Carl Roger sebenarnya tidak begitu banyak memfokuskan kepribadian. Teknik terapi
lebih banyak mewarnai berbagai karya akademiknya. Mula-mula corak konseling ini disebut
non-directive therapy, kemudian digunakan Client Centered therapy dengan maksud
individualitas konseling yang setaraf dengan individualitas konselor. Menurut Rogers, dalam
teknik ini ingin diciptakan suasana pembicaraan yang permisif.
Dalam dunia psikologi Rogers selalu dihubungkan dengan metode psikoterapi yang
dikemukakan dan dikembangkannya. Terapi yang dikemukakannya itu dinamakan: non-directive
therapy atau client centered therapy.
Non-directive therapy ini menjadi popular karena:
1) Secara historis lebih terikat kepada psikologi daripada kedokteran
2) Mudah dipelajari
3) Untuk mempergunakannya dibutuhkan sedikit atau tanpa pengetahuan mengenai diagnosis dan
dinamika kepribadian
4) Lamanya perawatan lebih singkat jika dibandingkan misalnya dengan terapi secara
psikoanalistis.
Dasar dari teknik ini adalah manusia mampu memulai sendiri arah perkembangannya dan
menciptakan kesehatan dan menyesuaikannya. Sebab itu, konselor harus mempergunakan
teknisnya untuk memajukan tendensi perkembangan klien tidak secara langsung tetapi dengan
menciptakan kondisi perkembangan yang positif dengan cara permisif. Konselor sebanyak
mungkin membatasi diri dengan tidak memberikan nasihat, pedoman, kritik, penilaian, tafsiran,
rencana, harapan, dan sebagainya.
Dengan cara ini, konselor dapat membantu klien untuk mengemukakan pengertiannya
dan rencana hidupnya. Untuk memungkinkan pemahaman ini konselor diharapkan bersifat dan
bersikap:
1) Menerima (Acceptance)
Sikap terapis yang ditujukan agar klien dapat melihat dan mengembangkan diri apa adanya.
2) Kehangatan (Warmth)
Ditujukan agar klien merasa aman dan memiliki penilaian yang lebih positif tentang dirinya.
3) Tampil apa adanya (Genuine)
Kewajaran yang perlu ditampilkan oleh terapis agar klien memiliki sikap positif.
4) Empati (Emphaty)
Menempatkan diri dalam kerangka acuan batiniah (internal frame of reference), klien akan
memberikan manfaat besar dalam memahami diri dan problematikanya.
5) Penerimaan tanpa syarat (Unconditional positive regard)
Sikap penghargaan tanpa tuntutan yang ditunjukkan terapis pada klien, betapapun negatif
perilaku atau sifat klien, yang kemudian sangat bermanfaat dalam pemecahan masalah.
6) Transparansi (Transparancy)
Penampilan terapis yang transparan atau tanpa topeng pada saat terapi berlangsung
maupun dalam kehidupan keseharian merupakan hal yang penting bagi klien untuk
mempercayai dan menimbulkan rasa aman terhadap segala sesuatu yang diutarakan.
7) Kongruensi (Congruence)
Konselor dan klien berada pada hubungan yang sejajar dalam relasi terapeutik yang sehat.
Terapis bukanlah orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari kliennya.
Kondisi-kondisi yang memungkinkan klien mengubah diri secara konstruktif
mengharuskan klien dan terapis berada dalam kontak psikologis. Dengan demikian, akan dapat
dilihat perubahan yang terjadi dalam proses terapi antara lain :
1) Klien akan mengekspresikan pengalaman dan perasaannya tentang kehidupan, dan problem
yang dihadapi.
2) Klien akan berkembang menjadi orang yang dapat menilai secara tepat makna perasaannya.
3) Klien mulai merasakan self concept antara dirinya dan pengalaman mereka.
4) Klien sadar penuh akan perasaan yang mengganggu.
5) Klien mampu mengenal konsep diri dengan terapi yang tidak mengancam.
6) Ketika terapi dilanjutkan, konsep dirinya menjadi congruence.
7) 7. Mereka mengembangkan kemampuan dengan pengalaman yang dibentuk oleh unconditional
positive regard.
8) Mereka akan mengevaluasi pengalaman-pengalamannya sehingga mampu berelasi sosial dengan
baik.
9) Mereka menjadi positif dalam menghargai diri sendiri.
Setelah terapi, klien akan mendapatkan insight secara mendalam terhadap diri dan
permasalahannya.
1) Mereka menjadi terbuka terhadap pengalaman dan perasaannya sendiri.
2) Dalam pengalamannya sehari-hari mereka bisa mentransendensikan, jika diperlukan.
3) Mereka menjadi kreatif. Mereka merasa dalam hidup menjadi lebih baik, juga dalam hubungan
dengan orang lain.
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata –
mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta
perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya
tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan
bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respon secara realistis
terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan
subjektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif.
Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia
lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau
yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami
suatu penyakit psikologis.
Metode yang diterapkan Rogers dalam psikoterapi awalnya disebut non direktive atau terapi
yang berpusat pada klien (client centered therapy), dan pioner dalam risetnya pada proses terapi.
Pendekatan terapi yang berpusat pada klien dari Rogers sebagai metode untuk memahami orang
lain, menangani masalah-masalah gangguan emosional. Rogers berkeyakinan bahwa pandangan
humanistik dan holisme terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dalam teorinya, klien diajak untuk
memahami diri dan pada akhirnya menyadari untuk mengembangkan diri secara utuh.
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being), yaitu :
1. Keterbukaan pada pengalaman.
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan
fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak
emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.
2. Kehidupan ekstansial
Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia
selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri
sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.
3. Kepercayan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu
sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul
seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan
sangat baik.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban
atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan
jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist
bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan
potensi -potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh
pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak - kanak. Aktualisasi diri akan
berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi)
seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Pandangan ini dikembangkan berdasarkan terapi yang dilakukannya. Kehidupan yang
sebaik-baiknya bukan sasaran yang harus dicapai, tetapi arah dimana orang dapat berpartisipasi
sepenuhnya sesuai dengan potensi alamiahnya. Berfungsi utuh adalah istilah yang dipakai
Rogers untuk menggambarkan individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merelisasi
potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan
seluruh rentang pengalamannya / unconditional positive regards.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar
tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran
berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai
bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting
diantaranya ialah :
1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara
yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab
terhadap proses belajar itu.
8. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek,
merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika
siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain
merupakan cara kedua yang penting.
10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke
dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif
yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai
kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan
dan umpan balik positif.
Carl Rogers menyatakan pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan
hubungan yang nyaman antara terapis dan klien, hubungan dialogis yang memberdayakan klien
untuk mencapai aktualisasi diri siswa (dalam Palmer, 2003). Implikasi ajaran tersebut dalam
bidang pendidikan adalah perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya,
menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, hubungan dialogis yang
memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi diri. Pengajaran yang baik adalah “proses
yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai orang yang mampu, bernilai, dan
mengarahkan diri sendiri, dan pemberian semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan
persepsi dirinya tersebut” (Purkey & Novak, dalam Eggen & Kauchak, 1997).
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata-
mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta
perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya
tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan
bertanggung jawab di dalamnya.
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata-
mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta
perkembangan orang lain. Rogers berpendapat bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya
tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan
bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu, gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respons secara realistis
terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan
subyektivitasnya dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara
obyektif.
Rogers juga mengabaikan aspek- aspek sadar dalam tingkah laku manusia karena ia lebih
melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau yang
biasanya penuh dengan pengalaman traumatic yang menyebabkan seseorang mengalami suatu
penyakit psikologis.
KESIMPULAN
semester III
Selasa, 27 November 2012
TEORI HUMANISTIK CARL ROGERS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Carl Rogers lahir pada tanggal 8 januari 1902, di oak park, Illionis, sebuah daerah
pinggiran Chicago. Ia anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya adalah insinyur teknik sipil
yang sukses. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga pemeluk Kristen yang taat. Semenjak
kecil, Rogers nampak cerdas ia sudah bisa membaca sebelum usia TK, maka dari itu ia tidak
perlu masuk TK lagi namun langsung masuk SD.
Teori Rogers didasarkan pada prinsip humanistik bahwa jika orang diberi kebebasan dan
dukungan emosional untuk bertumbuh, mereka bisa berkembang menjadi manusia yang
berfungsi secara penuh. Tanpa kesamaaan atau pengarahan, tetapi didorong dengan lingkungan
yang menerima dan memahami situasi terapeutik, orang akan memecahkan masalahnya sendiri
dan berkembang menjadi jenis individu yang mereka inginkan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana riwayat hidup dari Carl Rogers?
2. Bagaimana pandangan Carl Rogers mengenai psikologi?
3. Bagaimana konsep Rogers terhadap pemikirannya?
4. Seperti apa teori yang dikembangkan Carl Rogers?
5. Bagaimana peran teori Rogers terhadap perkembangan?
6. Apa aplikasi teori humanistik terhadap pembelajaran siswa?
C. TUJUAN
1. Mengetahui riwayat hidup Carl Rogers.
2. Mengetahui Carl Rogers mengenai psikologi.
3. Mengetahui teori yang dikembangkan oleh Carl Rogers.
4. Mengetahui teori yang dikembangkan Carl Rogers.
5. Mengetahui peran teori Rogers terhadap perkembangan.
6. Mengetahui teori humanistik terhadap pembelajaran siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil Carl Rogers
Carl Rogers lahir pada tanggal 8 januari 1902, di oak park, Illionis, sebuah daerah
pinggiran Chicago. Ia anak keempat dari enam bersaudara. Ayahnya adalah insinyur teknik sipil
yang sukses. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga pemeluk Kristen yang taat. Semenjak
kecil, Rogers nampak cerdas ia sudah bisa membaca sebelum usia TK, maka dari itu ia tidak
perlu masuk TK lagi namun langsung masuk SD.
Saat berusia 12 tahun, keluarganya pindah ke sebuah daerah pertanian 30 mil sebelah
timur Chicago. Ditempat ini ia menghabiskan masa remajanya. Selama itu ia mendapatkan
pendidikan yang keras dan kegiatan yang padat. Dengan keadaan ini Rogers memiliki
kepribadian yang agak terisolasi tetapi menjadi yang independen dan sangat disiplin.
Rogers masuk University of Wisconsin mengambil jurusan pertanian. Kemudian ia
beralih mempelajari agama dan bercita-cita menjadi pendeta. Dia pernah dipilih menjadi salah
satu dari 10 mahasiswa yang mendapat kesempatan menghadiri Konferensi Mahasiswa Kristen
sedunia di Beijing 6 bulan lamanya. Atas keikutsertaanya dan berdasarkan pengalamannya yang
baru ini bisa memperluas pemikirannya, akhirnya ia mulai meragukan beberapa pandangan yang
menjadi dasar agama.
Selama kuliah ia mengenal gadis bernama Helen Elliot. Meski pertemanannya sempat
ditentang oleh orangtuanya, setelah lulus Rogers tetap tetap menikahi Helen. Kemudian mereka
pindah ke kota New York dan mengajar di Union Theological Seminary, sebuah institusi
keagamaan liberal yang cukup terkenal. Pada saat memberikan kuliah, Rogers menyarankan
agar mahasiswanya membuat diskusi kelas dengan tema “Kenapa saya mau jadi pendeta?” dia
menyatakan, “kalau anda sebagai mahasiswa tidak ingin kehilangan pekerjaan, jangan ambil
kelas dengan pembahasan seperti ini.” Ternyata hasilnya mereka menganggap alasan mereka
sudah berdasarkan teks-teks keagamaan.
Sungguh dramatis, ternyata Rogers sempat kehilangan keyakinan terhadap agama, ini
tentu saja merupakan persoalan psikologis pada dirinya. Oleh karena itu Rogers kemudian masuk
ke program Psikologi Klinis di Columbia University dan menerima gelah Ph.D tahun 1931. Lalu
melakukan praktik di Lembaga Masyarakat Rochester untuk mencegah kekerasan terhadap anak-
anak.
Pada tahun 1940 dia menjabat profesor penuh di Negara bagian Ohio. Tahun 1942 ia
menulis buku pertamanya, berjudul counseling and psychoterapy. Tahun 1945 ia diundang untuk
mendirikan pusat konseling di University of Chicago. Saat bekerja disinilah bukunya yang
sangat terkenal Client-centered Therapy diterbitkan, yang memuat garis besar teori terapinya.
Bentuk terapi ini sangat terkenal di Amerika Serikat, dan digunakan dalam usaha memperbaiki
kepribadian manusia dalam berbagai situasi.
Tahun 1957 ia kembali mengajar di University of Wisconsin. Pada saat itu terjadi konflik
internal dalam fakultas psikologi, dan rogers merasa sangat kecewa dengan sistem pendidikan
tinggi yang dia tangani. Tahun 1967 dengan senang hati ia menerima posisi sebagai peneliti di
La Jolla, California. Di sini dia memberikan terapi, ceramah-ceramah, dan menulis karya-karya
ilmiah sampai akhir hayatnya ditahun 1987.
Titik balik kehidupan Rogers
Pada tahun 1920, saat Rogers berusia 18 tahun, ia singgah di Peking Cina, sebagai
seorang delegasi untuk konferensi mahasiswa kristen Internasioanal. Selama persinggahan
kurang lebih 6 bulan, terjadi perubahan-perubahan penting pada dirinya. Di sana, ia mengalami
sesuatu yang akan menentukan bentuk dan hakikat dari pendekatannya terhadap kepribadian.
