Anda di halaman 1dari 112

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Arsitektur memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat fenomena-
fenomena yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Arsitektur menyelesaikan
suatu persoalan dengan merencanakan sebuah desain perancangan. Sejatinya,
desain perancangan lahir dari kebutuhan masyarakat. Desain perancangan
merupakan proses panjang dimana dalam proses ini arsitektur melakukan
eksplorasi ide-ide melalui coretan sebelum dikembangkan menjadi sebuah
perancangan yang nyata.
Arsitektur dituntut untuk dapat menghasilkan suatu karya. Karya yang
dihasilkan tidak hanya melihat pada suatu hasil akhir melainkan arsitektur harus
meletakkan karakteristik ke dalam proses pendesainan untuk menciptakan suatu
perbedaan. Dalam perencanaan suatu desain perancangan arsitektur berpedoman
pada konsep yang akan diterapkan ke dalam perancangan nantinya. Selain konsep
arsitektur melakukan pendekatan tema terhadap perancangan. Pemilihan tema
harus memiliki keterkaitan terhadap konsep. Pemilihan pendekatan tema memiliki
beberapa cara salah satunya penerapan prinsip desain seorang arsitek. Tujuan
penggunaan konsep dan tema adalah untuk menghasilkan suatu rancangan yang
dapat memberikan kesesuaian terhadap kebutuhan pengguna.
Kengo Kuma merupakan salah satu arsitek Jepang yang memiliki prinsip
desain yang menarik. Desain Kengo Kuma selalu berkonsep pada interkoneksi
manusia dengan alam. Menurut Pulvers (2013), arsitektur Kuma menciptakan
koneksi atau pertemuan antara manusia dan alam. Kuma meniadakan isolasi dan
menghalangi munculnya keterasingan dalam desain perancangannya. Kengo
Kuma memandang bahwa arsitektur tidak hanya sebagai objek, objek disini
menjelaskan bahwa arsitektur dibuat berbeda atau terputus dengan lingkungannya.
Salah satu cara Kuma dalam menjembatani antara arsitektur dan lingkungan
adalah dengan melakukan penekanan pada material dan melakukan manipulasi
terhadap alam melalui material yang terlihat pada karya-karyanya.

1
Salah satu fenomena yang masih terjadi saat ini adalah ketidaksetaraan
kesempatan perempuan. Secara harfiah, laki-laki dan perempuan memiliki
kesetaraan hak dalam segala bidang sesuai dengan kodratnya. Namun, dalam
menjalankan kehidupan masih ditemukan perbedaan pandangan terhadap
perempuan. Perempuan selalu dipandang sebagai kaum yang lemah, tak berdaya
dan ketergantungan. Perempuan mengalami pembatasan dalam menjalankan peran
sehingga terkekang dan mendapatkan perlakuan diskriminasi. Akibatnya,
perempuan mengalami kesulitan dalam mengembangkan dan mengeksplorasi diri.
Beberapa contoh isu terkait masalah ketidaksetaraan kesempatan perempuan
meliputi Arab Saudi melarang perempuan untuk mengendarai kendaraan.
Kebebasan bergerak bagi perempuan di Arab Saudi dibatasi oleh tumpang tindih
batasan hukum dan kontrol sosial, sebagai hasilnya perempuan tidak dapat
mengendarai mobil, bepergian dengan pesawat, bekerja, dan berada di luar rumah
tanpa izin wali (Alharbi, 2015). Selain itu, perempuan India menghadapi
tantangan berupa mahar, aborsi, penolakan warisan, perdagangan anak perempuan
dan lain sebagainya. Komunitas agama, komunitas desa, dan komunitas buatan
seperti badan profesional yang ada di India hampir tidak ada melambangkan
kesetaraan antara pria dan wanita (Saryal, 2014). Isu-isu di atas menggambarkan
ketidaksetaraan perempuan disebabkan masih tertanamnya budaya patriarki dalam
kehidupan masyarakat.
Budaya patriarki di Indonesia merupakan salah satu penyebab munculnya
masalah sosial terhadap perempuan. Banyaknya masalah sosial memiliki
penyebab yang sama, yakni langgengnya budaya patriarki dimana masalah
tersebut berupa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual,
perceraian, dan pernikahan dini (Sakina dan A, 2017). Masalah sosial terhadap
perempuan tersebar diberbagai provinsi khususnya provinsi Riau.
Berdasarkan laporan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan
Dan Anak (P2TP2A) Provinsi Riau, masalah sosial di provinsi Riau mengalami
fluktuatif jumlah kasus dari tahun ke tahun dengan KDRT sebagai jumlah kasus
tertinggi.

2
Tabel 1.1 Bentuk Masalah Sosial Terhadap Perempuan Provinsi Riau Tahun
2012-2017
Tahun
No Jenis Kasus Jumlah
2012 2013 2014 2015 2016 2017
1 KDRT 24 55 33 41 69 37 259
Kejahatan
2 13 21 33 32 37 35 171
Seksual
3 Penganiayaan 6 17 4 6 5 2 40
4 Trafficking 6 3 1 2 4 6 22
Kekerasan
5 2 9 2 5 4 5 27
Psikis
Kekerasan
6 0 0 0 1 4 0 5
Fisik
Penelantaran
7 0 1 0 0 0 0 1
Tenaga Kerja
Pelanggaran
8 0 0 2 0 0 0 2
HAM
Sumber : http://dpppa.riau.go.id/p2tp2a, diakses pada 29 September 2018

Menurut Sakina dan A (2017), kasus KDRT masih terjadi dikarenakan


perempuan tidak berani melaporkan kepada pihak berwajib atas kasusnya dengan
alasan statusnya sebagai ibu rumah tangga serta kekhawatiran kehilangan
seseorang dalam memberi nafkah. Hal ini menjelaskan perempuan membutuhkan
suatu perlindungan atas dirinya.
Masalah terhadap perempuan di kota Pekanbaru adalah mengenai
ketenagakerjaan perempuan. Badan Pusat Statistik kota Pekanbaru mencatat pada
tahun 2018 jumlah perempuan pengangguran (19.008), ibu rumah tangga
(143.120), serta lainnya (3.004) dengan usia 15 tahun keatas. Selain itu, Badan
Pusat Statistik kota Pekanbaru juga mencatat jumlah pencari kerja perempuan
adalah 3.825. Data ini menjelaskan perempuan membutuhkan suatu kesempatan
dalam mengeksplorasi diri. Perempuan juga merupakan aset dalam ikut
berpartisipasi untuk pembangunan bangsa dan negara. Oleh karena itu, perempuan
membutuhkan suatu tempat yang dapat mewadahi kesempatan perempuan untuk
mengembangkan kreatifitas dan potensi diri melalui upaya pembinaan,
pemberdayaan dan perlindungan.
Mengambil contoh dari negara Afrika menangani permasalahan perempuan
dengan mendirikan women’s opportunity center Kayonza. Menurut Aisyah
(2015:78), ”women’s opportunity center Kayonza adalah sebuah pusat
pemberdayaan wanita yang berada di Rwanda. Pusat pemberdayaan wanita ini

3
memberikan pelayanan skala internasional sebagai organisasi yang membantu
menyelamatkan perempuan dan membangun kembali kehidupannya”.
Arsitektur memandang persoalan ini dengan perlunya perencanaan
perancangan women’s opportunity building di Pekanbaru. Women’s opportunity
building merupakan sebuah bangunan yang dirancang sebagai sarana untuk
pembinaan, pemberdayaan, dan perlindungan dengan tujuan memberikan
kesempatan kepada kaum perempuan untuk dapat mengembangkan dan
mengeksplorasi kreatifitas sehingga menjadi perempuan yang mandiri dan dapat
berkarya. Sasaran dari perancangan women’s opportunity building di Pekanbaru
adalah perempuan yang mengalami masalah sosial, perempuan pengangguran dan
ibu rumah tangga. Selain itu, tujuan dari rancangan women’s opportunity building
ini adalah sebagai wadah dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan serta
menjalin suatu koneksi antar satu dengan lainnya sehingga menjadi kelompok
perempuan yang lebih produktif. Women’s opportunity building di Pekanbaru ini
memiliki fasilitas-fasilitas yang mencangkup fungsi edukasi, rehabilitasi,
ekonomi, sosial dan administrasi dalam mendukung kegiatan-kegiatan pembinaan,
pemberdayaan serta perlindungan.
Prinsip desain Kengo Kuma dan isu ketidaksetaraan kesempatan perempuan
memiliki keterkaitan. Dari segi arsitektur prinsip desain Kengo Kuma memandang
arsitektur dan lingkungan merupakan suatu hubungan. Dari segi kasus perempuan
merasa terasingkan atau mengasingkan dan menjadi lebih individual sehingga
dalam hal ini perempuan perlu dirangkul. Oleh karena itu, prinsip desain Kengo
Kuma memiliki kesesuaian dengan perancangan women’s oppotunity building
yaitu bagaimana menciptakan interkoneksi atau hubungan terhadap perempuan
melalui arsitektur dan lingkungan sekitar .

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam
perancangan penerapan prinsip desain Kengo Kuma pada women’s opportunity
building di Pekanbaru adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan prinsip desain Kengo Kuma pada women’s
opportunity building?

4
2. Bagaimana merumuskan konsep pada women’s opportunity building yang
sesuai dengan prinsip desain Kengo Kuma?
3. Bagaimana menentukan fasilitas-fasilitas women’s opportunity building
yang dapat mendukung kegiatan penggunanya?

1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah, maka tujuan dalam
perancangan penerapan prinsip desain Kengo Kuma pada women’s opportunity
building adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan prinsip desain Kengo Kuma pada women’s opportunity
building.
2. Merumuskan konsep pada women’s opportunity building yang sesuai
dengan prinsip desain Kengo Kuma.
3. Mengidentifikasi fasilitas-fasilitas pada women’s opportunity building yang
dapat mendukung kegiatan penggunanya.

1.4 Lingkup Dan Batasan


1.4.1 Lingkup
Lingkup dan batasan adalah suatu perihal yang menjadi cakupan wilayah
pembahasan suatu peristiwa agar pembahasanya tepat sasaran dari tujuan yang
ingin dicapai. Dalam hal ini akan dibahas sejauh mana hal yang perlu diperhatikan
dalam perancangan penerapan prinsip desain kengo kuma pada women’s
opportunity building di Pekanbaru:
A. Lingkup Substansial
Lingkup pembahasan menitikberatkan pada permasalahan umum yang
timbul dari permasalahan yang terjadi saat ini yaitu masih terbatasnya wadah
informal yang konkrit mengenai kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan
kesempatan produktifitas perempuan yang kini masih menjadi permasalahan.
Permasalahan sosial terhadap perempuan hingga kini masih menjadi persoalan
sehingga diperlukan bagaimana menciptakan suatu hubungan antar perempuan
dalam meningkatkan kesejahteraan hidup di kota Pekanbaru seputar women’s

5
opportunity. Oleh karena itu, pembahasan dilingkupi oleh pendekatan prinsip
desain Kengo Kuma yang dapat menggambarkan terciptanya koneksi.

B. Lingkup Wilayah
Wilayah yang dipilih sebagai site perencanaan dan perancangan bangunan
yaitu berlokasi di jalan Arifin Achmad, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan
Tampan Kota Pekanbaru.

1.4.2 Batasan
Perancangan penerapan prinsip desain Kengo Kuma pada women’s
opportunity building di Pekanbaru ini, untuk menghindari pembahasan yang tidak
seharusnya dibahas pada pemaparan pemasalahan di atas, maka perlu adanya
batasan-batasan yang melingkupi permasalahan, antara lain :
a. Perancangan women’s opportunity building ini menerapkan prinsip desain
Kengo Kuma berdasarkan karya-karyanya.
b. Fasilitas baik fasilitas utama maupun fasilitas pendukung yang terdapat pada
perancangan women’s opportunity building dalam mendukung kegiatan
pembinaan, pemberdayaan dan perlindungan perempuan.

6
1.5 Kerangka Pikir

Penerapan Prinsip Desain Kengo Kuma Pada


Women’s Opportunity Building Di Pekanbaru

LATAR BELAKANG

1. Sudut pandang arsitektur dalam melihat suatu fenomena dalam kehidupan masyarakat
2. Cara pandang Kengo Kuma dalam pendesainan
3. Keterkaitan prinsip desain Kengo Kuma dengan perancangan women’s opportunity building di Pekanbaru sebagai
wadah dalam kegiatan pembinaan, pemberdayaan dan perlindungan perempuan
4.

RUMUSAN MASALAH TUJUAN


1. Bagaimana penerapan prinsip desain Kengo 1. Menerapkan prinsip desain Kengo Kuma pada
Kuma pada women’s opportunity building? women’s opportunity building.
2. Bagaimana merumuskan konsep pada women’s 2. Merumuskan konsep pada women’s
opportunity building yang sesuai dengan prinsip opportunity building yang sesuai dengan
desain Kengo Kuma? prinsip desain Kengo Kuma.
3. Bagaimana menentukan fasilitas women’s 3. Mengidentifikas fasilitas-fasilitas pada F
opportunity building yang dapat mendukung women’s opportunity building yang dapat e
kegiatan penggunanya? mendukung kegiatan penggunanya. e
d
b
LINGKUP DAN BATASAN a
Lingkup c
Wilayah yang dipilih sebagai site perencanaan dan perancangan bangunan yaitu berlokasi di jalan Arifin Achmad, k
Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru.
Batasan
a) Perancangan women’s opportunity building ini menerapkan prinsip desain Kengo Kuma berdasarkan karya-karyanya.
b) Fasilitas baik fasilitas utama maupun fasilitas pendukung yang nantinya terdapat pada women’s opportunity building di
Pekanbaru yang dapat digunakan dalam mendukung kegiatan pembinaan, pemberdayaan dan perlindungan perempuan,

Studi Banding PENGUMPULAN DATA Studi Pustaka

Prinsip Desain ANALISA


Kengo Kuma

KONSEP

TRANSFORMASI DESAIN PENGEMBANGAN DESAIN

7
1.6 Sistematika Pembahasan
Pada penulisan mengenai penerapan prinsip desain Kengo Kuma pada
women’s opportunity building menggunakan sistematika pembahasan sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi mengenai pokok-pokok pikiran yang melatarbelakangi
pemilihan judul, identifikasi masalah, tujuan, lingkup/batasan, kerangka
pikir, sistematika penulisan dan keaslian penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Berisi tentang data-data terkait dan berhubungan dengan tinjauan fungsi
rancangan, tinjauan tema perancangan, serta studi banding dan tema
perancangan sejenis yaitu mengenai prinsip desain Kengo Kuma pada
perancangan women’s opportunity building.

BAB III METODE PERANCANGAN


Berisi tentang kajian mengenai paradigma perancangan, tinjauan lokasi
dan bagan alur perancangan dalam penerapan prinsip desain Kengo
Kuma pada perancangan women’s opportunity building.

BAB IV ANALISIS DAN KONSEP PERANCANGAN


Berisi uraian rancangan berupa analisis tapak, analisis fungsional,
analisis sistem bangunan, analisis sistem utilitas, analisis tampilan fisik
bangunan, dan analisis lain yang diperlukan serta konsep dalam
perancangan women’s opportunity building.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

8
1.7 Keaslian penulisan
Berdasarkan penelusuran tentang judul perancangan pada jurusan arsitektur
dengan konteks women’s opportunity building di Pekanbaru, setidaknya terdapat 2
(dua) judul yang memiliki keterkaitan. Kedua judul tersebut adalah:

Tabel 1.2 Perbandingan Penulisan


No Judul Persamaan Perbedaan
1. Gedung pemberdayaan Pada objek fungsi Pada pendekatan
perempuan dengan pendekatan perancangan yaitu yaitu tema perancangan
arsitektur berkelanjutan di gedung pemberdayaan yaitu arsitektur
Makassar, Dwi Astuti Kusuma perempuan berkelanjutan
Wardani Maksud, Fakultas
Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri
Alauddin Tahun 2014
2 Perancangan pusat pembinaan Pada objek fungsi Pada pendekatan
dan pemberdayaan wanita di perancangan yaitu tema perancangan
Kota Malang dengan tema pembinaan dan yaitu paradox
paradox arsitektur, Siti pemberdayaan wanita arsitektur
Aisyah, Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang Tahun 2015

Kedua judul di atas memiliki perbedaan dengan judul perancangan ini,


memiliki fungsi rancangan yang sama, namun memiliki pendekatan yang berbeda.
Keaslian perancangan penerapan prinsip desain kengo kuma pada women’s
opportunity building di Pekanbaru ini dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional,
objektif serta terbuka.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tema Rancangan


2.1.1 Kengo Kuma
Kengo Kuma adalah salah satu arsitek berkebangsaan Jepang. Kengo Kuma
lahir di Yokohama, Jepang pada tahun 1954. Kuma bersekolah di SMP dan SMA
Eiko Gakuen. Tahun 1985-1986 Kuma pindah ke New York untuk melanjutkan
studi di Universitas Colombia. Kuma mendirikan kantor dengan nama Kengo
Kuma & Associates tahun 1990. Kuma pernah mengajar di Colombia University,
University of Illinois di Urbana Champaign, dan menjadi guru besar di Keio
University tahun 2008.
Kengo Kuma merupakan arsitek beraliran kontemporer. Kengo Kuma
menghidupkan dan merevitalisasi nilai dan adat istiadat tradisional Jepang yaitu
menghargai alam di era masa kini melalui desainnya. Kuma sangat mencintai
negaranya sehingga fokus desain Kuma adalah pada material dan konektifitas
emosional tradisi Jepang. Kuma selalu menggabungkan lingkungan binaan
dengan sumber daya alam seperti cahaya alami.

Gambar 2.1 Kengo Kuma


Sumber : https://bit.ly/2F4rFOb

Karya-karya desain Kengo Kuma antara lainnya: M2 Building (1989-1991),


Kiro-San Observatory (1994), Water/Glass (1995), River/Fileter (1996), Noh
Sage In The Forest (1996), Memorial Park (1997), Kitakami Canal Museum

10
(1999), Stone Museum (2000), Museum of Ando Hiroshige (2000), dan lain
sebagainya.
Beberapa penghargaan yang pernah diraih Kengo Kuma antara lain,
Architectural Institute of Japan Award for “Noh Stage in the Forest (1997), Togo
Murano Award for “ Nakagawa-machi Bato Hiroshige Museum (2001), Spirit of
Nature Wood Architecture Award (2002), Energy Perfomanc + Architecture
Award (2008), dan lain sebagainya. (http://kkaa.co.jp/about/kengokuma, diakses
pada 08 Oktober 2018, pukul 17:06 WIB)

2.1.2 Falsafah, Prinsip dan Karakteristik Desain Kengo Kuma


Dalam tahap pendesainan Kuma sangat memperhatikan lokasi proyek,
lingkungan, morfologi, topografi, sejarah dan budaya setempat serta masyarakat.
Hal ini dilakukan Kuma untuk dapat merasakan udara, menginjak tanah pada
tapak, dan berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Desain Kuma diawali
dengan adanya komunikasi. Kuma memiliki konsep penegasan pada materi dan
detail konstruksi arsitektur sebagai mediator antara lingkungan dan arsitektur.
Prinsip Kuma bagaimana bahasa tubuh dan bahasa dinding saling melengkapi.
Kuma memiliki sifat dematerialisasi antara arsitektur dan lansekap. Kuma
memungkinkan cahaya dan suara masuk pada arsitektur dimana bertolak belakang
dengan sifat material itu sendiri (Vignjevic, 2015).
Kuma menciptakan arsitektur sebagai pengalaman taktil, emosional dan
multisensor. Kuma selalu ingin memanfaatkan segalanya dalam arsitektur tanpa
merasa dibatasi contohnya karya desain Kuma memungkinkan cahaya, udara dan
suara menyatu dengan arsitektural.
Kuma melakukan penolakan untuk menghasilkan arsitektur yang bersifat
objectual, sculptural, seductive. Prinsip dasar arsitekturnya menekankan pada
aspek fenomenalogis. Kuma selalu terinspirasi dengan tradisi Jepang. Arsitektur
tradisional Jepang arsitektur berasal dari suatu hubungan dengan lanskap, interior
dan eksterior serta antara orang-orang bukan dari bentuk.
Kuma memiliki kesan yang berbeda antara bangunan betonisasi dengan
bangunan tradisional Jepang. Hal ini dirasakan Kuma ketika berkunjung pada
rumah Azuma Tadao Ando. Kuma merasa tidak nyaman dan merasa mati rasa

11
dengan bangunan yang konkret dan absolut. Berbeda dengan bangunan tradisional
Jepang, Kuma merasa senang dengan melihat material kayu yang sederhana dan
memiliki banyak ventilasi. Sehingga dalam setiap karya Kuma selalu
menggunakan beton sedikit mungkin. Kuma lebih memilih menggunakan material
kayu, batu, kaca, bambu, jerami, plastik, kain dan kertas.
Menurut Pulvers (2013), Kuma dipengaruhi oleh kakeknya. Kakek Kuma
jarang berbicara dengannya kecuali ketika menanam sayuran. Kuma berpendapat
bahwa komunikasi dan pembebasan hambatan dapat terjadi melalui budidaya
alam. Hal ini melekat dalam diri kuma dan menyebutnya keajaiban makluk hidup.
Komunikasi dengan orang-orang dan berkomunikasi dengan dunia alam adalah
satu.
Menurut Michal (2011), beberapa karakteristik pada desain Kengo Kuma
adalah sebagai berikut:
A. Transcendence
Kuma mendesain bangunan dengan membuka peluang untuk
menghubungkan subjek ke dunia. Bangunan secara virtual membawa pengguna
dari dalam ke luar, menjadikannya terhubung dengan lingkungan dan hampir
identik dengannya. Mendefinisikan batas-batas objek menjadi kabur.

