Laporan Praktikum Farmasi Fisika - KECEPATAN DISOLUSI
Laporan Praktikum Farmasi Fisika - KECEPATAN DISOLUSI
1438H/20
16
Modul 6
KECEPATAN DISOLUSI
1. PRINSIP PERCOBAAN
Menentukan kecepatan disolusi asam salisilat berdasarkan kadar asam salisilat yang terdisolusi
dalam media air suling dengan menggunakan metode uji disolusi tipe dayung dan penentuan kadar
ini menggunakan titrasi asam basa (reaksi netralisasi) dengan NaOH 0,05 N dan penambahan
indicator fenolftalein pada menit ke 1, 5, 10, 15, dan 20 yang dipengaruhi oleh suhu berbeda yaitu, 30,
37, dan 45ºC dan kecepatan pengadukan berbeda yaitu, 50,100,dan 150 rpm.
2. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu, untuk :
1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat
2. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
3. Menggunakan alat penentuan kecepatan disolusi
3. LANDASAN TEORI
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 1 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
Bahan:
- Aquadest
- Asam Salisilat
- NaOH 0,05 N
- Indikator fenolftalein
- Kertas Perkamen
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 2 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
5. PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan Larutan NaOH 0,05 N sebanyak 250 mL
Larutan NaOH 0,05 N dibuat dengan melarutkan 0,5 gram NaOH didalam
beaker glass dengan aquadest hingga larut
z
Bejana diisi air suling sebanyak
900 mL
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 5 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
8.25
8 7.25 30ºC
6 37ºC
6 5.5 5.75
5.25
5 45ºC
4.25
4
2.75
2 1.75
0.08
0.08
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 6 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
1) t (1 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 0,7 x 0,05
N1 = 1,75 x 10-3 N
2) t (5 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,0 x 0,05
N1 = 5,0 x 10-3 N
3) t (10 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,2 x 0,05
N1 = 5,5 x 10-3 N
4) t (15 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,4 x 0,05
N1 = 6 x 10-3 N
5) t (20 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,9 x 0,05
N1 = 7,25 x 10-3 N
Faktor Koreksi
1) M1’ = 1,75 x 10-3 N
20
2) M5’ = M5 + x (M1)
900
20
= 5,0 x 10-3 N + x (1,75 x 10-3 N)
900
= 5,0 x 10-3 N + (0,038 x 10-3 N)
20
= 5,5 x 10-3 N + x (1,75 x 10-3 N + 5,0 x 10-3 N)
900
20
= 5,5 x 10-3 N + x (6,75 x 10-3 N)
900
= 5,5 x 10-3 N + 0,15 x 10-3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 7 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
20
5) M20’= M20 + x (M1 + M5 + M10+ M15)
900
20
= 7,25 x 10-3 N + x [(1,75 + 5,0 +5,5+6) x 10-3 N]
900
= 7,25 x 10-3 N + 0,405 x 10-3 N
Faktor Koresi
1) M1’ = 75 x 10-3 N
20
2) M5’ = M5 + x (M1)
900
20
= 2,75 x 10-3N + x [ 75 x 10−3 ]N
900
= 2,75 x 10-3 N + 1,67 x 10-3 N
= 4,42 x 10-3 N
20
3) M10’ = M10 + x (M1 + M5)
900
20
= 3,25 x 10-3N + x [ ( 75+2,75 ) x 10−3 ]N
900
20
= 3,25 x 10-3N + x (77,75 x 10-3)N
900
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 8 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
20
5) M20’ = M20 + x (M1 + M5 + M10 +M15)
900
20
= 5,5 x 10-3N + x [ ( 75+2,75+3,25+ 4,5 ) x 10−3 ]N
900
20
= 5,5 x 10-3N + x (85,5 x 10-3)N
900
= 5,5 x 10-3 N + 1,9 x 10-3 N
= 7,4 x 10-3 N
c. Konsentrasi Asam Salisilat 450 C (rpm 50)
1) t (1 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 0,2 x 0,05
N1 = 50 x 10-3 N
2) t (5 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 1 x 0,05
N1 = 2,5 x 10-3 N
3) t (10 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 1,9 x 0,05
N1 = 4,75 x 10-3 N
4) t (15 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,4 x 0,05
