Anda di halaman 1dari 70

TINJAUAN KEPUSTAKAAN I I

Kamis, 17 Juni 2021

KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN SOSIAL PADA ANAK


ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

Oleh:
Aulia Angraini, dr

Pembimbing :
dr. Marietta Shanti P., SpKFR (K)

Penguji :
dr. Novitri , SpKFR (K)

PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RS
HASAN SADIKIN BANDUNG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

DAFTAR TABEL.................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR............................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN

BAB II ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

2.1. Definisi.................................................................... 4

2.2. Epidemiologi........................................................... 6

2.3. Etiologi dan Patofisiologi........................................ 7

2.4. Klasifikasi................................................................ 11

2.5. Penegakan Diagnosis............................................... 14

2.6. Tatalaksana Pada Anak ADHD............................... 18

2.6.1. Terapi Medikamentosa................................ 18

2.6.2. Terapi Perilaku............................................ 20

2.7. Prognosis................................................................. 22

BAB III GANGGUAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN SOSIAL

ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER

(ADHD)

3.1. Kognisi Pada Anak ADHD...............................................24

3.2. Perkembangan Kemampuan Komunikasi.........................26

ii
3.2.1. Bicara (speech)......................................................

28

3.2.2. Bahasa (language).................................................

28

3.3. Gangguan Komunikasi pada Anak ADHD.......................

29

3.3.1. Gangguan Komunikasi aspek Pragmatis pada

Anak ADHD:........................................................

31

3.3.2. Gangguan Komunikasi Aspek Bahasa struktural

Anak ADHD.........................................................

37

3.3.3. Gangguan Keterlambatan Bahasa dan Bicara

pada anak ADHD..................................................

38

3.4. Gangguan Social Primer pada ADHD..............................

42

3.4.1. Gangguan Sosial Sekunder pada Anak ADHD. . .

46

3.4.1.1....................................................................ADHD dan Depresi

...................................................................47

3.4.1.2....................................................................ADHD dan Pemikiran B

iii
...................................................................50

BAB IV PENANGANAN REHABILITASI PADA ANAK ADHD

4.1. Rehabilitasi pada Anak ADHD......................................... 52

4.1.1. Terapi okupasi....................................................... 52

4.1.2. Terapi psikologi.................................................... 57

4.1.3. Terapi sosial medik............................................... 58

4.1.4. Terapi perilaku...................................................... 58

4.2. Intervensi Komunikatif Langsung.................................... 60

BAB V KESIMPULAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perkembangan Kemampuan Komunikasi (usia 12-60 bulan) 26

Tabel 3.2 Aturan Berbahasa.................................................................... 28

iv
DAFTAR GAMBAR

Bagan Masalah Sosial pada ADHD........................................................... 45

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) merupakan kelainan

neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-anak, yang juga merupakan

suatu keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-anak usia

sekolah, dan merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-anak.

ADHD ditandai oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian, termasuk

peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk mempertahankan perhatian;

kesulitan mempertahankan kontrol impuls; overaktifitas motorik dan kegelisahan

motorik. Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa

area kortek frontal, seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal kortek

itu sendiri, merupakan area utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap

patofisiologi ADHD1

Gangguan komunikasi pada ADHD dapat diekspresikan pada berbagai

usia dengan level intensitas yang berbeda-beda. Hal ini dapat membawa efek

negatif dalam semua kegiatan sehari-hari dan proses pembelajaran yang

tergantung pada perolehan bahasa yang tepat selama perkembangan anak.

Gangguan komunikasi pada ADHD mempengaruhi perkembangan terhadap

komunikasi verbal dan non verbal yang juga berdampak pada kemampuan

akademik anak.1

Dengan demikian, penting untuk memahami faktor-faktor yang

mengintervenasi ADHD dalam proses pengembangan kognitif dan bahasa, di


2

mana dan bagaimana disfungsi neurobiologis pada ADHD mempengaruhi

dinamika jaringan saraf yang bertanggung jawab untuk struktur bahasa reseptif,

integratif, dan ekspresif pada anak.1

Kemampuan komunikasi dan sosial merupakan faktor yang membantu

perkembangan bahasa, interaksi interpersonal, dan sebagai gerbang bagi anak

untuk mendapatkan pembelajaran awal. Pemahaman mengenai perkembangan

kemampuan komunikasi dan interaksi sosial merupakan dasar untuk menyusun

program rehabilitasi medik agar dapat memberikan intervensi yang tepat dalam

meningkatkan kemampuan fungsional anak, sehingga anak mampu lebih mandiri

dan memiliki kualitas hidup lebih baik.3 Oleh karena itu, tujuan tinjauan pustaka

ini adalah untuk memberikan informasi mengenai gambaran perkembangan,

penilaian/pengukuran serta intervensi kemampuan komunikasi dan sosial pada

anak dengan ADHD.


BAB II

ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) merupakan kelainan

neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-anak, yang juga merupakan

suatu keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-anak usia

sekolah, dan merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-

anak.2

ADHD ditandai oleh 3 gejala utama yaitu inatensi, hiperaktivitas, dan

impulsivitas.1,2,3 Gejala yang satu bisa jadi menonjol dibandingkan gejala lainnya,

atau bisa juga terjadi kombinasi dari gejala-gejala tersebut.2,3

Dulu seringkali diagnosis ADHD diabaikan, hal ini terjadi karena

informasi mengenai ADHD sangatlah terbatas. Bahkan peranan neurologis pada

terjadinya ADHD masih diragukan. Dikatakan juga kriteria diagnosis ADHD

terlalu luas, dan tidak ada tes yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ADHD.

Namun saat ini, informasi mengenai ADHD semakin berkembang dan lebih

banyak ilmu mengenai ADHD11

ADHD pertama kali didefinisikan oleh Dr. Heinrich Hoffman pada tahun

1845. Beliau merupakan seorang physician yang menulis buku-buku pengobatan

dan psikiatri. Dr. Hoffman pernah menulis buku berjudul ” The Story of Fidgety

Philip” yang menceritakan mengenai seorang anak yang menderita Attention

3
4

deficit hyperactivity disorder. Tahun 1902, Sir George F. Still mempublikasikan

serial ceramah di Inggris yang mendeskripsikan mengenai sekelompok anak

impulsif dengan masalah tingkah laku yang bermakna. Menurut Sir George, hal

tersebut disebabkan oleh disfungsi genetik. Sejak saat itu, banyak paper scientific

yangmembahas mengenai ADHD.9

Dampak ADHD tidak hanya dirasakan oleh anak tersebut, namun juga

dirasakan oleh keluarga. Dampak pada anak bisa berupa prestasi sekolah yang

buruk, gangguan sosialisasi, status pekerjaan yang rendah, dan risiko kecelakaan

meningkat. Sedangkan dampak pada keluarga adalah menimbulkan stres dan

depresi pada keluarga, keharmonisan keluarga terganggu dan perubahan status

pekerjaan.2,9

Anak dengan ADHD mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-

tugasnya. Anak-anak ini memerlukan bantuan, bimbingan, dan pengertian baik

dari orang tuanya, pembimbing, dan sistem pendidikan umum. Prognosis dari

ADHD ini umumnya baik, terutama bila pasien cepat didiagnosis sehingga segera

mendapatkan terapi.8,9

2.1 Definisi

Sesuai dengan edisi keempat dari American Psychiatric Association’s

Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV), ADHD adalah suatu keadaan

yang menetap dari inatensi dan/atau hiperaktifitas-impulsivitas yang lebih

sering frekuensinya dan lebih berat dibandingkan dengan individu lain yang

secara tipikal diamati pada tingkat perkembangan yang sebanding.3


5

ADHD ditandai oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian,

termasuk peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk mempertahankan

perhatian; kesulitan mempertahankan kontrol impuls; overaktifitas motorik

dan kegelisahan motorik.2

Gejala inatensi atau hiperaktifitas-impulsivitas yang menyebabkan

terjadinya gangguan harus ada sebelum umur 7 tahun, walaupun banyak

individu yang didiagnosis ketika gejalanya ditemukan setelah beberapa

tahun. Gejala-gejala tersebut harus ada minimal pada dua tempat (misalnya

di rumah dan di sekolah atau di tempat kerja). Gangguan tersebut harus jelas

berhubungan dengan perkembangan fungsi sosial, akademik, atau

pekerjaan. Gangguan tidak terjadi bersamaan dengan gangguan

perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak

digolongkan sebagai gangguan mental lain (seperti gangguan mood,

gangguan cemas, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian).2

DSM-IV menetapkan ada 3 tipe dari ADHD yaitu tipe yang dominan

hiperaktif, tipe dominan gangguan perhatian dan tipe kombinasi dari

keduanya. Anak yang mengalami gangguan ini sering mengalami masalah

dalam pendidikannya, hubungan interpersonal dengan anggota keluarga dan

teman sebaya, dan rasa harga diri yang rendah. ADHD juga sering

bersamaan terjadinya dengan gangguan emosional, gangguan tingkah laku,

gangguan berbahasa, dan gangguan belajar.2,3

2.2 Epidemiologi
6

DSM IV memperkirakan prevalensi ADHD sebesar 3-5% di antara

anak-anak usia sekolah. Namun dari sampel anak-anak usia sekolah yang

berasal dari komunitas, diperkirakan bahwa prevalensi ADHD sebesar 4-

12%.2

Di USA prevalensi ADHD pada anak sebesar 3-7%, sedangkan angka

prevalensi pada anak-anak di negara lain, seperti Jerman, New Zealand dan

Kanada dilaporkan rata-rata 5 – 10%. Prevalensi menurut Health

Maintenance Organization berkisar antara 7-9 %.4,5 . Berdasarkan data dari

Badan Pusat Statistik Nasional (BPSN), prevalensi anak dengan ADHD

tahun 2007 terdapat 8,3 juta anak dari 82 juta anak Indonesia yang di

antaranya adalah anak berkebutuhan khusus.4

ADHD merupakan gangguan neurobehavioral pada anak yang

terbanyak, mencakup sekitar 50% yang dirujuk ke neurologis anak,

neuropsikologis, behavioral pediatrician, dan psikiatri anak.5 Prevalensi

gangguan ini sebesar 2,2% untuk tipe hiperaktif-impulsif, 5,3% untuk tipe

campuran hiperaktif-impulsif dan inatensi, serta 15,3% untuk ADHD tipe

inatensi. ADHD terjadi pada 3-5% populasi anak dan didiagnosis 2-16%

pada anak usia sekolah.5

Penderita ADHD lebih sering dijumpai pada anak laki-laki, rasio

perkiraan anak laki-laki dan anak perempuan adalah 3 : 1 dan 4 : 1 pada

populasi klinis.3,7 Tipe inatensi lebih banyak ditemukan pada wanita.1 Data

pada komunitas lain menunjukkan rasio 2 : 1. Seiring perkembangan jaman

rasio laki-laki berbanding perempuan mengalami penurunan akibat


7

meningkatnya deteksi dini pada kasus ADHD. Berdasarkan data ini disetiap

kelas di USA akan dijumpai satu atau dua siswa yang menderita ADHD4 ,

ini telah dibuktikan pada dalam suatu survei 2004.

2.3 Etiologi dan Patofisiologi

ADHD merupakan kondisi heterogen dimana tidak hanya satu

penyebab yang diidentifikasi. Diperkirakan adanya peranan faktor genetik

dan lingkungan mempunyai pengaruh penting terhadap perkembangan fetus

dan postnatal yang kemudian berpengaruh pada terjadinya ADHD pada

anak-anak usia dini.1 Adapun faktor-faktor yang meningkatkan resiko

terjadinya ADHD dihubungkan dengan genetik, perkembangan, keracunan,

post infeksi, dan post trauma.7

Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan

bahwa area kortek frontal, seperti frontrosubcortical pathways dan bagian

frontal kortek itu sendiri, merupakan area utama yang secara teori

bertanggung jawab terhadap patofisiologi ADHD.7 Mekanisme inhibitor di

kortek, sistem limbik, serta sistem aktivasi retikular juga dipengaruhi.

ADHD dapat mempengaruhi satu, dua, tiga, atau seluruh area ini sehingga

muncul tipe dan profil yang berbeda dari ADHD.7

Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk

mengatur agar pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus,

membuat keputusan yang baik, membuat suatu rencana, belajar dan

mengingat apa yang telah kita pelajari,serta dapat menyesuaikan diri dengan
8

situasi yang tepat. Mekanisme inhibisi di kortek befungsi untuk mencegah

agar kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak terkontrol, serta

marah pada keadaan yang tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70 % dari

otak kita berfungsi untuk menghambat 30 % yang lain.

Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi

sebagaimana mestinya maka hasilnya adalah apa yang disebut dengan ”dis-

inhibitor disorder” seperti perilaku impulsif, quick temper, membuat

keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lain- lain. Sedangkan sistem limbik

mengatur emosi dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem limbik teraktivasi

secara berlebihan, maka seseorang memiliki mood yang labil, temperamen

yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh apapun

yang ada di sekitarnya, memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik

yang normal mengatur perubahan emosional yang normal, level energi

normal, rutinitas tidur normal, dan level stress yang normal. Disfungsi dari

sistem limbik mengakibatkan terjadinya masalah pada hal tersebut.8,9

Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek

prefrontal mesial kanan penderita ADHD menunjukkan penurunan aktivasi.

Selama pemeriksaan juga terlihat hambatan respon motorik yang berasal

dari isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD juga menunjukkan

aktivitas yang melemah pada korteks prefrontal inferior kanan dan

kaudatum kiri. Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi

lobus frontal adalah katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan

noradrenergik terlihat sebagai fokus utama aktifitas pengobatan yang


9

digunakan untuk penanganan ADHD. Dopamin merupakan zat yang

bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan sosial, serta mengontrol

aktivitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan

perhatian, dan perasaan. Dukungan terhadap peranan norepinefrin dalam

menimbulkan ADHD juga ditunjukkan dari hasil penelitian yang

menyatakan adanya peningkatan kadar norepinefrin dengan penggunaan

stimulan dan obat lain seperti desipramine efektif dalam memperbaiki gejala

dari ADHD. Pengurangan gejala juga terlihat setelah penggunaan

monoamine oxidase inhibitor, yang mengurangi pemecahan terhadap

norepinefrin sehingga kadar norepinefrin tetap tinggi dan menyebabkan

gejala ADHD berkurang.7

Berikut beberapa faktor-faktor yang mungkin berperan dalam

terjadinya ADHD, yaitu: 5

1. Faktor genetik: Mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor

dopamin (D2 dan D4) pada kromosom 11p memegang peranan

terjadinya ADHD, dalam hal ini reseptor D2 dan D4.

2. Cedera otak: Telah lama diperkirakan bahwa anak yang terkena ADHD

mendapat cedera otak yang minimal dan samar-samar pada sistem saraf

pusatnya selama periode janin dan perinatalnya.12

3. Faktor neurokimiawi: Banyak neurotransmiter telah dihubungkan

dengan gejala defisit-atensi dan hiperaktivitas. Sebagian temuan berasal

dari pemakaian banyak medikasi yang menimbulkan efek positif pada

gangguan. Obat yang paling banyak diteliti dalam terapi gangguan


10

defisit-atensi/hiperaktivitas ialah stimulan yang memengaruhi dopamin

maupun norepinefrin. Stimulan meningkatkan katekolamin dengan

mempermudah pelepasannya dan menghambat ambilannya. Stimulan

dan beberapa obat trisiklik, sebagai contoh, desipramine (Norpramine)

menurunkan 3–methoxy-4-hidroxyphenilglycol urin (MHPG) yang

merupakan metabolit dari norepinefrin. Clonidine (Catapres), suatu

agonis norepinefrin, berguna dalam mengobati hiperaktivitas. Obat lain

yang menurunkan hiperaktivitas ialah obat trisiklik dan dan inhibitor

monoamin oksidase (MAOI).13

4. Struktur anatomi: Pemeriksaan brain imaging yang dilakukan pada anak

dengan ADHD menunjukkan pengecilan volume otak yang bermakna

pada korteks prefrontal dorsolateral, kaudatus, palidum, korpus kalosum,

dan serebelum.12 Rapport et al. dari National Institute of Mental Health

meneliti anak dengan ADHD menggunakan Magnetic Resonance

Imaging (MRI), menyatakan adanya pengecilan lobus prefrontal kanan,

nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan, serta vermis

dibandingkan dengan anak tanpa ADHD.13

5. Faktor psikososial: Anak-anak dalam institusi seringkali hiperaktif dan

memiliki rentan atensi rendah. Tanda tersebut terjadi akibat adanya

pemutusan hubungan emosional yang lama, dan gejala menghilang jika

faktor pemutus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di

rumah penitipan.13

2.4 Klasifikasi
11

Karakteristik prinsip dari ADHD adalah inatensi, hiperaktifitas, dan

impulsivitas yang mana ini terlihat pada kehidupan awal anak-anak.

Biasanya gejala hiperaktifitas dan impulsivitas mendahului inatensi. Gejala

yang berbeda dapat muncul pada tempat yang berbeda dan tergantung pada

situasi. Anak-anak bisa jadi tidak dapat duduk dengan tenang di kelasnya

atau suka mengacau di sekolah, sedangkan tipe inatensi sering terlihat

melamun.

Anak yang impulsif suka bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu,

sehingga sering dianggap memiliki masalah dengan kedisiplinan.

Sedangkan anak-anak yang pasif atau lebih banyak diam dapat terlihat tidak

memiliki motivasi.

Semua anak ADHD terkadang terlihat gelisah, terkadang bertindak

tanpa berpikir, terkadang dapat terlihat melamun. Saat hiperaktifitas anak,

distraktibilitas, konsentrasi yang kurang, atau impulsivitas mulai

berpengaruh pada penampilan anak di sekolah, hubungan sosial dengan

anak lain, atau perilaku anak di rumah maka terjadinya ADHD dapat

diperkirakan.

Oleh karena gejalanya bervariasi pada tempat yang berbeda, maka

ADHD sulit didiagnosis terutama bila inatensi menjadi gejala utamanya.9

Anak yang hiperaktif biasanya akan terus bergerak. Mereka suka

menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya, menyentuh atau bermain

dengan apa saja yang dilihatnya, atau bicara tanpa henti. Anak tersebut

menjadi sangat sulit untuk duduk diam saat makan ataupun di sekolah.
12

Mereka suka menggeliat dan gelisah di tempat duduknya atau suka

mengelilingi kamar. Mereka juga suka menggoyang-goyangkan kakinya,

menyentuh segala sesuatu, atau membuat keributan dengan mengetuk-

ketukan pensilnya. Sedangkan remaja atau orang dewasa yang hiperaktif

lebih sering merasakan kegelisahan dalam dirinya. Mereka sering memilih

untuk tetap sibuk dan melalukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan.9

Anak yang impulsif terlihat tidak mampu berpikir sebelum bertindak,

sering mengatakan sesuatu yang tidak sesuai tanpa dipikirkan dahulu,

memperlihatkan emosinya tanpa mampu mengendalikannya. Impulsivitas

ini membuat anak sulit menunggu sesuatu yang mereka inginkan atau

menunggu giliran untuk bermain. Mereka dapat merampas mainan dari anak

lainnya atau memukul anak lain saat mereka kalah. Pada remaja dan

dewasa, mereka lebih memilih mengerjakan sesuatu dengan segera

walaupun gajinya kecil dibandingkan melakukan sesuatu dengan gaji besar

namun penghargaan yang diterimanya tidak segera didapat.9

Anak dengan tipe inatensi susah memusatkan perhatiannya pada satu

hal, perhatiannya mudah beralih pada suara-suara yang didengarnya atau

apa saja yang dilihatnya, dan mudah bosan dengan tugasnya setelah

beberapa menit. Bila mereka melakukan sesuatu yang sangat disukainya,

mereka tidak kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tetapi pemusatan

perhatian yang disengaja, perhatian untuk mengatur dan melengkapi tugas

atau belajar sesuatu yang baru sangatlah sulit. Anak-anak tersebut sering

lupa mengerjakan pekerjaan rumahnya atau meninggalkan tugasnya di


13

sekolah. Mereka juga sering lupa membawa buku atau salah membawa

buku. Bila pekerjaan rumahnya sudah selesai, biasanya banyak sekali

kesalahan dan bekas hapusan. Adanya pekerjaan rumah sering disertai

frustasi baik pada anak maupun pada orang tua anak tersebut. Anak tipe ini

juga jarang sekali dapat mengikuti perintah, sering kehilangan barang

seperti mainan, pensil, buku, dan alat-alat untuk mengerjakan tugas; mudah

beralih dari aktivitas yang belum diselesaikannya ke aktivitas lainnya.9

Anak dengan tipe dominan inatensi sering terlihat melamun, mudah

bingung, bergerak lambat, dan letargis. Mereka sulit memproses suatu

informasi secara cepat dan akurat dibandingkan anak-anak lain. Saat

gurunya memberikan perintah langsung maupun tertulis, anak-anak tipe ini

membutuhkan waktu yang lama untuk mengerti apa yang harus mereka

lakukan dan mereka seringkali membuat kesalahan. Walaupun anak terlihat

dapat duduk diam, tidak mengacau, dan bahkan terlihat serius bekerja

namun sesungguhnya anak-anak ini tidak mengerti sepenuhnya apa

tugasnya. Anak tipe ini tidak memiliki masalah sosial.9

Diagnosis ADHD didasarkan pada riwayat klinis yang didapat dari

wawancara dengan pasien dan orang tua serta informasi dari guru.

Wawancara dengan orang tua tentang gejala yang tampak, usia timbulnya

gejala, riwayat perkembangan anak (sejak dalam kandungan), riwayat

medis: fungsi penglihatan dan pendengaran, riwayat pengobatan, riwayat

alergi, adanya penyakit kronis, yang mungkin berpengaruh pada

perkembangan anak, riwayat di sekolah, hubungannya dengan teman,


14

masalah dalam keluarga misalnya perselisihan dalam keluarga, perceraian,

anak kurang kasih sayang yang mungkin berperan dalam menimbulkan

ADHD.8

2.5 Penegakan Diagnosis

Berdasarkan gejala yang menonjol, ADHD dibedakan menjadi 3 tipe,

yaitu:2,3,10

1. Tipe yang dominant gangguan pemusatan perhatian

2. Tipe yang dominant hiperaktivitas dan impulsivitas

3. Tipe campuran (gejalanya campuran dari gangguan pemusatan

perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas)

Diagnosis ADHD tipe gangguan pemusatan perhatian (menurut DSM

IV) ditegakkan bila minimal ada 6 gejala gangguan pemusatan perhatian

untuk waktu minimal 6 bulan dan didapat kurang dari 6 gejala hiperaktivitas

serta dimulai sebelum usia 7 tahun. Gejala-gejala ini tetap ada pada saat

anak di sekolah atau di rumah bersifat maladaptif, dan tak sesuai dengan

tahap perkembangan anak. 10,11

Diagnosis ADHD tipe hiperaktivitas dan impulsivitas (menurut DSM

IV) ditegakkan bila minimal ada 6 gejala hiperaktivitas dan impulsivitas

untuk waktu minimal 6 bulan dan didapat kurang dari 6 gejala gangguan

pemusatan perhatian dan dimulai sebelum usia 7 tahun. Gejala-gejala ini

tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah bersifat maladaptif, dan

tak sesuai dengan tahap perkembangan anak. 2,3,10


15

Diagnosis ADHD tipe campuran (menurut DSM IV) ditegakkan bila

didapatkan 6 atau lebih gejala gangguan pemusatan perhatian dan 6 atau

lebih gejala hiperaktivitas- impulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit

6 bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada saat di

sekolah dan di rumah. 2,3,11

Dalam penelitian klinis, skala pengukuran tingkah laku anak ADHD

digunakan untuk menilai efek pengobatan dan keadaan klinis anak ADHD.

Skala pengukuran tersebut dipakai untuk mengukur perubahan tingkah laku

anak ADHD sebelum dan sesudah pengobatan. Skala pengukuran yang

banyak digunakan dalam menilai hasil pengobatan atau penanganan anak

ADHD adalah Conners Parent Rating Scales atau Conners abbreviated

rating scale untuk orang tua dan guru, terdiri dari 10 pernyataan.

Kemudian angka-angka dalam tabel 2 tersebut dijumlahkan. Apabila

jumlahnya ≥ 15 dianggap anak bersangkutan menderita hiperkinetik/ADHD.

Skor ≥ 12 dicurigai gangguan hiperkinetik dapat dikonsultasikan ke seorang

ahli (Psikiater anak). Setiap item dinilai seperti di atas (0-3), bila penilaian >

15, dapat didiagnosis ADHD.

Berikut pemeriksaan yang dilakukan untuk pasien anak ADHD:

a. Anamnesis 8

1. Riwayat penyakit sekarang

Sesuai dengan kriteria ADHD berdasarkan DSM IV.

2. Riwayat penyakit dahulu


16

Temukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki

interaksi negatif dengan ADHD atau pengobatannya seperti:

antikonvulsan, antihipertensi, obat yang mengandung kafein,

pseudoefedrin, monoamin oxidase inhibitors (MAOIs).

Temukan pula adanya penyakit yang memiliki interaksi negatif

dengan ADHD atau pengobatannya seperti: penyakit arterial

(mayor), glaukoma sudut sempit, trauma kepala, penyakit jantung,

palpitasi, penyakit hati, hipertensi, kehamilan, dan penyakit ginjal.

Temukan pula adanya kelainan psikiatrik karena 30-50%

penderita ADHD disertai dengan kelainan psikiatrik. Adapun

kelainan Temukan pula adanya kelainan psikiatrik karena 30-50%

penderita ADHD disertai dengan kelainan psikiatrik. Adapun

kelainan psikiatrik yang dimaksud antara lain: gangguan cemas,

gangguan bipolar, gangguan perilaku, depresi, gangguan disosiasi,

gangguan makan, gangguan cemas menyeluruh, gangguan mood,

gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik atau tanpa agorafobia,

gangguan perkembangan perfasif, Posttraumatic stress disorder

(PTSD), psikotik, fobia sosial, gangguan tidur, penyalahgunaan zat,

sindrom Tourette’s atau gangguan Tic, dan komorbiditas somatik

(tidak ada komorbiditas somatik yang berhubungan dengan ADHD).

3. Riwayat keluarga
17

Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita ADHD

atau mengalami gejala seperti yang tercantum dalam criteria DSM

IV.

4. Riwayat sosial

Meliputi: interaksi antar anggota keluarga, masalah dengan

hukum, keadaan di sekolah, dan disfungsi keluarga.

b. Pemeriksaan fisik :

Perlu observasi yang baik terhadap perilaku penderita ADHD karena

pada penderita ADHD menunjukkan gejala yang sedikit pada

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi : tanda

vital, tinggi badan, berat badan, tekanan darah dan nadi. Pemeriksaan

fisik umum termasuk penglihatan, pendengaran dan neurologis. Tidak

ada pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik untuk ADHD.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara seksama, mungkin dapat

membantu dalam menegakkan diagnosa, dan menyingkirkan

kemungkinan penyakit lain.8

c. Pemeriksaan psikologis (mental)

Terdiri dari pemeriksaan terhadap kesan umum berupa refleksi

menghisap, kontrol impuls, dan state of arousal. Pemeriksaan mental

seperti: tes intelegensia, tes visuomotorik, tes kemampuan bahasa, dan

lain-lain.

d. Pemeriksaan Laboratorium
18

 Liver Function Test

 Complete blood cell counts

e. Pemeriksaan Imaging

 MRI

 PET (Positron Emision Tomography)

2.6 Tatalaksana Pada Anak ADHD

Penanganan holistik anak ADHD yang terbaik adalah2,3 :

1. Farmakoterapi (Medikamentosa)

2. Terapi perilaku

3. Kombinasi pengobatan medikamentosa dengan terapi perilaku

4. Edukasi pasien dan keluarga mengenai anak ADHD.

2.6.1 Terapi Medikamentosa

Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai

CNS stimulant, meliputi sediaan short dan sustained-release seperti

methylphenidate, dextroamphetamine, kombinasi dextroamphetamine dan

amphetamine salt. Salah satu keuntungan sediaan sustained-release untuk

anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan efeknya sepanjang

hari sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua maupun ketiga

saat kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah

dipertahankannya obat ini pada level tertentu dalam tubuh sepanjang hari

sehingga fenomena rebound dan munculnya iritabilitas dapat dihindari.


19

FDA (The Food and Drug Administration) menyarankan penggunaan

dextroamphetamine pada anak-anak berusia 3 tahun atau lebih dan

methylphenidate pada anak-anak berusia 6 tahun atau lebih. Kedua obat

inilah yang paling sering dipakai untuk terapi ADHD.

Terapi second line meliputi antidepresan seperti bupropion,

venlafaxine dan juga terdiri dari Agonis reseptor α-Adrenergik seperti

clonidine dan guanfacine. Obat antidepresan sebaiknya diberikan bila

pemberian obat psikostimulan tidak efektif hasilnya untuk anak ADHD. 8

Psikostimulan menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi

hingga dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata efek

methylphenidate sangat baik terhadap anak ADHD dimana anak ADHD

terjadi hipofungsi dopamin dan adrenalin di sinaps sedangkan

methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake dopamin dan

noradrenalin kembali ke sel syaraf. Efek methylphenidate menstimulasi

korteks serebral dan struktur sub kortikal.8

Efek samping psikostimulan yang tersering adalah insomnia,

berkurangnya nafsu makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang

sakit kepala. Bila sebelum dan saat pengobatan anak ADHD menunjukkan

gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin untuk nafsu makan. Bila

timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian malam hari tak

dilakukan, dilakukan membaca terlebih dahulu sebelum tidur (bedtime

reading), dapat diberikan obat tidur bila sangat diperlukan.8,9

2.6.2 Terapi Perilaku


20

Berupa :

1. Intervensi pendidikan dan sekolah

Hal ini penting untuk membangun kemampuan belajar anak.

2. Psikoterapi : pelatihan ADHD, suport group, atau penggunaan

keduanya pada orang dewasa dapat membantu menormalisasi

gangguan dan membantu penderita agar fokus pada informasi umum.

Konselor terapi perilaku ini dapat melibatkan psikolog, dokter

spesialis tumbuh kembang anak, pekerja sosial dan perawat yang

berpengalaman. Modifikasi prilaku dan terapi keluarga juga dilakukan

untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi konflik orang tua dan

anak serta mengurangi ketidakpatuhan anak. Terapi perilaku ini terdiri dari

beberapa langkah, yakni:6

a. Fase pemberian informasi (Information phase)

Memberikan informasi pada orang tua mengenai keadaan anak

sebenarnya termasuk kesukaran tingkah laku anak.

b. Fase penilaian (Assessment phase)

Menilai seberapa berat gangguan interaksi anak dengan saudara atau

orang tua.

c. Fase pelatihan (Training phase)

Menawarkan pelatihan keterampilan sosial pada anak,orang tua,bila

memungkinkan juga pada gurunya.

d. Fase evaluasi (Review progress)


21

Menilai kemajuan/perbaikan tingkah laku anak ADHD.

Pendekatan pada anak untuk memperbaiki tingkah lakunya di

rumah dan hubungan interpersonal anak-orang tua dilakukan dengan cara:6

a. Mengidentifikasi situasi permasalahan yang spesifik dan peristiwa yang

menimbulkan tingkah laku yang tidak diinginkan misalnya sikap

menentang bila disuruh belajar, sikap tidak bisa diam, dan sebagainya.

b. Dilakukan monitor kemajuan anak dengan menggunakan skala

penilaian yang sudah baku.

c. Ditingkatkan hubungan/interaksi yang positif antara orang tua dan anak

serta dibatasi interaksi negatif antara orang tua dengan anak.

d. Berusaha untuk berkomunikasi secara efektif dan menetapkan

peraturan.

e. Digunakan sistem hadiah (rewards) segera bila anak mencapai target

tingkah laku yang dikehendaki.

f. Digunakan “negative reinforcement” (time out) sebagai hukuman pada

anak pada masalah tingkah laku yang serius.

Pendekatan yang hampir sama dapat dilakukan oleh guru di

sekolah pada anak ADHD yang mengganggu teman-temannya di sekolah.

Dalam terapi perilaku sebaiknya orangtua menunjukkan perilaku

yang baik yang dapat ditiru anak (menunda kemarahan/lebih sabar,

memberikan disiplin yang konsisten dan sesuai dengan usia anak).

Mengajarkan pada anak bermain olahraga yang banyak mempergunakan

gerakan adalah lebih baik daripada permainan yang tenang (catur),


22

misalnya sepakbola dan tenis.

2.7 Prognosis

Prognosis pasien ADHD umumnya baik bila:

1. Tidak ada faktor komorbid utama

2. Pasien dan yang merawatnya memperoleh cukup edukasi mengenai

ADHD dan manajemen penanganannya

3. Taat dalam melaksanakan terapi

4. Learning disabilities yang menyertai didiagnosa dan ditinjau ulang dan

ditangani.

5. Beberapa dan semua masalah emosional diinvestigasi dan ditangani

dengan baik oleh dokter umum atau pasien dirujuk ke pusat kesehatan

jiwa yang profesional.5

Sedikitnya 80% dari anak-anak yang menderita ADHD, gejalanya

menetap sampai remaja bahkan dewasa. Dengan peningkatan usia, maka

gejala hiperaktif akan berkurang tetapi gejala inatensi, impulsivitas,

disorganisasi, dan kesulitan dalam membangun hubungan dengan orang lain

biasanya menetap dan semakin menonjol.3

Tamin menjelaskan progmosis ADHD dalam beberapa level.

Perjalanan anak dengan ADHD bervariasi; ada yang mengalami remisi,

tetapi ada juga yang menetap.14

1. Persisten atau menetap: Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten

hingga masa remaja atau dewasa.9,10 Gejala akan lebih cenderung


23

menetap jika terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam

hidupnya, komorbiditas dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan

gangguan cemas. Pada beberapa kasus, hiperaktivitas akan menghilang,

tetapi tetap mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak

hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh). Anak ini rentan dengan

penyalahgunaan alkohol dan narkoba, kegagalan di sekolah, sulit

mempertahankan pekerjaan, serta cenderung melakukan pelanggaran

hukum.

2. Remisi: Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang

pada masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia

12 hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar ialah

hiperaktivitas dan yang paling terakhir ialah distractibility.

a. Remisi total: Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa

remaja dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang

memuaskan, dan memiliki gejala sisa yang sedikit.

b. Remisi parsial: Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial

mudah menjadi antisosial, mengalami gangguan mood, sulit

mempertahankan pekerjaan, mengalami kegagalan disekolah,

melanggar hukum, dan menyalahgunakan alkohol serta narkoba.


BAB III

GANGGUAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN SOSIAL ANAK

ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

3.1 Kognisi Pada Anak ADHD

Fungsi kognisi ADHD merupakan gambaran dari fungsi eksekutif.

Fungsi eksekutif mengacu pada kemampuan kognitif atau mental yang

dibutuhkan orang untuk secara aktif meraih tujuan. Tentang bagaimana

seseorang berperilaku terhadap tujuannya di masa depan dan kemampuan

mental apa yang dibutuhkan untuk mencapainya. 'Fungsi eksekutif' adalah

istilah umum yang mengacu pada berbagai proses neurokognitif yang saling

terkait yang memungkinkan seorang individu untuk berperilaku dengan

tujuan yang terarah cara. Domain spesifik dari fungsi eksekutif memiliki

executive telah diusulkan dan termasuk kontrol perhatian (misalnya

perhatian selektif dan berkelanjutan), penghambatan respons, fleksibilitas

kognitif (misalnya memori kerja, perubahan strategi), dan penetapan tujuan

(misalnya memulai dan mengatur aktivitas)15

Fungsi eksekutif dinilai dari kekuatan tujuh keterampilan ini:

1. Kesadaran diri: Kemawasan dan perhatian yang diarahkan pada diri

sendiri.

2. Inhibisi: Juga dikenal sebagai pengendalian diri.

24
25

3. Memori Kerja Non-Verbal: Kemampuan untuk menyimpan berbagai hal

dalam pikiran. Hal ini menggambarkan seberapa baik seseorang dapat

membayangkan sesuatu secara mental.

4. Memori Kerja Verbal: Self-speech, atau ucapan internal. Hal hal yang

manusia katakana sendiri kepada dirinya.

