Anda di halaman 1dari 42

1

A. DASAR TEORI
1. Gastroenteritis akut
A. Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada
bagian mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan
muntah. Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari
biasanya atau lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih
lembek atau cair (kandungan air dalam feses lebih banyak dari biasanya
yaitu lebih dari 200 gram atau 200 ml/24jam).1
B. Etiologi
Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari
World Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa
menyebabkan terjadinya gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-
infeksi. Lebih dari 90 % diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan
sekitar 10 % karena sebab lain yaitu2 :
1) Faktor infeksi
a) Virus
 Rotavirus
Rotavirus terdapat lima spesies, yaitu A,B,C,D, dan E.
Rotavirus A dilaporkan 90% gastroenteritis rotavirus pada manusia.
Virus ditransmisikan fekal oral dan dapat bertahan pada feses
sampai 3 minggu pada infeksi berat. mekanisme patogenesis dan
imunitas rotavirus belum sepenuhnya dipahami. Virus menempel
pada reseptor host melalui VP4 dan dilakukan endositosis ke dalam
vesikel di sel inang, antibodi netral secara langsung bereaksi dengan
VP4 dan/ VP7 dapat mencegah penetrasi dan pengikatan virus,
mempengaruhi eksklusi virus. Apabila mekanisme ini gagal maka
terjadi replikasi rotavirus di dalam enterosit menyebabkan
perubahan metabolisme membran protein enterosit menyebabkan
2

perubahan metabolisme membran protein enterosit menginduksi


terjadinya diare malabsorbsi atau osmotik. 1
 Human Caliciviruses (HuCVs)
Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu
Norwalk-like viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang
sekarang disebut Norovirus dan sapovirus. Norovirus merupakan
penyebab utama terbanyak diare pada pasien dewasa dan
menyebabkan 21 juta kasus per tahun. Norovirius merupakan
penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering
menimbulkan wabah dan menginfeksi semua umur. Sapoviruses
umumnya menginfeksi anak – anak dan merupakan infeksi virus
tersering kedua selain Rotavirus. 2
 Adenovirus
Umumnya menyerang anak-anak dan menyebabkan penyakit
pada sistem respiratori. Adenovirus merupakan famili dari
Adenoviridae dan merupakan virus DNA tanpa kapsul, diameter 70
nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu
Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus. 2

b) Bakteri
Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus
gastroenteritis akut, bakteri yang sering menjadi penyebabnya adalah
Diarrheagenic Escherichia coli, Shigella species, Vibrio cholera,
Salmonella. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis
akut adalah2 :
 Diarrheagenic Escherichia-coli
Penyebarannya berbeda-beda di setiap negara dan paling sering
terdapat di negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis
ini tidak menimbulkan bahaya
3

Jenis dari bakteri lainnya adalah :


1. Enterotoxigenic E.coli (ETEC)
2. Enterophathogenic E.coli (EPEC)
3. Enteroinvasive E.coli (EIEC)
4. Enterohemorrhagic E.coli (EHEC)

 Campylobacter
Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang sering
berhubungan dengan perternakan selain itu bisa menmenginfeksi
akibat masakan yang tidak matang dan dapat menimbulkan gejala
diare yang sangat cair dan menimbulkan disentri. 2
 Shigella species
Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia dan
tingkat kematiannya sangatah tinggi. Beberapa tipernya adalah2 :
 S. sonnei
 S. flexneri
 S. dysenteriae
 Vibrio cholera
Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjdi
patogen pada manusia. dan semuanya bisa menjadi pathogen pada
manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 yang dapat
menyebabkan wabah besar dan epidemic. Gejalanya yang paling
sering adalah muntah tidak dengan panas dan feses yang
konsistensinya sangat berair. Bila pasien tidak terhidrasi dengan
baik bisa menyebabkan syok hipovolemik dalam 12 – 18 jam dari
timbulnya gejala awal. 2
 Salmonella
Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme.
Beberapa toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang
menstimulasi sekresi aktif cairan dan elektrolit mungkin dihasilkan.
4

Pada onset akut gejalanya dapat berupa mual, muntah dan diare
berair dan terkadang disentri pada beberapa kasus. 2

c) Parasitic agen
Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba histolytica,
danCyclospora cayetanensis infeksi beberapa jenis protozoa tersebut
sangatlah jarang terjadi namun sering dihubungkan dengan traveler
dan gejalanya sering tak tampak. Dalam beberapa kasus juga
dinyatakan infeksi dari cacing seperti Stongiloide stecoralis,
Angiostrongylus C., Schisotoma Mansoni, S. Japonicum juga bisa
menyebabkan gastroenteritis akut. 2

2) Non-infeksi
a. Malabsorpsi atau maldigesti
Suatu keadaaan terdapatnya gangguan pada pross absorpsi dan digesti
secara normal pada satu atau lebih zat gizi. Malabsorbsi dan maldigesti
dapat disebabkan oleh karena defisiensi oleh enzim atau adanya gangguan
pada mukosa usus. 1
5

Gambar 1.1 Penyebab GEA Non-Infeksi


b. Imnunodefisiensi
Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu
hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit
granulomatose kronik, defisiensi IgA dan imunodefisiensi IgA
heavycombination. 1
c. Terapi obat
Orang yang mengonsumsi obat- obatan antibiotic, antasida dan masih
kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut. 1

C. Patogenesis
Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen infeksi
yang berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah faktor
agent dan faktor host. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak
sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan usus halus serta daya lekat kuman. Faktor host adalah kemampuan
tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau
lingkungan internal saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas
usus, imunitas, dan lingkungan mikroflora usus. Patogenesis diare karena
infeksi bakteri/parasit terdiri atas :

1) Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)


Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik
dengan konsistensi berair dengan volume yang banyak. Bakteri yang
memproduksi enterotoksin ini tidak merusak mukosa seperti V. cholerae
Eltor, Eterotoxicgenic E. coli (ETEC) dan C. Perfringens. V.cholerae
Eltor mengeluarkan toksin yang terkait pada mukosa usus halus 15-30
menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamid adenin di nukleotid pada dinding sel usus,
6

sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’-5’-siklik monofosfat (siklik


AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam
lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation, natrium dan
kalium.
2) Diare karena bakteri/parasite invasive (enterovasif)
Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai
diare Inflammatory. Bakteri yang merusak (invasif) antara lain
Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C.
perfringens tipe C. diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare
dapat tercampur lendir dan darah. Kuman salmonella yang sering
menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S enterriditis, S
choleraesuis. Penyebab parasite yang sering yaitu E. histolitika dan G.
Lamblia.
Diare inflammatory ditandai dengan kerusakan dan kematian
enterosit, dengan peradangan minimal sampai berat, disertai gangguan
absorbsi dan sekresi. Setelah kolonisasi awal, kemudian terjadi perlekatan
bakteri ke sel epitel dan selanjutnya terjadi invasi bakteri kedalam sel
epitel, atau pada IBD mulai terjadinya inflamasi. Tahap berikutnya terjadi
pelepasan sitokin antara lain interleukin 1 (IL-l), TNF-α, dan kemokin
seperti interleukin 8 (IL-8) dari epitel dan subepitel miofibroblas. IL- 8
adalah molekul kemostatik yang akan mengaktifkan sistim fagositosis
setempat dan merangsang sel-sel fagositosis lainnya ke lamina propia.
Apabila substansi kemotaktik (IL-8) dilepas oleh sel epitel, atau oleh
mikroorganisme lumen usus (kemotaktik peptida) dalam konsentrasi yang
cukup kedalam lumen usus, maka neutrofil akan bergerak menembus
epitel dan membentuk abses kripta, dan melepaskan berbagai mediator
seperti prostaglandin, leukotrin, platelet actifating factor, dan hidrogen
peroksida dari sel fagosit akan merangsang sekresi usus oleh enterosit,
dan aktifitas saraf usus.
7

Terdapat 3 mekanisme diare inflamatori, kebanyakan disertai


kerusakan brush border dan beberapa kematian sel enterosit disertai
ulserasi. Invasi mikroorganisme atau parasit ke lumen usus secara
langsung akan merusak atau membunuh sel-sel enterosit. Infeksi cacing
akan mengakibatkan enteritis inflamatori yang ringan yang disertai
pelepasan antibodi IgE dan IgG untuk melawan cacing. Selama terjadinya
infeksi atau reinfeksi, maka akibat reaksi silang reseptor antibodi IgE atau
IgG di sel mast, terjadi pelepasan mediator inflamasi yang hebat seperti
histamin, adenosin, prostaglandin, dan lekotrin.
Mekanisme imunologi akibat pelepasan produk dari sel lekosit
polimorfonuklear, makrophage epithelial, limfosit-T akan mengakibatkan
kerusakan dan kematian sel-sel enterosit. Pada keadaan-keadaan di atas
sel epitel, makrofag, dan subepitel miofibroblas akan melepas kandungan
(matriks) metaloprotein dan akan menyerang membrane basalis dan
kandungan molekul interstitial, dengan akibat akan terjadi pengelupasan
sel-sel epitel dan selanjutnya terjadi remodeling matriks (isi sel epitel)
yang mengakibatkan vili-vili menjadi atropi, hiperplasi kripta-kripta di
usus halus dan regenerasi hiperplasia yang tidak teratur di usus besar
(kolon).
Pada akhirnya terjadi kerusakan atau sel-sel imatur yang
rudimenter dimana vili-vili yang tak berkembang pada usus halus dan
kolon. Sel sel imatur ini akan mengalami gangguan dalam fungsi absorbsi
dan hanya mengandung sedikit (defisiensi) disakaridase, hidrolase
peptida, berkurangnya tidak terdapat mekanisme Nacoupled sugar atau
mekanisme transport asam amino, dan berkurangnya atau tak terjadi sama
sekali transport absorbsi NaCl. Sebaliknya sel-sel kripta dan sel-sel baru
vili yang imatur atau sel-sel permukaan mempertahankan kemampuannya
untuk mensekresi Cl- (mungkin HCO3- ). Pada saat yang sama dengan
dilepaskannya mediator inflamasi dari sel-sel inflamatori di lamina propia
akan merangsang sekresi kripta hiperplasi dan vili-vili atau sel-sel
8

permukaan yang imatur. Kerusakan immune mediated vascular mungkin


menyebabkan kebocoran protein dari kapiler. Apabila terjadi ulserasi
yang berat, maka eksudasi dari kapiler dan limfatik dapat berperan
terhadap terjadinya diare.

Gambar 1.2 Alur Penilaian Kondisi Diare Akut


(Sumber : ACG Clinical Guideline Diagnosis Treatment& Prevention
of Acute Diarrhea Infection, 2016)
9

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi.
dari salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual
(93%), muntah (81%) atau diare (89%), dan nyeri abdomen (76%) umumnya
merupakan gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien.
Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti
membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status
mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan,
yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar
10%.
Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang mengandung
atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery
diarhhea) dengan gejala-gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam
yang umumnya ringan, disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses
lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa
jam setelah makan atau minurnan yang terkontaminasi.
Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa waktu
tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau
karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena
kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menumn
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air
yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan
Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam
karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular
pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-
10

tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah muka pucat ujung-ujung ektremitas dingin dan kadang
sianosis karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung.

Gambar 2. Alur diagnosis Pasien Dengan Keluhan Diare Akut.


11
12

Gambar 3 Algoritma Gastroenteritis

2. ANEMIA
A. Definisi
Anemia adalah keadaan yang ditandai dengan berkurangnya
hemoglobin dalam tubuh. Hemoglobin adalah suatu metaloprotein yaitu
protein yang mengandung zat besi di dalam sel darah merah yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Anemia
defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan besi yang
digunakan untuk sintesis hemoglobin (Hb).3
B. Etiologi
Penyebab anemia pada orang dewasa yang lebih tua termasuk
kekurangan nutrisi, penyakit ginjal kronis, peradangan kronis, dan
kehilangan darah okultisme dari keganasan gastrointestinal, walaupun pada
banyak pasien etiologinya tidak diketahui. 4
C. Faktor Resiko
Selain manifestasi klinis, faktor risiko anemia harus memandu
evaluasi. Faktor risiko yang lebih umum pada pasien yang lebih tua
termasuk penggunaan alkohol kronis, malnutrisi, CKD, penyakit hati,
gangguan myelodysplastic, perdarahan gastrointestinal, defisiensi androgen,
dan penurunan terkait proliferasi sel induk yang berkaitan dengan usia.
Riwayat klinis harus fokus pada pengidentifikasian faktor-faktor risiko ini,
serta gejala-gejala yang mungkin menunjukkan kondisi tertentu. 3
Melena, hematochezia, dan penurunan berat badan yang tidak
disengaja dapat mengindikasikan perdarahan gastrointestinal. Infeksi kulit
berulang dapat menjadi tanda immunocompromise yang menunjukkan
13

sindrom myelodysplastic. Ada atau tidak adanya faktor-faktor risiko ini


harus memandu evaluasi dan pengobatan lebih lanjut. 4
Anemia defisiensi besi telah ditemukan untuk meningkatkan
kemungkinan persalinan prematur, berat lahir rendah yang tidak normal, dan
kematian ibu saat parah. Dengan demikian, kelompok yang berisiko adalah
anak-anak, wanita hamil, wanita usia reproduksi, dan orang tua. 3
Faktor risiko potensial lainnya adalah ras / etnis. Studi telah
menemukan bahwa anemia adalah 3 kali lebih umum di Afrika Amerika.
Sementara kekurangan zat besi adalah penyebab utama anemia,
berkurangnya jumlah merah sel-sel darah dapat timbul dari penyebab lain
seperti penyakit kronis, yang semakin mengkhawatirkan untuk kesehatan
masyarakat. 3
D. Epidemiologi
Meskipun anemia adalah masalah kesehatan masyarakat global, data
terbaru tentang prevalensi anemia. Pada umumnya populasi Amerika Serikat
(AS) belum tersedia. 3
Karena itu, anemia tetap menjadi masalah kesehatan yang relevan
yang membutuhkan lebih banyak pemahaman komprehensif tentang
dampaknya di AS. Untuk memperbarui pengetahuan saat ini pada
epidemiologi anemia, penelitian ini menguji prevalensi anemia secara
keseluruhan dan oleh tingkat keparahan pada populasi umum AS antara
tahun 2003 dan 2012. Analisis ini menyelidiki lebih lanjut tren dan
prevalensi berkala dalam subkelompok tertentu: usia, jenis kelamin, dan ras /
etnisitas. 4
E. Klasifikasi
Klafisikasi Anemia yang mengelompokkan berbagai macam anemia, secara
garis besar didasarkan pada penyebab dan mekanisme terjadinya anemia,
yaitu:
14

1. Tubuh kehilangan terlalu banyak darah (seperti karena trauma, atau


menderita penyakit tertentu).

2. Tubuh memiliki masalah dalam memproduksi sel darah merah.

3. Sel darah merah memecah atau mati lebih cepat sementera belum
terbentuk sel sel darah merah yang baru sebagai penggantinya.5

Berdasarkan klasifikasi diatas, macam-macam anemia (jenis anemia) yang


paling sering ditemui, yaitu :

 Anemia Karena Produksi yang terganggu


Sel darah merah manusia diproduksi di sumsum tulang atas
rangasangan dari hormon eritropoitin yang dihasilkan ginjal. Untuk
membentuk sel sel darah merah dan hemoglobinnya dibutuhkan juga
bahan baku (utama) berupa zat besi, vitamin B12 dan Asam Folat,
sehingga kekurangan zat zat tersebut akan menyebabkan anemia.
 Anemia Defisiensi Besi (anemia kekurangan zat besi)
Anemia defisiensi besi ini merupakan jenis anemia yang paling
banyak. Kekurangan zat besi akan menimbulkan anemia jenis ini, karena
zat besi diperlukan untuk membuat hemoglobin.
Pada anemia defisiensi besi sel darah merah ukurannya lebih kecil dari
normal (mikrositer) dan warnanya lebih pucat (hipokrom) sehingga
disebut juga anemia hipokrom mikrositer. Kadar zat besi dalam tubuh
bisa rendah karena kehilangan darah dan asupan zat besi yang kurang.
Pada wanita, sel darah merah dan besi hilang ketika pendarahan
menstruasi yang berlebihan dan ketika melahirkan. Anemia pada
kehamilan juga merupakan jenis anemia defisiensi besi ini, terutama
apabila ibu hamil kurang asupan zat besi.
Untuk mencegah dan mengobati anemia defisiensi besi, maka
jangan lewatkan menu harian dengan makanan yang kaya zat besi, seperti
daging, daging unggas, ikan, telur, produk susu, atau makanan yang
15

diperkaya zat besi dan jika diperlukan diberi tambahan suplemen zat besi
(atas petunjuk dokter).
 Anemia Defisiensi Vitamin B12 (Anemia pernisiosa)
Vitamin B12 diperlukan untuk membentuk sel darah merah
dan menjaga kenormalan fungsi saraf. Sehingga apabila seseorang
mengalami anemia pernisiosa ini biasanya disertai dengan gangguan
saraf, seperti sering kesemutan, rasa baal atau kebas pada tangan dan
kaki, gangguan daya ingat, dan gangguan penglihatan. Tubuh bisa
kekurangan vitamin B12 karena gangguan absorbsi (autoimun dan
gangguan usus) dan/atau karena kurangnya asupan makanan yang
mengandung vitamin B12. Untuk mencegah dan mengobati anemia
pernisiosa ini, jangan lewatkan makanan yang kaya Vitamin B12 yaitu
terdapat pada makanan produk hewani. Bila diperlukan suplemen vitamin
B (atas petunjuk dokter).
 Anemia Defisiensi Asam Folat (anemia megaloblastik)
Anemia kekurangan asam folat disebut juga sebagai anemia
megaloblastik, karena apabila dilihat dibawah mikroskop sel-sel darah
merah ukurannya lebih besar dari normal. Anemia Megaloblastik dapat
terjadi jika Anda tidak cukup mengkonsumsi asam folat atau jika Anda
memiliki masalah penyerapan vitamin B9. Hal ini juga dapat terjadi
selama trimester ketiga kehamilan, ketika tubuh Anda membutuhkan folat
tambahan. Folat adalah vitamin B yang ditemukan dalam makanan seperti
sayuran berdaun hijau, buah-buahan, kacang kering dan kacang polong.
Asam folat juga ditemukan dalam roti yang diperkaya, pasta, dan sereal.
 Anemia Aplastik
Terjadi ketika tubuh berhenti atau tidak cukup membuat sel
darah baru. Pada anemia aplastik ini tidak hanya kekurangan sel darah
merah, tetapi juga sel darah putih, dan trombosit. Rendahnya tingkat sel
darah merah menyebabkan anemia. Dengan rendahnya tingkat sel darah
16

putih, tubuh kurang mampu melawan infeksi. Dengan terlalu sedikitnya


trombosit, darah tidak bisa membeku secara normal.
Beberapa penyebab anemia aplastik, yaitu:
1. Pengobatan kanker (radiasi atau kemoterapi)
2. Paparan bahan kimia beracun (seperti yang digunakan dalam
beberapa insektisida, cat, dan pembersih rumah tangga)
3. Beberapa obat (contoh nya obat rheumatoid arthritis)
4. Penyakit autoimun (seperti penyakit lupus)
5. Infeksi virus
6. Penyakit keluarga yang diturunkan seperti pada anemia Fanconi

