Anda di halaman 1dari 6

STEP 1

1. CO
Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihasilkan dari
proses pembakaran yang tidak sempurna dari material yang berbahan dasar karbon
seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-zat organik lainnya
Disebut “sillent killer”  dapat mematikan secara diam-diam
CO tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mengiritasi
Contoh CO : dari pembakaran bensin, gas alam, minyak tanah atau minyak

STEP 2
1. Bagaimana mekanisme toksisitas CO?
2. Bagaimana efek klinis akibat keracunan CO?
3. Apa saja gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO?
4. Bagaimana cara penanganan keracunan CO?
5. Mengapa pada skenario tersebut keracunan CO dapat menyebabkan seseorang
meninggal? Bagaimana mekanismenya?
6. Bagaimana pemeriksaan keracunan CO?
STEP 3
1. Bagaimana mekanisme toksisitas CO?
a) Peningkatan hemoglobin
 Berasal dari hipoksia seluler yang dipaksakan dengan mengganti oxyhemoglobin
dengan CO-Hb dan menghasilkan anemia relatif
CO-Hb : karboksihemoglobin
 Kemampuan CO yang dapat mengikat protein dan berbagai protein heme (gugus
yang mengandung besi/Fe2+)
 Pengikatan CO pada Hb juga menstabilkan keadaan relaks (R-state) molekul
hemoglobin yang meningkatkan afinitas pada sisi lain dalam tetramer Hb, dan
selanjutnya mengurangi pelepasan dan pengiriman oksigen ke jaringan
b) Toksisitas seluler langsung
Keracunan CO jauh lebih kompleks daripada dugaan awalnya, dan jelas memiliki
mekanisme toksisitas di luar pembentukan CO-Hb. Dalam sebuah penelitian klasik,
Goldbaum dan rekannya menunjukkan bahwa anjing yang menghirup 13% CO mati
dalam waktu 1 jam setelah mencapai kadar CO-Hb dari 54% sampai 90%. Namun,
pertukaran transfusi dengan darah yang mengandung 80% CO-Hb ke anjing yang
sehat tidak menghasilkan efek beracun, meskipun kadar CO-Hb yang dihasilkan 57%
sampai 64%, menunjukkan bahwa toksisitas CO tidak tergantung pada pembentukan
CO-Hb. Penelitian lain telah menguatkan temuan morbiditas dan mortalitas akibat
keracunan CO yang terlepas dari pembentukan hipoksia atau CO-Hb (Kao, 2006).
Pemahaman terkini tentang patofisiologi keracunan CO menghubungkan efek
klinisnya dengan kombinasi hipoksia dan iskemia akibat pembentukan CO-Hb dan
toksisitas CO langsung pada tingkat sel. Kombinasi ini membantu menjelaskan
mengapa kadar CO-Hb tidak berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala klinis.
Garis besar beberapa mekanisme yang diusulkan disajikan pada Gambar 8.3 (Kao,
2006).
c) Inhibisi mitokondrial dan pembentukan radikal bebas
CO menghambat respirasi mitokondria dengan mengikat Fe+2 heme a3 di sisi aktif
sitokrom oksidase (cytochrome oxidase=COX) , yang secara efektif memblok
fosforilasi oksidatif, serupa dengan efek sianida dan oksida nitrat (NO). COX hanya
memiliki preferensi 3 kali lipat untuk CO2 daripada O2. Dengan demikian, karena
ikatan kompetitif O2 dan CO terhadap COX, inhibisi mitokondria yang dimediasi
oleh CO paling banyak terjadi pada kondisi hipoksia.
Dengan COX terhambat, fosforilasi oksidatif melambat, menurunkan produksi ATP
di jaringan seperti otak atau jantung. Kompleks lain dalam rantai transpor elektron
terus mengalirkan elektron, menghasilkan superoksida, yang menyebabkan kerusakan
sel dan jaringan lebih lanjut (Rose, et al, 2017)
d) Pengikatan protein (myoglobin, guanylyl cyclase)
- Ikatan CO dengan mioglobin dapat mengurangi ketersediaan oksigen di jantung
dan menyebabkan aritmia dan disfungsi jantung; hal itu juga dapat berkontribusi
ke arah keracunan otot rangka dan rhabdomyolysis
- CO juga merangsang guanylyl cyclase, yang meningkatkan siklo guanylyl
monofosfat, menghasilkan vasodilatasi serebral, yang dikaitkan dengan hilangnya
kesadaran pada model hewan keracunan CO (Kao, 2006).
e) Oksida nitrat
Peran oksida nitrat (NO) dan radikal bebas oksigen lainnya telah diteliti secara luas
berkaitan dengan keracunan CO. Banyak penelitian pada hewan menunjukkan
vasodilatasi serebral setelah terpapar CO, yang dikaitkan secara temporer dengan
hilangnya kesadaran dan kadar NO yang meningkat. Bukti ini telah menyebabkan
spekulasi bahwa, secara klinis, sinkop mungkin terkait dengan relaksasi pembuluh
darah yang tidak dimediasi oleh AD dan aliran darah rendah. NO juga merupakan
vasodilator perifer dan dapat menyebabkan hipotensi sistemik, walaupun hal ini
belum dipelajari dalam penentuan keracunan CO. Namun, adanya hipotensi sistemik
pada keracunan CO berkorelasi dengan tingkat keparahan lesi serebral, terutama di
daerah aliran perfusi (yaitu ganglia basal, white matter, hippocampus) (Kao, 2006).
f) Efek terhadap trombosit dan inflamasi
 Kelebihan CO mengaktifkan trombosit melalui pemindahan NO dari hemoprotein
permukaan platelt  penggantian NO bebas bereaksi dengan superoksida 
menghasilkan peroxynitrite (ONOO-)  menghambat fungsi mitokondria dan
meningkatkan aktivasi platelet - trombosit yang diaktivasi merangsang neutrofil
 akibatnya terjadi degranulasi dan melepaskan myeloperoxidase (MPO) 
MPO menguatkan efek inflamasi, dengan memicu aktivasi neutrofil, adhesi dan
degranulasi yang lebih banyak
Protease dari neutrofil diduga mengoksidasi xanthine dehydrogenase sel endotel
menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS). Peradangan yang dipicu oleh NO
dan ROS berkontribusi pada cedera neurologis dan jantung akibat keracunan CO
(Rose et al., 2017).
 Oksidasi nitrit juga dapat berujung pada kerusakan oksidatif pada otak, yang
mungkin bertanggung jawab atas sindrom klinis delayed neurologic sequelae
(DNS)

