Anda di halaman 1dari 21

Tujuan Pembelajaran:

1. Peserta didik dapat

menganalisis corak sistem religi

kehidupan masyarakat

praaksara

2. Peserta didik dapat

menganalisis corak sistem

ekonomi kehidupan masyarakat

praaksara

3. Peserta didik dapat

Menganalisis corak sistem

sosial kehidupan masyarakat

praaksara

4. Peserta didik dapat

Menganalisis corak sistem

politik kehidupan masyarakat

praaksara=

Corak Sistem Religi Masyarakat Praaksara

Gambaran kepercayaan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan pada

tingkat sederhana, ditemukan di daerah Indonesia, hal tersebut dapat dilihat dari

ditemukan bukti – bukti tentang kepercayaan manusia kepada kekuatan – kekuatan

alam, khususnya yang menyangkut keberhasilan kegiatan berburu. Hal ini dapat

dilihat dari adanya pembuatan patung dewi kesuburan dan penguburan mayat yang

disertai alat – alat batu.


Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut sistem

kepercayaannya sudah lebih berkembang

dari zaman sebelumnya. Hal ini di buktikan

penduduk sudah menguburkan mayat di Gua

Lawa dengan upacara – upacara tertentu.

Secara spiritual sikap hidup manusia

Gambar Ilustrasi Pembuatan Hiasan


tergambarkan dalam lukisan-lukisan pada
Dinding di Gua-Gua
dinding gua yang didalamnya terkandung

nilai estetika dan magis. Cap-cap tangan dengan latar belakang merah dimungkinkan

mengandung arti kekuatan atau lambang kekuatan pelindung untuk mencegah roh

jahat dan cap-cap tangan yang jarinya tidak lengkap dianggap sebagai tanda

berkabung. Cap tanda tangan ini disebut dengan seni cadas. Selain itu beberapa

lukisan dalam perkembangannya menggambarkan makna

yang lebih jelas diantaranya lukisan kadal seperti yang

terdapat di pulau Seram dan Papua Barat yang

mengandung makna kekuatan magis yang dianggap

sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau kepala

suku. Gambar perahu juga dimaksudkan sebagai perahu Gambar Hiasan Seni Cadas Pada
dinding Gua
dari arwah nenek moyang dalam perjalanan ke alam Sumber: wacana.com.

baka (Poesponegoro, 2010:186).

Sistem kepercayaan pada masa bercocok tanam

ini merupakan kelanjutan dari kepercayaan pada masa

sebelumnya. Salah satu segi yang menonjol dalam Gambar Corak Hewan didinding Gua
Sumber: https://encrypted-
tbn1.gstatic.com/images?
kepercayaan adalah sikap terhadap alam kehidupan q=tbn:ANd9GcRwbOG25ic6Zap3k8_
Mvc3qW6kAr-moCzwKb8H5vp6-
sesudah mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak 5qqLwsrJ

lenyap pada saat seseorang meninggal, sangat


mengaruhi kehidupan manusia. Roh di anggap mempunyai kehidupan di dalamnya

tersendiri sesudah orang meninggal. Orang yang meninggal pada saat dikuburkan

dibekali dengan bermacam-macam keperluan sehari – hari, seperti periuk dan

perhiasan. Upacara yang paling mencolok adalah upacara pada waktu penguburan,

terutama bagi seorang yang paling dihormati (kepala suku ataun kepala adat) pada

masa tersebut dibangun istimewa dibandingkan masyarakat biasa, hal ini terlihat

dari bentuknya yang terdiri atas batu – batu besar (tradisi Megalithikum) seperti

dolmen, menhir, sarkofagus, kubur peti batu, waruga, punden berundak – undak dan

arca. Berikut akan dipaparkan bentuk – bentuk batu – batu besar tersebut :
BENTUK BATU BESAR DESKRIPSI

Dolmen

bentuknya seperti meja batu berkaki menhir

atau tiang, fungsinya untuk tempat saji dan

pemujaan kepada nenek moyang.

Menhir

Menhir merupakan sebuah batu tegak atau

tiang, yang letaknya sengaja disuatu tempat

tertentu untuk memperingati orang yang telah

mati. Menhir dianggap sebagai medium

penghormatan, menampung kedatangan roh, dan

sekaligus menjadi lambang orang-orang yang

diperingati.
BENTUK BATU BESAR DESKRIPSI

Sarkofagus

bentuknya seperti palung atau lesung, tetapi

mempunyai tutup.

