Anda di halaman 1dari 30

1

Dede Hidayat
1711121847
Kelompok 1 A 2017 2
“Konsep MPKP dan Manajemen Rancangan Mutu Ruangan”
1. Definisi MPKP
Model praktik keperawatan profesional merupakan penataan struktur dan proses
sistem berian asuhan keperawatan pada tingkat ruang rawat sehingga memungkinkan
pemberian asuhan keperawatan profesiaonal;
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur,
proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur
pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan.
(Ratna sitorus &Yulia, 2006).
Model asuhan keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu kerangka kerja yang
mendefinisikan keempat unsur :standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan
sistem MPKP. Defenisi tersebut berdasarakan perinsip-perinsip nilai-nilai yang di yakini
dan yang akan menentukan kulitas produksi/ jasa layanan keperawawatan.
Ns.Erita, S.Kep.,M.Kep. (2019). Buku Materi Pembelajaran Manajemen
Keperawatan. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia
Hoffart dan Woods dalam Arsad Suni (2018), mendefinisikan MPKP sebagai suatu
sistem yang 19 meliputi struktur, proses, dan nilai profesional yang memungkinkan
perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan
untuk menunjang asuhan keperawatan.
2. Tujuan MPKP
Tujuan MPKP yaitu untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dan lingkungan kerja
perawat.
Dr. Blacius Dedi, Skm., M.Kep. (2020). Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan
Keperawatan: Teori, Konsep Dan Implementasi. Semarang: Trans Info Media
a. Meningkatkan mutu askep melalui penataan sistem pemberian asuhan keperawatan.
b. Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar melaksanakan praktik
keperawatan profesional.
2

c. Menyediakan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan penelitian keperawatan


(Murwani & Herlambang, 2012).
Menurut Keliat (2010) ada beberapa tujuan MPKP yaitu:
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan
keperawatan olehtim keperawatan.
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap
tim keperawatan
3. Fungsi MPKP
4. Visi Dan Misi Dan Objektif Dalam Rencana Operasional Manajemen MPKP
5. Sejarah MPKP
6. Struktur MPKP
Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan di berbagai rumah sakit, Hoffart &
Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP tediri lima komponen yaitu nilai–nilai
professional yang merupakan inti MPKP, hubungan antar professional, metode
pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen terutama dalam perubahan
pengambilan keputusan serta sistem kompensasi dan penghargaan.
a. Nilai–nilai professional
Pada model ini PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga, menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pada pelaksanaan dan evaluasi
renpra. PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan
asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan oleh PA. hal ini berarti PP
mempunyai tanggung jawab membina performa PA agar melakukan tindakan
berdasarkan nilai-nilai professional.
b. Hubungan antar professional
Hubungan antar profesional dilakukan oleh PP. PP yang paling mengetahui
perkembangan kondisi klien sejak awal masuk. Sehingga mampu memberi informasi
tentang kondisi klien kepada profesional lain khususnya dokter. Pemberian informasi
yang akurat akan membantu dalam penetapan rencana tindakan medik.
3

c. Metode pemberian asuhan keperawatan


Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP, PP akan
mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada renpra
sesuai kebutuhan klien.
d. Pendekatan manajemen
Pada model ini diberlakukan manajemen SDM, yaitu ada garis koordinasi yang jelas
antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP. Dengan
demikian, PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan. Sebagai seorang manajer,
PP harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP
dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif.
e. Sistem kompensasi dan panghargaan.
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan keperawatan
yang dilakukan sebagai asuhan yang profesional. Kompensasi dan penghargaan yang
diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur.
7. Tahap Pelaksanaan MPKP
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus dilakukan,
yaitu: (Sitorus, 2011).
1) Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan sebagai
tempat proses belajar bagi mahasiswa keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini
melibatkan staf dari institusi yang berkaitan sehingga kegiatan ini merupakan
kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi pendidikan. Tim
ini bisa terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang penyelia, dan kepala
ruang rawat serta tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus, 2011).
2) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan klien/keluarga kepatuhan
perawat terhadap standar yang dinilai dari dokumentasi keperawatan, lama hari
rawat dan angka infeksi noksomial (Sitorus, 2011).
4

3) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan
kepada pimpinan rumah sakit, departemen, staf keperawatan, dan staf lain yang
terlibat. Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan (Sitorus, 2011).
a) Penentuan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan tempat
implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2011) :
 Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal
ini diperlukan sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan
mendapat pembinaan tentang kerangka kerja MPKP
 Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1
swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai
pusat pelatihan bagi perawat dari ruang rawat lain.
b) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat ditetapkan dari
klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk menetapkan
jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat didahului dengan
menghitung jumlah klien berdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu
tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut. (Sitorus, 2011).
c) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah
metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang
rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2011):
 Kepala ruang rawat
 Clinical care manager
 Perawat primer
 Perawat asosiate
d) Pengembangan Standar Rencana Asuhan Keperawatan
Pengembangan standar rencana asuhan keperawatan bertujuan untuk
mengurangi waktu perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih
5

banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan klien. Adanya


standar rencana asuhan keperawatan menunjukan asuhan keperawatan yang
diberikan berdasarkan konsep dan teori keperawatan yang kukuh, yang
merupakan salah satu karakteristik pelayanan profesional. Format standar
rencana asuhan keperawatan yang digunakan biasanya terdiri dari bagian-
bagian tindakan keperawatan: diagnose keperawatan dan data penunjang,
tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan (Sitorus, 2011).
e) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar rencana asuhan keperawatan, format dokumentasi keperawatan
lain yang diperlukan adalah (Sitorus, 2011) :
 Format pengkajian awal keperawatan
 Format implementasi tindakan keperawatan
 Format kardex
 Format catatan perkembangan
 Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
 Format laporan pergantian shif
 Resume perawatan
f) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan
fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan
yang di perlukan adalah (Sitorus, 2011) :
 Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang berisi
nama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali
saat melakukan kontrak dengan klien/keluarga.
 Papan MPKP
Papan MPKP berisi daftar nama-nama klien, PP, PA, dan timnya serta
dokter yang merawat klien.
6

b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus, 2011):
1) Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang
yang sudah ditentukan.
2) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.
Konferensi dilakukan setelah melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai
dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar (Sitorus, 2011).
3) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan
porawat asosiate (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap
hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP
untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien (Sitorus, 2011).
4) Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar rencana asuhan
keperawatan
Standar rencana asuhan keperawatan merupakan acuan bagi tim dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang
direncenakan mengacu pada standar tersebut (Sitorus, 2011).
5) Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan
klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara
perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan. Kontrak ini
diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien dapat terbina.
Kontrak diawali dengan pemberian orientasi bagi klien dan keluarganya (Sitorus,
2011).
6) Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien
yang dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus
yang ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2011).
7

7) Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam membimbing


PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan implementasi
MPKP dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar terdapat kesinambungan
bimbingan, diperlukan buku komunikasi CCM. Buku ini menjadi sangat
diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang yaitu anggota tim/panitia yang
diatur gilirannya untuk memberikan bimbingan kepada PP dan PA. Bila sudah ada
CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku komunikasi CCM tidak diperlukan lagi
(Sitorus, 2011).
8) Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat kepada
klien. Oleh karena itu, pengisisan dokumentasi secara tepat menjadi penting.
c. Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen evaluasi
MPKP oleh CCM. Evaluasi proses dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu.
Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini masalahmasalah yang
ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau bimbingan. Evaluasi hasil
(outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus, 2011) :
1) Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien
pulang.
2) Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan
dokumentasi.
3) Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).
4) Penilaian rata-rata lama hari rawat.
d. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan
keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal,
perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada ruang
MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah ada sistem yang tepat
untuk menerapkannya (Sitorus, 2011).
8

1) MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP pemula
diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan
sebagai SKep/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan
sebagai PP (bukan PP pemula) Sitorus, 2011).
2) MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I, PP
adalah SKep/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan
ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners spesialis yang
akan berperan sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan perawat SKep/Ners
ditingkatkan menjadi ners spesialis (Sitorus, 2011).
3) MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini perawat
dengan kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor
keperawatan. Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan
eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan keperawatan sekaligus
mengembangkan ilmu keperawatan (Sitorus, 2011).
8. Perkembangan MPKP
Menurut Sitorus (2006) dalam Nursalam (2014), kategori MPKP dapat
diklasifikasikan berdasarkan tingkat pendidikan Perawat Primer (PP) menjadi:
a. MPKP Pemula
Pada tingkat ini kategori pendidikannnya PP masih DIII dan diharapkan nantinya
PP mempunyai kemampuan sebagai S1/Ners melalui kesempatan peningkatan
pendidikan. Praktik keperawatan pada tingkat ini diharapkan mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat pemula dengan metode asuhan pemberian
asuhan keperawatan modifikasi keperawatan primer. Ketenagaan pada tingkat ini
jumlah harus sesuai kebutuhan, S1/Ners (1:25-30 klien), DIII Keperawatan sebagai
perawat primer pemula, DIII keperawatan sebagai PA. Dokumentasi keperawatan
mengacu standar rencana perawatan masalah aktual.
b. MPKP tingkat I
MPKP tingkat I, PP adalah S1/Ners, agar PP dapat memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi diperlukan kemampuan seorang ners
spesialis yang akan berperan sebagai clinical case manager (CCM). Praktik
keperawatan pada tingkat ini diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan
9

