Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AKAD ISTISHNA DAN AKAD SALAM

Dosen pengampu :

Dr.Moch Kholid M.H

Disusun oleh :

Willyanti Safitri

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

MANGGALA

2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahanrahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikanmakalah yang berjudul “Salam dan
istishnâ’”ini dengan lancar. Penulisanmakalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan oleh dosenpengampu matakuliah Fiqh Muamalah II Bapak Dr. H. Abbas
arfan, Lc.,M.H.Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang
penulisperoleh dari buku panduan yang berkaitan dengan fiqh muamalah,literatur hukumislam,
dan dari hasil observasi wawancara pada bank syariah serta infomasi darimedia massa yang
berhubungan dengan transaksi jual beli salam dan istishnâ’, taklupa penyusun ucapkan terima
kasih kepada dosen matakuliah fiqh muamalah IIatas bimbingan dan arahan dalam penulisan
makalah ini. dan kepada rekan-rekanmahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini.Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi
manfaatbagi kita semua, Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
penulismengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yanglebih
baik

Bandung, 12 Juni 2021


BAB I

PENDAHULUAN
1.Latar BelakangBentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqihmuamalah
islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasanbahkan sampai puluhan.
Sungguhpun demikian, dari sekian banyak itu, ada tigajenis jual beli yang telah dikembangkan
sebagai sandaran pokok dalampembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu
murabahah,as-salam, dan al-istishnâ’.Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain
adalahpenghimpunan dana, penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atasresiko
serta kegiatan-kegiatan lainnya. Pada perbankan syariah, prinsip jual belidilakukan melalui
perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bankditentukan di depan dan menjadi salah
satu bagian harga atas barang yang dijual.Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktupenyerahan barang.Pada makalah ini akan dibahas jenis pembiayaan salam
dan istishnâ’. Jualbeli dengan salam dan istishnâ’ ini, akadnya sangat jelas, barangnya jelas,
dankeamanannya juga jelas. Maka jual beli salam dan istishnâ’ wajar jika masihbanyak diminati

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Istishna Dan Salam

a).Definisi Istishna

1. Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni') dan
penjual (pembuat/shani').

2. Istishna paralel adalah suatu bentuk akad Istishna antara pemesan (pembeli/mustashni’)
dengan penjual (pembuat/shani’), kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada
mustashni’, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.

3. Pembiayaan Istishna adalah penyediaan dana dari Bank kepada nasabah untuk membeli
barang sesuai dengan pesanan nasabah yang menegaskan harga belinya kepada pembeli
(nasabah) dan pembeli (nasabah) membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan
Bank yang disepakati.

1). Penjelasan

1. Spesifikasi dan harga barang pesanan dalam Istishna disepakati oleh pembeli dan penjual
pada awal akad. Pada dasarnya harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad,
kecuali disepakati oleh kedua belah pihak.

2. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, macam,
kualitas, dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat
maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.

3.Jika nasabah dalam akad Istishna tidak mewajibkan Bank untuk membuat sendiri barang
pesanan, maka untuk memenuhi kewajiban pada akad pertama, Bank dapat mengadakan akad
Istishna kedua dengan pihak ketiga (supplier). Akad Istishna kedua ini disebut Istishnaparalel.
Dalam konteks Bank, piutang Istishna timbul dari Istishna paralel.

4. Pada dasarnya akad Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:

a.kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; dan

b.akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan
atau penyelesaian akad.
5. Mekanisme pembayaran Istishna harus disepakati dalam akad dan dapat dilakukan dengan
cara:

a.Pembayaran dimuka secara keseluruhan atau sebagian setelah akad namun sebelum
pembuatan barang.

b.Pembayaran saat penyerahan barang atau selama dalam proses pembuatan barang. Cara
pembayaran ini dimungkinkan adanya pembayaran termin sesuai dengan progres pembuatan
aset Istishna.

c.Pembayaran ditangguhkan setelah penyerahan barang.

d.Kombinasi dari cara pembayaran di atas.

6. Metode pengakuan pendapatan Istishna dapat dilakukan dengan menggunakan metode


persentase penyelesaian dan metode akad selesai. Pada metode persentase penyelesaian, Bank
dapat mengakui pendapatan Istishna sebesar proporsi penyelesaian barang pesanan.
Sedangkan, pada metode akad selesai, Bank akan mengakui pendapatan Istishna pada saat
barang telah diserahkan kepada nasabah.

