Disusun Oleh:
Andi Askandar
Pembimbing:
drg. Nurwahida, Sp.BM
1
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam
jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Penggunaan kriteria
SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap tidak membantu lagi. Kriteria SIRS tidak
menggambarkan adanya respon disregulasi yang mengancam jiwa. Disfungsi organ didiagnosis
apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis berat sudah tidak digunakan. Septik syok
didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan metabolik yang terjadi
dapat menyebabkan kematian secara signifikan. Dalam protokol yang dikeluarkan pada tahun
2016, target resusitasi EGDT dihilangkan, dan merekomendasikan terapi cairan kristaloid
Berdasarkan buletin yang diterbitkan oleh WHO (W orld Health Organization) pada tahun
2010, sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang perawatan intensif pada negara maju,
dan insidensinya mengalami kenaikan. Setiap tahunnya terjadi 750.000 kasus sepsis di Amerika
Serikat. Hal seperti ini juga terjadi di negara berkembang, dimana sebagian besar populasi dunia
bermukim. Kondisi seperti standar hidup dan higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi kuman
1
akan meningkatkan angka kejadian sepsis. Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab
2
utama mortalitas pada pasien dengan kondisi kritis. Pada tahun 2004, WHO menerbitkan
laporan mengenai beban penyakit global, dan didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan
1
penyebab tersering dari kematian pada negara berpendapatan rendah. Berdasarkan hasil dari
Riskesdas 2013 yang diterbitkan oleh Kemenkes, penyakit infeksi utama yang ada di Indonesia
3
meliputi ISPA, pneumonia, tuberkulosis, hepatitis, diare, malaria. Dimana infeksi saluran
2
4
pernafasan dan tuberkulosis termasuk 5 besar penyebab kematian di Indonesia. Kondisi serupa
juga terjadi di negara Mongolia, dimana penyakit infeksi merupakan 10 penyebab kematian
tertinggi di negara tersebut. Dan pada suatu penelitian yang diadakan pada tahun 2008, angka
kejadian sepsis pada pasien yang masuk ke ICU di RS Mongolia didapatkan dua kali lebih besar
1
dibandingkan dengan angka di negara maju.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang artinya membusuk dan pertama kali
dituliskan dalam suatu puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18 SM). Kemudian pada tahun 1914
Hugo Schottmuller secara formal mendefinisikan “septicaemia” sebagai penyakit yang disebabkan
oleh invasi mikroba ke dalam aliran darah. Walaupun dengan adanya penjelasan tersebut, istilah
seperti “septicaemia:, sepsis, toksemia dan bakteremia sering digunakan saling tumpang tindih. 2
Oleh karena itu dibutuhkan suatu standar untuk istilah tersebut dan pada tahun 1991, A merican
College of Chest Physicians (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine (SCCM) mengeluarkan
suatu consensus mengenai Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, dan sepsis
berat. Sindrom ini merupakan suatu kelanjutan dari inflamasi yang memburuk dimulai dari SIRS
Dan pada bulan Oktober tahun 1994 European Society of Intensive Care Medicine
mengeluarkan suatu konsensus yang dinamakan sepsis-related organ failure assessment (SOFA)
score untuk menggambarkan secara kuantitatif dan seobjektif mungkin tingkat dari disfungsi organ.
1. Meningkatkan pengertian mengenai perjalanan alamiah disfungsi organ dan hubungan antara
Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat
berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik.5 Sepsis berat dan syok septik adalah masalah
kesehatan utama dan menyebabkan kematian terhadap jutaan orang setiap tahunnya. 7 Sepsis
Berat adalah sepsis disertai dengan kondisi disfungsi organ, yang disebabkan karena inflamasi
4
sistemik dan respon prokoagulan terhadap infeksi.8 Syok sepsis dengan hipotensi refrakter
(tekanan darah sistolik <90 mmHg, mean arterial pressure < 65 mmHg, atau penurunan > 40
mmHg dari ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan
kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg).9 Kriteria untuk diagnosis sepsis dan sepsis berat pertama
kali dibentuk pada tahun 1991 oleh American College of Chest Physician and Society of Critical
Tabel 1. Kr iter ia untuk SIRS, Sepsis, Sepsis Ber at, Syok septik ber dasar kan Konsensus
5
Konfrensi ACCP/SCCM 1991.
Istilah Kriteria
2 dari 4 kriteria:
0 0
Temperatur > 38 C atau < 36 C
Laju Nadi > 90x/ menit
SIRS
Hiperventilasi dengan laju nafas > 20x/ menit atau CO2 arterial
kurang dari 32 mmHg
Sel darah putih > 12.000 sel/uL atau < 4000 sel/ uL
Syok septik Sepsis dengan hipotensi walaupun sudah diberikan resusitasi yang
Adekuat
Pada pertemuan internasional tahun 2016 Society of Critical Care Medicine (SCCM)
dan European Society of Intensive Care Medicine (ESICM) mengajukan definisi sepsis yang
baru, dengan istilah Sepsis-3. Pada definisi sepsis terbaru dijelaskan bahwa sepsis merupakan
disfungsi organ yang mengancam nyawa (life-threatening) yang disebabkan oleh disregulasi
respons tubuh terhadap adanya infeksi. Definisi yang baru meninggalkan penggunaan kriteria
systemic inflammatory response system (SIRS) untuk identifikasi adanya sepsis dan
5
Perbandingan Kriteria Diagnostik Sepsis 14
Pada tahun 2001, SCCM, ACCP dan Europian Society of Critical Care Medicine (ESICM)
merevisi definisi sepsis dan menambahkan tingkat dari sepsis dengan akronim PIRO
Kemudian pada tahun 2016, SCCM dan ESCIM mengeluarkan konsesnsus internasional yang
ketiga bertujuan untuk mengidentifikasi pasien dengan waktu perawatan ICU dan risiko
kematian yang meningkat. Konsensus ini menggunakan skor SOFA (Sequential Organ Failure
Assesment) dengan peningkatan angka sebesar 2, dan menambahkan kriteria baru seperti adanya
peningkatan kadar laktat walaupun telah diberikan cairan resusitasi dan penggunaan vasopressor
Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam
jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Penggunaan kriteria
SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap sudah tidak membantu lagi. Kriteria SIRS seperti
6
perubahan dari kadar sel darah putih, temperatur, dan laju nadi menggambarkan adanya
Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya respon disregulasi yang mengancam jiwa.
