Anda di halaman 1dari 26

Mahasiswa Hukum Perdata Hari Rabu

Nama : Tara Marlina


Nim : 190102127
Unit : 03
Mata Kuliah : Hukum Perdata, Rabu Jam 09.30 s.d 12.05
Prodi : Hukum Ekonomi Syariah

1. Pengantar Hukum Perdata


A. Pengertian Hukum Perdata
Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur kewajiban, hak hak, serta
kepentingan antar individu dalam masyarakat yang sifatnya privat (tertutup).
B. Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia merupakan warisan hukum perdata
Eropa yang sebenarnya juga merupakan hukum perdata Romawi, disamping adanya
hukum tertulis dan hukum kebiasaan tertentu. Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon
terhimpunlah hukum perdata dalam satu kodifikasi yang bernama Code Civil de
Francis yang juga dapat disebut Code Napoleon. Sebagai petunjuk penyusunan Code
Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum. Code Napoleon ini juga
ditetapkan sebagai sumber hukum di negeri Belanda setelah bebas dari penjajahan
Prancis.
Selanjutnya di Indonesia, Herziene Ilandsch Reglement (HIR) merupakan salah
satu sumber Hukum Acara Perdata peninggalan kolonial Hindia Belanda yang masih
berlaku. HIR sebenarnya berasal dari Inlandsch Reglement (IR) atau Reglement
Bumiputera, yang termuat dalam Stb. 1848 Nomor 16 yang memuat tentang
pelaksanaan tugas kepolisian, peradilan perkara perdata dan penuntutan perkara
pidana terhadap golongan Bumiputera dan Timur Asing di Jawa dan Madura.
Hukum yang tercantum dalam HIR inilah yang sampai saat ini menjadi sumber
berlakunya atau tata cara hukum acara perdata di Indonesia.

C. Dasar Hukum
Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon
kemudian berdasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek
voor Indonesie (disingkat BW) atau disebut sebagai KUH Perdata. BW sebenarnya
merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang
ditujukan bagi kaum golongan warga negara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa,
dan timur asing. Namun, berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang
Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda berlaku
bagi warga negara Indonesia (asas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat di
dalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah atau tersendiri oleh berbagai
peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan,
dan fidusia.

Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui
Staatsblad No. 23 dan berlaku pada Januari 1848.

Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-


Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum
digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW
Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.

D. Hukum Perdata di Indonesia


Hukum perdata di Indonesia berasal dari Burgerlijk Wetboek Belanda, yang
diberlakukan berdasarkan asas konkordansi. Asas konkordansi adalah suatu asas yang
melandasi diberlakukannya hukum Eropa atau hukum di negeri Belanda pada masa itu
untuk diberlakukan juga kepada Golongan Eropa yang ada di Hindia Belanda
(Indonesia pada masa itu). Dengan kata lain, terhadap orang Eropa yang berada di
Indonesia diberlakukan hukum perdata asalnya yaitu hukum perdata yang berlaku di
negeri Belanda.

2. Ruang Lingkup dan Sistematika Hukum Perdata

A. Ruang Lingkup Hukum Perdata


1. Hukum Perdata dalam Arti Luas
Hukum Perdata dalam arti luas pada hakekatnya meliputi semua hukum privat
meteriil, yaitu segala hukum pokok (hukum materiil) yang mengatur kepentingan-
kepentingan perseorangan, termasuk hukum yang tertera dalam KUHPerdata
(BW), KUHD, serta yang diatur dalam sejumlah peraturan (undang-undang)
lainnya, seperti mengenai koperasi, perniagaan, kepailitan, dll.

2. Hukum Perdata dalam Arti Sempit


Hukum Perdata dalam arti sempit, adakalanya diartikan sebagai lawan dari
hukum dagang. Hukum perdata dalam arti sempit ialah hukum perdata
sebagaimana terdapat di dalam KUHPerdata.

B. Sistematika Hukum Perdata


Sistematika hukum perdata itu ada 2, yaitu :
1. Menurut Ilmu Hukum / Ilmu Pengetahuan
2. Menurut Undang-Undang / Hukum Perdata
Sistematika menurut Ilmu Hukum / Ilmu Pengetahuan terdiri dari :
1. Hukum tentang orang / hukum perorangan / badan pribadi.
2. Hukum tentang harta kekayaan / hukum harta kekayaan / hukum harta benda.
3. Hukum tentang keluarga / hukum keluarga.
4. Hukum waris.
Sistematika hukum perdata menurut kitab UU Hukum Perdata terdiri dari :
1. Buku I tentang Orang (van personen), memuat ketentuan mengenai :
a. Hukum Perorangan.
b. Hukum Keluarga.
2. Buku II tentang Benda (van zaken), memuat ketentuan mengenai :
a. Hukum Benda.
b. Hukum Waris.
3. Buku III tentang Perikatan (van verbintenissen), memuat ketentuan mengenai
Hukum Harta Kekayaan.
4. Buku IV tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa (van bewijs en verjaring), memuat
ketentuan mengenai :
a. Alat bukti.
b. Akibat kadaluwarsa (Soeroso,1999:52)

3. Hukum Orang

1. Pengertian Hukum Orang


Hukum orang dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit.
a. Hukum (tentang) orang dalam arti luas :
Hukum orang adalah hukum yang memuat tentang peraturan-peraturan tentang diri
manusia sebagi subyek dalam hukum, peraturan perihal kecakapan untuk memiliki
hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan haknya itu serta hal-
hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan.
b. Hukum (tentang) orang dalam arti sempit :
Hukum yang mengatur tentang orang sebagai subjek hukum.

2. Subjek Hukum
Didalam buku I KUH Perdata yang disebut subjek hukum ialah hanya orang yang
disebut pribadi kodrat tidak termasuk badan hukum yang disebut dengan pribadi
hukum. Namun dalam perkembangan selanjutnya badan hukum tidak dimasukkan
menjadi subjek hukum yang diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang,
sehingga subjek hukum itu meliputi;
a. Orang disebut pribadi kodrati.
b. Badan hukum disebut pribadi hukum.
Orang sebagai subjek hukum mulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Namun
ada pengecualian yaitu sebagai perluasan yang diatur dalam pasal 2 KUH perdata
yang mengatakan : “bayi yang masih berada dalam kandungan ibunya dianggap telah
dilahirkan hidup apabila ada kepentingan bayi itu yang menghendaki”. Jadi walaupun
anak itu belum lahir dapat dianggap sebagai subjek hukum. Terhadap asas ini harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Anak telah dibenihkan pada saat timbul kepentingan anak.
b. Anak dilahirkan hidup pada saat dilahirkan walaupun sekejap dan meninggal.
c. Ada kepentingan anak yang menghendaki bahwa anak dianggap telah lahir.