7. Jika estimasi penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat ditentukan
secara rasional pada akhir periode Laporan Keuangan, maka digunakan metode akad selesai
dengan ketentuan sebagai berikut:

a.tidak ada pendapatan Istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;

b.tidak ada harga pokok Istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;

c.tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam Aset IstishnaDalam Penyelesaian sampai
dengan pekerjaan tersebut selesai; dan

d.pengakuan pendapatan Istishna, harga pokok Istishna, dan keuntungan dilakukan hanya pada
saat penyelesaian pekerjaan.

8. Pada pembiayaan Istishna, Bank melakukan pesanan barang kepada supplier atas pesanan
dari nasabah. Pendapatan yang diperoleh Bank lebih disebabkan karena aktivitas penyediaan
fasilitas pendanaan kepada nasabah, bukan dari aktivitas pembuatan barang pesanan.

9. Nasabah dapat membayar uang muka barang pesanan kepada Bank sebelum barang
diserahkan kepada nasabah dan Bank juga dapat membayar uang muka barang pesanan kepada
supplier.
10. Bank dapat menagih kepada nasabah atas barang pesanan yang telah diserahkan dan
supplier dapat menagih kepada Bank atas barang pesanan yang telah diserahkan.

11. Selama barang pesanan masih dibuat, Bank akan menggunakan rekening Aset Istishna
Dalam Penyelesaian ketika melakukan pembayaran kepada supplier dan menggunakan
rekening Termin Istishna ketika melakukan penagihan kepada nasabah.

12. Pengakuan pendapatan untuk transaksi Istishna menggunakan metode sebagaimana


pengakuan pendapatan pada transaksi murabahah.

13. Dalam hal nasabah mengalami tunggakan pembayaran angsuran, Bank wajib membentuk
Penyisihan Penghapusan Aset untuk piutang Istishnasesuai dengan ketentuan yang berlaku
mengenai kualitas aset.

b). Definisi Salam

Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman barang di
kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat
akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

1). Penjelasan

1.Bank dapat bertindak sebagai pembeli dan/atau penjual dalam suatu transaksi Salam. Jika
Bank bertindak sebagai pembeli, maka Bank melakukan transaksi Salam. Jika Bank bertindak
sebagai penjual,maka Bank akan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang
pesanan dalam Salam paralel.

2.Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:

a. Akad kedua antara Bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara Bank dan pembeli
akhir; dan

b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

3.Dalam hal Bank bertindak sebagai pembeli, Bank dapat meminta jaminan kepada pemasok
untuk menghindari risiko yang merugikan Bank.

4.Piutang Salam merupakan tagihan Bank kepada pemasok yang harus diselesaikan dalam
bentuk penyerahan barang, bukan penerimaan dalam bentuk uang tunai. Piutang Salam timbul
dari penyerahan uang kepada pemasok senilai barang yang dipesan.

5.Utang Salam merupakan kewajiban Bank yang harus diselesaikan dalam bentuk penyerahan
barang bukan pembayaran dalam bentuk uang tunai kepada nasabah.
6.Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad oleh nasabah dan Bank pada
akad pertama atau Bank dengan pemasokpada akad kedua. Ketentuan harga barang pesanan
tidak dapat berubah selama jangka waktu akad

7.Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, macam,
kualitas dan kuantitasnya.

8.Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara nasabah dan
Bank atau Bank dan pemasok. Jika barang pesanan yang dikirim salah atau cacat maka Bank
atau pemasok harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.

9.Jika Bank tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo
pengiriman, maka:

a. Tanggal jatuh tempo pengiriman dapat diperpanjang;

b. Akad Salam dapat dibatalkan sebagian atau seluruhnya; atau

c. Jaminan atas barang pesanan dapat dieksekusi.

10. Bank dapat mengenakan denda kepada pemasok. Denda hanya boleh dikenakan kepada
pemasok yang mampu menyelesaikan kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya. Hal ini
tidak berlaku bagi pemasok yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena force majeur.
Denda dikenakan jika pemasok lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan
denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.

11. Pendapatan Salam diperoleh dari selisih harga jual kepada nasabah dan harga beli dari
pemasok.

2. Landasan Hukum Syariah Istishna dan Salam

A.Dasar Hukum Jual Beli Istishna

Akad istishns’ termasuk salah satu bentuk akad ghairu musamma,sehingga tidak ada dalil yang
eksplisit baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits mengenai pensyariatannya. Akan tetapi
dapatlah diketahui bahwa istishnw’ merupakan akad pesanan yang mirip dengan akad salam.
Perbedaannya hanya pada sistem pembayaran. Jika dalam akad salam pembayaran harus
dilakukan di muka, maka dalam akad istishna pembayaran dapat dilakukan di awal, dengan cara
cicilan atau dibayar di belakang. Oleh karena itu landasan hukum akad salam bisa digunakan
pula pada akad istishna. Seperti firman Allah di dalam QS. al-Baqarah:

282 yang Artinya:


"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya".