 Anemia Pada Gagal Ginjal


Untuk membentuk sel darah merah tubuh memerlukan hormon
erotropoitin sebagai sinyal tubuh yang merangsang pembentukan eritrosit.
Hormon ini dihasilkan oleh ginjal, jadi apabila seseorang mengalami
gangguan pada ginjal dalam kurun waktu yang lama (gagal ginjal kronis)
maka bisa menimbulkan anemia.
 Anemia karena sel darah merah Abnormal (mudah Rusak / mati)
Disebut juga anemia sel sabit karena memang Sel-sel darah
merah berbentuk seperti sabit yaitu memiliki tepi yang runcing dan
tengahnya melengkung seperti huruf C. Sel-sel darah merah yang
berbentuk sabit ini lebih rapuh sehingga berumur lebih pendek dibanding
normal (usia normal sel darah merah = 120 hari), sedangkan kecepatan
produksi sel darah merah tidak dapat mengimbanginya maka terjadilah
anemia. Sel-sel darah berbentuk sabit ini dapat berbahaya karena bisa
terjebak dalam pembuluh darah kecil, sehingga menghalangi aliran darah
ke organ-organ tubuh.
 Talasemia (Thalasemia)
17

Orang dengan talasemia memproduksi hemoglobin dan sel darah


merah yang lebih sedikit dari biasanya. Hal ini menyebabkan anemia
ringan atau berat. Salah satu bentuk yang berat dari kondisi ini adalah
Cooley Anemia.

 Anemia karena kehilangan darah


Kehilangan darah yang banyak akan menurunkan jumlah darah dalam tubuh
sehingga akan terkena anemia.
Perdarahan yang banyak bisa terjadi karena:
1. Trauma = luka, atau kecelakaan.
2. Menstruasi yang berlebihan
3. Melahirkan dengan perdarahan hebat
4. Perdarahan tersembunyi, seperti perdarahan saluran cerna.

 Anemia Defisiensi Besi


a. Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah defisiensi
nutrien tersering pada anak di seluruh dunia terutama di negara sedang
berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh
kurangnya zat besi dalam tubuh penderita. Diperkirakan 30% populasi
dunia menderita anemia defisiensi besi, kebanyakan dari jumlah
tersebut ada di negara berkembang. 4
Kekurangan zat besi dan anemia berhubungan dengan
gangguan perkembangan neurokognitif dan fungsi kekebalan pada
anak-anak. Total zat besi tubuh, dihitung dari serum ferritin dan
konsentrasi reseptor transferin terlarut, dan hemoglobin
18

memungkinkan pemantauan status zat besi dan anemia anak-anak di


Amerika Serikat. 5
Kekurangan zat besi (Iron Deficiency / ID) adalah kekurangan
gizi yang paling umum di dunia dan bayi dan anak kecil berada pada
risiko tertinggi. Kekurangan zat besi pada anak kecil secara signifikan
meningkatkan risiko keterlambatan perkembangan dan gangguan
perilaku. Hal ini juga diketahui menyebabkan anemia defisiensi besi
(Iron Deficiency Anemia / IDA). 2
b. Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi
besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan
jumlah yang hilang1 Berikut tabel penyebab anemia defisiensi
berdasar umur : 5

Gambar 2.1 Penyebab Anemia defisiensi Menurut Umur.

Kekurangan besi dapat disebabkan oleh : 5


1) Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
a. Pertumbuhan
19

Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun


pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga
pada periode ini insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun,
berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam
sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi prematur
dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya
dapat mencapai 6 kali dan masa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai
3 kali dibanding saat lahir.

b. Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah
kehilangan darah lewat menstruasi.

2) Kurangnya besi yang diserap


a. Masukan besi dan makanan yang tidak adekuat
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya
membutuhkan makanan yang banyak mengandung besi. Bayi cukup
bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi selama 1 tahun
pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk
pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI eksklusif jarang menderita
kekurangan besi pada 6 bulan pertama. Hal ini disebabkan besi yang
terkandung dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang
terkandung susu formula. Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI
diabsropsi bayi, sedangkan dari PASI hanya 10% besi yang dapat
diabsropsi. Pada bayi yang mengkonsumsi susu sapi lebih banyak
daripada ASI lebih berisiko tinggi terkena anemia defisiensi besi.
b. Malabsorpsi besi
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa
ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada
orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering
20

disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi.


Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan
lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan
besi heme dan non heme.

3) Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab
penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi
keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan
kehilangan besi 0,5 mg, sehingga darah 3-4 ml/hari (1,5 – 2 mg) dapat
mengakibatkan keseimbangan negatif besi. Perdarahan dapat berupa
perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum,
karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat
anti inflamasi non steroid) dan infeksi cacing (Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal
dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.

4) Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan
menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.

5) Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memiliki katup jantung
buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan
besi melaui urin rata-rata 1,8 – 7,8 mg/hari.

6) Iatrogenic blood loss


Pada anak yang banyak bisa diambil darah vena untuk pemeriksaan
laboratorium berisiko untuk menderita ADB.
7) Idiopathic pulmonary hemosiderosis
21

Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan


paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang
timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga
1,5 – 3 g/dl dalam 24 jam.

8) Latihan yang berlebihan


Pada atlit yang berolaraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar
40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya
< 10 ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat
iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada
50% pelari.

c. Patofiosolgi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif
besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif
ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel
berikut tahap defisiensi besi, yaitu :
22

Gambar 2.2 Tabel anemia defisiensi besi.

1. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency,
ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan
besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada
keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum
menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient
erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi
yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin
(FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
23

Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia.


Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak
cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran tepi
darah didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada tahap
ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

 Symptoms
Gejala yang menunjukkan ID umumnya tidak jelas dan dapat dikaitkan
dengan sejumlah kondisi klinis. Gejala yang sangat menunjukkan ID
termasuk kelelahan umum, sering tidak tergantung pada anemia, dan
konsumsi bahan non-gizi seperti tanah liat, kotoran, kertas, pati cucian, dan
6
lainnya (Pica). Pica, keinginan untuk mengkonsumsi bahan-bahan yang
tidak dapat dicerna, atau pagofagia, keinginan untuk mengkonsumsi es batu
merupakan gejala sistemik lain dari defisiensi besi. Pica dapat menyebabkan
pengkonsumsian bahan-bahan mengandung timah sehingga akan
menyebabkan plumbisme. 5
Pada keadaan kronisnya, menjelaskan gejala-gejala ini memerlukan
pertanyaan khusus. Jenis perilaku ini jauh lebih umum pada wanita dan
anak-anak, karena alasan yang tidak jelas. 6
Gejala yang sangat sugestif adalah pagofagia (ketagihan es), yang
dapat menyebabkan penyakit gingiva. Gejala umum lainnya termasuk kuku
rapuh, rambut rontok, dan sindrom kaki gelisah. 6
Tanda-tanda ID termasuk pucat (dengan anemia), penurunan papillasi
lidah, cheilosis (retak di sudut-sudut mulut), dan cacat yang menonjol pada
alas kuku, termasuk garis Mees dan koilonychia, menyendok kuku. Karena
tanda-tanda dan gejala-gejala ini tidak spesifik dan sering tidak ada sama
sekali, kecurigaan awal ID biasanya berasal dari laboratorium, dengan
anemia mikrositik atau anemia normositik, memicu pemeriksaan yang lebih
definitif. 6
24

Gambar 2.3 Contoh gejala Anemia defisiensi besi

Kebanyakan anak-anak dengan defisiensi besi tidak menunjukkan


gejala dan baru terdeteksi dengan skrining laboratorium pada usia 12 bulan.
Gejala khas dari anemia defisiensi besi adalah: 5

1) Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok: kuku berubah menjadi rapuh dan
bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan
sendok.
2) Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak
licin dan mengkilap yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah.
3) Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4) Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel hipofaring.

Defisiensi besi memiliki efek sistemik non-hematologis. Efek yang


paling mengkhawatirkan adalah efek terhadap bayi dan remaja yaitu
25

menurunnya fungsi intelektual, terganggunya fungsi motorik dapat muncul


lebih dahulu sebelum anemia terbentuk. 5
Telah banyak penelitian dilakukan mengenai hubungan antara keadaan
kurang besi dan uji kognitif. di Guatemala terhadap bayi berumur 6-24
bulan, ditemukan bahwa terdapat perbedaan skor mental dan skor motoric
antara kelompok anak dengan anemia defisiensi besi dan dengan anak
normal. 2
Penelitian juga dilakukan terhadap anak usia 3-6 tahun di Inggris yang
menunjukkan bahwa anak dengan anemia defisiensi besi menunjukkan skor
yang lebih rendah terhadap uji oddity learning jika dibandingkan kelompok
kontrol. Terdapat bukti bahwa perubahan-perubahan tersebut dapat menetap
walaupun dengan penanganan, sehingga pencegahan menjadi sangat penting.
5

 Penegakkan Diagnosis
Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar hemoglobin
(Hb) dan atau Packed Cell Volume (PCV) merupakan hal pertama yang
penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan
diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH menurun,
sedangkan MCHC akan menurun pada keadaan berat. Gambaran morfologi
darah tepi ditemukan keadaan hipokrom, mikrositik, anisositosis dan
poikilositosis. 4
Pada defisiensi besi yang progresif akan terjadi perubahan pada nilai
hematologi dan biokimia. Hal yang pertama terjadi adalah menurunnya
simpanan besi pada jaringan. Penurunan ini akan ditunjukkan melalui
menurunnya serum ferritin, sebuah protein yang mengikat besi dalam tubuh
sebagai simpanan. Kemudian jumlah serum besi akan menurun, kapasitas
pengikatan besi dari serum (serum transferrin) akan meningkat, dan saturasi
transferrin akan menurun di bawah normal. 6
Seiring dengan menunrunnya simpanan, besi dan protoprofirin akan
gagal untuk membentuk heme. Free erythrocyte protoporphyrins (FEP)
26

terakumulasi, dan kemudian sintesis hemoglobin terganggu. Pada titik ini,


defisiensi besi berlanjut menjadi anemia defisiensi besi. Dengan jumlah
hemoglobin yang berkurang pada tiap sel, sel merah menjadi lebih kecil.
Perubahan morfologi ini paling sering tampak beriringan dengan
berkurangnya mean corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular
hemoglobin (MCH). 6
Perubahan variasi ukuran sel darah merah terjadi dengan
digantikkannya sel normositik dengan sel mirkositik, variasi ini ditunjukkan
dari peningkatan red blood cell distribution width (RDW). 6
Jumlah sel darah merah juga akan berkurang. Jumlah persentase
retikulosit akan meningkat sedikit atau dapat normal. Sapuan darah akan
menunjukkan sel darah merah yang hipokrom dan mikrositik dengan variasi
sel yang tetap. Bentuk sel darah elips atau seperti cerutu sering terlihat.
Deteksi peningkatan reseptor transferrin dan berkurangnya konsentrasi
hemoglobin retikulosit mendukut terhadap penegakkan diagnosis. 6
Diagnosis laboratorium mencakup beberapa tes, yang masing-masing
memerlukan beberapa tingkat interpretasi untuk diterapkan secara akurat.
Ketika diminta untuk mengevaluasi pasien untuk dugaan ID, kami meminta
tes yang ditunjukkan pada Tabel. Setiap tes ini memberikan informasi
penting tetapi harus ditafsirkan dalam konteks klinis di mana mereka
ditemukan dan tidak semua tersedia, tergantung pada instrumentasi di
laboratorium klinis menghasilkan hasilnya. 6
27

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO yaitu : 7

(1) Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia.


(2) Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N32-35)
(3) Kadar Fe serum <5µg/dl (N:80-180µg/dl).
(4) Saturasi transferrin <15% (N: 20-50%).

Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen: 7


(1) Anemia hipokrom mikrositik
(2) Saturasi transferrin <16%
(3) Nilai FEP 100 µg/dl eritrosit
(4) Kadar ferritin serum <12µg/dl.
(5) Diagnosis ADB minimal 2 dari 3 kriteria (ST, ferritin,serum dan FEP)
harus dipenuhi.

 Tatalaksana
Pengobatan anemia defisiensi besi terdiri atas:
(1)Terapi zat besi oral: pada bayi dan anak terapi besi elemental diberikan
dibagi dengan dosis 3-6 mg/kgBB/hari diberikan dalam dua dosis, 30
28

menit sebelum sarapan pagi dan makan malam. Terapi zat besi diberikan
selama 1 sampai 3 bulan dengan lama maksimal 5 bulan. Enam bulan
setelah pengobatan selesai harus dilakukan kembali pemeriksaan kadar
Hb untuk memantau keberhasilan terapi.
(2)Terapi zat besi intramuscular atau intravena dapat dipertimbangkan bila
respon pengobatan oral tidak berjalan baik, efek samping dapat berupa
demam, mual, urtikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas, artragia,
bronkospasme sampai relaksi anafilaktik.
(3)Transfusi darah diberikan apabila gejala anemia disertai risiko terjadinya
gagal jantung yaitu pada kadar Hb 5-8g/dL. Komponen darah yang
diberikan berupa suspensi eritrosit (PRC) diberikan secara serial dengan
tetesan lambat.

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor


penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan
preparat besi. Sekitar 80 – 85% penyebab ADB dapat diketahui dengan
penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat
dilakukan secara oral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah,
dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian secara
parenteral dilakukan pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral
atau kebutuhan besinya tidak dapat dipenuhi secara peroral karena ada
gangguan pencernaan. 5

a. Pemberian preparat besi


Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan
garam feri. Preparat terseda berupa ferous glukonat, fumarat, dan
suksinat. Yang sering dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang
lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat, dan ferous suksinat
diabsropsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes
(drop). 5
29

Untuk mendapat respon pengobatan dosis yang dipakai 4 – 6


mg besi elemental/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan
kandungan besi elemental yang ada dalam garam ferous. Garam ferous
sulfat mengandung besi elemental sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu
besar akan meninmbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan
tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absropsi besi
yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu
makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. 2
Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan
pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi
absropsi obat sekitar 40 – 50%. Obat diberikan dalam 2 – 3 dosis sehari. 5
Tindakan tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh
dan akan meningkatkan kepatuhan penderita. Preparat besi ini harus terus
diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi. Respon
terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari
pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel dibawah ini : 5

Waktu setelah pemberian besi Respons


12 – 24 jam Penggantian enzim besi intraselular, keluhan
subyektif berkurang, nafsu makan bertambah
36 – 48 jam Respon awal dari sumsum tulang, hyperplasia
48 – 72 jam Retikulosis, puncaknya pada hari ke 5 – 7
4 – 30 hari Kadar Hb meningkat
1 – 3 bulan Penambahan cadangan besi

Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada
orang dewasa diabndingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi berifat
sementara dapat dihindari meletakkan larutan kebagian belakang lidah
dengan cara tetesan. 5
30

b. Pemberian preparat besi parenteral


Pemberian besi parenteral intramuskular menimbulkan rasa
sakit dan harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional
dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih
baik dibandingkan peroral.1 Preparat yang sering dipakai adalah dekstran
besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ ml. Dosis dihitung berdasarkan
: Dosis besi 9mg = BB (9kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5. 5

c. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan
pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang
dpaat mempengaruhi respon terapi. Koreksi anemia berat dengan
transfusi tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat
menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC
dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan
kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi.
Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl
hanya diberi PRC dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB persatu kali pemberian
31

disertai pemberian diuretik seperti furosemide. Jika terdapat gagal jantung


yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi tukar
menggunakan PRC yang segar. 2

 Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarnagn
besi saja dan diketahui penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang
adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan
pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu
dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut : 5
1. Diagnosis salah
2. Dosis obat tidak adekuat
3. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
4. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlansgung menetap
5. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi
(seperti : infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit
tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
6. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang
berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan
terhadap besi).

 Manifestassi Klinis
Karena berkurangnya kapasitas oksigen, anemia memiliki
implikasi kesehatan yang serius yang mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas. Gejala anemia berkisar dari kelelahan dan kelemahan hingga
penurunan kognitif kinerja. Anemia seringkali asimptomatik dan ditemukan
secara tidak sengaja pada pengujian laboratorium. Pasien mungkin
mengalami gejala yang berkaitan dengan kondisi terkait, seperti kehilangan
32

darah, atau terkait dengan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen,


seperti kelemahan, kelelahan, dan sesak napas. 1
Mengenali tanda-tanda dan gejala klinis anemia adalah langkah
awal yang penting. Namun, beberapa pasien tidak menunjukkan gejala, dan
diagnosis kadang-kadang akan didasarkan pada temuan laboratorium
insidentil. Pada presentasi akut, pasien akan mengalami gejala sekunder
akibat kehilangan volume, seperti sakit kepala ringan, sinkop, dan hipotensi.
5

Anemia kronis mungkin asimptomatik tetapi pada kasus yang


parah muncul gejala yang berkaitan dengan penurunan kapasitas pembawa
oksigen, seperti kelemahan, kelelahan, sesak napas, dan memburuknya
kondisi komorbiditas seperti angina, gagal jantung, CKD, dan penyakit paru
obstruktif kronik. Kondisi ini lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua
dan dapat menyebabkan banyak gejala klinis yang sama seperti anemia;
dengan demikian, kecurigaan klinis yang tinggi harus dipertahankan.5

 Penegakan Diagnosis
Evaluasi tersebut mencakup riwayat rinci dan pemeriksaan
fisik, penilaian faktor risiko untuk kondisi yang mendasarinya, dan penilaian
volume sel rata-rata. Kadar ferritin serum harus diperoleh untuk pasien
dengan anemia normositik atau mikrositik. Kadar feritin serum yang rendah
pada pasien dengan anemia normositik atau mikrositik dikaitkan dengan
anemia defisiensi besi. 5
Pada pasien yang lebih tua dengan dugaan anemia defisiensi
besi, endoskopi dibenarkan untuk mengevaluasi keganasan gastrointestinal.
Pasien dengan peningkatan kadar feritin serum atau anemia makrositik harus
dievaluasi untuk kondisi yang mendasarinya, termasuk kekurangan vitamin
B12 atau folat, sindrom myelodysplastic, dan keganasan. 5
Setelah anemia diduga, hitung darah lengkap dengan
diferensial harus diperoleh. Jika hasilnya menunjukkan anemia, studi lebih
33

lanjut diperlukan untuk mengevaluasi penyebab yang mendasari dan untuk


memandu pengobatan. Volume sel rata-rata digunakan untuk
mengklasifikasikan anemia sebagai mikrositik (kurang dari 80 fL),
normositik (80 hingga 100 fL), atau makrositik (lebih besar dari 100 fL), dan
memungkinkan untuk evaluasi yang lebih spesifik dan disesuaikan. 5

 Tatalaksana
Pengobatan diarahkan pada penyebab yang mendasarinya. Pasien
simtomatik dengan kadar hemoglobin serum 8 g per dL atau kurang
mungkin memerlukan transfusi darah. Pasien dengan dugaan anemia
defisiensi besi harus diberikan uji coba pengganti zat besi oral. Formulasi
dosis rendah mungkin sama efektif dan memiliki risiko efek samping yang
lebih rendah. Normalisasi hemoglobin biasanya terjadi delapan minggu
setelah perawatan pada kebanyakan pasien. Infus besi parenteral
dicadangkan untuk pasien yang belum menanggapi atau tidak dapat
mentolerir terapi zat besi oral. 5

 Prognosis
Anemia dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada
orang dewasa yang lebih tua. Orang dewasa lanjut usia yang anemia
mengalami peningkatan rawat inap dan angka kematian. Pada pasien gagal
jantung-kongestif, anemia adalah kondisi umum (17%) dan menghasilkan
kapasitas fungsi yang secara signifikan lebih buruk dan tingkat kelangsungan
hidup. Terlebih lagi, anemia telah menunjukkan perusakan perkembangan
kognitif dan psikomotorik pada anak-anak.

3. Dehidrasi
34

Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air disertai


“output” yang melebihi “intek” sehingga jumlah air pada tubuh berkurang .
meskipun yang hilang terutama cairan, tetapi dehidrasi juga di sertai gangguan
elektrolit.
a. Peneybab dehidrasi
Mencari penyebab dehidrasi merupakan hal penting. Asupan cairan
yang buruk, cairan keluar berlebihan, peningkatan insensible water loss
(IWL), atau kombinasi hal tersebut dapat menjadi penyebab deplesi volume
intravaskuler. Keberhasilan terapi membutuhkan identifi kasi penyakit yang
mendasari kondisi dehidrasi.
Beberapa faktor patologis penyebab dehidrasi yang sering:
 Gastroenteritis Diare adalah etiologi paling sering. Pada diare yang
disertai muntah, dehidrasi akan semakin progresif. Dehidrasi karena
diare menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak di dunia.
 Stomatitis dan faringitisRasa nyeri mulut dan tenggorokan dapat
membatasi asupan makanan dan minuman lewat mulut.
 Ketoasidosis diabetes (KAD) KAD disebabkan karena adanya diuresis
osmotik. Berat badan turun akibat kehilangan cairan dan katabolisme
jaringan.
 Demam Demam dapat meningkatkan IWL dan menurunkan nafsu
makan. Selain hal di atas, dehidrasi juga dapat dicetuskan oleh kondisi
heat stroke, tirotoksikosis, obstruksi saluran cerna, fi brosis sistik,
diabetes insipidus, dan luka bakar.

b. Derajat dehidrasi
35

Gambar 1.1 Derajat Dehidrasi

c. Tatalaksana
Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti
cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga
keseimbangan hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat
dehidrasi, penanganan juga ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas
pasien. Terapi farmakologis dengan loperamide, antikolinergik, bismuth
subsalicylate, dan adsorben, tidak direkomendasikan terutama pada anak,
karena selain dipertanyakan efektivitasnya, juga berpotensi menimbulkan
berbagai efek samping. Pada dehidrasi karena muntah hebat, ondansetron
efektif membantu asupan cairan melalui oral dan Gambar 2 Distribusi cairan
pada 3 tipe dehidrasi mengatasi kedaruratan. Pemberian makan segera saat
asupan oral memungkinkan pada anak-anak yang dehidrasi karena diare,
dapat mempersingkat durasi diare. Susu tidak perlu diencerkan, pemberian
ASI jangan dihentikan. Disarankan memberikan makanan tergolong
36

karbohidrat kompleks, buah, sayur dan daging rendah lemak. Makanan


berlemak dan jenis karbohidrat simpel sebaiknya dihindari. WHO sejak
tahun 2004 juga telah menambahkan zinc dalam panduan terapi diare pada
anak.

 Dehidrasi Derajat Ringan-Sedang


Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif
melalui pemberian cairan ORS (oral rehydration solution) untuk
mengembalikan volume intravaskuler dan mengoreksi asidosis.12 Selama
terjadi gastroenteritis, mukosa usus tetap mempertahankan kemampuan
absorbsinya. Kandungan natrium dan sodium dalam proporsi tepat dapat
secara pasif dihantarkan melalui cairan dari lumen usus ke dalam
sirkulasi. Jenis ORS yang diterima sebagai cairan rehidrasi adalah dengan
kandungan glukosa 2-3 g/dL, natrium 45-90 mEq/L, basa 30 mEq/L,
kalium 20-25 mEq/L, dan osmolalitas 200-310 mOsm/L. Banyak cairan
tidak cocok digunakan sebagai cairan pengganti, misalnya jus apel, susu,
air jahe, dan air kaldu ayam karena mengandung glukosa terlalu tinggi
dan atau rendah natrium.
Cairan pengganti yang tidak tepat akan menciptakan diare
osmotik, sehingga akan makin memperburuk kondisi dehidrasinya.
Adanya muntah bukan merupakan kontraindikasi pemberian ORS,
kecuali jika ada obstruksi usus, ileus, atau kondisi abdomen akut, maka
rehidrasi secara intravena menjadi alternatif pilihan. Defi sit cairan harus
segera dikoreksi dalam 4 jam dan ORS harus diberikan dalam jumlah
sedikit tetapi sering, untuk meminimalkan distensi lambung dan refl eks
muntah. Secara umum, pemberian ORS sejumlah 5 mL setiap menit dapat
ditoleransi dengan baik. Jika muntah tetap terjadi, ORS dengan NGT
(nasogastric tube) atau NaCl 0,9% 20-30 mL/kgBB selama 1-2 jam dapat
diberikan untuk mencapai kondisi rehidrasi. Saat pasien telah dapat
minum atau makan, asupan oral dapat segera diberikan.
37