3. Orang Cakap Hukum Pendewasaan


Istilah pendewasaaan adalah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa orang tersebut
sebenarnya belum dewasa, tetapi oleh hukum dinyatakan dewasa. Oleh karenanya
kadang-kadang dapat terjadi pada orang yang belum dewasa akan tetapi harus
melakukan perbuatan hukum seperti seorang yang telah dewasa atau adakalanya
diperlakukan agar anak yang masih di bawah umur itu memperoleh kedudukan seperti
orang yang telah dewasa menurut hukum (Riduan Syahroni, 1985, hal 48) Ada 2
macam pendewasaan :
a. Pendewasaan penuh (sempurna)
Dengan pendewasaan penuh maka anak yang masih di bawah umur atau anak yang
belum dewasa memperoleh kedudukan dalam semua hal sama seperti orang yang
telah dewasa.
b. Pendewasaan terbatas
Dengan pendewasaan terbatas maka anak yang belum dewasa memperoleh
kedudukan hanya dalam hal-hal yang tertentu saja sama dengan orang yang telah
dewasa sedang ia tetap di bawah umur.

4. Domisili
A. Pengertian Domisili
Domisili atau yang sering disebut dengan tempat tinggal atau tempat kediaman diatur
dalam Pasal 17 KUH Perdata. Domisili adalah tempat dimana seseorang dianggap selalu hadir
mengenai hal melakukan hak-haknya dan memenuhi kewajibannya, meskipun sesungguhnya
ia bertempat tinggal ditempat lain. Bahkan sebuah badan hukum pun dapat memiliki tempat
kedudukan tertentu. Dengan demikian, domisili ini dapat berarti tempat tinggal seseorang atau
tempat kedudukan badan hukum. Tetapi dalam hal tidak adanya tempat tinggal tertentu, maka
tempat tinggal sewajarnya dianggap tempat tinggal/domisli.
Unsur-unsur yang terkandung dalam rumusan domisili, yaitu:
a. Adanya tempat tertentu (tetap atau sementara).
b. Adanya orang yang selalu hadir pada tempat tersebut.
c. Adanya hak dan kewajiban.
d. Adanya prestasi.
Dalam hukum, domisili berkaitan dengan kepastian hukum terkait hal-hal sebagai berikut:
a. Kepastian untuk menentukan dimana seseorang harus melakukan perkawinan. hal ini
berhubungan dengan suatu peraturan bahwa perkawinan harus dilaksanakan di tempat
salah satu pihak ( Pasal 76 KUH Perdata ).
b. Kepastian untuk menentukan dimana subjek hukum harus dipanggil dan ditarik di
muka pengadilan.
c. Kepastian untuk menentukan pengadilan mana yang berkuasa terhadap subjek hukum
tersebut. Dalam HIR, pengadilan yang berwenang mengadili seseorang dalam perkara
perdata adalah pengadilan dalam wilayah hukum dimana penggugat/tergugat
berdomisili (Pasal 118 ayat 1 dan 2 H.I.R ).
d. Kepastian rumah kematian. Penentuan rumah kematian berkaitan erat dengan
ketentuan hukum waris.
A. Nama
Nama merupakan identitas seseorang. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) dan
(2) UU No.23/2000 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa setiap anak
berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan yang
dituangkan dalam suatu akta kelahiran. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa nama menunjukan identitas diri yang membedakan dengan individu yang
lain. Lazimnya, sebuah nama diberikan pada saat seseorang lahir. Dalam praktik,
kerap timbul kondisi-kondisi yang menyebabkan nama seseorang hendak diubah
atau ditambahkan karena beragam alasan. Tak jarang hal tersebut menimbulkan
perbedaan antara nama yang tercantum dalam Akta Kelahiran dengan nama yang
tercantum pada dokumen lain seperti ijazah.
B. Tempat
Pengertian domisili adalah tempat dimana seseorang tinggal atau berkedudukan
serta punya hak dan kewajiban hukum. Tempat tinggal dapat berupa wilayah atau
daerah dan dapat pula berupa rumah kediaman atau kantor yang berada dalam
daerah tertentu.

Menurut KUHPerdata, Domisili ada 4 macam :


1. Tempat tinggal yuridis: terjadi karena peristiwa hukum dan merupakan tempat
tinggal yang utama. Biasanya dikarenakan alasan kelahiran, mutasi atau
perpindahan. Sebagai bukti harus ada KTP, SIM, Papspor, atau akta pendirian
sebagai bukti Yuridis.
2. Tempat tinggal nyata : Bukti dengan keberadaan yang terus ada di tempat terus
atau keberadaan yang sesungguhnya.
3. Tempat tinggal pilihan: Adanya perjanjian atau pilihan yang dibuat oleh pihak
pembuatan perjanjian. Dibedakan lagi, dipilih dengan ketentuan hukum dan
dipilih secara bebas. Dibuktikan dengan adanya Akta autentik yang dibuat di
notaris.
4. Tempat tinggal mengikuti orang lain : Karena suatu aturan yang mengatur
tempat tinggal istri mengikuti suami.

5/6 . Hukum Perkawinan


A. Pengertian Hukum Perkawinan
1. Pengertian Hukum Perdata Menurut KUH Perdata
Perkawinan dalam hukum perdata adalah perkawinan perdata, Maksudnya adalah
perkawinan hanya merupakan ikatan lahiriah antara pria dan wanita, Unsur agama
tidak dilihat. Tujuan perkawinan tidak untuk memperoleh keturunan oleh karena itu
dimungkinkan perkawinan in extrimis. KUHPerdata tidak memberikan pengertian
mengenai perkawinan.
2. Pengertian Hukum Perdata Menurut Hukum Islam
Menurut hukum islam perkawinan adalah perjanjian suci (sakral) berdasarkan agama
antara suami dengan istri berdasarkan hukum agama untuk mencapai satu niat, satu
tujuan, satu usaha, satu hak, satu kewajiban, satu perasaan: sehidup semati.

B. Syarat-Syarat Perkawinan Menurut KUHPerdata


Syarat-syarat perkawinan dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Syarat Material (Inti)
b. Syarat Formal
Syarat-Syarat Material ada dua:
a. Syarat material absolut, yaitu syarat mengenai pribadi seseorang yang harus
diindahkan untuk perkawinan pada umumnya yang terdiri dari :
1. Monogami (Pasal 3-4 UU No 1 tahun 1974 jo pasal 27 KUH Perdata).
2. Adanya persetujuan antara kedua calon suami istri (Pasal 6 ayat (1) UU No 1
tahun 1974 jo pasal 28 KUH Perdata).
3. Orang yang hendak kawin harus memenuhi batas usia minimal ,laki-laki 19
tahun dan perempuan 16 tahun (Pasal 7 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974).
4. Seorang perempuan yang sudah pernah kawin berlaku jangka waktu tunggu
(idah),(pasal 39 PP nomor 9 tahun 1975)
5. Untuk kawin diperlukan izin dari orang tua ,keluarga atau wali bagi yang
belum mencapai usia 21 tahun (Pasal 6 UU No 1 tahun 1974).
b. Syarat material yang relatif, yaitu mengenai ketentuan-ketentuan yang merupakan
larangan bagi seorang untuk kawin dengan orang tertentu, berupa :
1. Larangan untuk kawin dengan orang yang sangat dekat didalam kekeluargaan
sedarah atau karena perkawinan (Pasal 8 UU no 1 tahun 1974).
2. Larangan untuk kawin kedua kalinya,sepanjang hukum masing-masing agama
dan kepercayaannya tidak menentukan lain (Pasal 10 UU No 1 tahun 1974).
Syarat-Syarat Formal
Syarat formal dibedakan atas syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum
dilangsungkan perkawinan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi bersamaan dengan
dilangsungkannya perkawinan.
a. Syarat yang harus dipenuhi sebelum perkawinan dilangsungkan :
1. Pemberitahuan tentang maksud kawin kepada pegawai pencatat di tempat
perkawinan akan dilangsungkan ,10 hari sebelum perkawinan.
2. Pengumuman tentang maksud kawin oleh pegawai pencatat.
b. Syarat yang harus dipenuhi bersamaan dengan dilangsungkannya perkawinan :
1. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir.
2. Keterangan mengenai nama,agama/kepercayaan,pekerjaan,dan tempat tinggal
orang tua calon mempelai.
3. Izin tertulis/izin pengadilan apabila calon belum mencapai usia 21 tahun.
4. Izin pengadilan/pejabat,bagi suami yang masih mempunyai istri.
5. Dispensasi pengadilan/pejabat,bagi laki-laki yang belum mencapai usia 19
tahun dan perempuan 16 tahun.
6. Surat kematian istri/suami yang terdahulu,atau keterangan perceraian.
7. Izin tertulis dari pejabat yang ditunjuk bagi anggota ABRI.
8. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh pegawai
pencatat,apabila calon tidak dapat hadir karena alasan penting,sehingga
diwakilkan pada orang lain.

1. Tata Cara Perkawinan Menurut KUHPerdata


Menurut Pasal 71 KUHPer, sebelum melangsungkan perkawinan, Pegawai Catatan
Sipil harus meminta supaya diperlihatkan kepadanya:
1. Akta kelahiran calon suami-isteri masing-masing.
2. Akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil tentang adanya izin kawin dari
mereka yang harus memberi izin, izin mana juga dapat diberikan dalam surat
perkawinan sendiri.
3. Akta yang memperlihatkan adanya perantaraan Pengadilan Negeri.
4. Jika perkawinan itu untuk kedua kalinya, harus diperlihatkan akta perceraian,
akta kematian suami atau di dalam hal ke¬tidakhadiran suami atau isteri yang
dahulu, turunan izin Hakimk untuk kawin.
5. Akta kematian segala mereka yang sedianya harus memberikan izin kawin.
6. Bukti, bahwa pengumuman kawin tanpa pencegahan telah berlangsung di
tempat, di mana pengumuman itu diperlukan, ataupun bukti bahwa pencegahan
yang dilakukan telah digu-gurkan.
7. Dispensasi kawin yang telah diberikan.
8. Izin bagi para perwira dan militer rendahan yang diperlukan untuk kawin.
Pegawai Catatan Sipil berhak menolak untuk melangsungkan perkawinan
berdasar atas kurang lengkapnya surat-surat-yang diperlukan. Dalam hal demikian,
pihak-pihak yang berkepentingan dapat memajukan permohonan kepada hakim
untuk menyatakan bahwa surat-surat itu sudah mencukupi (Pasal 74 KUHPer).
Perkawinan tak boleh dilangsungkan sebelum hari kesepuluh setelah hari
pengumumannya (Pasa175 KUHPer).

Perkawinan harus dilangsungkan dimuka umum, di hadapan Pegawai Catatan


Sipil tempat tinggal salah satu dari kedua belah pihak, dan dengan dihadiri oleh
dua orang saksi, baik keluarga maupun bukan keluarga, yang telah mencapai umur
21 tahun dan berdiam di Indonesia (Pasal 76 KUHPer). Untuk melangsungkan
perkawinan, kedua calon suami-isteri harus menghadap sendiri di muka Pegawai
Catatan Sipil (Pasal 78 KUHPer).

7. Hukum Benda
1. Pengertian Hukum Benda dan Hak Kebendaan
Dalam arti luas benda dapat diartikan sebagai: ‘segala sesuatu yang dapat menjadi
objek hukum” atau dapat dihaki” oleh “orang” menurut hukum serta mempunyai nilai
ekonomis. Sedangkan diartikan dalam arti sempit, maka pengertian benda disini
terbatas hanya pada “segala sesuatu yang berwujud”, yaitu barang- barang yang dapat
ditangkap oleh panca indera.
Dapat disimpulkan bahwa hukum benda atau hukum kebendaaan adalah
serangkaian ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum secara langsung antara
seseorang dengan benda, yang melahirkan berbagai hak kebendaan.
Hak kebendaan adalah memberikan kekuatan langsung kepada seseorang dalam
penguasaan dan kepemilikan atas sesuatu benda dimanapun bendanya berada. Dengan
kata lain hukum benda atau hukum kebendaan adalah keseluruhan kaidah-kaidah
hukum yang mengatur mengenai kebendaan atau yang berkaitan dengan benda.
Kebendaan disini adalah segala sesuatu menyangkut tentang pengertian benda,
pembedaan benda, hak-hak kebendaan serta hal lainnya yang menyangkut tentang
benda dan hak-hak kebendaan.

2. Jenis-Jenis Benda
Menurut KUH Perdata, benda dapat dibedakan menjadi beberapa macam jenis sebagai
berikut:
1. Barang-barang berwujud dan barang-barang tidak berwujudKebendaan berwujud
adalah kebendaan yang dapat dilihat dengan mata dan diraba dengan tangan,
sedangkan kebendaan yang tidak berwujud adalah kebendaan yang berupa hak-hak
atau tagihan-tagihan.
2. Barang-barang bergerak dan barang-barang tidak bergerak. Suatu benda di
kategorikan sebagai kebendaan apabila yang sifatnya dapat berpindah atau
dipindahkan tempat tanpa mengubah wujud, fungsi dan hakikatnya. Demikian pula
sebaliknya kategorisasi kebendaan tidak bergerak pertama, karena sifatnya adalah
benda yang apabila dipindahkan tempat mengubah wujud, fungsi dan hakikatnya.
Kedua, karena tujuan dan peruntukannya.
3. Barang-barang yang dapat dipakai habis dan barang-barang yang tidak dipakai
habis. Kebendaan bergerak dikatakan dapat dihabiskan, apabila karena dipakai
menjadi habis dan dengan dihabiskannya menjadi berguna. Sedangkan kebendaan
bergerak dikatakan tidak dapat dihabiskan apabila kebendaan yang dipakai
menjadi tidak habis, namun nilai ekonomisnya berkurang.
4. Barang-barang yang sudah ada dan barang-barang yang masih akan ada baik
secara absolut maupun secara relative. Pembedaan kebendaan atas benda yang
sudah ada dan benda yang akan ada ini, penting bagi pelaksaan perjanjian dan
pelunasan jaminan utang. Pembedaan kebendaan yang sudah ada dan yang akan
ada ibi didasarkan kepada ketentuan dalam pasal 1334 KUH Perdata.
5. Barang-barang dalam perdagangan dan barang-barang diluar perdagangan. Suatu
barang yang dapat dikatakan barang-barang dalam perdagangan apabila barang
tersebut dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Sebaliknya suatu benda dikatakan
sebagai barang di luuar perdagangan apabila benda itu dilarang dijadikan sebagai
objek suatu perjanjian, sehingga barang tersebut tidak dapat diperdagangkan,
dihibahkan maupun diwariskan.
6. Barang-barang yang dapat dibagi dan barang-barang yang tidak dapat dibagi.
Suatu kebendaan dikatakan benda dapat dibagi- bagi apabila kebendaan itu dapat
dipisah-pisahkan dan tetap dapat digunakan, karena tidak menghilangkan
eksistensi dari kebendaan yang dipisah-pisahan tersebut. Sedangkan suatu
kebendaan dikatakan benda tidak dapat dibagi-bagi apabila kebendaan itu tidak
dapat dipisah-pisahkan merupakan satu kesatuan yang utuh dan jika dapat dipisah-
pisahkan tidak dapat digunakan, sebab menghilangkan eksistensi dari kebendaan
yang bersangkutan.

