.

TEORI HUMANISTIK MENURUT CARL ROGERS

Metode yang diterapkan Rogers dalam psikoterapi awalnya disebut non direktive atau terapi
yang berpusat pada klien (client centered therapy), dan pioner dalam risetnya pada proses terapi.
Pendekatan terapi yang berpusat pada klien dari Rogers sebagai metode untuk memahami orang
lain, menangani masalah-masalah gangguan emosional. Rogers berkeyakinan bahwa pandangan
humanistik dan holisme terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dalam teorinya, klien diajak untuk
memahami diri dan pada akhirnya menyadari untuk mengembangkan diri secara utuh.
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being), yaitu :
1.      Keterbukaan pada pengalaman.
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan
fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak
emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.
2.      Kehidupan ekstansial
Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia
selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri
sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.
3.      Kepercayan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu
sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul
seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan
sangat baik.

4.      Perasaan bebas


Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan-paksaan
atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu
perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan
tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat
sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang ingin
dilakukannya.
5.      Kreatifitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan
mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan cirri-ciri bertingkah laku spontan, tidak
defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus
kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.

Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban
atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan
jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist
bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan
potensi -potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh
pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak - kanak. Aktualisasi diri akan
berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi)
seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Pandangan ini dikembangkan berdasarkan terapi yang dilakukannya. Kehidupan yang
sebaik-baiknya bukan sasaran yang harus dicapai, tetapi arah dimana orang dapat berpartisipasi
sepenuhnya sesuai dengan potensi alamiahnya. Berfungsi utuh adalah istilah yang dipakai
Rogers untuk menggambarkan individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merelisasi
potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan
seluruh rentang pengalamannya / unconditional positive regards.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar
tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran
berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3.      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai
bagian yang bermakna bagi siswa.
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting
diantaranya ialah :
1.      Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri.
3.      Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5.      Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara
yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6.      Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7.      Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab
terhadap proses belajar itu.
8.      Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek,
merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9.      Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika
siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain
merupakan cara kedua yang penting.
10.  Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke
dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif
yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai
kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan
dan umpan balik positif.
Carl Rogers menyatakan pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan
hubungan yang nyaman antara terapis dan klien, hubungan dialogis yang memberdayakan klien
untuk mencapai aktualisasi diri siswa (dalam Palmer, 2003). Implikasi ajaran tersebut dalam
bidang pendidikan adalah perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya,
menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, hubungan dialogis yang
memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi diri. Pengajaran yang baik adalah “proses
yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai orang yang mampu, bernilai, dan
mengarahkan diri sendiri, dan pemberian semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan
persepsi dirinya tersebut” (Purkey & Novak, dalam Eggen & Kauchak, 1997).
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata-
mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta
perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya
tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan
bertanggung jawab di dalamnya.

APLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISME DALAM PENDIDIKAN


1.      Pendidikan Humanistik
Menurut Rogers (dalam Palmer, 2003) dalam proses pendidikan dibutuhkan rasa hormat
yang positif, empati, dan suasana yang harmonis/tulus, untuk mencapai perkembangan yang
sehat sehingga tercapai aktualisasi diri
Salah satu cara untuk mendeskripsikan pendidikan humanistik adalah dengan melihat apa
yang terjadi di kelas. Kirchenbaum dalam (Roberts, 1975) melihat ada 5 dimensi yang dapat
dijadikan jalan untuk menjadi kelas yang humanis.
a.      Pilihan dan kendali diri
Dalam hidupnya siswa dihadapkan dengan proses menetapkan tujuan dan membuat
keputusan. Pendidikan humanistik memfasilitasi kemampuan tersebut dengan memberikan
latihan mengambil keputusan terkait dengan tujuan sekolah maupun aktivitas harian. Siswa dapat
dilatih melalui aktivitas kegiatan siswa dan belajar yang memungkinkannya memiliki pilihan dan
kendali dalam merancang, menetapkan tujuan, memutuskan, dan mempertanggung jawabkan
keputusan yang telah dibuatnya.
b.      Memperhatikan minat dan perasaan siswa
Kelas menjadi humanis ketika kurikulum dan pembelajaran menunjukan perhatian pada
minat dan perasaan siswa. Mengkaitkan materi pelajaran dengan minat, pengetahuan, dan
pengalaman yang sudah dimiliki siswa dan meminta tanggapan siswa merupakan contoh
aktivitas yang dinilai siswa memperhatikan minat mereka.
c.       Manusia seutuhnya
Perlu perubahan orientasi pembelajaran dan penilaian dari orientasi aspek kognitif menuju
ke arah perhatian, penghormatan, dan penghargaan terhadap siswa sebagai manusia seutuhnya.
Integrasi ketrampilan berpikir dengan kecakapan hidup yang lain sangat penting agar lebih
efektif menjadi individu.

d.      Evaluasi diri


Pendidikan humanistik bergerak dari evaluasi yang dikontrol guru menuju evaluasi yang
dilakukan oleh siswa. Siswa perlu difalitasi untuk memantau kemajuan belajarnya sendiri baik
melalui tes atau umpan balik dari orang lain.
e.       Guru sebagai fasilitator
Guru perlu mengubah peran, yaitu berubah dari sebagai direktur belajar menjadi fasilitator
atau penolong. Guru hendaknya lebih suportif daripada mengkritisi, lebih memahami daripada
menilai, lebih real dan asli daripada berpura-pura. Jika keadaan tersebut dapat dilakukan maka
akan berkembang hubungan menjadi resiprokal, yaitu guru sering menjadi pembelajar, dan siswa
sering menolong dan mengajar juga.
Untuk mengembangkan pendidikan yang humanis maka diperlukan:
a)      Pendidikan yang menghargai dan mengembangkan segenap potensi manusia; tidak saja dimensi
kognitif, namun juga kemampuan afektif, psikomotorik dan potensi unik lainnya. Siswa dihargai
bukan karena ia seorang juara kelas melainkan karena ia mengandung potensi yang positif.
b)      Interaksi antara siswa dan guru yang resiprokal dan tulus
Tanpa hubungan yang saling percaya dan saling memahami maka pendidikan yang
mengeksporasi segenap perasaan dan pengalaman siswa sulit untuk dilaksanakan.
c)      Proses pembelajaran yang mendorong terjadinya proses interaksi dalam kelompok dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi pengalaman, kebutuhan,
perasaannya sendiri sekaligus belajar memahami orang
d)     Pengembangan metode pembelajaran yang mampu menggerakkan setiap siswa untuk menyadari
diri, mengubah perilaku, dan belajar dalam aktivitas kelompok melalui permainan, bermain
peran dan metode belajar aktif lainnya.
e)      Guru yang peduli, penuh perhatian, dan menerima siswa sesuai dengan tertinggi setiap insan.
Mengembangkan sistem penilaian yang memungkinkan keterlibatan siswa misalnya dengan
penilaian teman sebaya, dan siswa menilai kemajuan yang telah dicapai sendiri melalui evaluasi
diri.
2.      Pendidik yang Humanistik
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator:
a)      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada pencintaan suasana awal,situasi kelompok, atau
pangalaman kelas.
b)      Fasilitator membantu untuk memproleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat lebih umum.
c)      Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tutjuan-tujuan
yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendurong, yang tersembunyi di dalam belajar
yang bermakna tadi.
d)     Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah
dimanfaatkan para siswa untukmembntu mencapai tujuan mereka.
e)      Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan
oleh kelompok.
f)       Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas dan menerima baik isi yang
bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang
sesuai, baik bgi individual ataupun bagi kelompok.
g)      Bilamana cuacu penerimaan kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut
menyatakan pandangannya sebagai seorang anividu, seperti siswa yanglain.
Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok perasaannya dan juga pikirannya dengan
tidak menuntut dan juga tidak memaksaan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh
saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
h)      Harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang
dalam dan kuat selama belajar.
Di dalam berperan sebagai fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk mengenali dan
menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Salah satu model pendidikan terbuka mencakup
konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan
Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang
mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
1)      Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:
2)      Merespon perasaan siswa
3)      Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
4)      Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
5)      Menghargai siswa
6)      Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
7)      Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera
dari siswa.
8)      Tersenyum pada siswa.
Borton (dalam Roberts, 1975) lebih lanjut menjelaskan beberapa karakteristik peran
pendidik humanistik disamping perhatian terhadap perasaan siswa “disini dan kini”, yaitu :
1)      Guru memfasilitasi siswa mempelajari dirinya sendiri, memahami perasaan dan tindakan yang
dilakukannya
2)      Guru mengenali harapan dan imajinasi siswa sebagai bagian penting dari kehidupan siswa dan
memfasilitas proses saling bertukar perasaan
3)      Guru memperhatikan bahasa ekspresi non verbal, seperti gesture dan suara. Melalui ekspresi non
verbal ini beberapa keadaan perasaan dan sikap dikomunikasikan oleh siswa.
4)      Guru menggunakan permainan, improvisasi, dan bermain peran sebagai cara untuk menstimulasi
perilaku yang dapat dipelajari dan diubah.
5)      Guru memfasilitas belajar dengan menunjukkan secara eksplisit tentang bagaimana prinsip-
prinsip dasar dinamika kelompok sehingga siswa dapat lebih bertanggung jawab untuk
mendukung belajar mereka.
Menurut Hamacheek,1996; Guru yang efektif tampaknya adalah guru yang “manusiawi”.
Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis dripada autaktorik, dan mereka
mampu berhubungan dengan mudah dan wajar dengan para siswa, baik secara perorangan
maupun secara kelompok. Guru yang tidak efektif jelas kurang memiliki rasa humor, mudah
menjadi tidak sabar, mengunakan komentar-komentar yang melukai dan mengurangi rasa
ego,kurang integrasi, cenderung agak otoriter, dan biasanya kurang peka terhadap kebutuhan-
kebutuhan siswa mereka.
Menurut Combs dan kawan-kawan, ciri-ciri guru yang baik adalah;
a)      Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk
memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
b)      Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin
berkembang.
c)      Guru yang cenerung melihat orng lain sebagai orang yang septutnya dihargai.
d)     Guru yng melihat orang-orang dan perilku mereka pada dasarnya berkembang dari dalam; jdi,
bukan merupakan produk dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan digerakkan. Dia
melihat orang-orang itu mempunyai kreatifitas dan dinamika; jadi bukan orang yang pasif atau
lamban.
e)      Guru yang menganggap orang lain itu pada dasarnya dapat dipercayai dan dpat diandalkan
dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-aturan yang ada.
f)       Guru yang melihat orng lain itu dapat memenuhi dan memingkatkan dirinya, bukan
menghalangi, aplagi mengancam.

3.      Aplikasi dalam Pembelajaran


Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman
belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya
adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri.
Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk
berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara
berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan kelas.
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap
materi yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan
pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
KELEMAHAN TEORI ROGERS

Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata-
mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta
perkembangan orang lain. Rogers berpendapat bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya
tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan
bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu, gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respons secara realistis
terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan
subyektivitasnya dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara
obyektif.
Rogers juga mengabaikan aspek- aspek sadar dalam tingkah laku manusia karena ia lebih
melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau yang
biasanya penuh dengan pengalaman traumatic yang menyebabkan seseorang mengalami suatu
penyakit psikologis.
KESIMPULAN

Perbedaan Teori Rogers dengan Teori Maslow


Carl Rogers (1902-1987) adalah seorang humanistik psikolog setuju dengan sebagian besar
dari apa Maslow percaya, tetapi menambahkan bahwa bagi seseorang untuk "tumbuh", mereka
memerlukan suatu lingkungan yang menyediakan mereka dengan genuinness (keterbukaan dan
self-disclosure), penerimaan (yang dilihat dengan hal positif tanpa syarat), dan empati
(didengarkan dan dipahami).
Satu perbedaan antara Maslow dan Rogers adalah penekanan bahwa Maslow memberikan
ke puncak pengalaman. Puncak pengalaman saat di dalam hidup yang membawa kita melampaui
persepsi biasa, pikiran, dan perasaan. Biasanya, individu merasa berenergi, lebih "hidup". Dalam
beberapa hal, pengalaman puncak mirip dengan konsep Zen satori (harfiah "pencerahan"), yang,
seperti pengalaman puncak, datang tanpa diduga, dan mengubah pemahaman individu tentang
diri dan dunia. Karena sifat "mistis" dari pengalaman puncak, beberapa psikolog kurang nyaman
dengan teori Maslow dari pada dengan Rogers, yang menggunakan konsep yang lebih mudah
berhubungan dengan psikologi "mainstream". Mungkin, ini account untuk Maslow yang
dipandang sebagai kurang berpengaruh di antara terapis. Dalam setiap kasus, tidak ada keraguan
bahwa gagasan Maslow tentang motivasi telah menjadi dikenal secara luas dan digunakan,
sebagai link di bawah ini membantu untuk menggambarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Suryabarta, Sumadi. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta :


Fajar Interpratama Offset
.
Novira. 2010. teori-humanistik-carl-rogers. http://novira08.wordpress.com/2010/05/29/ : 1 April
2013.

Miftah. 2012. Teori-humanistik-menurut-carl-rogers. http://miftachulwachyudii.blogspot.com : 1


April 2013.

semester III
Selasa, 27 November 2012
TEORI HUMANISTIK CARL ROGERS

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Carl Rogers lahir pada tanggal 8 januari 1902, di oak park, Illionis, sebuah daerah
pinggiran Chicago. Ia anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya adalah insinyur teknik sipil
yang sukses. Ibunya adalah  seorang ibu rumah tangga pemeluk Kristen yang taat. Semenjak
kecil, Rogers nampak cerdas ia sudah bisa membaca sebelum usia TK, maka dari itu ia tidak
perlu masuk TK lagi namun langsung masuk SD.
Teori Rogers didasarkan pada prinsip humanistik bahwa jika orang diberi kebebasan dan
dukungan emosional untuk bertumbuh, mereka bisa berkembang menjadi manusia yang
berfungsi secara penuh. Tanpa kesamaaan atau pengarahan, tetapi didorong dengan lingkungan
yang menerima dan memahami situasi terapeutik, orang akan memecahkan masalahnya sendiri
dan berkembang menjadi jenis individu yang mereka inginkan.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana riwayat hidup dari Carl Rogers?
2.      Bagaimana pandangan Carl Rogers mengenai psikologi?
3.      Bagaimana konsep Rogers terhadap pemikirannya?
4.      Seperti apa teori yang dikembangkan Carl Rogers?
5.      Bagaimana peran teori Rogers terhadap perkembangan?
6.      Apa aplikasi teori humanistik terhadap pembelajaran siswa?

