Anda di halaman 1dari 33

ABSTRAK

Absorpsi adalah operasi pemisahan komponen dalam gas dengan mengontakkan


gas yang berisi solute menggunakan solvent penyerap (absorben) dan merupakan
operasi yang berdasarkan daya serap atau daya larut gas dalam cairan pada suhu dan
tekanan tetap. Tujuan dari pratikum ini adalah untuk menentukan jumlah gas CO 2
terabsorbsi pada berbagai komposisi dalam udara dan laju alir, membandingkan hasil
analisa gas CO2 berdasarkan analisa Hempl dengan pengukuran laju alir serta
membandingkan jumlah CO2 terabsorbsi dari hasil percobaan dan perhitungan neraca
massa. Pada percobaan ini metode operasi yang digunakan adalah dengan
mengontakkan gas dalam air (absorben) di dalam kolom packing dan larutan NaOH 1 M
sebagai pengukur berapa banyak gas CO2 yang terabsorbsi menggunakan alat Hempl
analysis dengan variabel terikat berupalaju alir udara F2= 6 L/min serta variabel bebas
yaitu laju alir air F1 sebesar 3 dan 65L/min, serta laju alir CO 2 sebessar 60, 80, dan
120 L/min. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh fraksi volume gas
CO2 terbesar terdapat pada bagian atas kolom (S1) sebesar 0.02333 serta pada bagian
tengah kolom (S2) sebesar 0.015, pada S3 sebesar 0.015 terjadi pada parameter dengan
laju alir F1 sebesar 5 L/min, laju alir F2 sebesar 6 L/min dan laju alir F3 sebesar 120
L/min.

Kata Kunci : absorben, absorpsi gas, Hemplanalysis, kolom packing

12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar bahan yang digunakan dalam proses kimia berada dalam
bentuk campuran dari beberapa komponen dan fasa yang berbeda-beda. Untuk
memisahkan atau mengeluarkan satu atau beberapa komponen dari suatu
campuran, maka campuran tersebut harus dikontakkan terlebih dahulu dengan
fasa lain. Selama kontak antara kedua fasa terjadi, komponen-komponen yang
terdapat dalam campuran terdistribusi diantara kedua fasa. Ketika fasa-fasa yang
saling berkontak tersebut terpisah dengan metoda fisik sederhana, dalam kondisi
operasi yang tepat, salah satu fasa akan menjadi fasa yang kaya akan komponen A
sedangkan kandungan komponen A dalam fasa yang lain akan berkurang.

Absorpsi gas dalam cairan merupakan proses perpindahan massa antar


fasa, dimana sebuah komponen dalam campuran gas diserap oleh cairan. Absorpsi
merupakan proses dengan kontak kontinu (terjadi kontak antara dua fluida yang
digunakan). Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-
gaya fisik (pada absorpsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia
(pada absorpsi kimia). Pada industri, absorpsi gas bertujuan untuk memisahkan
suatu gas yang merugikan dari campuran gas.
Dalam proses pencairan gas alam, CO2 bersifat merugikan, karena pada
suhu sangat rendah CO2 akan menjadi padat (icing), sehingga mengakibatkan
tersumbatnya sistem perpipaan, dan karena sifatnya yang korosif, dapat merusak
bagian dalam utilitas pabrik dan sistem perpipaannya.Gas CO2 juga merupakan
produk samping pada industri amoniak.
Karena CO2 merupakan racun terhadap katalis sintesa amoniak, maka CO2 harus
dipisahkan dari gas proses sebelum memasuki unit sintesa amoniak. Melihat

13
besarnya kerugian yang dapat ditimbulkan oleh CO2, maka penting sekali
dilakukan proses pemisahan CO2 dari aliran gas.

1.2 Tujuan Percobaan

1. Menentukan jumlah gas CO2 terabsorbsi, baik pada masing-masing packing


maupun secara keseluruhan, pada berbagai komposisi gas CO2 dalam udara
dan laju alir absorben (air).
2. Membandingkan hasil analisis gas CO2 dalam udara yang diukur
berdasarkan hempl analysis dengan yang berdasarkan pengukuran laju alir
3. Membandingkan jumlah CO2 terabsorbsi hasil percobaan dengan yang
diperoleh dari neraca massa.

14
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Absorbsi
Absorbsi merupakan salah satu proses separasi dalam industri kimia dimana
suatu campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan penyerap tertentu sehingga
satu atau lebih komponen gas tersebut larut dalam cairannya. Absorbsi dapat
terjadi melalui dua mekanisme, yaitu absorbsi fisik dan absorbsi kimia (Coulson
and Richardson, 1996).
Absorbsi fisik merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan
gas dalam larutan penyerap, namun tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh
proses ini adalah absorbsi gas H2S dengan air, methanol, propilen karbonat.
Penyerapan gas oleh larutan penyerap terjadi karena adanya interaksi fisik.
Mekanisme proses absorbsi fisik dapat dijelaskan dengan beberapa model, yaitu:
teori dua lapisan (two films theory), teori penetrasi dan teori permukaan terbaharui
(Danckwerts, 1970).
Absorbsi kimia merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa
pelarutan gas dalam larutan penyerap yang disertai dengan reaksi kimia. Contoh
peristiwa ini adalah absorbsi gas CO2 dengan larutan MEA, NaOH, K2CO3 dan
sebagainya. Aplikasi dari absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan
gas CO2 pada pabrik amonia (Danckwerts, 1970).