3. Cara Memperoleh Hak Kebendaan


1. Dengan pengakuan, benda yang tidak diketahui siapa pemiliknya (res nullius) kemudian
didapatkan dandiakui oleh seseorang yang mendapatkannya, dianggap sebagai
pemiliknya.
2. Dengan penemuan, benda yang semula milik orang lain akan tetapi lepas dari
penguasaannya, karenamisalnya jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang menemukan
barang tersebutdan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi pemilik barang
yangdiketemukannya.
3. Dengan penyerahan, cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui
penyerahanberdasarkan alas hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa,
hibahwarisan, dll. Dengan adanya penyerahan maka titel berpindah kepada siapa benda itu
diserahkan.
4. Dengan cara daluarsa, barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui
pemilik benda itusebelumnya (misalnya karena menemukannya), hak milik atas benda itu
diperoleh setelah lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut menguasai benda yang
bersangkutan.
Untuk benda tidak bergerak, daluwarsanya adalah :
a. jika ada alas hak, 20 tahun
b. jika tidak ada alas hak, 30 tahun
5. Dengan pewarisan, hak kebendaan biasa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum
waris yang berlaku, bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.
6. Dengan cara penciptaan, seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang
sudah ada maupunsamasekali baru, dapat memperoleh hak milik atas benda ciptaannya
itu.
7. Dengan cara ikutan/turunan, seseorang yang membeli seekor sapi yang sedang bunting
maka anak sapi yangdilahirkan dari induknya itu menjadi miliknya juga. Demikian pula
orang yang membeli sebidang tanah, ternyata diatas tanah itu kemudian tumbuh pohon
durian, maka pohon durian itu termasuk milik orang yang membeli tanah tersebut.

4. Cara Hilangnya/Lenyapnya Hak kebendaan


a. Bendanya lenyap/ musnah karena musnahnya suatu benda, maka hak atas benda
tersebut ikut lenyap. Contohnya: hak sewa atas rumah yang habis/musnah
tertimbun longsor. Hak gadai atas sebuah sepeda motor ikut habis apabila barang
tersebut musnah karena kebakaran.
b. Karena dipindah tangankan hak milik, hak memungut hasil atau hak pakai menjadi
hapus bila benda yang bersangkutan dipindah tangankan kepada orang lain.
c. Karena pelepasan hak (pemilik melepaskan benda tersebut) Pada umumnya
pelepasan yang bersangkutan dilakukan secara sengaja oleh yang memiliki hak
tersebut. Contohnya: radio yang rusak dibuang ke tempat sampah. Dalam hal ini,
maka hak kepemilikan menjadi hapus dan bisa menjadi hak milik orang lain yang
menemukan radio tersebut.
d. Karena pencabutan hak Penguasa public dapat mencabut hak kepemilikan
seseorang atas benda tertentu, dengan syarat: harus didasarkan undang-undang,
dilakukan untuk kepentingan umum (dengan ganti rugi yang layak).

5. Ciri-Ciri Hak Kebendaan


a. Mempunyai hak mutlak. yaitu dapat dipertahankan oleh siapapun juga.
b. Mempunyai zaaks gevolg atau droit de suite, artinya hak yang terus mengikuti
bendanya dimanapun benda tersebut berada.
c. Mempunyai sistem. yaitu sistem yang lebih dulu terjadi tingkatnya lebih tinggi
daripada yang terjadi kemudian.
d. Mempunyai droit de preference. yaitu hak yang lebih iddahulukan dari hak yang
lainnya.
e. Gugatan hak kebendaan disebut gugat kebendaan.

8. Macam-Macam Hak Kebendaan


A. Hak Bezit
1. Pengertian Hak Bezit
Bezit adalah suatu keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda, baik sendiri
maupun perantara orang lain, seolah-olah benda itu milknya sendiri. Orang yang
menguasai benda itu disebut bezitter.
2. Syarat-syaratnya
a. Adanya Corpus, yaitu harus ada hubungan antara orang yang bersangkutan dengan
bendanya
b. Adanya Animus, yaitu hubungan antara orang dengan benda itu harus dikehendaki
oleh orang tersebut.
Sehingga, untuk adanya bezit, harus ada dua unsur, yaitu kekuasaan atas suatu benda
dan kemauan untuk memiliki benda tersebut. Dalam hal ini, bezit harus dibedakan
dengan “detentie”, dimana seseorang menguasai suatu benda berdasarkan hubungan
hukum tertentu dengan orang lain (pemilik benda itu). Jadi, seorang “detentor” tidak
mempunyai kemauan untuk memiliki benda itu bagi dirinya sendiri.
3. Contoh
A memiliki sebuah arloji yang kemudian oleh A, arloji tersebut dipinjamkan
kepada B. B kemudian mengenakan arloji tersebut setiap hari sehingga semua orang
mengira bahwa arloji tersebut adalah milik B. Kemudian B menjual arloji tersebut
kepada C mengingat bahwa arloji tersebut kepunyaan A. A menggugat C ke
pengadilan namun gugatan A digugurkan oleh hakim. Mengapa gugatan A digugurkan
oleh hakim dan upaya apa yang dapat dilakukan A?
Dalam kasus ini terdapat dua hubungan hukum yaitu,
Hubungan hukum antara A dan B yaitu A meminjamkan arlojinya kepada B
Hubungan hukum antara B dan C yaitu B menjual arloji kepada C
Gugatan A terhadap C digugurkan oleh hakim sebab hakim melihat bahwa terdapat
pengorbanan yang dilakukan oleh C untuk memperoleh arloji tersebut yaitu dengan
melaksanakan prestasinya sebagai pembeli (melakukan pembayaran). Upaya hukum
yang dapat dilakukan oleh A adalah dengan menggugat B sebab telah menimbulkan
kerugian bagi A.

B. Hak eigendom
1. Pengertian
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seseorang yang
mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan
benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia tidak
melanggar undang-undang atau hak orang lain.
2. Syarat-syaratnya
yarat yang harus dipenuhi bagi para bekas pemegang hak eigendom yang ingin
dikonversi menjadi hak milik ( menurut UUPA ). Pada pokoknya secara hukum
mereka ini pada tanggal 24 september 1960, berstatus warga Negara indonesia dan
mempunyai tanda bukti kepemilikan berupa akta asli ( minuut ) atau salinan ( grosse )
eigendom ( lihat PMA No. 2 tahun 1960 ). Luasan tanahnya tidak melebihi batas
maksimum dan atau tidak absentee ( gontai ) ( lihat UU No. 56 tahun 1960 jo. PP No.
24 tahun 1961 ). Selanjutnya jangka waktu pendaftarannya tidak melebihi batas waktu
yang ditentukan yakni 1 tahun sejak 24 september 1960. Bilamana syarat tersebut
dipenuhi maka pejabat administrasi yang berwenang dalam hal ini Kepala Kantor
Pendaftaran Tanah ( KKPT ) pada waktu itu ( BPN setempat saat ini ) akan mencatat /
mendaftar penegasan konversi hak eigendom tersebut dalam buku tanah dan
dikeluarkan sertifikat hak milik atas nama pemegang bekas hak eigendom tersebut.
Tata cara mekanisme pencatatan penegasan konversi pendaftaran ini lebih rinci diatur
dalam PP ( peraturan Pemerintah ) No. 10 tahun 1961 yang selanjutnya diubah dan
diganti dengan PP No. 24 tahun 1997, sedang aturan pelaksanaannya diatur dalam
PMNA ( Peraturan Menteri Negara Agraria ) /KBPN ( Kepala Badan Pertanahan
Nasional ) No. 3 tahun 1997.

Namun sebaliknya apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka hak eigendom
tersebut demi hukum berubah ( konversi ) menjadi hak guna bangunan yang
berlangsung selama 20 tahun. Selanjutnya hak tersebut hapus, sedangkan tanah
tersebut berubah status hukumnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
atau biasa disebut dengan tanah Negara ( lihat Keppres ( keputusan presidan ) No. 32
tahun 1979). Dalam posisi demikian hubungan hukum antara pemilik ( selanjutnya
disebut sebagai bekas pemegang hak ) dengan tanahnya terputus. Namun demikian
bekas pemegang hak masih mempunyai hubungan keperdataan dengan benda-benda
lain diatasnya, misalnya tanaman, bangunan yang berdiri diatas tanah tersebut.
3. Contoh
Hak Kepemilikan Terhadapa suatu bangunan.

C. Hak servituut
1. Pengertiannya
Menurut Prof. Subekti dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 75), servituut
atau erfdienstbaarheid adalah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk
keperluan pekarangan lain yang berbatasan. Misalnya pemilik dari pekarangan A harus
mengizinkan orang-orang yang tinggal di pekarangan B setiap waktu melalui pekarangan
A atau air yang dibuang pekarangan B harus dialirkan melalui pekarangan A. lebih jauh
Subekti menulis:
Oleh karena erfdienstbaarheid itu suatu hak kebendaan, maka haknya tetap melekat pada
pekarangan yang bersangkutan walaupun pekarangan tersebut dijual kepada orang lain.
Erfdienstbaarheid diperoleh karena suatu titel (jual beli, pemberian, warisan, dan
sebagainya) atau karena lewat waktu (berpuluh-puluh tahun berlaku dengan tiada
bantahan orang lain), dan ia hapus apabila kedua pekarangan jatuh dalam tangan satu
orang atau juga karena lewat waktu (lama tidak dipergunakan).
2. Syarat-syaratnya
a. Harus ada dua halaman, yang letaknya saling berdekatan, dibangun atau tidak
dibangun dan yang dimiliki oleh berbagai pihak.
b. Kemanfaatan dari hak pekarangan itu harus dapat dinikmati atau dapat berguna
bagi berbagai pihak yang memiliki halaman tadi.
c. Hak pekarangan harus bertujuan untuk meninggalkan kemanfaatan dari halaman
penguasa.
d. Beban yang diberatkan itu harus senantiasa bersifat menanggung sesuatu.
e. Kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hak pekarangan itu hanya dapat ada
dalam hal membolehkan sesuatu atau tidak membolehkan sesuatu.
3. Contohnya

D. Hak Opstal
1. Pengertiannya
adalah suatu hak untuk memiliki bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman di atas
tanahnya orang lain. Hak opstal disebut juga hak numpang karang, yaitu adalah suatu
hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan
penanaman diatas pekarangan orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hak
opstal adalah hak untuk memiliki bangunan-bangunan atau tanaman di atas tanah
orang lain.
2. Syarat-syaratnya
hak opstal ini adalah sarna dengan hak erfpacht. Bedanya hanya mengenai hak atas
bangunan dan tanaman pada waktu terhentinya hak erfpacht atau hak opstal itu
3. Contoh
Tanah yang memliki hak Rumah-rumah atau bangunan di tanah orang lain.

E. Hak erpacht
1. Pengertiammya
Hak erfpacht dapat juga diartikan sebagai hak kebendaan untuk menikmati
sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain, dengan
kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai pengakuan akan
kepemilikannya, baik berupa uang, hasil atau pendapatan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hak erfpacht (hak guna usaha) adalah hak
kebendaan untuk menikmati sepenuhnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah
milik orang lain, dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan setiap
tahun.
Hak erfpacht ini dapat juga dijual atau dipakai sebagai jaminan (hipotik).
2. Syarat-Syaratnya
a. Tidak terkumpulnya hak eigendom dan hak erfpaeht di tangan seorang
(vennenging),
b. Tidak tanahnya musnah,
c. Tidak lampau waktu selama 30 tahund
d. Tidak lampau waktu, yang ditentukan pada saat hak erfpaeht diadakan. Kalau
waktu ini tidak ditentukan, maka sesudah 30 tahun, eigenaar tanah dapat
menghentikan hak erfpacht ini, asal saja ia memberitahukan hal itu kepada
erfpaehter sekurang-kurangnya satu tahun sebelumnya.
3. Contoh
Sawah, Perkebunan
Hak erpacht harus didaftarkan dan diumumkan. Yang mempunyai hak erfpacht,
berkuasa untuk mengalihkan dan membebani hak tersebut dengan hak hipotik. Apabila
hak erfpacht berakhir, maka yang berhak dapat membawa segala sesuatu hasil-hasil
usahanya yang ada di atas tanah itu. Tapi ia sama sekali tidak berhak untuk menuntut
kepada pemilik tanah untuk memberikan ganti kerugian atas harga dari segala sesuatu
usahanya itu. Umpamanya bangunan-bangunan dan tanam-tanaman. Hak erfpacht
seperti halnya dengan hak opstal

9. Hak Pakai Hasil


A. Hak Pakai Hasil
1. Pengertian
Prof. Sri Soedewi memberikan definisi bahwa hak pakai hasil adalah suatu hak
untuk memungut hasil dari barang orang lain seolah-olah seperti eigenaar dengan
kewajiban untuk memelihara barang itu supaya tetap adanya.
Hak pakai hasil juga dapat diartikan sebagai suatu hak kebendaan, dengan mana
seorang diperbolehkan menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik orang
lain, seolah-olah dia sendiri pemiliknya, dengan kewajiban memeliharanya dengan
sebaik baiknya. Sehingga pengertian hak pakai hasil ini tidak hanya memberikan
hak untuk menarik saja, melainkan juga hak untuk memakai benda itu. Jadi,
menurut undang undang, hak pakai hasil ini hanya dapat diberikan atas benda-
benda yang tidak akan hilang atau menjadi berkurang karena pemakaian, yaitu
benda-benda yang tak dapat diganti. Walaupun dalam praktek muncul suatu hak
pakai hasil atas barang-barang yang dapat diganti, misalnya atas suatu modal. Hal
terpenting dari hak ini adalah bahwa hak pakai hasil selalu diberikan kepada
seseorang secara pribadi, sehingga kemudian berakhir apabila penerima hak
meninggal dunia.

2. Syarat
a. Karena belum meninggalnya pemegang hak tersebut.
b. arena belum habisnya waktu.
c. Karena pemegang hak belum berubah menjadi pemilik hak.
d. Karena pemegang hak belum melepaskan hak memungut hasil tu.
e. Karena belum musnah bendanya.
3. Contoh
Hak pakai semua benda pada saat menyewa rumah.

B. Hak Gadai
1. Pengertian
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan
atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil
pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain;
dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan
mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang
dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan
Sifat – sifat daripada Gadai Gadai bersifat accessoi, yang merupakan tambahan
saja dari perjanjian yang pokok yang berupa penjanjian pinjaman uang, untuk
menjaga agar orang yang berhutang itu tidak lalai membayar kembali hutangnya.
Hak gadai tidak dapat dibagi – bagi, artinya sebagian hak gadai itu tidak menjadi
hapus dengan dibayarnya sebagian dari hutang. Gadai tetrap meletak atas seluruh
bendanya. Yang dapat digadaikan berupa :
a. Benda bergerak yang berwujud
b. Benda bergerak yang tidak berwujud, yaitu berupa berbagai hak untuk
mendapatkan pembayaran uang, yang berwujud surat – surat piutang.
2. Syarat
a. Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak baik berwujud
maupun tidak berwujud.
b. Benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang gadai.
c. Perjanjian gadai merupakan perjanjian yang bersifat Accesoir yaitu adanya hak
dari gadai sebagai hak kebendaan tergantung dari adanya perjanjian pokok
misalnya perjanjian kredit.
d. Tujuan adanya benda jaminan, adalah untuk memberikan jaminan bagi
pemegang gadai bahwa di kemudian hari piutangnya pasti dibayar.
e. Pelunasan tersebut di dahulukan dari kreditur-kreditur lainnya.
f. Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan barang jaminan di lunasi terlebih dahulu
dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.

3. Contoh
Gadai emas, Kendaraan dll.

C. Hak Hipotek
1. Pengertian
Hak hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda tak bergerak, untuk
mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perutangan.
Mempunyai sifat aaksgevolg yaitu hak hipotik itu senantiasa mengikuti bendanya
dalam tangan siapapun benda itu berada. Hipotik itu tidak dapat dibagi – bagi dan
meletak di atas seluruh benda yang menjadi obyeknya.
Perbedaan gadai (pand) dengan hipotik, yaitu :
a. Pada gadai untuk jaminan adalah barang – barang bergerak, sedang hipotik
ialah barang – barang yang tidak bergerak.
b. Pada gadai disyaratkan bahwa kekuasaan atas bendanya harus pindah
dalam tangan si pemengang gadai, sedang hipotik syarat seperti itu tidak
ada. Pemberian hipotik tetap dapat menguasai bendanya.
c. Mengenai wewenag untuk menjual bendanya atas kekuasaan sendiri, hak
yang demikian pada gadai memang sudah diberikan oleh undang – undang,
sedang pada hipotik hak yang demikian harus diperjanjikan lebih dahulu.
d. Pada hipotik disyaratkan bahwa orang yang menghipotik itu harus
mempunyai kekuasaan atas bendanya, sedangkan pada gadai cukup asal
orang yang mengadaikan itu cakap bertindak.
2. Syarat
Fase pertama : hipotek seperti halnya dengan gadai bersifat accessotr, ini berarti
hipotik diadakan sebagai tambahan belaka dari suatu petjanjian pokok, yaitu
perjanjian pinjarn meminjam uang. Karena itu untuk adanya petjanjian
hipotik itu pertama-tama harus lebih dulu ada persetujuan pokok yaitu
umpamanya persetujuan utang piutang itu.
Fase kedua : persetujuan utang piutang tersebut kemudian disusul dengan
persetujuan hipotik, dimana fihak yang bernutang (atau fihak ketiga yang mau
menanggung utang tersebut) berjanji untuk memberikan hipotik kepada si
berpiutang sebagai jaminan bagi pembayaran kembali utang tersebut, Berlainan
dengan persetujuan hipotik bersifat kebendaan.
3. Contoh
Dalam Hal Utang Piutang

D. Hak Istimewa (Privilege)


1. Pengertian
Hak Privilege adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada
seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang
lainnya, semata-mata berdasarkan sifatnya piutang. (Pasal 1134)
Menurut Prof. Subekti, hak privilege adalah suatu kedudukan istimewa dari
seorang penagih yang diberikan oleh undang-undang melulu berdasarkan sifat
piutang.¹ Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi, hak privilege adalah suatu hak
yang diberikan oleh undang-undang kepada kreditur yang satu di atas kreditur
lainnya semata-mata berdasarkan sifat dari piutangnya.
2. Syarat
a. Biaya-biaya perkara yang telah dikeluarkan untuk penyitaan dan penjualan
suatu benda atau yang dinamakan biaya-biaya eksekusi, harus diambilkan
dari pendapatan penjualan tersebut teriebih dahulu daripada privilege lain-
lainnya, bahkan terlebih dahulu pula daripada pand dan hypotheek.
b. Uang-uang sewa dari benda-benda yang tak bergerak (rumah atau persil)
beserta ongkos ongkos perbaikan yang telah dikeluarkan si pemilik rumah
atau persil, tetapi seharusnya dipikul oleh si penyewa, penagihan uang sewa
dan ongkos perbaikan ini mempunyai privilege terbadap barang-barang
perabot rumah (meubilair) yang berada dalam rumah atau di atas persil
tersebut.
c. Harga barang-barang bergerak yang belurn dibayar oleh si pembeli jikalau
ini disita, si penjual barang mendapat privilege atas hasil penjualan barang
itu.
d. Biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu benda, dapat
diambilkan teriebih dahulu dari hasil penjualan benda tersebut, apabila
benda itu disita dan dijual.
e. Biaya-biaya pembikinan suatu benda yang belurn dibayar, si pembikin barang
ini mendapat privilege atas pendapatan penjualan barang itu, apabila barang
itu disita dan dijual.
3. Contoh
Penagihan-penagihan karena pembelian bahan-bahan makanan untuk
keperluan orang yang berhutang beserta keluarganya, selama enam bulan yang
paling akhir.

E. Hak Reklame
1. Pengertian
Hak reklame adalah suatu hak yang diberikan kepada penjual untuk meminta
kembali barangnya yang telah diterima oleh pembeli setelah pembeli membayar
tunai. Jadi, jika penjualan itu telah dilakukan secara tunai, maka penjual
mempunyai kekuasaan menuntut kembali barang-barangnya, selama barang-
barang itu masih berada di tangan pembeli, asal saja penuntutan kembali dilakukan
dalam jangka waktu 30 hari setelah penyerahan barang kepada pembeli.³
Menurut undang-undang, hak penjual ini gugur/tidak dapat dilaksanakan apabila :
a. Barang-barang yang telah diterima pembeli, ternyata telah disewakan (Pasal
1146)
b. Barang-barang tersebut oleh pembeli telah dibeli pihak ketiga dengan itikad
baik dan telah diserahkan kepada pihak ketiga tersebut (Pasal 1146a)
2. Syarat
Menurut undang-undang, hak penjual ini gugur/tidak dapat dilaksanakan apabila :
a. Barang-barang yang telah diterima pembeli, ternyata telah disewakan (Pasal
1146)
b. Barang-barang tersebut oleh pembeli telah dibeli pihak ketiga dengan itikad
baik dan telah diserahkan kepada pihak ketiga tersebut (Pasal 1146a)
3. Contoh
F. Hak Retentie
1. Pengertian
Hak Retentie adalah hak untuk menahan suatu benda, sampai suatu piutang
yang bertalian dengan benda itu dilunasi. Menurut H.F.A Vollmar, hak menahan
(retentie) adalah hak untuk tetap memegang benda milik orang lain sampai piutang
si pemegang mengenai benda tersebut telah lunas.
Hak retentie ini mempunyai sifat yang tak dapat dibagi-bagi. Artinya,
pembayaran atas sebagian utang saja, tidak menjadikan hak retentie menjadi
hapus. Hak retentie hapus jika seluruh utang telah dibayar lunas.
2. Syarat
Menurut undang-undang, hak penjual ini gugur/tidak dapat dilaksanakan apabila:
a. Barang-barang yang telah diterima pembeli, ternyata telah disewakan (Pasal
1146)
b. Barang-barang tersebut oleh pembeli telah dibeli pihak ketiga dengan itikad
baik dan telah diserahkan kepada pihak ketiga tersebut (Pasal 1146a)
3. Contoh