N1 = 6 x 10-3 N
5) t (20 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,9 x 0,05
N1 = 7,25 x 10-3 N
Faktor Koresi
1) M1’ = 50 x 10-3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 9 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
20
2) M5’ = M5 + x (M1)
900
20
= 2,5 x 10-3N + x [ 50 x 10−3 ]N
900
= 2,5 x 10-3 N + 1,11 x 10-3 N
= 2,61 x 10-3 N
20
3) M10’ = M10 + x (M1 + M5)
900
20
= 4,75 x 10-3N + x [ ( 50+2,5 ) x 10−3 ]N
900
20
= 4,75 x 10-3N + x (52,5 x 10-3)N
900
= 4,75 x 10-3 N + 1,67 x 10-3 N
= 6,42 x 10-3 N
20
4) M15’ = M15 + x (M1 + M5 + M10)
900
20
= 6 x 10-3N + x [ ( 50+2,5+ 4,75 ) x 10−3 ] N
900
20
= 6 x 10-3N + x (57,25 x 10-3)N
900
= 6 x 10-3 N + 1,27 x 10-3 N
= 6 x 10-3 N
20
5) M20’ = M20 + x (M1 + M5 + M10 +M15)
900
20
= 7,25 x 10-3N+ x [ ( 50+2,5+ 4,75+6 ) x 10−3 ]N
900
20
= 7,25 x 10-3N + x (63,25 x 10-3)N
900
= 7,25 x 10-3 N + 1,405 x 10-3 N
= 8,65 x 10-3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 10 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
5
5 4.75 4.5
50 rpm
4 100 rpm
3.25
3 2.75 150 rpm
2.5
2 1.75
1
0.05
0.08
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
a. Konsentrasi Asam
VAsam x NAsam Salisilat 30o C ( rpm 50)
= VBasa x NBasa
1) t (1 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 0,7 x 0,05
N1 = 1,75 x 10-3 N
2) t (5 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,0 x 0,05
N1 = 5,0 x 10-3 N
3) t (10 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,2 x 0,05
N1 = 5,5 x 10-3 N
4) t (15 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,4 x 0,05
N1 = 6 x 10-3 N
5) t (20 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,9 x 0,05
N1 = 7,25 x 10-3 N
Faktor Koreksi
1) M1’ = 1,75 x 10-3 N
20
2) M5’ = M5 + x (M1)
900
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 11 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
20
= 5,0 x 10-3 N + x (1,75 x 10-3 N)
900
= 5,0 x 10-3 N + (0,038 x 10-3 N)
20
= 5,5 x 10-3 N + x (1,75 x 10-3 N + 5,0 x 10-3 N)
900
20
= 5,5 x 10-3 N + x (6,75 x 10-3 N)
900
= 5,5 x 10-3 N + 0,15 x 10-3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 12 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 2,9 x 0,05
N1 = 7,25 x 10-3 N
Faktor Koreksi
1) M1’ = 75 x 10-3 N
20
2) M5’ = M5 + x (M1)
900
20
= 2,75 x 10-3 N + x (75 x 10-3 N)
900
= 2,75 x 10-3 N + (1,67 x 10-3 N)
20
= 4,25 x 10-3 N + x [(75 + 2,75) x 10-3 N)]
900
20
= 4,25 x 10-3 N + x (77,25 x 10-3 N)
900
= 4,25 x 10-3 N + 1,727 x 10-3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 13 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
N1 = 5,25 x 10-3 N
3) t (10 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 3,3 x 0,05
N1 = 8,25 x 10-3 N
4) t = 15 menit
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 4,1 x 0,05
N1 = 10,25 x 10-3 N
5) t = 20 menit
V1 x N1 = V2 x N2
20 x N1 = 4,8 x 0,05
N1 = 12,00 x 10-3 N
Faktor Koreksi
1) M1’ = 75 x 10-3 N
20
2) M5’ = M5 + x (M1)
900
20
= 5,25 x 10-3 N + x (75 x 10-3 N)
900
= 5,25 x 10-3 N + (1,67 x 10-3 N)
20
= 8,25 x 10-3 N + x [(75 + 5,25) x 10-3 N)]
900
20
= 8,25 x 10-3 N + x (80,25 x 10-3 N)
900
= 8,25 x 10-3 N + 1,78 x 10-3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 14 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
20
= 12,00 x 10-3 N + (95,75 x 10-3 N)
900
= 12,00 x 10-3 N + 2,13 x 10-3 N
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 15 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
7. PEMBAHASAN
Percobaan kecepatan disolusi ini dilakukan dengan tujuan agar mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat, menentukan kecepatan disolusi suatu zat, dan
menggunakan alat penentu kecepatan disolusi yaitu uji disolusi tipe dayung.
Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya zat aktif yang dapat
terlarut persatuan waktu. Kecepatan disolusi ini menjadi faktor penting untuk menentukan seberapa
besar suatu zat aktif dapat diabsorbsi oleh tubuh. Obat yang dikonsumsi akan mengalami empat
tahapan yaitu, disintegrasi (obat hancur), deagregasi (obat tidak menggumpal), pelepasan zat aktif,
disolusi, dan diabsorbsi oleh tubuh melalui saluran cerna menuju saluran sistemik. Disolusi
merupakan proses lepasnya senyawa atau zat aktif obat dari sediaan atau matriks obat kemudian
melarut dalam media pelarut.
Pada percobaan ini untuk menentukan kecepatan disolusi asam salisilat didasarkan pada
konsentrasi asam salisilat yang terdisolusi di dalam media air suling dengan alat uji disolusi tipe
dayung. Kemudian untuk menentukan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam basa dengan
NaOH 0,05 N dengan penambahan indicator fenolftalein berdasarkan reaksi netralisasi. Penentuan
konsentrasi ini dilakukan setiap menit ke 1, 5, 10, 15 dan 20 yang dipengaruhi oleh suhu berbeda
yaitu, 30, 37, dan 45ºC dan kecepatan pengadukan berbeda yaitu, 50,100,dan 150 rpm.
Prinsip uji disolusi tipe dayung ini adalah serbuk zat aktif yang akan ditentukan kecepatan
disolusinya ditambahkan ke dalam pelarut yang berada didalam bejana. Uji disolusi tipe dayung ini
terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian rupa sehingga
sumbu tidak lebih dari 2mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar halus tanpa
ada goyangan yang berarti.
Kecepatan disolusi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, faktor fisiko kimia (kelarutan
zat aktif, ukuran partikel, bentuk kristal obat, dan sifat permukaan zat) dan faktor kondisi pengujian
(suhu, viskositas, pH pelarut, dan kecepatan pengadukan). Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi
kecepatan disolusi, sebagian besar faktor-faktor ini mempercepat kecepatan dengan cara
meningkatkan kelarutan zat aktif. Apabila kelarutan zat aktif ini meningkat maka nilai koefisien
difusi akan meningkat dan kecepatan disolusi pun akan meningkat. Erat kaitannya antara kelarutan
dengan kecepatan disolusi karena semakin tinggi kelarutan zat aktif maka zat aktif itu akan lebih
mudah berdifusi dan lebih mudah diabrobsi oleh tubuh sehingga kecepetan disolusi pun meningkat.
Semakin meningkat kecepatan disolusi diharapkan bioavaibiltas meningkat, artinya zat aktif yang
dilepaskan dari matriks obat terlepas semua (100%) untuk mendapatkan efek terapi terbaik.
Namun, percobaan ini hanya dipengaruhi oleh kelarutan zat aktif, suhu, pH pelarut, dan
kecepatan pengadukan. Percobaan pertama dilakukan terhadap suhu yang berbeda yaitu 30, 37, dan
45ºC dengan kecepatan pengadukan 50 rpm. Pada masing-masing bejana diisi air suling 900 mL
kemudian dipanaskan hingga suhu 30ºC dengan kecepatan pengadukan 50 rpm dan asam salisilat
sebanyak 2 gram dimasukkan. Pada menit ke 1, 5, 10, 15, dan 20 dipipet sebanyak 20 mL kemudian
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer untuk di titrasi. Setiap pengambilan 20 mL sampel, 20 mL air
suling dibejana sebelahnya yang suhunya 30ºC dipipet dan dimasukkan ke dalam bejana yang berisi
asam salisilat. Tujuan penambahan air ini adalah untuk mempertahankan volume bejana agar tetap
900 mL. Tiga tetes fenolftalein ditambahkan pada Erlenmeyer kemudian dititrasi dengan NaOH 0,05
N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Terjadinya perubahan menjadi merah
muda ini dinamakan titik akhir titrasi. Titrasi dihentikan lalu volume diburet dicatat untuk dilakukan
perhitungan konsentrasi asam salisilat dengan persamaan pengenceran. Larutan NaOH digunakan
sebagai pentiter dengan tujuan agar meningkatkan kelarutan karena asam salisilat merupakan asam
lemah, asam lemah ini akan larut dengan baik dalam larutan yang pHnya tinggi atau dalam larutan
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 16 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
basa kuat. Sehingga asam salisilat akan larut baik dalam basa kuat NaOH sehingga kelarutan akan
meningkat dan kecepatan disolusi akan meningkat. Kemudian prosedur yang sama dilakukan pada
pengambilan sampel asam salisilat sebanyak 20 mL pada menit ke 1, 5, 10, 15, dan 20. Prosedur yang
sama dilakukan pada sampel asam salisilat dengan suhu 37ºC dan 45ºC dengan kecepatan
pengadukan 50 rpm dan pengambilan sampel asam salisilat sebanyak 20 mL pada menit ke 5, 10, 15,
dan 20 dan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,05 N dengan penambahan indicator fenolftalein
hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.