C.    TUJUAN
1.      Mengetahui riwayat hidup Carl Rogers.
2.      Mengetahui Carl Rogers mengenai psikologi.
3.      Mengetahui teori yang dikembangkan oleh Carl Rogers.
4.      Mengetahui teori yang dikembangkan Carl Rogers.
5.      Mengetahui peran teori Rogers terhadap perkembangan.
6.      Mengetahui  teori humanistik terhadap pembelajaran siswa.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Profil Carl Rogers
Carl Rogers lahir pada tanggal 8 januari 1902, di oak park, Illionis, sebuah daerah
pinggiran Chicago. Ia anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya adalah insinyur teknik sipil
yang sukses. Ibunya adalah  seorang ibu rumah tangga pemeluk Kristen yang taat. Semenjak
kecil, Rogers nampak cerdas ia sudah bisa membaca sebelum usia TK, maka dari itu ia tidak
perlu masuk TK lagi namun langsung masuk SD.
Saat berusia 12 tahun, keluarganya pindah ke sebuah daerah pertanian 30 mil sebelah
timur Chicago. Ditempat ini ia menghabiskan masa remajanya. Selama itu ia mendapatkan
pendidikan yang keras dan kegiatan yang padat. Dengan keadaan ini Rogers memiliki
kepribadian yang agak terisolasi tetapi menjadi yang independen dan sangat disiplin.
Rogers masuk University of Wisconsin mengambil jurusan pertanian. Kemudian ia
beralih mempelajari agama dan bercita-cita menjadi pendeta. Dia pernah dipilih menjadi salah
satu dari 10 mahasiswa yang mendapat kesempatan menghadiri Konferensi Mahasiswa Kristen
sedunia di Beijing 6 bulan lamanya. Atas keikutsertaanya dan berdasarkan pengalamannya yang
baru ini bisa memperluas pemikirannya, akhirnya ia mulai meragukan beberapa pandangan yang
menjadi dasar agama.
Selama kuliah ia mengenal gadis bernama Helen Elliot. Meski pertemanannya sempat
ditentang oleh orangtuanya, setelah lulus Rogers tetap tetap menikahi Helen. Kemudian mereka
pindah ke kota New York dan mengajar di Union Theological Seminary, sebuah institusi
keagamaan liberal yang cukup terkenal.  Pada saat memberikan kuliah, Rogers menyarankan
agar mahasiswanya membuat diskusi kelas dengan tema “Kenapa saya mau jadi pendeta?” dia
menyatakan, “kalau anda sebagai mahasiswa tidak ingin kehilangan pekerjaan, jangan ambil
kelas dengan pembahasan seperti ini.” Ternyata hasilnya mereka menganggap alasan mereka
sudah berdasarkan teks-teks keagamaan.
Sungguh dramatis, ternyata Rogers sempat kehilangan keyakinan terhadap agama, ini
tentu saja merupakan persoalan psikologis pada dirinya. Oleh karena itu Rogers kemudian masuk
ke program Psikologi Klinis di Columbia University dan menerima gelah Ph.D tahun 1931. Lalu
melakukan praktik di Lembaga Masyarakat Rochester untuk mencegah kekerasan terhadap anak-
anak.
Pada tahun 1940 dia menjabat profesor penuh di Negara bagian Ohio. Tahun 1942 ia
menulis buku pertamanya, berjudul counseling and psychoterapy. Tahun 1945 ia diundang untuk
mendirikan pusat konseling di University of Chicago. Saat bekerja disinilah bukunya yang
sangat terkenal Client-centered Therapy diterbitkan, yang memuat garis besar teori terapinya.
Bentuk terapi ini sangat terkenal di Amerika Serikat, dan digunakan dalam usaha memperbaiki
kepribadian manusia dalam berbagai situasi.
Tahun 1957 ia kembali mengajar di University of Wisconsin. Pada saat itu terjadi konflik
internal dalam fakultas psikologi, dan rogers merasa sangat kecewa dengan sistem pendidikan
tinggi yang dia tangani. Tahun 1967  dengan senang hati ia menerima posisi sebagai peneliti di
La Jolla, California. Di sini dia memberikan terapi, ceramah-ceramah, dan menulis karya-karya
ilmiah sampai akhir hayatnya ditahun 1987.
Titik balik kehidupan Rogers
Pada tahun 1920, saat Rogers berusia 18 tahun, ia singgah di Peking Cina, sebagai
seorang delegasi untuk konferensi mahasiswa kristen Internasioanal. Selama persinggahan
kurang lebih 6 bulan, terjadi perubahan-perubahan penting pada dirinya. Di sana, ia mengalami
sesuatu yang akan menentukan bentuk dan hakikat dari pendekatannya terhadap kepribadian.
Sebelumnya, pendidikan Rogers bercirikan agama Kristen fundamentalis yang ketat dan
tak suka berkompromi dengan suatu tekanan pada tingkah laku moral yang tepat dan kebajikan
kerja keras. Ajaran-ajaran agama dari orangtuanya sangat mempengaruhinya sepanjang kanak-
kanak dan masa remaja, an tidak goyah ketika ia memasuki perguruan tinggi. Karena itu, meski
awalnya ia kuliah di bidang pertanian, lalu akhirnya memutuskan dalam tahun kedua untuk
mengandikan kehidupannya bagi ‘karya-karya Kristen’ dengan menjadi seorang pendeta.
Tahun 1921, Rogers dipilih lagi untuk mengahadiri Konferensi Federasi Mahasiswa
Kristen Sedunia di Cina. Konferensi itu membuka wawasannya dalam banayk aspek. Dia
menemukan suatu bagian penting dalam perjalanannya ke sisi lain dari dunia. Rogers yang pada
masa SMA-nya agak terisolasi, kini berubah secara drastis menjadi terbuka kepada orang-orang
dari bermacam latar belakang intelektual dan kultural yang ide-ide dan penampilan serta bahsa
mereka yang semual asing baginya. Di Cina, ketika ia berbicara delegasi-delegasi mahasiswa
lain, dia mulai terpengaruh oleh ide-ide mereka. Kepercayaan-kepercayaan fundamentalisnya
yang kuat serasa ditembus, dilemahkan, dan akhirnya dibuang.
Rogers mencatat pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya pada waktu itu dalam suatu
catatan harian. Dia mengirim salah satu salinannya kepada kekasihnya, Helen dan salinan
lainnya kepada orangtuanya. Dari hari ke hari, dia terus mencatat dan mengirim pikirannya itu
yang bertambah lama bertambah banyak. Di rumah, orangtuanya menjadi sangat kuatir terhadap
isi suratnya yang panjang., tetapi Rogers tidak mengetahui apa-apa akan bahaya yang
disebabkannya. Hal ini karena jawaban surat dari orangtuanya di Anerika Serikat terlambat dia
terima. Keterlambatan itu lamanya dua bulan, sebelum reaksi orangtuanya terhadap surat yang
pertama sampai kepadanya.
Salah satu akibat dari pengalaman Rogers mengikuti konferensi di Cina adalah putusnya
ikatan-ikatan agama dan intelektual dengan orangtuanya, dan munculnya kesadaran bahwa ia
merasa merdeka. Di dalam tulisannya “Autobiography” Rogers mengatakan, “saya dapat berpikir
menurut-menurut pikiran-pikiran saya sendiri, sampai kepada kesimpulan-kesimpulan saya
sendiri, dan menjadi saksi terhadap kepercayaan saya sendiri.” Kebebasan yang baru diperoleh
ini, serta perasaan keyakinan dan arah yang diberikannya menyebabkan ia sadar bahwa akhirnya
seseorang harus berdansar pada pengalamannya sendiri. Kepercayaan dan keyakinan akan
pengalaman diri sendiri menjadi sendi pendekatan Rogers terhadap kepribadian