Keadaan SIRS sendiri dapat ditemukan pada pasien yang dirawat inap tanpa ditemukan adanya
infeksi.10 Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis
berat sudah tidak digunakan kembali. Implikasi dari definisi baru ini adalah pengenalan dari
respon tubuh yang berlebihan dalam patogenesis dari sepsis dan syok septik, peningkatan skor
SOFA 2 untuk identifikasi keadaan sepsis dan penggunaan quick SOFA (qSOFA) untuk
ICU, qSOFA tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan dapat dilakukan secara cepat
dan berulang. Penggunaan qSOFA diharapkan dapat membantu klinisi dalam mengenali kondisi
disfungsi organ dan dapat segera memulai atau mengeskalasi terapi. 10 Dan septik syok
didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan selular/ metabolik yang
terjadi dapat menyebabkan kematian secara signifikan. Kriteria klinis untuk mengidentifikasi
septik syok adalah adanya sepsis dengan hipotensi persisten yang membutuhkan vasopressor
untuk menjaga mean arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2 mmol/L
Walaupun penggunaan qSOFA kurang lengkap dibandingkan penggunaan skor SOFA di ICU,
qSOFA tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan dapat dilakukan secara cepat dan
berulang. Penggunaan qSOFA diharapkan dapat membantu klinisi dalam mengenali kondisi
10
Tabel 2. Skor SOFA
7
Sistem 0 1 2 3 4
Respirasi
<200 (26.7) < 100 (13.3)
PaO2/FIO2, ≥400 <400
<300 (40) dengan bantuan dengan bantuan
mmHg(kPa) (53.3) (53.3)
pernafasan Pernafasan
Koagulasi
3
Platelet, x10 / ul ≥ 150 <150 <100 <50 <20
Liver
Bilirubin, mg/ dl <1.2 1.2-1.9 2.0-5.9 6.0-11.9 >12.0
(umol/L) (20) (20-32) (33-101) (102-204) (204)
Sistem Saraf
Pusat
Glasgow Coma
15 13-14 10-12 9-Jun <6
Score
Ginjal
1,2-1.9
Kreatinin, mg/ dl <1.2 2.0-3.4 (171-
(110- 3.5-4.9 (300-440) >5.0 (440)
(umol/L) (110) 170) 299)
10
Tabel 3. Kr iter ia qSOFA
B. PATOFISIOLOGIS
8
Sepsis sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi awal dari respon
pro-inflamasi dan anti-inflamasi tubuh.11 Bersamaan dengan kondisi ini, abnormalitas sirkular
penghantaran oksigen sistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia
jaringan sistemik atau syok.12 Presentasi pasien dengan syok dapat berupa penurunan kesadaran,
takikardia, penurunan kesadaran, anuria. Syok merupakan manifestasi awal dari keadaan
patologis yang mendasari. Tingkat kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang cermat
dibutuhkan untuk mengidentifikasi tanda awal syok dan memulai penanganan awal.13
Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan
memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan antiinflamasi, dimulai
dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan sel endotelial.
Respon tubuh selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari aktivasi selular
dan disrupsi endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti tumor nekrosis faktor,
interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin, reactive oxygen species, nitrit oksida, asam
arakidonat, platelet activating factor, dan eikosanoid.15 Sitokin proinflamasi seperti tumor
nekrosis faktor α, interleukin-1β, dan interleukin-6 akan mengaktifkan rantai koagulasi dan
penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan meningkatkan proses fibrinolisis dan
Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses tersebut.
Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan terjadi dan sebagai
hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua hal ini
akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini memegang peranan
9
dalam terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan global. 16 (Keterangan lebih lanjut dapat
10
C. PENANGANAN FARMAKOLOGIS PADA BEDAH SEPSIS
11
1. Resusutasi Cairan Awal
Resusitasi awal sepsis harus dilakukan segera setelah sepsis diketahui. Tujuan dari resusitasi
awal ini antara lain untuk memulihkan volume intravaskular, menentukan sumber infeksi,
memulai terapi antimikroba spektrum luas, dan mengendalikan sumber infeksi. Prinsip
utama resusitasi awal dapat dimulai di setiap area rumah sakit dan tidak boleh ditunda
menunggu masuk ICU. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat akses intravena
oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila
diperlukan. Tujuan resusitasi pasien yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama
adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi
oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan
resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai
Resusitasi dilakukan terhadap pasien dengan sepsis yang menginduksi hipoperfusi jaringan
(hipotensi yang bertahan setelah pemberian cairan awal atau konsentrasi laktat darah
≥4mmol/L). Resusitasi juga bertujuan untuk menormalkan kadar laktat pasien karena
Sepsis adalah sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) yang dipicu oleh infeksi.
Selain ditandai dengan gejala yang berhubungan dengan infeksi, sepsis ditandai dengan
adanya peradangan akut di seluruh tubuh. Karena itu sering dikaitkan dengan demam dan
12
peningkatan sel darah putih (leukositosis) atau penurunan jumlah sel darah putih
· Respiratory Rate (RR) > 20x/menit atau PaCO2 < 32mmHg
· Leukosit < 4000 sel/mm3 atau > 12.000 sel/ mm3
Febrile neutropenia adalah Kondisi yang ditandai dengan demam dimana jumlah
neutrofil yang lebih rendah dari normal dalam darah. Neutrofil adalah jenis sel darah putih
yang membantu melawan infeksi. Dimana jumlah neutrofil absolute (ANC) yang kurang
dari 1000 sel/mm3. Memiliki jumlah neutrofil terlalu sedikit meningkatkaan resiko
terjadinya infeksi.
Berdasarkan literatur yang disusun oleh Saman kannangara, MD (2006) dengan judul
generasi III/ IV atau dengan Carbapenem sama efektifnya dengan terapi kombinasi pada
Dari hasil guidelines yang disusun oleh Moyra taylor, dkk (2007) yang berjudul “Guidelines
keadaan pasien. Bagi pasien yang memiliki resiko tinggi seperti mereka yang sudah rawat
inap ketika demam yang berkembang menjadi neutropenia, pasien yang membutuhkan
perawatan rumah sakit akut untuk masalah selain demam dan neutropenia, pasien dengan
kanker tidak terkendali (misalnya leukemia akut,tumor dan selama terapi antikanker), dalam
keadaan hamil, penyakit HIV, dalam penggunaan antibiotik (dalam waktu 72 jam
13
sebelumnya), nyeri abdomen, mual, muntah, diare, gagal ginjal (clearance kreatinin <
30ml/min) dan gagal hati. Sedangkan pasien yang memiliki resiko yang rendah adalah
mereka yang tidak termasuk dalam kategori resiko tinggi di atas. Jika penggolongannya ragu
Penatalaksanaan pasien yang memiliki resiko yang tinggi adalah dengan monoterapi
penicilin (misalnya Tazocin 4,5 g) ditambah dengan gentamicin (3-5 mg/kg BB) atau
Meropenem ditambah gentamicin. Sedangkan yang memiliki resiko yang rendah terapinya
Berdasarkan hasil guidelines yang disusun oleh Rena Chauhan, dkk (2009) yang berjudul
pengobatan sepsis febrile neutropenia berdasarkan status alergi pasien terhadap penicillin.
Pada pasien yang tidak alergi terhadap penisillin bisa diberikan piperasillin /
tazobactam 4,5g IV 3 x sehari. Pada pasien dengan status alergi penisillin yang tidak berat
(sedang) pilihan obat yang digunakan adalah meropenem 1g IV 3 x sehari. Pada kondisi
tertentu kedua status alergi ini bisa dikombinasikan dengan vancomycin 1g IV 2 x sehari
( pada pasien dengan gangguan ginjal dosis di sesuaikan). Sedangkan pada pasien dengan
status alergi penisillin yang berat pilihan obat yang digunakan adalah ciprofloxacin 750mg
PO 2 x sehari atau jika tidak bisa secara oral bisa dengan IV 400mg 2 x sehari yang
x sehari). Pada semua status alegi, jika pasien mengalami shok bisa diberikan Gentamisin.
Dilihat dari hasil guidelines yang disusun oleh Gippsland Oncology Nurses Group (2010)
14
yang berjudul “Management of febrile neutropenia in adult” juga membagi terapi sepsis
Bagi pasien dengan resiko tinggi terapi yang diberikan adalah dengan Ceftazidime
Gentamicin IV 1x sehari. Bila ada sepsis terapi bisa ditambah dengan Vancomycin 1g IV 2
x sehari (modifikasi dosis bagi yang memiliki gangguan ginjal). Jika terjadi kondisi klinis
Fluconazole 400mg IV atau oral 1 x sehari. Apabila febrile atau demam telah mereda selama
48 jam dengan kultur yang negatif dan tidak ada indikasi klinis dari sepsis maka
penambahan Vancomycin dapat dipertimbangkan. Jika demam masih berlanjut >48 jam
Sedangkan untuk pasien dengan resiko rendah dapat diterapi dengan Ceftazidime 2g IV 3 x
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Mical paul, dkk (2005) yang
berjudul “Empirical antibiotic monotherapy for febrile neutropenia: systemic review and
penggunaan cefepim untuk febrile neutropenia harus dipertimbangkan dan hati-hati karena
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh G. Behre, dkk (1997) yang berjudul “Meropenem
monotherapy versus combination therapy with ceftazidime and amikacin for emprical
15
treatment of febrile neutropenic patients” diperoleh hasil bahwa monoterapi meropenem
sama efektifnya dengan terapi kombinasi dengan ceftazidime dan amikacin untuk terapi
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ronald Feld, dkk (2000) yang berjudul “Meropenem
meropenem merupakan pilihan yang cocok untuk terapi awal empiris antibiotic pada pasien
Dari beberapa hasil penelitian, guidelines maupun literatur yang diperoleh dapat di
simpulkan bahwa:
1. Pengobatan sepsis febrile neutropenia dapat diatasi dengan menggunakan mono atau
2. Pengobatan terapi febrile neutropenia pada pasien dengan resiko tinggi bisa dengan
mono terapi meropenem atau duo terapi meropenem / ceftazidime / ciprofloksasin plus
gentamicin. Sedangkan pada pasien dengan resiko rendah bisa dengan monoterapi antara
ceftazidime atau ciprofloxacin atau dengan duoterapi yaitu kombinasi antara ciprofloxacin
plus co-amoxiclav. Bila ada sepsis maka bisa dikombinasikan dengan Vancomycin.