15
Gambar 2.1 Proses Absorpsi dan Desorpsi CO2 (Danckwerts, 1970)

Proses absorpsi gas dengan fase cair dapat dilakukan dalam tangki
berpengaduk yang dilengkapi dengan sparger, kolom gelembung (bubble column),
atau dengan kolom yang berisi packing yang inert (packed column) , atau piringan
(tray column). Pemilihan peralatan proses absorpsi biasanya didasarkan pada
reaktifitas reaktan (gas dan cairan), suhu, tekanan, kapasitas, dan ekonomi
(Coulson and Richardson, 1996).

2.2 Kolom Absorpsi


Kolom absorbsi adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses
pengabsorbsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di
kolom/tabung tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang
terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini
dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut (Sulaiman, 2008).

16
Gambar 2.2 Bagan Kolom Absorbsi (Sulaiman, 2008).

Bagian a : Spray untuk megubah gas input menjadi fase cair.


Bagian b : output gas keluar
Bagian c : input pelarut masuk
Bagian d : output pelarut dan gas terserap keluar
Bagian e : tempat pencampuran pelarut dan umpan
Bagian f : Packed tower untuk memperluas permukaan sentuhsehingga mudah
untuk diabsorbsi

2.3 Prinsip Absorbsi


Udara yang mengandung komponen terlarut (misalnya CO2) dialirkan
kedalam kolom pada bagian bawah, sedangkan pada bagian atas dialirkan air.
Pada saat udara dan air bertemu dalam kolom isian, akan terjadi perpindahan
massa. Dengan menganggap udara tidak larut dalam air (sangats edikit larut),
makahanya gas CO2 saja yang berpindah kedalam fase air (terserap). Semakin
kebawah, aliran air semakin kaya CO2. Semakin keatas ,aliran udara semakin
miskin CO2. Menurut Treybal (1981), Faktor-faktor yang berpengaruh pada
operasi absorpsi adalah sebagai berikut :
a. Laju alir air. Semakin besar, penyerapan semakin baik.
b. Komposisi dalam aliran air. Jika terdapat senyawa yang mampu beraksi
dengan CO2 (misalnya NaOH) maka penyerapan lebih baik.
c. Suhu operasi. Semakin rendah suhu operasi, penyerapan semakin baik.
d. Tekanan operasi. Semakin tinggi tekanan operasi, penyerapan semakin
baik sampai pada batas tertentu. Diatas tekanan maksimum (untuk
hidrokarbon biasanya 4000-5000 kPa), penyerapan lebih buruk.
e. Laju alir gas. Semakin besar laju alir gas, penyerapan semakinburuk.

2.4 Jenis Alat Transfer Massa


Operasi transfer massa umumnya dilakukan dengan menggunakan menara
yang dirancang sedemikian sehingga diperoleh kontak yang baik antara kedua
fase. Alat transfer massa yang berupa menara secara umum dapat dibagi ke dalam

17
4 golongan, yaitu : menara sembur, menara gelembung, menara pelat dan menara
paking.
1. Spray Tower
Spray Tower digunakan untuk perpindahan massa gas-gas yang sangat
mudah larut dimana tahanan fasa gas yang menjadi kendali dalam fenomena ini.
Dalam spray tower, cairan yang masuk disemburkan dengan menggunakan nozzle
semburan dan jatuh karena adanya gaya gravitasi, sertaakan berkontak dengan
alirangas yang naik keatas. Nozzle (lubang) spray berfungsiuntuk memperkecil
ukuran cairan. Jarak jatuhnya liquid ditentukan berdasarkan waktu kontak dan
pengaruh jumlah massa yang dipindahkan (Sulaiman, 2008).

Gambar 2.3 Spray Tower (Sulaiman, 2008).

2. Bubble Tower
Bubble Tower pada prinsipnya merupakan kebalikan dari spray tower.
Dalam tower ini gas terdispersi kedalam fasa liquid membentuk gelembung kecil.
Gelembung yang kecil ini menjadikan kontak antar fasa yang besar. Perpindahan
massa yang terjadi selama gelembung naik melalui fasa liquid, gerakan
gelembung tersebut mengurangi tahanan fasa liquidnya. Bubble Tower digunakan
bila laju perpindahan massa dikendalikan oleh tahanan fasa gas (Sulaiman, 2008).

18
Gambar 2.4 Bubble Tower (Sulaiman, 2008).

3. Packed Tower
Dalam tower (menara) ini berisi packing, cairan didistribusi diatas packing
dan mengalir kebawah membentuk lapisan tipis dipermukaan packing. Gas
umunya mengalir keatas berlawanan arah terhadap jatuhnya cairan. Kedua fasa
(liquid & gas) akan teraduk sempurna. Tower/kolom berpacking ini digunakan
bila perpindahan massa dikendalikan oleh kedua tahanan baik gas maupun liquid.
Ada beberapa bentuk packing yang banyak digunakan antara laincincin rasching,
cincin lessing, cincin partisi, sadel bell, sadel intalox dan cicin pall
(Geankoplis,1998).

19
Gambar 2.5 Packed Tower (Geankoplis,1998)

Menurut Sugiyanto (2012), syarat-syarat packing yang akan digunakan


adalah sebagai berikut:
a. Tidak bereaksi dengan fluida di dalam menara.
b. Mengandung cukup banyak laluan untuk kedua arus tanpa terlalu banyak
zat cair yang terperangkap (hold up) atau menyebabkan penurunan
tekanan terlalu tinggi.
c. Memungkinkan terjadinya kontak yang memuaskan antara zat cair dan gas
d. Harus kuat, tetapi tidak terlalu berat, serta tidak terlalu mahal.

Gambar 2.6 Bentuk Packing: (a) Cincin Rashing, (b) Cincin Lessing, (c) Sadel
Bell, (d) Cincin Pall (Geankoplis,1998).

4. Tray Tower

20
Tray Tower mempunyai sejumlah pelat dan fasilitas yang ada pada setiap
pelat, sehingga akan diperoleh kontak yang sebaik-baiknya antara fase cair
dengan fase gas. Fasilitas ini dapat berupa topi gelembung (bubble caps) atau
lubang ayak (sieve). Pada pelat topi gelembung dan lubang ayak, gelembung-
gelembung gas akan terbentuk. Transfer massa antar fase akan terjadi pada waktu
gelembung gas terbentuk dan pada waktu gelembung gas naik ke atas pada setiap
pelat. Cairan akan mengalir dari atas ke bawah melintasi pelat di dalam kolom
(Sulaiman, 2008).

Gambar 2.7 Menara Tray (Sulaiman, 2008).

Kalau diperhatikan cara kontak antara fase-fase yang berkontak di dalam


keempat menara tersebut, maka ada dua macam cara kontak yaitu : cara kontak
kontinyu yang terjadi di menara sembur, menara gelembung dan menara paking,
dan cara kontak bertingkat yang terjadi di menara pelat (Sulaiman, 2008).

2.5 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci. Menurut Utami (2012)
Persyaratan absorben sebagai berikut:
a. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar
mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
b. Selektif
c. Memiliki tekanan uap yang rendah

21
d. Tidak korosif.
e. Mempunyai viskositas yang rendah
f. Stabil secara termis.
g. Murah
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk
gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan),
natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam
sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa) (Utami, 2012).

2.6 Perhitungan Dasar Neraca Massa


Ditinjau suatu operasi transfer massa dalam keadaan tetap secara arus
berlawanan, dimana fase-fase yang berkontak dan saling tidak dapat larut adalah
fase G dan L, seperti terlihat pada gambar 1.5. Di dalam diagram tersebut Ls dan
Gs adalah arus I, dan G dengan dasar bebas solute, sehingga Ls dan Gs adalah
arus-arus dari komponen yang tidak mendifusi dalam arus L dan G. Sedangkan x
dan y masing -masing adalah fraksi mol A di dalam fase L dan G.

Gambar 2.8 Transfer Massa Pada Keadaaan Tetap Secara Arus


Berlawanan (Sulaiman,2008).

Apabila dibuat neraca bahan komponen A disekitar alat transfer massa,


maka diperoleh :

22
G1 y1 + L2 x2 = G2 y2 + L1 x1 ..............................(2.1)
atau
G1 y1 - G2 y2 = L1 x1 - L2 x2 ...............................(2.2)
Hubungan yang lebih sederhana akan diperoleh, apabila tidak digunakan
konsentrasi fraksi mol, tetapi digunakan konsentrasi dengan dasar bebas solut.
Hubungan antara konsentrasi dengan dasar bebas solut dan fraksimol adalah
sebagai berikut :
x
X= ……………………………...(2.3)
1−x
y
Y= ……………………………..(2.4)
1− y
Dengan konsentrasi dasar bebas solut, maka kecepatan aliran yang
digunakan sekarang adalah kecepatan aliran dengan bebas solut yaitu LS dan GS,
sehingga persamaan (2.2) menjadi :
G1 (Y1 - Y2) = L1 (X1 - X2) …………………..(2.5)
(Sulaiman, 2008).
2.7 Analisis Perpindahan Massa Dan Reaksi Dalam Proses Absorpsi Gas
CO2 oleh Larutan NaOH.
Secara umum, proses absorbsi gas CO 2 kedalam larutan NaOH yang disertai
reaksi kimia berlangsung melalui empat tahap, yaitu perpindahan massa CO2
melalui lapisan gas menuju lapisan antar fase gas-cairan, kesetimbangan antara
CO2 dalam fase gas dan dalam fase larutan, perpindahan massa CO2 dari lapisan
gas kebadan utama larutan NaOH dan reaksi antara CO 2 terlarut dengan gugus
hidroksil (OH-) (Yulianto, 2000).