2. Bagaimana efek klinis akibat keracunan CO?


a) Akut
 Gejala awal setelah paparan CO : sakit kepala, mual, dan pusing. Kemudian ketika
paparan meningkat pasien mengalami gejala lebih parah, terutama organ yang
bergantung pada oksigen (otak dan jantung)  tanda-tanda awal cedera
 Kardiovaskular : takikardia sebagai respons terhadap hipoksia
Paparannya signifikan : mengakibatkan hipotensi, disritmia, iskemia, infark, dan
dalam kasus ekstrim menyebabkan serangan jantung
Kematian dini  disebabkan oleh disritmia jantung. Disritmia sama dengan
aritmia yaitu gangguan irama jantung, yang disebabkan gangguan pembentukan
impuls atau penghantaran impuls
Hipotensi  terjadi akibat cedera miokard akibat hipoksia atau iskemia, aktivitas
depresan miokard langsung dari ikatan mioglobin, vasodilatasi perifer
 Keracunan CO dapat menyebabkan rhabdomyolysis dan gagal ginjal akut,
berpotensi sebagai efek toksik langsung CO pada otot rangka
Keracunan CO berat : lepuh kulit dan edema paru nonkardiogenik
 Efek pada janin : CO dapat menembus plasenta, akibatnya lahir mati/kematian
janin, malformasi anatomi, cacat neurologis
b) Tertunda
 DNS (delayed neurologis sequelae)
Gejala : kemunduran mental, gangguan memori, ketidakmampuan koordinasi,
inkontinensia urin dan tinja, dan mutisme
DNA sering kali terjadi pada pasien yang mengalami koma, pad apasien yang
lebih tua, dan mungkin pad aorang dengan pemaparan yang terlalu lama
c) Kronik
 menggambarkan sindrom sakit kepala, mual ringan, disfungsi serebelum, dan
gangguan kognitif dan mood
Paparan CO kronis juga dikaitkan dengan polisitemia dan kardiomegaly, mungkin
bisa karen hipoksia kronis

3. Apa saja gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO?

4. Bagaimana cara penanganan keracunan CO?


Pengobatan pasien yang keracunan CO dimulai dengan suplemen oksigen dan perawatan
suportif agresif, termasuk penanganan jalan nafas, dukungan tekanan darah, dan
stabilisasi status kardiovaskular. Ketika terjadi keracunan CO, pasien harus segera
dievakuasi dari tempat kejadian (Kao, 2006).

