Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 5 - MATA KULIAH ETIKA PROFESI

ETIKA PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Kelompok : 16

- Ryan Isroun Najah (1913003)


- I Gusti Agung Bagus W. A (1913009)
- Rizal Rahman (1913031)

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI S-1

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

TAHUN 2021
ETIKA PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Latar Belakang

Pembangunan dan kemajuan teknologi yang sangat pesat, khususnya pada


pembangunan perekonomian di bidang perindustrian dan perdagangan telah membawa
dampak besar bagi konsumen, yaitu dimulai dari banyaknya pilihan barang dan jasa yang
ditawarkan, dengan aneka jenis dan kualitas.

Di era globlisasi dan perdagangan bebas, dengan dukungan ilmu pengetahuan,


teknologi, dan informasi, semakin luas arus keluar dan masuknya barang dan jasa
melintas batas-batas negara. Hal ini mempermudah masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan akan produk barang dan jasa. Dengan banyaknya kemudahan tersebut di sisi
lain konsumen dapat menjadi objek aktivitas bisnis para pelaku yang mengharapkan
keuntungan secara tidak masuk akal melalui promosi maupun penjualan yang seringkali
merugikan konsumen.

Tidak dipungkiri ,saat ini kedudukan konsumen sangat lemah, dapat dibuktikan
dengan banyaknya pemberitaan di media social mengenai kurir pengiriman yang
mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari konsumen. Kejadian tersebut terjadi
antara lain disebabkan oleh karena tingkat pendidikan konsumen yang masih relatif
rendah. Hal ini semakin diperparah oleh etos-etos bisnis yang tidak benar. Tanpa
disadari, kebanyakan konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.

B. Definisi Perlindungan Konsumen


Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. 
Adapun menurut Undang- undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 1 butir 1,2 dan 3:
1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

C. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen


Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah:
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21
ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia No. 3821.
3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesian Sengketa.
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan
dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan
kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
D. Tujuan Perlindungan Konsumen
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses
negatif pemakai barang atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
E. Asas Perlindungan Konsumen

Dalam pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, asas perlindungan konsumen


adalah:

Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan


keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama bedasarkan 5 (lima) asas


yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam


menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besamya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan, pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan
konsumen, serta menjamin kepastian hukum.

F. Contoh perlindungan konsumen


Hukum perlindungan konsumen di Indonesia saat ini secara umum didasarkan pada UU
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Khusus mengenai
perlindungan bagi pengguna rokok dapat kita temui pengaturannya dalam PP No. 19
Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (“PP 18/2003”).

Dalam bagian menimbang PP 18/2003 disebutkan bahwa rokok merupakan salah satu zat
adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan
masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengamanan. Salah satu
upaya pemerintah adalah dengan menerbitkan PP 18/2003 ini.

Pemerintah telah menentukan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi


kesehatan ini dilaksanakan dengan beberapa pengaturan berikut (Pasal 3 PP 18/2003):
a. kandungan kadar nikotin dan tar;
b. persyaratan produksi dan penjualan rokok;
c. persyaratan iklan dan promosi rokok;
d. penetapan kawasan tanpa rokok.

Lebih jauh untuk melaksanakan PP 18/2003 ini diterbitkan beberapa peraturan teknis
sebagai berikut:

1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 62/MPP/KEP/2/2004


Tahun 2004 tentang Pedoman Cara Uji Kandungan Kadar Nikotin dan Tar Rokok.
2. Keputusan Kepala BPOM No. HK.00.05.3.1.3322 Tahun 2004 tentang Tata
Laksana Produk Rokok yang Beredar dan Iklan; dan
3. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.
188/MENKES/PB/I/2011; 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan
Tanpa Rokok.

Jadi,wujud dari perlindungan bagi pengguna atau konsumen rokok, pemerintah telah
menetapkan batasan-batasan yang antara lain adalah:

1. Setiap orang yang memproduksi rokok wajib memiliki izin di bidang


perindustrian (Pasal 10 PP 18/2003). Sehingga tidak semua orang bisa
memproduksi rokok untuk dikonsumsi masyarakat luas.

2. Setiap orang yang memproduksi rokok dilarang menggunakan bahan tambahan


dalam proses produksi yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan (Pasal 11 ayat
[1] PP 18/2003).

3. Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian berkewajiban


menggerakkan, mendorong dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk menghasilkan produk tanaman tembakau dengan risiko kesehatan
seminimal mungkin (Pasal 12 PP 18/2003).

4. Menteri yang bertanggung jawab di bidang perindustrian berkewajiban


menggerakkan, mendorong dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam proses produksi rokok untuk menghasilkan produk rokok dengan risiko
kesehatan seminimal mungkin (Pasal 13 PP 18/2003).

5. Iklan dan promosi rokok hanya boleh dilakukan oleh setiap orang yang
memproduksi rokok dan/atau yang memasukkan rokok ke dalam wilayah
Indonesia (Pasal 16 ayat [1] PP 18/2003).
6. Dalam setiap iklan rokok harus dicantumkan peringatan bahaya merokok bagi
kesehatan yakni “merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung,
impotensi dan gangguan kehamilan dan janin” (Pasal 18 jo Pasal 8 ayat [2] PP
18/2003).

7. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia


wajib mencantumkan peringatan kesehatan (Pasal 114 UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan). Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa peringatan
kesehatan adalah berupa tulisan dan dapat disertai gambar. Pasal ini pernah diuji
materiil ke Mahkamah Konstitusi oleh Nurtanto Wisnu Brata beserta sebelas
rekannya yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI)
DPD Jawa Tengah. Dalam putusannya, MK mewajibkan produsen dan importir
rokok di Indonesia mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar,
selain bentuk tulisan yang berlaku selama ini.

Ketentuan-ketentuan tersebut adalah contoh wujud perlindungan bagi pengguna atau


konsumen rokok secara khusus dan bagi masyarakat secara umum. Pada sisi lain,
meskipun telah terdapat bermacam regulasi berkaitan dengan rokok, namun hak
masyarakat atas informasi bahaya rokok dinilai belum benar-benar terpenuhi. Dalam
artikel Hak Masyarakat atas Informasi Bahaya Rokok Belum Terjamin misalnya, Arini
Setiawati dari Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, mencontohkan satu
informasi yang kurang disosialisasikan kepada masyarakat, yaitu tentang asap tembakau
yang mengandung kurang lebih dari 4000 zat kimia. Di luar itu, lanjut Arini, masyarakat
juga belum diberikan pemahaman yang cukup tentang ancaman penyakit di balik
kegiatan merokok, yaitu setidaknya ada sembilan jenis penyakit kanker, tiga penyakit
jantung serta pembuluh darah, dan tiga penyakit paru-paru yang dapat disebabkan rokok.
Pemerintah dapat memperingati dan memberikan batasan-batasan untuk melindungi
pengguna rokok maupun masyarakat di antaranya seperti yang telah disebutkan di atas
dan dengan menetapkan kawasan tanpa rokok.

Jadi, perlindungan bagi pengguna atau konsumen rokok memang telah diberikan oleh
pemerintah sebagaimana telah diuraikan di atas. Tetapi, mengenai kesadaran bahwa
rokok akan berisiko bagi kesehatan pribadi konsumen rokok ada pada masing-masing
individu.

Daftar Pustaka

https://media.neliti.com/media/publications/153706-ID-perlindungan-konsumen-salah-
satu-upaya-p.pdf

https://r.search.yahoo.com/_ylt=AwrwS5mD7b5g8nwAlAPLQwx.;_ylu=Y29sbwNzZzM
EcG9zAzMEdnRpZAMEc2VjA3Ny/RV=2/RE=1623154180/RO=10/RU=http%3a%2f
%2frepository.um-palembang.ac.id%2fid%2feprint%2f642%2f1%2fSKRIPSI470-
1705022516.pdf/RK=2/RS=NUq6VVveSCPYaH9pMFvaFOsUuUc-

http://infohukum.co.id/blog/bagaimana-bentuk-perlindungan-untuk-konsumen-rokok/

Anda mungkin juga menyukai