Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329389545

Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Islam

Article · December 2018

CITATIONS READS

0 4,554

1 author:

Khomsatun Khomsatun
STAIN Pamekasan
4 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Khomsatun Khomsatun on 04 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Islam

Khomsatun
Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Noun
E-mail: khomsatun1025@gmail.com

Abstrak
Gender adalah suatu konsep untuk mengidntifikasi perbedaan laki-laki dari
dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya. Gender dalam arti ini
mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dari sudut non-biologis. Sementara
sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi laki-laki dan perempuan
dari segi analogi tubuh. Dalam pandangan Islam Dalam kaitannya dengan
persoalan laki-laki dan perempuan, prinsip dasar Islam yang tertuang dalam
Al-Qur’an sesungguhnya memperlihatkan pandangan yang egaliter atau sama.
Buktinya terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an yang menyatakan hal demikian,
misalnya dalam surah Al-Hujurat ayat 13. Oleh karena persamaan peran sosial
tersebut, perempuan memiliki hak yang sama dalam mengeksplorasi
potensinya dalam kancah publik.
Kata kunci: Kepemimpinan perempuan, Islam, Gender.

Pendahuluan
Sejak konfrensi perempuan sedunia di Mexico City tahun 1975 gender,
development, equality sudah dicanangkan, bahkan sebelum itu pembangunan dan
peran kaum perempuan selalu bermasalah dan tidak terselesaikan. Namun sejak
wawasan gender dipertimbangkan dalam pembangunan bangsa oleh sebab
penelitian kaum feminis sosialis sejak itu arus pengutamaan gender melanda dunia.
Ada hal yang cukup prinsip dalam pandangan tentang partisipasi perempuan di
masyarakat sehingga perempuan tidak selalu menjadi sasaran dari arogansi seorang
laki-laki. Munculnya kekerasan atau terorisme dan tindak kriminalitas model baru
akhir-akhir ini membuktikan kesetaraan perempuan di jabatan publik belum ada
sehingga perempuan belum dapat mempengaruhi kebijakan politik.(Khofifah Indar
Parawansa, 2006)
Perbedaan jenis kelamin digunakan sebagai dasar pemberian peran sosial
yang tidak sekedar dijadikan dasar pembagian kerja, namun lebih dari itu menjadi
instrumen dalam pengakuan dan pengingkaran sosial, konomi, politik, serta menilai
peran dan hak-hak dasar keduanya. Pngeertian jenis kelamin merupakan penafsiran
atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dngan
(alat) tanda-tanda tertentu pula, bersifat universal dan permanen, tidak dapat
dipertukarkan, dan dapat dikenali semenjak manusia lahir. Itulah yang disebut
dengan ketentuan Tuhan atau kodrat. Dari sini lahirlah identitas jenis kelamin.
Islam datang mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan yang
ditindas pada peradaban sebelumnya. Dalam kaitannya dengan persoalan laki-laki
dan perempuan, Al-Qur’an pada dasarnya menunjukkan prinsip dasar yang egaliser,
di mana setiap manusia tidak dibedakan dengan ras, suku, bangsa, serta seks.
Perbedaan terletak pada seberapa takwa kepada Allah. Hal ini tertuang dalam Surah
Al-Hujurat ayat 13.
Dalam pandangan ayat di atas, menunjukkan bahwa hak perempuan tidaklah
berbeda dengan laki-laki. Hal ini lah yang menjelaskan kesalah pahaman laki-laki
dalam mengartikan redaksi surah al-Nisa ayat 34. Pada substansinya peremuan juga
memiliki hak untuk berperan dalam tatanan sosial seperti halnya laki-laki.

