Anda di halaman 1dari 37

RESUME BUKU

ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI HUKUM DI INDONESIA

(Prof. Dr. H. Suparman Usman, SH.)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Mata Kuliah Etika dan Tanggung Jawab

Profesi Hukum di Indonesia

Dosen Pengampu : Drs. H. Edi Mudjaidi Amin, S.H., M.H.

Disusun Oleh:

Tio Putri Naulian

1111180261

Semester 6F

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB III

PENGERTIAN, MACAM, TUGAS DAN FUNGSI ETIKA

A. Gambaran Etika dan Moral dalam Masyarakat

Setiap manusia selalu memerlukan bantuan orang lain. Dalam pergaulan hidup itu manusia
menginginkan agar berjalan dengan baik, teratur, damai, dan tidak saling mengganggu.
Maka muncul istilah “etika”, atau “etis”, “moral”, “dan “akhlak”.

Substansi etika berhubungan dengan sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat, atau
berhubungan dengan apa dan bagaimana seseorang sebaiknya berucap atau bertindak pada
saat dia berhubungan dengan manusia lain. Perilaku etis menyangkut perbuatan baik dan
benar.

B. Pengertian Etika

Pembicaraan tentang etika bagi setiap profesi - termasuk profesi hukum - berkaitan dengan
norma kehidupan antar manusia (human rights). Hak Asasi Manusia adalah hak dasar
anugerah Tuhan yang melekat sejak lahir. Esensi etika adalah norma hidup antar manusia
supaya manusia yang satu memperlakukan manusia lainnya sebagai manusia, demikian pula
sebaliknya. Masing-masing manusia melaksanakan kewajibannya dan mereka menghormati
menghargai hak dan keluhuran (dignity) manusia lainnya. Istilah etika berasal dari bahasa
Yunani dari kata “ethikos, ethos” yang berarti “adat kebiasaan, praktek”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa etika adalah: “(1) Ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). (2)
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. (3) nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.”

Jadi dalam kata etika ada tiga makna :

Pertama : Etika dipakai dalam arti nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok mengatur tingkah lakunya atau bisa dikatakan sebagai sistem
nilai.
Kedua : etika juga berarti kumpulan asas atau nilai moral yang dimaksud disini adalah kode
etik.
Ketiga : etika yang mempunyai arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk etika di sini
sama dengan filsafat moral.
C. Benar, Salah, Baik dan Buruk

1. Benar dan Salah

Dalam kajian keilmuan benar, salah, baik dan buruk bisa dilihat dari sudut pandang
subjektif dan objektif. Uraian singkat tentang benar salah baik dan buruk dikemukakan
oleh Rachmat Djatnika :

Secara subjektif, "benar" didunia ini ada bermacam-macam. Benar menurut ilmu hitung,
arithmatic, berlainan dengan benar menurut ilmu politik; "benar" menurut logika
berlainan dengan "benar" menurut dialektika; "benar" menurut seseorang berlainan
dengan "benar" menurut orang yang lain berdasar kepentingannya dan menurut
peraturan yang berlaku untuknya.

Benar yang objektif adalah benar yang didasarkan atas peraturan yang dibuat oleh
Tuhan. (Bandingkan dengan sila ketuhanan yang maha esa dalam Pancasila dan pasal 29
UUD 1945 yang berbunyi negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa).

2. Baik dan Buruk

Pengertian baik menurut "Ethics" adalah sesuatu yang berharga untuk sesuatu tujuan.
Sebaliknya yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan apalagi yang merugikan atau
yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan adalah "buruk".

Tujuan dari masing-masing sesuatu walaupun berbeda-beda semuanya akan bermuara


kepada satu tujuan yang dinamakan baik semuanya mengharapkan mendapatkan yang
baik dan bahagia, tujuan yang akhir yang sama ini dalam ilmu etik adalah kebaikan
tertinggi dalam istilah latin disebut summum bonum atau bahasa Arabnya Al-Khair Al-
Kulliy. kebaikan tertinggi ini bisa juga disebut kebahagiaan yang universal (Universal
Happiness).

3. Macam-Macam Baik Menurut Etika

Yang bagaimanakah perbuatan yang disebut baik oleh etika? Hal-hal atau sifat-sifat atau
perbuatan tingkah laku seseorang yang mempunyai predikat baik, atau yang
dikategorikan kepada kebaikan, tidak semuanya menjadi baik. Perbuatan atau hal-hal
yang baik ada beberapa macam, ada yang baik yang sangat baik dan ada yang terbaik; di
samping ada yang kurang dan terlalu.
Menurut Plato, ahli filsafat Yunani kuno, yang baik itu ialah yang ada di tengah-tengah
antara dua ujung, antara ujung awal dan ujung akhir. Sebelum ujung awal adalah kurang
dan sesudah ujung akhir adalah terlalu.

D. Macam-Macam Etika

Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau pelbagai pendekatan ilmiah
tentang tingkah laku manusia. Ada tiga pendekatan dalam kajian ilmiah tentang moralitas ini
yaitu: Etika deskriptif, etika normatif, metaetika.

1. Etika Deskriptif

Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas yang erat hubungannya
dengan antropologi sosiologi dan psikologi dan bersandar pada ketiganya. Etika
deskriptif mempelajari dan menguraikan moral sesuatu masyarakat kebudayaan dan
bangsa tertentu dalam suatu periode sejarah yang melukiskan adat-istiadat, anggapan-
anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan yang
dilarang. Ia juga membandingkan dan menghadapkan sistem moral, kode-kode, praktek,
dan nilai-nilai yang berbeda-beda. Ia hanya melukiskan, tidak memberikan penilaian.

Pendekatan Etika deskriptif dipastikan oleh fakta moral yang menggambarkan bagaimana
bentuknya dibandingkan dengan bentuknya dalam masyarakat masyarakat yang berlainan
diselidiki sejarahnya, jangkauannya dan seterusnya.

2. Etika Normatif

Etika normatif secara sistematis berusaha menyajikan serta membenarkan suatu sistem
moral. Etika normatif tidak deskriptif melainkan prescriptive (memerintahkan), tidak
melukiskan, melainkan menentukan benar tidaknya tingkah laku atau anggapan moral.

Etika normatif berusaha mengembangkan serta membenarkan prinsip dasar moral atau
nilai dasar sesuatu sistem moral sistem itu sendiri terdiri dari prinsip atau nilai dasar
moral dan aturan moral yang khusus menguasai perilaku manusia dalam arti
menghapuskan tindakan yang buruk atau tidak bermoral, tetapi juga menganjurkan
perilaku yang bermoral. Peraturan Dan nilai-nilai inilah yang membentuk norma-norma
moral sesuatu masyarakat.

3. Metaetika

Metaetika adalah studi tentang etika normatif yang kadangkala disebut Etika Analitis
karena ia menganalisa. Metaetika mengkaji makna istilah moral dan logika dari penalaran
moral. Ia menanyakan misalnya Apakah yang dimaksud dengan istilah baik dan buruk
dalam arti moral dan Apakah yang dimaksud dengan tanggung jawab moral, kewajiban
moral dan pengertian-pengertian sejenis itu. Makna suatu istilah tentang moral erat
hubungannya dengan pemakaiannya sehari-hari.

Metaetika adalah cara lain mempraktekkan etika sebagai ilmu. Istilah ini diciptakan untuk
menunjukkan bahwa yang dibahas disini bukanlah moralitas secara langsung melainkan
ucapan kita dibidang moralitas. Metaetika seolah bergerak pada taraf lebih tinggi
daripada perilaku etis yaitu pada taraf bahasa etis atau bahasa yang kita pergunakan di
bidang moral. Dapat dikatakan juga bahwa metaetika mempelajari logika khusus dari
ucapan etis.

Dari segi wilayah berlakunya, etika dapat dibedakan menjadi etika umum dan etika
khusus

1. Etika Umum

Etika umum menyajikan pendekatan mengenai norma-norma yang berlaku umum


bagi masyarakat. Norma itu umpamanya dibedakan menjadi tiga bagian yakni norma
sopan santun, norma hukum dan norma moral.

2. Etika Khusus

Etika khusus menerapkan etika umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus.
Wilayah pertama: untuk memecahkan masalah khusus dan meneliti moral dari
wilayah kegiatan manusia yang khusus. Usaha yang pertama itu disebut kasuistik.

Kasuistik adalah seni untuk mengatasi masalah-masalah kasus dan dilema moral yang
sukar melalui penerapan prinsip moral secara cermat.

Wilayah kedua dari etika khusus mencakup penerapan etika umum dalam bidang
khusus seperti etika bisnis, etika profesi etika sosial dan sebagainya. Etika khusus
sering juga disebut etika terapan applied (ethics).

Etika khusus dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika individual
memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri tanda kurung sebagai etika
individual memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri( sebagai individu), dan
etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat
(makhluk sosial). Dua jenis etika khusus sangat berkaitan. Etika sosial, umpamanya
etika dalam rumah tangga, etika politik, etika lingkungan etika berbangsa dan
bernegara dan etika profesi termasuk didalamnya etika profesi hukum.

Jadi etika umum membahas tentang prinsip dasar moral, seperti tentang pengertian
etika, fungsi etika, masalah kebebasan, masalah tanggung jawab, peranan Suara Hati.
Sedangkan etika khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar moral itu pada masing-
masing bidang kehidupan manusia.

Etika profesi hukum merupakan landasan moral dan Pedoman tingkah laku yang
dijunjung tinggi dan diamalkan oleh setiap mereka yang berprofesi hukum dalam
menunaikan tugasnya sehari-hari sebagai pembuat, pelaksana, penegak dan
pemelihara hukum.

E. Tugas Etika

Sebagai ilmu, etika mengkaji, meneliti dan menentukan tentang sesuatu yang baik dan buruk
tentang perilaku manusia. Sebagai pengetahuan, etika adalah sesuatu yang diketahui oleh
manusia tentang sesuatu yang baik dan buruk berkaitan dengan perilaku manusia.

Kajian etika berkaitan dengan nilai, norma dan moral. Nilai berkaitan dengan cita-cita,
keinginan dan harapan, dipengaruhi oleh pertimbangan internal (batin) setiap manusia.
Dengan demikian nilai bersifat abstrak dan subjektif.

Nilai abstrak dan subjektif itu perlu diwujudkan dalam bentuk konkret, objektif dan pasti
dalam bentuk norma. Dari sekian norma yang dikenal manusia norma hukum adalah norma
yang paling kuat, karena dapat dipaksakan pelaksanaannya, sehingga memberikan kepastian
untuk ditaati oleh manusia dalam suatu masyarakat tertentu.

F. Fungsi Etika

Tujuan mempelajari etika ialah mendapatkan ideal yang sama bagi seluruh manusia
dimanapun dan dalam waktu kapanpun juga, mengenai penilaian baik dan buruk titik tujuan
itu pada kenyataannya menghadapi kesulitan, karena nilai baik atau buruk adalah relatif
(tidak berlaku mutlak dan tidak berlaku sama) bagi tiap komunitas dan bagi waktu-waktu
tertentu. Oleh karena itu norma-norma etika senantiasa digunakan yang maksimal, meskipun
hanya berupa ideal belaka. Diakui pula bahwa dalam setiap perbuatan yang baik, orang
dihadapkan pada suatu pengakuan ideal, bahwa ada (norma etika) perbuatan yang lebih baik
lagi dari yang baik dan ada lebih baik setelah itu dan begitu seterusnya.

G. Etika Sangat Sangat Diperlukan

Drs. Ahmad Turan sebagaimana dikutip kunarto, mengungkapkan kegunaan etika yang lebih
aplikatif:
Pertama, etika sebagai ilmu membantu menjelaskan meramalkan dan memilih persoalan dan
gejala, menetapkan keputusan dalam bersikap dan bertindak cara melakukannya.

Kedua, etika juga membantu mengenali prinsip-prinsip yang paling tepat dalam menghadapi
berbagai kebiasaan hasrat normatif dan perubahan yang ada di masyarakat.

Ketiga, etika sebagai bidang studi membantu dalam mengenali nilai moral yang berlaku dan
harus selalu diperhatikan dan selalu dibahas, dijajaki dan dikaji secara lebih intens.

Keempat, etika juga membantu mengembangkan pemahaman bentuk perubahan dalam


masyarakat maupun dalam diri sendiri sepanjang menyangkut perbuatan etis. Karena etika
akan dapat menunjukkan dan memandu dalam mencari nilai kehidupan yang benar dan
manusiawi.

H. Keputusan Etis

1. Diperlukan keputusan etis

Etika menaruh perhatian kepada kaidah yang membimbing tingkah laku dan cita-cita
pembentukan manusia Indonesia yang dijiwai oleh Pancasila. Etika berusaha menolong
kita untuk berpikir lebih terang dan merasa lebih tenang. Dalam konteks ini diperlukan
keputusan etis.

2. Landasan Keputusan Etis

Banyak contoh yang merupakan keputusan etis dalam mempertimbangkan apa yang
benar dan apa yang salah, apa yang baik dan apa yang buruk. Etika Pancasila berusaha
menolong manusia Indonesia untuk berpikir lebih tenang dan terang dalam
mengembangkan kehidupan ke arah kebahagiaan yang timbul akibat keselarasan
keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan masyarakat.

3. Tidak Mudah Mengambil Keputusan Etis

Kita berusaha mencari jalan yang benar, Kendati keterbatasan kita dalam menentukan
jalan benar itu. Walaupun sering mengalami kesukaran dalam memutuskan apa yang
baik, namun kita harus berusaha mencapai keputusan yang benar. Di tengah kondisi dan
keadaan yang rumit kadang sukar menemukan jalan keluar yang baik. Karena itu ada
orang yang berpendapat bahwa jalan mana yang dipilih tidak begitu penting. Mereka
merasa semua jalan memiliki seginya yang baik sehingga mana yang dipilih adalah baik
titik pendapat ini bukan menunjukkan keterbatasan, melainkan kurang menghargai
pentingnya arti mengambil keputusan etis. Kalau kita sulit menemukan yang baik maka
kita harus memilih antara hal-hal merupakan campuran dari yang baik dan buruk. Juga
kita bertanggung jawab memilih yang terbaik dan menolak yang kurang baik.
BAB IV

ETIKA, MORAL DAN AKHLAK

A. Etika dan Moral


Esensi nilai dan norma berkaitan erat dengan moral dan etika. Substansi moral mengandung
integritas dan martabat pribadi manusia sebagai manusia. Kualitas kepribadian manusia
ditentukan moralitas yang dimilikinya, yang tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya
sebagai manusia bukan sebagai pelaku, atau status tertentu dalam masyarakat. Tingkah laku
manusia dalam hidupnya tunduk pada norma yang ditaati dan yang menuntunnya.
Pengertian moral dapat dirinci sebagai berikut:
1. Menyangkut kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik atau buruk, benar
atau salah, tepat atau tidak tepat.
2. Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima menyangkut apa yang dianggap benar, baik,
adil dan pantas.
3. Memiliki kemampuan untuk diarahkan oleh dipengaruhi oleh a) keinsafan akan benar dan
salah dan b) kemampuan untuk mengarahkan mempengaruhi orang lain sesuai dengan
kaidah-kaidah perilaku yang dinilai benar atau salah
4. Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan orang lain

Dalam hal keputusan moral yang diambil seseorang yang dapat mengambil keputusan yang
dapat dipertanggungjawabkan. Keputusan demikian akan lahir dari kebebasan yang
bersumber dari suara hati nurani seseorang.

Aspek tanggung jawab, kebebasan, dan suara hati nurani sangat berkaitan dan berguna bagi
etika( kode etik) yang berlaku bagi setiap bidang profesi termasuk profesi hukum.

B. Filsafat Moral
Dalam kajian filsafat banyak sistem tentang filsafat moral atau sistem etika yang membahas
tentang hakikat moral dalam kajian ini ada beberapa sistem atau teori normatif sebagai
berikut:
1. Hedonisme
Dari kata dasar hedone yang berarti kesenangan. Teori ini berawal dari pertanyaan
Aristippos pada gurunya Socrates, "sebenarnya apa tujuan akhir kehidupan manusia itu?"
Socrates menjawab " mencari kesenangan".
2. Eudemonisme
Dari kata dasar Eudemonia yg berarti kebahagiaan. Pencetus teori ini adalah Aristoteles
yang ditulis dalam bukunya "Ethica Nicomachela".

3. Deontologisme
Dari kata dasar Deon, yang berarti kewajiban atau Apa yang harus kita lakukan. Menurut
faham ini bahwa suatu tindakan dinilai bukan dari hasil atau akibatnya tetapi dinilai dari
sifat-sifat tertentu atau tindakan serta peraturan yang mengatur itu sendiri titik artinya
tindakan itu dibolehkan atau tidak dibolehkan dan tidak perlu melihat akibat-akibat yang
dihasilkannya.
Immanuel kant adalah pemikir yang mengetengahkan deontologi ini menurutnya bisa
disebut baik itu sesungguhnya hanyalah kehendak yang baik. Sebaliknya akan sama sekali
merusak kalau bisa didasari dengan kehendak buruk. Kalau tidak didasari kewajiban,
perbuatan tersebut disebut baik, berapa pun gugur dan terpuji perbuatan tersebut.

4. Utilitarisme
Dari kata dasar utilitis artinya berguna . Paham ini berorientasi kepada Manfaat atau
kegunaan untuk mencapai kebahagiaan, menurut paham ini sesuatu yang baik adalah yang
memberi manfaat atau kegunaan kepada manusia. Aliran ini dimotori oleh filsuf
Skotlandia David Hume, kemudian disempurnakan oleh filsuf Inggris Jeremy bentham.
Utilitarisme pada awalnya berupa pemikiran yang ditujukan sebagai dasar etis untuk
pembaharuan hukum Inggris khususnya hukum pidana.
5. Teonom
Dari kata dasar Theos, artinya Tuhan. Teonom berarti norma-norma moral berdasarkan
kehendak Tuhan. Paham ini terbagi menjadi etika Tono murni dan teori hukum kodrati.

C. Akhlak
Menurut Rahmat Djatnika ilmu akhlak mengandung hal-hal:
1. Menjelaskan pengertian "baik" dan "buruk".
2. Menerangkan apa yg harus dilakukan oleh seseorang atau sebagian manusia terhadap
sebagian yg lainnya.
3. Menjelaskan tujuan yang sepatutnya dicapai oleh manusia dengan perbuatan-perbuatan
manusia itu.
4. Menerangkan jalan yg harus dilalui untuk berbuat.
Menurut Quraish Shihab, akhlak agama (Islam) bisa dibedakan:

1. Akhlak terhadap Allah SWT


Diwujudkan dalam bentuk formalitas ritual penyembahan kepadanya seperti salat puasa
zakat Haji, puji-pujian dan puji-pujian lain dengan sesuai petunjuknya.
2. Akhlak terhadap sesama manusia
Diwujudkan dalam bentuk hubungan antar manusia sesuai dengan petunjuk Allah SWT.
3. Akhlak terhadap lingkungan
Pada dasarnya berisi Tata aturan yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan ( alam
binatang dan benda-benda lain) agar tetap memberikan manfaat bagi manusia dan tidak
menjadi sumber malapetaka bagi kehidupan manusia.

BAB V

HUBUNGAN MORAL, HUKUM DAN AGAMA

A. Moral dan Hukum


Kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari hukum. Hukum merupakan sandaran atau
ukuran tingkah laku atau kesamaan sikap (standard of conduct) yang harus ditaati oleh
setiap anggota masyarakat yang lebih sempurna. (As a tool of social Engineering), ia sebagai
alat untuk mengecek benar tidaknya sesuatu tingkah laku (as a tool of justification) dan
sebagai alat untuk mengontrol pemikiran dan langkah manusia agar mereka selalu
terpelihara, tidak melakukan perbuatan yang melanggar norma hukum (as a tool of social
control).
Moral sangat erat hubungannya dengan hukum titik pelaksanaan dan penegakan hukum
memerlukan ketaatan kepada moral. Ada pepatah Romawi yang berbunyi: "Quid Leges sine
moribus?" Artinya "Apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas?". Maka
kualitas hukum ditentukan oleh kualitas moral titik maka kualitas hukum ditentukan oleh
kualitas moral.
Perbandingan hukum dengan moral menurut ahli hukum antara lain:
a. Hukum obyeknya perbuatan lahir (utwendig handelen), sedang moral obyeknya
adalah perbuatan batin(gezind-heid).
b. Tujuan hukum untuk menciptakan rasa aman, damai dan ketenangan dalam
masyarakat, sedang kesusilaan (moral) bertujuan untuk kesempurnaan, keutamaan
manusia.
c. Hukum bekerja dengan paksa, sedangkan moral bekerja dengan kesadaran atau
kekuatan batin.
d. Hukum menghendaki legalita, dan moral menghendaki moralitas. Sejauh
perbuatan lahir disebut yuridis, dan perbuatan batin disebut etis.
e. Hukum kadang-kadang membolehkan apa yang dilarang oleh moral. Umpama
pelacuran bertentangan dengan moral namun kadang ada yang membolehkan
tempat pelacuran seperti daerah tertentu ada lokalisasi pelacuran.

Dengan dibedakannya hukum dan moral, maka motivasi untuk mentaati hukum hanya
datang dari luar, yaitu kalau disaksikan orang lain, atau karena semata-mata takut hukuman.
akibatnya banyak pelaku pelanggaran hukum yang lolos dari hukuman karena tidak ada
bukti lahir atas dirinya sekalipun ia benar-benar melakukannya titik atau sebaliknya yang
tidak melakukan pelanggaran hukum bisa terkena hukuman karena ada pembuktian lahir
(umpamanya saksi atau pembuktian palsu) bagi dirinya. Timbulah kadang-kadang kejahatan
yang tidak diketahui pelakunya, Berarti ada penjahat yang bisa lolos dari hukuman. Karena
hal itulah, akhirnya para ahli hukum mengakui bahwa hukum dan moral tidak bisa
dipisahkan.

B. Al Ahkam Al Khamsah

Bangsa Romawi memberi isi hukum dengan 3 penilaian yaitu, imperatif (wajib atau
perintah), prohibere (larangan) dan permittere (boleh). Maka Islam memberikan isi hukum
dengan 5 penilaian, yaitu wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah atau jaiz. Ahli hukum
menyebut 5 penilaian Ini dengan Al Ahkam Al khamsah.

Hubungan hukum dengan moral sangat kuat dan saling membutuhkan, demikian juga
hubungan moral dan agama tidak dapat dipisahkan. Hubungan hukum, moral dan agama
digambarkan oleh Sir Alfred Denning dalam bukunya "The Changing Law" yang
mengatakan: "without religion there can be no morality, and without morality there can be
no law".
BAB VI

HAK ASASI DAN KEWAJIBAN ASASI MANUSIA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia


Menurut perserikatan bangsa-bangsa (PBB), hak asasi manusia adalah hak-hak yang
melekat pada setiap manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Hak hidup misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang
dapat membuat seseorang tetap hidup karena tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai
manusia akan hilang.
Menurut Pasal 1 undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, bahwa
"hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia".
B. Jenis Hak Asasi Manusia
Dikelompokkan lima jenis :
1. Hak-hak asasi pribadi (personal rights)
2. Hak-hak asasi ekonomi (property rights)
3. Hak-hak yang sama untuk mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum dan
pemerintahan (right of legal equality)
4. Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and cultural rights)
5. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights)

Lebih lanjut hak asasi manusia dijelaskan dalam pasal 3-21 the Universal Declaration of
Human Rights(UDHR)

C. Hak Asasi Manusia dalam Lintasan Sejarah

Antara lain tercatat sebagai berikut

1. Piagam Madinah (shahifah Madinah)


2. Magna Charta tahun 1215
3. Petition of Rights tahun 1628
4. Bill rights tahun 1689
5. Declaration of Independence tahun 1776
6. Declaration des droit de l'homme et du Citoyen
7. Franklin D Roosevelt (1882-1945)
8. Universal Declaration of Human Rights (deklarasi universal hak asasi manusia)

D. Hak Asasi Manusia di Indonesia

HAM di Indonesia termuat dalam perundang-undangan sebagai berikut:

a. Rumusan Pancasila

b. Undang-Undang Dasar 1945

c. TAP MPR No. II/MPR/1998

d. TAP MPR No. XVII/MPR/1998

e. Keputusan Presiden No.50/1993 dan Keputusan Presiden No. 181/1998

f. Undang-undang No 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka


umum
g. Undang-undang No. 5 tahun 1998 tentang Konvensi menentang penyiksaan dan
penghukuman yang kejam

h. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia

i. Pengadilan hak asasi manusia

E. Hak Asasi Menurut Islam


Konsep Islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris.
Konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid (mengesakan Tuhan). HAM yang
dijamin oleh agama Islam bagi rakyat dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori: 1. HAM
dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang manusia. 2. HAM yang
dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok rakyat yang berbeda dalam situasi tertentu, status,
posisi, dan lain-lainnya yang mereka miliki.
Menurut kalangan ulama Islam terdapat dua konsep tentang hak dalam Islam: hak Allah
(haq Allah) dan hak manusia (haq al insan) :

Pertama : Hak-hak Tuhan

Yang pertama yang menjadi hak Tuhan adalah bahwa manusia harus percaya kepada-Nya
semata. Manusia harus mengakui kekuasaan-Nya dan tidak menyekutukukan-Nya. Hak
kedua bagi Tuhan atas diri manusia adalah bahwa manusia harus percaya dan mengikuti
petunjuknya, serta mempercayai juga kepada keputusannya. Hak ketiga Bagi Tuhan atas diri
manusia adalah bahwa manusia harus taat kepada-Nya. Manusia memenuhi tuntutan hal ini
dengan mengikuti hukum-hukum Tuhan sebagaimana tercantum dalam Alquran dan Sunnah.
Hak keempat nagi Tuhan atas manusia adalah bahwa manusia harus menyembah kepada-
Nya. Hal ini dilakukan dengan melakukan salat dan ibadah-ibadah yang lain.

