Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan

stabilitas volume, komposisi elektrolit,dan osmolaritas cairan ekstraseluler.

Salah satu fungsi penting ginjal lainnya adalah untuk mengekskresikan

produkproduk akhir/ sisa metabolisme tubuh,misalnya urea, asam urat, dan

kreatinin.Apabila sisa metabolisme tubuh tersebut dibiarkan menumpuk,

zat tersebut bisa menjadi racun bagi tubuh, terutama bagi otak. (Sherwood,

2012).

salah satu gangguan penyakit ginjal adalah ginjal kronis (PGK) atau

disebut juga dengan gagal ginjal kronis,gangguan ginjal akut(acute kidney

injury) atau yang disebut dengan ginjal aku.penyakit ginjal kronis

merupakan penurunan kerja fungsi ginjal kurung waktu beberapa bulan

atau tahun.penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal

atau penurunan glomerular filtration rate (GFR) kurang dari 60ml/min1,73

m selama minimal 3 bulan (Depkes, 2017),Gagal ginjal adalah suatu

keadaan penurunan fungsi ginjal secara mendadak,gagal ginjal terjadi

ketika ginjal tidak mampu mengangkat sampah metabolitik tubuh atau

melakukan fungsi regulernya.,(Pahria, T., Susilaningsih, F. S., & laura

Siahaan, 2019)
Penurunan fungsi ginjal pada pasien GGK akan menghasilkan berbagai

macam komplikasi salah satunya adalah hiperurisemia. Hiperurisemia

adalah ketidakseimbangan antara produksi dan sekresi dari asam urat.

Ketidak seimbangan antara produksi dan sekresi akan menimbulkan

hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat dalam serum melebihi

ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk

garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat/jaringan

(Wortmann R. L, 2009)

Parasetamol (acetaminophen) merupakan obat yang dapat memberikan

efek antipiretik dan analgesik pada dosis terapis(Palani et al.,

2010),Penggunaan parasetamol yang tidak terkontrol dan jangka waktu

lama akan menyebabkan gangguan fungsi fisiologis organ ginjal dan hati,

berupa nefrotoksik maupun hepatotoksik (SUASTIKA, 2011) Toksisitas

asetaminofen dapat menyebabkan nefropati analgesik berupa nekrosis

tubulus ginjal. Patofisiologi nefrotoksisitas ginjal akibat asetaminofen

dihubungkan dengan fungsi campuran isoenzim oksidase sitokrom P-450

pada ginjal. Oksidasi asetaminofen menghasilkan metabolit sekunder

berupa N-asetil-p-benzoquinon imin (NAPQI) yang sifatnya toksik. Bila

jumlahnya berlebih maka jumlah glutathione yang bertugas mereduksi

NAPQI turun drastis. Deplesi glutathione akan mengarah pada

peningkatan level peroksida intraselular dan meningkatkan stress oksidatif

lewat mekanisme Fenton. Meskipun nefrotoksisitas lebih jarang ditemukan

daripada hepatotoksisitas pada overdosis asetaminofen, kerusakan tubulus


ginjal dan gagal ginjal akut dapat terjadi tanpa adanya kerusakan hati dan

bahkan dapat menyebabkan kematian pada manusia dan hewan percobaan.

(Purwitasari, 2016), N-acetyl-para-benzoquinonimine (NAPQI)

merupakan suatu radikal bebas yang bisa merusak fungsi hati dan ginjal

pada manusia maupun hewan,berupa hepatotoksik maupun nefrotoksik.

Senyawa-senyawa yang mempunyai potensi sebagai antioksidan

umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolat, dan alkaloid. Senyawa

flavonoid dan polifenolat bersifat antioksidan, antidiabetik,

antikanker,antiseptik, dan antiinflamasi, sedangkan alkaloid mempunyai

sifat antineoplastik yang juga ampuh menghambat pertumbuhan sel-sel

kanker(Atta-Ur-Rahman dan Choudhary, 2005),Penanganan alternatif

akibat zat nefrotoksik dapat diatasi dengan komponen alami yang

mengandung aktivitas antioksidan (Wiryanti, Syairendra dan Sinaga,

2020)

Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai antioksidan adalah umbi

wortel. Wortel (Daucus carota L.) adalah suatu sayuran akar dari suku

umbelliferae (apiaceae) dengan kandungan utama beta karoten yang

bersifat sebagai antioksidan yang dapat melawan kerja radikal bebas dalam

merusak sel-sel tubuh. Hambatan kerusakan sel ginjal akibat paparan

uranium yang dilakukan oleh infusa wortel dapat mengurangi kerusakan

ginjal/gagal ginjal lebih lanjut.(Permana, Sutrisna dan Azizah,

2010).Kandungan karotenoid dalam wortel dapat dilihat dari intensitas


warnanya, yaitu semakin jingga warna wortel maka semakin banyak

kandungan karotenoidnya (Sun, T., Simon, P. W., & Tanumihardjo, 2009)

B. Perumusan msalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Atta-Ur-Rahman dan Choudhary, M. I. (2005) “Biodiversity as a source of new

pharmacophores: A new theory of memory. Part 3,” Pure and Applied Chemistry,

77(1), hal. 75–81. doi: 10.1351/pac200577010075.

Depkes (2017) “InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan

RI: Situasi Penyakit Ginjal Kronis,” hal. 1–10. Tersedia pada:

www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/.

Pahria, T., Susilaningsih, F. S., & laura Siahaan, E. S. (2019) Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.

Palani, S. et al. (2010) “Therapeutic efficacy of Acorus calamus on

acetaminophen induced nephrotoxicity and oxidative stress in male albino rats,”

Acta Pharmaceutica Sciencia, 52(1), hal. 89–100.

Permana, A., Sutrisna, E. dan Azizah, T. (2010) “Efek Diuretik Ekstrak Etanol

70% Daun Wortel (Daucus carota L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar,”

Jurnal penelitian Sains & Teknoogi, 11(1), hal. 1–10.

Purwitasari, R. (2016) “Rahayu purwitasari nim i11109006.”

Sherwood, L. (2012) Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 6.

SUASTIKA, P. (2011) “( the Effect of Buah Merah on Histopatologoicalchannges

in,” Buletin Veteriner Udayana, 3(1), hal. 39–44.

Sun, T., Simon, P. W., & Tanumihardjo, S. A. (2009) “Antioxidant

phytochemicals and antioxidant capacity of biofortified carrots (Daucus carota L.)


of various colors,” Journal of agricultural and food chemistry, 57(10), hal. 4142–

4147.

Wiryanti, I., Syairendra, F. dan Sinaga, E. (2020) “Potensi Ekstrak Rimpang

Bangle Hantu ( Zingiber ottensii ) Sebagai Bahan Nefroprotektif,” Jurnal

Kalwedo Sains (KASA), 1(1), hal. 10–19.

Wortmann R. L (2009) Gout dan Gangguan Metabolisme Purin Lain dalam

Harrison Prinsip-prinsip Ilmu penyakit Dalam. 13 ed. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai