Dede Hidayat
1711121847
Kelompok 1 A 2017 2
“Konsep MPKP dan Manajemen Rancangan Mutu Ruangan”
1. Definisi MPKP
Model praktik keperawatan profesional merupakan penataan struktur dan proses
sistem berian asuhan keperawatan pada tingkat ruang rawat sehingga memungkinkan
pemberian asuhan keperawatan profesiaonal;
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur,
proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur
pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan.
(Ratna sitorus &Yulia, 2006).
Model asuhan keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu kerangka kerja yang
mendefinisikan keempat unsur :standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan
sistem MPKP. Defenisi tersebut berdasarakan perinsip-perinsip nilai-nilai yang di yakini
dan yang akan menentukan kulitas produksi/ jasa layanan keperawawatan.
Ns.Erita, S.Kep.,M.Kep. (2019). Buku Materi Pembelajaran Manajemen
Keperawatan. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia
Hoffart dan Woods dalam Arsad Suni (2018), mendefinisikan MPKP sebagai suatu
sistem yang 19 meliputi struktur, proses, dan nilai profesional yang memungkinkan
perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan
untuk menunjang asuhan keperawatan.
2. Tujuan MPKP
Tujuan MPKP yaitu untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dan lingkungan kerja
perawat.
Dr. Blacius Dedi, Skm., M.Kep. (2020). Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan
Keperawatan: Teori, Konsep Dan Implementasi. Semarang: Trans Info Media
a. Meningkatkan mutu askep melalui penataan sistem pemberian asuhan keperawatan.
b. Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar melaksanakan praktik
keperawatan profesional.
2
3) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan
kepada pimpinan rumah sakit, departemen, staf keperawatan, dan staf lain yang
terlibat. Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan (Sitorus, 2011).
a) Penentuan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan tempat
implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2011) :
Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal
ini diperlukan sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan
mendapat pembinaan tentang kerangka kerja MPKP
Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1
swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai
pusat pelatihan bagi perawat dari ruang rawat lain.
b) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat ditetapkan dari
klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk menetapkan
jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat didahului dengan
menghitung jumlah klien berdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu
tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut. (Sitorus, 2011).
c) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah
metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang
rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2011):
Kepala ruang rawat
Clinical care manager
Perawat primer
Perawat asosiate
d) Pengembangan Standar Rencana Asuhan Keperawatan
Pengembangan standar rencana asuhan keperawatan bertujuan untuk
mengurangi waktu perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih
5
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus, 2011):
1) Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang
yang sudah ditentukan.
2) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.
Konferensi dilakukan setelah melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai
dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar (Sitorus, 2011).
3) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan
porawat asosiate (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap
hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP
untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien (Sitorus, 2011).
4) Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar rencana asuhan
keperawatan
Standar rencana asuhan keperawatan merupakan acuan bagi tim dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang
direncenakan mengacu pada standar tersebut (Sitorus, 2011).
5) Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan
klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara
perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan. Kontrak ini
diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien dapat terbina.
Kontrak diawali dengan pemberian orientasi bagi klien dan keluarganya (Sitorus,
2011).
6) Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien
yang dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus
yang ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2011).
7
1) MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP pemula
diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan
sebagai SKep/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan
sebagai PP (bukan PP pemula) Sitorus, 2011).
2) MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I, PP
adalah SKep/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan
ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners spesialis yang
akan berperan sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan perawat SKep/Ners
ditingkatkan menjadi ners spesialis (Sitorus, 2011).
3) MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini perawat
dengan kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor
keperawatan. Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan
eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan keperawatan sekaligus
mengembangkan ilmu keperawatan (Sitorus, 2011).
8. Perkembangan MPKP
Menurut Sitorus (2006) dalam Nursalam (2014), kategori MPKP dapat
diklasifikasikan berdasarkan tingkat pendidikan Perawat Primer (PP) menjadi:
a. MPKP Pemula
Pada tingkat ini kategori pendidikannnya PP masih DIII dan diharapkan nantinya
PP mempunyai kemampuan sebagai S1/Ners melalui kesempatan peningkatan
pendidikan. Praktik keperawatan pada tingkat ini diharapkan mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat pemula dengan metode asuhan pemberian
asuhan keperawatan modifikasi keperawatan primer. Ketenagaan pada tingkat ini
jumlah harus sesuai kebutuhan, S1/Ners (1:25-30 klien), DIII Keperawatan sebagai
perawat primer pemula, DIII keperawatan sebagai PA. Dokumentasi keperawatan
mengacu standar rencana perawatan masalah aktual.
b. MPKP tingkat I
MPKP tingkat I, PP adalah S1/Ners, agar PP dapat memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi diperlukan kemampuan seorang ners
spesialis yang akan berperan sebagai clinical case manager (CCM). Praktik
keperawatan pada tingkat ini diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan
9
Perawat asosiate
Kriteria perawat yang akan bekerja di ruang MPKP adalah sebagai berikut:
a. Kepala Ruangan
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan, jika belum ada, diperbolehkan D3
Keperawatan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman menjadi Kepala Ruangan minimal 2 tahun, dan bekerja pada area
keperawatan medik minimal 2 tahun.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok (TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
f) Bimbingan klinik (untuk RS Pendidikan)
5. Lulus tes tulis
6. Lulus wawancara
7. Lulus tes presentasi
b. Perawat Primer/Ketua Tim
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan (Perawat Primer), jika belum ada, D3
Keperawatan diperbolehkan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman kerja di area keperawatan medik untuk D3 Keperawatan minimal 2
tahun dan S1 Keperawatan magang 3 bulan.
3. Sehat jasmani rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok (TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
5. Lulus tes tulis
11
a. Manajer harus mengerti struktur organisasi, termasuk pemahaman tentang siapa yang
akan terkena dampak dari pengambilan keputusan yang telah dibuat. Jaringan
komunikasi formal dan informal perlu dibangun antara manajer dan staf.
b. Komunikasi bukan hanya sebagai perantara, akan tetapi sebagai bagian proses yang
tak terpisahkan dalam kebijaksanaan organisasi. Jika ada pihak lain yang akan
terkena dampak akibat komunikasi, manajer harus berkonsultasi tentang isi
komunikasi dan meminta umpan balik dari orang yang kompeten sebelum melakukan
suatu perubahan atau tindakan.
c. Komunikasi harus jelas, sederhana, dan tepat. Nursalam (2008) menekankan bahwa
prinsip komunikasi seorang perawat profesional adalah CARE: Complete, Acurate,
Rapid, dan English.
d. Ciri khas perawat profesional di masa depan dalam memberikan pelayanan
keperawatan adalah dapat berkomunikasi secara lengkap, adekuat, dan cepat.
Artinya, setiap melakukan komunikasi (lisan maupun tulis) dengan teman sejawat
dan tenaga kesehatan lainnya harus memenuhi ketiga unsur di atas dengan didukung
suatu fakta yang memadai. Profil perawat masa depan yang lain adalah mampu
berbicara dan menulis bahasa asing, minimal bahasa Inggris. Hal ini dimaksudkan
untuk mengantisipasi terjadinya persaingan pasar bebas pada abad ini.
e. Manajer harus meminta umpan balik apakah komunikasi dapat diterima secara
akurat. Salah satu cara untuk melakukannya adalah meminta penerima pesan untuk
mengulangi pesan atau instruksi yang disampaikan.
f. Menjadi pendengar yang baik adalah komponen yang penting bagi manajer. Hal yang
perlu dilakukan adalah menerima semua informasi yang disampaikan orang lain, dan
menunjukkan rasa menghargai dan ingin tahu terhadap pesan yang disampaikan.
14. Pendelegasian Keperawatan Dalam MPKP
Dr. Nursalam, M.Nur. (2014). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional (Ed.4). Jakarta: Salemba Medika
Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada staf
untuk bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan pendelegasian, seorang pimpinan
dapat mencapai tujuan dan sasaran kelompok melalui usaha orang lain, hal mana
merupakan inti manajemen. Selain itu dengan pendelegasian, seorang pimpinan
15
mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti
perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat pengembangan dan latihan
manajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap tantangan yang lebih
besar akan menjadi lebih komit dan puas bila diberikan kesempatan untuk memegang
tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya kurangnya pendelegasian akan
menghambat inisiatif staf.
Keuntungan bagi staf dengan melakukan pendelegasian adalah me-ngambangkan
rasa tanggung jawab, meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri, berkualitas, lebih
komit dan puas pada pekerjaan. Disamping itu manfaat pendelegasian untuk kepala
bidang keperawatan sendiri adalah mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-
hal lain seperti perencanaan dan evaluasi, meningkatkan kedewasaan dan rasa percaya
diri, memberikan pengaruh dan power baik intern maupun ekstern, dapat mencapai
pelayanan dan sasaran keperawatan melalui usaha orang lain.
Pendelegasian yang baik bergantung pada keseimbangan antara tiga komponen
utama, yaitu tanggung jawab, kemampuan, dan wewenang. Tanggung jawab
(responsibility) adalah suatu rasa tanggung jawab terhadap penerimaan suatu tugas.
Kemampuan (accountability) adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas
yang didelegasikan. Wewenang (authority) adalah pemberian hak dan kekuasaan kepada
delegasi untuk mengambil suatu keputusan terhadap tugas yang dilimpahkan.
Lima konsep yang mendasari efektivitas dalam pendelegasian. Lima konsep
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Pendelegasian bukan suatu sistem untuk mengurangi tanggung jawab. Tetapi suatu
cara untuk membuat tanggung jawab menjadi bermakna. Manajer keperawatan sering
mendelegasikan tanggung jawabnya kepada staf dalam melaksanakan asuhan
terhadap pasien. Misalnya, dalam penerapan model asuhan keperawatan profesional
primer, seorang perawat primer (PP) melimpahkan tanggung jawabnya dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada perawat pendamping/associate (PA).
Perawat primer memberikan tanggung jawab yang penuh dalam merawat pasien yang
didelegasikan.
b. Tanggung jawab dan otoritas harus didelegasikan secara seimbang. Perawat primer
menyusun tujuan tindakan keperawatan. Tanggung jawab untuk melaksanakan
16
tujuan/rencana didelegasikan kepada staf yang sesuai atau menguasai kasus yang
dilimpahkan. Kemudian PP memberikan wewenang kepada PA untuk mengambil
semua keputusan menyangkut keadaan pasien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Proses tersebut harus meliputi: pengkajian kebutuhan pasien;
identifikasi tugas yang dapat dilaksanakan dengan bantuan orang lain;
mendidik dan memberikan pelatihan supaya tugas dapat dilaksanakan dengan
aman dan kompeten;
proses menentukan kompetensi dalam membantu seseorang;
proses evaluasi yang terus-menerus dalam membantu seseorang;
proses komunikasi tentang keadaan pasien antara PP dan PA.
c. Proses pelimpahan membuat seseorang melaksanakan tanggung jawabnya,
mengembangkan wewenang yang dilimpahkan, dan mengembangkan kemampuan
dalam mencapai tujuan organisasi. Keberhasilan pelimpahan ditentukan oleh:
intervensi keperawatan yang diperlukan;
siapa yang siap dan sesuai dalam melaksanakan tugas tersebut;
bantuan apa yang diperlukan;
hasil apa yang diharapkan.
d. Konsep tentang dukungan perlu diberikan kepada semua anggota. Dukungan yang
penting adalah menciptakan suasana yang asertif. Setelah PA melaksanakan tugas
yang dilimpahkan, maka PP harus menunjukkan rasa percaya kepada PA untuk
melaksanakan asuhan keperawatan secara mandiri. Jika masalah timbul, maka PP
harus selalu menanyakan “Apa yang bisa kita lakukan?” Empowering meliputi
pemberian wewenang seseorang untuk melaksanakan tugas secara kritis otonomi,
menciptakan kemudahan dalam melaksanakan tugas, serta membangun rasa
kebersamaan dan hubungan yang serasi.
e. Seorang delegasi harus terlibat aktif. Ia harus dapat menganalisis otonomi yang
dilimpahkan untuk dapat terlibat aktif. Keterbukaan akan mempermudah komunikasi
antara PP dan PA.
17
15. Operan, Pre Dan Post Conference, Ronde Keperawatan Dalam MPKP
a. Operan
Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan
pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan
menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat,
tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan perkembangan pasien saat
itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga berkesinambungan dan
asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Timbang terima dilakukan
oleh ketua tim keperawatan kepada ketua tim (penanggung jawab) dinas sore atau
dinas malam secara tertulis dan lisan. Manfaat timbang terima yaitu:
Bagi perawat
Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat.
Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan.
Perawat dapat mengikuti perkerbangan pasien secara paripurna.
Bagi pasien
Pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum
terungkap (Nursalam, 2014). Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
1) Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian shift.
2) Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (Ketua Tim).
3) Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas.
4) Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan
menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
5) Operan harus berorientasi pada permasalahan pasien
6) Pada saat operan di kamar pasien, menggunakan volume suara yang cukup
sehingga pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi pasien.
7) Sesuatu yang mungkin membuat pasien terkejut dan syok sebaiknya dibicarakan
di nurse station.
18
b. Preconfrence
Preconfrence adalah komunikasi yang dilakukan antara ketua tim dan perawat
pelaksana yang dilakukan setelah perawat-perawat dalam ruangan MPKP melakukan
operan. Preconference membahas tentang rencana kegiatan perawat dalam
jadwaldinas tersebut termasuk didalamnya adalah rencana masing-masing perawat
(rencana harian) dan rencana tambahan dari ketua tim.
c. Postconference
Poscofrence adalah komunikasi antara ketua tim dan perawat pelaksana yang
membahas hasil-hasil kegiatan sepanjang jadwal dinas dan dilakukan sebelum
dilakukannya operan kepada jadwal dinas berikutnya. Dalam postconference
dibicarakan juga hasil dari asuhan keperawatan dari masing-masing perawat
pelaksana dan hal-hal penting apa yang akan disampaikan pada saat operan sebagai
tindak lanjut asuhan keperawatan.
d. Ronde Keperawatan
Metode keperawatan primer merupakan salah satu metode pemberian pelayanan
keperawatan dimana salah satu kegiatannya adalah ronde keperawatan, yaitu suatu
metode untuk menggali dan membahas dan secara mendalam masalah keperawatan
yang terjadi kepada pasien dan kebutuhan pasien akan keperawatan yang dilakukan
oleh PN/AN, konselor, kepala ruangan dan seluruh tim keperawatan dengan
melibatkan secara langsung sebagai fokus kegiatan.
Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat untuk membahas lebih
dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan suatu proses belajar bagi
perawat dengan harapan dalam meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Kepekaan dan cara berfikir kritis perawat akan tumbuh dan berlatih
melalui suatu transfer pengetahuan dan mengaplikasikan konsep teori ke dalam
praktik perawatan. Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat selain
melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada
kasus tertentu harus dilakukan oleh Ketua Tim dan atau konselor, Kepala Ruangan,
perawat pelaksana yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan
(Nursalam, 2014).
19
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi dengan
hari libur/cuti/hari besar (loss day), Loss day =
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan:
Hari libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day =
21
Perhitungan di atas dengan kondisi: alat tenun dan set operasi dipersiapkan oleh
CSSD.
E. Critical Care
Rata-rata jumlah pasien/hari = 10
Jumlah jam perawatan/hari = 12
F. Rawat Jalan
Jumlah pasien/hari = 100 orang
Jumlah jam perawatan/hari = 15 menit
G. Kamar Bersalin
Waktu pertolongan kala I-IV = 4 jam/pasien
Jam kerja efektif =7 jam/hari
Rata-rata jumlah pasien setiap hari = 10 orang
Ditambah lostday
23
Klasifikasi Kriteria
Minimal Care Pasien bisa mandiri/hampir tidak memerlukan
bantuan
1. Mampu naik-turun tempat tidur.
2. Mampu ambulasi dan berjalan sendiri.
3. Mampu makan dan minum sendiri.
4. Mampu mandi sindiri/ mandi sebagian
dengan bantuan.
5. Mampu membersihkan mulut
(mengosok gigi sendiri).
6. Mampu berpakaian dan mendandan
dengan sedikit bantuan
7. Mampu BAB dan BAK dengan sedikit
bantuan.
8. Status psikologis stabil
9. Pasien dirawat untuk untuk prosedur
diagnostik
10. Operasi ringan
Partial Care Pasien memerlukan bantuan perawat sebagian
1. Membutuhkan bantuan 1 orang untuk
naik-turun tempat tidur.
2. Membutuhkan bantuan untuk
ambulasi/ berjalan.
3. Membutuhkan bantuan dalam
menyiapkan makanan.
4. Membutuhkan bantuan untuk makan
(disuap).
5. Membutuhkan bantuan untuk
kebersihan mulut.
6. Membutuhkan bnatuan untuk
27
Keterangan:
Jumlah hari perawatan adalah jumlah total pasien dirawat dalam satu hari kali
jumlah hari dalam satu satuan waktu
Jumlah hari per satuan waktu. Kalau diukur per satu bulan, maka
jumlahnya 28 – 31 hari, tergantung jumlah hari dalam satu bulan tersebut.
29
Keterangan:
Jumlah hari perawatan pasien keluar adalah jumlah hari perawatan pasien
keluar hidup atau mati dalam satu periode waktu.
Jumlah pasien keluar(hidup atau mati): jumlah pasien yang pulang atau
meninggal dalam satu periode waktu.
c. Penghitungan TOI (Tempat Tidur Tidak Terisi)
Turn Over Interval ( TOI ) adalah rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari
saat diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini dapat memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong hanya dalam waktu 1
– 3 hari. Di MPKP pengukuran TOI dilakukan oleh kepala ruangan yang dibuat setiap
bulan dengan rumus sbb :
Keterangan
Jumlah TT: jumlah total kapasitas tempat tidur yang dimiliki
Hari perawatan: jumlah total hari perawatan pasien yang keluar hidup dan
mati
30
Jumlah pasien keluar: jumlah pasien yang dimutasikan keluar baik pulang,
mutasi lari, atau meninggal