Kubur Peti Batu

Sebetulnya tak berbeda dengan peti mayat dari

batu. Keempat kursinya berdindingkan papan-

papan batu, begitu pula alas dan bidang atasnya

dari papan batu. Bedanya dari keranda ialah

bahwa keranda itu adalah satu buah batu besar

yang dicekungkan bagian atasnya seperti lesung

dan dibuatkan tutup batu tersendiri, sedangkan

kubur batu merupakan peti yang papan-papannya

lepas satu dari lainnya. Seperti halnya saranan

penguburan yang lain, dalam peti batu juga

banyak ditemukan bekal kubur.

Waruga

Waruga adalah kuburan batu yang

berbentuk kubus atau bulat, terbuat

dari batu yang utuh. Waruga ini banyak

ditemukan di Sulawesi Utara dan Tengah


BENTUK BATU BESAR DESKRIPSI

Punden Berundak-undak

Yaitu bangunan pemujaan yang tersusun

bertingkat-tingkat kebanyakan

ditemukan di wilayah Bali.

Arca-arca

Diantaranya ada yang melambangkan

nenek moyang dan menjadi pujaan.

bangunan yang berupa tugu batu yang

didirikan untuk upacara menghormati roh

nenek moyang, sehingga bentuk menhir

ada yang berdiri tunggal dan ada yang

berkelompok serta ada pula yang dibuat

bersama bangunan lain yaitu seperti

punden berundak-undak.

Kepercayaan pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari masa

sebelumnya, yaitu masa bercocok tanam. Kepercayaan dapat berkembang sesuai

dengan pola pikir manusia yang merasa dirinya memiliki keterbatasan dan merasa

ada kekuatan yang lebih diluar dirinya. Maka adanya anggapan dan perasaan

semacam ini memunculkan sebuah kepercayaan animisme dan dinamisme. Meskipun

pada masa sebelumnya sudah ada dan masyarakat sudah mengenal kepercayaan

animisme dan dinamisme akan tetapi pada masa perundagian kepercayaan tersebut
lebih berkembang pesat dengan upacara – upacara atau ritual yang dilakukan. Hal ini

dibuktikan dengan adanya temuan bukti – bukti alat atau benda yang digunakan.

Kepercayaan Anismisme

Manusia memiliki sebuah anggapan bahwa suatu benda memiliki kekuatan

supranatural dalam bentuk roh. Roh ini bisa dipanggil sewaktu – waktu yang

seseorang butuhkan. Masyarakat meyakini bahwa orang yang telah meninggal

dianggap berada dalam suatu tempat yang

maha tinggi, dalam menentukan dan mengontrol

dirinya sendiri. Roh orang yang meninggal

dianggap dan dipercayai sebagai makhluk

yang kuat yang menentukan, segala kehendak

serta kemauan yang harus dilayani. Kemudian

pemujaan semacam ini berkembang, diadakan

dengan cara mengadakan sebuah upacara –

upacara atau ritual dengan menyiapkan sesajen

yang biasanya terdiri dari bunga dan benda –

benda ritual yang dibutuhkan. Setelah


Gambar salah satu bentuk upacara

pemanggilan Roh dilakukan ritual masayarakat pada masa


http://juragancipir.com/wp-
tersebut percaya akan datang kekuatan besar
content/uploads/2012/11/Animisme.png

diluar kekuatan mereka. Kepercayaan terhadap

macam-macam roh dan makluk halus yang menempati suatu tempat memunculkan

kegiatan menghormati atau memuja roh tersebut.


Kepercayaan Dinamisme

Roh atau makhluk halus yang diyakini berasal dari jiwa manusia yang telah

meninggal terlebih dahulu, kemudian mendiami berbagai tempat, misalnya hutan,

pohon, lautan, gua-gua, sumur, sumber mata air, persimpangan jalan, pohon besar,

batu – batu besar, dan lain –lain. Dari tempat – tempat tersebut diyakini ada suatu

kekuatan gaib yang dapat menambah kekuatan seseorang yang masih hidup.

Kekuatan yang timbul dari alam semesta inilah yang memunculkan kepercayaan

dinanisme.