B. Passivity
Kuma mencegah keberadaan arsitektur menjadi suatu objek. Kuma
mencegah objek bangunan dengan menciptakan suatu kepasifan. Sebuah
bangunan pasif, menurut Kuma akan bertindak sebagai reseptor. Kepasifan dapat
dicapai melalui materi misalnya air.

C. Particilization
Kuma memandang hal terpenting dari arsitektur adalah partikelnya bukan
rencana, bentuk atau elevasi. Arsitektur mengilustrasikan particilization seperti
pelangi. Kuma memandang pelangi bukanlah sesuatu yang mutlak yang ada
disuatu tempat. Pelangi dihasilkan oleh hubungan antara matahari, tetesan air, dan
pengamat. Sama halnya dengan arsitektur Kuma memandang arsitektur dihasilkan
oleh hubungan antara alam, bangunan dan manusia.

12
D. Temporality
Temporality adalah perbedaan antara waktu dan ruang.

E. Subject-Object Relationship
Cara kuma menciptakan arsitektur tidak sebagai objek adalah dengan
menciptakan suatu hubungan antara subjek dan objek. Pada desain Kuma individu
tidak akan mengakui keberadaan gedung sampai individu tersebut menjadi bagian
dari bangunan.
Menurut Michal (2011), pendekatan Kengo Kuma memiliki 3 (tiga) langkah
meliputi:
A. Spatial
Menghubungkan bagian dalam dengan bagian luar. Kuma mengaburkan
batasan antara bangunan dan dunia, membangun kembali hubungan antara dua
entitas ini. Dalam proses ini, berbagai fraksi ruang digabungkan menjadi satu
kesatuan.

B. Temporal
Menjembatani kesenjangan antara ruang dan waktu. Ruang diabstraksikan,
waktu tidak boleh mengambil peran yang berbeda dalam entitas. Oleh karena itu
ruang bergabung dengan ruang ke dalam kelompok penyatuan yang lebih besar.

C. Positional
Menghubungkan subjek dengan objek. Salah satu cara Kuma mengelola
untuk menghubungkan subjek dan objek adalah memberi subjek kebebasan untuk
berinteraksi dengan lingkungan. Kuma memberikan subjek kekuatan dan
kebebasan untuk mengatur dan membentuk lingkungan dengan caranya sendiri.
upaya Kuma untuk melibatkan orang-orang bertujuan untuk mengakui kebebasan
mereka.

13
Tabel 2.1 Karakteristik Desain Kengo Kuma
Karakteristik Analisa
Penekanan pada bidang horizontal dan
Transcendence membuatnya hampir terbuka ke luar
Bangunan. Transcendence dan tautan visual
dengan lingkungan, menjadi satu kesatuan
dengan alam.

Gambar 2.2 Great Bamboo Wall House


Sumber: Michal, 2011

Passivity Di gedung ini, penekanan diletakkan pada


kedua bidang horizontal. Lantai tertutup air,
menciptakan kesan dengan laut. Dengan
membuat dinding vertikal seluruhnya kaca,
keberadaan fisik arsitektur hampir hilang,
menggeser fokus pada elemen eksternal,
seperti cahaya dan pergerakan figur-figur
arsitektur pasif. Dalam pengertian ini,
arsitektur bertindak hanya sebagai latar
belakang untuk mengungkapkan kualitas
ini.
Gambar 2.3 Water/Glass
Sumber: Michal, 2011

Particilization
Peran batu yang digunakan pada stone
museum didefinisi ulang dari kehadiran luar
biasa ke bentuk kisi-kisi tipis yang
memungkinkan cahaya dan angin untuk
melewati membiarkan gedung mencair ke
udara sekitar. Benda padat dilarutkan
menjadi partikel yang memiliki cahaya. Hal
penting di sini adalah ukuran partikel, jika
ukurannya terlalu besar objek mencolok
dan jika mereka terlalu kecil, mereka
Gambar 2.4 Detail Stone Museum tampak sebagai massa yang berat.
Sumber: Michal, 2011

14
Jembatan yang mengarah ke panggung
Temporality tidak dianggap sebagai objek ruang, tetapi
esensinya melalui pergerakan. Saat mereka
mendekati panggung para aktor berjalan
dengan cara yang berbeda dan membasahi
kaki mereka di papan lantai untuk
mengarahkan perhatian ke lantai. Dengan
gerakan aktor, dek terbentang di depan
mata penonton, dan tindakan ini ditangkap
sebagai jejak dari gerakan subjek. Sebuah
bukti dari masa lalu objek yang bergerak
masuk ke dalamnya. Gerakan ini kemudian
dipahami sebagai kontinuitas dan lantai
Gambar 2.5 Tipikal Denah Noh Theatre
memperoleh karakter temporal.
Sumber: https://bit.ly/2APp6LS

Contoh dalam eksplorasi kesadaran adalah


Kiruri Kuma observatorium. Agar tidak
Subject-Object Rela tionship membuat objek di atas bukit, sebagian besar
observatorium dimasukan di dalam tanah,
membentuk parit sehingga pengunjung
harus turun setelah sampai ke puncak bukit.
Parit ini hampir disembunyikan agar
manusia mengakui keberadaan bangunan
sampai manusia menjadi dari bagian
bangunan tersebut.

Gambar 2.6 Pemandangan Kirosan


Obsevatory
Sumber: https://bit.ly/2JJkY2A

2.1.3 Karya-Karya Desain Kengo Kuma


Kengo Kuma pada karyanya selalu menggunakan elemen material alami
seperti kayu, bambu, tanah liat yang dikombinasikan dengan bahan seperti kaca.
Selain itu batasan ruang pada karya Kengo Kuma banyak menggunakan bahan
transparan dan lubang-lubang untuk menciptakan kesan menyatu dengan alam.
Karya-karya Kengo Kuma identik dengan ciri khas kebudayaan arsitektur Jepang
yang menggunakan bahan yang sederhana dan mudah dicari dari alam dan Kuma
menggunakan elemen garis-garis tegas dalam setiap desainnya.

15
Tabel 2.2 Karya-Karya Desain Kengo Kuma
Karya Desain Analisa
Adobe Repository for Wooden Budha (2001) Bangunan ini berfungsi sebagai
museum untuk penyimpanan
patung budha. Bangunan ini
menggunakan material lumpur yang
diambil di lokasi tapak. Material
bangunan ini tidak memerlukan
biaya pengangkutan karena
eksploitasi dan pengolahan
dilakukan langsung di tapak.
Material adobe dapat mengontrol
kelembaban. Dari segi estetika
Gambar 2.7 Eksterior Adobe Repository For bangunan ini memiliki kesan
Wooden tenang dan damai dan kokoh
Sumber: https://bit.ly/2PeoOHb dengan susunan tanah liat.

Bangunan ini mengadaptasi


Ando Hiroshige museum (2000) lukisann Rain on Traves karya
Ando Hiroshige. Kuma
mentransformasi lukisan hujan ke
dalam perancangannya dengan
memberikan elemen-elemen garis
yang menyerupai lapisan hujan
pada dinding dan atap bangunan.
Struktur yang digunakan pada
bangunan ini adalah kayu untuk
memberikan kesan alami.

Gambar 2.8 Eksterior Ando Hiroshige Museum


Sumber: https://bit.ly/2RAOytV

Konsep proyek ini adalah


Lotus House (2005) menghubungkan saluran air antara
sungai, rumah dan tanaman lotus.
Sebagian besar proyek ini terdiri
dari lubang-lubang. Lubang-lubang
ini bertujuan untuk
menghubungkan rumah dengan
hutan di tepi sungai. Lubang-lubang
ini juga berfungsi sebagai dinding
cahaya dan dinding angin.
Bangunan ini juga menggunakan
material batu namun batu yang
Gambar 2.9 Lotus House digunakan diaplikasi sebagai
Sumber: https://bit.ly/2PDBMh1 screening bukan sebagai struktural.
Lotus House menciptakan kesan
tenang dan harmoni dengan alam.

16
Nezu Museum (2006) Nezu Museum mengambil konsep
roji yaitu sebuah desain taman
tradisional Jepang yang
mempengaruhi pikiran dan
perhatian dari dunia luar untuk
mendapatkan ketenangan. Desain
bangunan ini menyatu dengan alam
dengan menggunakan susunan kayu
dan tekstur kayu. Penataan tanaman
yang rapat digunakan sebagai sekat
alami dan dapat menciptakan
suasana tenang damai, meskipun
berada di lingkungan yang ramai.
Gambar 2.10 Nezu Museum
Sumber: https://bit.ly/2DsUVfQ

Berdasarkan penjabaran di atas, sebagian besar karya Kengo Kuma


menitikberatkan pada bagaimana menciptakan suatu arsitektur yang tidak
mendominasi melainkan menjadi satu kesatuan dengan lingkungan alam sekitar
salah satunya dengan melakukan pendekatan material.

2.2 Tinjauan Fungsi Rancangan


2.2.1 Women’s Opportunity
Women’s opportunity merupakan salah satu konsep dasar program
pembinaan, pemberdayaan dan perlindungan terhadap perempuan. Women’s
opportunity merujuk pada suatu peluang perempuan dalam ikut keterlibatan
untuk menentukan keputusan atas dirinya dalam menjalankan peran. Hakikatnya,
perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam segala bidang. Women’s
opportunity muncul sebagai jawaban dari persoalan ketidaksetaraan kesempatan
terhadap perempuan yang terjadi dikehidupan masyarakat. Perempuan tidak lagi
dapat dipandang sebagai pekerja domestik. Perempuan memiliki kebebasan dalam
mengoptimalkan potensi-potensi yang bersumber pada dirinya namun sesuai
dengan kodratnya.

2.2.2 Landasan Women’s Opportunity


Landasan-landasan yang mengacu kepada women’s opportunity adalah
makna pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 dan 28 yang menyebutkan

17
bahwa kedudukan, hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan adalah
sama. Sedangkan dari sudut pandang alquran women’s opportunity mengacu
kepada surah An-Nisaa ayat 19, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah
dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka,
(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
(Q.S An-Nisaa ayat 19)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan hambanya untuk berbuat
baik kepada kaum perempuan.

2.2.3 Defenisi Pembinaan, Pemberdayaan dan Perlindungan


Pembinaan merupakan suatu proses atau cara merujuk kepada pembaharuan
dan penyempurnaan yang dilakukan secara efektif dan efisien (Aisyah, 2015).
Menurut Sulistyowati (2015), pemberdayaan adalah upaya untuk memampukan
orang, khususnya kelompok rentan dan lemah, untuk memiliki akses terhadap
sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dalam memperoleh barang dan jasa yang mereka butuhkan
sehingga dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan dan dalam menentukan
keputusan-keputusan yang berpengaruh terhadap mereka. Perlindungan memiliki
makna pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lebih
lemah atau seseorang yang membutuhkan rasa aman dari bahaya terhadap dirinya
(Laksana, 2017).
Berdasarkan penjabaran di atas, defenisi pembinaan, pemberdayaan, dan
perlindungan terhadap perempuan adalah suatu proses atau cara yang mengarah
kepada pembaharuan dan memampukan perempuan untuk mendapatkan akses
sehingga dapat berpartisipasi dalam membangun kemampuan dan konsep diri
serta mendapatkan pengayoman dari bahaya atas dirinya.

18
2.2.4 Tujuan Pembinaan, Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan
Tujuan dari pembinaan, pemberdayaan dan perlindungan meliputi
membentuk sifat kemandirian perempuan meliputi kemandirian dalam berfikir,
bertindak, dan mengendalikan diri; memperbaiki status dan kualitas peran dalam
mengembangkan potensi serta mendapatkan jaminan perlindungan perempuan
untuk mendapatkan haknya.

2.2.5 Defenisi Masalah Sosial


Masalah sosial merupakan suatu fenomena sosial dalam kehidupan
masyarakat yang tidak akan berhenti selama terjadinya proses perubahan
masyarakat dan mempengaruhi dimensi kehidupan seseorang. Masalah sosial
berpengaruh terhadap persepsi dan nilai-nilai yang berlaku disuatu masyarakat.
Masalah sosial memiliki kompleksitas tersendiri dalam proses identifikasi dan
pengkajian sehingga memerlukan strategi dan pendekatan dalam pemecahan
masalah. Situasi dianggap masalah sosial apabila suatu keadaan terjadi terus
menerus sebagai pelanggaran terhadap satu atau beberapa nilai yang dimiliki oleh
suatu masyarakat dan menimbulkan berbagai kerugian baik terhadap fisik atau
mental (Parrilo dalam Taftazani, 2017).
A. Bentuk Masalah Sosial Terhadap Perempuan
1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu perbuatan kepada seseorang
khususnya perempuan, yang menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan baik
secara fisik, seksual maupun psikologis. Pada prinsipnya kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) terdiri dari tiga jenis yaitu: kekerasan intim (intimate violence),
kekerasan pribadi (private violence), kekerasan dalam rumah (family violence).
Adapun bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga
(Nasution dan Efendi dalam Hidayat, 2017) antara lain:
 Mendorong, menampar, memukul, menendang, mencekik, dan
menjambak rambut.
 Menusuk dengan benda tajam, menyentuh kulit dengan rokok,
menyengat dengan aliran listrik.

19
 Tidak memberi nafkah baik lahir maupun batin padahal suami
memiliki kemampuan.
 Menghina, membentak, mencaci, merendahkan, dan mengancam.
 Pemerkosaan terhadap istri pelecehan seksual serta pembunuhan.

2. Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah penyerangan yang bersifat seksual terhadap
perempuan, baik telah terjadi persetubuhan ataupun tidak, dan tanpa
mempedulikan hubungan antara pelaku dan korban. Beberapa perbuatan yang
masuk kategori pelecehan seksual yaitu: melakukan perilaku kesusilaan di depan
umum, perzinahan, pemerkosaan, pembunuhan, dan pencabulan.

3. Pernikahan Dini
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan dimana salah satu
pasangan memiliki usia di bawah umur di bawah 17 tahun. Beberapa faktor
terjadinya pernikahan dini adalah karena faktor ekonomi, karena perjodohan,
ingin melanggengkan hubungan, dan karena faktor yang sebenarnya tidak
dikehendaki yaitu MBA (married by accident) menikah karena kecelakaan.

4. Trafficking
Perdagangan orang (trafficking) adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan
memberikan ancaman kekerasan, melakukan penculikan, penyekapan, penipuan,
penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, memperoleh persetujuan
dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut, yang dilakukan baik di
dalam negara maupun antar negara, dengan tujuan eksploitasi atau mengakibatkan
orang tereksploitasi.
Faktor yang mempengaruhi perempuan menjadi korban trafficking adalah
faktor ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, budaya patriarki, terbujuk pada
para calon yang menawarkan pekerjaan dengan gaji yang besar. Secara psikologis
perempuan korban trafficking akan memiliki trauma yang dalam terhadap

20
peristiwa yang dialami. Perempuan menjadi individu yang penuh dengan berbagai
perasaan teror dan ketakutan.

B. Pengangguran Perempuan dan Ibu Rumah Tangga


1. Pengangguran Perempuan
Proporsi pengangguran terselubung perempuan lebih besar dibandingkan
dengan laki-laki. Tingginya proporsi pengangguran terselubung perempuan
dipengaruhi oleh keterbatasan jenis pekerjaan bagi perempuan, perlakuan
diskriminasi terhadap perempuan serta hambatan sosial budaya tertentu. Menurut
Nasikoen (1990 dalam S, 2007), beberapa faktor yang mempengaruhi peluang
kerja perempuan, yaitu:
 Prioritas laki-laki menduduki posisi breadwinners
 Tingkat pendidikan perempuan lebih rendah merupakan akibat dari
struktur ekonomi dan norma-norma masyarakat yang menjadi
penghambat kesempatan pendidikan perempuan
 Pembatasan kultural bagi perempuan untuk bekerja dengan laki-laki yang
bukan muhrimnya mengakibatkan kurangnya permintaan tenaga kerja
perempuan
 Tingkat absensi pekerja perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki
 Lokasi yang jauh dari lingkungan tempat tinggal

2. Ibu Rumah Tangga


Ibu rumah tangga adalah perempuan yang lebih banyak menghabiskan
waktunya dirumah untuk mengatur penyelenggaraan berbagai macam urusan
rumah tangga. Menurut Rahmawati (2009), perempuan yang tidak bekerja
mempunyai posisi yang lemah dan tidak berdaya dalam menghadapi tindakan
kekerasan yang menimpa dirinya. Ibu rumah tangga tersebut merasa kurang dapat
mengembangkan potensi diri dan menjadi bergantung pada suami terutama dalam
hal ekonomi.

21
2.2.6 Peran Perempuan Dalam Pembangunan
Berdasarkan kondisi normatif tidak ada perbedaan antara pria dan wanita
dalam hal hak dan kewajiban. Namun, secara kondisi obyektif perempuan
mengalami ketertinggalan dari laki-laki dalam kehidupan dan pembangunan.
Kondisi obyektif menciptakan status dan peran perempuan sebagai pekerja
domestik sedangkan status pria sebagai pekerja publik. Menurut Batyjo (2013
dalam Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003), peran gender dibagi
atas 3 (tiga) :
a. Peran produktif, peran yang dilakukan seseorang, menyangkut pada
pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi
b. Peran reproduktif, peran yang dijalankan oleh seseorang dalam kegiatan
yang berhubungan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan
pekerjaan atau urusan rumah tangga.
c. Peran sosial, peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk ikut andil
dalam berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan menyangkut
kepentingan bersama.
Perempuan dalam sektor pembangunan berfokus pada bagaimana
perempuan diintegrasikan ke dalam upaya partisipasi perempuan sebagai
pemanfaat hasil pembangunan bukan sebagai pelaku pembangunan sehingga
perlu paradigma baru untuk memberikan kerangka kerja dan strategi
pemberdayaan pada perempuan agar tercapai tujuan pembangunan.
Perempuan memiliki tugas untuk mewujudkan manusia diantaranya
mendidik, membina dan melatih anak, generasi muda dan anggota masyarakat di
dalam dan di luar keluarga. Peranan perempuan sebagai istri ataupun pembina
kesejahteraan keluarga, sebagai pembina generasi muda dan sebagai manusia
pembangun dalam masyarakat. Peranan wanita dalam pembangunan adalah hak
dan kewajiban yang dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu
dalam pembangunan, baik pembangunan dibidang politik, ekonomi, sosial budaya
maupun pembangunan dibidang pertahanan dan keamanan, baik di dalam
keluarga maupun di dalam masyarakat.
Untuk dapat memerankan diri secara seimbang disektor domestik dan publik
tentunya upaya untuk meningkatkan kualitas diri perempuan perlu disertai

22
dukungan sosial yang memungkinkan perempuan dapat memenuhi tuntutan
formal obyektif lingkungan kerja dan disektor domestik perempuan dapat
membina interaksi sosial keluarganya secara seimbang.

2.2.7 Fasilitas Pada Rancangan Women’s Opportunity Building


Untuk menjalankan fungsinya sebagai tempat pembinaan, pemberdayaan,
dan perlindungan, maka di dalam perancangan women’s opportunity building
terdapat beberapa fasilitas-fasilitas antara lain ;
A. Fungsi Edukasi
Merupakan suatu fungsi yang memiliki fokus utama terhadap bidang atau
kegiatan pendidikan, contohnya kegiatan pelatihan ketrampilan minat dan bakat,
penyelenggaraan seminar maupun sosialisasi, kursus-kursus terkait pendidikan
informal. Fasilitas pada fungsi edukasi meliputi, auditorium, ruang kelas dan
ketrampilan, perpustakaan dan lain sebagainya.

Gambar 2.11 Bentuk-Bentuk Auditorium


Sumber: Adler, 1969

B. Fungsi Sosial
Merupakan fungsi yang menekankan pada aspek hubungan antara makluk
sosial. Fasilitas pada fungsi sosial meliputi, ruang komunal, ruang penitipan anak,
shelter perlindungan dan lain sebagainya.

Gambar 2.12 Ruang Penitipan Anak


Sumber: Neufert, 2002

23
C. Fungsi Ekonomi
Berhubungan dengan kegiatan-kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi
terhadap barang dan jasa. Fungsi pada bidang ekonomi meliputi retail baik yang
bergerak dibidang pakaian, kuliner, dan lain sebagainya.

Gambar 2.13 Etalase dan Denah Sirkulasi Pada Toko


Sumber : Neufert, 2002

D. Fungsi Rehabilitasi
Sebagai sarana atau wadah yang bertugas dalam pemulihan seseorang,
contohnya pemulihan traumatik, pemberian motivasi, perlindungan dan
pembinaan. Fasilitas fungsi rehabilitasi meliputi, ruang pemeriksaan kesehatan,
pemeriksaan psikologi, ruang konseling dan lain sebagainya.

E. Fungsi Administrasi
Meliputi seluruh kegiatan-kegiatan administratif dalam perancangan
women’s opportunity building. Fasilitas fungsi administrasi meliputi kantor
pengelola, ruang rapat, ruang staff dan lain sebagainya.

24
F. Ruang Kelas outdoor
Ruang kelas outdoor dibutuhkan untuk untuk menciptakan hubungan
manusia dengan alam melalui belajar. Melibatkan alam dinilai dapat memberikan
nuansa baru dalam proses pembelajaran.

G. Mushalla
Mushalla merupakan sarana untuk mewadahi kegiatan peribadatan.
Mushalla digunakan sebagai tempat untuk berkomunikasi dengan tuhan.

Gambar 2.14 Standarisasi Ruang Shalat


Sumber: Neufert, 2002

H. Toko Souvenir
Toko souvenir menjadi wadah dalam berbisnis dimana barang-barang yang
dijual merupakan hasil ketrampilan pengguna women’s opportunity building.

I. Food Court
Perempuan memiliki kesempatan untuk berbisnis dibidang kuliner. Food
Court dirancang untuk mengumpulkan retail-retail kuliner dalam satu tempat.

Gambar 2.15 Denah Meja/Tempat duduk Rumah Makan dan Skema Ruang Rumah Makan
Sumber: Neufert, 2002

25
J. Parkir
Parkir digunakan untuk memberikan kemudahan akses dan sirkulasi untuk
pengunjung yang datang ke bangunan ini. Beberapa parkir yang disediakan untuk
jenis kendaranya bis, mobil, motor. Area parkir dipisahkan berdasarkan pengguna,
yaitu parkir pengunjung dan pengelola

Gambar 2.16 Denah Sirkulasi Pada Parkir Mobil


Sumber : Neufert, 2002

Gambar 2.17 Dimensi Jenis-Jenis Kendaraan


Sumber : Neufert, 2002

2.2.8 Tinjauan Arsitektural


Fungsi perancangan women’s opportunity building ditujukan untuk
perempuan. Secara fisik perempuan memiliki spesifikasi dimensi tubuh yang
khusus. Perbedaan dimensi ini memunculkan standarisasi ukuran yang khusus
pula.

Gambar 2.18 Serving Counter dan Sitting Workshop


Sumber : Adler, 1969

26
A. Aksesibilitas dan Visibilitas
Perempuan memiliki standar kenyamanan sendiri dalam melakukan
kegiatan-kegiatan khususnya dalam hal aksesibilitas dan visibilitas.

Gambar 2.19 Aksesibilitas dan Visibilitas


Sumber : Adler, 1969

Gambar 2.20 Disable Wanita Pemakai Kursi Roda


Sumber : Adler, 1969

B. Ruang Administrasi
Fungsi administrasi pada perancangan women’s opportunity building terdiri
dari 2 (dua) jenis fasilitas, yaitu fasilitas untuk pengelola dan client.

Gambar 2.21 Ruang Kantor dan Ruang Rapat


Sumber: Adler, 1969

27
C. Ruang Pemeriksaan
Salah satu fasilitas rehabilitasi adalah fasilitas pengaduan dan penanganan.
Penanganan pengguna women’s opportunity dimulai dari laporan. Setelah
pelaporan dari client dilakukan pendataan, dilanjutkan dengan pemeriksaan baik
kondisi kesehatan maupun psikologis.

Gambar 2.22 Ruang pemeriksaan psikologi (kiri) dan ruang pemeriksaan kesehatan/konseling
(kanan)
Sumber : Adler, 1969

D. Ruang Kelas
Fasilitas edukasi pada perancangan women’s opportunity dalam mendukung
kegiatan pembinaan dan pemberdayaan berupa kegiatan pembelajaran-
pembelajaran.

Gambar 2.23 Model Ruang Belajar


Sumber : Neufert, 2002

E. Shelter
Fasilitas sosial pada perancangan women’s opportunity meliputi shelter
sebagai tempat singgah yang digunakan untuk perempuan-perempuan yang
membutuhkan perlindungan. Shelter tersebut dirancang berupa asrama dilengkapi

28
dengan fasilitas penunjang seperti ruang ibadah, ruang makan dan lain
sebagainya.

Gambar 2.24 Stadarisasi Dimensi Shelter


Sumber : Adler, 1969

2.2.9 Tinjauan Lansekap


Perancangan women’s opportunity building di Pekanbaru melakukan
tinjauan lansekap meliputi, vegetasi, area pejalan kaki, dan aksesoris lansekap
lainnya. Stadarisasi penataan lansekap pada perancangan antara lain:
A. Lansekap Area Parkir
Menurut A Handbook of Landscape, Directorate General , Central Public
Works Department (2013), mengatakan manfaat penataan lansekap area parkir
antara lain:
1. Menaungi kendaraan dari cahaya matahari langsung terhadap permukaan
kendaraan
2. Meminimalisir polusi asap dari kendaraan
3. Mengurangi kebisingan dari kendaraan
4. Memberikan kesan soft serta memberikan kesan estetika pada area parkir
5. Mengurangi panas yang dihasilkan dari kendaraan
Adapun penerapan desain yang dapat menunjang beberapa tujuan diatas
adalah sebagai berikut :
1. Membagi area parkir menjadi beberapa area berdasarkan kondisi pohon
besar pada tapak
2. Penggunaan material softscape sebagai pembatas parkir seperi vegetasi
atau rerumputan
3. Vegetasi penahan angin untuk menahan debu dan sampah
4. Permainan kontur

29
5. Meletakan vegetasi pada area yang lebih tinggi

B. Vegetasi
Vegetasi digunakan untuk peneduh dan petunjuk jalan. Lokasi tapak yang
berkontor memiliki beberapa keuntungan, diantaranya sebagai view positif.

C. Sirkulasi Kendaraan dan Pejalan Kaki


Beberapa pola mengenai perletakan dan arah jalur kendaraan maupun
pejalan kaki dan pola jalur-jalur kendaraan dan sepeda motor agar tidak terjadi
konflik, antara lain:

Gambar 2.25 Variasi Perletakan Sirkulasi (kiri) dan Alternatif Jalur Kendaraan (kanan)
Sumber : Harris dan Dinnes, 1998

D. Kontur
Tujuan kontur adalah mencari keseimbangan tapak. Menurut Harris dan
Dinnes (1998), prinsip-prinsip pada kontur adalah sebagai berikut:
1. Menarik, sesuai dan ekonomis
2. Pencapaian aman, nyaman, dan fungsional dalam penggunaan dan
pemeliharaan
3. Aliran air menjauhi bangunan dan perkerasan tidak merusak struktur
4. Gangguan minimal terhadap vegetasi alami dan lahan
5. Optimalisasi galian dan timbunan
6. Menghindari bergelombangnya penampang perkerasan
7. Hemat biaya pengendalian erosi, galian utilitas dan struktur

30
8. Menghindari limpasan air ke jalan

Tabel 2.3 Efektifitas Kemiringan Kontur Sesuai Jenis Kegunaanya


Kemiringan Yang
No Jenis Penggunaan Diinginkan
Maksimum Minimum
Jalan 8% 0,5%
1
Tempat Parkir 5% 0,5%
2
Daerah Servis 5% 0,5%
3
Jalan Setapak Utama Menuju Bangunan 4% 1%
4
Teras atau Hall Masuk ke Bangunan 2% 1%
5
Jalan Setapak Kolektor 8% 1%
6
Ramps 10% 1%
7
Teras dan Tempat Duduk 2% 1%
8
Lapangan Rumput untuk Rekreasi 3% 2%
9
Lekukan Alur Air Hujan 10% 2%
10
Lereng dengan Rumput yang Dirawat
Slope 3:1
11 dengan Mesin Potong
12 Lereng yang Tidak Dipotong Slope 2:1
Sumber : Harvey M, Rubenstein. dalam Ibrahim, 2016

E. Retaining Wall
Menurut Harris dan Dinnes (1998) Tujuan retaining wall ini adalah sebagai
berikut :
1. Melindungi lereng curam erosi baik sebagai kondisi yang ada atau
sebagai mitigasi strategi perubahan.

Gambar 2.26 Retaining Wall Sebagai Pelindung Erosi


Sumber : Harris dan Dinnes, 1998

31
2. Untuk melindungi pohon dan memberikan kelancaran serta ramp struktur

Gambar 2.27 Retaining Wall Sebagai Akses Sirkulasi dan Pelindung Pohon
Sumber : Harris dan Dinnes, 1998

3. Akses kendaraan di kontur miring tapak berthutan seperti taman dan


memaksimalkan potensi untuk pengembangan bangunan

Gambar 2.28 Retaining Wall Sebagai Pengembangan Bangunan dan Akses


Kendaraan
Sumber : Harris dan Dinnes, 1998

4. Memaksimalkan bentuk bangunan

Gambar 2.29 Retaining Wall Sebagai Pemaksimalan


Sumber : Harris dan Dinnes, 1998

32
2.3 Studi Banding Fungsi Dan Tema Perancangan Sejenis
2.3.1 Women’s Opportunity Center Kayonza
Women’s opportunity center Kayonza adalah pusat pemberdayaan
perempuan di Rwanda, Afrika. Rwanda merupakan wilayah dengan jumlah
penduduk terpadat di Afrika. Women’s opportunity center didesain oleh arsitek
Sharon Davis pada tahun 2011. Women’s opportunity center merupakan sebuah
desa di Rwanda yang menjadikan kelompok perkotaan yang tidak berkelanjutan
dan pertanian menjadi objek arsitektur dengan menciptakan kesempatan ekonomi,
infrastruktur sosial, dan mengembalikan warisan budaya terhadap perempuan.

Gambar 2.30 Women’s Opportunity Center


Sumber : https://bit.ly/2APWfHg

1. Bentukan Massa
Bentukan massa women’s opportunity center ini terinspirasi pada hilangnya
lapisan sosial dan tradisi budaya Rwanda. Bentukan massa women’s opportunity
center mengambil bentuk lingkaran. Bentuk ini meluas dan bergabung dengan
fungsi luar. Desain ini mengacu pada struktur metode konstruksi Rwanda
vernakular dengan bentuk bulat, material batu bata yang berlubang
memungkinkan untuk pendinginan alami dan shading surya namun tetap
mempertahankan privasi.

33
Gambar 2.31 Bentukan Massa Women’s Opportunity Center
Sumber : https://bit.ly/2F7ihZZ

2. Tatanan Massa
Women’s opportunity center Kayonza terdiri dari beberapa massa, yaitu
clauster class, pertanian, marketplace, dapur, ruang mitra, dan ruang komunal.
Pusat komersial terpadu pada bidang pertanian dan mengajarkan memanfaatkan
teknik organik untuk menghasilkan produksi sendiri.

Gambar 2.32 Layout Women’s Opportunity Center


Sumber : https://bit.ly/2F7ihZZ

Gambar 2.33 Ruang Kelas (kiri) dan Ruang Administrasi (kanan)


Sumber : https://bit.ly/2APWfHg

Dapur pada women’s opportunity center ini menciptakan pertemuan


komunal. Pada bangunan ini juga terdapat pondok-pondok penginapan dengan
tujuan untuk memberikan tempat tinggal untuk memudahkan donatur dapat
terlibat langsung dalam ikut berpartisipasi.

34
Gambar 2.34 Kitchen Garden
Sumber : https://bit.ly/2APWfHg

3. Struktur dan Material


Bangunan women’s opportunity center menggunakan dinding melingkar
dengan menggunakan material batu bata sebanyak 45.000 buah untuk konstruksi
dan menggunakan teknik press yang diadaptasi dari teknik lokal. Konstruksi
bangunan ini menggunakan beban seismik dan menghilangkan kolom beton.
Davis menggunakan perbandingan 1:2:3 untuk cetakan, dimana panjang batu
bata tiga kali lebih lama dari puncaknya dan dua kali lebih lama dari lebarnya.
Mortar yang digunakan pada bangunan 10 milimeter.

Gambar 2.35 Potongan Ruang Kelas (kiri) Potongan Dapur (kanan) dan
Sumber : https://bit.ly/2APWfHg

4. Aktifitas
Aktifitas pada women’s opportunity center ini mencangkup pada kegiatan
pertanian yang membantu perempuan dalam memproduksi dan memasarkan
barang-barangnya sendiri. Lokasi tapak yang mudah dicapai oleh kendaraan
menampilkan potensi ekonomi. women’s opportunity center ini membangun
jaringan komunitas swasembada Kayonza.

35
Gambar 2.36 Kegiatan Bercocok Tanam
Sumber : https://bit.ly/2APWfHg

5. Interior
Menjaga skala dan kualitas ruang-ruang yang intim dan beragam, organisasi
ruang Rwanda menjadi patokan dalam perancangan women’s opportunity center.
Bentuk massa melingkar menggunakan pendekatan tentang mengajar dalam
putaran.

Gambar 2.37 Interior Ruang Kelas


Sumber : https://bit.ly/2APWfHg

6. Fasad Bangunan
Bangunan women’s opportunity ini tidak menggunakan pintu, langit, dan
pola terbuka memungkinkan cahaya alami dan udara dapat tersebar. Pola ikatan
dari dinding menghilangkan kolom dan balok beton.

36
Gambar 2.38 Fasad Ruang Kelas
Sumber: https://bit.ly/2P9VjpI

7. Ruang Luar
Ruang luar pada bangunan women’s opportunity terdiri dari pertanian dan
lapangan parkir. Tim desain mempelajari situs menggabungkan praktek desain
berkelanjutan yang cocok dengan lokasi perancangan seperti pembangkit listrik
tenaga surya, pasir dan UV pemurnian air, penggunaan bahan bakar biogas untuk
memasak dan toilet kompos.

Gambar 2.39 Farming


Sumber: https://bit.ly/2qz0hNX

2.3.2 Women’s Crisis Center Jombang


Merupakan lembaga yang melayani pemberdayaan perempuan dengan
pendampingan menjadi fokus utama dalam pelayanan. Women’s Crisis Center
Jombang merupakan cabang dari Women’s Crisis Center Yogyakarta. Latar
belakang didirikan lembaga informal ini adalah tingginya angka kekerasan
terhadap perempuan di Jombang.
Bangunan women’s Crisis Center Jombang berupa rumah kontrakan kecil.
Untuk kasus yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat pelayanan
diarahkan RSUD Jombang. Sedangkan yang berhubungan dengan hukum

37
diarahkan ke kepolisian di daerah Jombang. Berhubungan dengan ketrampilan dan
sosialisasi dilakukan di desa-desa dan sekolah di daerah target.

Gambar 2.40 Tampak Depan WCC Jombang


Sumber: Aisyah, 2015

Lembaga ini memiliki 3 (tiga) divisi, yaitu divisi internal (direktur, admin
dan keuangan), divisi advokasi (kebijakan pemerintah), divisi pelayanan
(pendampingan).
Alur pelayan pada bangunan women’s Crisis Center Jombang antaranya
meliputi, pertama memasuki bangunan ini pengunjung akan menemui resepsionist
yang terletak disamping pintu masuk. Setelah itu, terdapat ruang tunggu dan di
belakang ruang tunggu terdapat ruang publikasi.

Gambar 2.41 Resepsionis (kiri) dan Ruang Tunggu (kanan)


Sumber: Aisyah, 2015

Ruang diskusi dan ruang baca terletak pada satu area. Ruangan ini
digunakan juga untuk konseling anak-anak. Anak-anak yang memiliki kesulitan
dalam penyampaian permasalahannya dipancing di area ini.

38
Gambar 2.42 Ruang Diskusi dan Ruang Baca
Sumber: Aisyah, 2015

Ruang administrasi dan keuangan diletakan pada satu ruangan dimana ruang
ini berhubungan langsung dengan ruang diskusi dan ruang baca. Ruangan ini
terdiri dari 3 meja kerja dan 1 lemari.

Gambar 2.43 Ruang Administrasi


Sumber: Aisyah, 2015

Ruang pendampingan memiliki ukuran 9 m2 dengan fasilitas sofa dan meja


di dalamnya. Ruangan ini dibuat tertutup dengan tujuan memberikan kesan
privasi. Selain itu, terdapat ruang shelter untuk korban yang tidak mempunyai
keluarga atau tidak ada dukungan dari anggota keluarga dan shelter ini digunakan
untuk tempat tinggal sementara korban.

Gambar 2.44 Ruang Pendampingan (kiri) dan Shelter (Kanan)


Sumber: Aisyah, 2015

39
2.3.3 Asakusa Tourist Center Building
Asakusa berada di lingkungan secara vertikal dan tumpukan atap yang
menampung kegiatan yang disetiap lantainya. Bangunan karya Kengo Kuma
melihatkan kekokohan bangunan. Susunan pada bagian depan bangunan
menghadirkan ketegasan melalui garis bangunan. Atap berbentuk pelana
bertumpuk yang membagi seluruh ruangan, mengorientasikan diri pada kuil di
Asakusa.

