Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker payudara menjadi salah satu penyebab kematian utama di dunia dan di Indonesia.
Kanker ini dapat terjadi pada usia kapan saja dan menyerang wanita umur 40-50 tahun, tapi saat
ini sudah mulai ditemukan  pada usia 18 tahun (American Cancer Society, 2011). Kanker adalah
salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Dari total 58 juta kematian di seluruh
dunia pada tahun 2005, kanker menyumbang 7,6 juta (atau 13%) dari seluruh kematian. Kanker
Payudara menyebabkan 502.000 kematian per tahun. Lebih dari 70% dari semua kematian akibat
kanker  pada tahun 2005 terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Kematian akibat kanker terus meningkat, dengan 9 juta orang diperkirakan meninggal karena
kanker pada tahun 2015 dan 11,4 juta meninggal pada tahun 2030 (Parkway Cancer Centre,
2011).

Pada tahun 2008 di Indonesia, jumlah kasus kanker payudara sebesar 36,2% atau sebanyak
39.831 kasus, dengan jumlah kematian 18,6 per 100.000 penduduk (ChartBin, 2011). Pada tahun
2010 menurut data WHO terakhir yang dipublikasikan pada bulan April 2011, kematian akibat
kanker payudara di Indonesia mencapai 20.052 atau sebesar 1,41%, dengan tingkat kejadian
sebesar 20,25 per 100.000 penduduk Indonesia dan menempati urutan 45 di dunia (Indonesia
Health Profile, 2011). Jumlah kasus kanker payudara pada tahun 2005 di Provinsi Jawa Tengah,
sebanyak 3.884 atau (36,83%) dari 10.546 kasus kanker. Kasus penyakit kanker yang ditemukan
di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 24.204 kasus lebih sedikit dibandingkan
dengan tahun 2008 sebanyak 27.125 kasus, terdiri dari Ca. servik 9.113 kasus (37,65%), Ca.
mamae 12.281 kasus (50,74%), Ca. hepar 2.026 (8,37%), dan Ca. paru 784 kasus (3,24%).
Prevalensi kanker payudara di Provinsi Jawa Tengah pada tahun  2009 sebesar 0,037% dan
tertinggi di Kota Surakarta sebesar 0,637% (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2010).

Jumlah yang diperkirakan 50% penderita kanker payudara di Indonesia datang


memeriksakan penyakit kanker yang dideritanya sudah  pada stadium lanjut. Deteksi dini kanker
payudara merupakan langkah awal yang baik untuk mengetahui adanya penyakit kanker
payudara sedini mungkin, yaitu dengan Periksa payudara Sendiri (SADARI). Keterlambatan
deteksi dini ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya  pengetahuan wanita tentang deteksi
dini kanker payudara (Indonesian Cancer Fondation, 2011).

Kurangnya pengetahuan dan fakta tentang kanker payudara karena rendahnya tingkat
pendidikan. Wanita tidak tahu cara mengakses informasi yang akurat tentang kanker payudara.
Mayoritas perempuan tidak tahu rentang usia saat mamografi sebaiknya dilakukan juga tidak
tahu  potensinya dalam mendeteksi kanker payudara dini (Aylin dkk, 2005).

1
Dalam jurnal Oxford Annals of Oncology (2010), ketika seseorang dinyatakan menderita kanker,
maka akan terjadi beberapa tahapan reaksi emosional dan salah satunya yang sering terjadi
adalah depresi. Menyediakan informasi bagi pasien merupakan faktor penentu penting  bagi
kepuasan pasien dan juga dapat mempengaruhi kualitas kesehatan, tingkat kecemasan dan
tingkat depresi penderita kanker. Depresi sering kurang terdiagnosis karena banyak faktor,
termasuk kurangnya penyediaan  pengetahuan tentang penilaian teknik dan pilihan pengobatan
(Schwartz dkk, 2009).

Menurut Miller (2008), sebanyak 16%-25% pasien menderita kanker sekaligus depresi.
Setelah pasien terdiagnosa kanker payudara pada tahun  pertama, 48% wanita mengalami
kecemasan dan depresi. Dampak depresi  pada penderita kanker tidak hanya pada penderitanya
saja, tetapi juga bisa berakibat pada keluarganya, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas
hidup penderita bila penanganannya tidak adekuat.