profesional tingkat I dengan metode asuhan pemberian asuhan keperawatan


modifikasi keperawatan primer. Ketenagaan pada tingkat ini jumlah harus sesuai
kebutuhan, Ners spesialis(1:25-30 klien) sebagai CCM, S1/Ners sebagai PP, DIII
Keperawatan sebagai PA. Dokumentasi keperawatan mengacu standar rencana
perawatan masalah aktual dan masalah risiko.
c. MPKP tingkat II
Praktik keperawatan pada tingkat ini diharapkan mampu memberikan modifikasi
keperawatan primer/asuhan keperawatan profesional tingkat II. Metode pemberian
asuhan keperawatan adalah manajemen kasus dan keperawatan. Jumlah ketenagaan
sesuai kebutuhan, Ners spesialis: PP (1:1) Ners spesialis sebagai CCM, S1/Ners
sebagai PP, DIII keperawatan sebagai PA. Dokumentasi menggunakan clinical
pathway dan standar rencana keperawatan. Pada MPKP tingkat II dibutuhkan
minimal 1 orang CCM dengan kemampuan ners spesialis.
d. MPKP tingkat III
Praktik keperawatan diharapkan mampu memberikan modifikasi keperawatan
primer/asuhan keperawatan profesional tingkat III. Metode pemberian asuhan
keperawatan adalah manajemen kasus. jumlah tenaga sesuai kebutuhan, doktor
keperawatan klinik sebagai konsultan, ners spesialis:PP (1:1) ners spesialis sebgaai
CCM, DIII keperawatan sebagai PA. Dokumentasi keperawatan menggunakan
clinical pathway/standar rencana keperawatan. Pada MPKP tingkat III, perawat
dengan kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan,
sehingga diharapkan perawat lebih banyak melakukan penelitian keperawatan yang
dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan sekaligus mengembangkan ilmu
keperawatan
9. Kriteria Perawat MPKP
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah metode
modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang rawat terdapat
beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2011):
 Kepala ruang rawat
 Clinical care manager
 Perawat primer
10

 Perawat asosiate
Kriteria perawat yang akan bekerja di ruang MPKP adalah sebagai berikut:
a. Kepala Ruangan
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan, jika belum ada, diperbolehkan D3
Keperawatan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman menjadi Kepala Ruangan minimal 2 tahun, dan bekerja pada area
keperawatan medik minimal 2 tahun.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok (TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
f) Bimbingan klinik (untuk RS Pendidikan)
5. Lulus tes tulis
6. Lulus wawancara
7. Lulus tes presentasi
b. Perawat Primer/Ketua Tim
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan (Perawat Primer), jika belum ada, D3
Keperawatan diperbolehkan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman kerja di area keperawatan medik untuk D3 Keperawatan minimal 2
tahun dan S1 Keperawatan magang 3 bulan.
3. Sehat jasmani rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok (TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
5. Lulus tes tulis
11

6. Lulus tes wawancara


c. Perawat Pelaksana (Asosiate)
1. Pendidikan minimal D3 Keperawatan
2. Pengalaman kerja di bagian kesehatan umum minimal 1 tahun
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat): asuhan keperawatan
5. Lulus tes tulis
6. Lulus tes wawancara
10. Motode Penugasan Perawat
Metode penugasan perawat terbadi menjadi: (Nursalam, 2014)
a. Metode Tim
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana
seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan kelompok pasien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif (Douglas, 1984 dalam Sitorus, 2011). Metode ini digunakan bila perawat
pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuannya.
Tujuan metode penugasan keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang
berpusat pada pasien. Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/group yang terdiri dari tenaga professional,
teknikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu.
b. Metode primer
Metode primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana
perawat professional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan
keperawatan pasien selama 24 jam. Menurut Nursalam (2014), metode penugasan
dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan
keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Tanggung
jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan, implementasi, dan evaluasi askep
dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang ini merupakan
tugas utama perawat primer yang dibantu oleh perawat asosiet. Perawat yang
12

menggunakan metode keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan


disebut perawat primer (primary nurse).
Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas keperawatan dan bersifat
komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan. Setiap perawat primer biasanya
mempunyai 4–6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien dirawat
di rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi
dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat
rencana pulang pasien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas,
kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).
c. Metode primer modifikas
Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim) disebut juga metode keperawatan
medular. Metode ini adalah suatu variasi dari metode keperawatan primer dan
metode Tim. Di Indonesia pengembangan metode MPKP modifikasi ini
dikembangkan oleh Sitorus (2011) di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Metode ini
sama dengan metode keperawatan tim karena baik perawat professional maupun non
professional bekerja bersama dalam memberikan askep di bawah kepemimpinan
seorang perawat profesinal disamping itu dikatakan memiliki kesamaaan dengan
metode keperawatan primer karena dua atau tiga orang perawat bertanggung jawab
atas sekelompok kecil pasien sejak masuk dalam perawatan hingga pulang, bahkan
sampai dengan waktu follow up care. Dalam memberikan askep dengan
menggunakan metode keperawatan primer modifikasi, satu tim yang terdiri dua
hingga tiga perawat memiliki tanggung jawab penuh pada sekelompok pasien. Hal
ini tentu saja dengan suatu persyaratan peralatan yang dibutuh perawatan cukup
memadai.
11. Pengarahan MPKP Dan Kegiatan MPKP
Pengarahan atau directing dalah suatu usaha untuk penerapan perencanaan dalam
bentuk tindakan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengarahan dalam ruangan MPKP yaitu
menciptakan budaya motivasi, melakukan komunikasi efektif pada operan antar jadwal
dinas, preconference dan postconference, manajemen konflik, supervisi serta
13