Gambar 2.45 Asakusa Tourist Center


Sumber: www. Archdaily.com

Asakusa Tourist Center mengadaptasi bentuk dan material rumah Jepang


yaitu rumah Machiya dan kuil Sensoji. Dasar bentuk dari Asakusa Tourist Center
ini merupakan tumpukan-tumpukan rumah machiya. Sedangkan untuk bagian atap
bangunan ini mengadopsi bentuk atap pelana yang berasal dari atap kuil sensoji.
Asakusa Culture Tourist Information Center merupakan salah satu objek
sebagai sarana informasi dan promosi wisata. Bangunan ini terletak di Asakusa,
Taito, Tokyo, Jepang. Bangunan ini merupakan salah satu karya desain Kengo
Kuma Bangunan ini selesai pada tahun 2012. Gedung ini menerapkapkan pola
ruang vertikal. Pola vertikal merupakan penyelesaian terhadap keterbatasan lahan.
Fasilitas pada Asakusa Culture Tourist Information Center meliputi, ruang
informasi, ruang workshop, office, ruang konferesi, ruang serba guna, ruang teater.

40
Gambar 2.46 Potongan Asakusa Tourist Center
Sumber: https://bit.ly/2OsmZ43

1. Ruang Informasi dan Ruang Workshop


Merupakan ruang yang memiliki fungsi sebagai penyedia informasi wisata.
Ruang Workshop Menyediakan fasilitas sebagai tempat ruang berkumpul dan
ruang pertemuan.

Gambar 2.47 Ruang Informasi (kiri) dan Ruang Workshop (kanan)


Sumber: https://bit.ly/2OsmZ43

2. Office dan Ruang Konferesi


Ruang kantor digunakan untuk mendukung aktifitas usaha. Ruang konferesi
adalah ruang untuk penunjang kegiatan kantor seperti kegiatan rapat.

Gambar 2.48 Denah Office (kanan) dan Denah Ruang Konferesi (kiri)
Sumber: https://bit.ly/2OsmZ43

41
3. Ruang Serba Guna dan Ruang Teater
Merupakan fasilitas dalam kegiatan pameran. Ruang teater pada lantai enam
memanfaatkan kemiringan lantai lima sebagai ruang pertunjukan.

Gambar 2.49 Ruang Serba Guna (kiri) dan Ruang Teater (kanan)
Sumber: https://bit.ly/2OsmZ43

4. Sirkulasi Bangunan
Sirkulasi pada Asakusa Culture Tourist Information Center memiliki
beberapa entrance yang masing masing entrance dibedakan antara pengunjung dan
pengeola, sehingga mempermudah pengunjungdan pengelola untuk memasuki
AsakusaCulture Tourist Information Center.

Entrance Pengelola

Entrance Pengunjung

Gambar 2.50 Sirkulasi Bangunan


Sumber: https://bit.ly/2OsmZ43

42
2.3.4 Yien East/ Archipelago

Gambar 2.51 Yien East


Sumber: Bogna, 2009

Yien East merupakan tempat tinggal yang terletak di lingkungan tenang


antara kuil buddish tua di kaki sebuah kota tradisional Jepang Barat. Rumah ini
merupakan kumpulan struktur yang konfigurasinya memberi kesan penting pada
ruang di antara eksterior yaitu menempatkannya pada tingkat yang sama dengan
interior.
Struktur pada rumah ini menyesuaikan dengan fungsi sehari-hari yang
berbeda, dengan air menggambarkan semuanya bersama-sama secara visual.
Kuma menyebut pulau ini sebagai arsitektur yang mengapung di atas kolam.
Sebuah pulau batu alam dengan pohon-pohon di tengah, diapit oleh kisi-kisi batu
tepat di atas permukaan air. Air berfungsi sebagai koneksi metaforis, jalur
berkelok-kelok menghubungkan berbagai ruang, bergelombang di dalam dan di
luar ruangan dan mengelilingi air. Pengaturan rumah ini terbuka pada tapak
bangunan.

Gambar 2.52 Yien East Outdoor


Sumber: Bogna, 2009

43
Tempat ini memiliki arti penting. Gerbang kayu dan shoin adalah
rekonstruksi unsur-unsur dari kuil Taima-ji dan Hannya-ji di Nara Sementara itu,
tahap noh adalah bagian dari Rumah Yokoyama di Kanazawa sebelum disesuaikan
dengan lokasi. Ketiga struktur ini merangkul fungsi konteks domestik baru. Ruang
depan, ruang minum teh, dan tempat tinggal / makan. Tiga bagian paviliun
tambahan yang berhubungan dengan mandi, tidur, dan belajar atau berkontemplasi
menciptakan formasi setengah lingkaran di sekitar air. Menggunakan layar logam
dan kaca di bawah atap besar, pantulan yang menggemakan ringannya struktur tua.
Bersamaan dengan dinding-dinding yang dibakar kayu gelap dan dinding-dinding
berselubung keras, bahan-bahan yang lebih tua dan tradisi spasial, tanpa
menggunakan mimikri.

Gambar 2.53 Taman Diantara Bangunan


Sumber: Bogna, 2009

2.3.5 Ondo-Cho Civic Center


Proyek Ondo-cho civic center Kuma berfokus pada detail kecil.
Menggabungkan genteng yang umum untuk kota Kure merupakan pendekatan
yang dilakukan Kuma pada proyek ondo-cho civic center. Kanal sebagai pembatas
sehingga membagi proyek menjadi dua volume yang tidak rata. Sebuah
breezeway terbuka di antara bagian-bagian sehingga dapat melihat teluk dari
kejauhan. Sistem atap yang luas menyatukan bangunan dan beberapa ruang
komunitas di bawahnya. Ubin Jepang asli diberi jarak pada interval untuk
memberikan hamparan pandangan termodulasi. Dengan menggunakan ubin
setengah lingkaran dan persegi panjang, hasilnya tampak alami dan sangat teratur.
Diatur sebagai sistem louver yang miring, bagian-bagian atap memanjang sampai
ke tanah, memberikan keteduhan dan privasi pada ruang di belakangnya. Unit-unit

44
material ini yang disebut Kuma sebagai "partikel" yang terlihat untuk mengurangi
ukuran volume.

Gambar 2.54 Eksterior dan Interior Ondo-Cho Civic Center


Sumber: Bogna, 2009

Ubin atap membentuk satu jenis Louver untuk eksterior, tetapi tipe lain
menanamkan interior dengan tekstur yang konsisten. Baffle tipis dari kayu dalam
berbagai dimensi menutupi dinding bagian dalam ruang utama, menyesuaikan
dengan potongan di langit-langit dan menggantungkan ke bawah di sepanjang tepi
ruangan.

Gambar 2.55 Buffle Kayu Pada Interior Ondo-Cho Civic Center


Sumber: Bogna, 2009

Bangunan ini memiliki fasilitas lobi pintu masuk, foyer untuk perpustakaan
kecil, dan kantor cabang balai kota Kure. Lantai kedua memiliki auditorium dan
panggung yang luas untuk acara komunitas. Ruangan yang lebih kecil merupakan
ruang serbaguna yang berada dilantai atas.

45
BAB III
METODE PERANCANGAN

3.1 Paradigma Perancangan


Women’s Opportunity Building Pekanbaru merupakan suatu tempat yang
memfasilitasi kegiatan-kegiatan perempuan dalam upaya pembinaan,
pemberdayaan serta perlindungan untuk memberikan kesempatan kepada
perempuan untuk menampung aspirasi-aspirasi perempuan. Women’s opportunity
building menjadi sarana bagi perempuan untuk dapat menjalankan peran
seutuhnya. Women’s opportunity building menjadi salah satu bentuk solusi dalam
mengatasi pembatasan-pembatasan yang terjadi pada perempuan. Women’s
opportunity building ini sekaligus menjadi motivasi untuk perempuan yang
merasa terasingkan maupun diasingkan untuk dapat mengenali dan menggali
kembali potensi yang ada pada dirinya. Women’s opportunity building
memberikan peluang untuk perempuan menjalin hubungan antara satu dan lainya.
Dari pernyataan diatas penulis ingin menggambarkan ataupun
mengekspresikan karakter women’s opportunity ke dalam perancangan ini dengan
pendekatan penerapan prinsip desain Kengo Kuma. Desain Kengo Kuma
memperlihatkan kemampuannya bagaimana menyeimbangkan antara arsitektural
dengan lingkungan sekitar tanpa adanya dominasi.
Berikut ini merupakan dasar-dasar dan prinsip-prinsip desain Kengo Kuma
yang akan diterapkan ke dalam perancangan women’s opportunity building di
Pekanbaru yaitu :
1. Menggunakan landasan teori Anti-Object dan Architecture as Landscape
dan analisa karya Kengo Kuma.
2. Menerapkan beberapa karakteristik desain Kuma yaitu transcendence,
passivity, temporal, particilization, dan subject-object relationship.
3. Melakukan penekanan terhadap material dan memanipulasi alam melalui
material dalam menghubungkan arsitektur (eksterior dan interior) dan
lingkungan (tapak dan manusia).

46
3.1.1 Strategi Perancangan
Untuk dapat merancang sebuah perancangan women’s opportunity building
yang sesuai dengan penerapan prinsip desain Kengo Kuma, maka langkah-
langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
A. Teori
Tahap awal dari perancangan women’s opportunity building ini adalah
mengkaji teori-teori yang berhubungan dengan fungsi dan tema perancangan dan
mengambil inti sari dari teori tersebut untuk dijadikan landasan dalam
perancangan.

B. Survei Site
Survei dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara lokasi perancangan
dengan fungsi perancangan women’s opportunity building. Survei tapak
mengikuti cara Kuma dalam mensurvei lokasi yaitu memperhatikan lokasi proyek,
lingkungan, morfologi, topografi, sejarah dan budaya setempat serta masyarakat.

C. Analisa Site
Analisa site merupakan analisa beberapa karakter yang terdapat pada lokasi
untuk dijadikan lahan yang tepat dalam perancangan women’s opportunity
building. Analisa ini bertujuan untuk menggali masalah dan potensi yang ada pada
tapak sehingga memudahkan dalam peletakan objek lapangan, analisa aktifitas
kegiatan, kondisi, peraturan, sarana, orientasi serta pemandangan dan sirkulasi
untuk mendapatkan tata guna lahan yang tepat.

D. Analisa Fungsi
Analisa fungsi bangunan dilakukan untuk mengetahui kegiatan apa saja
yang akan akomodasikan dalam perancangan. Dengan mengetahui bermacam
kegiatan yang akan dilakukan dalam women’s opportunity building ini, maka
dapat ditentukan fasilitas-fasilitas apa saja yang dibutuhkan dalam perancangan.

47
E. Program Ruang
Program ruang bertujuan untuk memudahkan dalam pengelompokan ruang
terkait kebutuhan ruang yang akan ditentukan untuk mengakomodasi berbagai
kegiatan yang terjadi di women’s opportunity building.

F. Penzoningan
Penzoningan bertujuan untuk membedakan zona privat, semi publik, publik
dan servis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perletakan zonasi sesuai dengan
kondisi tapak.

G. Konsep
Perancangan konsep merupakan hal terpenting karena konsep merupakan
dasar atau benang merah dari penerapan beberapa prinsip desain Kengo Kuma
terhadap perancangan women’s opportunity building. Kengo Kuma selalu
mengadopsi lokalitas kekayaan Jepang dalam setiap karya desainnya. Sehingga
konsep yang akan digunakan pada perancangan women’s opportunity building ini
adalah selain berhubungan dengan mediator antara arsitektural dan lingkungan
juga mengadopsi kekayaan lokalitas Jepang.

H. Bentuk Massa
Bentuk massa pada perancangan women’s opportunity building ini dibentuk
berdasarkan konsep desain yang akan dipadukan dengan karakter desain Kengo
Kuma. Beberapa desain Kuma mengadopsi hal-hal yang berhubungan dengan
Jepang baik itu dari budaya, tradisi maupun bentukkan arsitektural Jepang yang
diaplikasikan sesuai dengan masa kini. Sehingga bentukan dasar berangkat dari
tatanan massa yang berhubungan dengan budaya, tradisi, filosofi, dan bentukan
arsitektural Jepang lalu disesuaikan dengan konsep awal.

I. Sistem Struktur
Pemilihan sistem struktur yang digunakan dalam perancangan women’s
opportunity building akan berpengaruh pada penataan ruang atau fasilitas yang
akan diletakan terhadap efektifitas ruang terkait yang diakomodasikan oleh ruang

48
tersebut. Sistem struktur dimulai dari struktur pondasi sampai dengan struktur
atap. Kuma dalam beberapa karyanya menghindari penggunaan beton sehingga
dalam perancangan women’s opportunity building ini menggunakan baja, kaca,
alumuniun, batu, kayu dan lain sebagainya.

J. Denah dan Utilitas


Tahap selanjutnya ialah menyusun denah ruang sesuai dengan standar
ukuran ruang dan kebutuhan ruang yang akan digunakan sekaligus memikirkan
tentang sistem perancangan utilitas bangunan.

K. Fasad
Menentukan bentuk fasad yang sesuai dengan konsep dan tema yang
diangkat yaitu prinsip arsitektur Kengo Kuma dan berbagai pertimbangan fungsi
dan kegiatan lainnya baik yang berlangsung di dalam maupun di luar ruangan.
Kengo Kuma selalu menekankan atau melakukan permainan pada komposisi
material sehingga dalam perancangan fasad.

L. Lansekap
Lansekap merupakan elemen penting dalam sebuah perancangan arsitektur.
Perancangan landsekap Kuma memiliki keterkaitan dengan bentukan massa untuk
menghindari terjadinya keterasingan. Lansekap yang baik akan memberikan
kemudahan kepada pengguna seperti dalam hal sirkulasi dan akses.

M. Hasil Desain
Pada proses ini melengkapi gambar-gambar yang dibutuhkan dalam
perancangan, dari proses penggambaran denah hingga penggambaran detail-detail
yang diperlukan.

3.1.2 Metode Pengumpulan Data


Dalam perancangan women’s opportunity building ini metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut :

49
A. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung. Metode
pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Observasi Tapak
Pengumpulan data tapak dilakukan dari hasil observasi tapak. Observasi
dilakukan dengan cara melakukan pengamatan meliputi ukuran, view, kebisingan
dan lain sebagainya. Data dari observasi tapak ini selanjutnya digunakan untuk
menganalisis kesesuaian tapak dan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada
pada tapak.

2. Dokumentasi
Pengumpulan data observasi didukung dengan melakukan dokumentasi
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan tapak dan perancangan. Dokumentasi
yang dilakukan meliputi foto, video dan sketsa.

B. Data Sekunder
Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari studi
literatur yang berkaitan dengan perancangan baik fungsi maupun tema. Data-data
sekunder diperoleh dengan beberapa cara diantaranya :
1. Jurnal
Pencarian data dengan menggunakan jurnal yang sesuai dengan fungsi
dan tema dari perancangan yang akan dilakukan. Jurnal yang digunakan memiliki
batasan waktu yaitu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

2. Buku
Cara lain untuk mengumpulkan data terkait perancangan yang akan
dilakukan ialah dengan mencari buku terkait dengan apa yang akan dirancang.

3. Skripsi, tesis atau disertasi


Menjadikan skripsi, tesis, atau disertasi sebagai bahan referensi dalam
proses rancangan. Skripsi, tesis atau disertasi dapat digunakan sebagai sumber
data maupun sebagai media pembanding.

50
4. Media
Pengumpulan data menggunakan media cetak maupun online merupakan
sebagai data pendukung. Data dan media tersebut nantinya akan dapat menambah
data yang berkaitan dengan women’s opportunity building atau tentang prinsip
desain Kengo Kuma.

3.2 Tinjauan Lokasi


3.2.1 Latar Belakang Pemilihan Lokasi
Lokasi tapak berada di jalan Arifin Achmad Kelurahan Sidomulyo,
Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Adapun data fisik area tersebut antara lain:
 Luas Lahan : +/- 23.363 m2 (2,33 ha)
 KDB : 50%
 Kontur : Datar
 Kondisi Eksisting : Lahan Kosong

Gambar 3.1 Lokasi Perancangan


Sumber : Google Maps

Pemilihan lokasi berdasarkan pada rencana pembagian wilayah


pengembangan kota Pekanbaru. Kecamatan Tampan masuk pada wilayah
pengembangan V. Rencana tata ruang wilayah kota Pekanbaru wilayah
pengembangan V diarahan rencana fungsi pusat kegiatan pendidikan tinggi,
kawasan permukiman, kawasan perkantoran, kawasan perdagangan, dan
pergudangan terbatas.
Women’s opportunity building merupakan bangunan publik yang bersifat
untuk kegiatan sosial sehingga membutuhkan posisi strategis dan berpotensi.
Arifin Achmad merupakan salah satu lokasi strategis di Pekanbaru dalam
perancangan women’s opportunity building hal ini dikarenakan Arifin Achmad

51
merupakan jalan penghubung antara 2 (dua) jalan utama sehingga memiliki akses
yang mudah dijangkau.
Pemilihan lokasi pada kawasan ini memiliki kesesuaian baik itu dari segi
peraturan dan segi guna lahan dalam mendukung fungsi dan tema yang akan
diterapkan ke dalam perancangan women’s opportunity building.

Gambar 3.2 Rencana Tapak Perancangan

Adapun Batas Administratif dari Lokasi yaitu:


1. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Dwi Tunggal
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Arifin Achmad
3. Sebelah Barat berbatasan dengan tanah kosong (tanah milik Pemerintah
Kota Dumai) dan Gedung PWI Riau
4. Sebelah Timur berbatasan dengan ruko
.
3.2.2 Building Coverage
Building Coverage merupakan pembahasan tentang peraturan bangunan
yang telah ditentukan untuk pembangunan bangunan baik itu dari ketinggian atau
luas dasar bangunan seperti koefesian dasar bangunan (KDB), Koefisien Lantai
Bangunan (KLB), dan Ketinggian Bangunan.
Building Coverage pada perancangan women’s opportunity building ini
mengacu kepada Peraturan Daerah Pekanbaru Nomor 07 Tahun 2012 Tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, yaitu:
A. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
1. KDB ditentukan atas dasar pelestarian lingkungan/ resapan air permukaan
tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi,
fungsi bangunan, keselamatan dan kenyamanan bangunan.

52
2. Setiap bangunan apabila tidak ditentukan lain, ditentukan KDB maksimum
70% (tujuh puluh persen) untuk bangunan fungsi usaha, 60 % (enam puluh
persen) untuk bangunan hunian, dan 50% (lima puluh persen) untuk
bangunan fungsi sosial, budaya dan keagamaan.

B. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)


1. KLB ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air
permukaan tanah dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan
ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi bangunan, keselamatan dan
kenyamanan bangunan.
2. Ketentuan besarnya KLB pada ayat (1) disesuaikan dengan Rencana Tata
Ruang Kota atau sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku.

C. Ketinggian Bangunan
1. Ketinggian bangunan deret maksimum 4 (empat) lantai dan selebihnya
harus berjarak dengan persil tetangga.

D. Garis Sempadan Bangunan


1. GSMB ditetapkan berdasarkan Rencana Tata Ruang, dan atau Rencana Tata
Ruang Bangunan dan Lingkungan serta Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku
2. Apabila GSMB belum ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Kota maka
secara umum GSMB ditetapkan berdasarkan fungsi jalan dan peruntukan
lahan sebagai berikut:
a) Bangunan yang terletak di Jalan Arteri, GSMB ditetapkan minimal 20
(dua puluh) meter dari patok rencana Daerah Milik Jalan atau setengah
dari lebar rencana Daerah Milik Jalan.
b) Bangunan yang terletak di Jalan Kolektor, GSMB ditetapkan minimal
10 (sepuluh) meter dari patok rencana Daerah Milik Jalan dan atau
minimal 16 (enam belas) meter dari as jalan.

53
E. Ruang Terbuka Hijau Pekarangan
Ketentuan besarnya KDH ditetapkan dengan Rencana Tata Ruang Kota dan
jika belum ditetapkan maka KDH minimal 10% (sepuluh perseratus) pada daerah
sangat padat dan KDH meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan
berkurangnya kepadatan wilayah.

3.3 Bagan Alur Perancangan

Teori

Survei Tapak
Analisa Site Analisa Fungsi

Analisa Ruang

Program
Ruang

Penzoningan

Konsep

Tatanan Massa Bentukan Lansekap


Massa

Denah Dan Sistem


Utilitas Struktur
Feedback
Fasad

Hasil Desain

3.3 Bagan Alur Perancanga

54
BAB IV
ANALISIS DAN KONSEP PERANCANGAN

4.1 Analisis Fungsional


Analisa fungsional women’s opportunity building merupakan analisa fungsi
yang berkaitan dengan analisa pengguna, organisasi ruang, penzoningan, program
ruang dan persyaratan teknis terhadap perancangan women’s opportunity building.
Analisa fungsional secara umum terdiri dari analisa primer, analisa sekunder dan
analisa penunjang.

Gambar 4.1 Analisis Fungsional

4.1.1 Analisa Fungsional Secara Umum


A. Analisa Primer
Fasilitas pada perancangan women’s opportunity building ini berfungsi
sebagai wadah atau sarana dalam menampung kegiatan-kegiatan women’s
opportunity seperti edukasi, sosial, dan rehabilitasi. Perancangan women’s
opportunity building membuka peluang untuk kaum perempuan dapat menggali
potensi, mendapatkan pendidikan informal, menjalin interaksi sosial antar kaum
perempuan dan mendapatkan pemulihan trauma psikologis.

Tabel 4.1 Fungsi Primer Women’s Opportunity Building


No Pengguna Kegiatan Ruang
Edukasi : Edukasi :
 Kegiatan belajar  Ruang kelas
Perempuan (klien) dan mengajar pendidikan memasak
1
Mentor informal  Ruang kelas
 Sarana seminar, menjahit
penyuluhan dan  Ruang kelas

55
sosialiasi wirausaha
 Pengembangan ilmu  Ruang kelas
ketrampilan minat dan akuntansi dan
bakat manajemen
 Bertukar pikiran antar  Auditorium
pengguna  Perpustakaan
 Pendidikan  Ruang diskusi
pengembangan diri  Ruang staff mentor
 Media aspirasi  Ruang komputer
perempuan  Ruang kelas bahasa
asing
 Ruang kelas
ketrampilan atau
workshop
 Ruang Kelas
Outdoor
Sosial : Sosial :
 Menjalin interaksi antar  Ruang komunal
perempuan  Ruang penitipan
 Penitipan anak anak
Perempuan (klien),  Memberikan tempat  Shelter
2
anak dan staff tinggal sementara untuk  Ruang pengaduan
perempuan  Mushalla
 Menerima pengaduan
 Menjalin interaksi dengan
tuhan
Rehabilitasi : Rehabilitasi :
 Memeriksa psikologi  Ruang
pasien pemeriksaan
 Memeriksa kesehatan psikologi
pasien  Ruang
Perempuan (klien),
 Memberikan bimbingan pemeriksaan
3 dokter psikiater dan
konseling kepada pasien kesehatan
konseler
 Membantu penyembuhan  Ruang bimbingan
traumatik dan konseling
menyediakan obat-obatan  Ruang rehabilitasi
traumatik
 Apotek

B. Analisa Sekunder
Kegiatan pendukung dari kegiatan utama meliputi ekonomi dan pertunjukan
karya. Pada fungsi-fungsi tersebut mendidik perempuan untuk bersifat wirausaha
sehingga terbentuknya kegiatan komersial dimana dikelola oleh perempuan.
Selain itu, perempuan juga dapat menyalurkan ketrampilan dan minat bakat yang
dimiliki dan dipertunjukan.

56
Tabel 4.2 Fungsi Sekunder Women’s Opportunity Building
No Pengguna Kegiatan Ruang
Ekonomi : Ekonomi :
 Memproduksi barang dan  Retail
jasa  Foodcourt
Perempuan (klien)  Kegiatan jual beli  Minimarket
1
dan pengunjung
 ATM center
 Loading Dock
 Gudang
Pertunjukan karya : Pertunjukan karya :
 Menyalurkan hobi  Ruang produksi
 Menampung karya-karya  Mini gallery
Perempuan (klien)
2  Live teaching
dan pengunjung
 Gudang
 R. Perlengkapan
 R. Administrasi

C. Analisa Penunjang
Pada fasilitas women’s opportunity building bagian fungsi penunjang
berfungsi sebagai wadah untuk sistem operasional fungsi bangunan seperti
kegiatan pengelola, pelayanan dan kegiatan servis.

Tabel 4.3 Fungsi Penunjang Women’s Opportunity Building


No Pengguna Kegiatan Ruang
Pengelola dan
Pengelola dan pelayanan : pelayanan :
 Memimpin dan mengatur  Ruang manajer
sistem aktivitas dalam
 Ruang wakil
bangunan
manajer
 Menentukan keputusan
 Ruang rapat
dan aturan sistem
Manajer, wakil  Ruang staff
 Menjalankan kegiatan
 Resepsionis
manajer, karyawati, yang berhubungan dengan
1 kelancaran sistem  Ruang administrasi
bendahara,
aktivitas dalam bangunan  Ruang informasi
sekretaris, staff  Menjalankan kegiatan  Ruang Pantry
yang berhubungan dengan
administrasi pada sistem
kegiatan
 Memberikan informasi
pelayanan kepada klien
dan pengunjung

57
Servis : Servis :
 Melakukan perawatan  Ruang genset
terhadap kondisi teknis  Ruang elektrikal
dan kebersihan bangunan  Ruang pompa
secara keseluruhan.  Ruang PABX
2 Staff servis  Ruang CCTV
 Ruang panel
 Ruang
maintenance
 Ruang sampah

Gambar 4.1 Analisa Fungsional secara Keseluruhan

4.1.2 Analisa Pengguna


Analisa pengguna bertujuan untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat
dalam kegiatan-kegiatan women’s opportunity building. Adapun analisia
pengguna pada women’s opportunity building ini terdiri dari 3 (tiga) kelompok
yaitu pengguna pengelola, pengguna klien dan pengguna pengunjung.
A. Pengguna Pengelola
Pengelola merupakan suatu badan yang mengatur dan mengawasi segala
aktifitas yang terjadi di women’s opportunity building. Pengguna pengelola terdiri

58
dari 5 jenis yaitu manajer/wakil manajer, karyawati/staff, administrasi, petugas
keamanan dan servis.

B. Pengguna Instruktur
Instruktur disini merupakan seseorang yang melakukan segala aktifitas
edukasi, rehabilitasi dan sosial yang ada pada women’s opportunity building.
Pengguna pengelola terdiri dari 3 jenis yaitu mentor edukasi, petugas kesehatan,
dan petugas sosial.

C. Pengguna Klien
Klien merupakan perempuan yang terlibat dalam kegiatan pembinaan,
pemberdayaan dan perlindungan. Perempuan pada women’s opportunity building
ini merupakan kelompok perempuan usia produktif yaitu 15-64 tahun. Untuk
perempuan yang memiliki anak akan diposisikan ke ruang penitipan anak.

D. Pengguna Pekerja
Pekerja disini merupakan perempuan yang telah memiliki kemampuan dan
sudah siap untuk melanjutkan hidupnya kembali. Perempuan akan diberi
kesempatan untuk melakukan kegiatan ekonomi yang ada di women’s opportunity
building.

E. Pengguna Pengunjung
Terdapat 3 (tiga) jenis pengguna pengunjung pada perancangan women’s
opportunity building ini, pengguna tersebut adalah anak-anak, remaja dan dewasa.

4.1.3 Analisa Organisasi Ruang


Berikut adalah bagan organisasi ruang pada women’s opportunity building.
Organisasi ruang ini dibentuk berdasarkan pola sirkulasi pengguna dan
pengunjung.
A. Organisasi Zona Ruang Secara Keseluruhan
Zona ruang keseluruhan di sesuaikan dengan tingkat privatannya dan dibagi
menjadi 7 zona fasilitas yaitu fasilitas pengelolaan, fasilitas edukasi, fasilitas
sosial, rehabilitasi, ekonomi, pertunjukan karya dan servis. Dari segi umum

59
fasilitas pengelola, ekonomi, dan pertunjukan karya diletakkan di depan,
kemudian fasilitas edukasi, sosial, rehabilitasi dan servis dapat diakses setelah
melewati area ekonomi, pengelola dan pertunjukan karya. Area parkir menjadi
area transisi yang menghubungkan antara zona edukasi, pertunjukan karya dan
pengelolaan dengan zona edukasi, sosial, rehabilitasi dan servis.

Gambar 4.2 Organisasi Tujuh Zona Ruang

B. Zona Ruang Pengelola


Zona ruang pengelola diletakkan di bagian depan bertujuan untuk
memberikan kemudahan kepada calon klien untuk mendapatkan informasi seputar
women’s opportunity building ini ataupun pengunjung yang akan berkunjung di
tempat ini. Selain itu tujuan zona ruang pengelola diletakkan di bagian depan
adalah mempermudah dalam mengontrol dan mengawasi setiap kegiatan-kegiatan
yang ada di women’s opportunity building ini.

60
Gambar 4.3 Zona Ruang Pengelola

C. Zona Ruang Edukasi


Setelah melewati zona ruang pengelola pengguna akan melewati zona ruang
edukasi. Susunan ruang edukasi disusun secara linier dengan tujuan memberikan
kelancaran akses bagi pengguna dalam hal kegiatan belajar mengajar.

Gambar 4.4 Zona Ruang Edukasi

61
D. Zona Ruang Sosial
Zona ruang sosial menjadi titik point atau titik kumpul pada women’s
opportunity building ini. Zona ruang sosial menjadi zona penghubung utama dari
zona ekonomi dan karya dengan pengelola, edukasi, rehabilitasi, dan servis.

Gambar 4.5 Zona Ruang Sosial

E. Zona Ruang Rehabilitasi


Setelah melewati zona sosial pengguna akan melewati zona ruang
rehabilitasi. Zona ini diletakkan dibagian belakang untuk menghindari dari
kebisingan-kebisingan yang di terjadi pada women’s opportunity building ini,

Gambar 4.6 Zona Ruang Rehabilitasi

62
F. Zona Ruang Ekonomi
Zona ruang ekonomi diletakkan dibagian depan dengan tujuan memberikan
kemudahan ke pengguna atau pengunjung untuk melakukan transaksi jual beli.
Selain itu zona ini memiliki kedekatan jarak dengan jalan utama pada women’s
opportunity building ini.

Gambar 4.7 Zona Ruang Ekonomi

G. Zona Ruang Pertunjukan Karya


Ruang pertunjukan karya merupakan salah satu fasilitas bangunan pada
women’s opportunity building yang memberikan kesempatan untuk kaum
perempuan menyalurkan ide ataupun hobi mereka. Sehingga zona ini diletakkan
diantara zona sosial dan ekonomi dengan alasan sebagai media interaksi sosial
dan sarana memproduksi karya .

63
Gambar 4.8 Zona Ruang Pertunjukan Karya

H. Zona Ruang Servis


Ruang servis menjadi zona yang memiliki keterbatasan akses. Zona ini
hanya dapat diakses oleh pihak pengelola saja sehingga zona ruang ini diletakkan
berjauhan dengan keramaian aktifitas.

Gambar 4.9 Zona Ruang Servis

64
4.1.4 Analisa Kegiatan
Analisis kegiatan bertujuan untuk mengetahui jalur ataupun pola kegiatan
pengguna women’s opportunity building. Berikut ini adalah hasil analisis kegiatan
yang akan berlangsung di women’s opportunity building.
A. Pengelola
Adapun pihak-pihak yang terlibat pada aktivitas fasilitas pengelola adalah
manajer, wakil manajer dan staff administrasi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
berhubungan dengan penyelenggaraan sistem pada perancangan women’s
opportunity building.

Gambar 4.10 Analisa Kegiatan Pengelola

B. Klien
Pihak-pihak yang terlibat pada aktivitas fasilitas edukasi, sosial, rehabilitasi
dan karya adalah perempuan usia produktif yang memiliki permasalahan sosial,
pengangguran dan ibu rumah tangga. Klien pada women’s opportunity building
ini tidak hanya yang memiliki permasalahan di atas melainkan perempuan yang
memiliki penghambat dalam penyaluran hobi dan minat .

65
Gambar 4.11 Analisa Kegiatan Klien

C. Mentor
Mentor merupakan pengajar pendidikan informal dalam penyelenggaraan
kegiatan edukasi pada . Kegiatan mentor mulai dari menyusun kerangka
pembelajaran sampai dengan tahap kegiatan pengajaran. Mentor disini tidak
hanya staff tetap pada women’s opportunity building tetapi mentor juga bisa
berasal dari luar yang ingin membantu dalam kegiatan pembinaan, pemberdayaan
dan perlindungan perempuan yang disebut donatur.

Gambar 4.12 Analisa Kegiatan Mentor

66
D. Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan pada women’s opportunity building meliputi dokter
umum, psikiater dan konsuler dalam penanganan permasalah-permasalahan yang
terjadi pada perempuan.

Gambar 4.13 Analisa Kegiatan Petugas Kesehatan

E. Petugas Keamanan
Petugas keamanan pada women’s opportunity building ini adalah security
yang memantau atau mengawasi keamanan pada bangunan selama kegiatan-
kegiatan women’s opportunity dilakukan.

Gambar 4.14 Analisa Kegiatan Petugas Kesehatan

67
F. Pengunjung
Pengunjung women’s opportunity building terdiri dari anak-anak, remaja,
dewasa dan orang tua.

Gambar 4.15 Analisa Kegiatan Pengunjung

4.1.5 Analisa Pengelompokan Ruang


Ruang-ruang pada women’s opportunity building ini akan dikelompokkan
menjadi empat zona, yaitu zona publik, zona semi publik, zona privat, dan zona
servis. Zona tersebut dikelompokkan menjadi beberapa bagian berdasarkan sifat
analisis kegiatan pengguna yang telah dibahas diatas, yang melingkupi:
A. Privat
Zona privat merupakan zona ruang terbatas dimana hanya orang-orang
tertentu yang dapat menggunakan atau mengakses ruang tersebut. Pasa desain
women’s opportunity building ini, ruangan yang termasuk dengan ruang privat
adalah ruang pengelola.
1. Ruang Pengelola
a. Ruang Manajer
b. Ruang Wakil Manajer
c. Ruang Staff
d. Ruang Resepsionis
e. Ruang Administrasi

68
f. Ruang Tunggu
g. Pantry
h. Ruang Rapat

B. Semi Privat
Semi privat merupakan zona ruangan yang dapat dimasuki oleh beberapa
orang yang memiliki kepentingan untuk mengakses ruangan tersebut. Untuk
desain women’s opportunity bulding ini, ruang yang termasuk dengan fungsi semi
privat adalah:
1. Ruang Edukasi
a. Ruang Kelas Memasak
b. Ruang Kelas Menjahit
c. Ruang Kelas Wirausaha
d. Ruang Kelas Manajemen dan Akuntansi
e. Auditorium
f. Perpustakaan
g. Ruang Diskusi
h. Ruang Pengajar
i. Ruang Komputer
j. Ruang Kelas Asing Bahasa
k. Ruang Kelas Ketrampilan
l. Ruang Kelas Outdoor

2. Ruang Rehabilitasi
a. Ruang Pemeriksaan Psikologi
b. Ruang Pemeriksaan Kesehatan
c. Ruang Bimbingan Konseling
d. Ruang Rehabilitasi Traumatik
e. Apotek

3. Ruang Sosial
a. Ruang Komunal

69
b. Ruang Penitipan Anak
c. Shelter
d. Ruang Pengaduan
e. Musholla

C. Publik
Publik merupakan suatu ruang yang dapat dimasuki oleh semua orang.
Ruang publik diletakkan pada zona yang memiliki intesitas orang yang tinggi
sehingga mudah diakses. Untuk desain women’s opportunity building ini, ruang
yang termasuk dengan fungsi publik adalah:
1. Ruang Terbuka Hijau dan Lansekap
a. Taman
b. Kolam
c. Parkir Kendaraan

2. Ruang Fasilitas Ekonomi


a. Retail
b. Foodcourt
c. ATM Center

3. Ruang Pertunjukan Karya


a. Mini Gallery
b. Workshop
c. Live Teaching
d. Ruang Produksi atau ruang kreasi
e. Gudang
f. Ruang perlengkapan
g. Administrasi

D. Servis
Area servis merupakan area yang hanya diakses oleh bagian servis saja dan
diletakkan dekat dengan jalan utama dan service entrance sehingga memiliki

70
akses tersendiri yang tidak akan mengganggu kenyamanan para pengunjung
maupun pengelola.
1. Ruang Servis
a. Ruang Genset
a. Ruang Elektrikal
b. Ruang Pompa
c. Ruang PABX
d. Ruang CCTV
e. Ruang Penel
f. Ruang Sampah
g. Ruang Maintenance

4.1.6 Analisa Program Ruang


Berdasarkan kebutuhan ruang yang dibutuhkan pada perancangan women’s
opportunity building ini maka didapatkan program-program ruang yang akan
dilakukan pada setiap ruangan. Berikut adalah tabel program ruang:

Tabel 4.5 Analisa program ruang pengelola


Kebutuhan Ruang Program Ruang
Ruang Manajer dan Wakil  Diasumsikan untuk 1 orang manajer, 1 orang wakil
Manajer manajer dan 3 orang tamu
 Terdapat 1 set meja kursi manajer, 1 set meja kursi
wakil manajer, 2 set kelengkapan kantor (lemari, rak,
sofa dan lain sebagainya)
Ruang Staff  Diasumsikan untuk menampung 25 orang staff
 Staff terdiri dari karyawan pengelola, kebersihan, dan
servis
Ruang Rapat  Terdiri dari susunan kursi dan meja rapat
 Dapat menampung 15 orang
Ruang Tamu/Tunggu  Diasumsikan untuk menampung 7 orang tamu
 Terdapat sofa dan meja yang dapat menampung 6-10
orang
Ruang Administrasi  Diasumsikan untuk menampung 3 orang admin
 Terdapat meja dan kursi admin serta rak arsip
Ruang Informasi dan  Diasumsikan untuk menampung 3-5 orang
resepsionis  Terdapat meja dan kursi serta peralatan kantor
Toilet  Diasumsikan untuk menampung 2 orang/toilet
 Pada setiap toilet terdapat 1 toilet untuk disable
 Berdekatan dengan toilet terdapat sebuah janitor
Pantry  Diasumsikan dapat menampung 2-3 orang
 Terdiri dari kitchen set

71
Tabel 4.5 Kebutuhan Ruang Pelayanan Umum
Kebutuhan Ruang Program Ruang
Lobby Utama  Diasumsikan untuk menampung 150 orang pada saat
yang bersamaan
 Lobby dibuat tidak terlalu luas karena aktivitas
pengunjung langsung diarahkan ke tujuan
 Lobby utama dapat diakses oleh semua pengunjung,
baik pengguna women’s opportunity building maupun
pengguna fasilitas lainnnya.
Resepsionis  Terdapat 3 orang resepsionis yang menjadi pusat
pelayanan dan informasi bagi pengunjung yang ingin
menyewa auditorium, ruang rapat, dan lain-lain
R. Tunggu  Diasumsikan untuk menampung 3-5 orang tamu
 Terdapat sofa dan meja serta tv untuk menungggu
Ruang Administrasi  Diasumsikan untuk menampung 3 orang admin
 Terdapat meja dan kursi admin serta rak arsip
 Ruang administrasi ini merupakan awal yang akan
dilanjutkan ke ruang administrasi pengelola
Toilet  Diasumsikan untuk menampung 3 orang/toilet
 Berdekatan dengan toilet terdapat sebuah janitor

Tabel 4.6 Kebutuhan Fasilitas Ekonomi


Kebutuhan Ruang Program Ruang
Retail  Terdiri dari 10 retail
 Merupakan pusat jual beli barang-barang
 Barang-barang yang dijual sebagian hasil dari
ketrampilan klien women’s opportunity building
Food Court  Diasumsikan dapat menampung 200 orang
 Food court terdiri dari kumpulan-kumpulan retail
makanan pada women’s opportunity building
ATM Center  Diasumsikan dapat menampung 5 orang

Gudang dan Loading  Diasumsikan dapat menampung 5 orang


Dock  Dapat diakses 2-3 mobil kontainer

Tabel 4.7 Kebutuhan Fasilitas Edukasi


Kebutuhan Ruang Program Ruang
Ruang kelas memasak  Diasumsikan dapat menampung 30 orang
 Terdapat kursi dan meja tulis serta rak buku
 Terdapat alat perlengkapan memasak
Ruang kelas menjahit  Diasumsikan dapat menampung 50 orang
 Terdapat kursi dan meja jahit
 Terdapat rak penyimpanan bahan-bahan kain
Ruang kelas wirausaha  Diasumsikan dapat menampung 20 orang
 Terbuka untuk umum
 Terdapat kursi dan meja tulis serta rak buku
Ruang kelas bahasa asing  Diasumsikan dapat menampung 25 orang
 Terdapat kursi dan meja tulis serta rak buku

72
 Terbuka untuk umum dan pelajar privat
Ruang Loker  Diasumsikan terdiri dari 10 loker
 Hanya dapat diakses oleh pengguna pelajar
Perpustakaan  Diasumsikan dapat menampung 50 orang
 Terdiri dari 20 rak buku
 Terdapat ruang peminjaman
 Terdapat ruang diskusi
 Terdapar ruang administrasi dan staff
Ruang kelas manajemen  Diasumsikan unuk menampung 30 orang
dan akuntansi  Terdapat kursi dan meja tulis serta rak buku

Toilet  Diasumsikan untuk menampung 3 orang/toilet


 Terdapat 1 ruang toilet untuk wanita disable
 Berdekatan dengan toilet terdapat sebuah janitor
Auditorium  Diasumsikan dapat menampung 100 orang
Ruang mentor  Diasumsikan dapat menampung 30 orang
 Terdapat pantry
 Terdapat kursi , meja tulis serta rak buku
 Terdapat alat perlengkapan kantor
Ruang komputer  Diasumsikan dapat menampung 25 orang
 Terdapat 26 komputer
 Terdapat kursi dan meja
Ruang kelas ketrampilan  Diasumsikan dapat menampung 40 orang
 Terdapat meja dan kursi
 Terdapat area penyimpanan bahan-bahan
ketrampilan
Ruang kelas outdoor  Diasumsikan dapat menampung 50-80 orang
 Posisi ruang berdekatan dengan taman

Tabel 4.8 Kebutuhan Ruang Fungsi Sosial


Kebutuhan Ruang Program Ruang
Toilet  Diasumsikan untuk menampung 3 orang/toilet
 Terdapat 1 ruang toilet untuk disable
 Berdekatan dengan toilet terdapat sebuah janitor
Musholla  Diasumsikan untuk menampung 25 jemaah
perempuan dan 25 jemaah laki-laki
Terdapat area berwudhu
Ruang Penitipan Anak  Diasumsikan dapat menampung 30 orang anak
 Digunakan untuk ibu yang ingin menyusui anaknya
 Terdapat 10 kursi menyusui
 Terdapat area bermain
 Terdapat area edukasi
 Terdapat ruang administrasi
Shelter  Diasumsikan untuk menampung 1-2 orang
 Terdapat ruang tamu, kamar mandi, kamar tidur dan
gudang dalam 1 shelter
Ruang Pengaduan  Diasumsikan untuk menampung 3-5 orang
 Terdapat meja dan kursi alat perlengkapan kantor
Ruang Komunal  Diasumsikan untuk menampung 30-50 orang

73
Tabel 4.9 Analisa program ruang Rehabilitasi
Kebutuhan Ruang Program Ruang
Lobby  Diasumsikan untuk menampung 50 orang
R. Informasi atau  Diasumsikan untuk menampung 3 orang
resepsionis  Terdiri dari 3 staff
 Terdapat meja dan kursi
R. Pemeriksaan  Diasumsikan untuk menampung 3-5 orang
Kesehatan  Terdapat beberapa ruang praktek dokter
 Memiliki area tunggu
R. Pemeriksaan Psikologi  Diasumsikan untuk menampung 3-5 orang
 Terdapat beberapa ruang praktek psikiater
 Memiliki area tunggu
R. Bimbingan Konseling  Diasumsikan untuk menampung 3-5 orang
 Terdapat beberapa ruang praktek konseler
 Memiliki area tunggu
R. Rehabilitasi Traumatik  Diasumsikan untuk menampung 3-5 orang
 Terdapat beberapa ruang rehabilitasi traumatik
 Memiliki area tunggu
Apotek  Diasumsikan untuk menampung 3-5 orang
 Terdapat ruang penyimpanan obat
 Terdapat rak-rak obat
 Terdapat ruang apoteker

Tabel 4.10 Kebutuhan Ruang Pertunjukan Karya


Kebutuhan Ruang Program Ruang
Mini galery  Diasumsikan untuk menampung 100 orang
 Terdapat spot-spot hasil karya perempuan
Live Teaching  Diasumsikan untuk menampung 20 orang
 Berada di dekat mini galery
R. Produksi  Diasumsikan untuk menampung 50 orang
 Terdapat lemari dan kursi untuk kegiatan pengerjaan
 Merupakan area bebas atau area mandiri digunakan
untuk perempuan menyalurkan hobi atau ketrampilan
mereka tanpa ada mentor
Gudang  Diasumsikan untuk menampung 5 orang
 Terdapat lemari dan rak penyimpanan barang dan
alat produksi
R. Perlengkapan  Diasumsikan untuk menampung 5 orang
 Terdapat ruang penyimpanan alat perlengkapan
pameran
R. Administrasi  Diasumsikan untuk menampung 3 orang staff
 Terdapat meja, kursi, lemari dan rak arsip

74
Tabel 4.11 Analisa program ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau
Kebutuhan Ruang Program Ruang
Taman  Merupakan area terbuka untuk para pengunjung yang
ditumbuhi pohon rindang
 Terdapat kursi yang dapat digunakan pengunjung
Ampitheater  Diasumsikan dapat menampung 500 orang
 Terdiri dari panggung dan tribun
 Merupakan area untuk mengadakan event out door
seputar kreatifitas perempuan
Parkir  Diasumsikan dapat menampung 200 mobil, 350
Pengguna/Pengunjung motor dan 3 bus

Parkir Pengelola  Diasumsikan dapat menampung 20 mobil, 30 motor.


 Parkir dibedakan antara pengelola dan pengunjung
Pos Security  Diasumsikan dapat menampung 2 security
 Berada di depan agar jalur masuk dan keluar mudah
dipantau

4.17 Analisa Besaran Kebutuhan Ruang


Analisa besaran kebutuhan ruang merupakan penjelasan tentang nama
ruang, kapasitas, standar, jumlah ruang serta luas pada masing-masing fasilitas
yang disediakan. Dasar perhitungan besaran ruang diperoleh dari:
a. Perhitungan Standar
 Neufert Architect Data, Ernest Neufert jilid 1, 2 dan 3 (NAD)
 New Metric Handbook Planning and Data Design (NMH)
b. Perhitungan Khusus
Ditentukan dari besaran kapasitas, kenyamanan pengguna ruang, unit
fungsi, sirkulasi.
c. Perhitungan Asumsi
Berdasarkan studi banding (SB) dan asumsi pribadi.
Tabel 4.12 Kebutuhan Ruang Fasilitas Edukasi
Kapasitas
Standar Ukuran
Fasilitas Ruang Pengguna Luas (m2) Sumber
(m2)
Rancangan
Ruang kelas
Standar Ukuran 30 Orang 80 m2 NAD
memasak
Sekolah Kejuruan:
Ruang kelas
 Kelas normal 50 Orang 60 m2 NAD
Edukasi menjahit
(50-60 m2)
Ruang kelas
 Kelas ukuran 20 Orang 50 m2 NAD
wirausaha
kecil (45-50
Ruang 30 Orang 50 m2 NAD

75
manajemen m2)
dan akuntansi  Ukuran kelas
Ruang kelas besar (85 m2)
25 Orang 60 m2 NAD
komputer
Ruang kelas
25 Orang 85 m2 NAD
bahasa asing
Ruang kelas
40 Orang 85 m2 NAD
ketrampilan

80-85 m2
Ruang mentor 30 orang 90 m2 NAD

Ruang kelas 50-80


2 m2/ orang 160 m2 Asumsi
Outdoor orang
Ruang diskusi 8-10 orang, 20 m2 10 orang 20 m2 NAD
Auditorium 100-200 m2 100 orang 200 m2 NAD
Perpustakaan 100-105 m2 50 pelajar 110 m2 NAD
Ruang loker 0,3-0,4 m2 orang 10 6 m2 NAD
1.372,8
Total + 30% sirkulasi = 1.056 + 316,8
m2

Tabel 4.13 Kebutuhan Ruang Fasilitas Sosial


Kapasitas
Standar Ukuran Luas
Fasilitas Ruang Pengguna Sumber
(m2) (m2)
Rancangan
Ruang 30-50
2 m2/orang 100 m2 NAD
komunal orang
Ruang
penitipan 2-3 m2/anak 30 orang 90 m2 NAD
anak
Shelter 40 m2 1-2 orang 60 m2 NMH
Sosial Ruang 2 2
9m 3-5 orang 15 m SB
pengaduan
25 laki-laki
0,85 m2/ orang×50
Mushalla dan 25 50 m2 NAD
orang = 42,5 m2
perempuan
Tempat
0, 875 m2/ orang 10 orang 9 m2 NAD
wudhu
Total + 40% sirkulasi = 324 + 129,6 453,6 m2

Tabel 4.14 Kebutuhan Ruang Fasilitas Rehabilitasi


Kapasitas
Standar Ukuran Luas
Fasilitas Ruang Pengguna Sumber
(m2) (m2)
Rancangan
Ruang
80 – 100 m2/
pemeriksaan 3-5 orang 100 m2 NAD
Rehabilit produktif area
psikologi
asi
Ruang
16 – 18 m2 3-5 orang 20 m NAD
pemeriksaan

76
kesehatan
Ruang
bimbingan 14 – 17 m2 3-5 orang 20 m2 MNH
konseling
Ruang
rehabilitasi 19 – 22 m2 3-5 orang 25 m2 NAD
traumatik
Apotek 20 m2 3-5 orang 25 m2 NAD
Lobby 2 m2/orang 50 orang 100 m2 NAD
Resepsionis 12 m2 3 orang 12 m2 NAD
Total + 30% sirkulasi = 302 + 90,6 392,6 m2

Tabel 4.15 Kebutuhan Ruang Fasilitas Ekonomi


Kapasitas
Standar Ukuran Luas
Fasilitas Ruang Pengguna Sumber
(m2) (m2)
Rancangan
Retail 45,65 m2/ retail 10 retail 456,5 m2 MNH
Foodcourt 724 m2 200 orang 725 m2 NAD
Mini market 250-400 m2 200 orang 400 m2 NAD
Loading
dock dan
Ekonomi 15 m2 3-5 orang 15 m2 NAD
gudang

Mesin ATM 1,2 m2


ATM center 5 orang 16 m2 Asumsi
dan manusia 2m2
2.257, 6
Total + 40% sirkulasi = 1.612,5 + 645
m2

Tabel 4.16 Kebutuhan Ruang Fasilitas Pertunjukan Karya


Kapasitas
Standar Ukuran Luas
Fasilitas Ruang Pengguna Sumber
(m2) (m2)
Rancangan
Administrasi 7-12 m2 3 orang 15 m2 NAD
Mini Gallery 2 m2/orang 100 orang 200 m2 NAD
Pertunju
Live teaching 2 m2/orang 20 orang 40 m2 NAD
kan
Ruang
Karya 12-15 m2 5 orang 15 m2 NAD
perlengkapan
Gudang 15 m2 3-5 orang 15 m2 NAD
Total + 30% sirkulasi = 285 + 85,5 370,5 m2

Tabel 4.17 Kebutuhan Ruang Fasilitas Pengelola


Kapasitas
Standar Ukuran Luas
Fasilitas Ruang Pengguna Sumber
(m2) (m2)
Rancangan
Ruang
15-25 m2 1 manajer 25 m2 NAD
manajer
Pengelola
Ruang wakil 1 wakil
15-25 m2 15 m2 NAD
manajer manajer

77
Ruang rapat 6,3 × 7,2= 45,36 m2 15 orang 50 m2 MNH
Ruang staff 25 staff MNH
Resepsionis 2 orang MNH
Ruang
3 orang MNH
administrasi
22,5 × 18,5 = 2
Ruang 416,25 m
416,25 m2 3-5 orang MNH
tunggu
MNH
Ruang
2 orang
informasi
Pantry 1,8 × 3= 5,4 m2 2-3 orang 6 m2 NAD
665,925
Total + 30% sirkulasi = 512,25 + 153,675
m2

Tabel 4.18 Kebutuhan Ruang Fasilitas Servis


Standar Ukuran Kapasitas Luas
Fasilitas Ruang Sumber
(m2) Pengguna (m2)
Ruang genset 15 m2 15 m2 SB
Ruang
25 m2 25 m 2
SB
elektrikal
Ruang
9 m2 9 m2 SB
pompa
Ruang
12 m2 12 m2 SB
PABX
Servis 2-3 orang
Ruang
26 m2 26 m2 SB
CCTV
Ruang panel 20 m2 20 m2 SB
Ruang
30 m2 30 m2 SB
maintenance
Ruang
9 m2 9 m2 SB
sampah
Total + 30% sirkulasi = 146 + 43,8 189,8 m2

Tabel 4.19 Kebutuhan Ruang Fasilitas Pelayanan Umum


Kapasitas
Standar Ukuran Luas
Fasilitas Ruang Pengguna Sumber
(m2) (m2)
Rancangan
Lobby 2 m2/orang 150 300 m2 NAD
Resepsionis 12 m2 3 orang 12 m2 NAD
Pelayanan
R. Tunggu 5 m2 3-5 orang 5 m2 NAD
Umum
Ruang
7-12 m2 3 orang 15 m2 NAD
Administrasi
Total + 40% sirkulasi = 332 + 132,8 464,8 m2

Tabel 4.20 Kebutuhan Ruang Fasilitas Lainnya


Kapasitas
Standar
Fasilitas Ruang Pengguna Luas (m2) Sumber
Ukuran (m2)
Rancangan
Fasilitas Parkir Mobil : 2,5 × Mobil : 120 13 × 120 = NAD

78
Lainnya 5,16 = 12,9 m2 Motor: 380 1.560 m2
Motor: 0,75× Bus: 3
2,25 = 1,6875 Kontaner: 3 2 × 380 =
Bus: 2,5 × 12 760 m2
= 30 m2
Kontainer : 30 × 3= 90
2,14 × 5,63 = m2
12,0482
3×12,0482
= 37 m2
Laki-laki :
3,15×0,85/wc
(2) = 5,355 m2 11m2 × 7
(zona) = 77
Washroom: m2
2,2275 m2
Laki-laki : 2
closet, 2
Disable : 1,7 ×
urinoir,
1,65= 2,805
washroom :
m2
3 westafel
Toilet NAD
Perempuan:
Perempuan:
2,8×0,85/wc
closet dan
(2)= 4,76 m2
washroom:
10 m2 × 7
3 westafel
Washroom: (zona) = 70
2,2275 m2 m2

Disable : 1,7 ×
1,65= 2,805m2

Pos Keamanan 5 m2 2 orang 5 m2 Asumsi


0,5 m2/ 2
Ampitheater 500 orang 250 m NAD
penonton
3.988,6
Total + 40% sirkulasi = 2.849 + 1.139,6
m2

Total luas besaran ruang keseluruhan adalah 10.156,225 m2 atau 1,015 Ha.
Luas lahan yang tersedia merupakan 23.363 m2 atau 2,33 Ha. Dengan KDB
sebesar 50% dari luas site 2,33 Ha, maka KDB untuk bangunan yang akan
dirancang sebesar 11. 681, 5 m2. Maka sisa lahan dari KDB sebesar 1.525, 275 m2
dapat dimanfaatkan sebagai area terbuka seperti taman, kolam, area meditasi dan
lain sebagainya.

79
4.2 Analisa Site
Women’s opportunity building di Kota Pekanbaru merupakan wadah bagi
kaum perempuan untuk dapat mengekplorasi diri sehingga tapak dalam
perancangan ini dipilih dengan pertimbangan kondisi dan potensi tapak.

4.2.1 Kondisi dan Potensi Tapak


Kondisi eksisting tapak ini merupakan sebuah lahan kosong yang belum
difungsikan dan hak milik lahan pribadi. Beberapa potensi yang terdapat pada tapak
diantaranya : memiliki banyak vegetasi, memiliki kontur tanah yang relatif datar,
memiliki drainase seperti parit sisi Jalan Arifin Achmad, tapak memiliki akses
jalan yang ramai dilewati kendaraan sehingga tapak ini mudah untuk diakses dan
dekat dengan pusat kota dan fasilitas-fasilitas kota lainnya.

4.2.2 Analisa Pencapaian Tapak

Jalan Dwi Tunggal

Jalan Subayang

Arengkaa Sudirman

Gambar 4.16 Eksisting Pencapaian Tapak

Lokasi tapak berada di Jalan Arifin Achmad. Sirkulasi pada jalan Arifin
Achmad termasuk kategori lancar namun mengalami kemacetan pada situasi-
situasi tertentu seperti hujan, jam pulang kantor dan lain sebagainya.

80
Area parkir
Area parkir

Dari Arengkaa

Dari Sudirman
Arengkaa Sudirman

Gambar 4.17 Analisa Pencapaian Tapak

Berdasarkan analisa kecapaian tapak, Tapak ini dapat diakses melalui 2 arah
yang berbeda yaitu dari arah Arengka - Sudirman dan arah Sudirman ke Arengka.
Area parkir diletakkan di tengah bertujuan untuk memperpendek jarak capai
pengunjung atau pengguna bangunan dalam meletakkan kendaraan.

4.2.3 Analisa Bangunan Sekitar Tapak


Tapak pada rancangan terdapat 2 (bangunan) yang berada sisi kiri dan sisi
kanan tapak. Pada sisi timur terdapat ruko yang difungsikan sebagai institut
penerbangan sedangkan pada sisi barat terdapat gedung PWI Riau (Persekutuan
Wartawan Indonesia).

Gedung Pwi Riau Institut Penerbangan

Gambar 4.18 Eksisting Bangunan Sekitar Tapak

81
Berdasarkan analisa bangunan sekitar tapak, terdapat 2 (dua) jenis fungsi
bangunan yang berbeda. Gedung PWI Riau berfungsi sebagai wadah perkumpulan
wartawan sedangkan institut penerbangan berfungsi sebagai pendidikan. Oleh
karena itu zona publik pada bangunan diletakkan di bagian depan untuk
mempermudah pengunjung yang datang.

Fungsi persekutuan Zona Publik diletakkan


wartawan indonesia didepan

Fungsi pendidikan dan

komersial

Gambar 4.19 Analisa Bangunan Sekitar Tapak

4.2.4 Analisa Matahari


Pencahayaan sinar matahari mengenai tapak secara merata pada hampir
keseluruhan bagian tapak. Efek bayangan pada tapak hanya disebabkan oleh
vegetasi dalam tapak dan ruko disebelah tapak.

Timur
Barata

Gambar 4.20 Eksisting Matahari Pada tapak

Banyak Vegetasia

Tidak ada Vegetasia

Memberikan efek

bayangan pada area yang

kurang vegetasi

Gambar 4.21 Analisa Matahari Pada Tapak

82
Tanggapan terhadap pergerakan matahari yang terjadi pada tapak adalah
memberikan efek bayangan pada area yang kurang vegetasi seperti taman,
naungan dan lainnya.

4.2.5 Analisa Kebisingan


Pada tapak tingkat kebisingan tertinggi berada di sepanjang Jalan Arifin
Achmad dikarenakan ramai dilewati kendaraan.