Sebelumnya, pendidikan Rogers bercirikan agama Kristen fundamentalis yang ketat dan
tak suka berkompromi dengan suatu tekanan pada tingkah laku moral yang tepat dan kebajikan
kerja keras. Ajaran-ajaran agama dari orangtuanya sangat mempengaruhinya sepanjang kanak-
kanak dan masa remaja, an tidak goyah ketika ia memasuki perguruan tinggi. Karena itu, meski
awalnya ia kuliah di bidang pertanian, lalu akhirnya memutuskan dalam tahun kedua untuk
mengandikan kehidupannya bagi ‘karya-karya Kristen’ dengan menjadi seorang pendeta.
Tahun 1921, Rogers dipilih lagi untuk mengahadiri Konferensi Federasi Mahasiswa
Kristen Sedunia di Cina. Konferensi itu membuka wawasannya dalam banayk aspek. Dia
menemukan suatu bagian penting dalam perjalanannya ke sisi lain dari dunia. Rogers yang pada
masa SMA-nya agak terisolasi, kini berubah secara drastis menjadi terbuka kepada orang-orang
dari bermacam latar belakang intelektual dan kultural yang ide-ide dan penampilan serta bahsa
mereka yang semual asing baginya. Di Cina, ketika ia berbicara delegasi-delegasi mahasiswa
lain, dia mulai terpengaruh oleh ide-ide mereka. Kepercayaan-kepercayaan fundamentalisnya
yang kuat serasa ditembus, dilemahkan, dan akhirnya dibuang.
Rogers mencatat pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya pada waktu itu dalam suatu
catatan harian. Dia mengirim salah satu salinannya kepada kekasihnya, Helen dan salinan
lainnya kepada orangtuanya. Dari hari ke hari, dia terus mencatat dan mengirim pikirannya itu
yang bertambah lama bertambah banyak. Di rumah, orangtuanya menjadi sangat kuatir terhadap
isi suratnya yang panjang., tetapi Rogers tidak mengetahui apa-apa akan bahaya yang
disebabkannya. Hal ini karena jawaban surat dari orangtuanya di Anerika Serikat terlambat dia
terima. Keterlambatan itu lamanya dua bulan, sebelum reaksi orangtuanya terhadap surat yang
pertama sampai kepadanya.
Salah satu akibat dari pengalaman Rogers mengikuti konferensi di Cina adalah putusnya
ikatan-ikatan agama dan intelektual dengan orangtuanya, dan munculnya kesadaran bahwa ia
merasa merdeka. Di dalam tulisannya “Autobiography” Rogers mengatakan, “saya dapat berpikir
menurut-menurut pikiran-pikiran saya sendiri, sampai kepada kesimpulan-kesimpulan saya
sendiri, dan menjadi saksi terhadap kepercayaan saya sendiri.” Kebebasan yang baru diperoleh
ini, serta perasaan keyakinan dan arah yang diberikannya menyebabkan ia sadar bahwa akhirnya
seseorang harus berdansar pada pengalamannya sendiri. Kepercayaan dan keyakinan akan
pengalaman diri sendiri menjadi sendi pendekatan Rogers terhadap kepribadian
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar
tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran
berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai
bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belaar tentang proses.
Dalam bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistic yang penting diantaranya ialah:
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami
b. Belajar yang signifikan terjadi apbila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimiliasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e. Apabila ancaman terhadap diri siswa redah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara
yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilaman siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab
terhadap proses belajar itu.
h. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek,
merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika
siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain
merupakan cara kedua yang penting.
j. Belaar yang paling berguna secara social di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke
dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuk mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif
yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck (1975), mereka meneliti kemampuan
para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan
balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera
dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa
A. KESIMPULAN
Carl R. Rogers (Seri Tokoh Psikologi Humanistik) - Carl Ransom Rogers (8 Januari 1902
- 4 Februari 1987) adalah seorang psikolog Amerika yang berpengaruh di antara para pendiri
psikologi dengan pendekatan humanistik. Rogers secara luas dianggap sebagai salah satu pendiri
penelitian psikoterapi.
Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang
berpusat pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan
pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan
Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa
manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental
sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan
kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah.
Teori Rogers didasarkan pada suatu "daya hidup" yang disebut kecenderungan
aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam
setiap diri makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal
mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin
memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya. Dari dorongan tunggal inilah, muncul
keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog lain, seperti
kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan
sebagainya.
Selain itu, Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-
gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis,
pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers mengutarakan
pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar,
belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar,
belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk
perubahan (Rumini,dkk. 1993).
DAFTAR PUSTAKA
Aus Nasiban, Ladisi. 2004. Para Psikolog Terkemuka Dunia. Jakarta: Grassindo.
MIF Baihaqi. 2008. Psikologi Pertumbuhan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
George Boeree. 2008. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog
Dunia. Yogyakarta: Prismasophie. Hal.64-65
Ratna Syifa’a Rachmahana. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Hal. 101-
103