PENDAHULUAN
1
memiliki fungsi sebagai perantara keuangan masyarakat (financial
pembiayaan.
dana atau barang modal.4 Lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk
dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak
menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito,
2
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
keuangan baik yang berbentuk bank ataupun bukan bank adalah pemberian
kredit.
1998 tentang Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam
lain yang harus didahului dengan persetujuan kredit. Kredit yang diberikan
tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan
perjanjikan adalah faktor penting yang harus dipikirkan oleh pemberi kredit.
motivasi debitur agar pengikatan jaminan kredit yang berupa harta hak milik
debitur yang dilakukan oleh pihak bank, tentunya debitur yang bersangkutan
takut akan kehilangan hartanya tersebut. Hal ini akan mendorong debitur
berupaya untuk melunasi kreditnya kepada bank agar katanya yang akan
6
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 11.
3
dijadikan jaminan kredit tersebut tidak hilang karena harus di cairkan oleh
pemberi kredit.
diharuskan dalam pemberian fasilitas kredit selain bank juga harus menilai
watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha dari nasabah debitur. Dalam
agunan pokok, contoh: aktiva tetap di luar prosen yang dibiayai, surat
bank.
4
terjadi kegagalan pembayaran kredit yang bersumber dari arus kas debitur.
Oleh karena itu, nilai agunan sangat penting sebagai indikator pembayaran
harus terdaftar.
balik oleh satu pihak kepada pihak lain, bahwa apa yang “keluar ditampakkan
5
suatu “jaminan” saja untuk suatu hutang, kepercayaan debitor kepada kreditor
8
Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan) Menurut
Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 66.
9
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991,
hal. 170.
6
bahkan tidak jarang dituangkan dalam akta notaris dengan tujuan untuk
secara tertulis adalah untuk mengantisipasi hal-hal diluar dugaan dan diluar
memperoleh haknya. Tanpa akta jaminan fidusia yang sah akan sulit bagi
pihak kreditur dan debitur, karena kedua belah pihak harus dapat
10
Tiong Oey Hoey, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2006, hal. 47.
7
kemungkinan apabila debitur beritikad buruk untuk tidak melunasi hutangnya
tersebut.
Undang Dasar Negara Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Hal ini sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang
tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan
Tidak hanya itu, terhadap frasa “cidera janji” sebagaimana diatur dalam
"adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan
atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya
hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji". Dengan demikian, dap
8
U-XVII/2019, apabila debitur melakukan wanprestasi dan menolak untuk
jaminan fidusia, tidak dapat segera melakukan eksekusi, tetapi harus melalui
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini tentunya akan
eksekutorial.
adalah:
debitor wanprestasi?
9
ketentuan Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Fidusia, maka hasil
dijadikan objek jaminan fidusia tersebut tidak ada atau tidak tersedia
fidusia dalam hal ini kreditor dapat menuntut pihak pemberi fidusia
10
a. Bagaimana pelaksanaan eksekusi Jaminan fidusia berdasarkan Pasal 29
Mrican?
terhadap obyek jaminan dari debitur. Disini langkah awal yang akan
kesepakatan para pihak. Alasan ini untuk mencari pembeli yang tepat
dengan harapan agar diperoleh harga yang tinggi. Selain itu juga cara
pelelangan umum akan memakan waktu yang lama dan biaya yang
11
tangan lebih disukai oleh pihak pegadaian karena debitur bisa mencari
melalui parate eksekusi, karena ketiga cara ini sudah diatur dalam
tersebut tanpa harus ada persetujuan lagi dari pemberi fidusia yang
tersebut adalah:
12
b. Bagaimana perlindungan hukum bagi bank selaku kreditur (penerima
daftar piutang.
diatur dalam pasal-pasal UUJF, yaitu Pasal 15 ayat (2), Pasal 17, Pasal
20, Pasal 23 ayat (2), Pasal 24, Pasal 27 dan Pasal 29 yang isinya
Fidusia.13
13
Maharani Oktora, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Jaminan Fidusia Atas Obyek
Piutang di Bank X Jakarta”, Tesis Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universitas
Indonesia, 2012.
13
Berdasarkan 3 (tiga) penelitian sebelumnya, maka terdapat perbedaan
dan jaminan fidusia atas obyek piutang serta perlindungan hukum bagi
XVII/2019.
n ini adalah:
Jaminan Fidusia?
XVII/2019?
14
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
XVII/2019.
18/PUU-XVII/2019.
yang baik.
15
a. Bagi Penulis, yaitu sebagai sarana untuk mempertajam daya analisis,
jaminan fidusia.
BAB I PENDAHULUAN
16
memegang jaminan fidusia setelah terbitnya Putusan Mahkamah
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
hukum. Suatu negara baru dinyatakan sebagai negara hukum apabila negara
sendiri.14
adalah perintah penguasa yang berdaulat dan bersifat memaksa dari otoritas
atau kekuasaan tertinggi di suatu negara. Hart meneruskan ide ini menjadi
aturan primer dan sekunder yang dipahami aturan dalam ranah-ranah yang
lebih luas dan lebih sempit atau aturan-aturan yang oleh Friedman
18
penerapannya, antara lain hukum dipahami sebagai perintah penguasa kepada
seluruh rakyat atau dengan kata lain bahwa hukum dipahami sebagai
eksternal bagi pelanggar hukum. Oleh sebab itu, demi kepastian hukum,
sebuah kaidah atau norma yang diyakini dan diberlakukan secara tidak resmi
pasti oleh pemerintah. Kepastian hukum berarti setiap orang dapat menuntut
agar hukum dilaksanakan dan tuntutan itu pasti dipenuhi, dan bahwa setiap
keadilan oleh karena nilai pasti dalam undang-undang mewajibkan hal yang
16
Ibid., hal. 41.
17
Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Bandung: Refika Aditama, 2004, hal. 21.
19
tentu, sedangkan kepentingan manusia/penduduk tidak pernah pasti. Misal:
yang dimuat dalam undang-undang adalah jelas, tegas, dan tidak mengandung
18
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Terjemahan, Diterjemahkan Oleh: Oetarid
Sadino, Jakarta: Pradnya Paramitha, 2009, hal. 14-15.
19
Rochmat Soemitro, Op.Cit., hal. 21—22.
20
Kepastian hukum banyak bergantung pada susunan kalimat, susunan
kata, dan penggunaan istilah yang sudah dibakukan. Untuk mencapai tujuan
bahasa hukum adalah juga bahasa Indonesia. Maka kepastian hukum juga
yang sudah baku. Dalam menyusun undang-undang yang baik perlu terlebih
dahulu dikuasai asas-asas hukum yang sudah diterima secara umum oleh
1. Lex specialis derogat lex generalis, adalah salah satu asas hukum yang
2. Lex posterior derogat lex priori, adalah pada peraturan yang sederajat,
3. Pacta sunt servanda, adalah asas hukum yang menyatakan bahwa setiap
melakukan perjanjian.
5. Nullum delictum noella poena sine praevia lege poenali, adalah tidak
21
6. Asas Non diskriminasi, adalah asas untuk menghargai persamaan derajat
korban perang (termasuk tawanan perang), atas dasar agama, ras, etnis,
suku bangsa, warna kulit, status sosial, afiliasi atau ideologi, dan lain
sebagainya.
8. Asas keajegan, adalah asas keteraturan yang tetap dan tidak berubah
sebagai hasil dari hubungan antara tindakan, nilai, dan norma sosial yang
berganti.
10. Asas keadilan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-
22
kaidah-kaidah teknikal, masalah berlimpahnya aturan-aturan perundang-
berupaya mencari pertautan pada apa yang sudah ada pada apa yang
undang.22
tentang positivisme hukum mengenai aturan primer dan sekunder tadi melalui
ilmu hukum selalu memberikan uraian mengenai hukum itu, dapat berupa
ketentuan yang menggariskan suatu peristiwa hukum dan bukan hukum serta
21
Ibid., hal. 42.
22
Ibid., hal. 42.
23
bagaimana peristiwa hukum tadi dikuatkan melalui mekanisme hukum. Jadi,
process the law, yang mengandung pengertian procedural due process and
kepastian hukum hanya dapat diperoleh manakala hukum bukan saja dapat
mengatur apa yang diperintahkan, apa yang diperbolehkan, serta apa yang
positif itu mesti dirumuskan dalam suatu kalimat yang menyatakan adanya
23
Ibid., hal. 43.
24
Ibid., hal. 44.
24
kepada masyarakat agar ada proses penjiwaan terhadap peraturan.
retensi atau penolakan, yang akan memberikan harapan hari yang cerah
hukum secara empirik berada dalam suatu budaya hukum yang korup dan
apa pun aturan hukum yang dibuat, tidaklah menjamin akan dilaksanakan
aturan-aturan tersebut.
25
Ibid., hal. 45.
26
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1986, hal.
161.
25
Kesadaran hukum masyarakat haruslah dibina dan ditata secara terus
integritas yang teruji dan disiplin yang tinggi, sehingga antara kata dan
dari sektor penegakan hukum jaksa, hakim, polisi, dan advokat dan juga
pelayanan hukum, seperti bea dan cukai, imigrasi, pajak, badan pemerintahan
hak asasi manusia dalam konstitusi tertulis satu negara. Berdasarkan hal
27
Soerjono Soekanto, Permasalahan Hukum Dalam Rangka Pembangunan di Indonesia
Suatu Tinjuan Secara Sosiologis, Jakarta: UI Press, 1983, hal. 66.
26
memberikan keadilan sosial maka negara juga harus memberikan
perlindungan terhadap hak asasi manusia yang saat ini diatur dalam Pasal 28 I
ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 dikenal dengan Prinsip Negara Hukum
yang Demokratis.28
hukum saja yang harus ditata kelola dengan baik, namun dibutuhkan sebuah
luar biasa dan independen, bebas dari intimidasi atau campur tangan eksekutif
dan legislatif, yang dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang bermoral
baik dan bermoral yang teruji sehingga tidak mudah terjatuh di luar skema
dari pembahasan konsep “negara hukum”. Istilah atau pengertian rule of law
paling sedikit dapat dipakai dalam dua arti, yaitu dalam arti formil dan
materiil (atau ideologis). Di dalam arti formil, maka rule of law dimaksudkan
sebagai kekuasaan publik yang terorganisir, yang berarti bahwa setiap sistem
Dalam arti yang formil ini, maka rule of law mungkin menjadi alat yang
paling efektif dan efisien untuk menjalankan pemerintahan yang tiranis. Rule
27
hukum baik dan hukum yang buruk antara yang antara lain mencakup aspek-
yudikatif.
5. Adanya badan yudikatif yang bebas dan merdeka yang akan dapat
di New Delhi. Tegasnya tujuan rule of law dalam arti materiil adalah untuk
manusia.30
sebagai suatu teori hukum yang menganggap bahwa pemisahan antara hukum
28
secara tajam antara “norma untuk apa diadakan menjadi sebuah standar
hukum yang sah” dengan “norma untuk apa diadakan menjadi sebuah standar
moral yang sah”. Jadi, ada perbedaan antara membuat sebuah norma menjadi
standar yang valid dengan membuat norma menjadi standar moral yang valid.
atau berpandangan bahwa tidak ada kaitan sebuah norma dengan moral.
menurut Kelsen, lebih kepada ukuran yang ditetapkan oleh sebuah ide dasar
31
Ibid., hal. 41.
32
Ibid., hal. 43.
29
sebagai sarana kontrol, yang pengelolaan pendayagunaannya dan
dengan nilai-nilai keadilan dan menurut pandangan ini, hukum harus menjadi
yang ajeg dan nilai-nilai keadilan yang progresif, karena kepastian hukum dan
mengenai hukum, baik konsep, fungsi serta tujuannya. Hal tersebut sekaligus
30
Satjipto Rahardjo menentang pendapat L.J. van Apeldoorn maupun
selalu dibicarakan dalam kaitan dengan kepastian hukum dan oleh karena itu,
Kepastian hukum itu merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari
yang terlalu besar seperti itu, memiliki risiko besar untuk menyesatkan. Ini
diterima. Opsi tersebut menempatkan hukum pada satu sudut (saja) dalam
jagat ketertiban yang luas sekali. Pemahaman tentang hukum yang demikian
itu berimbas pula pada pemahaman tentang kepastian hukum. Sejak posisi
hukum dalam jagat ketertiban tidak bisa sama sekali meminggirkan berbagai
institut yang lain dalam masyarakat, maka kaitan antara hukum dan kepastian
35
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, Jakarta: Kompas, 2007, hal. 79.
36
Ibid.
31
2.2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan
istilah ini bisa jadi karena dilihat dari eksistensinya lembaga pembiayaan
37
Sunaryo, Op.Cit., hal. 1.
38
Ibid., hal. 1.
32
keuangan bukan pembiayaan. Jadi, dalam kegiatan usahanya lembaga
Menurut Pasal 1 angka (2) Keppres No. 61 Tahun 1988 jo. Pasal 1 huruf
pembiayaan.
39
Ibid., hal. 2.
40
Budi Rachmat, Multi Finance: Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen,
Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2002, hal. 32.
33
b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan pekerjaan atau aktivitas dengan
membutuhkan.
keperluan.
e. Tidak menarik dana secara langsung (non deposit taking) artinya tidak
tabungan, dan surat sanggup bayar kecuali hanya untuk dipakai sebagai
bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana
41
Sunaryo, Op.Cit., hal. 2.
34
yang penting sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif
Kebutuhan dana bagi sektor usaha, terlebih bagi usaha kecil masih sangat
keuangan lain yang dapat memberi bantuan dana, seperti pegadaian, pasar
tidak semua pelaku usaha dapat dengan mudah mengakses dana dan setiap
ketentuan yang tidak dengan mudah dapat dipenuhi oleh pihak yang
membutuhkan dana.43
Bank yang selama ini sudah dikenal luas oleh masyarakat ternyata
memperoleh dana dari bank ini lembaga pembiayaan merupakan salah satu
42
Munir Fuady, Loc.Cit.
43
Ibid., hal. 21.
35
sumber dana alternatif yang penting dan potensial yang patut
dipertimbangkan. 44
(pelaku usaha) dapat mengatasi salah satu faktor krusial yang umum dia
usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus
ayat (2) Keppres No. 61 Tahun 1988 berbentuk Perseroan Terbatas atau
44
Sunaryo, Op.Cit., hal. 3.
45
Ibid., hal. 4.
36
Koperasi. Dengan demikian, untuk dapat menjalankan usaha di bidang
pelaksanaannya.
terdapat rumah tangga, badan usaha dan sektor pemerintah sebagai peserta
Fungsi utama sistem keuangan adalah mentransfer dana dari pihak yang
46
Ibid., hal. 4
37
mengalami surplus dana kepada pihak-pihak yang mengalami kekurangan
dana (defisit unit), baik dan unit rumah tangga, badan usaha, maupun dan
pensiun.47
47
Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Yogyakarta: Ekonisia, 2012, hal. 16.
48
Sunaryo, Op.Cit., hal. 10.
38
Pemerintah No. 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum, Peraturan
berupa bunga;
49
Ibid., hal. 10.
39
b. Prinsip syariah, artinya menjalankan usaha di bidang jasa perbankan
1972.52
40
berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai
Bank adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana, dan bursa
efek.53
53
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2011, hal. 24.
41
1) Menyalurkan uang pinjaman kepada masyarakat berdasarkan hukum
gadai;
barang-barangnya;
transfer);
berpenghasilan tetap.54
54
Ibid., hal. 24.
55
Sunaryo, Op.Cit., hal. 12.
42
Reksa dana (investment fund) diatur dalam Undang-Undang No. 8
pengelola dana. Dana yang dikelola oleh manajer investasi adalah dana
milik investor.56
c. Lembaga Pembiayaan
atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari
Keuangan No. 1251 Tahun 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara
56
Ibid., hal. 12.
57
Ibid., hal. 12.
43
Bidang-bidang usaha yang masuk dalam lingkup lembaga
44
a) Perusahaan pembiayaan dapat menerima pinjaman baik dan
dikurangi penyertaan.
publik.
59
Ibid., hal. 13.
45
2.2.2. Perjanjian Pembiayaan
adalah:
supplier).
dokumen.
46
dan membayarnya secara tunai kepada pemasok. Konsumen wajib
e. Jaminan, yaitu terdiri atas jaminan utama, jaminan pokok, dan jaminan
barang konsumsi.
konsumsi konsumen.
61
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 246.
47
d. Risiko pembiayaan relatif lebih aman karena pembiayaan tersebut
Pembiayaan.
dan konsumen yang dituangkan dalam bentuk perjanjian, tetapi juga diatur
62
Sunaryo, Op.Cit., hal. 97.
48
konsumen dari segi perdata, sedangkan perundang-undangan adalah
antara pemberi fasilitas dengan penerima fasilitas, dalam hal ini pemberi
bunga, sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah
pihak.64
63
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Op.Cit., hal. 214.
64
Salim HS, Hukum Kontrak Perjanjian, Pinjaman dan Hibah, Jakarta: Sinar Grafika, 2015,
hal. 47.
65
Purwahid Patrik, “Peranan Perjanjian Baku dalam Masyarakat”, Makalah dalam Seminar
Masalah Standar Kontrak dalam Perjanjian Kredit, Surabaya, 11 Desember 1993, hal. 1.
66
J. Satrio, “Beberapa Segi Hukum Standarisasi Perjanjian Kredit”, Seminar Masalah Standar
Kontrak dalam Perjanjian Kredit, Surabaya, 11 Desember 1993, hal. 1.
49
perjanjian untuk semua perjanjian untuk sifat yang sama. Perjanjian baku
yaitu:
b. Pihak Dealer/Supplier
c. Pihak Konsumen
67
Sunaryo, Op.Cit., hal. 10.
50
Pihak konsumen adalah pihak yang membeli barang yang
kreditur.
sudah mereka tanda tangani, secara yuridis para pihak terikat akan hak
kontrak tersebut harus dilakukan dengan iktikad baik (in good faith)
mana pihak pemberi biaya sebagai kreditur dan pihak penerima biaya
51
Berdasarkan hal tersebut, maka hubungan kontraktual antara
hubungan jual beli, dalam hal ini jual beli bersyarat, di mana pihak
pembeli, dengan syarat bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga
69
Munir Fuady, Op.Cit., hal. 166.
70
Sunaryo, Op.Cit., hal. 107.
52
menyediakan dananya, maka jual beli antara pihak supplier dengan
Dalam hal ini antara pihak penyedia dana (pemberi biaya) dengan
hukum yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga
digunakan dalam perjanjian jual beli antara pihak supplier dengan pihak
konsumen.72
balik oleh suatu pihak kepada yang lain bahwa apa yang keluar
hanya suatu jaminan saja untuk suatu utang.73 Pengertian ini mengandung
arti bahwa yang terjadi adalah hanya pengalihan kepemilikan atas benda
53
dengan adanya pengalihan ini, status benda itu hak miliknya adalah berada
Fidusia adalah lembaga yang berasal dari sistem hukum perdata barat yang
law.74
fidusia tidak turut diambil alih. Oleh karena itu, tidak mengherankan
berasal dari Romawi ini tidak populer dan tidak digemari lagi hilang dari
Jaminan Fidusia tidak lagi digunakan, pada abad ke-19 di Eropa terjadi
lain dalam bentuk gadai, akan tetapi para petani tidak dapat menyerahkan
74
Ibid., hal. 11.
75
Ibid., hal. 12.
54
disisi lain pihak bank juga tidak membutuhkan barang-barang tersebut
yang dikenal dengan nama Bier Brouwrij Arrest tanggal 25 Januari 1929
55
berdasarkan kepercayaan. Clignent tetap menguasai mobil itu atas
dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignent lalai
membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil BPM.
Ketika Clignent benar-benar tidak melunasi utang-utangnya pada
waktu yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari
Clignent, namun ditolaknya dengan alasan perjanjian yang dibuat
tidak sah. Menurut Clignent perjanjian yang ada adalah gadai, tetapi
karena barang gadai dibiarkan tetap dalam kekuasaan Debitor maka
gadai tersebut menjadi tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2)
BW. Dalam putusannya HGH menolak alasan Clignent bukanlah
gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau
fidusia yang telah diakui oleh Hoggeraad dalam Bierbrouwerij
Arrest, Clignent diwajibkan untuk menyerahkan jaminan itu kepada
BPM.”78
sebagai pemilik atas barang yang difidusiakan, akan tetapi sudah diterima
78
Ibid., hal. 198.
56
tanah dan bukan tanah.79 Dengan lahirnya Undang-Undang Jaminan
Fidusia meliputi benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat
lainnya.
Fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki, dan hak kepemilikannya
79
Ibid., hal. 199.
57
perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda
KUH Perdata. Selanjutnya Pasal 9 UUF menentukan dalam ayat (1) bahwa
Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis
benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan
yang diperoleh kemudian, ini berarti bahwa benda tersebut demi hukum
menjadi milik pemberi Fidusia. Lebih jauh ayat (2) Pasal 9 tersebut
dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri. Ini tidak lain oleh karena
80
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberikan Jaminan,
Jilid 2, Jakarta: Ind Hill-Co, 2009, hal. 70.
81
Ibid., hal. 70.
82
Ibid., hal. 71.