B.     Pandangan Rogers


Pandangan rogers secara esensial disusun oleh persepsi. Bagi rogers objek utama dari
kajian psikologi adalah manusia dan dunia yang dipandang oleh manusia itu. Menurut rogers,
oleh karena itu, kerangka fenomenologis internal dari referensi individual akan membentuk dasar
psikologi yang tepat. Yang dapat dikaji terutama oleh hukum-hukum yang mengatur persepsi.
Rogers memandang manusia sebagai bentuk-bentuk dari konsep dirinya (self concept)
dan pengalaman di satu sisi, dan interpretasinya tentang stimulus lingkungan pada sisi yang lain.
Inilah tingkatan kongruensi antara faktor-faktor tersebut  yang mempengaruhi perluasan
aktualisasi diri yang terjadi. Rogers beragumentasi bahwa perubahan-perubahan dalam persepsi
diri dan persepsi atas realitas menghasilkan perubahan yang serentak dalam perilaku dan hal itu
memberikan kondisi psikologis tertentu bagi seseorang sehingga mempunyai kapasitas untuk
mereorganisasi bidang persepsinya., termasuk bagaimana mereka memandang diri mereka
sendiri. Hal yang sangat penting adalah ancaman terhadap konsep diri, sebab diri biasanya
menolak memasukkan pengalaman yang tidak konsisten dengan fungsinya. Maka rogers
berpendapat bahwa ketika diri dipandang bebas dari ancaman serangan, maka diri mungkin akan
menjawab persepsi yang bertolak dan mengintegrasikannya kembali diri dalam dalam cara yang
sedemikian rupa hingga menjadi bagian darinya.
Ia menganggap terapi sebagai suatu proses yang di dalam individu memiliki kesempatan
untuk mengorganisasi kembali dunia subjektifnya (the subjective world), dan untuk
mengintegrasikan dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, ia memandang proses utama
dari terapi adalah memfasilitasi pengalaman individu untuk menjadi individu yang lebih otonom,
spontan, percaya diri.
Meskipun demikian, ketika desakan potensi aktualisasi diri, ketika desakan potensi
aktualisasi diri ada dalam diri seseorang, Rogers menyatakan bahwa kondisi-kondisi yang yang
dapat memfasilitasi perkembangannya terdapat pada hubungan seseorang dengan ahli terapi, dan
terjadi melalui hubungan yang dekat, hangat secara emosional dan saling pengertian dimana
individu bebas dari ancaman dan memiliki kebebasan untuk menjadi “diri yang sesungguhnya”.
Saya sapat menetapkan keseluruhan hipotesis dalam satu kalimat, sebagai berikut: Jika
saya dapat melakukakan suatu jenis hubungan tertentu, orang lain akan menemukan dalam
dirinya kapasitas untuk tumbuh, dan berubah, serta perkembangan pribadi akan terjadi. (Rogers,
1961, hlm.33).
Jenis hubungan yang dimaksud oleh rogers ini memiliki tiga kualitas khusus yang
penting, pertama adalah antusias atau kemurnian dari para ahli terapi. Untuk mencapai hal itu
ahli terapi harus sadar perasaanya sendiri, sejauh yang mungkin dilakukan, dan tidak
menunjukkan sikap kepura-puraan, jika mungkin dapat mengekspresikan berbagai sikap dan
perasaan. Kondisi kedua dari hubungan terapeutik adalah memandang positif kondisi yang tidak
sama (unconditional positiv regard) kepada klien, memberi harga dan nilai kepada seseorang
sebagai seorang individu yang terlepas dari kondisinya, perilaku dan perasaan, respek terhadap
seseorang, dan penerimaan terhadap seseorang karena kebenaran yang dimilikinya. Kondisi
ketiga dari hubungan itu adalah pengertian empatis atau mendengarkan secara tulus keinginan
yang terus meenerus untuk memahami perasaan dan makna pribadi yang dialami seseorang.
Jadi hubungan bermanfaat ini dicirikan sikap keterbukaan saya, dalam hal ini perasaan
saya adalah tampak jelas, karena penerimaan terhadap orang lain ini sebagai orang yang terpisah
dengan nilai kebenaran miliknya sendiri dan dengan pengertian empatis yang mendalam yag
memungkinkan saya melihat dunia pribadinya melalui tatapan matanya. Pada saat kondisi-
kondisi ini tercapai, saya menjadi kawan bagi klien saya, menemaninya dalam ketakutan mencari
dirinya sendiri, kini dia merasakan bebas melakukannya.
C.    Konsep prinsip Pemikiran Rogers
Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Hasrat untuk Belajar
Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti dengan
tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan.
Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan humanistik. Di dalam
kelas yang humanistik anak-anak diberi kesempatan dan kebebasan untuk memuaskan dorongan
ingin tahunya, untuk   memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti
tentang dunia di sekitarnya.
b.      Belajar yang Berarti
Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan kebutuhan
dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang dipelajari mempunyai
arti baginya.
c.       Belajar Tanpa Ancaman
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam
lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan lancer manakala murid dapat
menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat
kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang bisaanya menyinggung perasaan.
d.      Belajar atas Inisiatif Sendiri
Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan melibatkan
perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya sendiri sangatlah memberikan
motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid untuk “belajar bagaimana caranya belajar”
(to learn how to learn ). Tidaklah perlu diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting,
akan tetapi tidak lebih penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari sumber,
merumuskan masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif
sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun hasil belajar. Belajar atas inisiatif
sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, tidak bergantung, dan percaya pada diri sendiri.
Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia memiliki kesempatan untuk menimbang-nimbang
dan membuat keputusan, menentukan pilihan dan melakukan penilaian. Dia menjadi lebih
bergantung pada dirinya sendiri dan kurang bersandar pada penilaian pihak lain.
Di samping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkan semua aspek pribadi, kognitif
maupun afektif. Rogers dan para ahli humanistik yang lain menamakan jenis belajar ini sebagai
whole-person-learning belajar dengan seluruh pribadi, belajar dengan pribadi yang utuh. Para
ahli humanistik percaya, bahwa belajar dengan tipe ini akan menghasilkan perasaan memiliki
(feeling of belonging ) pada diri murid. Dengan demikian, murid akan merasa terlibat dalam