Konsentrasi pada suhu 30ºC pengambilan sampel pada menit ke 1;5;10;15;20 didapatkan
konsentrasi asam salisilat sebesar 1.75x10-3; 5.0x10-3; 5.5x10-3; 6.0x10-3; 7.25x10-3 N. Konsentrasi pada
suhu 37ºC pengambilan sampel pada menit ke 1;5;10;15;20 didapatkan konsentrasi asam salisilat
sebesar 0.075; 2.75x10-3; 4.25x10-3; 5.75x10-3; 7.25x10-3 N. Konsentrasi pada suhu 45ºC pengambilan
sampel pada menit ke 1;5;10;15;20 didapatkan konsentrasi asam salisilat sebesar 0.075; 5.25x10 -3;
8.25x10-3; 10.25x10-3; 12.0x10-3 N. Pada percobaan yang dipengaruhi suhu ini dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi suhu maka kelarutan asam salisilat semakin meningkat maka kecepatan
disolusi pun semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya suhu dan asam
salisilat ini terbentuk berdasarkan reaksi endotermik maka menyebabkan kelarutan meningkat
karena energy kinetic meningkat menyebabkan partikel-partikel semakin cepat bergerak dan semakin
cepat larut. Dengan meningkatnya kelarutan maka koefisien difusi zat aktif asam salisilat meningkat
dan menyebabkan kecepatan disolusi meningkat. Semakin suhu dinaikkan maka semakin meningkat
kelarutan dan meningkatkan kecepatan disolusi hal ini tunjukan dengan semakin meningkatnya
konsentrasi dan waktu pengadukan yang semakin lama.
Percobaan kedua dilakukan terhadap kecepatan pengadukan yang berbeda yaitu 50,100, dan
150 rpm pada suhu 30ºC. Pada masing-masing bejana diisi air suling 900 mL kemudian dipanaskan
hingga suhu 30ºC dengan kecepatan pengadukan 50 rpm dan asam salisilat sebanyak 2 gram
dimasukkan. Pada menit ke 1, 5, 10, 15, dan 20 dipipet sebanyak 20 mL kemudian dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer untuk di titrasi. Setiap pengambilan 20 mL sampel, 20 mL air suling dibejana
sebelahnya yang suhunya 30ºC dipipet dan dimasukkan ke dalam bejana yang berisi asam salisilat.
Tujuan penambahan air ini adalah untuk mempertahankan volume bejana agar tetap 900 mL. Tiga
tetes fenolftalein ditambahkan pada Erlenmeyer kemudian dititrasi dengan NaOH 0,05 N hingga
terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Terjadinya perubahan menjadi merah muda ini
dinamakan titik akhir titrasi. Titrasi dihentikan lalu volume diburet dicatat untuk dilakukan
perhitungan konsentrasi asam salisilat dengan persamaan pengenceran. Kemudian prosedur yang
sama dilakukan pada pengambilan sampel asam salisilat sebanyak 20 mL pada menit ke 5, 10, 15, dan
20. Prosedur yang sama juga dilakukan pada sampel asam salisilat dengan kecepatan pengadukan
100 dan 150 rpm dengan suhu 30ºC dan pengambilan sampel asam salisilat sebanyak 20 mL pada
menit ke 1, 5, 10, 15, dan 20 dan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,05 N dengan penambahan
indicator fenolftalein hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.
Konsentrasi pada kecepatan pengadukan 50 rpm pengambilan sampel pada menit ke
1;5;10;15;20 didapatkan konsentrasi asam salisilat sebesar 1.75x10-3; 5.0x10-3; 5.5x10-3; 6.0x10-3; 7.25x10-3
N. Konsentrasi pada suhu 37ºC pengambilan sampel pada menit ke 1;5;10;15;20 didapatkan
konsentrasi asam salisilat sebesar 0.075; 2.75x10 -3; 3.25x10-3; 4.50x10-3; 5.50x10-3 N. Konsentrasi pada
suhu 45ºC pengambilan sampel pada menit ke 1;5;10;15;20 didapatkan konsentrasi asam salisilat
sebesar 0.050; 2.50x10-3; 4.75x10-3; 6.0x10-3; 7.25x10-3 N. Pada percobaan yang dipengaruhi kecepatan
pengadukan ini dapat disimpulkan bahwa kecepatan pengadukan dapat meningkatkan kecepatan
disolusi. Semakin cepat pengadukan maka lapisan-lapisan difusi yang tebal akan semakin menipis,
dengan menipisnya lapisan difusi akan menyebabkan kelarutan meningkat. Meningkatnya kelarutan
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 17 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
maka koefisien difusi zat aktif asam salisilat meningkat dan menyebabkan kecepatan disolusi
meningkat. Hal ini tunjukan dengan semakin meningkatnya konsentrasi pada kecepatan pengadukan
yang semakin cepat dan waktu pengadukan yang semakin lama.
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 18 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
8. KESIMPULAN
- Faktor-faktor yang mempengaruhi oleh kelarutan zat aktif, suhu, pH pelarut, dan kecepatan
pengadukan. Semakin tinggi kelarutan suatu zat aktif maka zat aktif itu akan lebih mudah berdifusi
dan sehingga akan lebih mudah diabrobsi oleh tubuh sehingga kecepetan disolusi pun meningkat.
Semakin meningkatnya suhu dan asam salisilat terbentuk berdasarkan reaksi endotermik, kelarutan
asam salisilat semakin meningkat sehingga koefisien difusi meningkat dan kecepatan disolusi pun
semakin meningkat. Kecepatan pengadukan dapat meningkatkan kecepatan disolusi. Semakin cepat
pengadukan maka lapisan-lapisan difusi yang tebal akan semakin menipis, dengan menipisnya
lapisan difusi akan menyebabkan kelarutan meningkat. Meningkatnya kelarutan maka koefisien
difusi zat aktif asam salisilat meningkat dan menyebabkan kecepatan disolusi meningkat. Asam
salisilat merupakan asam lemah sehingga akan larut baik dalam larutan dengan pH tinggi maka
digunakan larutan NaOH 0.05 N.
- Kecepatan disolusi ini dapat dilihat berdasarkan konsentrasi asam salisilat. Semakin tinggi
konsentrasi asam salisilat maka semakin besar kecepatan disolusinya. Semakin lama waktu
pengadukan semkain tinggi konsentrasi asam salisilat. Semakin suhu dinaikkan maka semakin
meningkat kelarutan dan meningkatkan kecepatan disolusi hal ini tunjukan dengan semakin
meningkatnya konsentrasi dan waktu pengadukan yang semakin lama. Konsentrasi pada suhu 30;
37; 45ºC menit ke 1;5;10;15;20 sebesar 1.75x10-3; 5.0x10-3; 5.5x10-3; 6.0x10-3; 7.25x10-3 N; 0.075; 2.75x10-3;
4.25x10-3; 5.75x10-3; 7.25x10-3 N; 0.075; 5.25x10-3; 8.25x10-3; 10.25x10-3; 12.0x10-3 N. Semakin cepat
kecepatan pengadukan semakin meningkatnya konsentrasi maka kecepatan disolusinya semakin
meningkat pada waktu pengadukan yang semakin lama. Konsentrasi pada kecepatan pengadukan
50; 100; 150 rpm menit ke 1;5;10;15;20 sebesar 1.75x10-3; 5.0x10-3; 5.5x10-3; 6.0x10-3; 7.25x10-3 N; 0.075;
2.75x10-3; 3.25x10-3; 4.50x10-3; 5.50x10-3 N; 0.050; 2.50x10-3; 4.75x10-3; 6.0x10-3; 7.25x10-3 N.
- Alat yang digunakan untuk menentukan kecpatan disolusi pada percobaan ini adalah uji
disolusi tipe dayung. Prinsip uji disolusi tipe dayung ini adalah serbuk zat aktif yang akan
ditentukan kecepatan disolusinya ditambahkan ke dalam pelarut (aquadest) yang berada didalam
bejana dan diatur suhunya pada suhu suhu berbeda yaitu, 30, 37, dan 45ºC dan kecepatan
pengadukan berbeda yaitu, 50,100,dan 150 rpm. Uji disolusi tipe dayung ini terdiri dari daun dan
batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian rupa sehingga sumbu tidak lebih
dari 2mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar halus tanpa ada goyangan yang
berarti.
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 19 dari 10
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16
9. DAFTAR PUSTAKA
Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 20 dari 10