58
Dalam penjelasan atas Pasal 9 dinyatakan bahwa ketentuan dalam
Pasal ini dipandang dari segi komersial. Ketentuan yang secara tegas
fleksibilitas yang berkenaan dengan hal ihwal benda yang dapat dibebani
meliputi hasil dari benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia serta
meliputi klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan
tersebut musnah. 83
siapakah yang bertanggung jawab atas semua akibat yang ditimbulkan dan
Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari
59
pengalihan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Dengan demikian
yang harus bertanggung jawab dan memikul semua risiko adalah Pemberi
dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.
Namun hal itu tidak berlaku jika telah terjadi cidera janji/wanprestasi oleh
debitur dan atau Pemberi Fidusia pihak ketiga (ayat 2). Benda yang
dimaksud dalam ayat (1) wajib digantikan oleh Pemberi Fidusia dengan
objek yang setara (ayat 3). Sedangkan dalam hal Pemberi Fidusia cidera
janji, maka hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena
tersebut wajib diganti dengan objek yang setara. 85 Yang dimaksud dengan
84
Ibid, hal. 73.
85
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fiducia,
Bandung: Alumni, 2007, hal. 26.
60
“mengalihkan” antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam
nilainya tetapi juga jemsnya. Yang dimaksud dengan “cidera janji” adalah
Pasal 23 ayat (1), apabila Penerima Fidusia setuju bahwa Pemberi Fidusia
benda atau hasil dari benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, atau
86
Frieda Husni Hasbullah, Op.Cit., hal. 74.
87
Ibid., hal. 74.
61
BAB III
METODE PENELITIAN
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum tujuan
penelitian ada tiga macam, yaitu yang bersifat penemuan, pembuktian, dan
adalah data yang betul-betul baru yang sebelumnya belum pernah diketahui.
62
Pembuktian berarti data yang diproleh itu digunakan untuk membuktikan
umum data yang diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami,
suatu masalah atau informasi yang tidak diketahui dan selanjutnya menjadi
Selain itu masih menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum berfungs
aah.90
88
Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cet. 1 Malang: Bayumedia
Publishing, 2005, hal. 33.
89
Ibid., hal. 33.
90
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2016, hal. 33.
63
yang mempunyai tujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum
tertentu. Para sosiolog mengartikan hukum sebagai perilaku yang teratur dan
Terdapat dua jenis data dalam penelitian ilmiah, yaitu data primer dan
data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data
91
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet III, Jakarta: Universitas Indonesia
Pers, 2007, hal. 43.
92
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Huk
um, Jakarta: Prenada Media Group, 2016, hal. 84.
64
2) Bentuk dan isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti
terdahulu;
3) Data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan
tempat.
Data primer adalah data yang harus diperoleh peneliti melalui penelitian
Oleh karenanya data primer seringkali menjadi data dasar penelitian hukum
empiris. Dalam metode pengumpulan data primer yang umum dipakai dalam
responden mengenai gejala yang ada atau peristiwa hukum yang terjadi;
2) Subjek pelaku dan objek perbuatan dalam peristiwa hukum yang terjadi;
4) Solusi yang dilakukan oleh pihak-pihak, baik tanpa konflik, maupun dalam
65
Kemudian kuisioner, yaitu daftar pertanyaan yang disusun secara
diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan tempat dan dalam
keadaan siap (ready-made). Pada data sekunder yang dibagi menjadi 3 (tiga)
kelompok, yaitu:
bahan hukum primer, yakni buku dan karya tulis dalam jurnal hukum.
3) Bahan Non Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamus
hukum.
3.4. Pendekatan
93
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hal. 93.
66
Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang
dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang ditangani.
dihadapi.
kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dan telah menjadi
menjadi kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau
putusan.
67
3) Pendekatan Historis (Historical Approach)
filosofis dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari.
peraturan dan satu negara dengan negara lainnya mengenai hal yang sama.
apple to apple), yaitu peraturan atau regulasi pada tingkat yang sama.
68
Pendekatan hukum di dalam penelitian hukum merupakan instrumen
bagi peneliti untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu
undangan lainnya.
dalam penelitian ini adalah segala peraturan yang disebutkan dalam Bahan Hu
Nomor 18/PUU-XVII/2019.
ditarik kesimpulan, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju ke hal yang
94
Ibid., hal. 93.
69
bersifat khusus untuk menggambarkan mengenai pembebanan dan eksekusi
Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Hambatan dan kendala dalam penelitian ini adalah terkait dengan data
sekunder, yaitu penelitian ini dibuat pada saat wabah Covid 19 melanda
Penulis menjadi sangat terbatas untuk pengumpulan bahan pustaka dan juga
BAB IV
70
KUHPerdata sebagai terjemahan dari burgerlijk wetboek
sebagai berikut:96
71
c. Sebagai tahap terakhir dilakukan Pendaftaran benda yang dibebani
Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia (Pasal 13 ayat 3). Dengan
b. Accessoir
97
Ibid., hal. 75.
72
Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok
c. Droit de Suite
pada tangan pihak ketiga berdasarkan pengalihan hak atas piutang atau
hak in personam.99
98
Ibid., hal. 75.
99
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2002, hal. 18.
73
d. Droit de Preference
atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia (ayat 2).
likuidasi
Fidusia jatuh pailit, maka hak yang didahulukan dan Penerima Fidusia
tidak hapus karena benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tidak
termasuk dalam harta pailit Pemberi Fidusia. Hal ini sesuai dengan
74
“Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang
gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan
atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah
tidak terjadi kepailitan.”
cidera janji, batal demi hukum. Ketentuan ini adalah tiada lain untuk
Fidusia, oleh karena hak milik atas benda yang dijaminkan itu hanyalah
benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu)
75
dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu
e. Constitutum Possessorium
constitutum possessorium.101
atas suatu benda adalah sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu.
100
Frieda Husni Hasbullah, Op.Cit., hal. 77.
101
Ibid., hal. 78.
76
baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara
g. Asas Publisitas
102
Ibid., hal. 78.
77
Pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut dilakukan pada Kantor
h. Asas Spesialitas
(1) dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan
memuat:
4) Nilai penjaminan.
103
Ibid., hal. 79.
78
5) Nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau
kuasa atau wakil dari Penerima Fidusia tersebut. Sudah tentu asalkan
104
Ibid., hal. 80.
105
Ibid., hal. 81.
79
tahapan- tahapan pengikatan atau pembebanan Fidusia adalah rangkaian
benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar. Tidak
Fidusia oleh pemberi Fidusia, baik debitur maupun penjamin pihak ketiga
adalah oleh karena hak milik atas benda tersebut telah beralih kepada
Jika dikaitkan dengan Pasal 28, maka apa yang ditegaskan dalam
“Apabila atas benda yang sama menjadi objek Jaminan Fdusia lebih
dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang
lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia”.
80
dapat difidusiakan kembali. Sedangkan hak mendahulu bagi kreditur
preferen baru timbul jika ada lebih dari satu kreditur Pemegang Fidusia
kedua karena pasti tidak diizinkan atau ditolak oleh Kantor Pendaftaran
Fidusia.106
Oleh karena itu, dalam UUF dipandang perlu diatur secara khusus tentang
mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
bersangkutan.107
106
Ibid., hal. 82.
107
Ibid.
81
Aturan baru yang sangat penting dalam Undang-Undang Fidusia
tidak adanya kepastian hukum demikian juga bagi kreditur khususnya dan
hukum karena benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tetap berada
dibebani dengan Jaminan Fidusia dituangkan dalam Pasal 11 ayat (1) dan
Kewajiban ini juga berlaku dalam hal benda tersebut berada di luar
Fidusia (Pasal 13 ayat 1). Setelah itu Kantor Pendaftaran Tanah mencatat
Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama
Yang Maha Esa” pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan
82
merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-
adalah pada waktu perjanjian dibuat antara debitur dan kreditur, maka
Fidusia dicatat dalam Buku Daftar Fidusia (Pasal 14 ayat 3). Sertifikat
Jaminan Fidusia yang diterbitkan pada tanggal yang sama dengan tanggal
14 ayat 1). Hal ini juga dinyatakan dalam Pasal 28 bahwa apabila atas
benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu)
Fidusia.110
109
Frieda Husni Hasbullah, Op.Cit., hal. 83.
110
Ibid. hal.55.
83
Kemudian dulu sebelum berlakunya UUF, pada umumnya objek
ketentuan Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata, maka barang siapa yang
sebagai alas hak yang sempurna” (bezit geldt als volkomen titel).
tidaklah sama dengan eigendom tetapi siapa saja yang dengan jujur
adalah pihak ketiga. Namun demikian, ketentuan Pasal 1977 ayat (1)
yang tidak terdaftar. Oleh karena itu dengan adanya pendaftaran Jaminan
Fidusia dalam UUF, walaupun masih dapat diterobos oleh pihak yang
111
Ibid. hal.56.
84
menguasai secara fisik bendanya sehubungan tidak tertampungnya Pasal
1977 ayat (1) tersebut dalam UUF, namun setidak-tidaknya ada kewajiban
bergerak yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Hal ini akan menjamin
adalah:
dijaminkan.
Kebendaan.
112
Ibid., hal. 85.
113
Ibid.hal.35.
85
Ketentuan terkait dengan pendaftaran jaminan fidusia saat ini
No. 9 Tahun 2013) dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
diatur dalam Pasal 3 Permenkum HAM No. 9 Tahun 2013 yang mengatur
artinya dibuat oleh Kreditor dan Debitor sendiri atau akta otentik
kredit ini sesuai sifat accessoir dari Jaminan Fidusia yang artinya
86
pembebanan Jaminan Fidusia merupakan ikutan dari perjanjian
akta tersebut;
b. Bentuk Akta Jaminan Fidusia adalah akta otentik yang dibuat oleh
Jaminan Fidusia”;
c. Akta jaminan Fidusia ini haruslah dibuat dengan akta Notaris (Pasal
87
d. Akta jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud, haruslah berisikan
Fidusia.
88
dilakukan secara elektronik melalui kios pelayanan Pendaftaran
aplikasi meliputi:
1) identitas Pemohon;
5) perjanjian pokok;
1) nomor pendaftaran;
89
3) nama Pemohon;
Persepsi;
berkepentingan;
berdasarkan kepercayaan;
90
MAHA ESA”; Sertifikat jaminan ini mempunyai kekuatan
Fidusia.
Berdasarkan hal di atas, maka jaminan Fidusia baru sah lahir saat
2013.
91
Penulis berpendapat, ketentuan dalam Permenkum HAM No. 9
secara elektronik.
Tahun 2013 jo Permenkum HAM No. 10 Tahun 2013 adalah dalam upaya
atau hukum tertulis, meskipun hukum tidak tertulis dan juga yurisprudensi
92
Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia menganut sistem hirarki
norma hukum yang dibawah berlaku dan bersumber, dan berdasar dari
norm yang lebih tinggi, dan norma lebih tinggi juga bersumber dan
berdasar dari norma yang lebih tinggi lagi begitu seterusnya sampai
berhenti pada suatu norma tertinggi yang disebut sebagai Norma Dasar
(Grundnorm).114
Oleh sebab itu, hukum selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-lembaga
yang lebih tinggi, sehingga norma yang lebih rendah (inferior) dapat
Hierarki.115
93
pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang
Undang Jaminan Fidusia adlaah diatur dalam Pasal 13 ayat (4) yang
94
mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan
norma baru dalam hukum jaminan fidusia, sehingga meskipun tujuan dari
No. 10 Tahun 2013 adalah hal yang baik, namun demikian, apabila
Hak khusus yang dimiliki penerima Fidusia atau kreditur tentunya berbeda
dengan kreditur lainnya yang tidak memiliki benda yang ditunjuk secara
khusus sebagai jaminan maupun alasan lain yang sah untuk didahulukan.
lainnya dan memiliki hak yang seimbang sesuai dengan besar kecilnya
95
piutang yang dimilikinya dalam hal pelunasan hutang. Mengenai ini secara
jelas diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Adapun Pasal 1131
Hak khusus yang dimiliki oleh penerima jaminan Fidusia atau kreditur
lainnya.
96
jaminan lainnya. Lembaga perbankan mensyaratkan adanya kolateral atau
pelepasan benda dari kekuasaan pemberi gadai atau kreditur sebagai syarat
menjadi Fidusia.
menarik bagi para kreditur atau pemberi dana. Oleh karenanya guna
97
memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pihak-pihak yang
Undang Fidusia telah mengatur cara khusus atau benda yang menjadi
pemberi Fidusia cedera janji eksekusi terhadap benda yang menjadi objek
Fidusia sendiri.
yang telah diatur dalam Pasal 50 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa
98
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka syarat untuk dapat
dengan modal eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang
umum, tetapi untuk menambah ketentuan yang ada dalam hukum acara
lewat dua tahun dan dengan prosedur yang berbelit. Hal ini disebut sama
99
Ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Fidusia
merupakan suatu ketentuan syarat yang baru berlaku apabila syarat yang
janji. Di sini bisa berupa debitur memenuhi kewajiban pelunasan pada saat
melaksanakan efek usia atas benda jaminan Fidusia kalo debitur dan
pemberi Fidusia itu dulu orang yang berlainan, cedera janji debitur
tentunya ada pada perjanjian pokok, sedang cedera janji pemberi jaminan
atas benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia adalah sebagai berikut:
(Pasal 29)
(1) Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap
Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan
cara:
a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia.
b. Penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas
kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara
demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
para pihak.
117
Ibid, hal. 230.
100
(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c
dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan
secara tertulis oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua)
surat kabar yang tersebar di daerah yang bersangkutan.
(Pasal 30)
(Pasal 31)
Dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia terdiri atas benda
(Pasal 32)
sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dan Pasal 31, batal demi hukum.
(Pasal 33)
(Pasal 34 )
101
(1) Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia
(2) Apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitor
Fidusia.
118
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2007) hal. 166.
102
pemberi Fidusia dan penerima Fidusia tidak dapat menempuh atau
batal demi hukum.119 Artinya dapat ditafsirkan, antara pemberi Fidusia dan
apabila syarat yang disebutkan di sana dipenuhi, itu syarat bahwa debitur
119
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016) hal. 267.
103
Cedera janji di sini bisa berupa lalainya debitur memenuhi
saat itu belum matang untuk ditagih. Dalam peristiwa seperti itu maka
debitur dan pemberi Fidusia itu dua orang yang berlainan, cedera janji
pemberi Fidusia.120
sendiri. Ini merupakan salah satu ciri jaminan Fidusia yang kuat dan
120
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016) hal. 230
104
pasti, bahwa adanya kemudahan dalam melaksanakan eksekusinya
para pihak ini. Ini berarti eksekusi atas benda yang menjadi obyek
4. Eksekusi jaminan Fidusia atas benda perdagangan dan efek yang dapat
105
tempat perdagangan atas benda perdagangan atau efek, sesuai dengan
benda menjadi obyek jaminan Fidusia tersebut dari debitur kepada kreditur
jaminan Fidusia.
jaminan Fidusia
106
dikesampingkan oleh para pihak pemberi dan penerima Fidusia,
Fidusia dan penerima Fidusia tidak dapat menempuh dan memper janjikan
cara lain untuk mengeksekusi benda yang menjadi obyek jaminan, selain
121
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016) hal. 242
122
Ibid, hal.245.
107
Jaminan Fidusia menjelaskan mengenai sertifikat jaminan Fidusia
mengenai hak dan kewajiban kreditur dan debitur sedangkan, pada putusan
suatu jaminan Fidusia terlebih dahulu, kepastian hukum dari pihak kreditur
jaminan Fidusia nya terjamin secara sah atau tertulis di suatu kontrak atau
108
perjanjian yang sah di hadapan hukum. Kreditur adalah salah satu yang
janji.
masalah salah satunya yaitu proses pelunasan kredit yang berjalan tidak
sesuai maka dari itu peneliti akan membahas permasalahan yang ada pada
ingin mengambil kendaraan merek Toyota tipe Alphard lima model dua
empat milik pemohon satu dengan dalil pemohon satu telah wanprestasi.
Dewi dan Suri Agung Prabowo sebagai pemohon satu merupakan istri dari
109
tidak diperlakukan dengan adil menggugat menggunakan Undang-Undang
secara taat. Namun sejak bulan Agustus, September dan Oktober 2017
debitur tidak melakukan pembayaran secara taat dan tepat waktu sehingga
110
a Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 10 Mei 2019, yang pada pokokny
engujian terhadap ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Jaminan Fi
dusia yang dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat
(1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Bahwa isi ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Jaminan Fidusia ad
dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama den
gan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (3)
Apabila debitur cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menj
ual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.
seluruhnya;
111
ma dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkek
reditur) dalam hal tidak ada keberatan dan melakukan upaya hukum, at
au paling tidak dalam hal adanya upaya hukum maka melalui putusan
menyatakan :
112
sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
mengikat dan tidak di maknai terhadap jaminan Fidusia yang tidak ada
secara suka rela obyek yang menjadi jaminan Fidusia, maka segala
dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah
113
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
hukum tetap.
MK Nomor 18/PUU-XVII/2019
114
Analisis Atas Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019
memerlukan bingkai hukum, pada kasus di atas, jual beli yang dilakukan
atau sebuah mobil yang dilakukan oleh pihak kreditur karena debitur
jaminan Fidusia.
fidusia.
undang undang jaminan Fidusia, unsur unsur dari jaminan Fidusia, yaitu:
115
2. Kebendaan bergerak sebagai obyek nya.
sebagai anggunan.
kepemilikan atas suatu benda yang dilakukan atas dasar Fidusia dengan
dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara guna usaha dengan
hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk
116
pengajuan kredit terhadap pihak leasing sesuai dengan pengawasan
pengertian leasing.
sendiri terhadap proses leasing pada jual beli yang dilakukan Aprilia dan
janji secara tidak langsung dapat diartikan bahwa kredit itu berlindung atau
jaminan Fidusia ini dapat dilakukan dalam berbagai cara sebagai berikut:
117
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka
yang disebut dengan istilah gross akta. Akta akta yang dimaksud yaitu:
Ketentuan dalam pasal satu lima ayat tiga undang undang Fidusia
Fidusia atas kekuasaan sendiri nya. Ini merupakan salah satu ciri
jaminan Fidusia yang kuat dan pasti, bahwa adanya kemudahan dalam
dan sebagai perwujudan dari dalam undang undang Fidusia telah diatur
118
3. Eksekusi secara penjualan di bawah tangan oleh kreditor pemberi
Fidusia sendiri
berarti eksekusi atas benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia secara
4. Eksekusi jaminan Fidusia atas benda dagangan dan efek yang dapat
atau efek yang dapat diperdagangkan di pasar atau di busa Khushi atas
benda tersebut dapat dilakukan dengan cara penjualan nya di pasar atau
119
jaminan Fidusia dimaksud dalam rangka pelaksanaan eksekusi
Sembilan Fidusia.
a. Surat Permohonan.
Tetap (INKRACHT).
120
j. Pendapat dari Panmud Perdata, Panitera, Jurusita, dan Ketua PN. l.
Eksekusi , Lain-Lain
seringkali terjadi cedera janji terhadap pihak debitur di mana debitur sering
sekali melakukan telat bayar dalam proses Pelunasan kredit. Maka dari itu
tentu saja pihak kreditur. Karena kreditur lah yang memberikan Anggunan
atau pinjaman dalam proses jual beli leasing pada kasus Ini. Sehingga,
121
Fidusia tidak boleh dilakukan secara langsung melainkan harus melalui
menjelaskan:
hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia atas
kekuasaannya sendiri.
pada kreditur tetap terjamin pada pasal 15 ayat 2 dan 3 putusan MK nomor
122
Melihat kasus diatas, maka menurut ahli kepastia hukum Gustaf
124
Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Bandung: Refika Aditama, 2004, hal. 21.
123
BAB V
5.1. Kesimpulan
124
melalui pengadilan negeri dulu dan juga proses yang harus berdasrkan alat
yang tidak efisien dalam arti memakan banyak waktu karena dalam prosesnya
tetapi harus melalui proses yang memerlukan biaya yang mahal. Apabila
ini dapat merugikan kreditur karena biaya yang dikeluarkan tidak sesuai apa
jaminan Fidusia tidak sesuai dengan biaya jaminan Fidusia tersebut karena
merugikan kreditur.
125
undang-undang jaminan Fidusia tidaklah memberi pengaturan mengenai
bahwa kekuatan hukum antara debitur dan kreditur menjadi jelas dan
Dari sisi debitur terlindungi dalam hal debitur tidak perlu merasa takut akan
5.2. Saran
memiliki dasar hukum yang jelas, sehingga sertifikat jaminan fidusia tersebut
pengadilan negeri lagi, dikarenakan sifat dari sertifikat jaminan fidusia yang
126
DAFTAR PUSTAKA
Buku
127
Fachmi, Kepastian Hukum Mengenai Putusan Batal Demi Hukum Dalam
Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia
Publishing, 2011.
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia (Seri Hukum Bisnis),
Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
128
Rochmat Soemitro. Asas dan Dasar Perpajakan. Bandung: Refika Aditama,
2004.
Peraturan Perundang-Undangan
129
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2013
tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2013
tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik.
Putusan Pengadilan
Tesis
Makalah
130
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, diselenggarakan oleh BPHN
Departemen Hukum dan Perundangundangan RI Bekerjasama dengan
PT. Bank Mandiri (Persero), Jakarta, 9-10 Mei 2000.
Pendidikan :
131
4. SMA Negeri 29, Jakarta Tahun 2009 – 2012
132