belajar, lebih bersemangat menangani tugas-tugas dan yang terpenting adalah senantiasa
bergairah untuk terus belajar.
e.       Belajar dan Perubahan
Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling bermanfaat ialah
bejar tentang proses belajar. Menurut Rogers, di waktu-waktu yang lampau murid belajar
mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis. Waktu itu dunia lambat brerubah, dan apa
yang diperoleh di sekolah sudah dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini
perubahan merupakan fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selalu maju
dan melaju. Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat membekali orang untuk hidup dan
berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan dating. Dengan demikian, yang dibutuhkan saat
ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah
D.    Teori Rogers
Teori Rogers didasarkan pada prinsip humanistik bahwa jika orang diberi kebebasan dan
dukungan emosional untuk bertumbuh, mereka bisa berkembang menjadi manusia yang
berfungsi secara penuh. Tanpa kesamaaan atau pengarahan, tetapi didorong dengan lingkungan
yang menerima dan memahami situasi terapeutik, orang akan memecahkan masalahnya sendiri
dan berkembang menjadi jenis individu yang mereka inginkan.
Rogers mengatakan bahwa tiap-tiap dari individu memiliki dua self/diri. Diri yang kita
rasakan sendiri (“I” atau “me” yang merupakan persepsi kita tentang diri kita sesungguhnya
“real self”)dan diri kitayang ideal/diinginkan “ideal self” (yang kita inginkan). Rogers (1961)
megajarkan bahwa masing-masing dari kita adalah korban dari conditional positive regard
(memberikan cinta, pujian, dan penerimaan jika individu mematuhi norma orang tua atau norma
social) yang orang lain tunjukkan kepada kita. Kita tidak bias mendapatkan cinta dan persetujuan
orang tua atau orang lain kecuali bila mematuhi norma social dan aturan orang tua yang keras.
Kita diperintahkan untuk melakukan apa yang harus kita lakukan dan kita pikirkan. Kita dicela,
disebutkan nama, ditolak, atau dihukum jika kita tidak menjalani norma dari orang lain. Sering
kali kita gagal, dengan akibat kita mengembangkan penghargaan diri yang rendah, menilai
rendah diri sendiri, dan melupakan siapa diri kita sebenarnya.
Rogers mengatakan bahwa jika kita memiliki citra diri yang sangat buruk atau
berperilaku buruk, kita memerlukan cinta, persetujuan, persahabatan, dan dukungan orang lain.
Kita memerlukan unconditional positive regard (member dukungan dan apresiasi individu tanpa
menghiraukan perilaku yang tak pantas secara social), bukan karena kita pantas
mendapatkannya, tapi karena kita adalah manusia yang berharga dan mulia. Dengan itu semua,
kita bisa menemukan harga diri dan kemampuan mencapai ideal self kita sendiri. Tanpa
unconditional positive regard kita tidak dapat mengatasi kekurangan kita dan tak dapat menjadi
orng yang berfungsi sepenuhnya.
Rogers mengajarkan bahwa individu yang sehat adalah individu yang sehat adalah
individu yang berfungsi sepenuhnya, yaitu yang telah mencapai keselarasan antara diri yang
nyata (real self) dan diri yang dicita-citakan (ideal self). Jika ada penggabungan anatara apa yang
orang rasakan tentang bagaimana dirinya dan apa yang mereka inginkan, mereka mampu
menerima dirinya menjadi diri sendiri dan hidup sebagai diri sendiri tanpa konflik.
1.      Pendekatan Rogers Terhadap Kepribadian
Tema pokok pemikiran Rogers adalah suatu refleksi tentang apa yang
dipelajarinyanmengenai dirinya pada rentang usia 18-20 tahun: bahwa seseorang harus bersandar
pada pengalamannya sendiri tentang dunia, karena hanya itulah kenyataan yang dapat diketahui
oleh seorang individu.
Harus dipahami bahwa Rogers bekerja dengan individu-individu yang terganggu yang
mencari bantuan untuk mengubah kepribadian mereka. Untuk merawat pasien-pasien ini (yang
selanjutnya disebut Rogers sebagai klien), dia mengembangkan suatu metode trapi yang
menempatkan tanggungjawab utama terhadap perubahan kepribadian pada klien, bukan pada ahli
terapi (seperti biasa dilakukan oleh penganut Freud). Oleh karena itu, pendekatannya disebut
“terapi yang berpusat pada klien” (client-centered therapy). Metode ini menganggap bahwa
individu yang terganggu memiliki suatu tingkat kemampuan kesadaran tertentu, dan mengatakan
kepada kita banyak hal tentang pandangan Rogers mengenai kodrat manusia.
Menurut Roger, manusia yang rasional dan sadar, tidak terkontrol oleh peristiwa-
peristiwa masa kanak-kanak karena masa itu sudah kewat seperti pembiasaan akan kebersihan
buang air kecil atau buang air besar, penyapihan yang lebih cepat atau pengalaman-pengalaman
seks sebelum waktunya. Hal-hal ini tidak menghukum atau membelenggu kita untuk hidup
dalam konflik dan kecemasan yang tidak dapat dikontrol. Masa sekarang dan bagaimana kita
memandangnya bagi kepribadian yang sehat adalah jauh lebih penting daripada berlarut-larut
mengingat masa lampau. Akan tetapi Rogers mengemukakan bahwa pengalaman-pengalaman
masa lampau dapat mempengaruhi cara bagaimana kita memandang masa sekarang yang pada
gilirannya mempengaruhi tingkat kesehatan psikologis kita. Jadi, pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak adalah penting, tetapi focus Rogers tetap pada apa yang terjadi terhadap seseorang
hari ini, saat sekarang, bukan pada apa yang terjadi waktu lampau.
2.      Motivasi Orang yang Sehat adalah Aktualisasi
Menurut Rogers dorongan adalah ‘satu kebutuhan fundamental’. Rogers menempatkan
suatu dorongan dalam sistemnya tentang kepribadian, meliputi pemeliharaan,
mengaktualisasikan, dan meningkatkan semua segi individu. Kecenderungan ini dibawa sejak
lahir dan meliputi komponen-komponen pertumbuhan fisiologis danpsikologis, meskipun selama
tahun-tahun awal kehidupan, kecenderungan tersebut lebih terarah kepada segi-segi fisiologis.
Baginya tidak ada segi pertumbuhan dan perkembangan manusia beroperasi secara
terlepas dari kecenderungan aktualisasi ini. Aktualisasi bisa berbuat jauh lebih banyak daripada
mempertahankan organisme, aktualisasi juga memudahkan dan meningkatkan pematangan dan
pertumbuhan. Contohnya jika bayi bertambah besar, organ-organ tbuh dan proses-proses
fisiologis menjadi semakin kompleksdan berdiferensiasi karena bayi tersebut fisiknya mulai
berfungsi dalam arah-arah yang kompleks. Proses pematangan ini mulai dengan perubahan-
perubahan dalam ukuran dan bentuk dari bayi yang baru lahir sampai pada perkembangan sifat-
