“”األمور بمقاصدها
DOSEN PENGAMPU:
“Itik Purwanto, S.Ag., M.A.”
Disusun Oleh Kelompok 1:
1. Efi Asnawati
2. Suheryati
KELAS A POKJA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM-PENDIDIKAN TINGGI
DA’WAH ISLAM INDONESIA [STAI-PTDII]
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Qowaidul Fiqiyah, Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menerpakannya dan apa konsekuensinya, bagi pembaca dan juga bagi penulis .
membantu terselesaikannya penulisan makalah ini, tidak lupa saran dan kritik yang
selanjutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang.........................................................................................1
............................................................................................................................... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaidah Al-Umuru Bi Maqashidiha merupakan salah satu dari pada kaidah
yang digunakan oleh para Fukaha’ dalam Qawa’id Fiqhiyyah. Kaidah ini
membahas tentang kedudukan niat yang sangat penting dalam menentukan kualitas
dengan niat ibadah kepada Alloh, ataukah karena ingin disanjung orang lain.
Kaidah ini juga ditafsirkan dalam dua sudut yaitu dari segi Bahasa dan dari segi
Istilah, dari segi Bahasa adalah maksud atau niat, sedang dari segi istilah adalah
ilmu fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh,
Penerapan kaidah ini memiliki beberapa ketentuan, dan hal ini telah dipaparkan
oleh para ulama di antaranya adalah: “Berlaku kaidah tersebut di antara dua perkara
yang mubah yang dapat dibedakan sifatnya dengan qosad sebagaimana jikalau
beredar urusan antara akad jual beli yang dimaksudkan hukumnya dan jualan yang
hanya menaruh barang saja, dan seumpamanya”. Dari sini dapat difahami bahwa
berlakunya kaidah ‘Al umuru bi Maqoshidiha” hanya pada dua hal yang
diperselisihkan, dan dapat dibedakan ketentuan dari dua perkara tersebut dengan
niat, pada perkara inilah berlakunya segala urusan tergantung pada niatnya.
1
Kaidah al-ummur bimaqashidiha ini juga menegaskan bahwa setiap amal
perbuatan baik yang menyangkut hubugan manusia dengan Allah juga harus
dilandasi niat. Landasan dari kaidah fikih ini adalah al-qur’an dan sejumlah hadis.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini penulis membatasi rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud Al-Umuru bi Maqashidiha ?
2. Apa saja dalil Al-Umuru bi Maqashidiha ?
3. Apa saja cabang-cabang dari Al-Umuru bi Maqashidiha?
4. Bagaimana penerapan dari Al-Umuru bi Maqishidiha?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah memberikan wawasan
kepada pembaca mengenai:
1. Definisi Al-Umuru bi Maqoshidiha
2. Dalil-dalil yang berhubungan dengan Al-Umuru bi Maqoshidiha
3. Mengetahui cabang-cabang dari Al-Umuru bi Maqishidiha dan penerapannya.
4 Mengetahui penerapan dari Al-Umuru bi Maqoshidiha.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kaidah Al-Umuru bi Maqashidiha terbentuk dari dua unsur yakni lafadz Al-
Umuru dan Al- Maqashid. Secara etimologi lafadz Al-Umuru merupakan bentuk
dari lafadz Al-Amru yang berarti keadaan, kebutuhan, peristiwa dan perbuatan.
jadi, dalam bab ini lafadz Al-Umuru bi Maqashidiha diartikan sebagai perbuatan
atau tingkah laku, yang dikenai hukum syara’ sesuai dengan maksud dari pekerjaan
yang dilakukan. Sedangkan Maqashid secara bahasa adalah jamak dari Maqshad,
menuju.