 Dehidrasi Derajat Berat


Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi
rehidrasi intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan
baik. Penanganan kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap:
 Tahap Pertama berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu
syok hipovolemia yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap
ini dapat diberikan cairan kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL)
atau NaCl 0,9% sebesar 20 mL/kgBB. Perbaikan cairan intravaskuler
dapat dilihat dari perbaikan takikardi, denyut nadi, produksi urin, dan
status mental pasien. Apabila perbaikan belum terjadi setelah cairan
diberikan dengan kecepatan hingga 60 mL/kgBB, maka etiologi lain
syok harus dipikirkan (misalnya anafi laksis, sepsis, syok kardiogenik).
Pengawasan hemodinamik dan golongan inotropik dapat
diindikasikan.
 Tahap Kedua berfokus pada mengatasi defi sit, pemberian cairan
pemeliharaan dan penggantian kehilangan yang masih berlangsung.
Kebutuhan cairan pemeliharaan diukur dari jumlah kehilangan cairan
(urin, tinja) ditambah IWL. Jumlah IWL adalah antara 400-500 mL/m2
luas permukaan tubuh dan dapat meningkat pada kondisi demam dan
takipnea. Secara kasar kebutuhan cairan berdasarkan berat badan
adalah:
o Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB
o Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/ kgBB untuk setiap
kilogram berat badan di atas 10 kg
o Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/ kgBB untuk setiap
kilogram berat badan di atas 20 kg

 Dehidrasi Isotonik
38

Pada kondisi isonatremia, defi sit natrium secara umum dapat


dikoreksi dengan mengganti defi sit cairan ditambah dengan cairan
pemeliharaan dextrose 5% dalam NaCl 0,45-0,9%. Kalium (20 mEq/L
kalium klorida) dapat ditambahkan ke dalam cairan pemeliharaan saat
produksi urin membaik dan kadar kalium serum berada dalam rentang
aman.
 Dehidrasi Hipotonik
Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl
0,9% atau RL 20 mL/ kgBB sampai perfusi jaringan tercapai. Pada
hiponatremia derajat berat (<130 mEq/L) harus dipertimbangkan
penambahan natrium dalam cairan rehidrasi. Koreksi defi sit natrium
melalui perhitungan = (Target natrium - jumlah natrium saat tersebut) x
volume distribusi x berat badan (kg). Cara yang cukup mudah adalah
memberikan dextrose 5% dalam NaCl 0,9% sebagai cairan pengganti.
Kadar natrium harus dipantau dan jumlahnya dalam cairan disesuaikan
untuk mempertahankan proses koreksi perlahan (<0,5 mEq/L/jam).
Koreksi kondisi hiponatremia secara cepat sebaiknya dihindari untuk
mencegah mielinolisis pontin (kerusakan selubung mielin), sebaliknya
koreksi cepat secara parsial menggunakan larutan NaCl hipertonik (3%;
0,5 mEq/L) direkomendasikan untuk menghindari risiko ini.
 Dehidrasi Hipertonik
Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9%
20 mL/ kgBB atau RL sampai perfusi jaringan tercapai. Pada tahap
kedua, tujuan utama adalah memulihkan volume intravaskuler dan
mengembalikan kadar natrium serum sesuai rekomendasi, akan tetapi
jangan melebihi 10 mEg/L/24 jam. Koreksi dehidrasi hipernatremia
terlalu cepat dapat memiliki konsekuensi neurologis, termasuk edema
serebral dan kematian. Pemberian cairan harus secara perlahan dalam
lebih dari 48 jam menggunakan dextrose 5% dalam NaCl 0,9%. Apabila
pemberian telah diturunkan hingga kurang dari 0,5 mEq/L/jam, jumlah
39

natrium dalam cairan rehidrasi juga dikurangi, sehingga koreksi


hipernatremia dapat berlangsung secara perlahan.

 Penggantian Cairan Dan Elektrolit


Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi
oral, yang harus dilakukan pada semua pasien, kecuali jika tidak dapat
minum atau diare hebat membahayakan jiwa yang memerlukan hidrasi
intavena. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 gram natrium
klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5 gram kalium klorida, dan 20 gram
glukosa per liter air.
Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket yang mudah
disiapkan dengan dicampur air. Jika sediaan secara komersial tidak ada,
cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok
teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter
air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium.
Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak merasa haus
pertama kalinya. Jika terapi intravena diperlukan, dapat diberikan cairan
normotonik, seperti cairan salin normal atau ringer laktat, suplemen kalium
diberikan sesuai panduan kimia darah. Status hidrasi harus dipantau dengan
baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, serta
penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan
rehidrasi oral sesegera mungkin.3 Jumlah cairan yang hendak diberikan
sesuai dengan jumlah cairan yang keluar. Kehilangan cairan dari badan dapat
dihitung dengan rumus:
40

Metode Pierce 3

Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis:

 Dehidrasi ringan: kebutuhan cairan 5% x kgBB.


 Dehidrasi sedang: kebutuhan cairan 8% x kgBB.
 Dehidrasi berat: kebutuhan cairan 10% x kgBB.

Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis dengan skor.

Tabel 3.1 : Penilaian metode Dhaka.3


41

Tabel 3.2 : Skoring Dehidrasi Daldiyono.3


42

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-6. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing;
2017.
2. World Gastroenterology. Global Guidlines Acute Diarrhea. March 5th 2017.
3. Chi Huu Hong Le. The Prevalence of Anemia and ModerateSevere Anemia in
the US Population (NHANES 2003 - 2012). USA : Departement of Biology,
Emory University. DOI:10.1371/journal.pone.0166635. November 2016.
https://journals.plos.org/plosone/article/file?
type=printable&id=10.1371/journal.pone.0166635

Anda mungkin juga menyukai