sifat jenis kelamin sekunder pada masa remaja.
Rogers berpendapat, bahwa kecenderungan untuk aktualisasi sebagai suatu tenaga
pendorong adalah jauh lebih kuat daripada rasa sakit dan perjuangan, serta setiap dorongan yang
ikut menghentikan usaha untuk beerkembang.
Rogers percaya bahwa segi kecenderungan aktualisasi ini dapat ditemukan dalam semua
makhluk yang hidup. Binatang-binatang, pohon-pohon, dan bahkan ganggang laut memilikinya,
sebagaimana dilukiskan Rogers dalam gaya puitis:
            “Di sini dalam ganggang laut yang serupa pohon palm, terdapat kegigihan hidup, dorongan
hidup untuk maju, kemampuan untuk masuk ke dalam suatu lingkunagn yang benar- benar
bermusuhan dan tidak hanya mempertahankan dirinya, tetapi juga menyesuaikan diri,
berkembang, dan menjadi dirinya sendiri.”
Intinya, aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan belajar,
khususnya dalam masa kanak-kanak. Agaknya, ‘konvergensi’ merupakan ‘potret’ yang dapat
mewakili gambaran perkembangan ini, karena individu tumbuh tidak semata-mata
‘berselimutkan tabula rasa’, tetapi dalam perkembangannya faktor ‘lingkungan’ (environment)
juga memiliki andil yang besar.
3.      Perkembangan Diri
Rogers mengilustrasikan perkembangan diri manusia seperti berikut: Ketika individu
masih kecil, sebagai anak-anak ia mulai membedakan atau memisahkan salah satu segi
pengalamannya dari pengalaman yang lain. Segi ini adalah ‘diri’ dan itu digambarkan dengan
bertambahnya penggunaan kata ‘aku’ dan ‘kepunyaanku’. Anak itu mengemangkan kemampuan
untuk membedakan antara apa yang menjadi milik atau bagian dari dirinya dan semua benda lain
yang dilihat, didengar, diraba, dan diciumnya ketika dia mulai membentuk suatu lukisan dan
gambar tentang siapa dia. Dengan kata lain, anak itu mengembangkan suatu ‘pengertian diri’
atau self concept. Sebagai bagian dari self concept, anak itu juga menggambarkan dia akan
menjadi siapa atau ingin menjadi siapa.
Cara-cara khusus bagaimana ‘diri’ itu berkembang dan apakah dia akan menjadi sehat
atau tidak, tergantung pada cinta dan kasih sayang yang diterima anak itu di masa kecil.
Penerimaan cinta ini utamanya dari ibu, dan dari bapak, tetapi bisa juga dari pengasuhan orang
dewasa lain, misalnya pengasuh bayi, kakek nenek, atau pembantu. Pada waktu ‘diri’ itu
berkembang, anak itu juga belajar membutuhkan cinta. Rogers menyebut kebutuhan ini ebagai
‘penghargaan positif’ atau positive regard. Positive regard merupakan suatu kebutuhan yang
bisa memaksa dan merembes, dimiliki oleh semua manusia, setiap anak terdorong untuk mencari
‘penghargaan positif’.
4.      Karakteristik aktualisasi-diri
Ada 3 hal penting menurut Rogers jika seseorang ingin memahamin aktualisasi-diri.
Yaitu :
1.      Aktualisasi-diri berlangsung terus menerus
2.      Aktualisasi-diri erupakan suatu proses yang sukar
3.      Aktualisasi-diri menjadikan orang menjadi diri mereka sendiri
Hal pertama, Rogers meyakini bahwa kepribadian yang sehat itu bukan merupakan suatu
keadaan dari ada, melainkan suatu peroses, atau ‘suatu arah bukan suatu tujuan’. Aktualisasi diri
berlangsung terus, tidak pernah meruoakan suatu kondisi yang selesai atau statis. Tujuannya
yakni orientaso ke masa depan, atau menarik individu ke depan, yang selanjutnya
mendiferensasikan dan mengembangkan segala segi dari ‘diri’.
Hal kedua, aktualisasi-diri itu merupakan suatu proses yang sukar dan kadang kadang
menyakitkan. Aktualisasi-diri merupakan suatu ujian, rintangan, dan cambuk yang muncul terus
menerus terhadap semua kemampuan seseorang. Menurut Rogers, “aktualisasi-diri merupakan
keberanian untuk ada”. hal ini berarti, “seseorang meluncurkan diri sendiri sepenuhnyakedalam
arus kehidupan”.
Hal ketiga, bahwa orang orang yang mengaktualisasikan diri, mereka benar benar
menjadi diri mereka sendiri. Mereka tidak bersembunyi di belakang topeng-topeng , yang
berpura pura menjadi sesuatu yang bukean diri mereka, atau menyembunyikan sebagian diri
mereka. Mereka mengetahui bahwa mereka dapat berfungsi sebagai individu-individu dalam
sanksi-sanksi dan garis-garis pedoman yang jelas dari masyarakat.
5.      Orang yang berfungsi sepenuhnya
Menurut rogers ada 5 sifat orang yang berfungsi sepenuhnya. Yaitu :
1.      Adanya keterbukaan pada pengalaman
Seseorang yang tidak terhambat oleh syarat-syarat penghargaan, bebas untuk mengalami
semua perasaan dan sikap. Tidak satu pun yang harus dilawan karna tidak ada satupun yang
mengancam. Jadi, keterbukaan pada pengalaman adalah lawan dari sikap defensif. Setiap
pendirian dan perasaan yang berasal dari dalam dan dari luar disampaikan ke sistem syaraf
organisme tanpa rintangan.
2. Berada dalam kehidupan eksistensial
Orang yang berfungsi sepenuhnya,senantiasa hidup dalam momen kehidupan. Setiap
pengalaman dirasakan segar dan baru. Sesuatu yang dialami seperti sebelumnya belum pernah
ada, kemudian direspon dengan cara yang tidak persis sama. Maka dalam setiap momen
kehidupan selalu ada kegembiraan, karen setiap pengalaman dapat tersingkap secara segar.
3. Adanya kepercayaan terhadap organisme diri sendiri
Prinsip ini mungkin paling baik dipahami dengan menunjuk pada pengalaman rogers
sendiri . Dia menyatakan “ Apabila aktivitas seakan-akan berharga maka aktivitas itu perlu
dilakukan. Sebaliknya , jika suatu aktivitas dirasa tidak berharga maka aktivitas itu tidak perlu
dilakukan.Saya telah belajar bahwa seluruh perasaan organismik saya terhadap suatu situasi lebih
dapat dipercaya dari pada pikiran saya “
4.  Memiliki perasaan bebas
Rogers percaya semakin seseorang sehat secara psikologis, maka semakin ia mengalami
kebebasan untuk memilih dan bertindak. Orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa
adanya paksaan atau rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan.
5. Senantiasa kreatif
Semua orang yang berfungsi sepenuhnya sangat kreatif. Mengingat sifat-sifat yang
mereka miliki, sukar untuk melihat bagaimana seandainya kalau orang ini tidak demikian kreatif.
Menurut rogers orang-orang yang terbuka sepenuhnya kepada semua pengalaman, yang percaya
akan organisme mereka sendiri, yang fleksibel dalam keputusan dan tindakannya, ialah orang-
orang yang akan mengungkapkan diri mereka dalam produk-produk yang kreatif ,serta
kehidupan yang kreatif dalam semua bidang kehidupannya. Mereka bertingkah laku spontan,
senantiasa berubah ,bertumbuh dan berkembang sebagai respons atas stimulus – stimulus
kehidupan yang beraneka ragam di sekitar mereka.