Wawasan Gender
Gender adalah suatu konsep untuk mengidntifikasi perbedaan laki-laki dari
dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya. Gender dalam arti ini
mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dari sudut non-biologis. Sementara sex
secara umum digunakan untuk mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dari segi
analogi tubuh. Yakni lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang,
meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik,
reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sementara itu, gender lebih banyak
berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspk-aspek non-
biologis lainnya.(Nasruddin Umar, 2010)
Perbedaan jenis kelamin digunakan sebagai dasar pemberian peran sosial
yang tidak sekedar dijadikan dasar pembagian kerja, namun lebih dari itu menjadi
instrumen dalam pengakuan dan pengingkaran sosial, konomi, politik, serta menilai
peran dan hak-hak dasar keduanya. Pngeertian jenis kelamin merupakan penafsiran
atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dngan
(alat) tanda-tanda tertentu pula, bersifat universal dan permanen, tidak dapat
dipertukarkan, dan dapat dikenali semenjak manusia lahir. Itulah yang disebut
dengan ketentuan Tuhan atau kodrat. Dari sini lahirlah identitas jenis kelamin.
Gender adalah pembedaan peran, fungsi dan tanggung jawab anatar
prmpuan dan laki-laki yang dihasilkan dari konstruksi sosial budaya dan dapat
berubah sesuai dengan perekmbangan zaman. Gender juga dapat dipahami sebagai
jenis kelamin sosial. . (Mufidah, 2009)
Konsep perbedaan jenis kelamin sering kali dirancukan dengan konsep
gender sebagai konstruksi sosial oleh pemahaman masyarakat. Perbedaan
perbedaan jenis kelamin (sex) memang berbeda sejak lahir, memang menjadi hak
penuh Tuhan dalam menentukan jenis kelamin manusia. Lain halnya dengan
‘perbedaan’ gender, terjadi melalui sebuah proses panjang yang dilakukan oleh
manusia (masyarakat) melalui pencitraan, pemberian peran, cara memperlakukan
dan penghargaan terhadap keduanya. (Mufidah, 2009)
oleh sebab konstuksi sosial merupakan bentukan masyrakat, maka sifatnya
dapat berubah dan diubah sesuai dengan perubahan sosial, perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, terjadi musibah, bencana alam, termasuk perubahan
kebijakan dan pemahaman agama maupun adaptasi dengan budaya yang tidak bias
gender. Pemberian peran sosial anak laki-laki yang dibeda-bedakan dengan anak
perempuan menjadi dasar sebuah keyakinan bahwa anak laki-laki berbeda dengan
anak perempuan dalam segala hal, misalnya menyapu untuk anak perempuan,
memperbaiki sepeda untuk anak laki-laki. Memasak dianggap khusus hanya untuk
ibu, sedangkan bapak bekerja di kantor. Pembedaan peran, fungsi dan tanggung
jawab laki-laki dan perempuan dalam konteks sosial ini tidak dipermasalahkan,
namun ketika dicrmati lebih dalam dapat menjadi penyebab munculnya
diskriminasi gender, yakni salah satu jenis kelamin terabaikan hak-hak dasarnya,
tertinggal, dan mengalami masalah ketidakadilan. (Mufidah, 2010)
Pada dasarnya masalah ini dianggap wajar baik oleh laki-laki dan
perempuan. Hal ini dikarenakan gender stereotype membentuk alam bawah sadar
sehingga hal demikian menjadi hal yang wajar. Perempuan termarginalkan dalam
kehidupan dan dirasa bukan sebagai masalah ketidakadilan, ini merupakan bentuk
diskriminasi sukarela. Peran perempuan diterima oleh mereka secara sukarela untuk
menciptakan keharmonisan keluarga. Gejala ini disebut motivasi tak sadar.
Terdapat pertanyaan besar dalam praktek sosial, pertama, mengapa
perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki. Kedua, mengapa permpuan mnjadi
ibu rumah tangga sedangkan laki-laki menjadi kepala rumah tangga. Ketiga,
mengapa laki-laki diberi peran gender maskulin sedangkan perempuan berperan
sebagai feminim. Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dicari jawabannya.
Pandangan Islam terhadap kesetaraan gender
Wacana gender mulai dikembangkan di indonesia pada era 80-an dan
memasuki isu keagamaan di era 90-an yaitu sejalan dengan masuknya beberapa
karya terjemahan berspektif gender, karya tersebut tergolong spektakuler dan