23
Gambar 2.9 Mekanisme absorpsi gas CO2 dalam larutan NaOH (Yulianto, 2000).

Laju perpindahan massa CO2 dari lapisan gas ke dalam larutan NaOH
dinyatakan sebagai berikut:
Ra=¿...............................(2.6)
Dimana A* merupakan kesetimbangan antara CO2 dalam fase gas dan dalam fase
larutan:
A* = H.pai...............................................(2.7)
Dengan H pada suhu 30oC = 2,88 x 10-5 g mol/cm3.atm.
Keadaan batas:
√ Da . k 2 . ¿ ¿¿....................................(2.8)
√ Da . k 2 . ¿ ¿¿..................................(2.9)
dengan z adalah koefisien reaksi kimia antara CO2 dan [OH-], yaitu = 2. Jika
keadaan batas (b) tidak terpenuhi, berarti terjadi pelucutan [OH-] dalam larutan.
Hal ini berakibat:
√ D A . k 2 .¿ ¿ ¿....................................(2.10)
Dengan demikian maka laju absorpsi gas CO2 kedalam larutan NaOH akan
mengikuti persamaan:

24
a . H . pg . ∅ . k l
Ra=
a . H . ∅ . k l ................................................
1+
k Ga
(2.11)
Dengan ϕ adalah enhancement factor yang merupakan rasio antara koefisien
transfer massa CO2 pada fase cair jika absorpsi disertai reaksi kimia dan tidak
disertai reaksi kimia. Nilai diffusivitas efektif (DA) CO2 dalam larutan NaOH pada
suhu 30oC adalah 2,1 x 10-5 cm2/det.
Nilai kGa dapat dihitung berdasarkan pada absorbsi fisik dengan meninjau
perpindahan massa total CO2 kedalam larutan NaOH yang terjadi pada selang
waktu tertentu didalam alat absorpsi. Dalam bentuk bilangan tak berdimensi, k GA
dapat dihitung menurut persamaan (2.12) :
1,4003 1
k Ga . dp2 ρCO .Q μ CO
DA (
=4,0777 ×
μCO . a
2

2
CO2

) ( ×
ρCO . D2
2

A
) 3
...........(2.12)

6(1−ε ) Vvoid
Dengan a= dan ε =
dp Vr
Secara teoritik, nilai kGA harus memenuhi persamaan (2.13):
mol(CO 2 ,liq)
k GA= =mol ¿ ¿ ¿ ......................(2.13)
A . Z . ɛ . pℑ
Jika tekanan operasi cukup rendah, maka p1m dapat didekati dengan
∆ p=p ¿− p out. Sedangkan nilai kla dapat dihitung secara empiric dengan
persamaan (2.14):
0,3 0,5
k ia dp ρ NAOH Q NAOH μ
DA
=0,2258 x [ μ.a ] [ ] x
ρ DA
...................(2.14)

Jika laju reaksi pembentukan Na2CO3 jauh lebih besar dibandingkan dengan
laju difusi CO2 kedalam larutan NaOH, maka konsentrasi CO 2 pada batas film
cairan dengan badan cairan adalah nol. Hal ini disebabkan oleh konsumsi CO 2
yang sangat cepat selama reaksi sepanjang film. Dengan demikian, tebal film (x)
dapat ditentukan dengan persamaan:

25
D A (P¿ −Pout )
x= .....................................(2.15)
mol ¿ ¿ ¿
Difase cair, reaksi antara CO2 dengan larutan NaOH terjadi melalui
beberapa tahapan proses:
−¿¿
+¿+ OH(l) ¿
NaOH (s) ↔ Na(l) (a)
CO 2(g) ↔ CO2 (l) (b)
−¿¿
−¿↔ HCO ¿
CO 2(l) +OH (l) 3(l)
(c)
2−¿ ¿
−¿↔ H 2 O(l )+ CO 3(l) ¿
−¿+OH (l) ¿
HCO3 (l) (d)
−¿ ↔Na 2 CO3(l )¿
2−¿+2 Na(l) ¿
CO 3(l) (e)

Langkah d dan e biasanya berlangsung dengan sangat cepat, sehingga proses


absorpsi biasanya dikendalikan oleh peristiwa pelarutan CO2 kedalam larutan
NaOH terutama jika CO2 diumpankan dalam bentuk campuran dengan gas lain
atau dikendalikan bersama-sama dengan reaksi kimia pada langkah c (Yulianto,
2000).

26
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan yang digunakan


a. Larutan NaOH 1M
b. Aquades
c. Gas CO2
d. Udara

3.2 Alat- alat yang digunakan


a. Tabung gas CO2 yang dilengkapi pengatur tekanan, yang dihubungkan
dengan pengatur R pada saluran gas masuk. Skema peralatan dapat
dilihatpada gambar berikut:

Gambar 3.1 Skema Peralatan Absorpsi Gas


b. Sarung tangan dan kacamata pengaman
c. Corong dan pipa kecil
d. Labu ukur
e. Timbangan analitik

27
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Pembuatan Larutan NaOH 1 M
a. NaOh kristal ditimbang sebanyak 80 gram dan dimasukkan kedalam
labu ukur 2 liter.
b. Kemudian tambahkan aquadest sampai garis batas yang tertera dilabu
ukur.
c. Larutan NaOH diaduk hingga homogen.
3.3.2 Pengambilan Sampel Gas
a. Isi dua tabung bola pada perangkat analisa absorbsi di bagian kiri panel
dengan NaOH1M. Atur level permukaan NaOH pada tabung bola
sampai angka 0 pada pipa skala.
b. Isi tangki dengan air sampai ¾ bagian tangki.
c. Valve pengendalian aliran gas C2 dan C3 ditutup kemudian dijalankan
pompa cairan, dengan mengatur aliran air menuju kolom sehingga
flowmeter F1 menunjukan kecepatan tertentu dengan cara mengatur
valve C1.
d. Mulai dijalankan kompressor dan atur valve pengendalian C2 sehingga
kecepatan aliran pada flowmeter F2 kira-kira 30 l/min
e. Buka secara hati-hati velve regulator tekanan pada tabung CO2, lalu
atur valve C3 sampai flowmeter F3 menunjukkan kira-kira 3 l/min.
f. Pengambilan sampel gas dilakukan setelah 5 menit pada valve S1, S2
dan S3.
3.3.3 Analisa Gas sampel
a. Bersihkan gas disaluran pengambilan sampel sebanyak 5 kali dengan
menarik lalu mendorong piston. Gas dibuang lewat valve ke atmosfer.
b. Ambil sampel dengan cara menarik piston dan buka valve pada kolom,
sesuai dengan bagian kolom (S1, S2, dan S3) sebanyak 20 ml.
c. Tekan piston secara perlahan sampai gas CO2 bercampur dengan
NaOH dalam tabung bola.
d. Baca volume NaOH pada saat piston ditarik kembali. Lakukan
beberapa kali sampai didapat volume yang konstan.

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan absorpsi gas, variabel terikat berupa laju alir udara (F2) 6
L/min, serta variabel bebas diantaranya laju alir air (F1) dan CO 2 (F3) masing-
masing 3, dan 5 L/min serta 60,80, dan 120 L/min. Hal ini dilakukan agar
nantinya diketahui absorpsi atau penyerapan gas CO2 yang paling efisien diantara
S1, S2 ataupun S3.
Selanjutnya media yang digunakan ialah menara isian (packing tower)
berbentuk silinder diisi dengan packing dalam bentuk rasching ring. Packing
berfungsi untuk memperbesar luas permukaan kontak fasa gas dan cair.
Pendistribusian gas dilakukan dari bawah karena densitas gas lebih rendah
dibandingkan zat cair.

4.1 Pengambilan Sampel dari masing-masing Packing


4.1.1 Bagian Bawah Menara Packing (S3)
Pada praktikum absorpsi gas dilakukan pengambilan sampel dari bagian
bawah menara packing yang bertujuan untuk mengetahui kadar CO2 mula-mula
yang terdapat di dalam aliran udara. Pada kondisi ini, valve S3 dibuka sedangkan
valve S1 dan valve S2 ditutup, untuk data kondisi operasi pada variasi F1 dan F3
yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Setelah diperoleh data untuk masing-masing parameter, akan
dibandingkan nilai fraksi CO2 antara Neraca Massa dan Hempl Analysis diplot
dalam grafik yang perlihatkan pada Gambar 4.1 berikut ini.

29
Tabel 4.1Data Analisa pada Kolom S3
H2O Udara CO2 V1 dari peralatan V2
F1 F2 F3 (L/Menit) Hempl (mL) (mL)
(L/Menit) (L/Menit) Yi
3 60 6 60 1.2 0.02
3 80 6 60 1.2 0.02
3 120 6 60 1.3 0.021666667
5 60 6 60 1.3 0.021666667
5 80 6 60 1.4 0.023333333
5 120 6 60 1.4 0.023333333

0.1
0.09 f(x) = − 5.97 x + 0.13
0.08 R² = 0.92
f(x) = − 19.63 x + 0.34
0.07 R² = 0.76
0.06
F3/F2+F3

0.05 f1 3
0.04 Linear (f1 3)
0.03 f1 5
0.02 Linear (f1 5)
0.01
0
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02
V2/V1

Gambar 4.1 Perbandingan Nilai Fraksi CO2 dari Neraca Massa (F3/(F2+F3)) dan
Fraksi CO2 Dari Hempl Analysis (V2/V1) Pada S3

Berdasarkan Gambar 4.1yaitu rasio nilai fraksi CO2 antara neraca massa dan
Hempl analysis pada S3, untuk fraksi CO2 dengan laju alir (F3) 6 L/min.
Sedangkan nilai Yi pada Hempl analysis untuk laju alir air (F1) pada masing-
masing parameter (3 dan 5 L/min).Nilai Yi yang didapatkan antara laju alir (F3)
60. 80 dan 120 paling besar terdapat pada (F1) 5 L/min, (F2) 6 L/min dan (F3)
120 L/min sebesar 0.023333333. Nilai yang diperoleh tersebut memperlihatkan
bahwa laju alir air (F1) berbanding lurus dengan nilai Yi pada Hempl analysis
yaitu semakin besar kecepatan F1 maka nilai Yi pada Hempl analysis semakin
meningkat.

30
Dari sampel data tersebut, tidak diperoleh hubungan antara Yi dan F1 yang
berbanding lurus. Hasil yang tidak sesuai tersebut terjadi akibat distribusi yang
tidak merata antara gas CO2 dan udara, sehingga jumlah CO2 yang terbaca pada
Hempl analysis menjadi berubah, ataupun juga bisa disebabkan oleh human error
yaitu kesalahan pada saat membaca tinggi level cairan NaOH pada tabung
penyerapan di alat Hempl analysis.

4.1.2 Bagian Tengah Menara Packing (S2)


Berdasarkan Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 berikut ini juga diperoleh hubungan
berbanding lurus antara nilai Yi untuk laju alir air (F1) dan Hempl analysis
yaitu semakin besar laju F1 maka nilai Yi pada Hempl analysis semakin
meningkat.

0.01
0.01
f(x) = − 0.04 x + 0.01
0.01 R² = 0.74
0.01
F3/F2+F3

FI 3
0.01 f(x) = − 0.12 x + 0.01 Linear (FI 3)
R² = 0.97 F1 5
0
Linear (F1 5)
0
0
0.050.050.060.060.070.070.080.080.090.09 0.1
V2/V1

H2O Udara CO2 V1dari V2


F1 F2 F3 peralatanHempl (mL)
(L/Menit) (L/Menit) (L/Menit) (mL) Yi
3 60 6 60 0.9 0.006666667

31
3 80 6 60 1.0 0.011666667
3 120 6 60 1.1 0.013333333
5 60 6 60 1.2 0.013333333
5 80 6 60 1.2 0.013333333
5 120 6 60 1.3 0.015
Gambar 4.2 Perbandingan Nilai Fraksi CO2 Dari Neraca Massa (F3/(F2+F3)) dan
Fraksi CO2 Dari Analisa Hempl (V2/V1) Pada S2

Pada kondisi ini valve S2 dibuka, sedangkan valve S1 dan valve S3


ditutup.Mekanisme proses yang terjadi pada bagian ini terletak di bagian tengah
menara packing, yaitu terjadinya kontak secara kontinu antara udara campuran
(udara dan CO2) dengan air sebagai absorben yang memungkinkan terjadinya
transfer massa sehingga gas CO2 dari udara campuran akan berpindah ke dalam
air. Sedangkan nilai Yi pada Hempl analysis untuk laju alir air (F1) pada masing-
masing parameter (3 dan 5 L/min).Nilai Yi yang didapatkan antara laju alir (F3)
60. 80 dan 120 paling besar terdapat pada (F1) 5 L/min, (F2) 6 L/min dan (F3)
120 L/min sebesar 0.015. Nilai yang diperoleh tersebut memperlihatkan bahwa
laju alir air (F1) berbanding lurus dengan nilai Yi pada Hempl analysis yaitu
semakin besar kecepatan F1 maka nilai Yi pada Hempl analysis semakin
meningkat.

32
4.1.3 Bagian Tengah Atas Menara Packing (S1)
Selanjutnya campuran gas (udara dan CO2) yang telah melewati bagian
tengah menara yaitu S2 kemudian akan menuju ke bagian atas menara packing.
Pada kondisi ini valve S1 dibuka, sedangkan valve S2 dan valve S3 ditutup
(penganalisaan untuk bagian atas menara packing).

Berdasarkan hasil penganalisaan, diperoleh data kondisi operasi untuk


variasi F1 dan F3 yang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Data yang diperoleh
selanjutnya diplot dalam grafik yang diperlihatkan pada Gambar 4.3. Pada
Gambar tersebut untuk fraksi CO2dengan laju alir(F3) 8 L/min adapaun nilai Yi
pada Hempl analysis untuk laju alir air (F1) pada masing-masing parameter (3 dan
5 L/min) dengan nilai )F3( tersebut, diantaranya 60, 80 dan 120 L/min yang
paling besar terdapat pada F1= 5 dan pada f3 =120 L/min sebesar 0.015.

H2O Udara CO2 V1 dari V2


F1 F2 F3 peralatan (mL)
(L/Menit (L/Menit) (L/Menit) Hempl (mL)
) Yi
3 60 6 60 0.4 0.006666667
3 80 6 60 0.7 0.011666667
3 120 6 60 0.8 0.013333333
5 60 6 60 0.8 0.013333333
5 80 6 60 0.8 0.013333333
5 120 6 60 0.9 0.015
0.1
0.09
f(x) = − 5.97 x + 0.13
0.08 R² = 0.92
0.07 f(x) = − 19.63 x + 0.34
R² = 0.76
0.06
F3/F2+F3

0.05 f1 3
0.04 Linear (f1 3)
0.03 f1 5
0.02 Linear (f1 5)
0.01
0
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02
V2/V1

Gambar 4.3 Perbandingan Nilai Fraksi CO2 Dari Neraca Massa (F3/(F2+F3) dan
Fraksi CO2 Dari Analisa Hempl (V2/V1) Pada S1

33
Berdasarkan kondisi proses untuk ketiga menara packing, secara garis besar
ketika laju alir air (F1) dan laju alir CO 2 (F3) semakin tinggimaka gas CO2 yang
terserap akan semakin besar pula (berbanding lurus). Terbukti bahwa laju alir air
yang semakin tinggi akan mengakibatkan laju absorpsi gas CO 2 akan semakin
besar dan proses perpindahan massa gas CO2 ke absorben (air) semakin
meningkat. Hal ini dikarenakan jumlah kontak (tumbukan) antara partikel CO2
dan air semakin banyak, sehingga lebih banyak gas yang terabsopsi.
4.2 Perbandingan Jumlah CO2 yang Terabsorpsi pada Percobaan dengan
Neraca Massa
4.2.1 Pada Kolom Bagian Atas (S1)
Jumlah CO2 yang terabsobsi dihitung dengan menggunakan persamaan
neraca massa memiliki perbedaan dengan hasil yang didapatkan dari percobaan.
Perbedaan yang terjadi diakibatkan F1-3dari neraca massa menggambarkan gas
CO2 yang terserap sedangkan Y0-1dan Yi dari Hemplanalysismenunjukkan nilai
gas CO2 yang terabsorsi masing-masing pada kolom S1 dan S3. Hal ini
menyebabkan nilai yang berbeda dari keduanya karena penjelasan terhadap gas
CO2 adalah yang terabsorpsi dan yang tersisa Hasil neraca massa pada s1
didapatkan sebesar 0,1.2163.

4.2.2 Pada Kolom Bagian Tengah (S2)


Pada pengambilan sampel di bagian tengah kolom (S2), telah terjadi
kontak antara gas campuran dengan absorben air. Sehingga pada kondisi ini,
penganalisaan sampel gas menggunakan Hempl analysis memberikan data yang
cukup signifikan dari segi hasil, sehingga diketahui laju absorpsi gas CO 2 pada
kolom S2 atau F2-3. Nilai neraca massa yang didapatkan sebesar 0.7333

4.2.3 Pengambilan Sampel Valve S3


Pada pengambilan sampel di bagian bawah kolom (S3), kontak antara gas
CO2 dengan absorben (air) adalah sangat kecil karena pada bagian bawah kolom
(S3) merupakan sumber masuknya gas CO2 dan udara ke kolom. Sehingga dalam

34
perhitungan diasumsikan tidak ada gas CO 2 yang terkontak dengan air dan fraksi
gas CO2 di udara yang didapat menjadi fraksi CO 2 mula-mula Yi, yang digunakan
dalam perhitungan neraca massa F1-3 dan F2-3. Nilai neraca massa yang didapatkan
sebesar 0,8902

Hubungan bukaan Valve S1, S2 dan S3 dengan Hasil neraca massa


1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
F

0.4
0.3
0.2
0.1
0
s1 s2 s3
Bukaan valve

Gambar 4.4 Hubungan bukaan valve S1, S2 dan S3 dengan Hasil neraca massa

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Jumlah gas CO2 yang terabsorpsi secara optimum terjadi pada S1, S2 dan
S3 yakni yang paling besar adalah terdapat pada bukaan valve S3 adalah
0.015 L/min
2. Semakin besar laju alir air (F1) dan laju alir CO2 (F3) maka gas CO2 yang
terserap akan semakin banyak.
3. Semakin besar ketinggian menara atau kolom, maka semakin banyak
jumlah CO2 yang terabsorpsi pada proses yang berlangsung

35
5.2 Saran
1. Ketelitian pada saat membaca tinggi level NaOH pada Hempl analysis agar
menghindari error yang besar
2. Serta penarikan pada piston agar dalam kecepatan yang relative konstan
(tidak terlalu cepat ataupun lambat).

36
DAFTAR PUSTAKA

Coulson, J. M., and Richardson, J. F. 1996. Chemical Engineering: Volume 1:


Fluid flow, heat transfer and mass transfer, 5th Edition. London:
Butterworth Heinemann.
Danckwerts, P. V. 1970. Gas Liquid Reactions, 5th Edition. New York: McGraw-
Hill Book Company, Inc.
Geankoplis,C.J.1998. Transport Process and Unit Operation,3rd Editon. Prantice
Hall.
Sugiyanto, Dedi. 2012. Laporan Praktikum Satuan Operasi–Absorpsi. Politeknik
Negeri Bandung: Bandung.
Sulaiman, Fatah, ST., MT. 2008. Modul1-01 Absorpsi. Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa: Banten.
Treybal, R.E. 1981. Mass Transfer Operation, 3rd Editon. Singapore: Mc.Graw
Hill Book Company.
Utami, Restu. 2012. Laporan Praktikum Satuan Operasi – Absorbsi. Politeknik
Negeri Bandung: Bandung.
Yulianto, E. 2000. Praktikum Absorbsi. http://www.academia.edu/4769014/
Praktikum Absorbsi. Diakses tanggal 08 April 2018.

1
LAMPIRAN A

PERHITUNGAN

a. Variabel Pertama
F1(Laju Alir H20) = 3 L/menit
F2(Laju Alir Udara) = 60 L/menit
F3(Laju Alir CO2) = 6 L/menit
1. Pengambilan Sampel dari Bawah Menara Packing (Valve S3)
V1 = 60 ml
V2 = 1.2 ml

F3 6
Yi= =
F 2 + F3 60+6
= 0,0909 L/menit

2
V 2 1.2
Yi= =
V 1 60
= 0,02
2. Pengambilan Sampel dari Tengah Menara Packing (Valve S2)
V1 = 60 ml
V2 = 0.1 ml
Total aliran masuk = F2 + F3

= 60 + 6
= 66 L/menit
V2
Y 0−2= ( )
V1 0−2

0.1
¿
60
= 0,0016
V2
Yi= ( )
V1
V2 dan V1 untuk perhitungan Yi diambil dari data fraksi CO2 yang diambil dari
bawah menara packing (Valve S3)
1.2
Yi=
60
Yi = 0.02
Neraca Massa :
[ CO 2 ]¿ −[ CO 2 ]out =[ CO 2 ]absorbed
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3−Fa2−3)Y 0−2 ]=Fa2−3
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3)Y 0−2 ]=Fa2−3−Fa2−3 Y 0 −2
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3) Y 0−2 ]=Fa2−3 (1−Y 0−2 )
Fa =
[(F 2+ F 3 )Yi ]−[( F 2 + F3 )Y 0−2 ]
2−3
(1−Y 0−2)
(Yi−Y 0−2 )
Fa2−3= x(F 2 + F3 )
(1−Y 0−2)

3
(0,02−0 , 0016)
Fa2−3= x 66=1.2163
(1−0 , 0016)
Fa2−3=¿0,1.2163
3. Pengambilan Sampel dari Atas Menara Packing (Valve S1)
V1 = 60 ml
V2 = 0.4 ml

Total aliran masuk = F2 + F3

= 60 + 6
= 66 L/menit
V2
Y 0−1= ( )
V1 0−1

0.4
¿
60
= 0.0066
V2
Yi= ( )
V1
V2 dan V1 untuk perhitungan Yi diambil dari data fraksi CO2 yang diambil dari
bawah menara packing (Valve S3)
1.2
Yi=
60
Yi = 0.02

Neraca Massa :
[ CO 2 ]¿ −[ CO 2 ]out =[ CO 2 ]absorbed
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3−Fa1−3)Y 0−1 ]=Fa1−3
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3)Y 0−1 ]=Fa1−3−Fa1−3 Y 0−1
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3) Y 0−1 ]=Fa1−3 (1−Y 0−1 )
Fa =
[(F 2+ F 3)Yi ]−[(F 2 + F3 )Y 0−1 ]
1−3
(1−Y 0−1)

4
(Yi−Y 0−1)
Fa1−3= x( F 2 + F3 )
(1−Y 0−1)
(0. 02−0. 0066)
Fa1−3= x 66
(1−0.0066)
Fa1−3=0.8902

b. Variabel Kedua
F1(Laju Alir H20) = 5 L/menit
F2(Laju Alir Udara) = 60 L/menit
F3(Laju Alir CO2) = 6 L/menit
1. Pengambilan Sampel dari Bawah Menara Packing (Valve S3)
V1 = 60 ml
V2 = 1.3 ml

F3 6
Yi= =
F 2 + F3 60+6
= 0,0909 L/menit
V 2 1.3
Yi= =
V 1 60
= 0,021
2. Pengambilan Sampel dari Tengah Menara Packing (Valve S2)
V1 = 60 ml
V2 = 0.6ml
Total aliran masuk = F2 + F3

= 60 + 6
= 66 L/menit
V2
Y 0−2= ( )
V1 0−2

0.6
¿
60
= 0,01

5
V2
Yi= ( )
V1
V2 dan V1 untuk perhitungan Yi diambil dari data fraksi CO2 yang diambil dari
bawah menara packing (Valve S3)
1.3
Yi=
60
Yi = 0.021
Neraca Massa :
[ CO 2 ]¿ −[ CO 2 ]out =[ CO 2 ]absorbed
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3−Fa2−3)Y 0−2 ]=Fa2−3
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3)Y 0−2 ]=Fa2−3−Fa2−3 Y 0 −2
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3) Y 0−2 ]=Fa2−3 (1−Y 0−2 )
Fa =
[(F 2+ F 3 )Yi ]−[( F 2 + F3 )Y 0−2 ]
2−3
(1−Y 0−2)
(Yi−Y 0−2 )
Fa2−3= x(F 2 + F3 )
(1−Y 0−2)
(0,021−0 , 01)
Fa2−3= x 66=0.7333
(1−0 , 01)
Fa2−3=¿ 0,7333

3. Pengambilan Sampel dari Atas Menara Packing (Valve S1)


V1 = 60 ml
V2 = 0.8ml

Total aliran masuk = F2 + F3

= 60 + 6
= 66 L/menit

6
V2
Y 0−1= ( )
V1 0−1

0.8
¿
60
= 0.013
V2
Yi= ( )
V1
V2 dan V1 untuk perhitungan Yi diambil dari data fraksi CO2 yang diambil dari
bawah menara packing (Valve S3)
1.3
Yi=
60
Yi = 0.021

Neraca Massa :
[ CO 2 ]¿ −[ CO 2 ]out =[ CO 2 ]absorbed
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3−Fa1−3)Y 0−1 ]=Fa1−3
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3)Y 0−1 ]=Fa1−3−Fa1−3 Y 0−1
[(F 2 + F3 )Yi ]−[ ( F2 + F 3) Y 0−1 ]=Fa1−3 (1−Y 0−1 )
Fa =
[(F 2+ F 3)Yi ]−[(F 2 + F3 )Y 0−1 ]
1−3
(1−Y 0−1)
(Yi−Y 0−1)
Fa1−3= x( F 2 + F3 )
(1−Y 0−1)
(0.021−0.013)
Fa1−3= x 66
(1−0.013)
Fa1−3=0,5349

7
8

Anda mungkin juga menyukai