Pubertas Sering Disertai Dengan Meningkatnya Respon Gingival Terhadap Iritasi Local
Pubertas Sering Disertai Dengan Meningkatnya Respon Gingival Terhadap Iritasi Local
Gejala
inflamasi yaitu warna merah kebiruan, odema, dan pembesaran dihasilkan dari factor local yang
merupakan respon ringan gingival.
Sebagai pendekatan terhadap orang dewasa, keparahan rekasi gingival berkurang, pengembalian
menuju ke normal membutuhkan penghilangan factor tersebut. Meskipun prevalensi dan
keparahan penyakit gingival meningkat seiring dengan pubertas, gingivitis bukan merupakan
kejadian yang universal selama periode ini, dengan oral hygiene yang baik, maka hal tersebut
dapat dicegah.
Hormon Kortikosteroid
Pada manusia, pemberian sistemik kortison dan ACTH tidak mempunyai efek terhadap insiden
dan keparahan terhadap penyakit gingival dan periodontal. Tetapi transplantasi ginjal pada
pasien yang menerima terapi immunosupresive (prednisone dan metilprednison dan azatioprin
atau siklofosfamid) secara signifikan mengurangi inflamasi gingival daripada kelompok control
dengan jumlah plak yang sama.
Pemberian kortison secara sistemik pada eksperimen binatang menyebabkan osteoporosis tulang
alveolar, dilatasi kapiler dan penelanan, dengan perdarahan pada ligament periodontal dan
jaringan ikat gingival, degenerasi dan reduksi serabut kolagen pada ligament periodontal dan
meningkatnya destruksi jaringan periodontal sehubungan dengan inflamasi yang disebabkan oleh
iritasi local.
Sejumlah perubahan oral yang dijelaskan pada diabetes, termasuk cheilosis, mukosa kering dan
pecah- pecah, rasa terbakar pada mulut dan lidah, berkurangnya aliran saliva, dengan spesies
yang dominant yaitu Candida albicans, streptococcus hemolitikus, dan stafilokokus. Rasio
meningkatnya karies gigi juga diamati pada diabetes yang tidak terkontrol. Harus diingat bahwa
perubahan tidak selalu terlihat, tidak spesifik, dan tidak patognomonik untuk diabetes. Selain itu,
perubahan yang diamati juga pada diabetes yang terkontrol. Individu dengan diabetes yang
terkontrol memiliki respon terhadap jaringan yang normal, perkembangan gigi-geligi yang
normal, dan perlawanan terhadap infeksi yang normal pula, dan tidak ada peningkatan insiden
karies gigi.
Pengaruh diabetes pada jaringan periodonsium telah diamati secara keseluruhan. Meskipun sukar
untuk membuat kesimpulan yang definitive tentang efek spesifik diabetes pada jaringan
periodonsium, variasi perubahan telah dijelaskan termasuk tendensi pembesaran gingival,
terbentuknya gingival polip, proliferasi gingival polipoid, terbentuknya abses, periodontitis dan
kehilangan gigi. Perubahan yang paling parah pada diabetes yang tidak terkontrol adalah
berkurangnya perlawanan terhadap dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi yang
menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal.
Periodontitis pada diabetes mellitus tipe I nampak setelah umur 12 tahun. Prevalensi
periodontitis dilaporkan sebanyak 9,8% pada usia 13-18 tahun, dan meningkat sampai 39% pada
usia 19 tahun dan diatasnya.
Literature untuk pernyataan ini dan pengaruh secara keseluruhan terhadap fakta tentang adanya
penyakit periodontal pada diabetes mellitus tidak konsisten atau merupakan pola yang nyata.
Inflamasi gingival tingkat lanjut, poket periodontal yang sangat dalam, kehilangan tulang yang
cepat, dan abses periodontal sering terdapat pada pasien diabetes mellitus yang memiliki oral
hygiene yang buruk (lihat gambar 12-1). Anak-anak dengan diabetes mellitus tipe I cenderung
memiliki destruksi yang lebih parah di sekitar M1 dan insisivus daripada di sekitar gigi yang
lain, tetapi destruksi ini menjadi lebih luas seiring dengan meningkatnya umur. Pada juvenile
diabetic, destruksi periodontal yang luas sering terjadi sehubungan dengan umur pasien.
Peneliti yang lain telah melaporkan adanya rasio destruksi periodontal yang terlihat sama pada
pasien diabetes atau tanpa diabetes, sampai usia 30 tahun. Setelah usia 30 tahun, terdapat derajat
destruksi yang lebih parah pada pasien diabetes. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya
penyakit destruktif pada saat itu. Pasien diabetes yang berumur lebih dari10 tahun menunjukkan
destruksi yang lebih parah pada struktur periodontal daripada pasien dengan riwayat diabetes
kurang dari10 tahun. Hal ini juga berhubungan dengan berkurangnya integritas jaringan yang
memburuk seiring dengan waktu. Lihat penjelasan berikut ini tentang perubahan metebolisme
kolagen pada diabetes.
Meskipun beberapa penelitian belun menemukan hubungan antara stadium diabetic dengan
kondisi periodontal, studi yang terkontrol menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dan
keparahan penyakit periodontal pada penderita diabetes daripada yang tidak menderita diabetes,
dengan factor local yang sama. Penemuan termasuk loss of attachment yang lebih parah,
meningkatnya bleeding on probing, dan meningkatnya mobilitas gigi ( gambar 12-1). Perbedaan
derajat diabetes pada penderita dan control pada penderita dan keparahan penyakit
mengindikasikan sample pasien bertanggung jawab terhadap kurangnya konsistensi ini.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa diabetes yang tidak terkontrol atau kurang berhubungan
dengan meningkatnya kerentanan dan keparahan terhadap infeksi termasuk periodontitis.
Diabetes tidak menyebabkan gingivitis atau poket periodontal, tetapi terdapat indikasi bahwa dia
dapat merubah respon jaringan periodontal terhadap factor local (lihat gambar 12-1, A dan B),
mempercepat bone loss dan memperlambat penyembuhan setelah pembedahan pada jaringan
periodontal. Abses periodontal yang sering terjadi merupakan gejala penyakit periodontal yang
terlihat pada penderita diabetes.
Sekitar 40% orang dewasa Pima India pada daerah Arizona menderita diabetes tipe 2.
Perbandingan antara individu dengan atau tanpa diabetes pada suku bangsa Native Amerika
menunjukkan peningkatan yang nyata pada prevalensi destruktif periodontitis, sebanyak 15%
peningkatan pada edentulous, pada individu dengan diabetes. Resiko berkembangnya
periodontitis destruktif meningkat sebanyak 3 kali lipat pada individu ini.
Bakteri Patogen
Pada pasien dengan riwayat diabetes, cairan gingival dan darah mengandung lebih banyak
glukosa daripada yang tidak terkena, dengan skor indeks plak dan gingival yang sama.
Peningkatan glukosa dalam cairan gingival dan darah pada pasien dengan riwayat diabetes dapat
merubah lingkungan mikroflora, merangsang perubahan kualitatif pada bakteri yang dapat
memperparah penyakit periodontal pada pasien diabetes yang kurang terkontrol.
Pasien diabetes tipe I dengan periodontitis telah dilaporkan memiliki flora subgingiva yang
terdiri dari Capnocytophaga, vibrios anaerob, dan spesies Actinomyces. Porphyromonas
gingivalis, Prevotella intermedia, dan Actinobacillus actinomycetecomitans, dimana lesi
periodontal pada individu tanpa diabetes terlihat jarang. Pada penelitian lain, ditemukan sedikit
Capnocythopaga, dan banyak Actinobacillus actinomycetecomitans dan Bacteriocides
berpigmen hitam, Prevotella intermedia, P. melaninogenica, dan Campylobacter rectus. Spesies
berpigmen hitam, terutama Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia ,dan
Campylobacter rectus banyak terdapat pada lesi periodontal suku Pima India dengan diabetes
tipe 2. Hal ini menyebabkan perubahan flora pada poket periodontal pasien diabetes. Peranan
utama dari bakteri ini belum ditentukan.