Anda di halaman 1dari 8

PAPER

HERPES SIMPLEKS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas:


Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah III
Dosen Pengampu : Kasron, M.Kep.,Ns

Disusun Oleh :
1. Anggi Novita Sari (108118041)
2. Dwi Agustin (108118042)
3. Asna Cahyaningsih (108118043)
4. Sofia Aina (108118044)

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP
TAHUN PELAJARAN 2020
PEMBAHASAN
HERPES SIMPLEKS

A. Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan,
sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens (Handoko, 2010).
Herpes simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks (virus herpes
hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai adanya vesikel berkelompok di atas kulit yang
eritematosa derah mukokutan. Dapat berlangsung primer maupun rekurens. Herpes
simpleks disebut juga fever blaster, cold score, herpes febrilis, herpes labialis, herpes
progenitalis (genitalis) (Mansjoer, Arif, dkk., 1999).
B. Etiologi
Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:
1. Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I)
Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebut herpes simpleks
saja, atau dengan nama lain herpes labialis, herpesfebrilis. Biasanya penderita
terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil melalui
kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau memakai baju/handuk mandi bersama.
Lesi umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas termasuk mata dengan rongga mulut,
hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia, yang
penularannya lewat koitusoro genital (oral sex).
2. Virus Herpes Simpleks Tipe II (HSV II)
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat juga terjadi tanpa
koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi
umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-
genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksualorogenital.
C. Patofisiologi
Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan
mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes simpleks tidak dapat hidup di luar
lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung
kecil kemungkinannya terjadi. Virus herpes simpleks memiliki kemampuan untuk
menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membran sel. Pada infeksi aktif
primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan biak, menghancurkan
sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya.
Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional
dan menyebabkan limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi
tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal timbul fase laten.
Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang
terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi di dalam ganglion
radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada
manusia.
D. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi berkisar sekitar 3-7 hari. Berdasarkan pernah tidaknya seseorang
kontak dengan Virus Herpes Simplex (HSV-2), infeksi Herpes simpleks berlangsung
dalam 3 fase, yakni:
1. Fase Infeksi (lesi) Primer, ditandai dengan:
a. Dapat terjadi tanpa gejala (asimptomatis)
b. Diawali dengan rasa panas, rasa terbakar dan gatal pada area yang terserang.
c. Kemudian timbul vesikula (bintik-bintik) bergerombol, mudah pecah sehingga
menimbulkan perlukaan (mirip koreng) di permukaan kulit yang kemerahan
(eritematus), dan nyeri.
d. Selanjutnya dapat diikuti dengan demam, lemas sekujur tubuh (malaise) dan nyeri
otot.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sekitar area yang terserang Herpes
genitalis.
2. Fase Infeksi (lesi) Rekuren (kambuh).
Seseorang yang pernah infeksi primer, dapat mengalami kekambuhan. Adapun
kekambuhan terjadi karena berbagai faktor dan dapat dipicu oleh beberapa faktor
pencetus, misalnya kelelahan fisik maupun psikis, alkohol, menstruasi dan perlukaan
setelah hubungan intim.
a. Pada infeksi kambuhan (rekuren), gejala dan keluhan pada umumnya lebih ringan.
Gambaran penyakit bersifat lokal pada salah satu sisi bagian tubuh (unilateral),
berbentuk vesikuloulseratif (bercak koreng) yang biasanya dapat hilang dalam 5
hingga 7 hari.
b. Sebelum muncul bercak berkoreng, didahului dengan rasa panas, gatal dan nyeri.
3. Fase Laten
Fase ini berati penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HVS dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis
E. Penatalaksanaan
1. Mencegah infeksi:
a. Penyuluhan
b. Meningkatkan kebersihan perawatan bayi terutama untuk infeksi herpes orolabial
dan mata.
c. Untuk infeksi genital tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang
beresiko tinggi.
d. Untuk wanita lain, pada ibu dengan infeksi primer dianjurkan untuk tidak hamil
pada 1 sampai 2 bulan pertama.
e. Pemeriksaan sitologi teratur pada wanita hamil dengan infeksi herpes simpleks
terutama menjelang persalinan.
f. Dilakukan operasi SC bila ditemukan lesi aktif maupun pelepasan virus.
g. Imunisasi
1) Secara aktif non spesifik
Diberikan vaksinasi dengan vaksin small pox, polio sabin dan BCG. Tidak
dianjurkan karena tidak terjadi imunitas silang.
2) Secara aktif spesifik
Vaksin mengandung antigen herpes simpleks yang telah di inaktifkan
dengan pemanasan 58 derajat celcius yang diperoleh dari CMA. Ada 2 macam
vaksin:
a) Lupidon H: untuk herpes labialis (HSV tipe 1)
b) Lupidon G: untuk herpes genetalis (HSV tipe 2)
Vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan penderita yang
alergi dengan Lupidon G, dapat diberikan kimbinasi Lupidon H dan
lupidon G.
3) Imunisasi secara pasif
Pemberian gamma-globulin dan interferon
4) Stimulator imunologi:levamisol
Bersifat antiviral pada kulur jaringan dan hewan stimulasi CMI bisa
memberikan efek toksis
2. Mencegah kekambuhan
a. Menghilangkan atau mengurangi faktor pencetus dengan memberikan pengarahan
serta mengobati infeksi.
b. Meningkatkan daya tahan tubuh penderita dengan perbaikan kondisi tubuh
maupun obat-obat anti virus seperti valaciclovir dan acyclovir.
c. Bila terdapat infeksi sekunder sebaiknya diberikan obat-obat yang tidak
memberikan masking effect terhadap sifilis, misalnya cotrimoksasol dan
streptomisin.
F. Farmakologi
Pada prinsipnya, penanganan dari infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) ada 2 macam,
yaitu:
1. Terapi Spesifik
a. Infeksi primer
1) Topikal : Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim
5% (tiap 3 jam selama 4 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah
munculnya gejala, meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan
masih efektif dalam mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi.
(Rekomendasi FDA & IHMF)

2) Sistemik : Valacyclovir tablet 2 gr sekali minum dalam 1 hari yang diberikan


begitu gejala muncul, diulang pada 12 jam kemudian, atau Acyclovir tablet
400 mg 5 kali sehari selama 5 hari, atau Famciclovir 1500 mg dosis tunggal
yang diminum 1 jam setelah munculnya gejala prodromal.
b. Infeksi Rekuren
Terapi rekuren ditujukan untuk mengurangi angka kekambuhan dari herpes
genitalis, dimana tingkat kekambuhan berbeda pada tiap individu, bervariasi dari
2 kali/tahun hingga lebih dari 6 kali/tahun. Terdapat 2 macam terapi dalam
mengobati infeksi rekuren, yaitu terapi episodik dan terapi supresif.
1) Terapi Episodik:
a) Acycovir, 400 mg p.o 3 x/hr, 5 hr, atau 800 mg 2 x/hr, 5 hr, atau 800 mg
p.o 3 x/hr,3 hr
b) Valacyclovir, 500 mg p.o 2 x/hr 3 hr, atau 1 gr p.o 1x/hr, 5 hr
c) Famciclovir, 125 mg p.o 2 x/hr,5 hr, atau 1 gr p.o 2 x/hr,1 hr
2) Terapi Supresif:
a) Acyclovir 400 mg p.o 2 x/hr selama 6 th, atau
b) Famciclovir 250 mg p.o 2 x/hr selama 1 th, atau
c) Valacyclovir 500 mg p.o 1x/hr selama 1 th, atau
d) Valacyclovir 1 gr p.o 1x/hr selama 1 th
2. Terapi Non-Spesifik
Pengobatan non-spesifik ditujukan untuk memperingan gejala yang timbul berupa
nyeri dan rasa gatal. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian
analgetik, antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Zat-zat
pengering yang bersifat antiseptic juga dibutuhkan untuk lesi yang basah berupa
jodium povidon secara topical untuk mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder
dan mempercepat waktu penyembuhan. Selain itu pemberian antibiotic atau
kotrimoksasol dapat pula diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Tujuan dari
terapi tersebut masing-masing adalah untuk mempercepat proses penyembuhan,
meringankan gejala prodromal, dan menurunkan angka penularan.
G. Nutrisi/Diet
1. Mengkonsumsi makanan lembut
2. Menghindari makanan pedas, asam dan berbumbu tajam
3. Asupan cairan yang cukup
4. Mengelola stress
DAFTAR ISI

Handoko, Ronny P., 2010. Herpes Simpleks. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 380-382.

Siregar, R.S., 2005. Penyakit Virus. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
2. Jakarta: EGC. 80-84.

Daili, S. F dan Wresti I B. M. (2002). Infeksi virus herpes. Jakarta: FKUI


Edge, Valine & Miller Mindi (1991). Women;s health care Missouri Mosby

Anda mungkin juga menyukai