Konginan A (2008) menyebutkan, faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya depresi


pada pasien kanker diantaranya stadium lanjut,  pengendalian nyeri dan keluhan yang tidak baik,
riwayat depresi sebelumnya, alkoholik, gangguan endokrin, gangguan neurologik, dan obat-
obatan salah satunya kemoterapi. Sedangkan Miller, (2008), mengungkapkan faktor risiko
terjadinya depresi diantaranya adalah pernah mengalami depresi atau gangguan pikiran
sebelumnya, sulit dalam menerima atau menyesuaikan diri dengan diagnosa kanker, usia masih
muda, memiliki masalah dengan alcohol dan narkoba, kanker terjadi ketika sedang mengalami
kejadian lain yang menimbulkan stres, tidak mendapatkan dukungan keluarga atau dukungan
sosial, sebelumnya pernah mengalami pengalaman buruk ketika anggota keluarga yang lain atau
teman dekatnya mengidap kanker, tidak memiliki keyakinan terhadap efektifitas dari perawatan,
perubahan fisik atau cacat fisik, perawatan yang  bisa menimbulkan efek samping yang tidak
menyenangkan.

Dari uraian di atas, penulis berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kejadian Ca
Mamae atau kanker payudara darimulai pengertian sampai asuhan keperawatan untuk pasien ca
mamae.

1.2 Tujuan

1.Mahasiswa dapat mengetahui definisi ca mamae,

2.Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dan factor resiko ca mamae,

3.Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis ca mamae.

4.Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi ca mamae

5.Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan ca mamae

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Ca mammae (carcinoma mammae) adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar,
saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit  payudara. Ca
mammae adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan  payudara. Kanker bisa
mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu,  jaringan lemak maupun jaringan ikat
pada payudara. (Medicastore, 2011) Carsinoma mammae merupakan gangguan dalam
pertumbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel sel normal,
berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah. (Sofian, 2012)

2.2 Etiologi

Factor resiko terjadi kanker payudara:

 Riwayat pribadi tentang kanker payudara


 Anak perempuan atau saudara perempuan (hubungan keluarga langsung) dari
wanita dengan kanker payudara
 Menarke dini
 Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama
 Menopous pada usia lanjut
 Riwayat penyakit payudara jinak
 Pemajanan terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubertas dan sebelum usia 30
tahun beresiko hamper 2 kali lipat
 Obesitas-resiko terendah diantara wanita pascamenopouse
 Kontrasepsi oral
 Terapi pergantian hormone
 Masukan alcohol

2.3 Tipe kanker payudara


1. Karsinoma duktal menginfiltrasi (75%) karsinoma duktal berasal dari sel-sel
yang melapisi saluran yang menuju  puting susu.
2. Karsinoma lobular menginfiltrasi (5-10%) karsinoma lobuler mulai tumbuh di
dalam kelenjar susu, biasanya terjadi setelah menopause
3. Karsinoma medular (6%) kanker ini berasal dari kelenjar susu
4. Kanker musinus (3%)
5. Karsinoma inflamatori (1-2%)
6. Penyakit paget payudara (jarang Terjadi) (Smelzer, 2002)

3
2.4 Manifestasi klinik

Tanda carsinoma Kanker payudara kini mempunyai ciri fisik yang khas, mirip pada
tumor jinak, massa lunak, batas tegas, mobile, bentuk  bulat dan elips, Gejala carsinoma
Kadang tak nyeri, kadang nyeri, adanya keluaran dari puting susu, puting eritema,
mengeras, asimetik, inversi, gejala lain nyeri tulang, berat badan turun dapat sebagai
petunjuk adanya metastase. (Price dan Sylvia, 2006).

2.5 Pathway

2.6 Komplikasi
Komplikasi potensial dari Ca payudara adalah limfederma. Hal ini terjadi  jika
saluran limfe untuk menjamin aliran balik limfe ke sirkulasi umum tidak berfungsi
dengan adekuat. Jika nodus eksilaris dan sistem limfe diangkat, maka sistem kolateral
dan aksilaris harus mengambil alih fungsi mereka.Apabila mereka diinstruksikan dengan
cermat dan didorong untuk meninggikan, memasase dan melatih lengan yang sakit

4
selama 3-4 bulan. Dengan melakukan hal ini akanmembantu mencegah perubahan bentuk
tubuh dan mencegah kemungkinan terbukanya pembengkakan yang menyulitkan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium meliputi:
 Morfologi sel darah
 Laju endap darah
 Tes faal hati
 Tes tumor marker (carsino Embrionyk Antigen/CEA) dalam serum atau
plasma
 Pemeriksaan sitologik
 Pemeriksaan ini memegang peranan penting pada penilaian cairan yang
keluar spontan dari putting payudar, cairan kista atau cairan yang keluar
dari ekskoriasi.
2. Mammagrafi Pengujian mammae dengan menggunakan sinar untuk mendeteksi
secara dini. Memperlihatkan struktur internal mammae untuk mendeteksi kanker
yang tidak teraba atau tumor yang terjadi pada tahap awal. Mammografi pada
masa menopause kurang bermanfaat karean gambaran kanker diantara jaringan
kelenjar kurang tampak.
3. Ultrasonografi Biasanya digunakan untuk mndeteksi luka-luka pada daerah padat
pada mammae ultrasonography berguna untuk membedakan tumor sulit dengan
kista kadang-kadang tampak kista sebesar sampai 2 cm.
4. Thermography Mengukur dan mencatat emisi panas yang berasal; dari mammae
atau mengidentifikasi pertumbuhan cepat tumor sebagai titik panas karena
peningkatan suplay darah dan penyesuaian suhu kulit yang lebih tinggi.
5. Xerodiography Memberikan dan memasukkan kontras yang lebih tajam antara
pembuluh-pembuluh darah dan jaringan yang padat. Menyatakan  peningkatan
sirkulasi sekitar sisi tumor.
6. Biopsi Untuk menentukan secara menyakinkan apakah tumor jinak atau ganas,
dengan cara pengambilan massa. Memberikan diagnosa definitif terhadap massa
dan berguna klasifikasi histogi, pentahapan dan seleksi terapi.
7. CT. Scan Dipergunakan untuk diagnosis metastasis carsinoma payudara pada
organ lain
8. Pemeriksaan hematologi Yaitu dengan cara isolasi dan menentukan sel-sel tumor
pada peredaran darah dengan sendimental dan sentrifugis darah.

5
2.8 Penatalaksanaan Medis
 Pembedahan

a.Mastectomy radikal yang dimodifikasi Pengangkatan payudara sepanjang nodu


limfe axila sampai otot  pectoralis mayor. Lapisan otot pectoralis mayor tidak
diangkat namun otot pectoralis minor bisa jadi diangkat atau tidak diangkat.  

b.Mastectomy total Semua jaringan payudara termasuk puting dan areola dan
lapisan otot pectoralis mayor diangkat. Nodus axila tidak disayat dan lapisan otot
dinding dada tidak diangkat.

c.Lumpectomy/tumor Pengangkatan tumor dimana lapisan mayor dri payudara


tidak turut diangkat. Exsisi dilakukan dengan sedikitnya 3 cm jaringan  payudara
normal yang berada di sekitar tumor tersebut.

d.Wide excision/mastektomy parsial. Exisisi tumor dengan 12 tepi dari jaringan


payudara normal.

e.Ouadranectomy. Pengangkatan dan payudara dengan kulit yang ada dan lapisan
otot  pectoralis mayor.

 Radiotherapy Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang
pula merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping: kerusakan kulit di
sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot  pectoralis,
radang tenggorokan.
 Chemotherapy Pemberian obat-obatan anti kanker yang sudah menyebar dalam
aliran darah. Efek samping: lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan
membuat, mudah terserang penyakit.
 Manipulasi hormonal Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk kanker yang
sudah  bermetastase. Dapat juga dengan dilakukan bilateral oophorectomy.Dapat
juga digabung dengan therapi endokrin lainnya.

2.9 Pencegahan
Perlu untuk diketahui, bahwa 9 di antara 10 wanita menemukan adanya benjolan di
payudaranya.Untuk pencegahan awal, dapat dilakukan sendiri.Sebaiknya  pemeriksaan
dilakukan sehabis selesai masa menstruasi. Sebelum menstruasi,  payudara agak
membengkak sehingga menyulitkan pemeriksaan. Cara  pemeriksaan adalah sebagai
berikut :
1. Berdirilah di depan cermin dan perhatikan apakah ada kelainan pada  payudara. Biasanya
kedua payudara tidak sama, putingnya juga tidak terletak  pada ketinggian yang sama.
Perhatikan apakah terdapat keriput, lekukan, atau puting susu tertarik ke dalam. Bila

6
terdapat kelainan itu atau keluar cairan atau darah dari puting susu, segeralah pergi ke
dokter.
2. Letakkan kedua lengan di atas kepala dan perhatikan kembali kedua  payudara.
3. Bungkukkan badan hingga payudara tergantung ke bawah, dan periksa lagi.
4. Berbaringlah di tempat tidur dan letakkan tangan kiri di belakang kepala, dan sebuah
bantal di bawah bahu kiri. Rabalah payudara kiri dengan telapak jari- jari
kanan.Periksalah apakah ada benjolan pada payudara. Kemudian periksa  juga apakah
ada benjolan atau pembengkakan pada ketiak kiri.
5. Periksa dan rabalah puting susu dan sekitarnya. Pada umumnya kelenjar susu  bila diraba
dengan telapak jari-jari tangan akan terasa kenyal dan mudah digerakkan. Bila ada tumor,
maka akan terasa keras dan tidak dapat digerakkan (tidak dapat dipindahkan dari
tempatnya). Bila terasa ada sebuah  benjolan sebesar 1 cm atau lebih, segeralah pergi ke
dokter. Makin dini  penanganan, semakin besar kemungkinan untuk sembuh secara
sempurna. Lakukan hal yang samauntuk payudara dan ketiak kanan.

2.10 Discharge planning

1. Terapi non bedah: penyinaran, kemoterapi, terapi hormone dan endokrin 10

2. Lakukan pemeliharaan kulit/diri dengan benar (menggunakan sabun ringan dengan


penggosokan minimal, hindari sabun berparfum atau berdeodoran, gunakan lotion
hidrofilik untuk kekeringan, gunakan sabun aveno jika terjadi  pruritus, dan hindari
pakaian yang ketat, kutang dengan kawat penyangga, dan suhu yang berlebihan atau
cahaya ultraviolet.

3. Hindari mencuci rambut setiap hari dan gunakan sampo ringan untuk mengihindari
kerontokan

4. Biarkan rambutmongeringsecara ajami danjangan menyikatrambut

5. Konsultasikan dengan dokter untuk pemakaian terapi hormonal

6. Makan makananyangbergizisihingga dapat meningkatkan kekebaiantubuh

7. Istirahat cukup dan olahraga secara teratur

8. Jika menginginkan kehamijan konsultasikan dengan dokter karena kebanyakan diminta


menunggu selama 2 tahun

9. Sadari. Tata cara sadari (periksa payudara sendiri)

a.Berdirilah di depan cermin dan perhatikan apakah ada kelainan pada  payudara,
Biasanya kedua payudara tidak sama, putingnya juga tidak terletak pada ketinggian
yang sama. Perhatikan apakah terdapat keriputj lekukan, atau puting susu tertarik ke

7
dalam. Bila terdapat kelainan itu atau keluar cairan atau darah dari puting susu,
segeralah pergi ke dokter.

 b.Letakkan kedua lengan di atas kepala dan perhatikan kembali kedua  payudara.
Kemudian bungkukkan badan hingga payudara tergantung ke  bawah, & periksa
lagi.

c.Berbaringlah di tempat tidur dan letakkan tangan kiri di belakang kepala, dan
sebuah bantal di bawah bahu kiri. Rabalah payudara kiri dengan telapak jari- jari
kanan. Periksalah apakah ada benjolan pada  payudara. Kemudian periksa juga
apakah ada benjolan atau  pembengkakan pada ketiak kiri.

d.Periksa dan rabalah puting susu dan sekitarnya. Pada urnumnya ketenjar susu bila
diraba dengan telapak jari-jari tangan akan terasa kenyal dan mudah digerakkan.
Bila ada tumor, maka akan terasa keras dan tidak dapat digerakkan (tidak dapat
dipindahkan dari tempatnya). Bila terasa ada sebuah benjoian sebesar 1 cm atau
lebih, segeralah pergi ke dokter.Makin dini penanganan, semakin besar
kemungkinan untuk sembuh secara sempurna.Rekomendasi American Cancer
Sociaty (2001) untuk deteksi dini kanker.

2.11 Asuhan Keperawatan Ca Mammae


A. Pengkajian Data
a. Data Subjektif : Klien mengeluh adanya benjolan atau ulkus pada mamma dan
kadang-kadang timbul nyeri serta perasaan takut atau cemas.
b. Data Objektif :
 Karsinoma mamma terdapat adanya borok atau nodul-nodul yang
mengeras serta bau tidak enak yang menyengat.
 Klien tampak enggan bergaul dan berinteraksi dengan klien lain.
 Klien terlihat sedih dan sering melamun.
 Observasi gejala kardinal : tensi, nadi suhu dan pernafasan.
 Klien sering memegangi payudara dan wajah tampak menyeringan.

B. Diagnosa Keperawatan & Tindakan Pada Pasien Dengan Karsinoma Mammae


1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan,
sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan
dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan,
mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat
kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
Tujuan :
1. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
2. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
3. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam
pengobatan.
Tindakan :

8
1. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang
dideritanya.
2. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
3. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut,
konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien
mempersiapkan diri dalam pengobatan.
5. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak
berdayaan dll.
6. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
7. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
8. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
Rasional:
1. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan
dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
2. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses
penyakitnya.
3. Dapat menurunkan kecemasan klien.
4. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek
sampingnya.
5. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta
mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan
dalam mengatasi kecemasan.
6. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
7. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
8. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-
benar ditolong.
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan
syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek
samping therapi kanker ditandai dengan klien mengatakan nyeri, klien sulit tidur,
tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan :
1. Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
2. Melaporkan nyeri yang dialaminya
3. Mengikuti program pengobatan
4. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui
aktivitas yang mungkin
Tindakan :
1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
2. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan
klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
3. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti
mendengarkan musik atau nonton TV
4. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi,
bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
5. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu

9
Kolaboratif:
1. Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien.
2. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll
Rasional:
1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
2. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah
menyebabkan komplikasi.
3. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien
dari rasa nyeri.
4. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress
dan ansietas.
5. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai
sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan
klien akan obat-obatan anti nyeri.
6. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
7. Untuk mengatasi nyeri.

3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan


hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi,
radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea),
emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan
klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera,
berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan
lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.
Tujuan :
1. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada
tanda malnutrisi
2. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
3. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan
penyakitnya
Tindakan :
1. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan
kebutuhannya.
2. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan
berat badan.
3. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar
parotis.
4. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan
intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
5. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan
makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.
6. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama
teman atau keluarga.
7. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
8. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami
klien.

10
Kolaboratif :
1. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin
2. Berikan pengobatan sesuai indikasi
Phenotiazine, antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E
dan B6, antacida
3. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi
dengan infus.
Rasional :
1. Memberikan informasi tentang status gizi klien.
2. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.
3. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.
4. Kalori merupakan sumber energi.
5. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan
penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat
meningkatkan ansietas.
6. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.
7. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.
8. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).
9. Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat
perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
10. Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping dan meningkatkan
status kesehatan klien.
11. Mempermudah intake makanan dan minuman dengan hasil yang maksimal
dan tepat sesuai kebutuhan.

4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan


dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan
sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat
dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
Tujuan :
1. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada
ting-katan siap.
2. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti
prosedur tersebut.
3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam
pengo- batan.
4. Bekerjasama dengan pemberi informasi.
Tindakan :
1. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan
akibatnya.
2. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada
klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker.
3. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik,
hindarkan informasi yang tidak diperlukan.
4. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur
pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.

11
5. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi
miskonsepsi tentang penyakitnya.
6. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
7. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin,
perhatikan adanya eritema, ulcerasi.
8. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
Rasional:
1. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.
2. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan
konsepsi serta kesalahan pengertian.
3. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.
4. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.
5. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai
penyakit klien.
6. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.
7. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi
serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake
makanan dan minuman.
8. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.

5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping
kemotherapi dan radiasi/radiotherapi.
Tujuan :
1. Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan
ulcerasi
2. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.
3. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan
rongga mulut.
Tindakan :
1. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara
periodik.
2. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda
terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah.
3. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygine.
4. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam,
hindarkan makanan yang keras.
5. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral.
Kolaboratif
6. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi
7. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial
mouthwash preparation.
8. Kultur lesi oral.
Rasional:
1. Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi
memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan.

12
2. Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan
minuman.
3. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.
4. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.
5. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.
6. Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi.
7. Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam
rongga mulut/infeksi sistemik.
8. Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang
tepat.

6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal
(vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
Tujuan :
1. Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran
mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry refill normal, urine output normal.
Tindakan :
1. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis,
diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.
2. Timbang berat badan jika diperlukan.
3. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil.
4. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada
klien.
5. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu.
6. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka
bedah, adanya ekimosis dan pethekie.
7. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah
Kolaboratif :
1. Berikan cairan IV bila diperlukan.
2. Berikan therapy antiemetik.
3. Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin
Rasional:
1. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia.
2. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan.
3. Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan
suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.
4. Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia.
5. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
6. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.
7. Mencegah terjadinya perdarahan.
8. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
9. Mencegah/menghilangkan mual muntah.
10. Mengetahui perubahan yang terjadi.

13
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh
sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif.
Tujuan :
1. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan
infeksi
2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung
normal
Tindakan :
1. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan
hal yang sama.
2. Jaga personal hygine klien dengan baik.
3. Monitor temperatur.
4. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
5. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
Kolaboratif :
1. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
2. Berikan antibiotik bila diindikasikan.
Rasional :
1. Mencegah terjadinya infeksi silang.
2. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.
3. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.
4. Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.
5. Mencegah terjadinya infeksi.
6. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.
7. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi
organisme penyebab infeksi.

8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit


pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan,
penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.
Tujuan :
1. Klien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi
terhadap seksualitas
2. Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan
Tindakan :
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta
hubungannya dengan penyakitnya.
2. Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya.
3. Berikan privacy kepada klien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk
Rasional:
1. Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka antara klien
dengan pasangannya.
2. Membantu klien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya.
3. Memberikan kesempatan bagi klien dan pasangannya untuk mengekspresikan
perasaan dan keinginan secara wajar.

14
9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan
kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
Tujuan :
1. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
2. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
Tindakan :
1. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati
penyembuhan luka.
2. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
3. Ubah posisi klien secara teratur.
4. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak
tanpa rekomendasi dokter.
Rasional:
1. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi
awal terhadap perubahan integritas kulit.
2. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
3. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
4. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah,
tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang disebabkan karena masuknya bakteri
patogenik ke dalam telinga tengah. Bakteri  penyebab otitis media antara lain Staphylococcus
aureus, Pneumococcus,  Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.Terdapat 5 stadium
dalam OMA yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan
stadium resolusi. OMA biasa terjadi terutama pada bayi atau anak karena anatomi saluran
eustachiyang masih relatif  pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal.

3.2 Saran

Dari kesimpulan di atas penulis dapat sedikit memberi saran kepada  beberapa pihak agar
kualitas pelayanan kesehatan Indonesia semakin meningkat, diantaranya sebagai berikut:

a) Keluarga klien Keluarga klien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari anggota keluarga dengan masalah Ca mammae serta mampu
menjaga mulai dari pola makan, sampai pola aktivitas sehingga anggota keluarga lain
terhindar dari penyakit ca mammae.
b) Mahasiswa Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep dan memberikan Asuhan
Keperawatan pasien dengan ca mammae.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta :
Salemba Medika

Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology

Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Revai, R, et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper
Respiratory Tract Infection. Journal of The American Academy Pediatrics

Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak . Jakarta: Balai Penerbit IDAI

http://indonesiannursing.com/asuhan-keperawatan-kanker-payudara/

17

Anda mungkin juga menyukai