Gambar Bentuk Kepercayaan Dinamisme


Sumber:http://3.bp.blogspot.com/-tUFNbq8lvwc/Vq6ygjS6l9I/AAAAAAAAEkg/-qDS6bk9D
s/s1600/perbedaan%2Banimisme%2Bdan%2Bdinamisme.jpg

Hal yang paling menonjol pada pada masa undagi ini arwah nenek moyang

diperlakukan istemewa melalui upacara-upacara. Upacara yang dilakukan disesuaikan

pada kedudukan pada masa hidupnya. Yang memiliki kedudukan diadakan upacara

dengan bekal kubur yang lengkap. Pada masa perundagian penguburan mayat dibagi

menjadi 2 yaitu primer dan sekunder berikut gambar dan penjelasanya

(Poesponegoro, 2010:412):
Gambar Penguburan Suku Toraja Primer yang dilakukan dengan Upacara
Sumber : http://assets.kompas.com/data/photo/2015/03/31/1708005toraja-1780x390.jpg

Penguburan Lansung (Primer) penguburan


mayat langsung dikuburkan atau diletakkan dalam
suatu peti atau gerabah dengan disertakan
uapacara – upacara penguburan. Penguburan
dilakukan di sekitar tempat kediaman dan posisi
mayat diletakkan mengarah ke tempat yang
dipandang sebagai asal-usul suatu kelompok
penduduk atau ke tempat yang dianggap sebagai
tempat arwah nenek moyang atau leluhur
bersemayam (gunung atau bukit) Sebagai bekal
perjalanan kubur dibekali dengan periuk, benda-
benda perunggu dan besi, manik – manik,
perhiasan dan barang kesukaannya

Penguburan Sekunder dilakukan dengan


mengubur mayat terlebih dahulu dalam tanah
atau peti, hal ini dianggap sebagai kuburan
sementara karena upacara terpenting dan
terakhir belum dapat dilaksanakan. Setelah
semua persiapan untuk upacara disediakan, mayat
yang sudah jadi rangka tersebut diambil lagi dan
dikuburkan ke tempat yang disediakan.
Penguburan yang kedua ini dapat dilakukan
ditanah kembali atau gua
Corak Sistem Sosial Masyarakat Praaksara

Manusia Plestosen di Indonesia dari sejak Pithecantrhopus sampai dengan

Homo Sapiens dari wajak sangat menggantungkan diri pada alam. Daerah-daerah

yang ditempati oleh manusia tersebut harus memberikan cukup persedian untuk

memungkinkan kelangsungan hidup.

Oleh karena itu tempat-tempat

yang dimaksud adalah yang cukup

makanan dan persedian air. Pada

umumnya manusia purba bergerak

tidak terlalu jauh dari sungai,

danau, atau sumber – sumber air.

Hal ini dikarenakan binatang

buruan selalu berkumpul di dekat sumber air. Selain itu juga tanah yang dekat

dengan sumber mata air subut dan ditumbuhi tanaman seperti buah –buahan dan

umbi.

Kehidupan sosial Manusia purba antara lain hidup berkelompok-kelompok dan

membekali diri untuk dapat menghadapi lingkungan sekitarnya. Manusia pada masa

berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana melakukan perburuan

dengan alat-alat yang masih sederhana. Hewan buruan manusia purba, antara lain:

kerbau, banteng, kuda nil, badak,. dan rusa, sedangkan makanan dari alam yang

mereka kumpulkan berupa buah-buahan dan umbi-umbian, dan menangkap ikan di

sungai(Poesponeogoro 2010:134-135).Bahasa sebagai alat komunikasi manusia sudah

mulai terbentuk pada tingkat hidup berburu. Pada tingkat Homo sapien telah
tercipta bahasa yang menjadi alat komunikasi utama dalam kehidupan sosial

masyarakat (Poesponegoro, 2010:139).

Kehidupan sosial pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat

lanjut masih dipengaruhi oleh cara hidup pada masa sebelumnya. Untuk kebutuhan

tempat tinggal, manusia memilih gua-gua alam atau gua-gua payung atau ceruk

walaupun secara tidak menetap. Gua yang dipilih tidak jauh dari sumber air atau

dekat dengan sungai yang mengandung sumber-sumber makanan seperti ikan, kerang

dan siput. Manusia pada masa berburu tingkat lanjut menamam menanam umbi-

umbian dengan menggunakan pisau-pisau batu yang tajam. Manusia juga sudah

menanam jenis padi liar yang di dapatkan di hutan. Setelah musim panen selesai

manusia meninggalkan lahan yang lama dan mencari lahan yang baru. Proses

memasaknya yakni Umbi-umbian dikorak, dibersihkan dan dilepaskan kulitnya dengan

memakai pisau dari tanduk dan sudip tulang serta penggaruk dari kulit kerang. Bukti

adanya Konsumsi siput dan ikan terbukti dengan ditemukan bukit-bukit kerang di

Sumatra dan dalam beberapa gua di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan

(Poesponengoro, 2010:180).

Gambar Ilustrasi Kehidupan Sosial Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut
Sumber:http://1.bp.blogspot.com/-BeaPhV64-mQ/UnjTB5T6LEI/AAAAAAAAAw0/W7AEhDbaq-
U/s1600/paleo3.jpg
Gambar Ilustrasi Kehidupan Sosial dalam aktivitas sehari - hari
Sumber: http://kakakpintar.com/wp-content/uploads/2015/11/Screenshot_211.jpg

Dari bukti-bukti yang ada tampak jelas

bahwa cara hidup berburu dan mengumpulkan 


makanan beragsur ditinggalkan. Masyarakat

mulai menunjukkan tanda-tanda menetap disuatu

tempat serta mengembangkan penghidupan baru

berupa kegiatan bercocok tanam dan penjinakan

hewan tertentu. Wilayah yang dijadikan tempat


Ga
mbar Ilustrasi Pembagian kerja Masa
tinggal berupa wilayah yang terbuka dan dekat Bercocok Tanam
Sumber : http://kakakpintar.com/wp-
dengan sumber air dan adakalanya mendiami content/uploads/2015/11/Screenshot_114.j
pg
tempat tinggi dan bukit-bukit kecil yang

dikelilingi sungai dan jurang. Tujuannya ialah



untuk melindungi diri dari serangan musuh dan

gangguan binatang-binatang buas. Pada masa bercocok tanam juga mengenal sistem

gotong royong.
Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan juga telah nampak. Wanita

dapat melakukan aktivitas seperti menangkap ikan di dekat tempat tinggal,

membuat gerabah, sedangkan laki-laki pergi ke hutan untuk membuat lumbung-

lumbung sebagai tanaman benih. Pada masa ini sudah dikenal rumpun bahasa Melayu-

polenisia atau yang lebih dikenal rumpun Austronesia. Pola hidup menetap telah

membuat hubungan sosial masyarakat terjalin dan terorganisir dengan baik.

Masyarakat juga sudah mengenal pemimpin atau kepala suku yang dipercayai untuk

memimpin sebuah kelompok.

Pada masa perundagian manusia di Indonesia di desa-desa di daerah

pegunungan, dataran rendah, dan tepi pantai dalam tata kehidupan yang semakin

teratur serta terpimpin. Masyarakat tersusun menjadi kelompok majemuk, seperti

kelompok petani, pedagang, nelayan dan

perajin. Bukti dari adanya tempat tinggal

yang berkembang pada masa itu

tersebar di Sumatra, Jawa, Sulawesi,

Bali, sumba, dan beberapa pulau lain di

NTT dan Maluku. Rumah pada masa

perundagian merupakan rumah besar


Gambar Ilustrasi Kehidupan Sosial Pada Masa
bertiang dengan atap melengkung, Perundagian di daratan
Sumber:http://1.bp.blogspot.com/KkiJysjiqN4/Vy
kolongnya digunakan untuk tempat mQk1ZymkI/AAAAAAAAAeI/BfsCbj4sVdkSXXcg
AFY1k53LtdLEk_FEQCK4B/s1600/Grape
berternak. Rumah bertiang umumnya %2BHarvest1.jpg

didiami oleh beberapa keluarga. Pada

masa perundagian mengalami peningkatan

jumlah penduduk dari masa sebelumnya.


Gambar Ilustrasi Rumah dan aktivitas masyarakat pada masa perundagian
Sumber : http://budisma.net/wp-content/uploads/2015/02/undagi.jpg

Dalam tata kehidupan yang telah teratur, berburu binatang liar seperti

harimau dan kijang masih tetap dilakukan. Selain menambah mata pencaharian hal ini

dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat keberanian dan kegagahan dalam lingkungan

masyarakat. Perburuan dilakukan dengan menggunakan tombak, panah, dan jerat

yang dibuat dari bambu atau rotan yang ujungnya dilingkarkan. Tersusunnya

masyarakat yang teratur dengan membentuk golongan-golongan. (Poesponegoro,

2010:409).