Gambar 4.22 Eksisting Kebisingan Pada tapak

Vegetasi

Bangunan

Drainase Filter Kebisingan


Jarak Kendaraan

Gambar 4.23 Analisa Kebisingan Pada Tapak

Menanggapi tingkat kebisingan yang tinggi, bangunan diletakkan jauh dari


area dengan tingkat kebisingan tertinggi dan dibantu dengan barrier vegetasi
sehingga menangkal kebisingan dari luar.

4.2.6 Analisa View


A. View Ke Luar Site
Dilihat dari view ke luar site, view yang mengarah ke timur dan barat kurang
menarik sama halnya dengan bagian selatan namun, arah utara tapak memiliki
kelebihan dengan pemandangan yang alami yaitu vegetasi .

83
Gambar 4.23 Eksisting View Ke Luar tapak
Vegetasi alami

dipertahankan
View bangunan ke taman

Vegetasi diperbaharui

Taman

Gambar 4.24 Analisa View Ke Luar tapak

Menanggapi hal tersebut, maka pada bagian utara, timur dan selatan
memaksimalkan taman sebagai objek pemandangan. Dan untuk pada bagian utara
memaksimalkan bukaan untuk menikmati view alami

B. View Ke Dalam Site


Jalan Arifin Achmad merupakan jalan yang ramai dilewati kendaraan dan
menjadi tempat dengan aktivitas yang tinggi sehingga dari area tersebut akan
banyak dilihat oleh orang-orang yang melewati jalan tersebut.

Gambar 4.25 Eksisting View Ke Dalam tapak

84
Tanggapan dari analisa tersebut, maka pada tampilan bangunan yang
menghadap ke Jalan Arifin Achmad lebih menonjolkan konsep dan fungsi dari
bangunan tersebut namun tidak menciptakan keterasingan dengan bangunan
sekitar.

4.2.7 Analisa Orientasi Tapak


Analisa orientasi tapak berdasarkan sifat bangunan (privat, semi privat, dan
publik) dan analisa dari view ke dalam site sehingga pada bangunan publik
menghadap Jalan Arifin Achmad sedangkan bangunan semi privat dan privat
berorientasi ke dalam tapak.

Taman

Privat

Semi Privat

Publik

Gambar 4.26 Analisa Orientasi Tapak

4.2.8 Zonasi Dalam Tapak


Dalam menentukan zoning, terdapat beberapa pertimbangan perletakan zona
yaitu seperti zona pengelola, ekonomi dan karya yang dekat dengan Jalan Arifin
Achmad dikarenakan pada analisa view kedalam site diharuskan menonjolkan
kesan bangunan women’s opportunity building agar masyarakat yang ramai
melewati jalan tersebut mengenali fungsi bangunan tersebut. Sedangkan zona
edukasi, sosial, dan rehabilitasi menjorok ke dalam tapak karena membutuhkan
ketenangan.

85
Karya
Rehabilitas

Edukasi
Ekonomi

Pengelola
Sosial

Gambar 4.27 Analisa Zonasi Dalam Tapak

4.3 Analisa Sistem Bangunan Bangunan


4.3.1 Struktur dan Konstruksi
Struktur adalah bagian-bagian yang membentuk bangunan yang berfungsi
sebagai penerus beban bangunan dari bagian atas menuju bagian bawah dan
mendukung keberadaan elemen non struktur. Sedangkan konstruksi adalah
kumpulan-kumpulan dari elemen struktur dan non struktur sehingga membentuk
suatu sistem.
Sistem struktur dan konstruksi yang akan digunakan sebagai pertimbangan
dalam perancangan women’s opportunity building adalah sebagai berikut:
 Struktur dan konstruksi memenuhi standar keamanan fisik bangunan
yaitu kekakuan, kekuatan, dan kestabilan.
 Struktur mendukung fungsi bangunan, seperti mewadahi aktifitas-
aktifitas, kelancaran sirkulasi, mendukung sistem bangunan dan
perlengkapan bangunan
 Memperhatikan kondisi sekitar seperti kondisi tanah, kondisi lingkungan
dan lain sebagainya.
 Struktur menunjang pengolahan massa yang sesuai dengan konsep.

A. Struktur Bawah (Pondasi)


Pondasi menjadi salah satu bagian terpenting dalam struktur dan konstruksi
bangunan. Pondasi berfungsi sebagai penyalur beban ke dalam tanah. Untuk
menentukan jenis pondasi hal yang perlu diperhatikan adalah ketinggian
bangunan, struktur dan konstruksi bangunan yang digunakan serta jenis tanah.
Pondasi yang digunakan pada perancangan women’s opportunity building adalah

86
pondasi tiang pancang. Salah satu alasan penggunaan pondasi tiang pancang
adalah dapat memikul berat bangunan yang berada pada tanah yang tidak
mempunyai daya dukung.

Tiang-tiang pancang

Gambar 4.28 Pondasi Tiang Pancang

B. Struktur Tengah
Struktur tengah meliputi struktur kolom dan balok sebagai pendukung
struktur atas yang menggunakan struktur baja. Pada perancangan women’s
opportunity building menggunakan struktur kolom baja hal ini dikarenakan Kengo
Kuma menghindari penggunaan beton berlebihan. Bentuk kolom sendiri
dipengaruhi oleh konsep yang akan diterapkan pada perancangan women’s
opportunity building.

kolom

Gambar 4.28 Model Kolom Pada Perancangan

C. Struktur Atas
Struktur rangka atap pada perancangan women’s opportunity building
mengikuti bentuk-bentuk massa. Pada zona edukasi, pengelola, rehabilitasi,
ekonomi, sosial dan servis menggunakan struktur atap baja ringan. Sedangkan
pada zona pertunjukan karya dan sosial menggunakan struktur atap space frame.

87
Struktur space frame dibutuhkan pada bangunan yang memiliki penggunaan
ruang bebas kolom. Sistem rangka space frame adalah sistem sambungan antara
batang satu dengan yang lain menggunakan bola join sebagai sendi
penyambungan yang membentuk bentuk segitiga.

Gambar 4.29 Struktur Rangka Baja Canai dan Space Frame

4.3.2 Analisa Pencahayaan


Sistem pencahayaan yang digunakan pada women’s opportunity building
menggunakan sistem pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Pencahayaan
alami merupakan pencahayaan yang bersumber dari matahari. Kengo Kuma selalu
memasukkan elemen-elemen alam salah satunya cahaya matahari ke dalam
karyanya. Cara Kuma memanipulasi cahaya matahari dengan melakukan
permainan material. Dalam perancangan women’s opportunity building ini
pencahayaan alami didapat selain menggunakan banyak bukaan dan skylight, juga
menggunakan material glass block, batu bata (merah atau ringan), susunan kayu
dan batu alam sebagai Screening. Sedangkan pencahayaan buatan pada
perancangan women’s opportunity building menggunakan teknik direct lighting,
indirect lighting dan accent lighting.

Gambar 4.30 Komposisi Material Glass Block Dalam Memanipulasi Pencahayaan

88
4.3.3 Analisa Sistem Penghawaan
Sistem penghawaan yang digunakan pada perancangan women’s
opportunity building menggunakan penghawaan alami dan penghawaan buatan.
Penghawaan alami diperoleh dengan menggunakan ventilasi dan membuat banyak
bukaan serta vegetasi. Penghawaan alami diaplikasikan pada zona edukasi, sosial,
dan rehabilitasi. Sedangkan penghawaan buatan diaplikasikan pada zona ekonomi,
pengelola dan karya yaitu dengan penggunaan AC (Air Conditioner).

Gambar 4.31 Sistem Pencahayaan Alami

4.3.4 Analisa Akustik


Sistem akustik pada bangunan ini menggunakan penataan vegetasi sebagai
penyaring udara alami yang diletakkan pada area-area tertentu berdasarkan
dengan tingkat kebisingan yang tinggi seperi area parkir. Pada bagian dalam
ruangan, penerapan sistem akustik menggunakan sistem dinding double atau wall
covering dengan dua lapis glass woll dan rockwool sebelum tahap plester semen
atau dilapisi gypsum peredam suara sehingga dinding mampu meredam suara
material ini diaplikasikan pada ruang-ruang yang membutuhkan tingkat
kebisingan yang rendah misalnya area rehabilitasi.

Gambar 4.32 Wall Covering Sebagai Peredam Suara

89
4.3.5 Analisa Sistem Utilitas
A. Plumbing dan Sanitasi
1. Air Bersih
Sumber penyediaan air bersih pada perancangan women’s opportunity
building ini bersumber dari PAM dan dari sumur bor, yang ditampung di reservoir
dan didistribusikan menggunakan pompa-pompa .

Gambar 4.33 Skema Distribusi Air Bersih

2. Limbah
Limbah cair berasal dari hujan, floor drain, wastafel, urinoir, dapur, dan
pantry yang disalurkan menuju sumur resapan melalui bak kontrol kemudian
dialirkan ke riol kota.

90
Gambar 4.34 Skema Pembuangan Limbah Cair

Gambar 4.35 Skema Pembuangan Limbah Padat

B. MEE
1. PLN
Sumber listrik utama pada perancangan women’s opportunity building
berasal dari PLN. Selain dari PLN, bangunan ini juga memiliki pembangkit listrik
cadangan berupa genset. Perletakkan ruang genset berada diluar namun jaraknya
tidak jauh dari bangunan, hal ini bertujuan untuk mengurangi getaran dan bunyi
yang dihasilkan genset sehingga tidak mengganggu pengunjung/pengguna
bangunan.

91
Gambar 4.36 Analisa Sistem Jaringan Listrik

C. Sistem Komunikasi dan Informasi


1. Komunikasi Eksternal
Sistem komunikasi yang terjadi di luar bangunan menggunakan telepon
dengan sistem PABX (Private Automatic Branch Exchange) sebagai sentral
telepon dalam gedung yang mengatur lalu lintas komunikasi suara tanpa operator
dan sistem PMBX (Private Manual Branch Exchange) melalui operator dengan
layanan komunikasi dari pusat telepon (TELKOM) yang dapat mengirim dan
menerima pembicaraan pada bangunan.

2. Speaker digunakan untuk kepentingan informasi atau komunikasi satu arah


yang manyangkut tentang kegiatan di women’s opportunity building melalui
sistem suara dari ruang operator.

3. Lokal Area Network dan WiFi


Sistem hardware dan software yang menyediakan sambungan untuk
komunikasi suara dan data. LAN menghasilkan suatu jalur khusus yang
menghubungkan berbagai peralatan yang ada di women’s opportunity building
dengan cepat dan sistem terpusat (topologi star/linear/bus) atau memakai topologi
ring (radial) yang dapat memberikan layanan berupa email, transmisi data, akses

92
data eksternal dan input data. Fasilitas Wi-fi juga disediakan untuk mendukung
kegiatan pengguna gedung dalam meng-akses ke internet.

D. Sistem Pencegahan Kebakaran (Fire Protection)


Sistem pencegahan kebakaran pada women’s opportunity buildimg ini
menggunakan peralatan pemadam kebakaran yang dapat bekerja secara otomatis
yaitu detector api, sprinkler, dan alarm asap. Sedangkan secara manual yaitu fire
hydrant dan fire extinguisher. Setiap ruang akan dipasang fire detector, sprinkler,
dan smoke detector, serta hydrant di beberapa titik.

E. Sistem Pembuangan Sampah


Sistem pembuangan sampah pada bangunan ini menggunakan sistem
pengangkutan. Sampah-sampah yang telah dikumpulkan di ruang sampah (shaft
sampah) diangkut dengan menggunakan truk sampah menuju lokasi pembuangan
pengolahan sampah atau pembuangan akhir kota.

Gambar 4.37 Skema Pembuangan Sampah

D. Sistem Jaringan dan Penangkal Petir


Sistem penangkal petir yang digunakan dalam perancangan adalah sistem
Faraday Cage, lebih dikenal dengan sangkar Faraday, yaitu menggunakan tiang
yang disebut bliksem spit yang mempunyai panjang sekitar 30 cm yang dipasang
pada atap bangunan, kemudian dihubungkan dengan kabel tembaga yang
selanjutnya ditanam ke tanah sebagai elektroda bumi. Pemasangan sistem ini
berdasarkan sudur 30o.

93
4.4 Analisa Prinsip Desain Kengo Kuma
Analisa prinsip desain Kengo Kuma berdasarkan karakteristik Kuma yang
terlihat pada karya-karyanya.
Tabel 4.21 Analisa Prinsip Desain Kengo Kuma
Karya Karakteristik Prinsip Pada Desain
Tobata C Block (Kitakyushu, Fukuoka Tobata Block C merupakan proyek
Prefecture 2005) pengembangan yang terdiri dari dari
Kantor kota Tobata, pusat penitipan anak,
pusat aksi komunitas untuk penyandang
cacat, perumahan umum pemerintah
daerah untuk warga lanjut usia,
perumahan sewa umum, perumahan
pribadi untuk penjualan, dan fasilitas
kompleks untuk warga lanjut usia.
Bangunan ini menggunakan penghijauan
atap yang memungkinkan terciptanya
bukit ruang atap yang disebut "Fureai-no-
Oka". Kisi-kisi berbentuk tangga telah
digunakan di fasad sisi barat bagian depan
kantor kota untuk memungkinkan
Gambar 4.38 Tobata C Block
Sumber : Bogna, 2009
matahari bersinar melalui anak tangga ke
area lobi. Lereng landai menghubungkan
taman di depan dengan "Fureai-no-Oka,"
penyatuan dengan bukit diperkuat melalui
penggunaan warna berdasarkan warna
tanah untuk eksterior bangunan.

Nagasaki Prefectural Art Museum


(Nagasaki, Nagasak Prefecture, 2001) Kuma menciptakan ruang di sepanjang
kanal, dan menjadikannya tempat pejalan
kaki bagi penduduk kota dan tempat untuk
menghargai karya seni. Ruang ini
dilindungi dari matahari yang kuat oleh
kisi-kisi batu yang menciptakan warna.
Mengembangkan detail pendukung kisi-
kisi batu dengan menggunakan kolom
baja.

Gambar 4.39 Nagasaki Art Museum


Sumber : Bogna, 2009

Asahi Broadcasting Corporation Bangunan ini terdiri dari dua blok persegi
Headquarters (Fukushima-ku, Osaka, panjang lebih tinggi dan lebih rendah
2003) dengan podium lansekap yang terintegrasi
yang menghadap ke sungai. Kuma berniat
untuk membuka entitas yang tertutup
untuk kota dan menyediakan ruang

94
berorientasi sungai bagi semua orang..
Lansekap memungkinkan kombinasi
pribadi dan publik spasi. Seperangkat dua
teras seperti taman berfungsi sebagai
tampilan platform untuk menikmati
pemandangan sungai.

Gambar 4.40 Asahi Broadcasting Corporation


Headquarters
Sumber : Bogna, 2009
Kuma menggunakan beberapa fungsi
Sunlitun Village South (Beijing, China , yang biasa tetapi saling berhubungan dan
2005) membangun bentuk untuk membentuk
ruang baru untuk desain kota. Kuma
menghindari kemunculan objek belanja
monolitik dengan memotong jalur ke
volume keseluruhan, menyediakan jalur
untuk pembeli dan memperluas aktivitas
kota ke dalam. Porositas ini memberikan
pandangan antar kelompok toko, dan
lokasi celah ini berbeda dari lantai ke
lantai. Dengan menara yang terletak di
sudut, fasad faceted dan fluiditas ruang
terus ke dalam bangunan. sudut yang
tampaknya dipotong dari volume
bangunan memberi jalan ke ruang,
bertingkat tinggi, dengan lantai mezzanine
di atas. Akibatnya, pengalaman toko-toko
ini bervariasi dan ekstrover. Sebagai
Gambar 4.41 Sunlitun Village South
Sumber : Bogna, 2009 perbandingan, aula acara ditempatkan
dalam volume yang lebih sederhana
dengan rencana trapesium; itu dilapisi
panel vinil kaca-diperkuat-vinil berwarna
tembus cahaya. Seperti sisa situs selatan,
ini fitur koneksi spasial yang menonjol ke
kota sekitarnya. Sebuah aula pusat dengan
ketinggian ganda terbuka ke arah salah
satu ujung bangunan, dengan pintu masuk
yang menghubungkan jalan ke halaman.

Kuma membayangkan itu bukan sebagai


(Sanlitun SOHO Beijing, China, 2007) volume monolitik, tetapi sebagai
kumpulan bentuk-bentuk yang diperhalus
yang dihubungkan oleh lansekap keras,
tumbuh-tumbuhan, dan air. Proyek ini
memiliki serangkaian sembilan menara,
berkisar hingga dua puluh delapan lantai,
yang ia gambarkan sebagai “desa
pencakar langit. Masing-masing memiliki
footprint yang unik, sementara strategi

95
fasad yang menyerupai mosaik
memberikan persatuan dan diferensiasi
lokal. Perangkat penghubung penting
lainnya adalah lembah curvilinear,
menampilkan air, jembatan, dan elemen
lansekap, dan dipagari dengan berbagai
tingkat toko dan fasilitas.

Gambar 4.42 Sunlitun Village South


Sumber : Bogna, 2009

Waketokuyama (Minato-ku, Tokyo, Fasad ini dimungkinkan oleh penggunaan


beton ekstrusi. Bahan dipotong sesuai
2003)
ukuran, sehingga ekonomis, blok
prefabrikasi ringan yang disebut Asloc.
Berbeda dengan aplikasi beban standar,
blok di Waketokuyama secara horizontal
dipasang ke rangka baja tulangan datar
yang mendukung. Tepi frame ini surut
untuk memberikan blok-blok prioritas
visual. Ini secara langsung memaparkan
penampang masing-masing,
memanfaatkan proses konstruksi material
sebagai tekstur estetika. Dengan menjaga
"lubang" blok utuh, proyek
mengungkapkan bagian dari materi yang
biasanya tidak terlihat. Pada malam hari,
cahaya dari ruang makan bersinar melalui
Gambar 4.43 Waketokuyuma permukaan yang keropos. Salah satu sudut
Sumber : Bogna, 2009 layar ini kembali ke situs, menyisakan
celah antara dirinya dan elevasi yang
menghadap ke jalan. Konfigurasi ini
menciptakan taman kecil, ruang tunggu
terbuka, di mana tamu melewati untuk
memasuki restoran. Setibanya di ruang
makan, pengunjung akan melewati
serangkaian lapisan material dan ruang
yang singkat.

Karena bangunan itu memiliki


Cocon Karasuma (Shimogyo-ku, signifikansi historis tertentu, proyek ini
Kyoto, 2003) mengambil tema “waktu yang
dilapiskan”. Dengan menumpuk material
baru dengan elemen lama, Kuma
menciptakan sistem intervensi strategis
yang melestarikan bangunan tua sambil
memungkinkan penggunaan baru.
Perubahan yang paling terlihat adalah
fasad kaca baru yang berlapis di dua
tingkat pertama dari bangunan asli; fasad
diterangi untuk menandai kehadiran

96
bangunan di malam hari. Film dicetak
dengan pola awan periode Edo, biasanya
digunakan untuk kertas penutup pintu
geser, diapit di antara dua lembar kaca.
Pola ini dipilih dari woodblock yang
diawetkan oleh produsen karakami
Karacho yang sudah lama berdiri.
Kombinasi grafik Edo-period dan teknik
konstruksi modern dalam bangunan asli
1938 secara efektif menyatukan berbagai
Gambar 4.44 Cocon Karasuma elemen dari periode waktu yang berbeda
Sumber : Bogna, 2009

Ginzan Onsen Fujiya (Obanazawa, Eksterior halus wisma ini membungkus


interior yang relatif bervariasi, ditandai
Yamagata Prefecture, 2004)
dengan lapisan dan urutan. Pendekatan ini
mengarahkan seseorang melewati
jembatan, melewati kanal, dan melewati
jembatan kecil dan memantulkan kolam di
pintu masuk. Entri ini dilambangkan
dengan suksesi layar kayu dan kaca.
Akibatnya, aula masuk yang tinggi dapat
dicapai tanpa perbedaan yang mudah
terlihat antara luar dan dalam. Area duduk
dan kafe mengapit aula ini, dan banyak
mandi spamceruk dot masing-masing
lantai. Dua lantai teratas berisi delapan
kamar tamu. Masing-masing mencakup
area utama berukuran sepuluh tikar
tatami, dan masing-masing dilengkapi
dengan bak kayu panjang, counter, dan
wastafel. Tokoh protagonis dalam proyek
ini adalah kombinasi cahaya dan tekstur.
Ruang-ruang bergantung pada cahaya
difusif dan memantulkan cahaya, melalui
Gambar 4.45 Cocon Karasuma
satu atau lebih lapisan layar. Sekitar 1,2
Sumber : Bogna, 2009
juta batang bambu tipis, tersimpul, dan
potongan kayu vertikal membentuk
kerawang layar ini. Sumber cahaya
bahkan pencahayaan buatan tersembunyi
dari pandangan, menciptakan cahaya
lembut di tepi ruang, di atas atau di
bawah, tergantung pada ruangan.
Hubungan antara layar, cahaya, dan
tampilan mengingatkan pada karya Kuma
di Museum Ando Hiroshige, meskipun
dalam skala yang lebih kecil, dengan
butiran dan tekstur yang lebih halus dalam
pemutaran.

97
Kuma menggambarkan proyek Ekonom
Sake No Hana (London, England, 2006)
Smithsons sebagai "lanskap misterius"
dari batu yang ditaburkan, bukan hanya
bangunan yang berdiri sendiri. Sake No
Hana memperluas ini dengan
mendistribusikan potongan-potongan
kayu di dalam bangunan yang ada, dengan
pengaturan yang halus namun ketat.
Tingkat kedua dari restoran menunjukkan
palet yang dikendalikan dari bahan-bahan
alami dan menggunakan cara Jepang yang
jelas untuk membangun ruang di dalam
bangunan Inggris modern. Ini segera
terlihat di bagian interior kayu,digandakan
sebagai struktur. Menggunakan bracketing
sebagai metode koneksi utama
mengingatkan pada instalasi Cidori Kuma
yang lebih kecil di Milan, Italia - proyek
Gambar 4.46 Sake No Hana ini menggabungkan kolom dan langit-
Sumber : Bogna, 2009 langit ke dalam satu sistem. Kerangka
kayu naik di atas banquet yang akrab dan
memperluas overhead ke awan grid.
Sebuah mezzanine melayang tepat di
bawah ini berisi ruang makan pribadi dan
sebuah bar. Di perimeter, dua lapis bambu
yang dipotong tipis menyaring area
tempat duduk tatami Jepang dengan pola
pandangan dan bayangan moire.

Proyek ini terletak di Shikoku, pulau


Yusuhara Town Hall (Yusuhara, Kochi
terkecil di empat pulau utama Jepang.
Prefecture, 2004) Sebagai balai kota untuk kotapraja
Yusuhara, termasuk ruang untuk
menyelenggarakan pertunjukan dan
festival tradisional Jepang, serta kegiatan
sipil lainnya. Proyek ini menggunakan
sugi yang dipanen secara lokal, atau cedar
Jepang, sebagai bahan bangunan utama.
Balok, kolom, dan kayu lainnya anggota
yang ditempatkan pada dimensi struktural
maksimum yang diijinkan dengan
membangun kode membuat ini salah satu
dari Jepang balai kota kayu terbesar. Kisi
Gambar 4.47 Sake No Hana
ganda direkayasa, lumber kayu laminasi
Sumber : Bogna, 2009
lima puluh sembilan kaki (delapan belas
meter), menciptakan atrium besar untuk
kegiatan kota. Panel Cedar yang
dikombinasikan dengan aluminium dan
rendah-eglazur komposit dikonfigurasi ke
dalam grid horizontal pada fasad.

98
Y-Hutte (Karuizawa, Nagano Tekstur eksteriornya terdiri dari banyak
potongan pinus Oregon, berjarak secara
Prefecture, 2005) bertahap untuk memungkinkan aliran
udara dan visual keringanan. Di dalam,
bahan ini membentuk serangkaian kasau
dan balok yang mencapai ke atas,
mereproduksi perasaan dikelilingi oleh
hutan lebat. Lantai pinus Skandinavia
melengkapi palet. Y-Hutte hanya
bergantung pada segitiga sebagai unit
geometrik dasarnya. Tema ini diusung
secara konsisten dari atap polyhedral ke
garis luar pondasi. Volume vila itu sendiri
Gambar 4.48 Sake No Hana
adalah tetrahedron dengan simpul-
Sumber : Bogna, 2009
simpulnya dipotong untuk membuat entri
dan untuk membuka rumah dengan
pemandangan sekitarnya.

Fasad vegetasi menyangga interior ruang


(Z58 Zhongtai Box Shanghai, China, dari dunia luar. Layar ini ditanami
2003) pekebun stainless-glasir berdinding
cermin, menciptakan ilusi menggandakan
ruang hijau. Di belakang lapisan ini
terdapat atrium lapang, empat lantai
dengan baskom air dan dinding yang
dibangun dari lima ribu batang kaca.
Dengan air mengalir di atas permukaan
yang tidak rata, dinding menjadi ambang
kebisingan putih, yang melewatinya untuk
mengakses ketenangan ruang-ruang di
dalamnya. Kuma menyebut layar vegetasi
dan “filter” air terjun kaca yang secara
berurutan memperlambat kehidupan kota
menjadi lebih banyak kecepatan biasa.
Proyek ini juga memperkenalkan kembali
sifat homelike dari lingkungan kerja
tradisional China. Di dalam, ruang pamer
utama kantor terbuka untuk pengunjung.
Gambar 4.49 Sake No Hana Ruang penjualan dan kantor, serta bar dan
Sumber : Bogna, 2009 kafe, diselingi di seluruh permukaan
tanah. Lift kaca menghubungkan lantai-
lantai ini dengan jalan masuknya air terjun
dan halaman depan kaca. Ini juga
mengarah pada serangkaian paviliun tamu
di bagian atas proyek, yang mencakup
lounge kantin, dapur, area kebugaran, dan
fasilitas mandi dan sauna, yang semuanya
tampak mengapung di atas kolam refleksi,
dengan pemandangan yang meluas ke
arah kota sekitarnya.

99
Fasilitas komunitas dengan ruang
Fukuzaki Hanging Garden (Minato-ku, multifungsi dan ruang bermain untuk
Osaka, 2003) anak-anak, struktur sementara ini
dirancang bertahan hanya sepuluh tahun.
Bangunan ini terletak di sudut blok besar
di lingkungan Minato Osaka, sebuah
kawasan yang berbatasan dengan zona
industri dan pemukiman. Akibatnya,
lingkungan sekitar proyek berisi gudang
penyimpanan dan driving range go lf.
Proyek ini adalah eksplorasi gagasan
"arsitektur lemah," yang dalam hal ini
memanifestasikan melalui kelembutan
bahan utama. Seluruh fasad depan dan
banyak permukaan interior terdiri dari
strip vertikal vinil oranye terang, bahan
yang umum digunakan di pabrik-pabrik
Gambar 4.50 Fukuzaki Hanging Garden dan untuk berbagai proses manufaktur.
Sumber : Bogna, 2009 Potongan yang tumpang tindih diikat
bersama menggunakan datar baut dan
kaku dengan kabel. Sistem yang lembut
dan fleksibel ini menyerap dampak anak-
anak yang bermain dan juga menahan
angin kencang. Secara fungsional, vinyl
membentu kandang spasial, tetapi celah di
antara potongan-potongan ruang interior.

Kotaknya tidak konvensional, namun itu


Shiseikan, Kyoto University of Art and
dilapisi kulit baja gelap dan tampaknya
Design (Sakyo-ku, Kyoto, 2005) didorong keluar dari medan yang
diinginkan. Permukaan matte dan
geometri sudutnya membuat volume
tampak seperti dipahat dari sisi bukit batu.
Bagian dari blok persegi panjang telah
dipotong untuk memberi jalan bagi entri
atau pandangan, sementara transisi taman
atap miring ke kemiringan alami dari
situs. Serangkaian tangga yang mengarah
ke bawah mengarah ke tingkat kampus
utama dan menyediakan jalan masuk ke
Gambar 4.51 Shiseikan
gedung. Kebesaran batu kisi-kisi jangkar
Sumber : Bogna, 2009
proyek di dua sisi, sekaligus bertindak
sebagai struktur, ornamen abstrak, dan
bayangan

Kuma membayangkan interpretasi yang


Suntory Museum (Minato-ku, Tokyo,
tenang, santai dari museum seni
2004)
kontemporer, dengan Jepang yang jelas
mempengaruhi. Dari luar, museum
memisahkan diri dari blok Midtown,
dengan hitam-putih vertikal striations
panel keramik tipis yang diperkuat

100
aluminium. Di dalam, museum ini
menawarkan apa yang digambarkan
Kuma sebagai ruang bergaya Jepang yang
tenang dan nyaman, menawarkan ruang
sosial

Gambar 4.52 Suntory Museum


Sumber : Bogna, 2009

Kesimpulan dari analisa beberapa karya Kengo Kuma adalah Kuma


melakukan penghubungan dengan lingkungan sekitar dengan melakukan
manipulasi terhadap alam dan menciptakan suatu komunikasi melalui penekanan
material, warna, tradisi, udara, cahaya yang diaplikasikan pada karya desainya
baik pada masa bangunan maupun tampilan fasad bangunan. Berdasarkan analisa
karya Kengo Kuma perancangan women’s opportunity building ini akan
mengkombinasi cara pikir Kuma dalam pendesainan dengan konsep yang akan
diterapkan.

4.4 Analisa Penerapan Tema


Berdasarkan karakteristik desain Kengo Kuma yang terlihat pada karyanya,
hal-hal yang akan diterapkan kepada rancangan adalah sebagai berikut :
A. Transcendence
Karakteristik transcendence Kuma yang akan diterapkan pada bangunan
adalah menghadirkan taman ke dalam bangunan yang terhubung langsung ke
taman luar.

Vegetasi

Gambar 4.53 Titik Area Transcendence Pada Bangunan

101
B. Passivity
Penggunaan elemen air ke dalam bangunan. Penggunaan elemen air
berfungsi sebagai ransangan positif yang akan dirasakan oleh pengguna bangunan.

Water fall

Kolam

Gambar 4.54 Karakteristik Passivity Pada Bangunan

C. Particilization
Menciptakan celah-celah pada susunan material sehingga material yang
awalnya bersifat solid terpecahkan menjadi partikel-partikel. Celah-celah pada
material tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sistem pencahyaan alami dan
penghawaan alami.

Penghawaan

Alami Pencahayaan

alami

Gambar 4.55 Karakteristik Particilization Pada Bangunan

D. Temporality
Perbedaan antar ruang dan waktu diciptakan melalui permainan leveling
ruangan dan jarak baik antar ruang, antar fungsi maupun antr zona.

102
E. Subject-Object Relationship
Objek pada bangunan adalah bangunan itu sendiri, sedangkan subjek adalah
pengguna dan lingkungan pada area bangunan. Penghubungan subject dan objek
bangunan diterapkan pada bentuk lansekap, bentuk masa, bentuk ruang dan
lainnya. Pengguna atau pengunjung menjadi bagian dari rancangan itu sendiri.

Bangunan

ditenggelamkan sedikit

ke dalam tanah

Gambar 4.56 Fasad Pada Bangunan

4.5 Analisis Tampilan Fisik Bangunan


A. Gaya Bangunan
Gaya bangunan pada rancangan women’s opportunity building ini mengikuti
gaya aliran atau bangunan Kengo Kuma yaitu kontemporer. Penerapan
kontemporer pada bangunan menekannkan pada material dan bentukan.

B. Gubahan Masa
Gubahan masa didapat dari bentukan awal konsep lalu mengalami
perubahan berdasarkan analisa-analisa dan menyesuaikan dengan bentukkan
tapak. Bentukan dasar pada perancangan women’s opportunity building ini
diambil dari bentuk bunga sakura. Dalam transformasi desain bentukan dasar ini
mendapatkan beberapa perlakuan yang berpengaruh pada bentukan masa itu
sendiri.

C. Fasad
Fasad bangunan dalam perancangan ini merupakan permainan pada
komposisi material dengan susunan tertentu. Susunan material bertujuan untuk
memasukkan angin dan cahaya pada bangunan sekaligus estetika pada bangunan.

103
Batu Bata

Kaca

Gambar 4.57 Fasad Pada Salah Satu Sisi Bangunan

D. Interior
Terdapat taman dan kolam pada interior bangunan hal ini bertujuan sebagai
area mediator antara bangunan dan lingkungan sekitanya. Sisi interior dari karya
desain Kuma, Kuma banyak melakukan eksplorasi material alami contohnya
kuma menyusun elemen-elemen kayu atau bambu pada plafond membentuk suatu
pola tertentu. Oleh karena itu, interior pada perancangan ini juga akan melalukan
eksplorasi terhadap material.

Gambar 4.58 Komposisi Material Bambu Pada Plafond

E. Warna dan Material


Warna yang akan diterapkan pada bangunan ini adalah warna yang lembut
untuk tidak menghasilkan suatu rancangan yang kontras. Sedangkan material yang
digunakan perpaduan material alami (kayu dan batu) dengan material modern
(kaca dan baja). Kayu dan batu untuk memberikan kesan alami pada bangunan
sedangkan kaca dan baja untuk memberikan kesan transparansi.

104
Batu Bata

Kayu

Kaca

Gambar 4.59 Material Pada Bangunan

F. Vegetasi
Vegetasi pada perancangan women’s opportunity ini terdiri dari 2 (jenis)
yaitu vegetasi dipertahankan dan vegetasi yang diperbaharui atau di desain ulang.
Pembaharuan vegetasi dilakukan terhadap area yang kurang atau tidak memiliki
vegetasi. Jenis vegetasi yang akan diletakkan pada bangunan adalah jenis bunga.

Gambar 4.60 Alstonia scholaris, Fistula Cassia, Bombax ceiba, Lagerstroemia speciosa
(kiri ke kanan)

4.6 Konsep
4.6.1 Konsep Dasar Perancangan
Konsep dasar perancangan women’s opportunity building di Kota
Pekanbaru yaitu Hitoe. Hitoe merupakan nama bunga sakura yang memiliki 5
kelopak bunga. Alasan pemilihan bunga sakura kelopak 5 (lima) karena bangunan
ini memiliki 5 fungsi utama. Bunga sakura merupakan salah satu bunga yang
menjadi kebanggaan bangsa Jepang. Pemilihan konsep dasar ini berdasarkan cara
pandang Kuma yang selalu mengadopsi atau mengangkat kekayaan lokalitas
Jepang ke dalam setiap ide rancangannya. Dari segi filosofi bunga sakura
memiliki arti harapan. Bunga sakura memiliki beberapa keunikan diantaranya
memiliki jumlah bunga yang banyak dibandingkan daunnya dan hanya mekar

105
selama 1-2 minggu. Keterkaitan konsep terhadap fungsi rancangan adalah bahwa
perempuan-perempuan yang mengalami pembatasan kesempatan memiliki suatu
harapan positif terhadap kehidupannya sehingga perempuan sejatinya
membutuhkan suatu rangkulan. Selain terinspirasi dari kekayaan lokalitas Jepang
Kuma juga terinspirasi dengan lingkungan sekitar untuk menghindari suatu
dominasi yang disebut anti-object. Sehingga dalam perancangan bangunan ini
bangunan sekitar site menjadi suatu hal yang mempengaruhi tahap pendesainan.
Prinsip desain Kengo Kuma dapat menjadi ide konsep rancangan pertama,
menciptakan suatu koneksi dengan alam sekitar, sesuai dengan cara pandang
Kuma yang menyatakan sejatinya lingkungan sudah memiliki hubungan antar
elemen satu dengan elemen lainnya. Kedua, menciptakan komunikasi. Ketiga,
material dan warna yang memiliki kesan alami untuk menghindari munculnya
keterasingan. Alur konsep dapat dilihat dari Gambar 4.61

Gambar 4.61 Alur Konsep

106
Gambar 4.62 Ide Konsep

Gambar 4.63 Konsep Awal

Tabel 4.22 Pengembangan Konsep


Konsep Terhadap Pencapaian Tapak , Kebisingan, Zonasi Dalam Tapak Dan
Orientasi Tapak
Zona Private
Pemotongan segmen untuk mengikuti bentuk tapak dan

mempermudah pencapaian tapak

Zona publik

Orientas ke Jalan

Arifin Ahmad

Vegetasi dipertahankan
Bentuk bangunan Fasilitas Publik

mengelilingi vegetasi untuk (ekonomi dan Karya)


Pencapaian Tapak

Zona Semi Publik Orientas saling

berhadapan antar

bangunan

Gambar 4.64 Konsep Terhadap Pencapaian

107
Konsep Terhadap Bangunan Sekitar Tapak

Gambar 4.65 Konsep Terhadap Bangunan Sekitar Tapak


Konsep Terhadap Matahari Dan View

Leveling

Area Bukaan menhdadap


Permainan leveling masa Taman

Gambar 4.66 Konsep Terhadap Matahari


Konsep Terhadap Sirkulasi

Sirkulasi Siluet Zona Transisi

Penghubung Sirkulasi

Gambar 4.67 Konsep Terhadap Sirkulasi

108
Berdasarkan konsep awal dan pengembangan konsep terhadap analisa-
analisa bentukan dasar dari perancangan women’s opportunity building adalah
sebagai berikut :

Gambar 4.68 Bentuk Dasar Bangunan

4.6.1 Konsep Dasar Tapak


Konsep tapak berdasarkan analisa tapak yang akan diterapkan terhadap
perancangan women’s opportunity building adalah sebagai berikut :
A. Penzoningan
Penzoningan pada perancangan women’s opportunity building di Kota
Pekanbaru terdiri dari fasilitas pengelola, fasilitas ekonomi, Fasilitas edukasi,
Fasilitas karya, fasilitas rehabilitasi, fasilitas sosial dan parkir. Penzoningan
mempertimbangan sifat dari masing-masing fasilitas yaitu pengelola, ekonomi
dan karya yang bersifat publik sehingga diletakkan pada bagian depan tapak,
edukasi dan sosial yang bersifat semi privat sehingga diletakkan agak ditengah,
dan rehabilitasi yang bersifat privat sehingga diletakkan pada bagian belakang.

109
E B A
F
G
D

Gambar 4.69 Zonasi Bangunan

B. Orientasi Bangunan
Sesuai dengan hasil analisa yang telah dijelaskan, orientasi bangunan
berdasarkan sifat dari fasilitas tersebut yang terdiri dari sifat publik, semi privat,
dan privat. Bangunan dengan sifat publik menghadap ke akses masuk dari Arifin
Achmad dikarenakan dari jalan tersebut tapak lebih terlihat. Sedangkan area semi
privat dan privat saling berhadapan untuk menciptakan suatu komunikasi

110
Gambar 4.70 Orientasi Bangunan

C. Pencapaian Tapak
Women’s opportunity building di Kota Pekanbaru dapat diakses melalui
Jalan Arifin achmad. Tapak memiliki satu akses keluar masuk.

Gambar 4.71 Pencapaian Tapak

D. Sirkulasi Tapak
Berdasarkan analisa tapak, sirkulasi dimulai dari fasilitas parkir. Dari
fasilitas parkir pengguna melewati pelayanan umun setelah itu sirkulasi dipecah
untuk menuju ke pengelola atau ke fasilitas ekonomi. Dari fasiltas pengelola
pengguna akan melewati fasilitas edukasi, falitas sosial dan fasilitas rehabilitas
sedangkan dari fasilitas ekonomi pengguna akan melewati fasilitas karya dan

111
menuju fasilitas sosial dan rehabilitasi. Fasilitas sosial menjadi titik tengah dari
sirkulasi dalam perancangan bangunan ini.

Gambar 4.72 Sirkulasi pada bangunan

112

Anda mungkin juga menyukai