Pada awalnya bangsa Portugis mendirikan koalisi dan perjanjian damai pada tahun
1512 dengan Kerajaan Sunda di Parahyangan, namun perjanjian koalisi tersebut
gagal akibat sikap permusuhan yang ditunjukkan oleh sejumlah pemerintahan Islam
di Jawa, seperti Demak dan Banten.
Logo VOC
Pada 1905 muncul gerakan nasionalis yang pertama, yaitu Serikat Dagang Islam
yang kemudian diikuti oleh munculnya gerakan Budi Utomo. Belanda merespon
gerakan tersebut dengan memenjarakan banyak dari mereka dengan alasan
kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pernah
dipenjarakan.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Hindia Belanda mengumumkan keadaan
siaga dan pada bulan Juli Belanda mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Britania
dan Amerika Serikat. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk
mengamankan persediaan bahan bakar pesawat tempur jepang gagal di Juni 1941,
kemudian pada bulan Desember 1941 Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara.
Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan ramah oleh bangsa
Indonesia. Namun dalam kenyataannya, Jepang tidak jauh berbeda dengan
Belanda.
Pada Juli 1942, Soekarno mendapat tawaran dari Jepang untuk mengadakan
kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang dapat memberikan jawaban
terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, para Kyai dan Mohammad Hatta
memperoleh penghormatan dari Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi,
pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat lah beragam, tergantung
di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di
daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan,
penahanan sembarang, terlibat perbudakan seks, hukuman mati, dan kejahatan
perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target
sasaran kekejaman dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). kemudian pada 28 April 1945, Jenderal Kumakichi
Harada, Komandan Pasukan Jepang Jawa melantik anggota BPUPKI di Gedung
Cuo Sangi In, di Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Kemlu). saat itu Ketua
BPUPKI yang ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat dengan wakilnya
Icibangase (Jepang) serta Sekretaris R.P. Soeroso. Jml anggota BPUPKI kala itu
ialah 63 orang yang mewakili hampir semua wilayah di Indonesia.