E.     Peran Terhadap Pengembangan


Teori ini mengajarkan orang untuk percaya pada diri sendiri dan menerima
tanggungjawab untuk pengembangan potensi penuhnya. Humanis juga menekankan bahwa orang
memiliki kebutuhan manusia ysng nyata yang harus terpenuhi untuk pertumbuhan dan
perkembangan.
Rogers membedakan dua tipe belajar yaitu:
1.      Kognitif (kebermaknaan)
2.      Experiential (pengalaman atau signifikansi)

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan  yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar
tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran
berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3.      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai
bagian yang bermakna bagi siswa.
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belaar tentang proses.
Dalam bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistic  yang penting diantaranya ialah:
a.       Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami
b.      Belajar yang signifikan terjadi apbila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri.
c.       Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimiliasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.       Apabila ancaman terhadap diri siswa redah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara
yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.       Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.      Belajar diperlancar bilaman siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab
terhadap proses belajar itu.
h.      Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek,
merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.        Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih  mudah  dicapai terutama jika
siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain
merupakan cara kedua yang penting.
j.        Belaar yang paling berguna secara social di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke
dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuk mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif
yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck (1975), mereka meneliti kemampuan
para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan
balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:
1.      Merespon perasaan siswa
2.      Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi  yang sudah dirancang
3.      Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4.      Menghargai siswa
5.      Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6.      Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera
dari siswa)
7.      Tersenyum pada siswa

F.     Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa


Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman
belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembngkan potensi dirinya
secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah:
1.      Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
2.      Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan
positif
3.      Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
4.      Mendorong siswa untuk peka, berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5.      Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan
apa yang diinginkannnya dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6.      Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara
normative tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau
proses belajarnya
7.      Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.      Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistic ini cocok untuk diterapkan untuk materi-
materi pembelajaran yang bersift pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena social. Indicator dari keberhasilan aplikasi iini adalah siswa merasa
senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola piker, perilaku dan sikap
atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi
hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Carl R. Rogers (Seri Tokoh Psikologi Humanistik) - Carl Ransom Rogers (8 Januari 1902
- 4 Februari 1987) adalah seorang psikolog Amerika yang berpengaruh di antara para pendiri
psikologi dengan pendekatan humanistik. Rogers secara luas dianggap sebagai salah satu pendiri
penelitian psikoterapi.
Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang
berpusat pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan
pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan
Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa
manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental
sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan
kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah.
Teori Rogers didasarkan pada suatu "daya hidup" yang disebut kecenderungan
aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam
setiap diri makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal
mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin
memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya. Dari dorongan tunggal inilah, muncul
keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog lain, seperti
kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan
sebagainya.
Selain itu, Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-
gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis,
pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers mengutarakan
pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar,
belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar,
belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk
perubahan (Rumini,dkk. 1993).

DAFTAR PUSTAKA

Aus Nasiban, Ladisi. 2004. Para Psikolog Terkemuka Dunia. Jakarta: Grassindo.
MIF Baihaqi. 2008. Psikologi Pertumbuhan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
George Boeree. 2008. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog
Dunia. Yogyakarta: Prismasophie. Hal.64-65
Ratna Syifa’a Rachmahana. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Hal. 101-
103

Diposkan oleh Nining HR di Selasa, November 27, 2012

Anda mungkin juga menyukai