Ayat ini menjelaskan ketika kita melakukan transaksi hutang, maka sebaiknya menulisnya untuk
menghindari kesalahpahaman diantara pihak

1).Menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah, akad istishna sah dengan landasan
diperbolehkannya akad As-salam. Mereka mengqiyas-kan bai’ istis}na@’ dengan bai’ as-salam
karena keduanya barang yang dipesan belum berada ditangan penjual manakala kontrak
ditandatangani. Selain itu juga bai’ istishna’ telah menjadi kebiasaan umat manusia dalam
bertransaksi (‘urf). Oleh karena itu, dalam bai’ istishna’ berlaku pada syarat-syarat sebagaimana
disebutkan dalam bai’ as-salam.

2).Menurut Hanafiyah, jual beli istishna’ diperbolehkan dengan alasan istihsan (menganggap
baik dan perlu), demi kebaikan kehidupan manusia dan telah menjadi kebiasaan (‘urf) dalam
beberapa masa tanpa ada ulama yang mengingkarinya

3).Hanafi berpendapat bahwa bai’ istishna termasuk akad yang dilarang karena bertentangan
dengan semangat bai’ secara qiyas. Mereka mendasarkan kepada argumentasi bahwa pokok
kontrak penjual harus ada dan dimiliki oleh penjual, Sedangkan dalam istishna’ , pokok kontrak
itu belum ada atau tidak di miliki penjual. Meskipun demikian, Mazhab Hanafi Menyetujui
kontrak istishna atas dasar istihsan karena alasanalasan berikut ini :

a. Masyarakat telah mempraktekkan bai’ istishna’ secara luas dan terus menerus tanpa ada
keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan bai’ istishna sebagai kasus ijma’ atau
konsensus umum.

b. Di dalam Syariah di mungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas berdasarkan ijma’


ulama,

c. Keberadaan bai’ istishna’ di dasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang


seringkalimemerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga mereka cenderung untuk
melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang untuk mereka.

d. Bai’ istishna’ sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak
bertentangan dengan nash atau aturan Syariah.

Sebagian Fuqaha kontemporer berpendapat bahwa bai’ istishna adalah sah atas dasar qiyas dan
aturan umum Syariah karena itu memang jual beli biasa dan si penjual akan mampu
mengadakan barang tersebut pada saat penyerahan. Demikian juga terjadinya kemungkinan
perselisihan atas jenis dan kualitas suatu barang dapat diminimalkan dengan pencantuman
spesifikasi dan ukuran-ukuran serta bahan material pembuatan barang tersebut.
B.Landasan Hukum Salam

1.Al-Qur'an.

Yang artinya: "hai orang --orang yang beriman! Jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai
sampai waktu yang tertentu, buatlah secara tertulis..." (Al-Baqarah:282)

Dalam kaitan ayat tersebut ibnu abbas menjelaskan keterkaitannya ayat tersebut dengan
transaksi bai' as-salam. Dan beliau mengungkapkan, "saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang
dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-
Nya." Lalu ia menyebutkan dalil tersebut diatas.

2.Al-Hadist

Ibnu abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Datang ke madiah dimana penduduknya
melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (dalam jangka waktu) dalam jangka waktu
satu,dua,tiga tahun beliau bersabda:

"Barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang
jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui."

Dapat disimpulkan bahwa jual beli salam adalah diperbolehkan dengan syarat dan rukun
ketentuan yang berlaku, islam telah mengajarkan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan
hutang hendaknya dilakukan pencatatan agar tidak terjadi perselisihan dikemudian hari. Jual
beli salam juga memiliki tujuan untuk memperoleh kemudahan dalam menjalankan bisnis,
karna barangnya boleh dirkirim belakangan.

3. Aplikasi Jual Beli Salam dan Istishna di Lembaga Keuangan Syari’ah

a). Aplikasi Jual beli salam di Lembaga Keungan syari'ah

artinya pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari,sedangkan pembayaran dilakukan


di muka

1. Dalam praktik LKS adalah salam pararel.

Salam pararel merupakan transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabahkepada LKS.
Pembelian tidak secara langsung dengan melakukan penyerahan barang,akan tetapi nasabah
hanya memberikan spesifikasi barang, kemudian LKS memesanbarang yang diminta nasabah
kepada pihak ketiga atau produsen. Biasanya LKSmelakukan pembayaran atas barang tersebut
secara tunai. Barang tersebut kemudiandijual kepada konsumen atau nasabah, bisa secara
tunai atau secara angsuran.
2. Prinsip salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikanbelum ada.