progresif di kalangan pmikir Islam kontemporer, namun dinilai kontroversial oleh
kelompok yang cenderung beraliran fundamentalis.
Wacana gender dan Islam yang berkembang di indonesia tidak bisa
dilepaskan dari dua hal, yaitu Islam dianggap mempunyai daya tarikterutama dalam
mengkaji secara intens tema-tema seputar pengembangan pemikiran kontemporer,
Islam mempunyai daya dorong bagi ummatnya untuk tidak hanya mengkritisi
maalah-masalah sosial yang berkembang di masyarakat seiring kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi namun juga peran yang signifikan dalam mncari solusi
atas permasalahan ini. (Mufidah, 2009)
Dalam kaitannya dengan persoalan laki-laki dan perempuan, prinsip dasar
Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an sesungguhnya memperlihatkan pandangan
yang egaliter atau sama. Buktinya terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an yang
menyatakan hal demikian, misalnya dalam surah Al-Hujurat ayat 13: Hai manusia,
kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya
yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling taqwa. Juga dapat
dilihat dalam surah An-Nahl ayat 97: Siapa saja laki-laki dan perempuan yang
beramal shaleh dan ia beriman, niscaya kami berikan kehidupan yang baik.
Dalam ayat diatas jelas sekali bahwa Islam idak membeda-bedakan antara
laki-laki dan perempuan mereka sama dalam kesempatan untuk manjadi yang
terbaik, ukuran kebaikan dan kemulyaan dalam islam tidak dilihat dari jenis
kelamin, ras, suku dan bangsa melainkan kemulyaan itu diukur dari seberapa taqwa
kepada Allah. Kesempatan itu bisa diraih baik oleh laki-laki dan perempuan, hal ini
juga berlaku dalam banyak hal.
Kita tidak dapat menutup mata bahwa dalam kurun waktu yang panjang
dirasakan benar bahwa kenyataan sosial dan budaya memperlihatkan hubungan
laki-laki dan perempuan yang timpang. Kaum permpuan masih di posisikan sebagai
bagian dari laki-laki, dimarginalkan bahkan didiskriminasi. Ini dapat dilihat dari
peran-peran mereka, baik dari sektor domestik maupun publik. Dahulu banyak
orang yang ebelum tertarik membedakan sex dan gender, karena persepsi yang
berkembang dalam masyarakat meenganggap perbedaan gender sebagai akibat
perbedaan sex, sehingga pembagian peran dan kerja secara seksual dipandang
sebagai suatu yang wajar namun belakangan ini disadari bahwa tidak mesti
perbedaan sex menyebabkan ketidakadilan gender. Dari hal inilah kalangan feminis
berusaha mendekonstruksi interpretasi terhadap teks-teks bias gender yang telah
dianut oleh mufassir sepanjang zaman.1dengan menyusun tafsir dengan berbagai
pendekatan modern yang melihat relasi laki-laki dan perempuan yang tidak bias
dan bercita rasa keadilan, sehingga terwujud prinsip-prinsip kesetaraan gender
dalam Al-Qur’an. (Edi Susanto, 2016)
Dalam al-Qur’an pula Hak dan kewajiban yang berlaku kepada laki-laki juga
berlaku pada perempuan contoh kewajiban shalat, laki-laki wajib sholat, begitu juga
dengan perempuan, laki-laki wajib berpendidikan begitu juga dengan perempuan.
Begitu pula dengan hak yang didapat, ketika laki-laki brhak mendapatkan harta
warisan dari keluarganya yang meninggal, maka perempuan juga berhak
mendapatkan harta warisan sesuai dengan proporsinya.
Tatanan kehidupan dunia terus berubah dan bergerak maju sehingga
menimbulkan perubahan-perubahan yang angat cepat dan sukar kita perkirakan
ditandai dngan perkembangan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan
tekhnologi dan persaingan antarnegara menjadikan dunia ini menjadi angat terbuka
dan sangat terbuka sekali dengan kemajuan tekhnologi informasi yang telah
mendunia yang tentu mengandung peluang dan tantangan bagi kita untuk
menjawabnya dengan berbagai hal.
Perempuan islam merupakan bagian dari penduduk perempuan yang
mempunyai posisi strategis mengingat moyoritas penduduk Indonesia adalah
muslim. Di dalam Islam antara laki-laki dan perempuan mempunyai kewajibban
yang sama selain keduanya dibebani dengan tugas-tugas ibadah dan mentaati
hukum-hukum agama tanpa ada perbedaan, keduanya, baik laki-laki atau
perempuan dibebani kewajiban amar ma’ruf nahi munkar. (Khofifah, 2006)

1
Seperti Ibn Katsir, Az-Zamakhsyari, Al-Qurtubi, Muhammad Abduh, Muhammad Thahir bin
Asyur, Al-Thabataba’i, dan Al-Hijazi
Secara sosiologis, manusia merupakan makhluk bermasyarakat, untuk itu,
muslim maupun mulimahberperan penting untuk membangun negeri yang damai.
Diantara kewajiban bagi laki-laki dan perempuan adalah memelihara kemanusiaan
sebagai wujud manifestasi pembawa amanah Allah SWT yang memerintahkan
manusia baik laki-laki maupun perempuan menjadi khalifah di muka bumi. Oleh
karenanya tanggung jawab sosial tidak boleh berpusat pada laki-laki namun,
perempuan juga mempunyai tanggung jawab sosial yang seimbang.
Dengan kesetaraan tugas dan kewajiban yang diperankan tersebut, maka
dalam menghadapi tantangan global perempuan harus memerankan peran domestik
dan publik secara seimbang. Untuk peran domestik peran perempuan dapat
melindungi keluarga khuhusnya anak-anak dari informasi global yang tidak baik,
sehingga tidak meruak tata nilai keluarga.
Disektor publik, banyak hal yang dapat diperankan oleh perempuan. Dengan
terbukanya peluang dan kesempatan global maka terbuka pula peluang bagi
partisipasi perempuan dalam bidang kegiatan yang dulunya dianggap kurang lazim
atau janggal dilaksanakan oleh kaum perempuan.
Kepemimpinan perempuan dalam Islam
Kepemimpinan perempuan dalam perspektif Islam sudah menjadi masalah
semenjak beberapa saat yang lalu. Masalah ini menyebabkan kontroversi yang
berkepanjangan. Ada sebagian ulama memperbolehkan, dan ada pula yang
melarang dengan berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Hadis. Meskipun pada
kenyataannya kelompok yang memperbolehkan juga menggunakan dasar Al-
Qur’an dan Hadis.
Banyaknya kelompok yang tidak memperbolehkan perempuan untuk menjadi
pemimpin berbanding lurus dengan minat perempuan untuk menjadi pemimpin di
berbagai sektor. Hal ini dibuktikan dengan jumlah perempuan yang menjadi
pemimpin baik di Kabupaten, Provinsi, dan Nasional. Seperti ibu Trisma Harini
sebagai Walikota Surabaya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Eko Ariwidodo
dijelaskan bahwa peran perempuan lebih banyak dari pada peran laki-laki. (Eko
Ariwidodo, 2016) Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perempuan dalam
memimpin tidak kalah dari laki-laki.
Ulama melarang kepemimpinan perempuan dengan merujuk antara lain
kepada firman Allah “Lelaki adalah pemimpin perempuan” disebabkan karena
keistimewaan yang Allah anugerahkan kepada sebagian yang lain dan disebabkan
karena lelaki menafkahkan sebagian harta mereka (Abdurrahman, 2011). Alasan
lain adalah hadis Nabi saw. yang menyatakan “Tidak akan berbahagia suatu kaum
yang menyerahkan uruan mereka kepada perempuan” (HR Abu Daud dan al-
Tirmidzi).
Ayat dan hadis di atas mereka pahami sebagai pembatasan peranan
kepemimpinan hanya kepada jenis kelamin laki-laki. Tetapi argumentasi ini tidak
didukung oleh ulama lain yang menyatakan bahwa ayat tersebut berbicara dalam
konteks keluarga, sedangkan hadis tersebut dikemukakan Nabi saw. dalam konteks
tertentu, yakni ketika penguasa Romawi mengangkat dan akan digantikan oleh
putrinya. Dalam konteks itu, dalam memprediksi kegagalan mereka secara khusus,
bukan tentang kepemimpinan perempuan kapan dan di mana pun. (M. Quraish
Shihab, 2015)
Al-Qur’an memuji kepemimpinan Ratu Bilqis dan kebijaksanaannya (Qs al-
Naml: 27). Pada prisnsipnya siapa yang mampu dialah yang wajar menjadi
pemimpin. Dalam kehidupan rumah tangga karena secara umum laki-laki memiliki
keistimewaan dalam kestabilan emosi, berbeda dengan perempuan yang setiap
bulan mengalami mentruasi yang sedikit banyak memengaruhi emosinya, di
samping fisiknya lebih kuat dan dia pula yang berkewajiban menyiapkan biaya
kehidupan rumah tangga, karena itu semua maka lelakilah pada prinsipnya yang
memimpin rumah tangga, yakni memimpinnya dengan bermusyawarah dengan
itrinya.
Kalau kita berkata bahwa kepemimpinan yang ditegaskan al-Qur’an adalah
dalam kehidupan rumah tangga, maka di luar itu tentu ukurannya adalah
kemampuan, siapapun yang mampu maka dia yang pantas menjadi pemimpin.
Penutup
Kesimpulan
Gender adalah suatu konsep untuk mengidntifikasi perbedaan laki-laki dari
dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya. Gender dalam arti ini
mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dari sudut non-biologis. Sementara sex
secara umum digunakan untuk mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dari segi
analogi tubuh. Yakni lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang,
meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik,
reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sementara itu, gender lebih banyak
berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspk-aspek non-
biologis lainnya.
Perempuan islam merupakan bagian dari penduduk perempuan yang
mempunyai posisi strategis mengingat moyoritas penduduk Indonesia adalah
muslim. Di dalam Islam antara laki-laki dan perempuan mempunyai kewajibban
yang sama selain keduanya dibebani dengan tugas-tugas ibadah dan mentaati
hukum-hukum agama tanpa ada perbedaan, keduanya, baik laki-laki atau
perempuan dibebani kewajiban amar ma’ruf nahi munkar.
Al-Qur’an memuji kepemimpinan Ratu Bilqis dan kebijaksanaannya. Pada
prisnsipnya siapa yang mampu dialah yang wajar menjadi pemimpin. Kalau kita
berkata bahwa kepemimpinan yang ditegaskan al-Qur’an adalah dalam kehidupan
rumah tangga, maka di luar itu tentu ukurannya adalah kemampuan, siapapun yang
mampu maka dia yang pantas menjadi pemimpin.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2011. Al-Qur’an & Isu-isu Kontemporer. Yogyakarta: Elsaq.


Mufidah. 2009. Pengarusutamaan Gender pada Basis Keagamaan. Malang: UIN-
Maliki Press.
Mufidah. 2010. Bingkai Sosial Gender. Malang: UIN-Maliki Press.
Nasaruddin, Umar. 2010. Argumen Kesetaraan Gender. Jakarta: Dian Rakyat.
Parawansa, Khofifah Indar. 2006. Mengukir Paradigma Menembus Tradisi.
Jakarta: LP3ES.
Susanto, Edi. 2018. Dimensi Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Kencana.
Shihab, M Quraish. 2015. Menjawab 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda
Ketahui. Jakarta: Lentera Hati.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai