Anda di halaman 1dari 6

Pubertas sering disertai dengan meningkatnya respon gingival terhadap iritasi local.

Gejala
inflamasi yaitu warna merah kebiruan, odema, dan pembesaran dihasilkan dari factor local yang
merupakan respon ringan gingival.
Sebagai pendekatan terhadap orang dewasa, keparahan rekasi gingival berkurang, pengembalian
menuju ke normal membutuhkan penghilangan factor tersebut. Meskipun prevalensi dan
keparahan penyakit gingival meningkat seiring dengan pubertas, gingivitis bukan merupakan
kejadian yang universal selama periode ini, dengan oral hygiene yang baik, maka hal tersebut
dapat dicegah.

Perubahan Gingiva yang berhubungan dengan siklus menstruasi


Seperti gejala yang umum, siklus mentruasi tidak disertai dengan perubahan gingival, tetapi pada
keadaan tertentu hal tersebut dapat terjadi. Perubahan gingival sehubungan dengan menstruasi
karena ketidak seimbangan hormonal dan kadang-kadang disertai dengan riwayat disfungsi
ovarian.
Selama masa menstruasi, prevalensi gingivitis meningkat. beberapa pasien mengeluhkan
perdarahan pada gingival. Eksudat dari inflamasi gingival meningkat selama menstruasi, tetapi
cairan gingival tidak terpengaruh. Mobilitas gigi tidak berubah secara signifikan selama siklus
menstruasi. Jumlah bakteri saliva meningkat selama menstruasi dan pada ovulasi sampai hari ke-
14 sebelumnya.

Penyakit Gingiva Selama Kehamilan


Perubahan gingival selama kehamilan telah dijelaskan sejak tahun 1898, bahkan sebelumnya
beberapa ilmu pengetahuan tentang perubahan hormonal pada kehamilan telah ada.
Kehamilan itu sendiri tidak menyebabkan gingivitis. Gingivitis pada kehamilan disebabkan oleh
bakteri plak. Kehamilan merangsang respon gingival terhadap plak dan memodifikasi resultan
klinis. tidak ada perubahan yang terjadi pada gingival selama kehamilan tanpa adanya factor
local.
Keparahan gingivitis meningkat selama kehamilan dimulai pada bulan kedua atau ketiga. pasien
dengan gingivitis kronis sebelum kehamilan menjadi sadar terhadap gingival karena sebelumnya
area yang terinflamasi menjadi membesar, odematus dan mengalami perubahan warna. Pasien
dengan perdarahan gingival sebelum kehamilan menjadi perhatian terhadap meningkatnya
tendensi perdarahan .
Gingivitis menjadi lebih berat pada bulan kedelapan dan menurun pada bulan ke-9, akumulasi
plak mengikuti pola yang lama. Beberapa peneliti melaporkan terdapat keparahan antara
trimester kedua dan ketiga. Hubungan antara gingivitis dan kuantitas plak lebih besar setelah
melahirkan daripada selama kehamilan, dimana disimpulkan bahwa kehamilan membutuhkan
factor lain yang merangsang respon gingiva terhadap factor local.
Insiden gingivitis selama kehamilan pada penelitian bervariasi dari 50%-100%. Kehamilan
mempengaruhi keparahan dari area yang terinflamasi, tidak merubah gingival yang sehat.
Mobilitas gigi, kedalaman poket, dan cairan gingival juga meningkat selama kehamilan.
Reduksi parsial pada keparahan gingivitis terjadi pada dua bulan setelah melahirkan, dan setelah
satu tahun kondisi gingival dibandingkan dengan pasien yang tidak hamil. Tetapi gingival tidak
kembali normal selama terdapat factor local. Pengurangan setelah kehamilan juga mobilitas gigi,
kedalaman poket, dan cairan gingival. Pada pengamatan longitudinal perubahan periodontal
selama kehamilan dan untuk 15 bulan setelah melahirkan, tidak ada loss of attachment signifikan
yang terlihat.
Tendensi bleeding terlihat pada sebagian besar gejala klinis. Gingival terinflamasi dan bervariasi
warnanya dari merah terang hingga merah kebiruan. Margin gingival dan interdental tampak
odematus, pit pada fisur, terlihat halus dan mengkilat, lunak dan nampak seperti raspberry.
Kemerahan yang ekstrim merupakan akibat dari vaskularisasi, dan terdapat peningkatan tendensi
bleeding . perubahan gingival biasanya tanpa gejala kecuali terdapat komplikasi pada inflamasi
akut. Pada beberapa kasus inflamasi gingival membentuk massa menyerupai tumor sebagai
tumor pregnancy .
Gambaran mikroskopik penyakit gingival selama kehamilan merupakan inflamasi yang non
spesifik, tervaskularisasi, dan inflamasi yang proloferatif. Terdapat infiltrasi sel inflamasi dengan
odema disertai degenerasi epitel gingival dan jaringan ikat. Epithelium hiperplastik dengan
adanya retepeg, mengurangi permukaan yang berkeratin, dan bermacam derajat intraselular dan
odema ekstraselular dan infiltrasi oleh leukosit.
Kemungkinan interaksi antara bakteri-hormin dapat merubah komposisi plak dan menyebabkan
inflamasi gingival belum diamati secara luas. Kornmen dan loesehe melaporkan bahwa flora
subgingiva berubah menjadi anaerob selama kehamilan. Satu-satunya mikro organisme yang
meningkat secara signifikan adalah P. Intermedia.
Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan kadar estradiol secara sistemik dan
progesterone bersamaan dengan tendensi bleeding yang tinggi.Disimpulkan juga bahwa selama
kehamilan, penurunan respon limfosit – T maternal mungkin merupakan factor yang dapat
merubah respon jaringan terhadap plak.
Adanya gingivitis selama kehamilan dihubungkan dengan peningkatan kadar progesterone
dimana menyebabkan pelebaran mikrovaskularisasi gingival, sirkulatori stasis dan meningkatnya
kerentanan terhadap iritasi mekanis, semuanya menyebabkan cairan masuk ke dalam jaringan
perivaskuler. Peningkatan progesterone dan estrogen terjadi selama kehamilan, dan berkurang
setelah persalinan. Keparahan gingivitis bervariasi sesuai kadar hormonal selama kehamilan.
Gingiva merupakan organ target bagi hormon seks wanita. Formicola dkk, menunjukkan bahwa
injeksi estradiol radioaktif terhadap tikus betina terlihat tidak hanya pada saluran genital tetapi
juga pada gingival.
Disimpulkan juga bahwa terjadinya gingivitis selama kehamilan terjadi dalam dua periode : yaitu
selama trimester pertama, ketika terjadi produksi gonadotropin yang berlebihan, dan selama
trimester ketiga, dimana estrogen dan progesterone berada pada level tertinggi. Kerusakan sel
mast pada gingival terjadi karena meningkatnya hormone seks dan resultan yang dikeluarkan
oleh histamine dan enzim proteolitik yang berperan pada respon inflamasi terhadap factor local.

Kontrasepsi Hormonal dan Gingiva


Kontrasepsi Hormonal membuat respon gingival terhadap factor local sama dengan yang terlihat
selama kehamilan, ketika digunakan lebih dari 1,5 tahun dapat meningkatkan kerusakan
periodontal.
Meskipun beberapa merk kontrasepsi oral memproduksi perubahan dramatis daripada yang lain,
tidak ada hubungan yang ditemukan pada perbedaan progesterone atau estrogen pada bermacam-
macam merk tersebut. Kontrasepsi oral tidak mempengaruhi inflamasi gingival atau skor debris
indeks.

Menopausal Gingivostomatitis (senile atrophic gingivitis)