5. Pengaturan Diri Emosional: Kemampuan untuk mengambil empat

fungsi eksekutif sebelumnya dan menggunakannya untuk memanipulasi

keadaan emosi. Hal Ini berarti belajar menggunakan kata-kata, gambar,

dan kesadaran diri untuk memproses dan mengubah perasaan tentang

berbagai hal.

6. Motivasi diri: Kekuatan memotivasi diri sendiri untuk menyelesaikan

tugas ketika tidak ada konsekuensi eksternal langsung.

7. Perencanaan dan Pemecahan Masalah: Kemampuan seseorang untuk

membuat strategi dan berencana untuk mendapatkan solusi dari masalah

yang dihadapinya.

Anak anak yang menunjukkan gejala klasik ADHD akan mengalami

kesulitan dengan semua atau sebagian besar dari tujuh fungsi eksekutif ini.

Masalah inhibisi pada seorang anak dengan ADHD menyebabkan tindakan

impulsif misalnya perilaku aktif yang tidak terduga dan sulit dihentikan.

Ketujuh fungsi eksekutif ini berkembang dari waktu ke waktu, secara umum

dalam urutan kronologis. Kesadaran diri mulai berkembang sekitar usia 2

tahun sampai usia 30 tahun, perencanaan dan pemecahan masalah harus

dikembangkan sepenuhnya pada orang neurotipikal. Mereka dengan ADHD


26

umumnya sekitar 30 sampai 40 persen berada di belakang rekan-rekan

mereka dalam transisi dari satu fungsi eksekutif ke fungsi eksekutif

berikutnya. Oleh karena itu, masuk akal bagi anak-anak dan orang dewasa

dengan ADHD saat menghadapi situasi yang sesuai dengan usia mereka

akan berpikir dan bertindak dengan cara yang sama seperti orang yang jauh

lebih muda.

3.2 Perkembangan Kemampuan Komunikasi

Komunikasi merupakan proses sosial, resiprokal dan dinamis.

Komunikasi mencakup proses transmisi dan penerimaan informasi.

Komunikator efektif memerlukan kebutuhan untuk berinteraksi

(motivation), alasan untuk berkomunikasi (purpose/intent), sesuatu yang

ingin disampaikan (message), arti komunikasi (system), dan seseorang

penerima pesan (receiver/listener). 16,17

Tabel 3.1
Perkembangan Kemampuan Komunikasi (usia 12-60 bulan)

Age Communication Skills


(months)
12+  Produces intermittent verbal  Combines gestures and
 imitation  words for basic functions
 Combines gestures for basic  Indicates preference when
functions given a choice
 Plays simple interactive
games

24+  Uses nonverbal means to  Asks simple questions


initiate peer interaction  Comforts others nonverbally
 Comments on and describes  Maintains simple
ongoing events conversation exchanges with
 Answers simple questions adults
27

36+  Retells a familiar story when  Engages in simple


looking at pictures conversational exchanges on
 Relates a past experience the telephone
when asked to do so  Initiates peer interaction
 Labels feelings in self verbally
 Conducts intermittent  Uses body language and
conversational exchanges facial expression with
with peer messages

48+  Expands conversation skills  Relates events in an


with peers organized, logical sequence
 Retells a popular story,  Recognizes how to respond
television episode, or movie  to others’ feelings
plot  Begins to interpret listener’s
 Uses social phrases  body language
(e.g.,“excuse me,” “sorry”)

60+  Communicates about a wide  Adjusts conversation


range of topics  according to listener’s needs
 Begins to take into account  Uses language to negotiate
 listener’s perspective and compromise

Dikutip dari: Quill K, Brushnahan L. Do-watch-listen-say. Social


communication and intervention for Autism Spectrum Disorder.
London; Paul Brooks;2017
28

3.2.1 Bicara (speech)

Kemampuan external speech dibagi menjadi spoken dan written

speech. Spoken speech adalah komunikasi verbal atau kemampuan

menggunakan suara. Produksi suara membutuhkan rangkaian proses,

yakni respirasi, fonasi (koontraksi otot yang memproduksi suara),

resonansi (suara yang dibentuk tenggorokan), dan artikulasi (gerakan

mulut membentuk suara yang dikenali). Sebagian besar anak belajar

menggunakan seluruh suara dalam bahasa mulai umur 5 tahun. 16,17

3.2.2 Bahasa (language)

Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk

berkomunikasi menggunakan tanda, kata dan gerakan. Tabel 3.7

menjelaskan berbagai aspek yang diperlukan dalam membentuk bahasa.


16,17

Tabel 3.7

Aturan

Berbahasa

Terms Rules
Phonology  Phonemes are smallest units of language (sounds)
3.1.1.1 Sequence sounds in a particular order
Morphology  Morphemes are smallest units of language structure
3.1.1.2 Consists of sequenced phonemes
3.1.1.3 Word structure in a sentence (e.g., endings to mark
plural [doll/dolls])
Syntax Grammar and the ordering of words in a sentence
Semantics Meaning created by words and word combinations in
29

context
Pragmatics Language and nonverbal symbol use within social contexts
Dikutip dari: Quill K, Brushnahan L. Do-watch-listen-say. Social
communication and intervention for Autism Spectrum Disorder.
London; Paul Brooks;2017

3.3 Gangguan Komunikasi pada Anak ADHD

Kesulitan baik dalam pembelajaran bahasa formal dan penggunaan

bahasa dalam konteks yang berbeda umum pada gangguan perkembangan .

Aspek struktural bahasa meliputi:penggunaan fonologi, semantik, sintaksis

dan morfologi. Keterampilan ini penting untuk perkembangan literasi dan

untuk mengekspresikan dan memahami bahasa lisan dalam komunikasi

[20].Aspek pragmatis bahasa melibatkan penggunaan bahasa yang tepat

dalam komunikasi sosial, konteks seperti mempertahankan topik yang

sesuai, tidak berbicara berlebihan, bergiliran dalam percakapan dan

menafsirkan isyarat non-verbal dari orang lain.2

Gangguan komunikasi pada ADHD dapat terjadi pada berbagai level

usia dan dapat berwujud gangguan bahasa reseptif dan ekspresif. Gangguan

Bahasa reseptif pada ADHD murni (tanpa komorbid) diakibatkan oleh

terganggunya fungsi eksekutif diantaranya pada area gangguan kesadaran

diri, kontrol inhibisi, memori kerja dan motivasi. Masalah pada kesadaran

diri dan control inhibisi menyebabkan gangguan regulasi diri. Regulasi diri

didefinisikan sebagai kemampuan mengarahkan fungsi eksekutif untuk

mengadaptasi perilaku sesuai dengan batasan dan konsekuensi yang ada di

lingkungan. Hal ini mendasari pemahaman bahwa anak ADHD yang


30

mengalami masalah regulasi diri umumnya sulit mengendalikan

perilakunya sesuai dengan aturan dan batasan sehingga anak sulit untuk

berkonsentransi dan terganggu dalam proses penerimaan informasi. Masalah

pada area memori kerja membuat anak sulit mempertahankan input yang

sudah diterimanya di dalam otak yang akan berhubungan dengan

kemampuan anak untuk menghubungkan dan menyimpulkan suatu hal.18

Pada ADHD, pemahaman mendengarkan dapat terganggu secara

langsung, khususnya karena kesulitan menangani bahasa yang diucapkan

dengan cepat atau mengelola lingkungan yang bising dan mengganggu

seperti pesta atau ruang kelas yang sibuk. Seorang anak yang tidak

mengalami keterlambatan bahasa memiliki kapasitas untuk memahami,

tetapi karena terdapat ADHD, anak ADHD akan kehilangan detail dalam

percakapan dan cerita. Saat mendengarkan, mereka mungkin kehilangan

jejak percakapan sama sekali atau kehilangan detail, dan karena itu gagal

mencatat informasi penting.19 Hal ini pada anak ADHD yang lebih besar

akan terlihat sebagai masalah kesulitan belajar di sekolah.

Masalah motivasi pada anak ADHD berkaitan dengan motivasi dalam

meregulasi diri dan motivasi memulai belajar. Gangguan motivasi dalam

meregulasi diri menyebabkan anak mudah marah dan frustasi yang

berakibat mempengaruhi konsentrasi anak dalam belajar. Motivasi dalam

memulai belajar membuat anak tidak tertarik dalam memahami informasi

yang diberikan. Anak dengan ADHD akan teraktivasi atau memiliki

motivasi melakukan sesuatu saat ada dorongan eksternal seperti adanya


31

reward dan punishment atas tindakannya. Begitu pula kaitannya dengan

proses pemahaman. Saat hal ini dianggap tidak penting dan tidak memiliki

reward dan punishment terhadap dirinya, anak ADHD seakan akan

memblok informasi yang datang. Bersamaan dengan gejala kurangnya

perhatian pada anak ADHD hal ini akan membuat tidak lengkapnya

informasi yang diterima oleh anak ADHD dan bahkan dapat terjadi

misinterpretasi terhadap informasi yang diterima. Hal ini menunjkkan

bahwa gangguan reseptif pada anak ADHD murni bukan karena anak tidak

mampu mengerti dan mengintegrasikan informasi yang diperoleh baik

secara verbal maupun non verbal namun karena adanya interupsi terhadap

informasi yang datang.

3.3.1 Gangguan Komunikasi aspek Pragmatis pada Anak ADHD:

Gangguan komunikasi pada anak ADHD juga terjadi pada

kemampuan komunikasi bahasa ekspresif. Bentuk komunikasi yang

paling berpengaruh terhadap terganggunya fungsi eksekutif ini adalah

gangguan bahasa pragmatis. Fungsi kognitif yang “dingin” diperlukan

untuk menjaga informasi tentang topik percakapan dan untuk

menghasilkan koherensi isi percakapan yang terencana dengan baik dan

tepat, sementara proses afektif yang “panas” diperlukan untuk kemampuan

berbicara di saat yang tepat dan sesuai dengan kondisi sekitar dan untuk

membatasi sikap bicara berlebihan. Defisit pada salah satu atau kedua

dimensi ini dapat mengganggu komunikasi pragmatis dan menyebabkan


32

masalah dengan sosial dan hubungan teman sebaya Konsisten dengan ini,

penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak dengan peningkatan gejala

