Anda di halaman 1dari 14

RESUME MATERI

“HUKUM WARIS ADAT & HUKUM WARIS ISLAM”

OLEH

NAMA : YUHANNA
NIM : D1A019591
KELAS : F1

PROGAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2021
1. Hukum Waris Adat

a. Pengertian Hukum Waris Adat


Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang
sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris serta
cara bagaimana harta warisan itu dialihkan oleh pemiliknya dari pewaris kepada
ahli waris. Hukum ini sesungguhnya adalah hukum penerusan serta mengoperkan
harta kekayaan dari sesuatu genarasi kepada keturunannya. Di dalam Hukum adat
sendiri tidak mengenal cara-cara pembagian dengan penghitungan tetapi
didasarkan atas pertimbangan, mengingat wujud benda dan kebutuhan waris yang
bersangkutan.

b. Asas-asas Hukum Waris Adat


1) Asas Ketuhanan dan pengendalian diri
2) Asas kesamaan hak dan kebersamaan hak
3) Asas kerukunan dan kekeluargaan
4) Asas musyawarah dan mufakat
5) Asas keadilan

c. Sistem Hukum Waris Adat


Sistem kewarisan menurut hukum Adat Indonesia yaitu diantaranya :
1) Sistem Keturunan
Sistem Keturunan Dilihat dari segi garis keturuan maka perbedaan
lingkungan hukum adat itu dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
 sistem patrilineal (kelompok garis ayah) Sistem keturunan yang
ditarik menurut garis bapak, contohnya: Gayo, Alas, Batak, Nias,
Lampung, Seram, Nusa Tenggara.
 Sistem Matrilineal (kelompok garis ibu) Sistem keturunan yang
ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih
menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria dalam pewarisan.
Contohnya, Minangkabau dan Enggano.
 Sistem Parental atau bilateral (kelompok garis ibu dan bapak)
Sistem yang ditarik menurut garis orang tua (ibu dan bapak)
dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan dalam
pewarisan. Contohnya: Jawa, Sunda, Madura, dan Melayu.
2) Sistem kolektif
Menurut sistem ini ahli waris menerima penerusan dan pengalihan harta
warisan sebagai satu kesatuan yang tidak terbaik dan tiap ahli waris hanya
mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta
tersebut. Contohnya seperti di Minangkabau, Ambon, dan Minahasa.
3) Sistem Mayorat
Menurut sistem ini harta warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yang
tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada anak
tertentu saja, misalnya anak laki-laki tertua (contohnya di Bali, Lampung,
Teluk Yos Sudarso), atau perempuan tertua (di Sumendo, Sumatera
Selatan), anak laki-laki termuda (di masyarakat Batak) atau perempuan
termuda atau laki-laki saja,
4) Sistem Individual
Menurut sistem ini, maka setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki
harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya, sistem
ini dijalankan di masyarakat yang menganut sistem parental.

d. Ahli Waris dalam Hukum Waris Adat


Ahli waris yang terpenting dalam adat adalah anak kandung sendiri. Dengan
adanya anak kandung ini, anggota keluarga lain menjadi tertutup untuk menjadi
ahli waris. Hukum adat waris sangat dipengaruhi oleh hubungan kekeluargaan
yang bersifat susunan unilateral yaitu matrilineal dan patrilineal.
Yurisprudensi dari waris hukum adat adalah :
- Keputusan MA tanggal 18 Maret 1959 Reg. No. 391/K/SIP/1959 yang
berisikan: hak untuk mengisi atau penggantian kedudukan ahli waris yang
telah lebih dahulu meninggal dunia dari pada yang meninggalkan warisan
adalah ada pada keturunan dalam garis menurun. Jadi, cucu-cucu adalah
ahli waris dari bapaknya.
- Keputusan MA tanggal 10 November 1959 no. 141/K/SIP/1959
mengatakan:
a. Penggantian waris dalam garis keturunan ke atas juga mungkin ditinjau
dari rasa keadilan
b. Pada dasarnya penggantian waris harus ditinjau pada rasa keadilan
masyarakat dan berhubungan dengan kewajiban untuk memelihara
orang tua dan sebaliknya.

Dalam masyarakat hukum adat juga dikenal yang istilah :

 Anak Angkat
Kedudukan hukum anak angkat di lingkungan hukum adat di beberapa
daerah tidak sama. Seperti contoh di Bali, perbuatan mengangkat anak
adalah perbuatan hukum yang melepaskan hak anak dari pertalian orang
tua kandungnya, sehingga anak tersebut menjadi anak kandung dari yang
mengangkatnya dengan tujuan untuk melanjutkan keturunannya.
Sedangkan di Jawa, perbuatan mengangkat anak hanyalah memasukkan
anak itu ke kehidupan rumah tangganya saja, sehingga anak tersebut hanya
menjadi anggota rumah tangga orang tua yang mengangkatnya dan tidak
memutuskan pertalian keluarga antara anak itu dengan orang tua
kandungnya. Jadi, bukan untuk melanjutkan keturunan seperti di bali.
 Anak Tiri
Anak tiri yang hidup bersama dengan ibu kandungnya dan bapak tirinya
atau sebaliknya adalah warga serumah tangga pula. Terhadap bapak atau
ibu kandungnya anak itu adalah ahli waari, tetapi terhadap bapak atau ibu
tirinya anak itu bukanlah ahli waris melainkan hanya warga serumah
tangga saja.
 Anak yang lahir di luar perkawinan.
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya menjadi ahli waris dari ibunya.
 Kedudukan Janda
Di dalam hukum adat, kedudukan janda di dalam masyarakat di
Indonesia adalah tidak sama sesuai dengan sifat dan sistem kekeluargaan.
Di masyarakat tapanuli dan batak, istri dapat mewarisi harta peninggalan
suaminya. Anak yang belum dewasa dibawah kekuasaan ibunya dan harta
kekayaan anak dikuasai ibunya. Janda wajib tetap berada dalam ikatan
kekeluargaan kerabat suaminya, bahkan sering janda menjadi isteri dari
saudara suaminya.
 Kedudukan Duda
Di daerah Minangkabau, dengan sifat matrilineal, suami pada
hakekatnya tidak masuk keluarga istri sehingga duda tidak berhak atas
warisan istri. Di masyarakat Batak dan Bali, suami berhak atas warisan
istrinya yaitu barang-barang yang dulu di bawa oleh istrinya. Di Jawa,
duda berhak mendapat nafkah dari harta kekayaan rumah tangga setelah
istrinya meninggal dunia.

e. Macam-macam Harta Waris dalam Hukum Waris Adat


Harta waris adalah harta yang ditinggalkan atau yang diberikan oleh pewaris
kepada warisnya, baik yang dapat dibagi maupun yang tidak dapat dibagi. Harta
waris dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu : harta asal, harta pemberian, harta
pencaharian, hak dan kewajiban yang diwariskan.
1) Harta Asal
Harta asal adalah semua kekayaan yang dikuasai dan dimiliki pewaris, baik
berupa harta peninggalan ataupun harta bawaan yang dibawa masuk ke dalam
perkawinan. Harta peninggalan dapat dibedakan lagi menjadi harta
peninggalan yang tidak dapat terbagi dan peninggalan yang dapat terbagi.
Harta peninggalan yang tidak dapat dibagi contohnya seperti di Minangkabau
dikenal ada yang Namanya harta pusaka tinggi seperti rumah gadang, sawah
atau peladangan. Dalam masyarakat matrilinial ini harta pusaka adalah
kepunyaan kaum dimana ibu sebagai pusat pengusaannya. Harta peninggalan
ini tidak mungkin dimiliki secara perseorangan melainkan secara bersama
memilikinya bagi para anggota kerabat dari pihak ibu tersebut.
Sedangkan harta peninggalan yang dapat dibagi pada umumnya terdapat
pada masyarakat patrilinial di Batak, dan masyarakat bilateral di Jawa, dan
tidak menutup kemungkinan di daerah-daerah yang harta peninggalan tersebut
di atas karena pergeseran zaman dan merenggangnya sistim kekerabatan harta
tersebut dibagi, namun pada prinsipya tidak dapat dibagi.
Harta bawaan adalah harta yang dimiliki oleh suami atau isteri sebelum
perkawinan. Oleh sebab itu dibagi antara harta bawaan suami dan harta
bawaan isteri.
2) Harta Pencaharian
Harta Pencaharian adalah harta yang didapat suami isteri secara bersama
selama dalam ikatan perkawinan. Tidak perlu dipermasalahkan apakah isteri
ikut aktif bekerja atau tidak. Walaupun yang bekerja hanya suami, sedangkan
isteri hanya tinggal di rumah mengurus rumah tangga dan anak, namun tetap
menjadi hasil usaha suami isteri.
3) Harta Pemberian
Harta pemberian yaitu harta yang merupakan harta warisan yang bukan
karena jerih payah seseorang bekerja untuk mendapatkannya. Pemberian dapat
dilakukan seseorang atau sekelompok orang atau seseorang atau kepada suami-
isteri. Untuk harta pemberian ini, bila terjadi perceraian maka dapat dibawa
kembali oleh masing-masing, sebagaimana peruntukan yang dimaksud
pemberinya.
2. Hukum Waris Islam
a. Pengertian Hukum Waris Islam
Hukum waris Islam adalah aturan yang digunakan untuk membagi harta
peninggalan yang berlandaskan dalil di dalam kitab suci Al-Quran, hadis Nabi,
dan kesepakatan para ulama. Aturan inilah yang dijadikan pedoman untuk
melakukan pembagian warisan. Dalam beberapa literatur hukum islam ditemui
beberapa istilah untuk menamakan hukum kewarisan islam, seperti fiqih
mawarits, ilmu faraidh, hukum kewarisan. Sekalipun terdapat beberapa nama,
namun istilah ini masih bertumpu pada kata mawarits dan faraidh

b. Dasar Hukum Kewarisan Islam


Dasar hukum kewarisan dalam Islam ini tercantum dalam ;
 Alquran surah An-Nisa ayat 7: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari
harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada
hak bagian [pula] dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan,” (An-Nisa [4]:
7).
 Di Indonesia hukum kewarisan diatur dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI), mulai pasal 171 yang mengatur tentang pengertian pewaris, harta
warisan, dan ahli waris.
 Aturan mengenai kewarisan juga bersumber pada UU No. 3 Tahun 2006
tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

c. Asas-asas Hukum Waris Islam


Asas-asas hukum kewarisan islam diantaranya :
 Asas Ijbari (memaksa)
 Asas akibat kematian
 Asas Bilateral
 Asas individual
 Asas Keadilan Berimbang

d. Rukun-rukun Kewarisan Islam


Terdapat tiga rukun yang harus terpenuhi agar harta warisan dapat dibagi yaitu:
1. Terdapat orang yang mewariskan (Al-Muwarist)
Orang yang mewariskan adalah si mayat yang memiliki harta warisan
2. Terdapat orang yang berhak mewarisinya (Al-Warist)
Orang yang berhak menerima warisan adalah orang yang memiliki
hubungan dengan si mayat, baik itu hubungan kekerabatan, perkawinan, dan
lain sebagainya.
3. Terdapat harta warisan (Al-Maurust)
Rukun ketiga dari kewarisan adalah adanya harta yang diwariskan setelah
kematian si mayat.

e. Sebab dan Syarat Kewarisan Islam


Ada beberapa sebab dalam kewarisan dalam islam terkait hak seseorang
mendapatkan warisan yaitu :
- Hubungan kekerabatan atau nasab
- Hubungan perkawinan
- Al-wala’ ( memerdekakan budak atau hamba sahaya )

Sedangkan syarat-syarat dalam kewarisan islam antara lain :

- Yanag mewariskan harta sudah meninggal


- Ahli waris masih hidup
- Terdapat hubungan antara ahli waris dengan pewaris harta
- Tidak adanya satu penghalang dari penghalang-penghalang untuk
mendapat warisan

f. Penggolongan Ahli waris dalam Kewarisan Islam


Islam membagi ahli waris ke dalam tiga golongan yang terdiri dari :

1) Zawil Furudh
Zawil Furudh adalah kelompok ahli waris yang menerima bagian tertentu.
Yang termasuk ke dalam kelompok zawil furudh adalah ahli waris perempuan
dan laki-laki.
Ahli waris dari kalangan laki-laki, diantaranya yaitu :

 Anak laki-laki

 Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus ke bawah

 Ayah

 Kakek dari ayah dan terus ke atas

 Saudara laki-laki kandung

 Saudara laki-laki seayah

 Saudara laki-laki seibu

 Anak laki-laki saudara laki-laki kandung

 Anak laki-laki saudara laki-laki seayah

 Paman yang sekandung dengan ayah

 Paman yang seayah dengan ayah

 Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah

 Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah

 Suami
 Orang laki-laki yang memerdekakan budak

Sedangkan ahli waris perempuan antara lain :

 Anak perempuan

 Cucu perempuan dari anak laki-laki,dan terus kebawah

 Ibu

 Nenek (ibu dari ibu) dan terus ke atas

 Nenek (ibu dari ayah),dan terus kebawah

 Saudara perempuan kandung

 Saudara perempuan seayah

 Saudara perempuan seibu

 Istri

 Orang perempuan yang memerdekakan budak

2) Ashobah

Ashabah adalah kelompok yang menerima sisa pembagian ashab al-furuiid.


Ahli waris ini tidak ditentukan bagiannya, melainkan menghabiskan sisa
harta.

3) Zawil Arham

Zawil arham adalah kelompok yang tidak menerima bagian kecuali tidak
ada ashab al-furuiid dan ashabah. Ahli waris ini punya kedekatan kekerabatan.
Contohnya cucu perempuan dari anak perempuan dan kakek dari garis ibu.

g. Furudhul Muqaddarah
Furudhul Muqaddarah berarti ahli waris yang bagian-bagian besarnya telah
ditentukan di dalam Al-quran. Furudhul muqaddarah ada enam, yaitu:1/2, 1/4,
1/8 , 2/3, 1/3, 1/6.

a. Yang mendapatkan 1/2 terdiri dari 5 orang, yaitu:

• Anak perempuan
• Cucu perempuan dari anak laki-laki
• Saudara perempuan kandung
• Saudara perempuan sebapak
• Suami, jika tidak ada anak dari almarhum istri

b. Yang mendapatkan 1/4 terdiri dari 2 orang, yaitu:


• Suami, beserta ada anak
• Istri, jika tidak ada anak dari almarhum suami

c. Yang mendapatkan 1/8 ada hanya satu golongan saja, yaitu:


• Istri, beserta ada anak

d. Yang mendapatkan 2/3 terdiri dari 4 orang, yaitu:


• Dua orang anak perempuan
• Dua cucu perempuan dari anak laki-laki
• Dua saudara perempuan kandung
• Dua saudara perempuan sebapak

e. Yang mendapatkan 1/3 terdiri dari 2 orang, yaitu:


• Ibu, jika tidak terhijab
• Bagi dua orang atau lebih saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu
f. Yang mendapatkan 1/6 terdiri dari 7 orang, yaitu:
• Ibu, beserta ada anak almarhum
• Nenek, ketika tidak ada ibu
• Cucu perempuan dari anak laki-laki beserta seorang anak perempuan
almarhum
• Saudara perempuan sebapak beserta saudara perempuan kandung
• Bapak, beserta ada anak almarhum
• Kakek, ketika tidak ada bapak
• Bagi seorang dari anak ibu (saudara seibu)

h. Penghalang Kewarisan
Pada umumnya, hal-hal yang menjadi penghalang kewarisan itu yaitu :
- Beda agama
- Pembunuhan
- Perbudakan

Sedangkan menurut KHI, yang menjadi penghalang dalam kewarisan islam


diantaranya :

- Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau


mencoba membunuh atau menganiaya berat orang yang meninggal (pasal
838 ayat (1) KUH Perdata,pasal 172 ayat (1) inpres nomor 1 tahn 1991
tentang KHI)
- Mereka dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena memfitnah
telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal, ialah suatu
pengadan telah melakkan suatu kejahatan yang terancam dengan hukuman
penjara 5 tahn lamanya ata hukuman yang lebih berat (pasal 838 ayat 2 KH
Perdata, pasal 172 ayat 2 inpres nomor 1 tahun 1991 tentang KHI);
- Mereka yang dengan kekerasan ata perbatan tidak mencegah si yang
meninggal untk membat atau mencabut surat wasiatnya (pasal 838 ayat 3
KUHPerdata)
- Mereka yang telah menggelapkan, mersak atau memalsukan surat wasiat si
yang meninggal (pasal 838 ayat 4 KUH Perdata)
-
i. Bagian-bagian Ahli Waris menurut KHI
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagian-bagian ahli waris diatur
menjadi :
1) Bagian Anak perempuan
- ½, bila seorang diri (anak tunggal & perempuan)
- 2/3, bila jika 2 orang atau lebih
- 1 : 2 (ashobah), bila bersama anak laki-laki
2) Bagian Ayah
- 1/3, bila tidak ada anak
- 1/6, bila ada anak
- Ashobah, bila seorang diri
3) Bagian Ibu
- 1/3, bila tidak ada anak / tidak ada 2 orang saudara atau lebih
- 1/6, bila ada anak / ada 2 orang saudara atau lebih
- 1/3, dari sisa sesudah diambil bagian janda atau duda bila bersama ayah
(tidak ada anak / tidak ada 2 orang saudara atau lebih)

4) Bagian suami
- ½, bila tidak ada anak
- ¼, bila ada anak
5) Bagian istri
- ¼, bila tidak ada anak
- 1/8, bila ada anak
6) Bagian sodara laki-laki dan sodara perempuan seibu
- 1/6, bila hanya seorang, tidak ada anak atau ayah
- 1/3, bersama-sama, bila jumlah saudara 2 orang atau lebih, tidak ada anak
atau ayah
7) Bagian dari sodara dari perempuan kandung (seayah)
- ½, bila hanya seorang, tidak ada anak atau ayah
- 2/3 bersama-sama, bila 2 orang atau lebih, tidak ada anak atau ayah
- 1 : 2 (ashobah), bila bersama saudara laki-laki kandung atau seayah 

Anda mungkin juga menyukai