Kedua : Hak-hak manusia

Terdapat dua prinsip pokok HAM dalam Piagam Madinah pertama : semua
pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa kedua :
hubungan antara komunitas muslim dengan nonmuslim didasarkan pada prinsip-prinsip:
1. Berinteraksi secara baik dengan sesama Tetangga, 2. Saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama, 3. Membela mereka yang teraniaya, 4. Saling menasehati,
5. Menghormati kebebasan beragama.

Islam menentukan hak asasi manusia antara lain:

1. Hak hidup
Q.S. Al Isra : 33
Q.S. Al Maidah : 45
Q.S. Al An'am : 151
2. Hak Milik
Q.S. Al Baqarah : 188
Q.S. Al Baqarah : 29
Q.S. An-Nisa : 29
3. Perlindungan Kehormatan
Q.S. Al Hujarat : 11
Q.S. Al Hujarat : 12
4. Keamanan dan Kesucian Kehidupan Pribadi
Q.S. An-Nur : 27
Q.S. Al Hujarat : 12
5. Keamanan dan Kemerdekaan Pribadi
Q.S. An-Nisa : 58
Q.S. Al Hujarat : 6
Q.S. Al An'am : 164
Q.S. Al-Fathir : 18
6. Perlindungan dari Hukuman Penjara yang Sewenang-Wenang
Q.S. Al-An’am :164
Q.S. Al-Fathir : 18
7. Hak untuk Memprotes Kelaliman (Tirani)
Q.S. An-Nisa : 148
Q.S. Al Maidah : 78-79
Q.S. Ali Imran : 110
8. Kebebasan Berekspresi
Q.S. At Taubah : 71
9. Kebebasan Hati Nurani dan Keyakinan
Q.S. Al Baqarah : 256
Q.S. Al Kafirun : 6
Q.S. Al Maidah : 48
10. Hak Kesetaraan Perempuan dengan Pria
Q.S. Al Hujarat : 13
Q.S. An Nahl : 97
Q.S. Al Baqarah : 228
11. Hak Mendapatkan Pendidikan
Q.S. At Taubah : 122
Q.S. Al-Alaq : 1-5

F. Tidak Ada Hak Asasi Tanpa Kewajiban Asasi

Hak kebebasan harus diimbangi oleh kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang
melaksanakan kebebasan tersebut. Hubungan antara hak dan kewajiban juga berlaku dalam
hal hubungan antara warganegara dan negara atau pemerintah.
Hak tidak bisa dipisahkan dari kewajiban titik seseorang berhak untuk melakukan apapun
kehendak dan cita-citanya, namun ia dibatasi oleh kewajiban untuk tidak melanggar hak
orang lain dalam memperoleh ketenangan dan rasa aman. Kebebasan seseorang dibatasi oleh
kebebasan orang lain untuk mendapatkan kebebasan yang sama. Keterbatasan inilah yang
dicerminkan dalam keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara.

Pasal-pasal yang mengatur pembatasan kebebasan antara lain:

Pasal 34 dan 36 TAP MPR nomor XVII/MPR/1998

Pasal 28J UUD 1945

UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Bab IV pasal 67-70

Pelaksanaan hak asasi manusia sebagai pemberian Tuhan yang bersifat universal dibatasi
oleh nilai keyakinan (agama), etika dan moral atau oleh budaya komunitas atau bangsa
tertentu titik demikian juga pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia harus
mencerminkan pelaksanaan dan tidak boleh bertentangan dengan nilai etika dan moral
falsafah dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila, terutama harus
merupakan pencerminan dari nilai-nilai dan sebagai bukti ketaatan atau ketakwaan bangsa
Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, menurut ajaran agama masing-masing.

BAB VII

KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB

A. Pengertian dan Macam-Macam Kebebasan

Menurut Lorens Bagus, kebebasan adalah kualitas tidak adanya rintangan nasib,
keharusan, atau keadaan di dalam keputusan atau tindakan seseorang.

Menurutnya pengertian pokok kebebasan adalah sebagai berikut:


1. Kebebasan pada umumnya adalah keadaan tidak dipaksa atau ditentukan oleh sesuatu
dari luar, sejauh kebebasan disatukan dengan kemampuan internal definitif dari
penentuan diri.

2. Penentuan diri sendiri, pengendalian diri, pengaturan diri, pengarahan diri

3. Kemampuan dari seorang pelaku untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dengan
kemauan dan pilihannya

4. Didorong dan diarahkan oleh motif, ideal, keinginan dan dorongan yang dapat
diterima sebagaimana dilawankan dengan paksaan atau rintangan (kendala) eksternal
atau internal

5. Kemampuan untuk memilih dan kesempatan untuk memenuhi atau memperoleh


pilihan itu.

Dan dapat dibedakan sesuai dengan tidak adanya jenis-jenis tekanan, sebagai berikut:
1. Kebebasan fisik

2. Kebebasan moral

3. Kebebasan psikologis

4. Kebebasan intelektual spasi (Menurut Immanuel kant)

Kebebasan menurut objek dapat dibedakan menjadi:


1. Kebebasan hati nurani

2. Kebebasan agama

3. Kebebasan untuk mengungkapkan pendapat sendiri di depan umum (kebebasan


bicara, kebebasan pers).

Menurut Franz magnis Suseno, kebebasan dibedakan menjadi kebebasan eksistensial


dan kebebasan sosial.

Menurut K. Bertens, kebebasan dibedakan menjadi kebebasan sosial politik dan


kebebasan Individual. Menurut bertens kebebasan eksistensial termasuk dalam kebebasan
Individual.

B. Tanggung Jawab

1. Pengertian Tanggung Jawab


Berkaitan dengan kata Jawab atau response(Inggris), antwoord(Belanda), atau
Mas'uliyah(Arab) berkaitan dengan jawaban dari pertanyaan(Sual, Arab).

Menurut Lorens Bagus tanggung jawab adalah konsekuensi niscaya dari


kehendak bebas manusia dan imputabilitas (faktor gugatan) yang berlandaskan
kehendak bebas.

2. Tanggung Jawab dan Penyebab

Dalam " tanggung jawab "terkandung pengertian" penyebab ". Orang bertanggung
jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya.

Tanggung jawab bisa dibedakan antara tanggung jawab retrospektif dan tanggung
jawab prospektif. Prospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang telah
berlangsung dan segala konsekuensinya. Tanggung jawab prospektif adalah tanggung
jawab atas perbuatan yang akan datang.

3. Tingkat-Tingkat Tanggung Jawab

Kalau tidak ada kebebasan, tidak ada tanggung jawab. Tapi karena kebebasan bisa
berkurang atau lebih, demikian juga tanggung jawab pada tingkat-tingkatnya.
Tentang perbuatan sejenis yang dilakukan oleh beberapa orang, bisa saja bahwa satu
orang lebih bertanggung diri pada orang lain.

Derajat tanggung jawab berdasar kasus:

a. Ali mencuri tapi ia tidak tahu bahwa ia mencuri.

b. Budi mencuri karena dia seorang kleptomaniac

c. Cipluk mencuri, karena dalam hal ini ia sangka boleh mencuri.

d. Darso mencuri, karena orang lain memaksa dia dengan mengancam nyawanya.

e. Eko mencuri, karena ia tidak bisa mengendalikan nafsunya.

 Tentang A

Ali mengambil tas orang lain berisikan uang Rp1.000.000 karena ia berfikir
tas itu adalah tasnya sendiri karena bentuknya yang mirip dengan tasnya. Ketika
di rumah dan membuka tasnya barulah ia sadar bahwa tas itu milik orang lain.
Perbuatan itu tidak dilakukan dengan sengaja titik karena itu perbuatannya
sebaiknya tidak disebut"pencurian".

Namun demikian, perbuatan si Ali bisa menjadi pencurian juga tergantung


reaksinya setelah mengetahui kekeliruannya. Bila Ia membuka tasnya dan berpikir
dalam hati "inilah sungguh anugerah dari surga!" Dan untuk seterusnya ia
menganggap uang itu sebagai miliknya, titik paragraf baru namun demikian koma
perbuatan si ali bisa menjadi pencurian juga tergantung reaksinya setelah
mengetahui kekeliruan nya titik bila iya membuka tasnya dan berpikir dalam hati
tanda kutip inilah sungguh anugrah dari surga tanda seru tanda kutip dan untuk
seterusnya iya menganggap uang itu sebagai miliknya koma maka iya bertindak
dengan bebas dan karena itu ia bertanggung jawab.

 Tentang B

Budi juga mengambil tas berisikan uang milik orang lain, tapi ia menderita
kelainan jiwa yang disebut "Kleptomania". Di sini tidak ada kebebasan
psikologis, dan akibatnya ia tidak bertanggungjawab.

 Tentang C

Cipluk juga mengambil uang milik orang lain. Ia membuatnya dengan


bebas, tapi dalam arti tertentu ia membuatnya terpaksa juga. Cipluk ini seorang
janda yang mempunyai 5 anak yang masih kecil. Mereka sudah beberapa hari
tidak makan, karena uangnya habis sama sekali titik ia sudah menempuh segala
cara yang dapat dipikirkan untuk memperoleh makanan yang dibutuhkan.
Mengemis pun ia coba. Suatu ketika ia mendapat kesempatan mencuri tas
berisikan uang. Uang yang dicuri itu cukup untuk membeli makanan beberapa
bulan. Ibu cipluk berpendapat bahwa dalam hal ini ia boleh mencuri. Ia
menghadapi konflik kewajiban titik di satu pihak ia wajib menghormati milik
orang lain dan karena itu ia tidak boleh mencuri. Maka perbuatannya dilakukan
secara bebas dan karena itu ia bertanggungjawab penuh atas perbuatannya. Tapi
dipandang dari sudut etika dalam kasus ini ia tidak bersalah.

 Tentang D

Karena perawakannya pendek, Darso dipaksa oleh majikannya untuk masuk


kamar seseorang melalui lobang kisi-kisi di atas pintu, guna mengambil tas
berisikan uang yang terdapat di situ titik kalau ia menolak ia akan disiksa dan
barangkali malah dibunuh titik Darso tidak melihat jalan lain daripada menuruti
perintah majikannya. Ia membuatnya terpaksa, sebenarnya ia tidak mau. Namun
Ia juga tidak ingin tertimpa ancaman majikan titik dalam kasus ini ternyata data
tidak bebas (dalam arti kebebasan moral) dan karena itu ia juga tidak bertanggung
jawab atas perbuatannya.

 Tentang E

Eko mencuri uang Rp1.000.000 yang oleh pemiliknya disimpan dalam tas.
Pada ketika tidak ada yang melihat ia mengambil tas itu dan langsung kabur.
Ceko sudah lama mencita-citakan mempunyai TV berwarna. Mulai hari itu ia
dapat menikmati siaran TV berwarna sekeluarga. Jadi Eko tidak mencuri untuk
merugikan pemilik uang itu titik maksudnya tentu tidak mencelakakan orang itu.
Ia tidak tahu bahwa orang itu pedagang kecil yang dalam tas membawa seluruh
modalnya yang baru saja diambil dari bank titik Eko hanya didorong oleh
nafsunya mau memiliki TV berwarna, dengan mencuri uang itu Eko bertindak
bebas dan karena itu ia bertanggungjawab.

Tetapi dalam kasus ini bisa juga terjadi bahwa kebebasannya dikurangi dan
karena itu tanggung jawabnya akan dikurangi pula. Misalnya, Eko berasal dari
keluarga pencuri profesional. Ayahnya mencari nafkah dengan mencuri titik
demikian juga kakak-kakaknya. Dari kecil ia sudah diajak saudaranya ikut serta
dalam kegiatan jahat. Mencuri baginya menjadi hal yang serba biasa. Kalau latar
belakang dan pendidikan Eko Demikian, maka kebebasannya akan berkurang
juga.

Menentukan bertanggungjawab tidaknya seseorang adalah hal yang tidak mudah.

4. Masalah Tanggung Jawab Kolektif

Dalam etika seringkali diajukan pertanyaan Apakah juga tanggung jawab kolektif
atau tanggung jawab kelompok. Apa yang dimaksudkan dengan tanggung jawab
kolektif. Dengan tanggung jawab kolektif tidak dimaksudkan penjumlahan tanggung
jawab beberapa individu Titik Bukan maksudnya bahwa orang a bertanggung jawab
di samping orang b, c dan d titik sebab, tanggung jawab seperti itu hanya merupakan
struktur kompleks dari tanggung jawab pribadi dan tidak menimbulkan kesulitan
khusus. Juga tidak dimaksudkan bahwa dalam suatu kelompok beberapa orang
bertanggung jawab untuk sebagian, seperti misalnya dalam game penjahat ada yang
merencanakan ada yang membatu dan ada yang melaksanakan tindak kejahatan. Juga
tidak dimaksudkan bahwa banyak tindakan pribadi kita mempunyai dampak sosial.
Hal itu tidak mengherankan sebab akibat kodrat sosial manusia perbuatan-perbuatan
pribadi kita dengan banyak cara terjalin dengan kepentingan orang selain, bahkan
dengan masyarakat sebagai keseluruhan. Yang dimaksudkan dengan tanggung jawab
kolektif ialah bahwa orang a, b, c, d dan seterusnya, secara pribadi tidak bertanggung
jawab sedangkan mereka semua bertanggung jawab sebagai kelompok atau
keseluruhan.
Dalam syariat Islam ada istilah fardhu ain dan fardhu kifayah. Fardhu ain adalah
kewajiban individu seperti kewajiban salat dzuhur Ashar, puasa Romadhon, haji dan
sebagainya. Sedangkan fardhu kifayah adalah kewajiban kolektif seperti kewajiban
mengurus jenazah memandikan, mensholati, mengubur dan sebagainya. Kewajiban
individu mengakibatkan adanya tanggung jawab individu dan kewajiban kolektif
mengakibatkan adanya tanggung jawab kolektif.

C. Tanggung Jawab dalam Syari’at Islam

Ketentuan syariat Islam dalam Alquran dan sunnah Rasulullah SAW menegaskan
bahwa manusia dibekali hak dan dibebani kewajiban. Mereka mempunyai kebebasan
untuk berbuat atau tidak berbuat, namun mereka harus mempertanggungjawabkan apa
yang diperbuat atau tidak diperbuatnya.

Dalam syariat Islam berlaku ketentuan antara lain:


1. Menepati janji merupakan kewajiban kritik orang yang tidak menepati janji berdosa
dan akan diminta pertanggungjawaban.

2. Setiap manusia adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban terhadap


kepemimpinannya.

3. Setiap manusia bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya

4. Setiap perbuatan manusia akan diminta pertanggungjawabannya, baik di dunia


maupun di akhirat kelak

5. Seseorang tidak memikul dosa atau kesalahan yang dilakukan orang lain.

6. Setiap perkataan perbuatan dan gerakan serta apa yang tersirat dalam hati tiap diri
manusia yang baik atau yang buruk akan dicatat oleh Allah SWT melalui malaikat
yang mengawasi makhluk-Nya dan semuanya akan diminta pertanggungjawaban
kelak di akhirat.

7. Setiap orang pasti akan mendapatkan balasan dari apa yang diperbuatnya, sekecil
apapun baik maupun yang buruk.

Beberapa ayat Alquran dan hadis nabi yang berkaitan dengan hal diatas antara lain:
1. Q.S. Fatir : 18

2. Q.S. Al-Isro : 36

3. Q.S. Al-Thur : 21

4. Q.S. Ibrohim : 51

5. Q.S. Al-Mudatsir : 38
6. Q.S. Yunus : 27 dan 61

7. Q.S. Al-Baqarah : 28

8. Q.S. Yasin : 65

9. Q.S. At-Takatsur : 8

10. Q.S. An-Nahl : 93

11. Q.S. Al-Isro: 34

12. Q.S. Qaf : 18

13. Q.S. Al-Zalzalah : 7 dan 8

14. Dsb

D. Hubungan Kebebasan dan Tanggung Jawab

Kebebasan merupakan hak asasi manusia. Ia mempunyai kebebasan dalam


menentukan pilihan yang akan dilakukan titik Namun karena ia mempunyai kewajiban
dasar dalam pergaulan hidupnya dengan manusia lain maka ia harus
mempertanggungjawabkan pelaksanaan kebebasan tersebut. Atau dia harus membuktikan
kepada manusia lainnya, bahwa kebebasan yang dilakukan adalah kebebasan dalam
rangka pelaksanaan hak asasi (hak dasar) dan kewajiban asasi kewajiban dasar).

Jadi setiap pelaksanaan kebebasan mengandung tuntutan kewajiban. Dalam


melaksanakan kewajiban itulah seseorang harus bertanggung jawab. Tanggung jawab
sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari kebebasan. Tanggung jawab itu menjadi
sangat menonjol Pada pelaksanaan kewajiban moral.Menurut K. Bertens "kebebasan" dan
"tanggung jawab" seolah-olah merupakan pengertian kembar. Di antara keduanya
terhadap hubungan timbal balik titik orang yang mengatakan "manusia itu bebas "dengan
sendirinya menerima juga" manusia itu bertanggungjawab ". Sebaliknya jika kita bertolak
dari pengertian bertanggung jawab, kita selalu turut memaksudkan juga" kebebasan ".
Tidak mungkin ada kebebasan tanpa tanggung jawab, sebaliknya tidak mungkin ada
tanggung jawab tanpa kebebasan titik satu sama lain dua kata itu saling mempengaruhi
dan saling membatasi maka kadang-kadang 2 kata tersebut disatukan menjadi" kebebasan
yang bertanggung jawab ".
BAB VIII

ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI

A. Pengertian Profesi

Bekerja merupakan kodrat manusia sebagai salah satu hak asasi, sebagaimana disebutkan
dalam pasal 28D UUD 1945.

Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan
nilai-nilai bersama mereka yang membentuk suatu profesi disatukan juga karena latar
belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi
orang lain. Dengan demikian profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan
tersendiri dan karena itu mempunyai tanggung jawab khusus. Karena memiliki monopoli
atas suatu keahlian tertentu selalu ada bahaya profesi menutup diri bagi orang dari luar dan
menjadi suatu kalangan yang sukar ditembus. Bagi klien yang mempergunakan jasa profesi
tertentu keadaan seperti itu dapat mengakibatkan kecurigaan jangan-jangan ingin
permainkan titik kode etik dapat mengimbangi negatif profesi ini.

Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian
khusus yang dilakukan secara bertanggungjawab dengan tujuan memperoleh penghasilan.
Orang (pekerja) yang menjalankan profesi disebut profesional.

Kajian etika profesi termasuk dalam kajian etika sosial yaitu kajian tentang kewajiban dan
tanggung jawab moral manusia dalam kedudukan individu sebagai anggota (bagian) dari
masyarakat (sosial).

B. Profesi Umum dan Profeai Luhur

Profesi dapat dibedakan menjadi :

1. Profesi pada umumnya

2. Profesi Luhur atau profesi mulia (Officium Noble).

Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah
hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian yang khusus. Persyaratan adanya keahlian
yang khusus inilah yang membedakan antara pengertian profesi dengan pekerjaan walaupun
bukan menjadi garis pemisah yang tajam antara keduanya.

Profesi Luhur, yaitu profesi yang pada hakekatnya merupakan suatu pelayanan pada
manusia atau masyarakat. Orang yang melaksanakan profesi Luhur sekalipun mendapat
nafkah (imbalan) dari pekerjaannya, namun itu bukan motivasi utamanya. Yang menjadi
motivasi utamanya adalah kesediaan dan keinginan untuk melayani membantu sesama umat
manusia berdasarkan keahliannya.
Dalam kode etik advokat Indonesia pasal 1 angka 1.3 sebagai berikut: " advokat dalam
menjalankan tugasnya tidak semata-mata mencari imbalan material, tapi terutama berjuang
untuk menegakkan hukum keadilan dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung
jawab. "

Dalam Bab I pasal 3 kode etik Jaksa disebutkan "Kejaksaan mengutamakan kepentingan
masyarakat bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kepentingan golongan."

C. Etika Profesi

Profesi atau kode etik profesi pada dasarnya merupakan norma atau etika yang ditetapkan,
diterima dan harus dilaksanakan oleh kelompok profesi tertentu. Ia mengarahkan atau
memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dalam melaksanakan
profesinya dan sekaligus menjamin mutu moral profesi bagi masyarakat.

Dengan adanya kode etik kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat karena
setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingan yang akan terjamin. Kode etik ibarat
Kompas menunjukkan arah moral bagi Suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu
moral profesi itu di mata masyarakat.

Dalam kode etik bagi profesi umum setidak-tidaknya ada 2 prinsip yang ditegakkan:

1. Agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab;

2. Agar menghormati hak-hak orang lain.

Bagi profesi Luhur juga ada dua prinsip yang harus ditegakkan yaitu:

1. Mendahulukan kepentingan orang yang dibantu, yang dilayani, Mungkin ia kliennya


atau pasiennya;

2. Mengabdi pada tuntutan luhur profesi.

D. Tanggung Jawab Profesi

Seseorang yang memiliki dan melaksanakan profesi tertentu adalah orang yang
mempunyai dan melaksanakan kebijakan dalam profesinya, baik profesi pada umumnya
maupun profesi Luhur. Karena ia mempunyai kebebasan dalam melaksanakan profesinya
maka ia harus bertanggung jawab dalam melaksanakan profesi tersebut.
BAB IX

PANCASILA SEBAGAI MORAL BANGSA INDONESIA

A. Pancasila Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa, terangkum dalam lima sila.
Rumusan Pancasila tercantum dalam alinea keempat Pembukaan undang-undang Dasar
1945. Masing-masing sila tidak berdiri sendiri secara terpisah namun Ia merupakan satu
kesatuan, satu totalitasnya senafas dan sejiwa. Sebagai suatu totalitas, maka sila-sila dalam
Pancasila tersebut tidak bisa dipisah-pisah ataupun dipertukarkan tata urutannya.

Pancasila dalam pengertian sebagai dasar negara, Ia merupakan sumber kaidah hukum
konstitusional tertinggi yang mengatur dan menjadi pedoman bagi negara Indonesia beserta
seluruh unsur-unsurnya. Sebagai dasar negara Pancasila mempunyai kekuatan mengikat
secara hukum, terhadap pemerintah, lambaga negara lembaga masyarakat dan setiap
penduduk yang ada di wilayah negara Indonesia terhadap warga negara Indonesia
dimanapun mereka berada.

Bangsa Indonesia mengakui Pancasila sebagai pandangan hidupnya, karena sila-silanya


secara keseluruhan merupakan intisari dari nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang
majemuk. Pancasila merupakan dasar dan sekaligus cita-cita moral bangsa. Pancasila
merupakan landasan dan pedoman bermasyarakat berbangsa dan bernegara serta merupakan
tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Tujuan bangsa Indonesia adalah
tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

B. Pancasila Sumber Hukum Dasar Nasional Indonesia

Pancasila dalam kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai
sumber hukum dasar Nasional Komodo berada di atas konstitusi artinya Pancasila berada di
atas UUD 1945. UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis ( di samping hukum dasar
yang tidak tertulis), maka Pancasila merupakan kaidah pokok negara yang fundamental
(Staats Fundamental Norm)

C. Nilai Moral Pancasila

Nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan atau dasar serta motivasi segala
perbuatannya, baik terhadap kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, maupun dalam
kehidupan kenegaraan. Dengan perkataan lain nilai-nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia
menjadi keinginan dan kcharusan (das sollen) yang harus diwujudkan menjadi kenyataan
(das sein), dalam seluruh aspek kehidupannya. Seluruh nilai dari lima sila Pancasila tersebut
harus melandasi, mewarnai prilaku bangsa Indonesia dan mewjudkannya dalam kehidupan
nyata.

Hukum yang dibuat bangsa Indonesia harus merupakan perwujudan nilai-nilai yang
dikehendaki dan tidak boleh bertentangan dengan etika dan moral dari nilai-nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa titik demikian juga nilai moral tersebut harus ditaati dan menjadi pegangan
bagi mereka yang berprofesi hukum.

D. Butir-Butir Moral Pancasila

Butir-butir nilai Pancasila sebagai etika dan moral banga antara lain dirinci dalam uraian
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

a. Percaya dan takwa kepada Tuhan YME sesuai dengan agama dan kepercayaan

masing-masing berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.

b. Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penghayat

kepercayaan yang berbeda-beda, schingga terbina kerukunan hidup bersama.

c. Saling menghormati dan memberi kebebasan untuk menjalani ibadah sesuai dengan

agama dan kepercayaannya.

d. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama

manusia.

b. Saling mencintai sesama manusia.

c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.

d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

g. Berani membela kebenaran dan keadilan.


h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umar manusia, karena itu

dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lainnya.

3. Sila Persatuan Indonesia

a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di

atas kepentingan pribadi atau golongan.

b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara

c. Cinta tanah air dan bangsa.

d. Berbangga sebagai bangsa Indonesia dan ber-Tanah air Indonesia

e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhincka Tunggal

Ika.

4. Sila Kerakyatan Yang di Pimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam

Permusyawaratan Perwakilan

a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil

keputusan musyawarah.

f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehar dan sesuai dengan hati nurani yang

luhur

g. Keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan

Yang Maha Esa menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

kebenaran dan keadilan.


5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan

suasana kekeluargaan dan kegotong royongan.

b. Bersikap adil.

c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

d. Menghormati hak-hak orang lain.

e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.

g. Tidak bersifat boros.

h. Tidak bergaya hidup mewah.

i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

j. Suka bekerja keras.

k. Menghargai hasil karya orang lain.

l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.


BAB X

ETIKA PROFESI HUKUM DI INDONESIA

A. Negara Indonesia adalah Negara Hukum

Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, amandemen
perubahan ketiga). Untuk menyelenggarakan dan mewujudkan negara hukum, maka
diaturlah kekuasaan kehakiman, sebagaimana tercantum dalam Bab IX UUD 1945. Bab IX
ini terdiri atas lima pasal termasuk pasal 24 A, 24 B, 24 C hasil amandemen perubahan
ketiga UUD 1945 tahun 2001.

Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang terkait


dengan pembinaan penegakan dan pelaksanaan hukum terutama lembaga peradilan dan yang
terkait dengan lembaga tersebut. Untuk mewujudkan negara hukum dan melaksanakan
kekuasaan kehakiman, maka dikeluarkanlah berbagai perundang-undangan yang mengatur
lembaga dan jabatan-jabatan atau profesi hukum tersebut.

B. Nilai Moral Etika Profesi Hukum

Fungsi utama etika adalah membimbing manusia dalam mencari orientasi secara kritis
dalam menghadapi berbagai macam moralitas. Orientasi ini muncul terutama pada waktu
terjadi konflik moralitas dan manusia harus menentukan pilihan keputusan berdasarkan
moralitas yang dipilihnya.

Etika bagi profesi hukum, adalah etika yang berlaku di kalangan profesi hukum, yaitu
mereka yang mempunyai profesi di bidang atau berkaitan dengan hukum. Notohamidjojo
menyebutnya dengan istilah penggembala hukum (rechtshoeders). Mereka itu umpamanya:
Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Polisi, PPAT dan pejabat lain yang berkaitan denga jabatan
di bidang pembuatan, pelaksanaan atau pengawasan hukum, seperti Panitera, Pegawai
Negeri, anggota DPR.

Secara umum ada empat norma yang merupakan etika yang wajib dipedomani dan ditaati
oleh mereka yang berprofesi di bidang hokum (rechtshoeders), yaitu:

1. Kemanusiaan
2. Keadilan

3. Kepatuhan

4. Kejujuran

Perundang undangan yang memuat nilai moral etika profesi hokum di Indonesia :

1. Undang-Undang Dasar 1945 (baik sebelum maupun sesudah diamandemen).

2. Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

3. Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999 - 2004.

4. Tap MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

5. Tap MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

6. Undang undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasan Kehakiman jo. UU

No. 35 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 14 Tahun 1970 yang dicabut terakhir

dengan UU No. 4 tahun 2004.

7. Undang undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

8. Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Auai Manusia.

9. Undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang diubah dengan UU

No. 5 tahun 2004.

10. Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

11. Undang-undang No. 2 tahun 1986 tentang Persdilan Umam yang telah diubah dengan

UU No. 8 talun 2004.


12. Undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah

diubah dengan UU No. 9 tahun 2004.

13. Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo UU No. 3 Tahun 2006

tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1989.

14. Undang-undang No. 5 tahun 1991 tentang Kejaksaas Republik Indonesia yang

telah dicabut dengan UU No. 16 tahun 2004

15. Undang-undang No. 28 tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2002.

16. Undang-undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

17. Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.

18. Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

19. Undang-undang No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.

20. Undang-undang No. 2 tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia dengan berbagai perundang-undangan tentang perubahan dan

penyempurnaannya.

21. Keputusan Presiden No. 89 tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara

Republik Indonesia jo Keputusan Presiden No. 54 tahun 2001 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.

22. Berbagai perundang-undangan dan kode etik yang berlaku bagi mercka yang

berprofesi di bidang hukum.

Etika atau kode etik yang berlaku bagi profesi di bidang hukum itu kemudian dirinci

kepada ctika profesi yang lebih khusus. Umpamanya Etika Profesi Hakim, Etika

Profesi Jaksa, Etika Profesi Advokat, Etika Profesi Notaris, Etika Profesi Polisi, Etika
Profesi PPAT dan Etika Profesi bagi jabatan-jabatan lain di bidang atau yang berkaitan

dengan hukum.

BAB XI

KODE ETIK HAKIM, JAKSA, ADVOKAT, NOTARIS,

KEPOLISIAN DAN JABATAN LAIN

A. Kode Etik Hakim

1. Nilai-Nilai Luhur Profesi Hakim

Nilai-nilai yang mengikat dan wajib dihormati serta ditaati oleh mereka yang berprofesi
hakim dalam menjalankan kekuasaan kehakiman pada badan peradilan disebutkan dalam
UU No. 4 Tahun 2004.

2. Pedoman Perilaku Hakim

"Pedoman Perilaku Hakim", sebagaimana tertuang dalam keputusan Ketua Mahkamah


Agung R.I No. KMA/104A/SK/XII/2006 tanggal 22 Desember 2006. Dalam pedoman
perilaku Hakim tersebut dinyatakan bahwa Hakim harus memiliki dan bersikap yang
dilambangkan dalam: Kartika, Cakra, Candra Sari, Tirta sebagai cerminan perilaku
Hakim yang harus senantiasa berlandaskan pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa adil
bijaksana, berwibawa, berbudi luhur dan jujur.

3. Kode Etik Profesi Hakim

Kode etik profesi hakim adalah norma, etika yang berlaku dan harus ditaati oleh hakim.
Kode etik ini dibuat oleh organisasi mereka yang berprofesi sebagai hakim, yaitu Ikatan
Hakim Indonesia (IKAHI). Dalam Munas IKAHI XIII di Bandung tanggal 30 Maret
2001, diputuskan kode etik profesi hakim Indonesia.

B. Kode Etik Jaksa


1. Nilai-Nilai Luhur Profesi Jaksa

Nilai-nilai luhur profesi jaksa tertuang dalam UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia.

2. Kode Etik Profesi Jaksa

Sebagai kelengkapan dari pembinaan dan etika profesi sebagai Jaksa, Berdasarkan
Keputusan Jaksa Agung N. Kep-074/J.A./7/1978 tanggal 17 Juli 1978 disahkan Panji
Adhyaksa. Panji ini merupakan pangkat Kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambang
cita-cita Kejaksaan dan pengikat jiwa korps kejaksaan.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Jaksa Agung No. Kep. 052/J.A./ 8/1979 yang
disempurnakan oleh Keputusan Jaksa Agung No. Kep-030/ JA./1988 ditetapkan Doktrin
Kejaksaan Tri Krama Adhyaksa, sebagai pedoman yang menjiwai setiap warga
kejaksaan. Doktrin tersebut kemudian dijabarkan dalam Kode Etik Jaksa yang diterbitkan
oleh Pengurus Pusat Persatuan Jaksa pada tanggal 15 Juni 1993 yang disebut Tata Krama
Adhyaksa, yang terdici atas Pembukaan dan 17 pasal

3. Kode Perilaku Jaksa

Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin
tinggi guna melaksanakan tugas penegakan hukum dalam rangka mewujudkan keadilan
dan kebenaran, maka dikeluarkanlah Kode Perilaku Jaksa sebagaiman tertuang dalam
Peraturan Jaksa Agung RI (PERJA) Nomor: PER-067IA/JA/07/2007 tanggal 12 Juli
2007. Dalam Kode Perilaku Jaksa antara lain disebutkan: Kewajiban (Pasal 3), Larangan
(Pasal 4), Sanksi.

C. Kode Etik Advokat

1. Nilai-Nilai Luhur Profesi Advokat

Pengacara dan advokat keduanya sama-sama bergerak dalam lapangan bantuan hukum
titik dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 1985 dan undang-undang nomor 2 tahun
1986 tentang peradilan umum, digunakan istilah penasihat hukum. Sementara dalam
rangka pengangkatan seseorang menjadi advokat, istilah yang dicantumkan dalam
keputusan Menteri Kehakiman disebut advokat.

Nilai-nilai luhur dan etika profesi advokat tercantum dalam undang-undang Nomor 18
tahun 2003 advokat.

2. Kode Etik Profesi Advokat

Kode etik profesi advokat disebutkan dalam pasal 26, kemudian mengenai kode etik
advokat selanjutnya disebutkan dalam Pasal 33 Undang- Undang nomor 18 tahun 2003:
Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah
ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI),
Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia
(HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia
(AKHD), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23
Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut
Undang-Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi
Advokat. Dengan beragamnya organisasi advokat yang ada pada saat ini, maka kode etik
pun bermacam-macam. Idealnya kode etik mereka sama. Jangan sampai terjadi suatu
kasus dinyatakan melanggar kode etik suatu organisasi tetapi dianggap tidak melanggar
oleh organisasi yang lain.

D. Kode Etik Notaris

1. Nilai-Nilai Luhur Profesi Notaris

Nilai-nilai luhur profesi notaris tercantum dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris.

2. Kode Etik Profesi Notaris

Organisasi dan kode etik profesi Notaris telah disebutkan di pasal 82 dan 83 :

Pasal 82 :

1. Notaris berhimpun pada satu wadah Organisasi Notaris

2. Ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja dan susunan organisasi
ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 83 :

1. Organisasi Notaris menetapkan dan meneakkan Kode Etik Notaris

2. Organisasi Notaris memiliki buku daftar anggota dan salinannya disampaikan kepada
Menteri dan Majelis Pengawas.

Organisasi profesi Notaris telah bergabung dalam Ikatan Notaris Indonesia (INI). Daam
kongres ke XIV tahun 1990 di Denpasar, Bali INI telah membuat kode etik yang lebih
operasional dari kode etik yang telah dibuat dalam kongres ke IX tahun 1974 di Surabaya
dan kongres ke XII tahun 1987 di Bandung.

E. Kode Etik Kepolisian Republik Indonesia


1. Nilai-Nilai Luhur Profesi Kepolisian
Perundang-undangan yang mengatur Kepolisian Republik Indonesia adalah undang-
undang nomor 2 tahun 2002.

Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat sama penegakan hukum perlindungan pengayoman
dan pelayanan kepada masyarakat yang terdapat di pasal 2.

2. Kode Etik Profesi Kepolisian

Kode etik profesi kepolisian disebutkan dalam pasal 31 dan seterusnya.

F. Kode Etik PPAT

1. Dasar Hukum PPAT

Landasan hukum pengaturan PPAT adalah Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998.

2. Kode Etik Profesi PPAT

Tugas PPAT hampir sama dengan tugas notaris, maka beberapa kode etik PPAT dapat
diambilkan dalam kode etik Notaris Indonesia dan kepribadian notaris karena kedua
jabatan adalah sama-sama diartikan sebagai pejabat umum yang bertugas membuat
perjanjian-perjanjian tertentu terhadap tanah dalam peralihan hak atas tanah atau HM
sarusun maupun pembebanannya.

G. Kode Etik Jabatan Lain


Di samping jabatan profesi hukum, terdapat jabatan atau penugasan yang secara tidak
langsung berhubungan dengan profesi hukum. Umpamanya jabatan di lingkungan kekuasaan
kehakiman dan peradilan, Kejaksaan kepolisian, departemen kehakiman, Departemen dalam
negeri pemerintah daerah kantor notaris, kantor advokat dan di lingkungan legislatif.
Beberapa jabatan atau tugas itu ada yang dipegang oleh TNI, Polri, PNS atau oleh mereka
yang tidak termasuk TNI Polri dan PNS. Mereka yang memegang jabatan atau tugas di atas,
berlaku juga kode etik.

H. Etika Profesi Hukum dan Penegakan Hukum

Etika atau kode etik profesi hukum adalah norma moral yang harus ditaati oleh mereka yang
berprofesi di bidang hukum.

Menurut Amir Syamsudin, fakta yang menandai kondisi gagalnya penegakan hukum di
Indonesia. Pertama, ketidakmandirian hukum, kedua, integritas penegak hukum yang buruk,
ketiga, kondisi masyarakat yang rapuh dan sedang mengalami pseudereformatie syndrome,
dan keempat, pertumbuhan hukum yang mandek.
Berkaitan dengan penegakan hukum ada tiga unsur yang harus ada: pertama, adanya hukum
yang sesuai dengan aspirasi masyarakat kedua adanya aparat penegak hukum yang
profesional dan memiliki integritas moral yang terpuji, ketiga adanya kesadaran hukum
masyarakat.

BAB XII

ETIKA PROFESI HUKUM MENURUT ISLAM

A. Hakekat Kebenaran dari Allah SWT

Oleh karena itu etika atau norma yang harus dipedomani dan dilaksanakan oleh setiap orang
dalam profesi apapun termasuk profesi hukum adalah seluruh nilai-nilai yang telah
dijelaskan oleh Alquran dan sunnah Rasulullah SAW.

Beberapa ayat Alquran yang menjelaskan hal tersebut antara lain:

1. Q.S. Ali Imran:60

2. Q.S. Al Kahfi : 29

3. Q.S. Yunus : 35-36

4. Q.S. Al Baqarah : 42

B. Kebenaran dan Keadilan Menempati kedudukan Sentral

Masalah keadilan, dalam hukum Islam menempati kedudukan sentral. Melaksanakan,


menegakkan dan membela keadilan merupakan perintah Allah SWT kepada siapapun
terutama kepada mereka yang berprofesi hukum.
Umpama Hakim, seorang Hakim harus memiliki potensi semangat dan kemampuan
menggali dan menemukan hukum (ijtihad). Ia tidak boleh terikat dengan makna tekstual
perundang-undangan tapi ia harus mampu menggali kedalaman hakikat hukum yang tersirat
di dalamnya, untuk menemukan kebenaran dan keadilan bagi masalah yang dihadapinya.
Oleh karena itu ia harus memiliki pengetahuan tentang teknik menggali hukum (istinbath)
dan pengetahuan tentang keadilan serta dapat menerapkan keadilan itu secara tepat dan
benar baik terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri. Selain itu seorang Hakim
dalam menjalankan tugasnya harus selalu dengan niat untuk ibadah kepada Allah SWT.
Dalam memeriksa dan memutus perkara Hakim harus tidak memihak tidak ada yang
menjadi perhatiannya selain memeriksa perkara yang dihadapinya.

C. Etika Profesi Realisasi Taqwa

1. Ciri-Ciri Taqwa

Jadi konsep Taqwa menurut adanya aplikasi yang seimbang antara ibadah vertikal dan
horizontal antara aspek spiritual dan sosial antara kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat. Tuntutan keseimbangan tersebut akan bermuara kepada sikap disiplin
seseorang dalam perilaku sehari-hari nya. Disiplin dalam arti mentaati atau patuh
terhadap norma hukum ketentuan atau peraturan yang seharusnya ia taati baik sebagai
anggota masyarakat maupun sebagai orang yang menyandang profesi tertentu. Seseorang
yang takwa ia akan disiplin Apa yang harus dilakukan atau yang harus dihindari, ia kan
disiplin terhadap keluarganya, disiplin terhadap Tugasnya di kantor, disiplin terhadap
lingkungannya nya disiplin yang ia lakukan harus secara terpadu, menyeluruh (tidak
parsial dan seimbang tidak mementingkan yang satu sementara mengabaikan yang lain)

Anda mungkin juga menyukai