Kondisi ini terjadi selama menopause atau selama periode postmenopause. Gejala yang ringan
kadang-kadang terlihat, berhubungan dengan perubahan awal menopause. Menopausal
Gingivostomatitis bukan merupakan kondisi yang umum. Pola tersebut digunakan untuk
memperbaiki anggapan yang keliru yang bervariasi sehubungan dengan menopause. Gangguan
pada rongga mulut bukan merupakan gejala yang umum dari menopause.
Gingiva dan mukosa oral tampak kering dan mengkilat, bervariasi warnanya dari pucat hingga
kemerahan, dan mudah berdarah. Terdapat fisur pada mucobucal fold pada beberapa kasus dan
perubahan dapat terjadi pada mukosa vagina. Pasien mengeluhkan burning sensation dan mulut
kering, sehubungan dengan sensitivitas yang ekstrim terhadap perubahan termis, sensasi rasa
yang abnormal yang disebut salty, peppery atau sour dan sulit memakai gigi tiruan sebagian
lepasan.
Secara mikroskopis gingival menunjukkan atropi pada germinal dan prickle cell layers dari epitel
dan pada beberapa kasus daerah tersebut terdapat ulserasi.
Gejala dari Menopausal Gingivostomatitis memiliki beberapa derajat perbandingan terhadap
kronik desquamative gingivitis . Gejala tersebut sama dengan Menopausal Gingivostomatitis
kadang-kadang terjadi setelah ovariektomi atau sterilisasi oleh radiasi pada saat terapi neoplasma
ganas.

Hormon Kortikosteroid
Pada manusia, pemberian sistemik kortison dan ACTH tidak mempunyai efek terhadap insiden
dan keparahan terhadap penyakit gingival dan periodontal. Tetapi transplantasi ginjal pada
pasien yang menerima terapi immunosupresive (prednisone dan metilprednison dan azatioprin
atau siklofosfamid) secara signifikan mengurangi inflamasi gingival daripada kelompok control
dengan jumlah plak yang sama.
Pemberian kortison secara sistemik pada eksperimen binatang menyebabkan osteoporosis tulang
alveolar, dilatasi kapiler dan penelanan, dengan perdarahan pada ligament periodontal dan
jaringan ikat gingival, degenerasi dan reduksi serabut kolagen pada ligament periodontal dan
meningkatnya destruksi jaringan periodontal sehubungan dengan inflamasi yang disebabkan oleh
iritasi local.

Diposkan oleh Blog Risa Valevi di 08:07 0 komentar

Manifestasi Oral Diabetes

Sejumlah perubahan oral yang dijelaskan pada diabetes, termasuk cheilosis, mukosa kering dan
pecah- pecah, rasa terbakar pada mulut dan lidah, berkurangnya aliran saliva, dengan spesies
yang dominant yaitu Candida albicans, streptococcus hemolitikus, dan stafilokokus. Rasio
meningkatnya karies gigi juga diamati pada diabetes yang tidak terkontrol. Harus diingat bahwa
perubahan tidak selalu terlihat, tidak spesifik, dan tidak patognomonik untuk diabetes. Selain itu,
perubahan yang diamati juga pada diabetes yang terkontrol. Individu dengan diabetes yang
terkontrol memiliki respon terhadap jaringan yang normal, perkembangan gigi-geligi yang
normal, dan perlawanan terhadap infeksi yang normal pula, dan tidak ada peningkatan insiden
karies gigi.

Pengaruh diabetes pada jaringan periodonsium telah diamati secara keseluruhan. Meskipun sukar
untuk membuat kesimpulan yang definitive tentang efek spesifik diabetes pada jaringan
periodonsium, variasi perubahan telah dijelaskan termasuk tendensi pembesaran gingival,
terbentuknya gingival polip, proliferasi gingival polipoid, terbentuknya abses, periodontitis dan
kehilangan gigi. Perubahan yang paling parah pada diabetes yang tidak terkontrol adalah
berkurangnya perlawanan terhadap dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi yang
menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal.

Periodontitis pada diabetes mellitus tipe I nampak setelah umur 12 tahun. Prevalensi
periodontitis dilaporkan sebanyak 9,8% pada usia 13-18 tahun, dan meningkat sampai 39% pada
usia 19 tahun dan diatasnya.

Literature untuk pernyataan ini dan pengaruh secara keseluruhan terhadap fakta tentang adanya
penyakit periodontal pada diabetes mellitus tidak konsisten atau merupakan pola yang nyata.
Inflamasi gingival tingkat lanjut, poket periodontal yang sangat dalam, kehilangan tulang yang
cepat, dan abses periodontal sering terdapat pada pasien diabetes mellitus yang memiliki oral
hygiene yang buruk (lihat gambar 12-1). Anak-anak dengan diabetes mellitus tipe I cenderung
memiliki destruksi yang lebih parah di sekitar M1 dan insisivus daripada di sekitar gigi yang
lain, tetapi destruksi ini menjadi lebih luas seiring dengan meningkatnya umur. Pada juvenile
diabetic, destruksi periodontal yang luas sering terjadi sehubungan dengan umur pasien.

Peneliti yang lain telah melaporkan adanya rasio destruksi periodontal yang terlihat sama pada
pasien diabetes atau tanpa diabetes, sampai usia 30 tahun. Setelah usia 30 tahun, terdapat derajat
destruksi yang lebih parah pada pasien diabetes. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya
penyakit destruktif pada saat itu. Pasien diabetes yang berumur lebih dari10 tahun menunjukkan
destruksi yang lebih parah pada struktur periodontal daripada pasien dengan riwayat diabetes
kurang dari10 tahun. Hal ini juga berhubungan dengan berkurangnya integritas jaringan yang
memburuk seiring dengan waktu. Lihat penjelasan berikut ini tentang perubahan metebolisme
kolagen pada diabetes.
Meskipun beberapa penelitian belun menemukan hubungan antara stadium diabetic dengan
kondisi periodontal, studi yang terkontrol menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dan
keparahan penyakit periodontal pada penderita diabetes daripada yang tidak menderita diabetes,
dengan factor local yang sama. Penemuan termasuk loss of attachment yang lebih parah,
meningkatnya bleeding on probing, dan meningkatnya mobilitas gigi ( gambar 12-1). Perbedaan
derajat diabetes pada penderita dan control pada penderita dan keparahan penyakit
mengindikasikan sample pasien bertanggung jawab terhadap kurangnya konsistensi ini.

Penelitian terbaru menyatakan bahwa diabetes yang tidak terkontrol atau kurang berhubungan
dengan meningkatnya kerentanan dan keparahan terhadap infeksi termasuk periodontitis.
Diabetes tidak menyebabkan gingivitis atau poket periodontal, tetapi terdapat indikasi bahwa dia
dapat merubah respon jaringan periodontal terhadap factor local (lihat gambar 12-1, A dan B),
mempercepat bone loss dan memperlambat penyembuhan setelah pembedahan pada jaringan
periodontal. Abses periodontal yang sering terjadi merupakan gejala penyakit periodontal yang
terlihat pada penderita diabetes.

Sekitar 40% orang dewasa Pima India pada daerah Arizona menderita diabetes tipe 2.
Perbandingan antara individu dengan atau tanpa diabetes pada suku bangsa Native Amerika
menunjukkan peningkatan yang nyata pada prevalensi destruktif periodontitis, sebanyak 15%
peningkatan pada edentulous, pada individu dengan diabetes. Resiko berkembangnya
periodontitis destruktif meningkat sebanyak 3 kali lipat pada individu ini.

Bakteri Patogen

Pada pasien dengan riwayat diabetes, cairan gingival dan darah mengandung lebih banyak
glukosa daripada yang tidak terkena, dengan skor indeks plak dan gingival yang sama.
Peningkatan glukosa dalam cairan gingival dan darah pada pasien dengan riwayat diabetes dapat
merubah lingkungan mikroflora, merangsang perubahan kualitatif pada bakteri yang dapat
memperparah penyakit periodontal pada pasien diabetes yang kurang terkontrol.

Pasien diabetes tipe I dengan periodontitis telah dilaporkan memiliki flora subgingiva yang
terdiri dari Capnocytophaga, vibrios anaerob, dan spesies Actinomyces. Porphyromonas
gingivalis, Prevotella intermedia, dan Actinobacillus actinomycetecomitans, dimana lesi
periodontal pada individu tanpa diabetes terlihat jarang. Pada penelitian lain, ditemukan sedikit
Capnocythopaga, dan banyak Actinobacillus actinomycetecomitans dan Bacteriocides
berpigmen hitam, Prevotella intermedia, P. melaninogenica, dan Campylobacter rectus. Spesies
berpigmen hitam, terutama Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia ,dan
Campylobacter rectus banyak terdapat pada lesi periodontal suku Pima India dengan diabetes
tipe 2. Hal ini menyebabkan perubahan flora pada poket periodontal pasien diabetes. Peranan
utama dari bakteri ini belum ditentukan.

Diposkan oleh Blog Risa V

Anda mungkin juga menyukai