urusan sesuai dengan maksud pelakunya kaidah itu berbunyi: “( األمور بمقـاصدهاsegala
perbuatan itu dengan niat ibadah kepada Allah dengan melakukan perintah dan
menjauhi laranganNya. Atau dia tidak niat karena Allah, tetapi agar disanjung orang
lain. Pengertian kaidah ini bahwa hukum yang berimplikasi terhadap suatu perkara
3
yang timbul dari perbuatan atau perkataan subjek hukum (mukallaf) tergantung
pada maksud dan tujuan dari perkara tersebut. Kaidah ini berkaitan dengan setiap
Makna Niat, Kata niat dengan tasydid pada huruf ya adalah bentuk mashdar
dari kata kerja nawaa-yanwii. Inilah yang masyhur di kalangan ahli bahasa. Ada
pula yang membaca niat dengan ringan, tanpa tasydid menjadi (niyah)..Sementara
Ibnu Abidin menyatakan niat secara bahasa berarti, kemantapan hati terhadap
yang hanya bersifat adat (kebiasaan). Seperti halnya makan, minum, tidur dan lain-
lain. hal itu merupakan suatu keniscayaan bagi kita sebagai manusia, disadari atau
tidak kita butuh keberadaanya karena hal yang seperti itu termasuk kategori
kebutuhan primer. Akan tetapi jika dalam aktualisasinya kita iringi dengan niat
Tuhan maka disamping kita bisa memenuhi kebutuhan juga akan bernilai ibadah di
sisi Allah. Jika seseorang mencaburkan diri ke dalam sungai apabila tidak berniat
maka berarti ia mandi biasa, tetapi jika ia berniat untuk berwudhu maka ia
sudah berbeda dengan amalan yang tidak bernilai ibadah maka tidak diperlukan
adanya niat seperti halnya iman, dzikir dan membaca al-Qur’an. Dan juga termasuk
amalan yang tidak membutuhkan niat adalah meninggalkan hal-hal yang dilarang
oleh agama.
4
Untuk membedakan satu ibadah dengan ibadah yang lainnya dengan niat.
Dengan niat pula kita bisa menciptakan beraneka ragam ibadah dengan tingkatan
yang berbeda namun dengan tata cara yang sama seperti halnya wudhu’, mandi
Tiga syarat yang harus dipenuhi agar diterima ibadah. Pertama, dengan
adanya niat yang ikhlas. Kedua adalah perbuatan atau pekerjaan tersebut harus
sesuai dengan yang disyariatkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasul-Nya.
nafsu dan keduniaan. Niatnya itu hanya semata-mata perintah Allah. Hal ini
dijelaskan oleh Allah dalam beberapa ayat, antara lain pada surah al-Nisa ayat 125;
Artinya; Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia
mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayangan-Nya.
Menyerahkan dirinya kepada Allah artinya, mengikhlaskan amal kepada Allah,
mengamalkan dengan iman dan mengharapkan ganjaran dari Allah.
Adapun ibadah itu mengikuti petunjuk Rasulullah SAW. karena apabila menyalahi
dari petunjuk Rasulullah SAW. maka ibadah itu tertolak. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW.
Artinya; “Barangsiapa yang beramal tanpa adanya perintah dari kami, maka amalan
tersebut tertolak”.
5
Sedangkan niat itu tetap berlanjut sampai akhirnya pelaksanaan ibadah,
artinya bahwa niat itu tidak berubah dalam pelaksanaan ibadah. jika berubah dalam
pelaksanaan ibadah maka ibadahnya menjadi batal. Tiga syarat tersebut di atas,
apabila salah satunya tidak terpenuhi, maka amal itu tidak sah atau batal
Artinya; Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian Itulah
agama yang lurus.
b. Surat Ali Imran ayat 145
Artinya; Sesuaatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki
pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa
menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu.
Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
6
c. Surat Al-Baqarah ayat:225
٢٢٥
٢٥٦ ع ِليم
َ س ِميع َّ ام لَ َها َو
َ ٱلِل َ صَ سكَ ِبٱلعر َوةِ ٱلوثقَ َٰى َّل ٱن ِف
َ ٱستَم
Artinya; Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui
e. Surat Al –Ahzab ayat 5
ِ ٱلِل فَإِن لَّم تَعلَموا َءا َبا َءهم فَإِخ َٰ َونكم ِفي ٱلد
ِين َ ٱدعوهم ِۡل َبا ِئ ِهم ه َو أَق
ِ َّ َسط ِعند
Artinya; Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-
bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-
saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa
yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh
hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
7
2. Dalil dari Hadist Rosululloh SAW
ِ ِإنَّ َما اۡلَع َمال ِبالنِيَّا: للا صلى للا عليه وسلم َيقول
ت َو ِإنَّ َما ِلك ِل ام ِرئ َما ِ َرسو َل
رواه إماما. )صيب َها أَو ام َرأَة يَن ِكح َها فَ ِهج َرته إِلَى َما هَا َج َر إِلَي ِه
ِ ِهج َرته ِلدنيَا ي
Artinya: Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu,
dia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda : Sesungguhnya setiap
perbuatan itu (tergantung) niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan
dibalas)berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin
mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya
atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai
sebagaimana) yang dia niatkan.
(Hadist Riwayat dua imam hadist, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin
Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim
bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kita Shahihnya )
Dalam hadis lain di sebutkan:
فَ َمن َكانَت ِهج َرتهإلَىاللَّ ِه َو َرسو ِل ِهفَ ِهج َرتهإلَىاللَّ ِه َو،و ِإنَّ َما ِلك ِلم ِرئ َمان ََوى،ِ ِ إنَّ َمااۡلَع َمال ِب
َ النيَّات
8
yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan
RasulNya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau
karena wanita yang hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah
kepadanya”. (HR. Bukhary-Muslim ra.).
انك لو تنفق نفقة تبتغي بها وجه للا اّل أجرت عليهاحتى ماتجعل فى فم امرأتك
من قتل لتكون كلمة للا هي العليا فهو فى سبيل للا عزوجل
Rasulullah SAW. Cukup menjadi penjelas pada kita bahwa tujuan atau niat dari
amal perbuatan harus dikerjakan dengan ikhlas karena Allah. Kalau niat karena
Allah atau untuk ibadah, maka akan memperoleh pahala dan keridhaan Allah.
Sebaliknya jika niatnya untuk mengerjakan suatu perbuatan hanya karena terpaksa,
atau karena ria, maka ia tidak mendapat pahala. Demikian pula, jika seseorang
mengerjakan suatu perbuatan tanpa niat terutama dalam masalah ibadah, maka
9
Di antara sumber-sumber kaidah di atas, yang langsung menunjuk kepada
peranan niat dalam semua perkara adalah hadis “ "تاينلب ّلمعلا امنا. Hadis itu satu
pokok penting dalam ajaran Islam. Imam Syafi’i dan Ahmad berkata : “Hadis
tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata al-Baihaqi. Hal itu
sebagai berikut;
selamanya, tapi saya minta uang satu juta rupiah”, meskipun katanya
adalah hibah, tapi dengan permintaan uang, maka akad tersebut bukan
Pendapat maźhab Maliki ini lebih bisa diterima, karena kaidah di atas
asalnya ( ّلثواب وّلعقـاب اّلبالنيةtidak ada pahala dan tidak ada siksa kecuali
karena niatnya).
10
b. Apabila berbeda antara apa yang diucapkan dengan apa yang ada di dalam
hati atau diniatkan, maka yang dianggap benar adalah apa yang ada dalam
hati ()لواختلف اللســـان والقلب فالمعتبرمافى القلب. Sebagai contoh, apabila hati niat
c. ( ّليلزم نية العبادة فى كل جزءانماتلزم فى جملة مايفعلهtidak wajib niat ibadah dalam
setiap bagian, tapi wajib niat dalam keseluruhan yang dikerjakan). Contoh:
untuk shalat cukup niat shalat, tidak berniat setiap perubahan rukunnya.
d. ( كل مفرضين فلتجزيهنانية واحدة اّل الحج والعمرةsetiap dua kewajiban tidak boleh
dengan satu niat, kecuali ibadah haji dan 'umrah). Seperti diketahui dalam
Kedua yaitu haji ifrad, yaitu mengerjakan haji saja, cara ini tidak wajib
membayar dam.
Ketiga yaitu haji qiron, yaitu mengerjakan haji dan umrah dalam satu
niat dan satu pekerjaan sekaligus. Cara ini juga wajib membayar dam.
Cara ketiga ini lah haji qiron yang dikecualikan oleh kaidah tersebut di
atas. Jadi prinsipnya setiap dua kewajiban ibadah atau lebih, masing-
11
(setiap perbuatan asal atau pokok, maka tidak bisa bepindah dari yang asal
setelah satu raka'at, dia berpindah kepada shalat tahiyyat al-masjid, maka
batal shalat zuhurnya. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Abu Hanafiah
dan juga mazhab Malik. Kasus ini berbeda dengan orang yang sejak terbit
fajar belum makan dan minum, kemudian tengah hari berniat saum sunnah,
maka sah saumnya, karena sejak terbit fajar belum makan apa-apa.
f. مقاصد اللفظ على نية اللفظ اّل فى موضع واحد وهواليمين عند القاضى فانهاعلى نية القاضى
(maksud yang terkandung dalam ungkapan kata sesuai dengan niat orang
hadapan qadi. Dalam keadaan demikian maka maksud lafaz adalah menurut
niat qadi".
Berdasarkan kaidah ini, maksud kata-kata seperti talak, hibah, naźar, shalat,
itu maksudnya zakat, atau sedekah sunnah. Apakah shalat itu maksudnya
g. ( اۡليمان مبنية على اۡللفاظ والمقاsumpah itu harus berdasarkan kata-kata dan
maksud). Khusus untuk sumpah ada kata-kata khusus yang digunakan, yaitu
Selain itu harus diperhatikan pula apa maksud dengan sumpahnya. Dalam
hukum Islam, antara niat, cara, dan tujuan harus ada dalam garis lurus,
12
artinya niatnya harus ikhlas, caranya harus benar dan baik, dan tujuannya
h. ( النية فى اليمين تخصص اللفظ العام وّل تعمم الخاصniat dalam sumpah
Penerapan kaidah fikih ini dapat diamati dalam keadaan kasus orang yang
Umar, maka sumpahnya hanya berlaku terhadap Umar. Hal serupa juga
berlaku pula pada orang yang menerima minuman dari orang lain. Lalu
dirinya.
terperinci, kemudian ditentukan dan ternyata salah, maka kesalahan ini tidak
Melalui kaidah fikih ini dapat ditegaskan orang yang menyatakan niat
13
terbukti kemudian apa yang dinyatakan dalam niat itu keliru, maka sholat
yang bersangkutan tetap sah secara hukum. Hal ini mengingat sholat yang
tempatnya shalat, yaitu masjid atau di rumah, harinya shalat rabu atau
kamis, imamnya dalam satu shalat jama'ah Umar atau Ahmad, kemudian
apa yang ditentukan itu keliru maka shalatnya tetap sah, karena shalat telah
j. ( ومايشترط فيه التعرض فالخطأ فيه مبطلpada suatu amal yang dalam
(Sesuatu amal yang diatnya harus dipastikan secara garis besar, tidak secara
makmum pada Umar, kemudian ternyata yang menjadi imam adalah Ali,
14
D. Penerapan kaidah Al-Umuru bi Maqishidiha Dalam Bidang Muamalah
Contoh penerapannya:
menjual maka hukumnya boleh. Akan tetapi apabila ia membeli dengan tujuan/niat
menjadikan khamr, atau menjual pada orang yang akan menjadikannya sebagai
maka hal itu tidak mengganti jika dompet itu hilang tanpa sengaja. Akan tetapi jika
dengan ghashob (orang yang merampas harta orang). Jika dompet itu hilang, maka
untuk mengamankan uangnya karena belum ada bank syariah di daerahnya, maka
konvensional itu dengan tujuan/niat memperoleh bunga dari bank itu, maka
hukumnya haram.
15
BAB III
KESIMPULAN
pada tujuannya. Maksudnya adalah niat atau motif yang terkandung di dalam hati
saat melakukan perbuatan, hal ini menjadi kriteria yang dapat menentukan nilai dan
status hukum amal perbuatan yang telah dilakukan,baik yang berhubungan dengan
pekerjaan yang ingin dilakukan oleh seseorang perlu disertai dengan tujuan/niat.
Oleh karena itu, maka setiap perbuatan mukallaf amat bergantung kepada apa yang
diniatkannya, bahkan para ulama fiqh sepakat bahwa sesuatu perbuatan yang telah
Kaidah tentang niat ini merupakan kaidah yang sangat penting dan mendalam
16
DAFTAR PUSTAKA
Al-Umuru_bi Maqashidiha_(qawaidul_fikiah).pdf.
https://www.slideshare.net/dodykstylee/kaidah-cabang-al-umuru-bi-maqasidiha
diakses 2021.
http://iaia.ac.id/assets/uploads/Kedudukan-Qawaid-Fiqhiyyah-Dalam-
17