3. Oleh karena itu barang yang diserahkan secara tangguh sedangkanpembayaran dilakukan
secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli sedangkannasabah bertindak sebagai penjual.
Dalam prakteknya bank dapat menjual barangtersebut kembali kepada rekanan nasabah atau
kepada nasabah itu sendiri baik secaraiunai maupun cicilan. Dalam transaksi ini kuantitas,
kualitas dan waktu penyerahanbarang harus ditentukan secara pasti.Dalam jual beli salam,
spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati olehpembeli dan penjual di awal akad.
Ketentuan harga barang pesanan tidak dapatberubah selama jangka waktu akad. Dalam hal ini
Bank bertindak sebagai pembeli,Bank Syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk
menghindari risiko yangmerugikan Bank. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya
secara umum yangmeliputi: jenis, spesikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan
harussesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jikabarang
pesanan yang dikirimkan salah atau cacat, maka penjual harus bertanggung jawab atas
kelalaiannya.

4. jual beli salam dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif
pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah

5. barang seperti padi, jagung, dan cabai dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-
barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, maka dilakukan akad bay’ al salam kedua,
misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk, dan grosir. Inilah yang dalamperbankan Islam
dikenal sebagai salam pararel (Antonio, 1999).

6. Salam dalam teknis perbankan syariah berarti pembelian yang dilakukan olehbank dengan
pembayaran dimuka dengan pihak I (Nasabah I) dan dijual lagi kepadapihak lain (nasabah II)
dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama.Modal/harga yang dibayarkan
dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang, melainkandalam bentuk tunai yang dibayarkan
segera. Ketentuan umum Salam :1. Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya
secara jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Misalnya jual beli 1 ton
cabemerah keriting dengan harga Rp. 10.000-/kg, akan diserahkan pada panendua bulan
mendatang.2. Apabila hasil produksi yang diterima ternyata tidak sesuai dengan akad
makanasabah (produsen) harus bertanggung jawab, dengan cara antara lainmengembalikan
dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yangsesuai dengan pesanan.3. Mengingat
bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannyasebagai persediaan (inventory), maka
dimungkinkan bagi bank untukmelakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua).
Mekanismeseperti ini disebut dengan salam parallel.

7. Menurut Imam Mustofa tahapan pelaksanaan salam adalah sebagai berikut:


1. Nasabah memesan barang kepada bank syariah dengan menjelaskanspesifikasinya
kepadapenjual.

2. Setelah menerima pesanan nasabah, maka bank syariah segera memesanbarang kepada
pembuat/produsen. Produsen membuat/memberikan barangsesuai pesanan bank syariah.

3. Setelah barang yang dipesan ada, produsen mengirimnya kepada nasabah.

4. Bank syariah membayar barang kepada produsen.

5. Nasabah membayar harga barang kepada bank syariah, biasanya denganmengangsur.Setelah


barang selesai dibuat, maka diserahkan oleh produsen kepada nasabahatas perintah bank
syariah.

2. Aplikasi pembiayaan salam

a. Tujuan pembiayaan salamPembiayaan salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan


hasilproduksi pertanian, perkebunan, dan peternakan. Petani dan peternak padaumumnya
membutuhkan dana untuk modal awal dalam melaksanakan

aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada saatakad. Setelah hasil
panen, maka nasabah akan membayar kembali. Denganmelakukan transaksi salam, maka
petani dan peternak dapat mengambilmanfaat tersebut.Hasil produksi dari pertanian,
perkebunan dan peternakan harus diketahuidengan jelas ciri-cirinya dan bersifat umum seperti:
jenis, macam, ukuran,kualitas dan kuantitasnya. Hasil produksi yang diterima harus sesuai
denganspesifikasi yang telah diperjanjikan. Apabila terjadi kekeliruan atau cacat,maka produsen
harus bertanggung jawab.b. HargaKetentuan harga jual ditetapakan diawal perjanjian dan tidak
boleh berubahselama jangka waktu perjanjian. Harga dalam jual beli antara bank syariahdan
nasabah produsen lebih rendah dibanding harga jual beli antara bankdan produsen dengan
harga antara bank dan pemesan menjadi keuntungansalam.c. Jangka waktu salam adalah
jangka pendek, yaitu paling lama satu tahun.

10 Pembiayaan salam dilakukan oleh bank syariah untuk pembiayaan pada sektorpertanian,
perkebunan, dan peternakan. Berikut ini ilustrasi jual beli salam:

B.Implementasi jual beli istisna’ di Lembaga Keuangan Syari’ah

Jual beli dalam praktik LKS adalah istisna’pararel.

b).Apikasi Istishna

merupakan transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabah kepada LKS. Pembelian
tidak secaralangsung dengan melakukan penyerahan barang, akan tetapi nasabah
hanyamemberikan spesifikasi barang, kemudian LKS memesan barang yang diminta
nasabahkepada pihak ketiga atau produsen. biasanya LKS melakukan pembayaran atas
barangtersebut secara tunai. Barang tersebut kemudian dijual kepada konsumen ataunasabah,
bisa secara tunai atau secara angsuran.

Prinsip istihna pada dasarnyamerupakan transaksi jual beli cicilan seperti murabahah muajjall
namun bedanyabarang diserahkan pada akhir cicilan.

fasilitas istisna’ bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang

disepakati kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya produksi ditambah keuntunganbagi
produsen, tetapi lebih rendah dari harga jual) dan dengan pembayaran di mukasecara
bertahap,

Berikut tahapan dari pelaksanaan istisna’ Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah

(LKS):

1. Nasabah memesan barang kepada bank selaku penjual. Dalam memesanbarang telah
dijelaskan spesifikasinya, sehingga bank syariah akanmenyediakan barang sesuai dengan
pemesanan nasabah.

2. Setelah menerima pesanan nasabah, maka bank syariah segera memesanbarang kepada
pembuat/produsen. Produsen membuat barang sesuaipesanan bank syariah.

3. Bank menjual barang kepada pembeli/pemesan dengan harga sesuaidengan kesepakatan.

4. Setelah barang selesai dibuat, maka diserahkan oleh produsen kepadanasabah atas perintah
bank syariah.

4.SKEMA AKAD ISTISHNA DAN SALAM


Mekanisme pembayaran istishna yang harus disepakati dalam akad dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut

1.Pembayaran dimuka secara keseluruhan atau sebagian setelah akad namun sebelum pembuatan
barang.

2.Pembayaran saat penyerahan barang atau selama dalam proses pembuatan barang. Cara pembayaran
ini dimungkinkan adanya pembayaran termin sesuai dengan progres pembuatan aset istishna.

3.Pembayaran ditangguhkan setelah penyerahan barang.

4.Kombinasi dari cara pembayaran di atas.


Skema Dasar Akad Salam

Penjelasan pada skema di atas secara sederhana adalah adanya dua pihak yang akan bertransaksi yaitu
penjual dan pembeli. Sebut saja penjual sebagai A dan pembeli sebagai B. Si B akan membeli produk
berupa traktor. Karena traktor tersebut tidak bisa disediakan secara langsung saat itu maka si B
melakukan akad salam kepada si A. Si B menjelaskan secara spesifik traktor yang ia inginkan. Setelah
sepakat, traktor tersebut dibuat dan pada waktu yang telah ditentukan untuk diselesaikan maka traktor
tersebut dikirimkan kepada si A.
BAB III

PENUTUP
1.Kesimpulan

A.Definisi Istishna dan salam

Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli/mustashni') dan penjual (pembuat/shani').

Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman barang
di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada
saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

B.Landasan Hukum Salam

1.Al-Qur'an.

2.Al-Hadist

3. Aplikasi Jual Beli Salam dan Istishna di Lembaga Keuangan Syari’ah

a). Aplikasi Jual beli salam di Lembaga Keungan syari'ah

2. Prinsip salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikanbelum ada.

3. Oleh karena itu barang yang diserahkan secara tangguh sedangkanpembayaran dilakukan
secara tunai.

b).Apikasi Istishna

2. Setelah menerima pesanan nasabah, maka bank syariah segera memesanbarang kepada
pembuat/produsen. Produsen membuat barang sesuaipesanan bank syariah.

3. Bank menjual barang kepada pembeli/pemesan dengan harga sesuaidengan kesepakatan.

4. Setelah barang selesai dibuat, maka diserahkan oleh produsen kepadanasabah atas perintah
bank syariah.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Abd. Hadi, Dasar-Dasar Hukum Ekonomi Islam, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010),
hlm 100

[2] Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003),
hlm 40.

[3] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktik, (Jakarta : Gema Insani,
2001), hlm 108.

[4] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2014), cetakan ke-65, hlm
294.

[5] DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta : CV Darus Sunnah, 2015), cetakan ke-18

[6] Muhammad Syafi’I Antonio, op. cit., hlm 109

[7] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktik, (Jakarta : Gema Insani,
2001), hlm 113

[8] Ibid., Loc. cit

[9] Muhammad Syafi’I Antonio, Op. cit., hlm. 114

Anda mungkin juga menyukai