12
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian besar bahan yang digunakan dalam proses kimia berada dalam
bentuk campuran dari beberapa komponen dan fasa yang berbeda-beda. Untuk
memisahkan atau mengeluarkan satu atau beberapa komponen dari suatu
campuran, maka campuran tersebut harus dikontakkan terlebih dahulu dengan
fasa lain. Selama kontak antara kedua fasa terjadi, komponen-komponen yang
terdapat dalam campuran terdistribusi diantara kedua fasa. Ketika fasa-fasa yang
saling berkontak tersebut terpisah dengan metoda fisik sederhana, dalam kondisi
operasi yang tepat, salah satu fasa akan menjadi fasa yang kaya akan komponen A
sedangkan kandungan komponen A dalam fasa yang lain akan berkurang.
13
besarnya kerugian yang dapat ditimbulkan oleh CO2, maka penting sekali
dilakukan proses pemisahan CO2 dari aliran gas.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Absorbsi
Absorbsi merupakan salah satu proses separasi dalam industri kimia dimana
suatu campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan penyerap tertentu sehingga
satu atau lebih komponen gas tersebut larut dalam cairannya. Absorbsi dapat
terjadi melalui dua mekanisme, yaitu absorbsi fisik dan absorbsi kimia (Coulson
and Richardson, 1996).
Absorbsi fisik merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan
gas dalam larutan penyerap, namun tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh
proses ini adalah absorbsi gas H2S dengan air, methanol, propilen karbonat.
Penyerapan gas oleh larutan penyerap terjadi karena adanya interaksi fisik.
Mekanisme proses absorbsi fisik dapat dijelaskan dengan beberapa model, yaitu:
teori dua lapisan (two films theory), teori penetrasi dan teori permukaan terbaharui
(Danckwerts, 1970).
Absorbsi kimia merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa
pelarutan gas dalam larutan penyerap yang disertai dengan reaksi kimia. Contoh
peristiwa ini adalah absorbsi gas CO2 dengan larutan MEA, NaOH, K2CO3 dan
sebagainya. Aplikasi dari absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan
gas CO2 pada pabrik amonia (Danckwerts, 1970).
15
Gambar 2.1 Proses Absorpsi dan Desorpsi CO2 (Danckwerts, 1970)
Proses absorpsi gas dengan fase cair dapat dilakukan dalam tangki
berpengaduk yang dilengkapi dengan sparger, kolom gelembung (bubble column),
atau dengan kolom yang berisi packing yang inert (packed column) , atau piringan
(tray column). Pemilihan peralatan proses absorpsi biasanya didasarkan pada
reaktifitas reaktan (gas dan cairan), suhu, tekanan, kapasitas, dan ekonomi
(Coulson and Richardson, 1996).
16
Gambar 2.2 Bagan Kolom Absorbsi (Sulaiman, 2008).
17
4 golongan, yaitu : menara sembur, menara gelembung, menara pelat dan menara
paking.
1. Spray Tower
Spray Tower digunakan untuk perpindahan massa gas-gas yang sangat
mudah larut dimana tahanan fasa gas yang menjadi kendali dalam fenomena ini.
Dalam spray tower, cairan yang masuk disemburkan dengan menggunakan nozzle
semburan dan jatuh karena adanya gaya gravitasi, sertaakan berkontak dengan
alirangas yang naik keatas. Nozzle (lubang) spray berfungsiuntuk memperkecil
ukuran cairan. Jarak jatuhnya liquid ditentukan berdasarkan waktu kontak dan
pengaruh jumlah massa yang dipindahkan (Sulaiman, 2008).
2. Bubble Tower
Bubble Tower pada prinsipnya merupakan kebalikan dari spray tower.
Dalam tower ini gas terdispersi kedalam fasa liquid membentuk gelembung kecil.
Gelembung yang kecil ini menjadikan kontak antar fasa yang besar. Perpindahan
massa yang terjadi selama gelembung naik melalui fasa liquid, gerakan
gelembung tersebut mengurangi tahanan fasa liquidnya. Bubble Tower digunakan
bila laju perpindahan massa dikendalikan oleh tahanan fasa gas (Sulaiman, 2008).
18
Gambar 2.4 Bubble Tower (Sulaiman, 2008).
3. Packed Tower
Dalam tower (menara) ini berisi packing, cairan didistribusi diatas packing
dan mengalir kebawah membentuk lapisan tipis dipermukaan packing. Gas
umunya mengalir keatas berlawanan arah terhadap jatuhnya cairan. Kedua fasa
(liquid & gas) akan teraduk sempurna. Tower/kolom berpacking ini digunakan
bila perpindahan massa dikendalikan oleh kedua tahanan baik gas maupun liquid.
Ada beberapa bentuk packing yang banyak digunakan antara laincincin rasching,
cincin lessing, cincin partisi, sadel bell, sadel intalox dan cicin pall
(Geankoplis,1998).
19
Gambar 2.5 Packed Tower (Geankoplis,1998)
Gambar 2.6 Bentuk Packing: (a) Cincin Rashing, (b) Cincin Lessing, (c) Sadel
Bell, (d) Cincin Pall (Geankoplis,1998).
4. Tray Tower
20
Tray Tower mempunyai sejumlah pelat dan fasilitas yang ada pada setiap
pelat, sehingga akan diperoleh kontak yang sebaik-baiknya antara fase cair
dengan fase gas. Fasilitas ini dapat berupa topi gelembung (bubble caps) atau
lubang ayak (sieve). Pada pelat topi gelembung dan lubang ayak, gelembung-
gelembung gas akan terbentuk. Transfer massa antar fase akan terjadi pada waktu
gelembung gas terbentuk dan pada waktu gelembung gas naik ke atas pada setiap
pelat. Cairan akan mengalir dari atas ke bawah melintasi pelat di dalam kolom
(Sulaiman, 2008).
2.5 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci. Menurut Utami (2012)
Persyaratan absorben sebagai berikut:
a. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar
mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
b. Selektif
c. Memiliki tekanan uap yang rendah
21
d. Tidak korosif.
e. Mempunyai viskositas yang rendah
f. Stabil secara termis.
g. Murah
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk
gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan),
natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam
sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa) (Utami, 2012).
22
G1 y1 + L2 x2 = G2 y2 + L1 x1 ..............................(2.1)
atau
G1 y1 - G2 y2 = L1 x1 - L2 x2 ...............................(2.2)
Hubungan yang lebih sederhana akan diperoleh, apabila tidak digunakan
konsentrasi fraksi mol, tetapi digunakan konsentrasi dengan dasar bebas solut.
Hubungan antara konsentrasi dengan dasar bebas solut dan fraksimol adalah
sebagai berikut :
x
X= ……………………………...(2.3)
1−x
y
Y= ……………………………..(2.4)
1− y
Dengan konsentrasi dasar bebas solut, maka kecepatan aliran yang
digunakan sekarang adalah kecepatan aliran dengan bebas solut yaitu LS dan GS,
sehingga persamaan (2.2) menjadi :
G1 (Y1 - Y2) = L1 (X1 - X2) …………………..(2.5)
(Sulaiman, 2008).
2.7 Analisis Perpindahan Massa Dan Reaksi Dalam Proses Absorpsi Gas
CO2 oleh Larutan NaOH.
Secara umum, proses absorbsi gas CO 2 kedalam larutan NaOH yang disertai
reaksi kimia berlangsung melalui empat tahap, yaitu perpindahan massa CO2
melalui lapisan gas menuju lapisan antar fase gas-cairan, kesetimbangan antara
CO2 dalam fase gas dan dalam fase larutan, perpindahan massa CO2 dari lapisan
gas kebadan utama larutan NaOH dan reaksi antara CO 2 terlarut dengan gugus
hidroksil (OH-) (Yulianto, 2000).
23
Gambar 2.9 Mekanisme absorpsi gas CO2 dalam larutan NaOH (Yulianto, 2000).
Laju perpindahan massa CO2 dari lapisan gas ke dalam larutan NaOH
dinyatakan sebagai berikut:
Ra=¿...............................(2.6)
Dimana A* merupakan kesetimbangan antara CO2 dalam fase gas dan dalam fase
larutan:
A* = H.pai...............................................(2.7)
Dengan H pada suhu 30oC = 2,88 x 10-5 g mol/cm3.atm.
Keadaan batas:
√ Da . k 2 . ¿ ¿¿....................................(2.8)
√ Da . k 2 . ¿ ¿¿..................................(2.9)
dengan z adalah koefisien reaksi kimia antara CO2 dan [OH-], yaitu = 2. Jika
keadaan batas (b) tidak terpenuhi, berarti terjadi pelucutan [OH-] dalam larutan.
Hal ini berakibat:
√ D A . k 2 .¿ ¿ ¿....................................(2.10)
Dengan demikian maka laju absorpsi gas CO2 kedalam larutan NaOH akan
mengikuti persamaan:
24
a . H . pg . ∅ . k l
Ra=
a . H . ∅ . k l ................................................
1+
k Ga
(2.11)
Dengan ϕ adalah enhancement factor yang merupakan rasio antara koefisien
transfer massa CO2 pada fase cair jika absorpsi disertai reaksi kimia dan tidak
disertai reaksi kimia. Nilai diffusivitas efektif (DA) CO2 dalam larutan NaOH pada
suhu 30oC adalah 2,1 x 10-5 cm2/det.
Nilai kGa dapat dihitung berdasarkan pada absorbsi fisik dengan meninjau
perpindahan massa total CO2 kedalam larutan NaOH yang terjadi pada selang
waktu tertentu didalam alat absorpsi. Dalam bentuk bilangan tak berdimensi, k GA
dapat dihitung menurut persamaan (2.12) :
1,4003 1
k Ga . dp2 ρCO .Q μ CO
DA (
=4,0777 ×
μCO . a
2
2
CO2
) ( ×
ρCO . D2
2
A
) 3
...........(2.12)
6(1−ε ) Vvoid
Dengan a= dan ε =
dp Vr
Secara teoritik, nilai kGA harus memenuhi persamaan (2.13):
mol(CO 2 ,liq)
k GA= =mol ¿ ¿ ¿ ......................(2.13)
A . Z . ɛ . pℑ
Jika tekanan operasi cukup rendah, maka p1m dapat didekati dengan
∆ p=p ¿− p out. Sedangkan nilai kla dapat dihitung secara empiric dengan
persamaan (2.14):
0,3 0,5
k ia dp ρ NAOH Q NAOH μ
DA
=0,2258 x [ μ.a ] [ ] x
ρ DA
...................(2.14)
Jika laju reaksi pembentukan Na2CO3 jauh lebih besar dibandingkan dengan
laju difusi CO2 kedalam larutan NaOH, maka konsentrasi CO 2 pada batas film
cairan dengan badan cairan adalah nol. Hal ini disebabkan oleh konsumsi CO 2
yang sangat cepat selama reaksi sepanjang film. Dengan demikian, tebal film (x)
dapat ditentukan dengan persamaan:
25
D A (P¿ −Pout )
x= .....................................(2.15)
mol ¿ ¿ ¿
Difase cair, reaksi antara CO2 dengan larutan NaOH terjadi melalui
beberapa tahapan proses:
−¿¿
+¿+ OH(l) ¿
NaOH (s) ↔ Na(l) (a)
CO 2(g) ↔ CO2 (l) (b)
−¿¿
−¿↔ HCO ¿
CO 2(l) +OH (l) 3(l)
(c)
2−¿ ¿
−¿↔ H 2 O(l )+ CO 3(l) ¿
−¿+OH (l) ¿
HCO3 (l) (d)
−¿ ↔Na 2 CO3(l )¿
2−¿+2 Na(l) ¿
CO 3(l) (e)
26
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
27
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Pembuatan Larutan NaOH 1 M
a. NaOh kristal ditimbang sebanyak 80 gram dan dimasukkan kedalam
labu ukur 2 liter.
b. Kemudian tambahkan aquadest sampai garis batas yang tertera dilabu
ukur.
c. Larutan NaOH diaduk hingga homogen.
3.3.2 Pengambilan Sampel Gas
a. Isi dua tabung bola pada perangkat analisa absorbsi di bagian kiri panel
dengan NaOH1M. Atur level permukaan NaOH pada tabung bola
sampai angka 0 pada pipa skala.
b. Isi tangki dengan air sampai ¾ bagian tangki.
c. Valve pengendalian aliran gas C2 dan C3 ditutup kemudian dijalankan
pompa cairan, dengan mengatur aliran air menuju kolom sehingga
flowmeter F1 menunjukan kecepatan tertentu dengan cara mengatur
valve C1.
d. Mulai dijalankan kompressor dan atur valve pengendalian C2 sehingga
kecepatan aliran pada flowmeter F2 kira-kira 30 l/min
e. Buka secara hati-hati velve regulator tekanan pada tabung CO2, lalu
atur valve C3 sampai flowmeter F3 menunjukkan kira-kira 3 l/min.
f. Pengambilan sampel gas dilakukan setelah 5 menit pada valve S1, S2
dan S3.
3.3.3 Analisa Gas sampel
a. Bersihkan gas disaluran pengambilan sampel sebanyak 5 kali dengan
menarik lalu mendorong piston. Gas dibuang lewat valve ke atmosfer.
b. Ambil sampel dengan cara menarik piston dan buka valve pada kolom,
sesuai dengan bagian kolom (S1, S2, dan S3) sebanyak 20 ml.
c. Tekan piston secara perlahan sampai gas CO2 bercampur dengan
NaOH dalam tabung bola.
d. Baca volume NaOH pada saat piston ditarik kembali. Lakukan
beberapa kali sampai didapat volume yang konstan.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan absorpsi gas, variabel terikat berupa laju alir udara (F2) 6
L/min, serta variabel bebas diantaranya laju alir air (F1) dan CO 2 (F3) masing-
masing 3, dan 5 L/min serta 60,80, dan 120 L/min. Hal ini dilakukan agar
nantinya diketahui absorpsi atau penyerapan gas CO2 yang paling efisien diantara
S1, S2 ataupun S3.
Selanjutnya media yang digunakan ialah menara isian (packing tower)
berbentuk silinder diisi dengan packing dalam bentuk rasching ring. Packing
berfungsi untuk memperbesar luas permukaan kontak fasa gas dan cair.
Pendistribusian gas dilakukan dari bawah karena densitas gas lebih rendah
dibandingkan zat cair.
29
Tabel 4.1Data Analisa pada Kolom S3
H2O Udara CO2 V1 dari peralatan V2
F1 F2 F3 (L/Menit) Hempl (mL) (mL)
(L/Menit) (L/Menit) Yi
3 60 6 60 1.2 0.02
3 80 6 60 1.2 0.02
3 120 6 60 1.3 0.021666667
5 60 6 60 1.3 0.021666667
5 80 6 60 1.4 0.023333333
5 120 6 60 1.4 0.023333333
0.1
0.09 f(x) = − 5.97 x + 0.13
0.08 R² = 0.92
f(x) = − 19.63 x + 0.34
0.07 R² = 0.76
0.06
F3/F2+F3
0.05 f1 3
0.04 Linear (f1 3)
0.03 f1 5
0.02 Linear (f1 5)
0.01
0
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02
V2/V1
Gambar 4.1 Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Neraca Massa (F3/(F2+F3)) dan
Fraksi CO2 Dari Hempl Analysis (V2/V1) Pada S3
Berdasarkan Gambar 4.1yaitu rasio nilai fraksi CO2 antara neraca massa dan
Hempl analysis pada S3, untuk fraksi CO2 dengan laju alir (F3) 6 L/min.
Sedangkan nilai Yi pada Hempl analysis untuk laju alir air (F1) pada masing-
masing parameter (3 dan 5 L/min).Nilai Yi yang didapatkan antara laju alir (F3)
60. 80 dan 120 paling besar terdapat pada (F1) 5 L/min, (F2) 6 L/min dan (F3)
120 L/min sebesar 0.023333333. Nilai yang diperoleh tersebut memperlihatkan
bahwa laju alir air (F1) berbanding lurus dengan nilai Yi pada Hempl analysis
yaitu semakin besar kecepatan F1 maka nilai Yi pada Hempl analysis semakin
meningkat.
30
Dari sampel data tersebut, tidak diperoleh hubungan antara Yi dan F1 yang
berbanding lurus. Hasil yang tidak sesuai tersebut terjadi akibat distribusi yang
tidak merata antara gas CO2 dan udara, sehingga jumlah CO2 yang terbaca pada
Hempl analysis menjadi berubah, ataupun juga bisa disebabkan oleh human error
yaitu kesalahan pada saat membaca tinggi level cairan NaOH pada tabung
penyerapan di alat Hempl analysis.
0.01
0.01
f(x) = − 0.04 x + 0.01
0.01 R² = 0.74
0.01
F3/F2+F3
FI 3
0.01 f(x) = − 0.12 x + 0.01 Linear (FI 3)
R² = 0.97 F1 5
0
Linear (F1 5)
0
0
0.050.050.060.060.070.070.080.080.090.09 0.1
V2/V1
31
3 80 6 60 1.0 0.011666667
3 120 6 60 1.1 0.013333333
5 60 6 60 1.2 0.013333333
5 80 6 60 1.2 0.013333333
5 120 6 60 1.3 0.015
Gambar 4.2 Perbandingan Nilai Fraksi CO2 Dari Neraca Massa (F3/(F2+F3)) dan
Fraksi CO2 Dari Analisa Hempl (V2/V1) Pada S2
32
4.1.3 Bagian Tengah Atas Menara Packing (S1)
Selanjutnya campuran gas (udara dan CO2) yang telah melewati bagian
tengah menara yaitu S2 kemudian akan menuju ke bagian atas menara packing.
Pada kondisi ini valve S1 dibuka, sedangkan valve S2 dan valve S3 ditutup
(penganalisaan untuk bagian atas menara packing).
0.05 f1 3
0.04 Linear (f1 3)
0.03 f1 5
0.02 Linear (f1 5)
0.01
0
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02
V2/V1
Gambar 4.3 Perbandingan Nilai Fraksi CO2 Dari Neraca Massa (F3/(F2+F3) dan
Fraksi CO2 Dari Analisa Hempl (V2/V1) Pada S1
33
Berdasarkan kondisi proses untuk ketiga menara packing, secara garis besar
ketika laju alir air (F1) dan laju alir CO 2 (F3) semakin tinggimaka gas CO2 yang
terserap akan semakin besar pula (berbanding lurus). Terbukti bahwa laju alir air
yang semakin tinggi akan mengakibatkan laju absorpsi gas CO 2 akan semakin
besar dan proses perpindahan massa gas CO2 ke absorben (air) semakin
meningkat. Hal ini dikarenakan jumlah kontak (tumbukan) antara partikel CO2
dan air semakin banyak, sehingga lebih banyak gas yang terabsopsi.
4.2 Perbandingan Jumlah CO2 yang Terabsorpsi pada Percobaan dengan
Neraca Massa
4.2.1 Pada Kolom Bagian Atas (S1)
Jumlah CO2 yang terabsobsi dihitung dengan menggunakan persamaan
neraca massa memiliki perbedaan dengan hasil yang didapatkan dari percobaan.
Perbedaan yang terjadi diakibatkan F1-3dari neraca massa menggambarkan gas
CO2 yang terserap sedangkan Y0-1dan Yi dari Hemplanalysismenunjukkan nilai
gas CO2 yang terabsorsi masing-masing pada kolom S1 dan S3. Hal ini
menyebabkan nilai yang berbeda dari keduanya karena penjelasan terhadap gas
CO2 adalah yang terabsorpsi dan yang tersisa Hasil neraca massa pada s1
didapatkan sebesar 0,1.2163.
34
perhitungan diasumsikan tidak ada gas CO 2 yang terkontak dengan air dan fraksi
gas CO2 di udara yang didapat menjadi fraksi CO 2 mula-mula Yi, yang digunakan
dalam perhitungan neraca massa F1-3 dan F2-3. Nilai neraca massa yang didapatkan
sebesar 0,8902
0.4
0.3
0.2
0.1
0
s1 s2 s3
Bukaan valve
Gambar 4.4 Hubungan bukaan valve S1, S2 dan S3 dengan Hasil neraca massa
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Jumlah gas CO2 yang terabsorpsi secara optimum terjadi pada S1, S2 dan
S3 yakni yang paling besar adalah terdapat pada bukaan valve S3 adalah
0.015 L/min
2. Semakin besar laju alir air (F1) dan laju alir CO2 (F3) maka gas CO2 yang
terserap akan semakin banyak.
3. Semakin besar ketinggian menara atau kolom, maka semakin banyak
jumlah CO2 yang terabsorpsi pada proses yang berlangsung
35
5.2 Saran
1. Ketelitian pada saat membaca tinggi level NaOH pada Hempl analysis agar
menghindari error yang besar
2. Serta penarikan pada piston agar dalam kecepatan yang relative konstan
(tidak terlalu cepat ataupun lambat).
36
DAFTAR PUSTAKA
1
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
a. Variabel Pertama
F1(Laju Alir H20) = 3 L/menit
F2(Laju Alir Udara) = 60 L/menit
F3(Laju Alir CO2) = 6 L/menit
1. Pengambilan Sampel dari Bawah Menara Packing (Valve S3)
V1 = 60 ml
V2 = 1.2 ml
F3 6
Yi= =
F 2 + F3 60+6
= 0,0909 L/menit
2
V 2 1.2
Yi= =
V 1 60
= 0,02
2. Pengambilan Sampel dari Tengah Menara Packing (Valve S2)
V1 = 60 ml
V2 = 0.1 ml
Total aliran masuk = F2 + F3
= 60 + 6
= 66 L/menit
V2
Y 0−2= ( )
V1 0−2
0.1
¿
60
= 0,0016
V2
Yi= ( )
V1
V2 dan V1 untuk perhitungan Yi diambil dari data fraksi CO2 yang diambil dari
bawah menara packing (Valve S3)
1.2
Yi=
60
Yi = 0.02
Neraca Massa :
[ CO 2 ]¿ −[ CO 2 ]out =[ CO 2 ]absorbed
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3−Fa2−3)Y 0−2 ]=Fa2−3
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3)Y 0−2 ]=Fa2−3−Fa2−3 Y 0 −2
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3) Y 0−2 ]=Fa2−3 (1−Y 0−2 )
Fa =
[(F 2+ F 3 )Yi ]−[( F 2 + F3 )Y 0−2 ]
2−3
(1−Y 0−2)
(Yi−Y 0−2 )
Fa2−3= x(F 2 + F3 )
(1−Y 0−2)
3
(0,02−0 , 0016)
Fa2−3= x 66=1.2163
(1−0 , 0016)
Fa2−3=¿0,1.2163
3. Pengambilan Sampel dari Atas Menara Packing (Valve S1)
V1 = 60 ml
V2 = 0.4 ml
= 60 + 6
= 66 L/menit
V2
Y 0−1= ( )
V1 0−1
0.4
¿
60
= 0.0066
V2
Yi= ( )
V1
V2 dan V1 untuk perhitungan Yi diambil dari data fraksi CO2 yang diambil dari
bawah menara packing (Valve S3)
1.2
Yi=
60
Yi = 0.02
Neraca Massa :
[ CO 2 ]¿ −[ CO 2 ]out =[ CO 2 ]absorbed
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3−Fa1−3)Y 0−1 ]=Fa1−3
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3)Y 0−1 ]=Fa1−3−Fa1−3 Y 0−1
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3) Y 0−1 ]=Fa1−3 (1−Y 0−1 )
Fa =
[(F 2+ F 3)Yi ]−[(F 2 + F3 )Y 0−1 ]
1−3
(1−Y 0−1)
4
(Yi−Y 0−1)
Fa1−3= x( F 2 + F3 )
(1−Y 0−1)
(0. 02−0. 0066)
Fa1−3= x 66
(1−0.0066)
Fa1−3=0.8902
b. Variabel Kedua
F1(Laju Alir H20) = 5 L/menit
F2(Laju Alir Udara) = 60 L/menit
F3(Laju Alir CO2) = 6 L/menit
1. Pengambilan Sampel dari Bawah Menara Packing (Valve S3)
V1 = 60 ml
V2 = 1.3 ml
F3 6
Yi= =
F 2 + F3 60+6
= 0,0909 L/menit
V 2 1.3
Yi= =
V 1 60
= 0,021
2. Pengambilan Sampel dari Tengah Menara Packing (Valve S2)
V1 = 60 ml
V2 = 0.6ml
Total aliran masuk = F2 + F3
= 60 + 6
= 66 L/menit
V2
Y 0−2= ( )
V1 0−2
0.6
¿
60
= 0,01
5
V2
Yi= ( )
V1
V2 dan V1 untuk perhitungan Yi diambil dari data fraksi CO2 yang diambil dari
bawah menara packing (Valve S3)
1.3
Yi=
60
Yi = 0.021
Neraca Massa :
[ CO 2 ]¿ −[ CO 2 ]out =[ CO 2 ]absorbed
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3−Fa2−3)Y 0−2 ]=Fa2−3
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3)Y 0−2 ]=Fa2−3−Fa2−3 Y 0 −2
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3) Y 0−2 ]=Fa2−3 (1−Y 0−2 )
Fa =
[(F 2+ F 3 )Yi ]−[( F 2 + F3 )Y 0−2 ]
2−3
(1−Y 0−2)
(Yi−Y 0−2 )
Fa2−3= x(F 2 + F3 )
(1−Y 0−2)
(0,021−0 , 01)
Fa2−3= x 66=0.7333
(1−0 , 01)
Fa2−3=¿ 0,7333
= 60 + 6
= 66 L/menit
6
V2
Y 0−1= ( )
V1 0−1
0.8
¿
60
= 0.013
V2
Yi= ( )
V1
V2 dan V1 untuk perhitungan Yi diambil dari data fraksi CO2 yang diambil dari
bawah menara packing (Valve S3)
1.3
Yi=
60
Yi = 0.021
Neraca Massa :
[ CO 2 ]¿ −[ CO 2 ]out =[ CO 2 ]absorbed
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3−Fa1−3)Y 0−1 ]=Fa1−3
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3)Y 0−1 ]=Fa1−3−Fa1−3 Y 0−1
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3) Y 0−1 ]=Fa1−3 (1−Y 0−1 )
Fa =
[(F 2+ F 3)Yi ]−[(F 2 + F3 )Y 0−1 ]
1−3
(1−Y 0−1)
(Yi−Y 0−1)
Fa1−3= x( F 2 + F3 )
(1−Y 0−1)
(0.021−0.013)
Fa1−3= x 66
(1−0.013)
Fa1−3=0,5349
7
8