3. Pengobatan sepsis febrile neuropenia dapat dibagi berdasarkan status alergi terhadap
penisillin. Pada pasien yang tidak alergi bisa diberikan piperasillin / tazobactam, pada pasien
dengan status alergi yang sedang bisa dengan menggunakan meropenem pada kedua status
ini bisa ditambahkan vancomycin jika dalam keadaan tertentu dibutuhkan, sedangkan pada
status alergi berat pada penisillin bisa diberikan ciprofloxacin plus vancomycin. Pada semua
16
status alergi jika pasien mengalami shok bisa ditambah dengan penggunaan gentamycin.
4. Pengobatan dengan cara monoterapi lebih efektif jika dibandingkan dengan terapi
kombinasi misalnya monoterapi dari golongan cephalosporin generasi III/ IV atau dengan
golongan Carbapenem.
Golongan carbapenem dan golongan cephalosporin generasi III/IV adalah agen yang cocok
digunakan sebagai pengobatan untuk pengobatan sepsis febrile neutropenia. Namun pengobatan
dengan cara monoterapi lebih efektif jika dibandingkan dengan terapi kombinasi. Misalnya
terapi febrile neutropenia pada pasien dengan resiko tinggi bisa dengan monoterapi meropenem
gentamicin. Sedangkan pada pasien dengan resiko rendah bisa dengan monoterapi
ceftazidime/ciprofloxacin atau dengan duo terapi yaitu kombinasi antara ciprofloxacin plus co-
3. Terapi Cairan 20
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit bukanlah suatu penyakit, tetapi selalu merupakan
bagian atau penyulit dari proses suatu penyakit, misalnya infeksi, trauma, termasuk trauma dari
operasi, gangguan keseimbangan hormonal atau bahkan, iatrogenik dari suatu terapi medik.
shock dengue, demam tinggi, cairan lambung berlebihan, ileus pada sepsis, peritonitis,
luka bakar.
17
Masukkan cairan berkurang atau terhenti : mual, muntah, ileus, koma, puasa pasca
intravaskuler.
Oleh karena itu, penting sekali bagi dokter, jika menghadapi pasien dengan tanda gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, untuk selalu mencari penyakit penyebab gangguan tersebut.
Kemudian terapi hendaknya dikerjakan serentak, yaitu terapi suportif untuk mengurangi derajat
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit bersama terapi definitif atau kausal untuk
menyembuhkan penyakit dasarnya. Untuk itu, pemahaman yang mendasar tentang metabolisme
garam, air dan elektrolit merupakan bagian penting pada pengelolaan pasien bedah.
Penatalaksanaan cairan dan elektrolit adalah hal yang utama dalam perawatan pasien bedah.
Perubahan – perubahan pada volume cairan dan komposisi elektrolit dapat terjadi secara
preopertif, intraoperatif dan postoperatif sebagai respon terhadap trauma dan sepsis.
Istilah ” resusitasi cairan ” mulai diperkenalkan sebagai istilah untuk terapi cairan dalam jumlah
banyak menimbulkan dan diberikan dalam waktu singkat, guna mengatasi gangguan akut yang
Pemilihan obat-obat vasoaktif tergantung pada pengertian mengenai mekanisme kerja dan
keterbatasan penggunaannya. Sebagian besar obat vasoaktif adalah katekolamin yang pengaruhnya
18
Efek stimulasi reseptor :
konduksi (dromotropik).
Dopamin
Indikasi :
- pasca operasi
memperburuk fungsi ventrikel kiri; hal ini dapat dicegah dengan pemberian vasodilator seperti
- Feokromositoma
- Takikardi
- Fibrilasi ventrikel
19
- Tirotoksikosis
- Adenoma prostat
- Takikardi
- Angina
- Palpitasi
- Vasokonstriksi
- Hipotensi
- Dispneu
- Gangguan gastrointestinal
- Sakit kepala
Dobutamin (Dobutrex®)
Indikasi :
pendek).
Mempunyai efek inotropik melalui stimulasi b1 yang kuat, efek b2 ringan, dan a1 sangat minimal.
dobutamin mampu menyeimbangkan dengan cara meningkatkan aliran darah miokard. Dari
20
Dobutamin juga mengurangi left ventricle wall stress melalui
- stenosis subaorta
- hipertrofi idiopatik
Norepinefrin (Levophed®)
Iindikasi :
Kontra indikasi:
o Hipotensi akibat defisit volume darah, kecuali keadaan emergensi untuk menjaga perfusi arteri
HR = heart rate
SVR = systemic vascular resistance
21
PCWP = pulmonary capillary wedge pressure
CI = cardiac index
MAP = mean arterial pressure
= meningkatkan
¯ = menurunkan
« = tidak berubah
5. Kortikosteroid 22
Pada kebanyakan kasus syok sepsis (sekitar 41-63% kasus), terjadi disfungsi dari aksis
Keadaan ini dapat memperparah derajat syok dengan cara menurunkan sensitifitas dan respons
kapiler terhadap vasopresor. Terjadinya disfungsi aksis juga bersifat prediktif terhadap kematian
(angka mortalitas pada 28 hari sebesar 75%). Pemberian hidrokortison dapat memperbaiki dan
Selain itu, pada syok sepsis, kortikosteroid seperti hidrokortison dapat menurunkan inflamasi
yang terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain menurunkan agregrasi trombosit dan
adhesi sel, menaikkan regulasi dari faktor anti-inflamasi seperti fagositosis, kemokinesis dan
Kortikosteroid juga dapat memperbaiki fungsi kardiovaskular yang menurun saat terjadinya
syok sepsis. Mekanisme kortikosteroid terhadap fungsi kardiovaskular belum diketahui secara
pasti, namun beberapa teorinya adalah: kortikosteroid menginduksi retensi natrium sehingga
meningkatkan retensi cairan dan memperbaiki hipovolemia yang terjadi, retensi cairan di
pembuluh darah menaikkan resistensi vaskular sistemik dan meningkatan densitas dan perfusi
kapiler. Maka kortikosteroid dosis rendah seperti hidrokortison pada syok sepsis berfungsi
22
Kortikosteroid juga dapat mencegah terjadinya kegagalan organ dan menurunkan derajat
keparahan disfungsi organ dengan cara menurunkan inflamasi pada jaringan, meningkatkan
Rasional pemberian kortikosteroid pada syok sepsis berbeda antara kortikosteroid dosis tinggi
dalam jangka pendek tidak mempunyai efek menguntungkan maupun efek yang merugikan.
Yang dimaksud dengan pemberian kortikosteroid dosis rendah yaitu adalah hidrokortison
sebanyak 200 mg per hari yang dapat diberikan secara bolus (dibagi menjadi 50 mg setiap 6
jam) atau sebagai infus kontinu. Hidrokortison diberikan selama maksimal 7 hari atau hingga
Hasil beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada
angka mortalitas pasien yang mendapatkan terapi hidrokortison dengan pasien yang
mendapatkan plasebo. Penelitian mendapatkan angka mortalitas pada hari ke-90 sebesar 27,9%
pada pasien yang diberikan hidrokortison dibandingkan dengan 28,8% pada pasien yang
diberikan plasebo.
Pemberian hidrokortison pada syok sepsis juga tidak menurunkan angka mortalitas pada hari ke-
28, menurunkan jumlah hari pasien hidup saat terlepas dari ventilasi mekanik, menurunkan
angka terjadinya syok rekuren atau menurunkan jumlah hari pasien hidup setelah keluar dari
23
Walaupun angka terjadinya pemulihan dari syok adalah sama pada kedua kelompok, namun
pada pasien yang diberikan hidrokortison waktu terjadinya pemulihan adalah lebih cepat.
[1,8,10] Namun waktu pemulihan yang lebih cepat ini diasosiasikan dengan terjadinya beberapa
Pasien yang mendapatkan hidrokortison juga memerlukan transfusi darah yang lebih sedikit
(sebanyak 37% kasus dari pasien yang mendapatkan hidrokortison dan 41,7% pada pasien yang
mendapatkan plasebo). Selain itu pasien yang mendapatkan hidrokortison dapat keluar dari
ruang perawatan intensif lebih cepat (10 hari dibandingkan dengan 12 hari pada kelompok
plasebo).
Pemberian kortikosteroid pada syok sepsis mempunyai beberapa efek samping, antara lain:
komplikasi terjadinya infeksi dan super-infeksi. Terjadinya super-infeksi ini dapat menyebabkan
Rekomendasi
Pemberian kortikosteroid dosis rendah seperti hidrokortison dilakukan pada pasien dengan
derajat syok sepsis berat yang yang tidak responsif terhadap pemberian vasopressor.
Terapi hidrokortison tidak direkomendasikan pada pasien syok sepsis yang masih responsif
terhadap vasopressor.
Pemberian kortikosteroid sebaiknya dilakukan dalam 24 jam sejak onset dari syok sepsis.
24
Dosis hidrokortison yang dianjurkan adalah 200 mg per hari, dapat diberikan secara infus
kontinu atau sebagai bolus dibagi menjadi 50 mg setiap 6 jam. Jika diberikan sebagai infus
Tidak perlu melakukan pemeriksaan fungsi adrenal sebelum pemberian hidrokortison: tidak
Hentikan pemberian hidrokortison pada pasien yang tidak responsif terhadap pemberian
dan miopati.
6. Imunoglobulin 23
Pada kasus sepsis yang berat biasanya ditandai kegagalan sistem kekebalan tubuh
dalam kasus infeksi. Dalam kasus ini, literatur menggambarkan beberapa urutan potensial
dari kejadian imunologis pada pasien dengan sepsis: mereka dengan respon proinflamasi
dominan umumnya ditemukan ketika sepsis berkembang pada individu muda yang sehat;
mereka dengan respons antiinflamasi dominan yang umumnya berkembang pada individu
yang tertekan imun; mereka dengan respons pro-inflamasi dan anti-inflamasi yang
umumnya berkembang pada orang sehat di mana sumber infeksi tidak terkontrol secara
memadai; dan mereka yang mulai dengan respons pro dan antiinflamasi yang diikuti
bersamaan dengan gangguan status imunokompetensi, yang merupakan urutan khas dari
kejadian pada kebanyakan pasien. Anti-inflamasi ditandai oleh kegagalan sistem kekebalan
tubuh untuk merespons dengan baik terhadap stimulus bakteri. Pada saat itu, limfopenia
25
Gambar. 1.
dalam sepsis. Tidak adanya / adanya respon memori sebelumnya dari sel B dan IgG
imunoglobulin dan memengaruhi kadar darahnya. Ketika sepsis sudah terbentuk, tiga isotipe
imunoglobulin utama menunjukkan efek menguntungkan sinergis pada risiko kematian, dan
yang tidak selamat menunjukkan kadar imunoglobulin yang lebih rendah. Distribusi IgM
yang berkelanjutan dari waktu ke waktu menghasilkan hasil yang lebih baik. Efek
pembentukan kompleks imun dengan antigen mikroba atau produk oksidasi, atau pengikatan
non-spesifik terhadap reseptor leukosit). Kehadiran depresi kuantitatif dan fungsional dari
imunitas adaptif yang diamati pada sepsis berat (yang lebih akut pada yang tidak selamat)
dapat, pada gilirannya, mempengaruhi produksi antibodi spesifik terhadap mikroba yang
sepanjang perjalanan penyakit. APC, sel penyaji antigen; Unit perawatan intensif.
26
Warna merah sesuai dengan yang tidak selamat. (Untuk interpretasi referensi warna
dalam legenda gambar ini, pembaca dirujuk ke versi web artikel ini).
7. Anti koagulan23
Koagulansia merupakan zat atau obat yang dapat menghambat atau menghentikan
pendarahan. Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI, berguna
untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya: Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin,
vit K. Obat kelompok ini pada penggunaan lokal menimbulkan hemostasis dengan dua cara, yaitu
dengan mempercepat perubahan protombin menjadi thrombin dan secara langsung mengumpalkan
fibrinogen.
Aktifaktor protombin, Ekstrak yang mengandung aktifaktor protombin dapat dibuat antara
lain dari jaringan otak yang diolah secara kering dengan asetat . Salah satu contoh adalah
Russell’s viper venom yang sangat efektif sebagai hemostatik lokal dan dapat digunakan
umpamanya untuk alveolus gigi yang berdarah pada pasien hemofilia; untuk tujuan ini kapas
dibasahi dengan larutan segar 0.1%.
Trombin, Zat ini tersedia dalam bentuk bubuk atau larutan untuk penggunaan lokal
8. Vertilasi Mekanik24
27
Aplikasi klinik
- Resusitasi jantung paru
- Gagal nafas
- Paska aperasi besar yang
- memerlukan bantuan ventilasi untuk memperbaiki homeeostasis, gangguan
keseimbangan asam b sa serta keadaan anemia
- Sepsis berat dimana ps tidak dapat memenuhi peningkatan work of breathing akibat
tingginya produksi CO2
- Pengendalian kadar CO2 sebagai salah satu bagian dari pengelolaan TTIK (misalnya
akibat cedera kepala).
- Sebagai bantuan ventilasi pada penderita yang diintubasi atas indikasi mempertahankan
jalan nafas.
- Mengurangi beban jantung pada syok kardiogenik
Sedasi adalah anestesi dimana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu periode
yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan kepada pasien
segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis yang tidak nyaman. Sedasi menggunakan
obat-obatan sedatif.
kondisi dimana pasien masih dapat merespons dengan normal terhadap stimulus verbal.
Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular
tidak terpengaruh
28
- Blok saraf perifer
- Pemberian satu jenis obat sedatif/ analgetik oral dengan dosis yang sesuai untuk
suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien memberikan respons terhadap
stimulus sentuhan.
- Tidak diperlukan intervensi untuk mempertahankan patensi jalan nafas, dan ventilasi
- Pasien akan merasa setengah sadar dan mengantuk, tetapi dapat segera bangun bila
diajak bicara/ disentuh. Pasien mungkin tidak akan mengingat dengan detil tahapan
- Pasien akan tetap dimonitor sebelum, selama, dan setelah prosedur dilakukan.
- Persiapan pre-sedasi:
depresan/ relaksan otot, atau obat tidur (karena dapat menurunkan efektifitas obat
anestesi)
29
a. Denyut dan irama jantung.
b. Tekanan darah
menghilang.
b. Biasanya tidak ada efek lanjutan/ ikutan setelah pemberian anestesi sedang. Akan
dalam membuat keputusan, reflek/ reaksi, dan ingatan jangka pendek selama 24
- Jika pasien tidak didampingi oleh pengantarnya saat tiba di rumah sakit/ klinik untuk
menjalani prosedur, maka pasien tidak akan diberikan sedasi / anestesi sedang.
tersebut.
3. Sedasi dalam:
suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien memberikan respon terhadap
stimulus berulang/ nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu/ tidak adekuat. Pasien
30
Dasar pemilihan sedasi berdasarkan farmakodinamik dan farmakokinetik
Ada 4 pernyataan mendasar bagi klinis dalam memilih obat sedasi bagi pasien yaitu:
4. Adakah efek samping sedasi yang tidak diharapkan dan kontra indikasi lainnya?
Berikut adalah daftar medikasi sedasi-anestesi yang dapat diberikan ke pasien sesuai kriteria usia:
Antidotum
Dosis Onset dan Reaksi dan
Nama obat Golongan efek
pemakaian durasi efek samping
samping
Midazolam Benzodiazepine Anak: 0,05- Onset Respiratory Flumazenyl
0,1 mg/kgBB anak: <1 and 0,2 mg dan
Dewasa: 50- menit, cardiovascular dapat
100mg/kgBB durasi: 15- depression, diulang 1
Tua>65 tahun: 30 menit ataxia, menit
25- Onset dizziness, kemudian
50mg/kgBB dewasa: 1- hipotensi,
3 menit bradicardia,
Onset blurred vision,
puncak: 5- and
7 menit paradoxical
Durasi agitasi
obat; 20-
30 menit
Lorasepam Benzodiazepine Anak: 0.05 Onset Respiratory Flumazenyl
mg/kgBB anak: 2- and 0,2 mg dan
Dewasa: 0.02- 3menit, cardiovascular dapat
0.05 mg dapat durasi: 1-3 depression, diulang 1
diulang setiap jam ataxia, menit
3-4 menit Onset dizziness, kemudian
hingga max dewasa: 3- hipotensi,
dosis 4mg 7 menit bradicardia,
Tua>65 th: blurred vision,
0.02mg dapat and
diulang tiap 4 Onset paradoxical
31
mnt hingga puncak: agitasi
dosis max 4 10-20
mg menit
Durasi
obat; 6-8
jam
Diazepam Benzodiazepine Anak: 0,1- Onset Respiratory Flumazen
0,15 mg/kgBB anak: <1 and 0,2 mg dan
Dewasa: 5mg menit cardiovascular dapat
dan dapat dengan depression, diulang 1
diulang setiap durasi: 15- ataxia, menit
5 menit 30 menit dizziness, kemudian
hingga max Onset hipotensi,
dosis 20 mg dewasa:1- bradicardia,
Tua>65 th: 2,5 5 menit blurred vision,
mg dan dapat Durasi and
diulang tiap 5 obat; 1-8 paradoxical
mnt hingga jam agitasi
dosis max 10
mg
Fentanyl Opioid narkotik Anak: 0,5-2 Onset Hypotensi, Nalokson
mcg/kgBB anak: 2-3 bradikardia, 0,4 mg dan
Dewasa: 0.5- menit, repirasi dilanjutkan
1mcg/kgBB durasi: 20- depresi, 0,1-0,2 mg
diberikan 30 menit naucea, bila perlu
dalam dosis Onset vomitus, setiap 2-3
25-50 mcg dewasa: 1- konstipasi, menit
hingga max 2 menit billiar spasme sekali
dose of 250 Onset dan skin rash
mcg puncak:
Tua>65 th: 10-15
0,5-1 menit
mcg/kgBB Durasi
diberikan obat; 30-
dalam dosis 60 menit
kecil 25 mcg
hingga max
100 mcg
Meperidine Opioid narkotik Dewasa:20-50 Onset Hypotensi, Nalokson
mg hingga dewasa: 5 bradikardia, 0,4 mg dan
dosis max 150 menit repirasi dilanjutkan
mg Onset depresi, 0,1-0,2 mg
Tua>65 th: 25 puncak: 1 naucea, bila perlu
mg hingga jam vomitus, setiap 2-3
dosis max 75 Durasi konstipasi, menit
mg obat: 2-4 billiar spasme sekali
jam dan skin rash,
32
scizure untuk
beberapa
kondisi pasien
dengan
gangguan
ginjal
Morfin Opioid narkotik Anak: 0.05- Onset Hypotensi, Nalokson
0,2 mg/kgBB anak: 5-10 bradikardia, 0,4 mg dan
Dewasa: 2-4 menit, repirasi dilanjutkan
mg dapat durasi: 3-4 depresi, 0,1-0,2 mg
diulang setiap jam naucea, bila perlu
3-4 menit Onset vomitus, setiap 2-3
hingga max dewasa: 2- konstipasi, menit
dosis 10-20mg 3 menit billiar spasme sekali
Tua>65 th: 1- Onset dan skin rash
2 mg dapat puncak: 20
diulang tiap 5 menit
mnt Durasi
hingga max obat; 2-3
10mg jam
Propofol Hipnotik gol. Dewasa: 10- Onset 30 Hypotensi,
phenol 20 mg dapat detik heart block,
diulang setiap Durasi asystole,
5 menit obat 10-15 aritmia,
hingga max menit bradikardi,
dosis 100 mg infeksi
jaringan, reaksi
Tua>65 th: 10 alergi untuk
mg dapat pasien dengan
diulang tiap 5 riwayat alergi
mnt telur
hingga max
50mg
Ketamine Agen arisiklo Dewasa: 0,2- Onset: 1-2 Reaksi depresi
hexylamin 1mg/kgBB menit SSP,
dapat diulang Durasi halusinasi,
hingga max obat 15-30 delirium,
dosis 2 menit hipertensi,
mg/kgBB tachycardia,
Tua>65 th: peningkatan
0,2-0,75 TI, kejang
mg/kgBB tonik klonik,
dapat diulang respirasi
hingga max 2 depresi
mg/kgBB
Tiopental Barbiturat Dewasa: 50- Onset: 1-2 Hipotensi,
100mg hingga menit myocardial
33
max dosis 3 Durasi depresi,
mg/kgBB obat 10-30respirasi
Tua>65 th: menit depresi dan
25-50 mg SSP, naucea,
hingga max 2 vomiting,
mg/kgBB diare, kramp,
laryngospasme
Fenobarbital Barbiturat Dewasa: 100 Onset: <1 Hipotensi,
mg dapat menit kardivaskuler
diulang 1-3 Durasi depresi,
menit hingga obat 15 respirasi
max dosis 500 menit depresi,
mg naucea,
Tua>65 th: 50 vomitus,
mg dapat laryngospasme
diulang 1-3
menit
hingga max
250 mg
NO2 Pelumpuh Dewasa : 25- Onset:2-5 Penggunaan
sistem syaraf 50% NO2 menit dalam jangka
pusat dengan O2 via panjang
nassa mask. mengakibatkan
Tidak supresu sum-
diperbolehkan sum tulang dan
untuk wanita disfungsi
hamil neurologic.
trimester I dan Keterlambatan
II (efek perkembangan
teratogen dan janin dan
abortus) defisiensi
vitamin B12
dan
keterlambatan
perkembangan
neurologis
pada bayi
34
Pengendalian glikemia
Aspek penting dari perawatan kompleks sepsis berat adalah kontrol konstan konsentrasi glukosa
dalam plasma darah dan terapi insulin. Tingkat tinggi glikemia dan kebutuhan akan koreksi
adalah faktor hasil yang tidak menguntungkan pada sepsis. Dengan mempertimbangkan
keadaan di atas, pasien mempertahankan normoglikemia (4,5-6,1 mmol / l), dimana infus
insulin (0,5-1 U / jam) dilakukan dengan peningkatan konsentrasi glukosa di atas nilai yang
diijinkan. Bergantung pada situasi klinis, konsentrasi glukosa dipantau setelah 1-4 jam. Saat
melakukan algoritma ini, peningkatan statistik yang signifikan dalam kelangsungan hidup
pasien dicatat.