kurang perhatian dan hiperaktif memiliki pengetahuan pragmatik yang

utuh tetapi terganggu dalam keterampilan eksekutif yang dibutuhkan

untuk menerapkannya dalam konteks sosial. Seperti yang dikatakan oleh

seorang pakar fungsi eksekutif bernama Kinsbourne 1989 regulasi diri

bukanlah mengenai tahu melakukan sesuatu tetapi melakukan apa yang

sudah diketahui.20

Kompetensi pragmatik juga didefinisikan sebagian kompetensi

kebahasaan yang berkaitan dengan kemampuan pembicara dalam

memahami konteks pembicaraan. Konteks yang dimaksud adalah konteks

situasi tutur. Konteks pembicaraan menjadi penting dalam keterampilan

berbicara karena biasanya keterampilan berbicara melibatkan interaksi

sosial dan merupakan kegiatan yang berdimensi sosial. Keterampilan

berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk

menyampaikan pesan berupa pikiran, gagasan, dan perasaan kepada orang

lain.5 Belum ada literatur yang dapat menjelaskan dengan pasti tentang

kemunculan gangguan Bahasa aspek pragmatis akibat konsekuensi

sekunder dari gangguan Bahasa structural atau refleksi dari gangguan

perilaku inatentif dan hiperaktif pada ADHD. Adanya golongan anak

ADHD yang memiliki gangguan pragmatis tanpa gangguan bahsa

structural menjelaskan bahwa kedua ganguan berasal dari sumber yang

berbeda.21
33

Kemampuan Bahasa pragmatis mengacu pada penggunaan bahasa

yang efektif dalam konteks interpersonal dan sangat penting bagi anak-

anak untuk berfungsi dengan baik di rumah, sekolah dan dengan teman

sebaya mereka.22 Aspek pragmatis dapat dibedakan dari aspek struktural

bahasa yang telah secara tradisional dianggap relatif independen dari


23
konteks: fonologi, sintaksis dan semantik. Kesulitan dalam Bahasa

pragmatis dapat dilihat di berbagai perilaku, seperti terlalu banyak bicara,

tidak pandai mengambil giliran dalam percakapan, kegagalan untuk

menyesuaikan pesan dengan kebutuhan pendengar, kegagalan untuk

menanggapi isyarat verbal dari orang lain, penggunaan frase stereotip

berlebihan, dan kesulitan memahami sarkasme, lelucon dan metafora.24

Ganggguan Bahasa pragmatis bahkan dapat terjadi ketika seorang anak

menunjukkan kemampuan bahasa struktural dan semantik yang normal,

seperti yang ditunjukkan oleh nilai normal pada tes bahasa tradisional 24

Banyak anak dengan high functioning autisme menunjukkan pola

gangguan Bahasa pragmatis yang tidak proporsional dalam kaitannya

dengan kemampuan bahasa struktural yang utuh Seperti yang dijelaskan


25
Martin dan McDonald aspek struktural bahasa tidak cukup untuk

mencirikan jangkauan makna, termasuk makna yang disimpulkan yang

muncul setiap kali bahasa digunakan selama pertukaran komunikatif

tertentu. Dimensi pragmatis bahasa diperlukan untuk menafsirkan suatu

ujaran seperti: 'tempat sampah penuh' sebagai permintaan tidak langsung

untuk meminta sampah dibuang keluar, bukan sebagai pernyataan tanpa


34

arti. fakta: untuk memahami maksud komunikatif dari ujaran, pendengar

tidak hanya bergantung pada semantik dan pengetahuan sintaksis, tetapi

juga pada pengetahuan yang relevan dengan konteks kalimat dan

pembicara. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kesulitan Bahasa

pragmatis pada anak-anak dengan ADHD juga dikaitkan dengan defisit

dalam fungsi eksekutif mereka.24 Ini sejalan dengan defisit dalam fungsi

eksekutif yang dianggap mencirikan ADHD, sehingga memberikan

beberapa dukungan untuk teori bahwa fungsi eksekutif berkontribusi pada

kompetensi bahasa pragmatis.26

Gangguan bahasa pragmatis dalam memahami sarkasme juga

sejalan dengan defisit fungsi eksekutif, karena berpotensi mencerminkan

pemantauan dan evaluasi kontekstual yang tidak memadai.26 Demikian

juga, defisit fungsi eksekutif dalam perencanaan, pengorganisasian dan

pemantauan telah diusulkan untuk memperhitungkan kesulitan bahasa

ekspresif tingkat yang lebih tinggi dalam anak-anak dengan ADHD,

seperti kesulitan menyesuaikan ucapan untuk memenuhi kebutuhan

pendengar ketika menceritakan kembali sebuah cerita.

Anak ADHD kurang mampu menyesuaikan komunikasi mereka

sesuai dengan tuntutan tugas: mereka cenderung membuat pernyataan

pernyataan yang tidak relevan dengan tugas, berdebat dan menyela saat

mendengarkan, dan mereka mengalami kesulitan mempertahankan

komunikasi yang tepat dari waktu ke waktu untuk memenuhi tujuan.4

Sebagian besar penelitian konsisten menunjukkan bahwa dibanding


35

anak sebayanya anak-anak dengan ADHD menunjukkan verbalisasi yang

berlebihan ketika diminta untuk mendengarkan dan cenderung

menginterupsi percakapan lawan bicara. Sebaliknya, pernyataan oleh

Zentall (1988) menemukan bahwa anak laki-laki hiperaktif berusia 7-11

tahun menunjukkan biacara yang jauh lebih sedikit daripada anak laki-laki

pembanding ketika diminta untuk bercerita. Zentall menyimpulkan bahwa

anak laki-laki hiperaktif memiliki kekurangan produksi bahasa ketika

mereka diminta untuk mengatur dan merencanakan kata kata mereka untuk

tujuan tertentu.

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa anak-anak dengan

ADHD mengalami kesulitan menghambat verbalisasi yang berlebihan

dalam kondisi tertentu, termasuk ketika mereka diharapkan untuk

mengambil peran mendengarkan. Manifestasinya adalah interupsi yang

sering, komentar spontan yang tidak terkait dengan tugas, dan kesulitan

dengan percakapan bergantian.26

Pada saat yang sama, anak-anak ADHD terkadang mengalami

kesulitan menghasilkan ucapan yang bertujuan dan tepat dalam kondisi

yang diharapkan

Terlepas dari pernyataan sebelumnya bahwa anak-anak dengan

ADHD menunjukkan penggunaan Bahasa pragmatis yang tidak tepat

dalam berbagai konteks, dua penelitian menunjukkan bahwa anak-anak

dengan ciri-ciri ADHD memiliki pengetahuan tentang penggunaan Bahasa

pragmatis yang tepat. Kim dan Kaiser (2000) menemukan bahwa anak-
36

anak berusia 6-8 tahun dengan ADHD menunjukkan pengetahuan

pragmatis yang memadai yang diukur dengan Tes Bahasa Pragmatis yang

diberikan secara individual meskipun menghasilkan perilaku pragmatis

yang tidak tepat selama percakapan tidak terstruktur dengan orang dewasa.

Demikian pula, Bignell dan Cain menemukan bahwa anak-anak berusia 7-

11 tahun dengan perhatian yang buruk dan hiperaktif memiliki

pengetahuan yang memadai tentang makna kiasan dari ekspresi ambigu.27

Pola ini menunjukkan bahwa anak-anak dengan ADHD mungkin

mengalami kesulitan menerapkan pengetahuan pragmatis mereka secara

tepat dalam konteks namun mereka memiliki cukup pengetahuan untuk

itu. Hal ini konsisten dengan temuan bahwa anak laki-laki hiperaktif atau

inatentif beberapa kali mampu menyesuaikan komunikasi mereka dengan

tepat, menunjukkan bahwa mereka memiliki keterampilan komunikasi

yang sama dengan teman sebayanya tetapi tidak konsisten dalam

pelaksanaannya. Seperti dicatat oleh beberapa peneliti, tes terstruktur dari

pengetahuan pragmatis tidak selalu memberikan indikasi kinerja pragmatis

dalam konteks dan pelakasanaannya langsung yang mungkin lebih valid

diukur dengan pengamatan dan kuesioner alami.26

Dapat disimpulkan bahwa anak-anak dengan ADHD memiliki

kesulitan di Bahasa pragmatis terutama di area berikut:26

1. Berbicara berlebihan, termasuk disituasi menuntut untuk

mendengarkan.
37

2. Kesulitan menghasilkan pidato yang koheren, terorganisir dan lancar

untuk tujuan tertentu, terutama saat diminta berbicara secara spontan.

3. Kesulitan menjadi pendengar yang baik termasuk kecenderungan

untuk mendominasi percakapan dan tidak merespon secara memadai

isyarat verbal dari lawan bicara.

4. Pada tingkat pemahaman bahasa yang lebih tinggi, terdapat kesulitan

dalam penyampaian cerita ulang.

Kemungkinan hipotesis yang dapat disimpulkan secara empiris

meliputi:

1. Defisit dalam system inhibisi respons akan dikaitkan dengan berbicara

berlebihan, seperti yang ditunjukkan oleh percakapan dominasi dan

interupsi yang sering.

2. Dalam memori kerja dan perhatian berkelanjutan akan dikaitkan

dengan ucapan yang tidak teratur seperti yang kurangnya kontinuitas

dan hubungan kohesif antara individu dan ucapan

3.3.2 Gangguan Komunikasi Aspek Bahasa struktural Anak ADHD

Gangguan dalam struktur bahasa juga ditemukan terjadi pada anak

ADHD di berbagai level. Defisit dalam komponen struktural komunikasi

seperti penggunaan sintaksis dan fonologi hadir pada anak-anak dengan

ADHD [2]. Keterampilan literasi yang lemah juga dikaitkan dengan

peningkatan kurangnya perhatian dan hiperaktif dalam sampel klinis dan

komunitas. Penjelasan yang mungkin untuk asosiasi ini adalah bahwa


38

perilaku kurangnya perhatian menurunkan kejadian perolehan

keterampilan membaca yang diajarkan di sekolah yang akhirnya

mengurangi kemampuan anak-anak untuk mengikuti instruksi langsung

yang diperlukan untuk belajar membaca. Hal ini mendukung penelitian

yang meyatakan bahwa kurangnya perhatian prasekolah dapat

memprediksi kemampuan membaca independen sebagai indicator

perkembangan literasi lainnya seperti kesadaran fonem dan pengetahuan

huruf. 28,29

Kesulitan memperhatikan memberi pengaruh langsung pada

pengembangan keterampilan bahasa struktural yang penting untuk

pengembangan literasi. Selain gangguan pemprosesan fonologi terdapat

kemungkinan lain yang mengatakan bahwa defisit dalam fungsi eksekutif

seperti memori kerja mendasari rentang perhatian yang pendek dan


21
masalah literasi. Erin dkk. Menyatakan adanya hubungan yang lemah

antara perilaku hiperaktif dan inatentif dengan gangguan Bahasa structural

disbanding dengan gangguan Bahasa pragmatis pada anak ADHD.

Keterampilan pemrosesan fonologi penting untuk pengembangan

literasi dan kesulitan dengan pemrosesan fonologi mempengaruhi

perolehan korespondensi huruf-suara yang penting untuk belajar membaca

anak-anak dengan gangguan Bahasa pragmatis pada ADHD cenderung

memiliki keterampilan pemrosesan fonologis yang utuh kecuali jika

terdapat komorbid gangguan struktur bahasa. Hal ini mengindikasikan

defisit fonologi lebih erat kaitannya dengan masalah bahasa struktural


39

yang lebih luas daripada kesulitan pragmatis.21\

3.3.3 Gangguan Keterlambatan Bahasa dan Bicara pada anak ADHD

Menurut Nelson, dkk,29 perkembangan bahasa merupakan salah satu

indikator perkembangan menyeluruh dari kemampuan kognitif anak yang

berhubungan dengan keberhasilan di sekolah. Keterlambatan

perkembangan pada awal kemampuan berbahasa dapat mempengaruhi

berbagai fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu mempengaruhi

kehidupan personal sosial, juga akan menimbulkan kesulitan belajar,

bahkan kemampuan hambatan dalam bekerja kelak. Identifikasi dan

intervensi secara dini dapat mencegah terjadinya gangguan dan hambatan

tersebut. Tiga tahun pertama kehidupan merupakan periode kritis

kehidupan anak. Plastisitas otak maksimal pada beberapa tahun pertama

kehidupan dan berlanjut dengan kecepatan yang lebih lambat. Pengalaman

sensorik, stimulasi dan pajanan bahasa selama periode ini dapat

menentukan sinaptogenesis, mielinisasi, dan hubungan sinaptik. Prinsip

“gunakanlah atau kehilangan” dan “gunakan serta kembangkanlah”

didasarkan pada prinsip plastisitas otak. Oleh sebab itu bila gangguan

bicara dan bahasa tidak diterapi dengan tepat akan terjadi gangguan

kemampuan membaca, kemampuan verbal, perilaku, penyesuaian

psikososial dan kemampuan akademis yang buruk. (Leung, dkk,1999).

Menurut Kustiowati, anak yang mengalami kelainan bahasa pada pra

sekolah 40% hingga 60 % akan mengalami kesulitan belajar dalam bahasa


40

tulisan dan mata pelajaran akademik.

Gangguan keterlambatan Bahasa dapat menyertai gejala ADHD.

Baik ADHD maupun gangguan keterlambatan bahasa memiliki

konsekuensi negatif bagi kognisi, pendidikan, dan fungsi sosial.2 Anak-

anak dengan ADHD dan gangguan keterlambatan bahasa yang terjadi

bersamaan telah terbukti mengalami fungsi yang lebih buruk di seluruh

domain dibandingkan dengan anak-anak dengan ADHD saja.26 Beitchman,

Tuckett, dan Batth (1987) menemukan bahwa Anak laki-laki berusia 4

tahun dengan ADHD dan keterlambatan bahasa ekspresif memiliki skor

yang lebih rendah pada ukuran IQ, bahasa ekspresif, bahasa reseptif, dan

integrasi visual-motorik. daripada rekan-rekan mereka dengan ADHD

saja.29

Di penelitian sebelumnya memori kerja ditemukan lebih terganggu

pada anak-anak dengan keterlambatan bahasa dibandingkan pada anak-

anak dengan ADHD, anak-anak dengan kedua gangguan lebih terganggu

dalam domain ini daripada mereka dengan ADHD saja.2 Kebanyakan

penelitian menunjukkan bahwa memori kerja verbal dan nonverbal lebih

terganggu pada anak dengan gangguan bahasa daripada ADHD2 Gangguan

kesadaran fonologis dikaitkan dengan gangguan bahasa , bukan dengan

ADHD. Anak-anak dengan ADHD memiliki kemungkinann untuk

mendapatkan skor yang lebih tinggi pada tes kesadaran fonologis daripada

anak-anak ADHD dengan keterlambatan Bahasa.29

Menurut Nina dkk. untuk informasi lebih akurat tentang masalah


41

bahasa pada anak dengan ADHD, kita harus mengandalkan literatur pada

anak usia sekolah. Pada kelompok usia ini, masalah bahasa lebih mudah

didiagnosis daripada pada anak-anak prasekolah26 Keterlambatan Bahasa

dan bicara bukan sebagai penyebab utama orang tua membawa anak

ADHD ke dokter pada usia pre sekolah. Pada masa ini orang tua akan

membawa anak karena keluhan gangguan perhatian dan hiperaktifitas,

terlepas dari ada tidaknya keterlambatan Bahasa dan bicara pada anak. Hal

ini menyebabkan tidak terlihatnya gangguan keterlambatan Bahasa pada

anak ADHD karena dianggap sebagai gangguan atensi belaka.

Keterlambatan bahasa diasumsikan kurang terdiagnosis pada anak-anak

dengan gangguan perhatian.30 Oleh karena itu anak-anak dengan ADHD

dengan keterlambatan bahasa berisiko untuk tidak menerima intervensi

bicara-bahasa yang mereka butuhkan. Selain tidak menerima intervensi

untuk keterlambatan bahasa , anak-anak dengan ADHD dan keterlambatan

bahasa mungkin tidak memiliki keterampilan yang mendasari untuk

mendapatkan manfaat dari perawatan berbasis bahasa untuk ADHD

misalnya, terapi kognitif dan perilaku. Identifikasi awal akan

keterlambatan bahasa pada anak ADHD merupakan hal penting karena

keterlambatan keterampilan bahasa mudah disalahartikan sebagai gejala

ADHD, terutama ketika berfokus pada kategori perilaku selama penilaian

umum contoh pada keterampilan bahasa reseptif yang tertunda misal tidak

memahami instruksi mudah disalahartikan sebagai kurangnya perhatian.8

Ketika anak memasuki usia sekolah orang tua mulai memiliki kesadaran
42

akan gangguan keterlambatan Bahasa dan bicara pada anak setelah anak

terpapar proses belajar sekolah dan mendapatkan hasil yang berbeda

dengan anak anak lainnya. Karena itu penting menilai kemampuan

komunikasi dan identifikasi keterlambatan Bahasa dan bicara pada anak

ADHD sedari awal pemeriksaan. Anak ADHD dengan keterlambatan

Bahasa dan bicara memiliki kemampuan akademis yang lebih rendah

dibanding mereka yang hanya menderita ADHD. Intervensi yang tepat

sejak dini memberi pengaruh yang baik pada perkembangan akademis

anak kedepannya.8,9

3.4 Gangguan Social Primer pada ADHD

Hasil penelitian menunjukkan anak dengan ADHD tidak disukai oleh

teman sebayanya.13 Ini ditunjukkan ketika peneliti meminta anak-anak

untuk secara rahasia menyebutkan nama teman sekelas yang paling mereka

sukai dan yang paling tidak mereka sukai, anak-anak dengan ADHD

mendapatkan sedikit suara "suka" dan banyak suara "tidak suka". Lima

puluh enam persen anak-anak dengan ADHD tidak memiliki persahabatan

timbal balik, yang hampir dua kali jumlah anak-anak biasa tanpa teman

(Hoza et al., 2005). Bahkan ketika anak-anak dengan ADHD memiliki

teman, persahabatan ini cenderung berkualitas lebih rendah dan kurang

stabil dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Sebuah studi

longitudinal (Normand et al., 2013) menemukan bahwa selama periode

enam bulan, satu dari empat anak dengan ADHD kehilangan teman mereka,
43

sementara hanya sekitar satu dari sepuluh anak yang persahabatan mereka

berakhir. Anak-anak dengan ADHD memiliki keterampilan sosial yang jauh

lebih buruk daripada anak-anak lain, menurut penilaian oleh orang tua, guru,

dan pengamat. Studi eksperimental menunjukkan bahwa anak-anak dengan

bentuk ADHD hiperaktif dan gangguan perhatian dapat mengalami

penolakan dalam beberapa jam setelah bertemu dengan teman sebaya yang

tidak dikenal (Hodgens, Cole, & Boldizar, 2000).

Defisit Keterampilan Sosial berupa Aktivitas tanpa henti, tindakan

impulsif, dan agresivitas yang lebih sering pada anak-anak dengan tipe

ADHD hiperaktif atau gabungan adalah sumber gangguan yang jelas bagi

teman sebaya.13 Anak ADHD cenderung memulai perdebatan dan memulai

perkelahian dibanding anak tipikal lain.20

Anak-anak dengan bentuk ADHD berupa gangguan perhatian juga

dapat memiliki masalah sosial. Mereka mungkin tampak menarik diri atau

tidak tertarik pada orang lain. Mereka juga dapat membuat kesalahan sosial

karena kurangnya kesadaran akan perasaan orang lain atau kesulitan

mengelola emosi mereka sendiri.20 Normand dan rekan-rekannya mengamati

perilaku anak-anak berusia 7 hingga 13 tahun dengan ADHD dan

membandingkan anak-anak saat bermain game kompetitif dan kooperatif

dengan teman pilihan mereka. Dibandingkan dengan anak-anak lain, selama

permainan kompetitif, anak-anak dengan ADHD lebih cenderung melanggar

aturan dan bertindak suka memerintah. Selama permainan kooperatif,

mereka membuat lebih banyak peraturan yang mementingkan diri sendiri.20


44

Gangguan komunikasi pada anak ADHD juga memegang peranan

penting pada penyebab gangguan social pada anak ADHD. Gangguan

komunikasi terutama gangguan Bahasa pragmatis membuat anak ADHD

tampak tidak bisa melihat lingkungan dan konteks saat berbicara. Anak

ADHD cenderung mengekspresikan dirinya tanpa regulasi seperti suara

yang meninggi saat emosi, marah dan tantrum tanpa melihat kelayakan

situasi dan lingkungan dan berbicara sesuai pemikiran yang ada tanpa

menyaring kata kata. Anak dan orang dengan ADHD tidak memiliki

kepekaan terhadap konteks saat menangkap pembicaraan. Mereka tidak

mengerti akan sarkasme atau sindiran yang diberikan kepada dirinya.

Gangguan bahasa pragmatis dalam memahami sarkasme sejalan dengan

defisit fungsi eksekutif, karena berpotensi mencerminkan pemantauan dan

evaluasi kontekstual yang tidak memadai. (Bignell dan Cain 2007, McInnes

et al. 2003).4 Perilaku ini membuat stereotip pada anak ADHD tidak

memiliki sopan santun dan adab yang juga berpengaruh pada penilaian

masyarakat tidak hanya terhadap sang anak tapi juga pada orangtuanya.

Pada penellitian yang dilakukan Erika dkk pada anak ADHD dan

PDD dengan IQ >70 s/d normal menggunakan Child Behaviour Checklist

(CBCL) menemukan sebuah pola gangguan social pada anak adhd. Erika

dkk. Juga menggambarkan hubungan gangguan social ADHD dengan PDD

(Pervasive Developmental Disorder), dimana terdapat perilaku yang

berpotongan diantara keduanya. 13


45

Gambar 3.1 Bagan Masalah Sosial pada ADHD

Dikutip dari 13

Berdasarkan analisis dikelompokkan dua faktor yang diciptakan dari

delapan masalah sosial kriteria CBCL, yang kami diberi label Penolakan

Sesama dan Ketidakdewasaan Sosial. Faktor penolakan sesama


46

menggolongkan perilaku dari anak-anak ADHD seperti dirundung, tidak

bisa bergaul dengan orang lain, dan tidak disukai. Faktor Kematangan

Sosial terdiri dari perilaku yang berhubungan dengan maturitas yang tidak

diharapkan dari anak ADHD seperti menempel pada seseorang, lebih

menyukai anak yang lebih kecil, menjadi kikuk, dan bertingkah lebih muda

dari usianya yang mungkin tumpang tindih dengan defisit sosial PDD. Erika

dkk. menemukan bahwa faktor risiko PDD berhubungan dengan

Ketidakmatangan Sosial

dan faktor Penolakan Sesama pada tingkat yang lebih besar. Pada

gambar terlihat selain factor kedewasaan social ADHD dan PDD sama sama

memiliki gangguan pada kesulitan membangun dan mempertahankan

hubungan pertemanan dan perilaku yang tidak layak secara social.

Sementara gangguan memulai percakapan, ketidaktertarikan pada kegiatan,

lemah kontak mata, diberdayakan oleh satu ketertarikan dan rutinitas yang

tidak flexible hanya terdapat pada PDD namun tidak pada ADHD.

3.4.1 Gangguan Sosial Sekunder pada Anak ADHD

Gangguan social secara langsung yang dialami anak dengan ADHD

menimbulkan efek selanjutnya yaitu gangguan psikologis berupa depresi

dan cemas. Gangguan psikologis dianggap sebagai efek tidak langsung

dari berbagai gangguan social yang dialami oleh anak ADHD. Lebih dari

dua pertiga individu dengan ADHD memiliki gangguan psikiatri komorbid

dengan tingkat komorbiditas dilaporkan 15–75 persen dengan gangguan


47

mood, 25 persen dengan kecemasan, dan 30-50 persen dengan gangguan

konduksi.13 Karustis, Kekuatan, Rescorla,

Eiraldi, dan Gallagher (2000) menemukan bahwa kecemasan dan

depresi bersama-sama menyumbang 30 persen dari varians gangguan

sosial pada ADHD.13

3.4.1.1 ADHD dan Depresi

Dari sebuah penelitian mengatakan 40 % dari anak anak ADHD

mengalami depresi. ADHD dapat menciptakan banyak tantangan bagi

anak-anak, dan tantangan tersebut dapat menyebabkan depresi. Masalah

disekolah dan gangguan perilaku dapat menurunkan harga diri mereka.

ADHD juga dapat mempengaruhi anak-anak secara sosial saat teman

sekelas merundungi atau mengucilkan mereka yang dapat membuat

mereka merasa terisolasi atau bahkan putus asa.14

Terdapat pendapat bahwa anak dengan ADHD juga terprogram

untuk depresi karena terdapat beberapa perbedaan dalam kimia otak anak

ADHD yang membuat lebih cenderung merasa tertekan. Salah satu teori

yang banyak dianut adalah akibat kurangnya dopamine pada anak ADHD

yang lebih rendah daripada anak normal.

Tanda-tanda depresi pada anak-anak dengan ADHD dapat terlihat

seperti depresi pada anak tipikal lain. Gejala depresi meliputi:

1. Anak merasa tidak semangat dan tampak lelah tanpa sebab.

2. Kehilangan minat pada aktivitas favorit


48

3. Menarik diri dari pergaulan

4. Perubahan pola tidur dan makan

5. Nilai jatuh

6. Tidak mengerjakan pekerjaan rumah atau pergi ke sekolah

7. Berbicara tentang perasaan putus asa, tidak berdaya, atau ingin bunuh

diri

Depresi juga dapat meningkatkan perilaku yang berhubungan

dengan ADHD. Misalnya, anak-anak dengan ADHD yang mengalami

depresi akan mulai:14

1. Bertindak lebih aktif. Mereka akan sangat mengganggu di kelas hingga

merusak barang-barang atau memukul orang. Terjadi Iritabilitas,

membentak orang atau mempermasalahkan hal kecil.

2. Anak tampak sangat tidak fokus dan sering melamun. Mereka lebih

terganggu oleh suasana hati mereka yang buruk atau oleh apa yang

terjadi di kepala mereka.

3. Menjadi sangat kewalahan dan tidakterorganisir. Anak dengan ADHD

sudah cukup sulit untuk tetap bertahan pada jalurnya. Ketika anak-

anak dengan ADHD mengalami depresi, hidup bisa tampak benar-

benar tidak terkendali dan putus asa.

4. Bicara tentang ingin lepas dari obat-obatan mereka. Beberapa anak

secara keliru menyalahkan suasana hati yang buruk pada pengobatan

ADHD mereka. Mereka bahkan mungkin diam-diam berhenti

meminumnya, mengira mereka akan merasa lebih baik.


49

5. Mengobati diri sendiri. Remaja atau remaja dengan ADHD yang

merasa tertekan dapat mencoba memperbaiki suasana hati mereka

dengan menggunakan obat-obatan atau alkohol.

Depresi dapat salah didiagnosis sebagai ADHD. Terdapat tumpang

tindih antara gejala ADHD dan depresi, tetapi tidak semua anak memiliki

keduanya. Terkadang depresi dapat salah didiagnosis sebagai ADHD, dan

sebaliknya. Berikut adalah sikap yang mirip antara anak dengan gejala

ADHD dan depresi namun memiliki etiologi yangberbeda:14

1. Kehilangan motivasi. Anak-anak dengan ADHD berpikir bahwa

mengerjakan sesuatu tidak akan membuat perbedaan. Jadi mereka

menyerah. Anak-anak depresi yang merasa putus asa tidak melakukan

pekerjaan mereka karena mereka merasa tidak ada gunanya.

2. Mengalami kesulitan mengikuti tugas sekolah. Anak-anak dengan

ADHD tidak belajar di sekolah dan tidak mempelajari materi. Siswa

yang depresi terganggu oleh perasaan negatif atau kurang tidur dan

tidak dapat fokus.

3. Memiliki harga diri yang rendah. Anak-anak dengan ADHD tidak

merasa nyaman dengan diri mereka sendiri karena mereka kesulitan

mengikuti, tidak peduli seberapa keras mereka berusaha. Anak-anak

yang depresi, di sisi lain, mungkin merasa mereka tidak berharga tanpa

alasan yang jelas.

4. Menolak pergi ke sekolah. Anak-anak dengan ADHD takut pergi ke

kelas karena mereka tahu mereka harus melakukan hal-hal yang sulit
50

bagi mereka. Anak-anak yang depresi tidak memiliki kekuatan

emosional untuk menjalani hari.

Anak-anak yang mengalami depresi merasa putus asa dan

kehilangan minat dalam bersosialisasi. Suasana hati yang gelap dapat

berlangsung selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.

Anak-anak yang menderita ADHD tetapi tidak depresi cenderung frustrasi

dan bahkan marah dengan tantangan yang mereka hadapi. Mereka

berusaha untuk bergaul dengan teman sebaya tetapi masih mendambakan

kesempatan untuk bersosialisasi.31

3.4.1.2 ADHD dan Pemikiran Bunuh Diri

Banyak remaja memiliki pikiran untuk bunuh diri namun untuk

aktualisasinya hal ini tidak banyak terjadi. Tetapi keluarga dari anak-anak

depresi dengan ADHD perlu sangat waspada karena anak-anak dengan

ADHD lebih impulsif daripada anak-anak yang tidak memiliki ADHD.

Mereka lebih cenderung bertindak "pada saat ini" ketika mereka merasa

sedih atau putus asa. Mereka tidak dapat mundur dan melihat gambaran

yang lebih besar dari permasalahan yang dihadapi. Sebuah studi 2010

menemukan bahwa remaja yang didiagnosis pada usia muda dengan

ADHD dua kali lebih mungkin untuk melakukan upaya bunuh diri

daripada rekan-rekan yang tidak memiliki ADHD.23,31 Pada penelitian oleh

Chronis-Tucsano yang menyelidiki risiko depresi dan pemikiran dan

perilaku bunuh diri pada anak-anak yang didiagnosis dengan ADHD yang
51

berusia 4-6 tahun dengan peserta kontrol tanpa ADHD menyelidiki risiko

depresi, pemikiran dan perilaku bunuh diri pada anak-anak yang

didiagnosis dengan ADHD saat berusia 4-6 tahun. Anak-anak dengan

diagnosis ADHD pada usia 4-6 tahun memiliki risiko lebih besar untuk

mengalami depresi dan timbulnya pemikiran bunuh diri saat remaja.22

Caye dkk. menindaklanjuti anak-anak dengan ADHD dan kontrol selama

lebih dari 7 tahun. Jumlah usaha bunuh diri yang dilaporkan sendiri secara

signifikan lebih tinggi ditemukan pada anak-anak dengan ADHD

dibandingkan mereka yang tidak.23


BAB IV

PENANGANAN REHABILITASI PADA ANAK ADHD

4.1 Rehabilitasi pada Anak ADHD

4.1.1 Terapi Okupasi

Terapi okupasi terdiri dari terapi relaksasi, terapi perilaku kognitif

(cognitive behavior therapy), terapi sensori integrasi, terapi snoezellen,

dan terapi musik.33

Terapi relaksasi adalah terapi yang menggunakan kekuatan pikiran

dan tubuh untuk mencapai suatu perasaan rileks. Terapi relaksasi bertujuan

untuk dapat mengontrol ansietas, stres, ketakutan dan ketegangan,

memperbaiki konsentrasi, meningkatkan kontrol diri, meningkatkan harga

diri dan kepercayaan diri, serta meningkatkan kreativitas.34

Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku

seseorang dengan mengubah pemikiran dan persepsi terutama pola

berpikirnya. Terapi perilaku berfokus untuk mengurangi respon kebiasaan

(seperti marah, takut, dan sebagainya) dengan cara mengenal situasi atau

stimulus. Terapi ini melatih kemampuan berpikir, menggunakan pendapat

dan membuat keputusan, dengan fokus memperbaiki defisit memori,

konsentrasi dan atensi, persepsi, proses belajar, membuat rencana, serta

pertimbangan. Pada anak-anak, terapi ini memerlukan dukungan penuh

dari orang tua atau anggota keluarga lain. Intervensi pada terapi ini juga

harus menarik seperti menggunakan media gambar kartun, role play,

52
53

menggunakan bahasa menarik sesuai usianya, media latihan yang

menyenangkan dan penuh warna. Bentuk lain dari intervensi ini dapat juga

berupa metode self recording.

Terapi sensori integrasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

proses sensoris dengan cara:

 Mengembangkan modulasi sensoris yang berhubungan dengan atensi

dan kontrol perilaku

 Mengintegrasikan informasi sensoris untuk membentuk skema persepsi

baik sebagai dasar ketrampilan akademis, interaksi sosial dan

kemandirian fungsional.

 Fokus terapi diarahkan untuk memunculkan motivasi intrinsik anak

untuk bermain interaktif dan bermakna.

Terapi sensori integrasi memberikan stimulasi sensori dan interaksi

fisik untuk dapat meningkatkan integrasi sensori dan peningkatan

kemampuan belajar dan perilaku. Terapi ini merupakan terapi modalitas

yang kompleks dan memerlukanpartisipasi aktif pasien dan bersifat

individual melalui aktivitas yang bertujuan melibatkan stimulasi sensorik

untuk perbaikan organisasi dan proses neurologis.

Terapi snoezellen dilakukan untuk memengaruhi sistem saraf

pusat melalui pemberian rangsangan yang cukup pada sistem sensori

primer (penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah, penciuman) dan


35,36
juga pada sistem sensori internal (vestibular dan proprioseptif). Dalam

bahasa Belanda kata snoezellen merupakan gabungan dari 2 kata, yaitu:


54

“snufflen” yang berarti eksplorasi aktif dan “doezelen” yang berarti

relaksasi atau pasif. Tujuan terapi snoezellen pada anak ADHD ialah:

- Anak mampu konsentrasi dan atensi terhadap satu stimulus

- Anak mampu rileks secara psikis sehingga mengurangi perilaku

impulsif

- Anak mampu memberikan reaksi yang tepat terhadap lingkungan

- Anak mampu melakukan kontak dengan orang lain

- Anak punya rasa percaya diri

- Anak mampu mengeksplorasi lingkungan

- Anak mampu rileks secara fisik yang ditandai dengan penurunan

muscle tension

Ruangan snoezellen khusus dirancang untuk memberi stimulasi

pada berbagai sensasi, menggunakan efek lampu/cahaya, warna, musik,

wangi-wangian dan sebagainya. Kombinasi dari bahan berbeda pada

dinding dieksplorasi menggunakan sensasi taktil, dan pada lantai

disesuaikan untuk merangsang sensasi keseimbangan. Idealnya, snoezellen

merupakan terapi yang tidak diarahkan dan dapat bertahap memberikan

pengalaman multi sensorik atau fokus pada 1 sensorik saja, secara

sederhana melalui adaptasi terhadap lampu/cahaya, atmosfer, suara, dan

tekstur kepada kebutuhan spesifik pasien. Lingkungan snoezellen

memberikan stimulasi langsung dan tidak langsung dari modalitas sensorik

dan dapat digunakan secara individu atau berkelompok untuk memberikan

pendekatan sensorik. Peralatannya disesuaikan dengan tiap-tiap anak


55

ADHD:35,36

- Stimulasi visual: serat optik semprot, proyektor dengan gambar.

- Stimulasi pendengaran (suara): kaset relaksasi, getaran suara dari

peralatan musik.

- Olfaktori (bau): aroma terapi dapat mengurangi tingkat kecemasan

- Gustatori (rasa): setiap zat makanan menyediakan rasa yang berbeda

atau tekstur.

- Stimulasi taktil (sentuhan): bantal dan kasur dengan vibrasi, kain

bertekstur.

- Rangsangan proprioseptif dan vestibular (gerakan): kursi goyang,

rocking horses.

Terdapat beberapa macam ruang snoezellen yang ditata dengan

tujuan yang berbeda contohnya:35,36

- Ruang relaksasi: Ruang ini dipenuhi dengan warna yang lembut dan

tidak mencolok, lagu-lagu lembut atau musik relaksasi, pemberian

aroma ruangan dengan aroma yang lembut, .ampu penerangan yang

lembut

- Ruang aktivitas/adventure: Ruangan ini dipenuhi dengan warna-warna

yang mencolok, stimulasi visual yang dinamis, musik yang dinamis,

dan alatalat permainan aktif

- Ruang natural: Ruangan alami seperti kebun bunga/taman, kolam ikan/

akuarium, terdapat pasir, tanah, dan air


56

Terapi musik merupakan terapi efektif dan alat edukasi untuk anak

dengan ADHD sehingga dapat mempengaruhi perubahan keterampilan

yang penting pada gangguan belajar atau perilaku. Terapi musik mencakup

beberapa hal, yaitu:37

- Keterampilan kognitif: Musik dapat menstimulasi dan memfokuskan

atensi dan terutama untuk orang yang tidak respon dengan intervensi

lain. Seluruh intervensi terapeutik akan terstruktur dengan musik,

untuk mempertahankan atensi.

- Keterampilan fisik: Terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa

ritma teratur dapat menstimulasi dan mengorganisasikan respon otot

untuk menimbulkan rasa rileks.

- Keterampilan komunikasi: Efektif untuk menstimulasi dan memotivasi

bicara, serta memberi ruang untuk komunikasi non-verbal.

- Keterampilan sosial: Memberi kesempatan untuk orang dengan

disabilitas perkembangan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan

orang lain.

- Keterampilan emosional: Musik memberi kesempatan untuk

mengekspresikan dan merasakan berbagai emosi. Keinginan untuk

berpartisipasi pada musik dapat membantu untuk mengontrol emosi

yang meledak-ledak, mengubah mood, serta dapat mencapai efek

positif dari harga diri.


57

4.1.2 Terapi Psikologi38,39

Psikoterapi yang diberikan pada penderita ADHD termasuk dalam

pelatihan kepada orang tua untuk memperbaiki lingkungan di sekitar

rumah dan sekolah. Terdapat berbagai pendekatan psikoterapi yang dapat

dilakukan oleh seorang psikolog; penggunaannya tergantung kepada

pasien dan simptomnya yang meliputi support groups, parent training, dan

social skills training.

Memperbaiki lingkungan di sekitar rumah dan sekolah dapat

memperbaiki perilaku anak dengan ADHD, namun kendalanya ialah orang

tua dari anak ADHD memperlihatkan kekurangan yang sama terhadap diri

mereka sendiri, sehingga mereka tidak dapat cukup membantu anaknya

dengan kesulitannya. Intervensi pendidikan yang berbeda untuk orang tua

disebut sebagai parent management training. Teknik ini meliputi operant

conditioning yaitu sebuah aplikasi rewards untuk suatu perilaku yang baik

dan hukuman untuk perilaku yang buruk.

Manajemen di dalam kelas (edukasi kepada guru) dilakukan sama

dengan parent management training yaitu guru diajari tentang ADHD dan

teknik untuk memperbaiki perilaku yang diaplikasikan di ruangan kelas.

Strategi yang digunakan meliputi peningkatan penyusunan aktivitas di

kelas atau daily feedback.


58

4.1.3 Terapi Sosial Medik

Penanganan ADHD dalam peran sosial medik difokuskan pada

bantuan perorangan dan keluarga yang kesulitan dalam penyesuaian diri

dan pelaksanaan fungsifungsi sosial diakibatkan oleh kondisikondisi yang

disfungsi. Terapi ini berkaitan dengan usaha untuk menjangkau dan

memanfaatkan sumber dalam pemecahan masalah social dengan tujuan

pelayanan untuk sosialisasi dan pengembangan, penyembuhan, pemberian

bantuan, rehabilitasi dan perlindungan sosial, serta pemberian informasi

dan nasehat.40

4.1.4 Terapi Perilaku

Strategi spesifik yang dapat dilakukan untuk terapi perilaku ini

ialah:41

 Reward system (anak diberikan ‘hadiah’ bila dapat menyelesaikan

tugas atau berperilaku baik).

 Time out (misal: anak yang memukul adiknya dihukum duduk di pojok

ruangan selama 5 menit).

 Response cost (misal: anak dilarang nonton TV bila tidak

menyelesaikan PR).

 Token economy (anak mendapatkan ‘bintang’ bila menyelesaikan

tugas dan kehilangan ‘bintang’ bila berjalan-jalan di kelas. Jumlah

bintang menentukan reward yang diterima). Penting pula ditekankan

bahwa dukungan orang tua sangat menentukan suksesnya terapi


59

sehingga terapi perilaku ini disertai dengan edukasi dan pelatihan

pasien serta keluarganya.

Modifikasi lingkungan Anak-anak dengan ADHD tidak

beradaptasi dengan baik untuk mengubah dan tidak berfungsi dengan baik

dalam lingkungan yang sangat memberikan banyak stimulasi. Di sekolah,

mereka harus ditempatkan di barisan depan sehingga mereka dapat lebih

memperhatikan guru.

Seringkali, anak dengan ADHD mendapatkan keuntungan lebih

dari metode mengajar satu-satu atau pengajaran dalam kelompok kecil.

Rutinitas kelas harus diprediksi dan hanya satu tugas yang diberikan

kepada anak pada suatu waktu.17,18,25 Rutinitas di rumah juga harus

terstruktur dengan baik dan teratur. Keluarga harus menghindari

keramaian, supermarket, dan pusat perbelanjaan besar yang dapat

memberikan terlalu banyak stimulasi bagi anak. Kelelahan juga harus

dihindari ketika anak menjadi tak terkontrol dan hiperaktivitas meningkat

ketika anak menjadi lelah.16,17 Saran dari psikiater, dokter anak dan

social worker diperlukan dalam kasus-kasus individual karena mungkin

ada kebutuhan untuk penempatan sekolah khusus atau program khusus

untuk modifikasi perilaku. Anak yang cerdas juga dapat ditempatkan

dalam program sekolah normal. Obat jarang diindikasikan kecuali terdapt

indikasi tertentu seperti hiperaktif atau ketidakstabilan suasana hati.


60

4.2 Intervensi Komunikatif Langsung 42,43

Karena banyak individu dengan ADHD juga menunjukkan gangguan

komunikasi, perlu diberikan intervensi langsung untuk masalah bicara atau

bahasa yang teridentifikasi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya,

sebagian besar masalah komunikasi yang ditunjukkan oleh individu dengan

ADHD melibatkan penggunaan bahasa yang pragmatis yaitu, menggunakan

bahasa untuk mencapai tindakan sosial dan untuk membangun dan

memelihara afiliasi sosial yang sesuai dengan konteks sosial dan budaya.

Ada sejumlah cara agar intervensi bahasa pragmatis dapat dicapai. Paul,

misalnya, membahas pendekatan intervensi langsung dan tidak langsung

atau kontekstual yang dapat memenuhi kebutuhan individu dengan

gangguan pragmatis.

Seperti yang dibahas oleh Westby dan Cutler, jika defisit pragmatis

(yang mengakibatkan defisit keterampilan sosial) disebabkan oleh

kurangnya kontrol diri atas strategi atau sumber daya interaktif, maka fokus

langsung pada kurangnya kontrol diri melalui perilaku kognitif. pendekatan

dapat dibenarkan. Pendekatan intervensi ini harus serupa dengan ide-ide

yang dibahas sebelumnya mengenai pendekatan kognitif-perilaku. Sampai

batas tertentu, intervensi ini fokus pada instruksi langsung pada tingkat

kesadaran yang lebih dalam. Artinya, tujuannya adalah meningkatkan

kesadaran sosial dan bekerja pada masalah pengaturan diri yang dapat

mengakibatkan masalah sosial. Fokusnya tidak harus pada pembelajaran

keterampilan sosial atau pragmatis yang sebenarnya. Dengan siswa

menunjukkan ADHD atau dalam kasus cedera otak traumatis yang


61

mengakibatkan masalah sosial, intervensi kognitif-perilaku telah sangat

berhasil.

Instruksi langsung kemampuan pragmatis aktual dan keterampilan

sosial telah dianjurkan dalam rehabilitatif dan literatur pendidikan.

Pendekatan ini biasanya melibatkan identifikasi masalah tertentu, instruksi

langsung dalam aplikasi mereka untuk percakapan, pemantauan, latihan,

peran -bermain, dan evaluasi diri. Pendekatan pembinaan percakapan dari

Holland dan Ylvisaker dan Holland adalah contoh yang lebih berdasarkan

kontekstual dari pendekatan instruksional langsung ini. Ketika bekerja sama

dengan personel psikologis atau instruksional lainnya, pendekatan

instruksional langsung ini telah terbukti berhasil untuk siswa ADHD.

Akhirnya, seperti yang dibahas oleh Craig, Paul, dan lain-lain,

pendekatan instruksional yang kurang langsung dapat lebih berhasil

daripada pendekatan langsung. Dalam pendekatan ini, kemampuan

pragmatis minat yang sebenarnya tidak diajarkan secara langsung; alih-alih,

tugas dan konteks intervensi dirancang untuk memunculkan atau memicu

peluang untuk perilaku yang diinginkan. Penciptaan budaya percakapan

untuk pasien cedera kepala yang dapat mendorong model komunikatif yang

baik dan dapat meningkatkan interaksi yang sukses dan penekanan Kagan

dan Galley pada mitra percakapan sebagai mediator yang menonjol antara

individu yang mengalami gangguan komunikasi dan konteks sosial adalah

dua pendekatan tidak langsung yang lebih menjanjikan untuk gangguan

pragmatis.

Individu dengan ADHD sering akan menampilkan beberapa

komunikasi.
BAB V

KESIMPULAN

Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) merupakan kelainan

neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-anak, yang juga merupakan

suatu keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-anak usia

sekolah, dan merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-anak.

ADHD ditandai oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian, termasuk

peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk mempertahankan perhatian;

kesulitan mempertahankan kontrol impuls; overaktifitas motorik dan kegelisahan

motorik. Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa

area kortek frontal, seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal kortek

itu sendiri, merupakan area utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap

patofisiologi ADHD1

Gangguan komunikasi pada ADHD dapat diekspresikan pada berbagai usia

dengan level intensitas yang berbeda-beda. Hal ini dapat membawa efek negatif

dalam semua kegiatan sehari-hari dan proses pembelajaran yang tergantung pada

perolehan bahasa yang tepat selama perkembangan anak. Gangguan komunikasi

pada ADHD mempengaruhi perkembangan terhadap komunikasi verbal dan non

verbal yang juga berdampak pada kemampuan akademik anak.1

Fungsi kognisi ADHD merupakan gambaran dari fungsi eksekutif. Fungsi

eksekutif mengacu pada kemampuan kognitif atau mental yang dibutuhkan orang

untuk secara aktif meraih tujuan. Kesulitan baik dalam pembelajaran bahasa
63

formal dan penggunaan bahasa dalam konteks yang berbeda umum pada

gangguan perkembangan . Aspek struktural bahasa meliputi:penggunaan fonologi,

semantik, sintaksis dan morfologi. Keterampilan ini penting untuk perkembangan

literasi dan untuk mengekspresikan dan memahami bahasa lisan dalam

komunikasi [20].Aspek pragmatis bahasa melibatkan penggunaan bahasa yang

tepat dalam komunikasi sosial, konteks seperti mempertahankan topik yang

sesuai, tidak berbicara berlebihan, bergiliran dalam percakapan dan menafsirkan

isyarat non-verbal dari orang lain.2

anak ADHD yang mengalami masalah regulasi diri umumnya sulit

mengendalikan perilakunya sesuai dengan aturan dan batasan sehingga anak sulit

untuk berkonsentransi dan terganggu dalam proses penerimaan informasi.

Masalah pada area memori kerja membuat anak sulit mempertahankan input yang

sudah diterimanya di dalam otak yang akan berhubungan dengan kemampuan

anak untuk menghubungkan dan menyimpulkan suatu hal.18 Saat mendengarkan,

mereka mungkin kehilangan jejak percakapan sama sekali atau kehilangan detail,

dan karena itu gagal mencatat informasi penting.19 Hal ini pada anak ADHD yang

lebih besar akan terlihat sebagai masalah kesulitan belajar di sekolah.

Gangguan komunikasi pada anak ADHD juga terjadi pada kemampuan

komunikasi bahasa ekspresif. Bentuk komunikasi yang paling berpengaruh

terhadap terganggunya fungsi eksekutif ini adalah gangguan bahasa pragmatis.


64

ADHD memiliki kesulitan di Bahasa pragmatis terutama di area berikut:26

1. Berbicara berlebihan, termasuk disituasi menuntut untuk mendengarkan.

2. Kesulitan menghasilkan pidato yang koheren, terorganisir dan lancar untuk

tujuan tertentu, terutama saat diminta berbicara secara spontan.

3. Kesulitan menjadi pendengar yang baik termasuk kecenderungan untuk

mendominasi percakapan dan tidak merespon secara memadai isyarat verbal

dari lawan bicara.

4. Pada tingkat pemahaman bahasa yang lebih tinggi, terdapat kesulitan dalam

penyampaian cerita ulang.

Gangguan dalam struktur bahasa juga ditemukan terjadi pada anak ADHD

di berbagai level. Defisit dalam komponen struktural komunikasi seperti

penggunaan sintaksis dan fonologi hadir pada anak-anak dengan ADHD.

Identifikasi awal akan keterlambatan bahasa pada anak ADHD merupakan

hal penting karena keterlambatan keterampilan bahasa mudah disalahartikan

sebagai gejala ADHD, terutama ketika berfokus pada kategori perilaku selama

penilaian umum contoh pada keterampilan bahasa reseptif yang tertunda misal

tidak memahami instruksi mudah disalahartikan sebagai kurangnya perhatian

Gangguan komunikasi pada anak ADHD memegang peranan penting pada

penyebab gangguan social pada anak ADHD. Tidak hanya efek langsung dari

gangguan komunikasi anak ADHD namun juga bisa terjadi efek tidak langsung

pada kehidupan social anak ADHD. Banyak penelitian yang membuktikan eratnya

kaitan ADHD dengan depresi dan bunuh diri.


65

Peran Rehabilitasi pada anak ADHD adalah mengembangkan kemampuan

fungsio-nal dan psikologis seorang individu dan mekanismenya sehingga dapat

mencapai kemandirian dan menjalani hidup secara aktif. Dengan terapi terapi

yang disebutkan diatas. Dokter rehab juga dapat mengidentifikasi dengan baik

gangguan komunikasi pada ADHD dengan atau tanpa komorbid dan memberikan

terapi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai