Anda di halaman 1dari 3

1.

Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE. Tujuan dari terapi adalah
mengurangi gejala dan melindungi organ dengan mengurangi peradangan dan atau tingkat
aktifitas autoimun di tubuh. Banyak pasien dengan gejala yang ringan tidak
membutuhkan pengobatan atau hanya obat-obatan anti inflamasi yang intermitten. Pasien
dengan sakit yang lebih serius yang meliputi kerusakan organ dalam membutuhkan
kortikosteroid dosis tinggi yang dikombinasikan dengan obat-obatan lain yang menekan
sistem imunitas. 6 Pasien dengan SLE lebih membutuhkan istirahat selama penyakitnya
aktif. Penelitian melaporkan bahwa kualitas tidur yang buruk adalah faktor yang
signifikan dalam menyebabkan kelelahan pada pasien dengan SLE. Hal ini memperkuat
pentingnya bagi pasien dan dokter untuk meningkatkan kualitas tidur. Selama periode ini,
latihan tetap penting untuk menjaga tekanan otot dan luas gerakan dari persendian

a. Terapi Farmakologi.
Penyakit yang ringan atau remitten bisa dibiarkan tanpa pengobatan. Bila diperlukan,
NSAID dan anti malaria bisa digunakan. NSAID membantu mengurangi peradangan dan
nyeri pada otot, sendi, dan jaringan lainnya. Contoh NSAID adalah aspirin, ibuprofen,
naproxen, dan sulindac. Pada beberapa keadaan tidak disarankan pemberian agen selektif
COX-2 karena dapat meningkatkan resiko kardiovaskular. Karena respon individual tiap
pasien bervariasi, penting untuk mencoba NSAID yang berbeda untuk menemukan yang
paling efektif dengan efek samping paling kecil. Efek samping yang paling sering adalah
tidak enak perut, nyeri abdomen, ulkus, dan bisa perdarahan ulkus. NSAID biasanya
diberikan bersamaan dengan makanan untuk mengurangi efek samping. Kadang- kadang,
obat yang mencegah ulser bisa diberikan bersamaan, seperti misoprostol Kortikosteroid
lebih baik dari NSAID dalam mengatasi peradangan dan mengembalikan fungsi ketika
penyakitnya aktif. Kortikosteroid lebih berguna terutama bila organ dalam juga terkena.

Kortikosteroid bisa diberikan peroral, injeksi langsung ke persendian atau jaringan


lainnya, atau diberikan intra vena. Sayangnya, kortokosteroid memiliki efek samping
yang serius bila diberikan dalam dosis tinggi selama periode yang lama, dan harus
dimonitor aktifitas dari penyakitnya untuk menurunkan dosisnya bila memungkinkan.
Efek samping dari kortikosteroid adalah penipisan tulang dan kulit, infeksi, diabetes,
wajah membengkak, katarak, dan kematian (nekrosis) dari persendian yang besar.
Hydroxychloroquine adalah obat anti malaria yang ditemukan efektif untuk pasien
SLE dengan kelemahan, penyakit kulit dan sendi. Efek samping termasuk diare, tidak
enak perut, dan perubahan pigmen mata. Perubahan pigmen mata jarang, tetapi
diperlukan, monitor oleh ahli mata selama pemberian obat ini. Ditemukan bahwa obat ini
mengurangi frekwensi bekuan darah yang abnormal pada pasien dengan SLE. Jadi, obat
ini tidak hanya mengurangi kemungkinan serangan dari SLE, tetapi juga berguna untuk
mencegah pembekuan darah abnormal yang luas.

b. Terapi Non Farmakologi.


Menghindari sinar matahari atau menutupinya dengan pakaian yang melindungi dari
sinar matahari bisa efektif mencegah masalah yang disebabkan fotosensitif. Penurunan
berat badan juga disarankan pada pasien yang obesitas dan kelebihan berat badan untuk
mengurangi beberapa efek dari penyakit ini, khususnya ketika ada masalah dengan
persendian. Pada pasien ini diberikan terapi dengan kortikosteroid sesuai teori.
Kortikosteroid yang diguna dalam kasus ini adalah methylprednisolone. Selain itu pasien
juga dinasehatkan agar melindungi dirinya daripada cahaya matahari.
Kertia, N. (2007). The lupus book: Panduan lengkap bagi penderita lupus dan keluarganya.
Yogyakarta: B-First

Anda mungkin juga menyukai