Disarankan penggunaan mesin RRT secara terus menerus atau intermitten pada pasien
sepsis dengan AKI (acute kidney injury) • Disarankan penggunaan mesin RRT untuk
manajemen balans cairan pada pasien sepsis hemodinamik tidak stabil • Disarankan tidak
menggunakan mesin RRT untuk indikasi oligouria atau peningkatan kreatinin pada pasien
mengurangi dosis vasopressor pada pasien hipoperfusi dengan asidosis laktat dengan pH ≥
7.15.
LMWH dibandingkan UFH untuk pencegahan tromboemboli vena bila tidak ada
35
14. Stress Ulcer Prophylaxis27
resiko perdarahan saluran cerna • Obat yang disarankan untuk profilaksis ulkus peptikum
adalah proton pump inhibitors (PPIs) atau histamine-2 receptor antagonists (H2RAs) • Tidak
disarankan pemberian profilaksis ulkus peptikum pada pasien tanpa resiko perdarahan
saluran cerna.
15. Nutrition27
sepsis/syok sepsis.
mengukur residu cairan lambung pasien dengan intoleransi makanan atau pasien resiko
tinggi aspirasi.
- Disarankan penggunaan NGT pada pasien ICU dengan sepsis/syok sepsis resiko tinggi
aspirasi.
BAB III
36
PENUTUP
Sepsis dapat mengenai siapa saja namun paling rentan pada orang-orang yang
mengalami imunokompromis dengan penyakit kronik. Sepsis adalah sindrom inflamasi sistemik
yang sangat mengancam jiwa. Permulaan dari infeksi yang berlanjut dengan SIRS lalu terjadilah
sepsis yang apabila terlambat ditangani dapat menjadi sepsis yang berat yang kemudian berakibat
yang berakhir dengan kematian. Ketika seseorang mengalami infeksi, tubuh akan
proses perbaikan tubuh namun apabila terjadi ketidakseimbangan proses-proses ini dimana
proses- proses ini akan saling mempengaruhi maka akan menimbulkan ketidakharmonisan
imunologi yang merusak tubuh sendiri. Etiologi sepsis disebabkan oleh berbagai macam
agen infeksi seperti bakteri, virus maupun parasit. Agen infeksi yang paling sering
menyebabkan sepsis berdasarkan epidemiologi adalah bakteri gram negative dan positif dimana
37
Untuk mendiagnosis sepsis diperlukan pemeriksaan fisik maupun laboratorium
seperti darah lengkap, faktor-faktor pembekuan darah, konsentrasi laktat dalam darah dan
lain-lain. Penatalaksanaan penting dari sepsis ini adalah perbaikan hemodinamik, pemberian
antibiotic, focus infeksi harus diobati dan terapi suportif seperti nutrisi, albumin dan lain-lain.
Kegawatan yang paling umum disebabkan sepsis adalah kerusakan multipel organ yang
disebabkan karena adanya kerusakan pembuluh darah akibat proses inflamasi-inflamasi sehingga
perfusi pembuluh darah terganggu yang berakibat organ-organ akan mengalami kelainan
fungsinya karena saluran nutrisi mereka terganggu oleh karena proses infeksi. Kelainan multipel
organ akibat sepsis dapat mengenai otak, paru, ginjal, hati, jantung maupun darah yang dapat
menyebabkan kematian.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Anestesi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana, Jakarta, Sepsis and Treatment based on The Newest Guideline,Jurnal anasesi
2. Mehta Y, Kochar G. Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical Care TSS. 2017;
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset kesehatan
4. World Health Organization. Indonesia: WHO statistical profile. [Internet]. 2015. [cited 2018 Jan
(sepsis-related organ failure assessment) score to describe organ dysfunction/ failure. Intensive
8. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al. Efficacy and
safety of recombinant human activated protein c for severe sepsis. N Eng J Med. 2001; 344
(10): 699-709.
9. Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al. Severe
sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny department management
10. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Hari MS, Annane D, Bauer M, et al. The third
international concensus definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA. 2016: 315
(8): 801-10.
11. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Hari MS, Annane D, Bauer M, et al. The third
international concensus definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA. 2016: 315 (8):
801-10.
12. Rivers, E. Nguyent B, Havstad S, Ressler J, Muzzin A, Knoblich B, et al. Early goal directed
therapy in the treatment of severe sepsis and septic shock. N Eng J Med.2001; 345 (19): 1368-
77.
13. Dries JD, editors. Fundamental Critical Care Support. 5nd ed. Mount Prospect: Third Printing;
2014
14. Backer D, Dorman T. Surviving sepsis guidelines: a continuous move toward better care of
15. Dries JD, editors. Fundamental Critical Care Support. 5nd ed. Mount Prospect: Third Printing;
2014
16. Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al. Severe
sepsis and septic shock: review of the literature and emergency department management
17. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al. Efficacy and
safety of recombinant human activated protein c for severe sepsis. N Eng J Med. 2001;344 (10):
699-709.
20. https://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/terapi-cairan-elektrolit-pada-pembedahan/.
Endogenous immunoglobulins and sepsis: New perspectives for guiding replacement therapies
23. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, 2012. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya
Baru.
Pengobatan sepsis berat dan syok septik, Alexey Portnov , Editor medis, Terakhir ditinjau:
11.04.2020.