pendelegasian. Di dalam ruangan MPKP penciptaan iklim motivasi diterapkan dengan


beberapa cara, diantaranya adalah :
a. Pemberian reinforcement positif yaitu menguatkan perilaku positif dengan
memberikan reward. Reward yang dimaksud adalah membudayakan dalam tim
untuk membudayakan pemberian pujian yang tulus antar karyawan.
b. Melakukan doa bersama sebelum memulai kegiatan yang dilakukan setiap
pergantian dinas. Hal ini bertujuan agar timbul kesadaran diri dan dorongan
spiritual.
c. Membantu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah setiap personil dengan
cara kepala ruangan mampu untuk berkomunikasi intensif dengan semua staf baik
ketua tim maupun perawat pelaksana untuk mempererat hubungan.
d. Melakukan pengembangan jenjang karier dan kompetensi para staf.
e. Melakukan sistem reward yang adil sesuai dengan kinerja yang telah dilakukan
staf.
12. Kelebihan Dan Kekurangan MPKP
Kelebihan
a. Memungkinkan perawatan yang menyeluruh
b. Mendukung proses pelaksanaan keperawatan
c. Memungkinkan komunikasi antir tim sehingga konflik bisa diatasi
d. Dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan
Kekurangan
a. Akuntabilitas pada tim
b. Beban kerja tinggi
c. Pendelegasian tugas terbatas
13. Komunikasi Efektif MPKP
Prinsip Komunikasi Manajer Keperawatan
Dr. Nursalam, M.Nur. (2014). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional (Ed.4). Jakarta: Salemba Medika
Walaupun komunikasi dalam suatu organisasi sangat kompleks, manajer harus
dapat melaksanakan komunikasi melalui beberapa tahap berikut.
14

a. Manajer harus mengerti struktur organisasi, termasuk pemahaman tentang siapa yang
akan terkena dampak dari pengambilan keputusan yang telah dibuat. Jaringan
komunikasi formal dan informal perlu dibangun antara manajer dan staf.
b. Komunikasi bukan hanya sebagai perantara, akan tetapi sebagai bagian proses yang
tak terpisahkan dalam kebijaksanaan organisasi. Jika ada pihak lain yang akan
terkena dampak akibat komunikasi, manajer harus berkonsultasi tentang isi
komunikasi dan meminta umpan balik dari orang yang kompeten sebelum melakukan
suatu perubahan atau tindakan.
c. Komunikasi harus jelas, sederhana, dan tepat. Nursalam (2008) menekankan bahwa
prinsip komunikasi seorang perawat profesional adalah CARE: Complete, Acurate,
Rapid, dan English.
d. Ciri khas perawat profesional di masa depan dalam memberikan pelayanan
keperawatan adalah dapat berkomunikasi secara lengkap, adekuat, dan cepat.
Artinya, setiap melakukan komunikasi (lisan maupun tulis) dengan teman sejawat
dan tenaga kesehatan lainnya harus memenuhi ketiga unsur di atas dengan didukung
suatu fakta yang memadai. Profil perawat masa depan yang lain adalah mampu
berbicara dan menulis bahasa asing, minimal bahasa Inggris. Hal ini dimaksudkan
untuk mengantisipasi terjadinya persaingan pasar bebas pada abad ini.
e. Manajer harus meminta umpan balik apakah komunikasi dapat diterima secara
akurat. Salah satu cara untuk melakukannya adalah meminta penerima pesan untuk
mengulangi pesan atau instruksi yang disampaikan.
f. Menjadi pendengar yang baik adalah komponen yang penting bagi manajer. Hal yang
perlu dilakukan adalah menerima semua informasi yang disampaikan orang lain, dan
menunjukkan rasa menghargai dan ingin tahu terhadap pesan yang disampaikan.
14. Pendelegasian Keperawatan Dalam MPKP
Dr. Nursalam, M.Nur. (2014). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional (Ed.4). Jakarta: Salemba Medika
Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada staf
untuk bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan pendelegasian, seorang pimpinan
dapat mencapai tujuan dan sasaran kelompok melalui usaha orang lain, hal mana
merupakan inti manajemen. Selain itu dengan pendelegasian, seorang pimpinan
15

mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti
perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat pengembangan dan latihan
manajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap tantangan yang lebih
besar akan menjadi lebih komit dan puas bila diberikan kesempatan untuk memegang
tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya kurangnya pendelegasian akan
menghambat inisiatif staf.
Keuntungan bagi staf dengan melakukan pendelegasian adalah me-ngambangkan
rasa tanggung jawab, meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri, berkualitas, lebih
komit dan puas pada pekerjaan. Disamping itu manfaat pendelegasian untuk kepala
bidang keperawatan sendiri adalah mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-
hal lain seperti perencanaan dan evaluasi, meningkatkan kedewasaan dan rasa percaya
diri, memberikan pengaruh dan power baik intern maupun ekstern, dapat mencapai
pelayanan dan sasaran keperawatan melalui usaha orang lain.
Pendelegasian yang baik bergantung pada keseimbangan antara tiga komponen
utama, yaitu tanggung jawab, kemampuan, dan wewenang. Tanggung jawab
(responsibility) adalah suatu rasa tanggung jawab terhadap penerimaan suatu tugas.
Kemampuan (accountability) adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas
yang didelegasikan. Wewenang (authority) adalah pemberian hak dan kekuasaan kepada
delegasi untuk mengambil suatu keputusan terhadap tugas yang dilimpahkan.
Lima konsep yang mendasari efektivitas dalam pendelegasian. Lima konsep
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Pendelegasian bukan suatu sistem untuk mengurangi tanggung jawab. Tetapi suatu
cara untuk membuat tanggung jawab menjadi bermakna. Manajer keperawatan sering
mendelegasikan tanggung jawabnya kepada staf dalam melaksanakan asuhan
terhadap pasien. Misalnya, dalam penerapan model asuhan keperawatan profesional
primer, seorang perawat primer (PP) melimpahkan tanggung jawabnya dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada perawat pendamping/associate (PA).
Perawat primer memberikan tanggung jawab yang penuh dalam merawat pasien yang
didelegasikan.
b. Tanggung jawab dan otoritas harus didelegasikan secara seimbang. Perawat primer
menyusun tujuan tindakan keperawatan. Tanggung jawab untuk melaksanakan
16

tujuan/rencana didelegasikan kepada staf yang sesuai atau menguasai kasus yang
dilimpahkan. Kemudian PP memberikan wewenang kepada PA untuk mengambil
semua keputusan menyangkut keadaan pasien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Proses tersebut harus meliputi: pengkajian kebutuhan pasien;
 identifikasi tugas yang dapat dilaksanakan dengan bantuan orang lain;
 mendidik dan memberikan pelatihan supaya tugas dapat dilaksanakan dengan
aman dan kompeten;
 proses menentukan kompetensi dalam membantu seseorang;
 proses evaluasi yang terus-menerus dalam membantu seseorang;
 proses komunikasi tentang keadaan pasien antara PP dan PA.
c. Proses pelimpahan membuat seseorang melaksanakan tanggung jawabnya,
mengembangkan wewenang yang dilimpahkan, dan mengembangkan kemampuan
dalam mencapai tujuan organisasi. Keberhasilan pelimpahan ditentukan oleh:
 intervensi keperawatan yang diperlukan;
 siapa yang siap dan sesuai dalam melaksanakan tugas tersebut;
 bantuan apa yang diperlukan;
 hasil apa yang diharapkan.
d. Konsep tentang dukungan perlu diberikan kepada semua anggota. Dukungan yang
penting adalah menciptakan suasana yang asertif. Setelah PA melaksanakan tugas
yang dilimpahkan, maka PP harus menunjukkan rasa percaya kepada PA untuk
melaksanakan asuhan keperawatan secara mandiri. Jika masalah timbul, maka PP
harus selalu menanyakan “Apa yang bisa kita lakukan?” Empowering meliputi
pemberian wewenang seseorang untuk melaksanakan tugas secara kritis otonomi,
menciptakan kemudahan dalam melaksanakan tugas, serta membangun rasa
kebersamaan dan hubungan yang serasi.
e. Seorang delegasi harus terlibat aktif. Ia harus dapat menganalisis otonomi yang
dilimpahkan untuk dapat terlibat aktif. Keterbukaan akan mempermudah komunikasi
antara PP dan PA.
17

15. Operan, Pre Dan Post Conference, Ronde Keperawatan Dalam MPKP
a. Operan
Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan
pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan
menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat,
tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan perkembangan pasien saat
itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga berkesinambungan dan
asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan
oleh ketua tim keperawatan kepada ketua tim (penanggung jawab) dinas sore atau
dinas malam secara tertulis dan lisan. Manfaat timbang terima yaitu:
Bagi perawat
 Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
 Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat.
 Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan.
 Perawat dapat mengikuti perkerbangan pasien secara paripurna.
Bagi pasien
Pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum
terungkap (Nursalam, 2014). Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
1) Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian shift.
2) Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (Ketua Tim).
3) Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas.
4) Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan
menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
5) Operan harus berorientasi pada permasalahan pasien
6) Pada saat operan di kamar pasien, menggunakan volume suara yang cukup
sehingga pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi pasien.
7) Sesuatu yang mungkin membuat pasien terkejut dan syok sebaiknya dibicarakan
di nurse station.
18

b. Preconfrence
Preconfrence adalah komunikasi yang dilakukan antara ketua tim dan perawat
pelaksana yang dilakukan setelah perawat-perawat dalam ruangan MPKP melakukan
operan. Preconference membahas tentang rencana kegiatan perawat dalam
jadwaldinas tersebut termasuk didalamnya adalah rencana masing-masing perawat
(rencana harian) dan rencana tambahan dari ketua tim.
c. Postconference
Poscofrence adalah komunikasi antara ketua tim dan perawat pelaksana yang
membahas hasil-hasil kegiatan sepanjang jadwal dinas dan dilakukan sebelum
dilakukannya operan kepada jadwal dinas berikutnya. Dalam postconference
dibicarakan juga hasil dari asuhan keperawatan dari masing-masing perawat
pelaksana dan hal-hal penting apa yang akan disampaikan pada saat operan sebagai
tindak lanjut asuhan keperawatan.
d. Ronde Keperawatan
Metode keperawatan primer merupakan salah satu metode pemberian pelayanan
keperawatan dimana salah satu kegiatannya adalah ronde keperawatan, yaitu suatu
metode untuk menggali dan membahas dan secara mendalam masalah keperawatan
yang terjadi kepada pasien dan kebutuhan pasien akan keperawatan yang dilakukan
oleh PN/AN, konselor, kepala ruangan dan seluruh tim keperawatan dengan
melibatkan secara langsung sebagai fokus kegiatan.
Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat untuk membahas lebih
dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan suatu proses belajar bagi
perawat dengan harapan dalam meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Kepekaan dan cara berfikir kritis perawat akan tumbuh dan berlatih
melalui suatu transfer pengetahuan dan mengaplikasikan konsep teori ke dalam
praktik perawatan. Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat selain
melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada
kasus tertentu harus dilakukan oleh Ketua Tim dan atau konselor, Kepala Ruangan,
perawat pelaksana yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan
(Nursalam, 2014).
19

Adapun kegiatan ini mempunyai karakteristik yang meliputi:


1) Pasien terlibat secara langsung
2) Pasien merupakan fokus kegiatan
3) Ketua tim dan konselor melakukan diskusi bersama
4) Konselor memfasilitasi kreatifitas
5) Konselor membantu mengembangkan kemampuan PN dan ketua tim dalam
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
Menurut Nursalam (2014), manfaat dari ronde keperawatan adalah :
1) Masalah pasien dapat teratasi
2) Kebutuhan pasien dapat tepenuhi
3) Terciptanya komunitas keperawatan yang professional
4) Terjalin kerjasama antara tim kesehatan
5) Perawat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar.
16. Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan
Dr. Blacius Dedi, Skm., M.Kep. (2020). Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan
Keperawatan: Teori, Konsep Dan Implementasi. Semarang: Trans Info Media
Berdasarkan pengelompokan unit kerja di rumah sakit (Depkes, 2011). Kebutuhan
tenaga keperawatan (perawat dan bidan) harus memperhatikan unit kerja yang ada di
rumah sakit. Secara garis besar terdapat pengelompokan unit kerja di rumah sakit sebagai
berikut.
A. Rawat inap
Berdasarkan klasifikasi pasien cara perhitungannya berdasarkan:
 Tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus;
 Jumlah perawatan yang diperlukan/hari/pasien;
 Jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari;
 Jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.

Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah:


Jumlah jam perawatanjam kerja
efektif per sif
20

Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi dengan
hari libur/cuti/hari besar (loss day), Loss day =

Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas nonkeperawatan (non-


nursing jobs), seperti: membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan
kebersihan alat-alat makan pasien dan lain lain, diperkirakan 25 % dari jam
pelayanan keperawatan.
Tingkat klasifikasi Rerata jam Proyeksi jumlah
pasien perawatan hari rawat pasien
dalam 24 jam
1 3,5 1.500
2 5,0 2.500
3 9,0 3.000
4 13,0 2.100
5 17,5 1.100

(Jumlah tenaga keperawatan + loss day ) x 25 %


jumlah tenaga: tenaga yang tersedia + faktor koreksi
Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:

Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan:
Hari libur/cuti/hari besar (loss day)

Loss day =
21

Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas non-keperawatan (non-


nursing jobs) seperti contohnya: membuat perincian pasien pulang kebersihan
ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien, dan lain-lain diperkirakan 25% dari jam
pelayanan kepe-rawatan. (Jumlah tenaga keperawatan + loss day) x 25%

B. Jumlah tenaga untuk kamar operasi


1) Dasar penghitungan tenaga di kamar operasi:
a. jumlah dan jenis operasi;
b. jumlah kamar operasi;
c. Pemakaian kamar operasi (diprediksi 6 jam per hari) pada hari kerja;
d. Tugas perawat di kamar operasi: instrumentator, perawat sirkulasi (2
orang/tim);
e. Tingkat ketergantungan pasien:
 Operasi besar: 5 jam/ operasi;
 Operasi sedang: 2 jam/operasi;
 Operasi kecil: 1 jam /operasi.
Rumus:

C. Jumlah tenaga di ruang penerimaan


1) Ketergantungan pasien di ruang penerimaan: 15 menit
2) Ketergantungan di RR: 1 jam

Perhitungan di atas dengan kondisi: alat tenun dan set operasi dipersiapkan oleh
CSSD.

D. Jumlah tenaga di instalasi gawat darurat


Dasar perhitungan di gawat darurat adalah:
22

1) Rata-rata jumlah pasien per hari.


2) Jumlah jam perawatan per hari
3) Jam efektit per hari

Ditambah lost day 86/279 x jumlah kebutuhan

E. Critical Care
Rata-rata jumlah pasien/hari = 10
Jumlah jam perawatan/hari = 12

Ditambah lost day 86/279 x jumlah kebutuhan.

F. Rawat Jalan
Jumlah pasien/hari = 100 orang
Jumlah jam perawatan/hari = 15 menit

Ditambah koreksi 15%

G. Kamar Bersalin
Waktu pertolongan kala I-IV = 4 jam/pasien
Jam kerja efektif =7 jam/hari
Rata-rata jumlah pasien setiap hari = 10 orang

Ditambah lostday
23

17. Tugas Dan Peran Karu, CCM, PP, PA


Peran masing-masiing komponen kepala ruangan: perawat primer, dan perawat assosciate.
Ns.Erita, S.Kep.,M.Kep. (2019). Buku Materi Pembelajaran Manajemen
Keperawatan. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia
Kepala Ruangan CCM PP PA
1) Menerima 1) Mengelola 1) Membuat 1) Memeberikan
pasien baru layanan sejumlah perencanaan ASKEP 24
2) Memimpin klien (10-20 klien) ASKEP 2) Mengikuti timbang
rapat melalui koordinasi 2) Mengadakan terima
3) Mengevaluasi dengan dokter, tindakan kalaborasi 3) Melaksanakan tugas
kinerja perawat staf keperawatan, 3) Memimpin yang didelegasikan
dan anggota tim
4) Membuat daftar timbang terima 4) Mendokumentasikan
lainnya.
dinas 4) Mendelegasikan tindakan keperawatan
2) Meyakinkan
5) Perencanaan, tugas
bahwa hasil
pengawasan, 5) Memimpin ronde
asuhan klien
pengarahan, dan keperawatan
dicapai sesuai
pengawasan 6) Menegevaluasi
dengan kerangka
pemberian ASKEP
waktu
7) Bertangunggung
3) Melengkapi
jawab terhadap
pengkajian
pasien
kebutuhan
8) Memberi petunjuk
klien/keluarga
secara lebih detail jika pasien akan

4) Menjadi model pulang


peran (role model) 9) Memimpin

dan memberikan timbang teriama


bimbingan kepada 10) Mengisi
PP resume
5) Menilai keperawatan
perkembangan
kondisi klien,
mengelola
pemanfaatan
sumber-sumber
6) Bertanggung
jawab selama 24
jam untuk
sejumlah klien
yang menjadi
tanggung
jawabnya
7) Merencanakan
dan memfasilitasi
25

18. Tingkat Ketergantungan Pasien


Dr. Blacius Dedi, Skm., M.Kep. (2020). Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan
Keperawatan: Teori, Konsep Dan Implementasi. Semarang: Trans Info Media
Tingkat ketergantungan pasien: Pasien diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang
didasarkan pada kebutuhan terhadap asuhan keperawatan/kebidanan.
A. Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria:
a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
b. Makan dan minum dilakukan sendiri
c. Ambulasi dengan pengawasan
d. Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap sif
e. Pengobatan minimal, status psikologis stabil
B. Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:
a. Kebersihan diri dibantu makan minum dibantu
b. Observasi tanda-tanda vital setiap empat jam
c. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
C. Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:
a. Sebagian besar aktivitas dibantu
b. Observasi tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sekali
c. Terpasang kateter Foley, intake dan output dicatat
d. Terpasang infus
e. Pengobatan lebih dari sekali
f. Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
D. Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:
a. Segala aktivitas dibantu oleh perawat
b. Posisi pasien diatur dan observasi tanda-tanda vital setiap dua jam
c. Makan memerlukan NGT dan menggunakan suction
d. Gelisah/disorientasi.
Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien (berdasarkan teori D.Orem: Self-Care Deficit)
26

Ns.Erita, S.Kep.,M.Kep. (2019). Buku Materi Pembelajaran Manajemen


Keperawatan. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia

Klasifikasi Kriteria
Minimal Care Pasien bisa mandiri/hampir tidak memerlukan
bantuan
1. Mampu naik-turun tempat tidur.
2. Mampu ambulasi dan berjalan sendiri.
3. Mampu makan dan minum sendiri.
4. Mampu mandi sindiri/ mandi sebagian
dengan bantuan.
5. Mampu membersihkan mulut
(mengosok gigi sendiri).
6. Mampu berpakaian dan mendandan
dengan sedikit bantuan
7. Mampu BAB dan BAK dengan sedikit
bantuan.
8. Status psikologis stabil
9. Pasien dirawat untuk untuk prosedur
diagnostik
10. Operasi ringan
Partial Care Pasien memerlukan bantuan perawat sebagian
1. Membutuhkan bantuan 1 orang untuk
naik-turun tempat tidur.
2. Membutuhkan bantuan untuk
ambulasi/ berjalan.
3. Membutuhkan bantuan dalam
menyiapkan makanan.
4. Membutuhkan bantuan untuk makan
(disuap).
5. Membutuhkan bantuan untuk
kebersihan mulut.
6. Membutuhkan bnatuan untuk
27

berpakaian dan berdandan


7. Membutuhkan bantuan untuk BAB
dan BAK (tempat tidur/ kamar mandi)
8. Post operasi minor (24 jam).
9. Melewati fase akut dari post operasi
mayor.
10. Fase awal dari penyembuhan
11. Observasi tanda-tanda vital setiap 4
jam
12. Gangguan emosional ringan
Total Care 1. Membutuhkan 2 orang atau lebih
untuk mobilisasi dari tempat tidur ke
kereta dorong /korsi roda.
2. Membutuhkan latihan pasif
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi
melalui terapi intra vena (infus) atau
NGT (sonde).
4. Kebutuhan bantuan untuk kebersihan
mulut
5. Membutuhkan bantuan penuh untuk
berpakaian dan berdandan
6. Dimandikan perawat
7. Dalam keadaan inkontinensia,
menggunakan kateter 24 jam post
operasi mayor
8. Pasien tidak sadar
9. Keadaan pasien tidak stabil
10. Observasi TTV setiap kurang dari 1
jam
11. Perawatan luka bakar
12. Perawatan kolostomi
13. Menggunkan alat bantu pernapasan
(respirator)
28

14. Menggunkan WSD


15. Irigasi kandung kemih secara terus
menerus
16. Menggunakan alat traksi (skeletal
transi)
17. Faktur dan atau pasca operasi tulang
belakang/leher
18. Gangguan emosional berat, bingung
dan disorientasi.

19. Kapasitas TT, BOR , LOS, AVLOS , TOI , BTO


Sri Mugianti. (2016). Manajemen dan Kepemimpinan Dalam Praktik Keperawatan.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Berikut ini uraian tentang masing-masing indikator:
Indikator mutu Umum :
a. Penghitungan Tempat Tidur Terpakai ( BOR )
Bed Occupancy Rate adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan
waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Standar internasional BOR dianggap baik
adalah 80 – 90 % sedangkan standar nasional BOR adalah 70 – 80 %.
Rumus penghitungan BOR sbb:

Keterangan:
 Jumlah hari perawatan adalah jumlah total pasien dirawat dalam satu hari kali
jumlah hari dalam satu satuan waktu
 Jumlah hari per satuan waktu. Kalau diukur per satu bulan, maka
 jumlahnya 28 – 31 hari, tergantung jumlah hari dalam satu bulan tersebut.
29

b. Penghitungan Rata-rata Lama Rawat (ALOS)


Average Length of Stay (ALOS) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.
Indikator ini di samping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnose tertentu
yang dijadikan tracer (yang perlu pengamatan lebih lanjut). Secara umum ALOS yang
ideal antara 6 – 9 hari Di ruang MPKP pengukuran ALOS dilakukan oleh kepala
ruangan yang dibuat setiap bulan dengan rumus sbb :

Keterangan:
 Jumlah hari perawatan pasien keluar adalah jumlah hari perawatan pasien
keluar hidup atau mati dalam satu periode waktu.
 Jumlah pasien keluar(hidup atau mati): jumlah pasien yang pulang atau
meninggal dalam satu periode waktu.
c. Penghitungan TOI (Tempat Tidur Tidak Terisi)
Turn Over Interval ( TOI ) adalah rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari
saat diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini dapat memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong hanya dalam waktu 1
– 3 hari. Di MPKP pengukuran TOI dilakukan oleh kepala ruangan yang dibuat setiap
bulan dengan rumus sbb :

Keterangan
 Jumlah TT: jumlah total kapasitas tempat tidur yang dimiliki
 Hari perawatan: jumlah total hari perawatan pasien yang keluar hidup dan
mati
30

 Jumlah pasien keluar: jumlah pasien yang dimutasikan keluar baik pulang,
mutasi lari, atau meninggal

Anda mungkin juga menyukai