Terapi : normobaric (NBO2) atau hiperbarik (HBO2)


NBO2 dan HBO2 mengeluarkan CO pada laju yang lebih cepat dari darah dengan
meningkatkan tekanan parsial oksigen yang meningkatkan laju disosiasi CO dari
hemoglobin
HBO 2 dapat mengurangi waktu parub HbC0 sampai 20 menit, efek perbaikan
peradangan dan disfungsi mitokondria yang disebabkan oleh keracunan CO
HBO 2 bermanfaat untuk terapi keracunan CO karena oksigen bertekanan tinggi dapat
mengurangi dengan cepat kadar HbC0 dalam darah, meningkatkan transportasi oksigen
intraseluler, mengurangi aktifitas-daya adhesi neutrofil dan dapat mengurangi
peroksidase lipid

5. Mengapa pada skenario tersebut keracunan CO dapat menyebabkan seseorang


meninggal? Bagaimana mekanismenya?

6. Bagaimana pemeriksaan keracunan CO?


a) Penetakan kadar CO-Hb
Hanya berguna dalam diagnosis keracunan karbon monoksida akut
- Uji kualitatif
- Pemeriksaan kuantitatif
b) Penetapan kadar CO-Hb metode spektofotometri
a. Alat :
1) 2 tabung reaksi 10 ml
2) Spektrofotometer
3) Flakon
4) 2 kuvet
5) Spuit 3 cc
6) Tourniquet
7) Pipet ukur 5 ml
8) Mikropipet ( 10µl – 100µl )
9) Yellow tip
10) Rak tabung reaksi 11) Spatula
b. Bahan :
1) Sampel darah 3 cc
2) EDTA ( Etilen Diamin Tetra Acetic Acid )
3) Ammonia 0,1 %
4) Sodium dithionit
c. Cara Kerja
1) Pengambilan darah
a) Menyiapkan spuit dan menguji spuit tersebut untuk memastikan masih
berfungsi dengan baik.
b) Memasang tornikuet dengan kencang pada lengan atas probandus, kurang
lebih 5 cm di atas siku.
c) Menentukan daerah yang akan diambil sampel darah, yaitu daerah vena
mediana cubiti.
d) Mengoleskan alkohol pada tempat yang akan diambil darahnya.
e) Mengambil darah pasien sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuit.
f) Sampel darah sebanyak 0,5 cc dimasukkan ke dalam flakon yang
sebelumnya telah ditambahkan EDTA untuk membuat whole blood (WB).
g) Sisa sampel darah sebanyak 2.5 cc dimasukkan ke dalam tabung EDTA.
2) Pemeriksaan CO-Hb
a) Mengambil ammonia 0,1 % sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.
b) Mengambil sampel whole blood sebanyak 10 µl dengan menggunakan
yellow tip.
c) Sampel whole blood dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi
amonium salisilat 0,1%.
d) Campuran dari tabung erlenmeyer kemudian dipisahkan ke dalam 2
tabung reaksi (tabung 1 dan tabung 2), masing–masing sebanyak 5 cc : 1)
Tabung 1 : tidak ditambah sodium dithionit 2) Tabung 2 : ditambah sodium
dithionit sebanyak 1 spatula
e) Dari masing-masing tabung reaksi, masukkan ke masing-masing kuvet
(tingginya sampai 7/8 pada tabung kuvet) f) Diukur absorbansinya pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm d. Nilai normal :
- CO endogen : 0,7 %
- CO-Hb : < 1 %
- Batas toleransi CO-Hb : 2% – < 5 %
- 5% : mulai timbul gejala / tidak normal/ keracunan

7.

Anda mungkin juga menyukai