Corak Sistem Ekonomi Masyarakat Praaksara

Kemampuan manusia pada masa ini masih bergantung pada alam, secara tidak

langsung pemikiran manusia pendukungnya masih sangat terbatas. Pembuatan alat

yang sederhana hanya sekedar memenuhi tujuan penggunaan saja. Adapun tujuannya
yaitu untuk mencari dan mengolah bahan makanan yang berupa daging binatang dan

umbi-umbian. Dalam kehidupannya yang dipikirkan hanya bagaimana cara memenuhi

kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Kelompok berburu tersusun dari

keluarga kecil yang laki-laki melakukan perburuan dan yang perempuan

mengumpulkan makanan serta mengurus anak. Setelah api ditemukan, maka peramu

menemukan cara-cara memanasi makanan dan berkewajiban menjaga api

(Poesponegoro, 2010: 135).

Gambar Ilusrasi Kehidupan Ekonomi Manusia Purba


Sumber:azanulahyan.blog.spot.com

Kehidupan ekonomi manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan

makanan tingkat lanjut, hampir sama dengan sistem ekonomi pada masa sebelumnya.

Lingkungan pegunungan atau perbukitan memberikan sumber daya alam yang

berbeda dengan lingkungan pesisir. Pegunungan didalamnya terdapat hutan lebat

lebih menyediakan binatang – binatang arboreal (hidup di atas pohon), sementara

dataran dengan padang rumput dan semak belukarnya cenderung menyediakan

binatang pemakan rumput (herbivora). Sedangkan untuk daerah pesisir cenderung

menyediakan biota air (ikan, moluska, dan lain – lain) yang hidup di laut dan di muara

– muara sungai. Perbedaan lingkungan dengan sumber daya yang ditawarkan

mempengaruhi sistem mata pecaharian. Jika manusia purba berada di pegunungan


mereka akan cenderung melakukan perburuan atau berburu binatang. Keberadaan

binatang dalam lingkungan menjadi sumber bahan makanan yang diperoleh melalui

perburuan. Sistem berburu manusia purba dibantu dengan peralatan dari batu, kayu,

bambu, dan lain – lain.

Gambar Manusia Purba dalam memenuhi Kebutuhannya


Sumber: https://donipengalaman9.files.wordpress.com/2014/04/lake_turkana_homo_habilis.jpg

Gambar Ilustrasi Manusia Purba dalam berburu Rusa

Sumber:https://i0.wp.com/www.tandapagar.com/sign/wp-content/uploads/2015/12/00231.jpg?resize=800%2C536
Gambar Ilustrasi Manusia Purba dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara berburu binatang

Sumber : http://persianpet.org/forum/images/imported/2011/12/2201.jpg

Gambar Ilustrasi Manusia Purba dalam aktivitas di tepi Sungai

Sumber:http://4.bp.blogspot.com/-B_HWa-7QPuU/UzFqWQi9FaI/AAAAAAAABU8/WHaFoHz8ru0/s1600/neanderthal-

dapat-bertahan-pada-iklim-hangat.jpg
Gambar Ilustrasi Manusia Purba Pada Masa Berburu danb Mengumpulkan Makanan di Laut

Sumber:http://www.scottishheritagehub.com/sites/default/files/u12/resource_gathering_orkney_HS.jpg

Gambar Ilustrasi Aktivitas Mata Pecaharian Manusia Purba baik di Laut maupun Daratan

Sumber http://doveslightcoven.0catch.com/March/stoneage.jpg
Selain mata pecarian berburu, manusia purba juga mempunyai sistem mata

pecaharian menangkap ikan atau pecarian kerang – kerangan dalam lingkungan air

tawar dan lingkungan pesisir (pantai). Manusia purba pada masa berburu dan

mengumpulkan makanan tingkat lanjut juga diperkirakan telah mengumpulkan bahan

makanan di lingkungan sekitar seperti umbi – umbian, biji – bijian, ataupun buah –

buahan. Berbagai jenis alat dapat digunakan dalam kegiatan ini, antara lain kayu

untuk menggali umbi – umbian dan mengambil buah – buahan sedangkan alat bantu

digunakan untuk memecahkan buah – buahan berkulit keras seperti kelapa

(Simanjuntak, 2012:124-125).

Pada masa bercocok tanam memiliki ciri khas yang sesuai dengan penemuan-

penemuan barunya. Sebagai masyarakat petani, penduduk sudah dapat memproduksi

makanan sehari-hari. Selain itu juga

diperkirakan telah muncul bentuk

perdagangan yang bersifat barter.

Barang – barang yang dipertukarkan

diangkut dalam jarak jauh, melalui

sungai, laut, dan darat. Perahu dan Gambar Ilustrasi Kehidupan Bercocok Tanam manusia purba
Sumber : https://i.ytimg.com/vi/MtDSedk5r78/hqdefault.jpg
rakit – rakit bambu memegang peran

yang amat penting sebagai sarana

transportasi sistem perdagangan.

Barang yang dipertukarkan pada waktu itu merupakan hasil dari cocok tanam, hasil

kerajinan tangan (gerabah, beliung dan perhiasan). Selain itu juga untuk penduduk

yang berada di dekat pantai menghasilkan ikan dan garam sebagai bahan barternya

kepada masayarakat pendalaman.


Gambar Ilustrasi Manusia Purba mengenal Sistem Barter
Sumber:http://3.bp.blogspot.com/O_CaXfnrQm0/UkA4ppRSlfI/AAAAAAAABq4/GGb32_njxuo/s1600/berc.jpg

Kehidupan ekonomi pada masa perundagian sudah melakukan kegiatan

perdagangan antar pulau Indonesia dan dengan kawasan Asia Tenggara. Masyarakat

pada masa perundagian menggunakan perahu candik didalam membina hubungan

perdagangan baik itu dalam maupun luar pulau Indonesia. Perdagangan dilakukan

dengan cara tukar menukar barang – barang yang diperlukan oleh tiap pihak. Benda –

benda yang dijadikan sistem barter merupakan benda – benda yang memiliki arti

magis dan bersifat khas, misalnya nekara, perunggu dan benda – benda perhiasan

seperti manik – manik.

Perdagangan dengan luar kepulauan Indonesia berkembang pesat dan barang –

barang yang diperdagangkan yaitu rempah – rempah, jenis – jenis kayu dan hasil

bumi lainnya. Hal ini dukung dengan penemuan di sepanjang jalur perdagangan antara

Sumatra selatan menuju ke timur pantai Irian ditemukannya barang – barang

perunggu (terutama kapak perunggu dan nekara tipe Heger I).


Gambar Perahu bercandik yang digunakan dalam sistem perdagangan
Sumber:http://1.bp.blogspot.com/hizSK2XIIfk/Vg_XRctynFI/AAAAAAAAAP4/NGvXgOyzGp0/s1600/3.jpg

Corak Sistem Politik Masyarakat Praaksara

Masyarakat pada masa berburu dan

meramu hidup dalam kelompok-kelompok kecil,

sekitar 10-15 orang. Hampir mirip seperti satu

regu pramuka yang terdiri dari 8-12 orang.

Setiap kelompok masyarakat memiliki ketua

kelompok yang sangat dihormati oleh anggota

kelompoknya. ketua kelompok biasanya

merupakan orang yang paling kuat di antara

kelompok tersebut. Hubungan antar anggota

kelompok terjalin erat. Masyarakat zaman

berburu dan meramu dalam memperoleh

makanan mengandalkan kerjasama kelompok. Misalkan, ketika akan memburu rusa purba,

tiga atau empat laki-laki akan bekerja sama guna melumpuhkan rusa tersebut. Mereka tahu
jika berhadapan satu lawan satu dengan binatang buruan akan kesulitan, sehingga

penggunaan taktik kerjasama dirasa lebih efektif.


Pemilihan ketua kelompok tersebut berlangsung hingga masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Pada
masa bercocok tanam dan masa perundagian
kehidupan masyarakat pra akasara semakin
berkembang. Demikian pula dengan sistem
politiknya. Pada masa ini sudah dikenal sistem
pemerintahan kesukuan dengan pemimpinnya
kepala suku. Kepala suku merupakan seorang
yang sangat dihormati. Kriteria pemilihannya
biasa berdasarkan kekuatan yang dimiliki dan
kebijakasanaanya.

Anda mungkin juga menyukai