10/11 Hukum Perikatan dan Perjanjian

1. Pengertian
Adapun yang dimaksudkan dengan "perikatan" ialah: suatu hubungan hukum
(mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang
satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang
lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut
dinarnakan pihak berpiutang atau "kreditur", sedangkan pihak yang wajib
memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau "debitur", Adapun barang
sesuatu yang dapat dituntut dinamakan "prestasi", yang menurut undang undang
dapat berupa :
a. Menyerahkan suatu barang
b. Melakukan suatu perbuatan
c. Tidak melakukarn suatu perbuatan.
Mengenai sumber-sumber perikatan, oleh undang-undang diterangkan, bahwa
suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan (peIjanjian) atau dari undang-
undang. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas
perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang saja dan yang lahir dari
undang-undang karena suatu perbuatan orang. Yang belakangan ini, dapat dibagi
lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperbolehkan
dan yang lahir dari perbuatan yang berlawanan dengan hukum.
2. Macam-Macam Perikatan.
a. Perikatan Bersyarat (voorwaardelijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu
kejadian di kemudian hari, yang masih belurn tentu akan atau tidak terjadi,
Pertama mungkin untuk mernperjanjikan, bahwa perikatan itu barulah akan lahir,
apabila kejadian yang belurn tentu itu timbul. Suatu peIjanjian yang demikian
itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau
mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).
b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling).
Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang
pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belurn tentu atau tidak akan
terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang,
meskipun mungkin belurn dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya
meninggalnya seseorang. Contoh contoh suatu perikatan yang digantungkan pada
suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek, seperti peIjanjian
perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu setelahnya
dipertunjukkan dan lain sebagainya.
c. Perikatan yang membolehkan memilih (altematief).
Ini adalah suatu perikatan, di mana terdapat dua atau lebih macarn prestasi,
sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya, ia
boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau uang satu juta
rupiah.
d. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair).
Suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang
berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya.
Beberapa orang sarna-sarna berhak menagih suatu piutang dari satu orang.
Tetapi perikatan semacarn yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam
praktek.
e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.
Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak, tergantung pada kemungkinan tidaknya
membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud
kedua belah pihak yang membuat suatu peIjanjian. Persoalan tentang dapat atau
tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka, jika salah satu pihak dalam
peIjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya teIjadi karen
a meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya
oleh sekalian ahliwarisnya.
f. Perikatan dengan penetapan hukuman (stratbeding).
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan
kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai peIjanjian di mana si berhutang
dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini,
biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan
suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para
pihak yang membuat peIjanjian itu.
3. Sumber Perikatan.
a. Perikatan yang lahir karena Perjanjian.
b. Perikatan yang lahir karena undangundang.
c. Perikatan lahir karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan
perwakilan sukarela ( zaakwaarneming ).
4. Hapusnya perikatan.
a. Pembayaran
b. penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan penitipan
c. pembaharuan hutang
d. perjumpaan hutang atau kompensasi
e. percampuran hutang.
f. pembebasan hutang
g. musnahnya barang yang terhutang
h. kebatalan/pembatalan
i. berlakunya suatu syarat batal dan
j. lewatnya waktu

12. Wanprestasi
1. Pengertian
Apabila si berhutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan
dilakukannya, maka dikatakan bahwa ia melakukan "wanprestasi". Ia adalah "alpa"
atau "lalai" atau "bercidra janji". Atau juga ia "melanggar peIjanjian", yaitu apabila ia
melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Perkataan
"wanprestasi" berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi yang buruk.
2. Macam-Macam wanprstasi
a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. c.
melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
c. melakukan sesuatu yang menu rut peIjanjian tidak boleh dilakukannya.

3. Mulai Terjadinya Wanprestasi


Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus
ditetapkan lebih dahulu apakah si berhutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan
kalau hal itu disangkal olehnya, harus dibuktikan di muka hakim. Kadang-kadang juga
tidak mudah untuk mengatakan bahwa seorang lalai atau alpa, karena seringkali juga
tidak dipeIjanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan prestasi
yang dijanjikan. Dalam jual-beli barang misalnya tidak ditetapkan kapan barangnya
harus diantarkan ke rumah si pembeli, atau kapan si pembeli ini harus membayar uang
harga barang tadi.
4. Akibat Waterprestasi
Hukuman atau akibat-akibat yang tidak enak bagi debitur yang lalai tadi ada empat
macarn, yaitu :
a. membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan
ganti-rugi.
b. pembatalan perjanjian atau juga dinarnakan "pemecahan" perjanjian.
c. peralihan risiko.
d. Membayar biaya perkara, kalau sarnpai diperkarakan di muka hakim.

13. Keadaan Memaksa


1. Pengertian
Pemaksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa (psikis), jadi bukan paksaan badan
atau phisik. Misalnya salah satu pihak karena diancarn atau ditakut-takuti terpaksa
menyetujui suatu peIjanjian. Jadi kalau, seorang dipegang tangannya dan tangan itu
dipaksa menulis tanda tangan di bawah surat peIjanjian, maka itu bukanlah paksaan
dalarn arti yang dibicarakan, yaitu sebagai salah satu alasan untuk meminta
pembatalan peIjanjian yang telah dibuat itu. Orang yang dipegang tangannya secara
paksaan ini tidak memberikan persetujuannya sedangkan yang dipersoalkan disini
adalah orang yang memberikan persetujuan (perijinan), tetapi secara tidak bebas,
sepertinya seorang yang memberikan persetujuannya karena ia takut terhadap suatu
ancarnan misalnya akan dianiaya atau akan dibuka suatu rahasia kalau ia tidak
menyetujui suatu peIjanjian. Yang diancarn itu hams suatu perbuatan yang teriarang,
kalau yang diancarn itu suatu tindakan yang memang diijinkan oleh undang-undang
misalnya ancaman akan digugat di muka hakim, akan tidak dapat dikatakan tentang
suatu paksaan. Adalah dianggap sebagai mungkin, bahwa paksaan itu dilakukan oleh
seorang ketiga, Lain halnya dengan penipuan yang hanya dapat dilakukan oleh pihak
lawan.
2. Unsur-unsur keadaan memaksa
Berdasarkan pasal-pasal KUH Perdata di atas, unusr-unsur keadaan memaksa
meliputi:
a. peristiwa yang tidak terduga.
b. tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur;
c. tidak ada itikad buruk dari debitur
d. adanya keadaan yang tidk disengaja oleh debitur;
e. keadaan itu menghalangi debitur berprestasi;
f. jika prestasi dilaksanakan maka akan terkena larangan
g. keadaan di luar kesalahan debitur;
h. debitur tidak gagal berprestasi (menyerahkan barang);
i. kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh siapapun (baik debitur maupun pihak
lain);
j. debitur tidak terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian.
14. Resiko
1. Pengertian
Resiko adalah kewajiban untuh memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian di
luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam
perjanjian. Pasal 1237 KUH Perdata menegaskan, bahwa dalam suatu perjanjian
mengenai pemberian suatu barang tertentu, sejak lahirnya perjanjian, barang tersebut
sudah menjadi tanggungan orang yang berhak menagih penyerahannya. Artinya, suatu
perjanjian yang meletakkan kewajiban hanya pada suatu pihak saja ( eenzijdige
overeenkomst ), misalnya suatu schenking.
2. Pengaturan Resiko dalam KUHP
a. Menurut Pasal 1460 KUH Perdata, perjanjian mengenai suatu barang yang sudah
ditentukan sejak ditutupnya, perjanjian barang itu sudah menjadi tanggungan
pembeli, meskipun belum diserahkan dan masih berada di tangan si penjual.
Dengan demikian, jika barang itu hapus bukan karena salahnya si penjual, si
penjual masih tetap berhak untuk menagih harga yang belum dibayar.
b. Berhubung dengan sifatnya, Pasal 1460 KUH Perdata sebagai kekecualian,
menurut pendapat yang lazim dianut, pasal tersebut harus ditafsirkan secara
sempit, sehingga ia hanya berlaku dalam hal suatu barang yang sudah dibeli, tetapi
belum diserahkan hapus. Keadaan ini tidak berlaku jika karena suatu larangan
yang dikeluarkan oleh pemerintah, si penjual tidak lagi dapat mengirimkan
barangnya kepada si pembeli. Dalam hal ini pernah diputuskan oleh hakim, si
pembeli dibebaskan dari pembayaran harga barang.
c. Dalam Pasal 1237 KUH Perdata ditegaskan bahwa “dalam hal adanya perikatan
untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu semenjak perikatan
dilahirkan, adalah tanggungan si berpiutang”. Perkataan tanggungan dalam pasal
ini sama dengan “risiko”. Dengan begitu, dalam perikatan untuk memberikan
suatu barang tertentu tadi, jika barang ini sebelum diserahkan, musnah karena
suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, kerugian ini harus dipikul oleh
“si berpiutang”, yaitu pihak yang menerima barang itu. Suatu perikatan untuk
memberikan suatu barang tertentu, adalah suatu perikatan yang timbul karena
perjanjian sepihak. Dengan kata lain, pembuat undangundang tidak memikirkan
perjanjian timbal-balik, di mana pihak yang berkewajiban melakukan suatu
prestasi juga berhak menuntut suatu kontraprestasi.

15. Pembatalan Perjanjian


1. Pengertian pembatalan perjanjian
a. Keadaan memaksa
Yang dimaksud dengan pemaksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa
(psikis), jadi bukan paksaan badan atau phisik. Misalnya salah satu pihak karena
diancarn atau ditakut-takuti terpaksa menyetujui suatu peIjanjian. Jadi kalau,
seorang dipegang tangannya dan tangan itu dipaksa menulis tanda tangan di bawah
surat peIjanjian, maka itu bukanlah paksaan dalarn arti yang dibicarakan, yaitu
sebagai salah satu alasan untuk meminta pembatalan peIjanjian yang telah dibuat
itu. Orang yang dipegang tangannya secara paksaan ini tidak memberikan
persetujuannya sedangkan yang dipersoalkan disini adalah orang yang
memberikan persetujuan (perijinan), tetapi secara tidak bebas, sepertinya seorang
yang memberikan persetujuannya karena ia takut terhadap suatu ancarnan
misalnya akan dianiaya atau akan dibuka suatu rahasia kalau ia tidak menyetujui
suatu peIjanjian. Yang diancarn itu hams suatu perbuatan yang teriarang, kalau
yang diancarn itu suatu tindakan yang memang diijinkan oleh undang-undang
misalnya ancaman akan digugat di muka hakim, akan tidak dapat dikatakan
tentang suatu paksaan. Adalah dianggap sebagai mungkin, bahwa paksaan itu
dilakukan oleh seorang ketiga, Lain halnya dengan penipuan yang hanya dapat
dilakukan oleh pihak lawan.
b. Kekhilafan atau Kekeliruan
Kekhilafan atau Kekeliruan terjadi, apabila salah satu pihak khilaf tentang
hal-hal yang pokok dari apa yang dipeIjanjikan atau tentang sifat-sifat yang
penting dari barang yang menjadi obyek perjanjian, ataupun mengenai orang
dengan siapa diadakan peIjanjian itu. Kekhilafan tersebut hams sedemikian rupa,
hingga, seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut, ia tidak akan
memberikan persetujuannya Kekhilafan mengenai barang teIjadi misalnya jikalau
orang membeli sebuah lukisan yang dikiranya dari Basuki Abdullah dan kemudian
temyata hanya turunan saja. Kekhilafannya mengenai orang terjadi misalnya jika
seorang Direktur Opera mengadakan suatu kontrak dengan orang yang dikiranya
seorang penyanyi yang tersohor, padahal bukan orang yang dimaksudkan,
hanyalah narnanya saja yang kebetulan sarna Kekhilafan yang demikian itu juga
merupakan alasan bagi orang yang khilaf itu untuk meminta pembatalan
peIjanjiannya. Adapun kekhilafan itu hams diketahui oleh lawan, atau paling tidak
sedikit hams sedemikian rupa bahwa pihak lawan itu sepatutnya harns mengetahui
bahwa ia berhadapan dengan seorang yang berada dalarn kekhilafan. Kalau pihak
lawan itu tidak tahu ataupun tidak dapat mengetahui bahwa ia berhadapan dengan
orang khilaf, maka adalah tidak adil untuk membatalkan perjanjiannya, Orang
yang menjual lukisan yang disebutkan di atas harns mengetahui bahwa lukisan itu
adalah buah tangan asli dari Basuki Abdullah dan ia membiarkan pembeli itu
dalarn kekhilafannya. Begitu pula penyanyi yang disebut di atas hams mengetahui
bahwa direktur opera itu secara khilaf mengira mengadakan kontrak dengan
penyanyi yang tersohor yang narnanya sarna.
c. Penipuan
Penipuan terjadi, apabila satu pihak dengan sengaja rnemberikan
keteranganketerangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan akal-akalan
yang cerdik (tipu-rnuslihat), untuk membujuk pihak lawannya memberikan,
perijinannya. Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untuk menjerumuskan
pihak lawannya.
2. Aksio Pauliana
Aksio Pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pihak
kreditur dalam mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala
perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh pihak debitur terhadap harta
kekayaannya yang diketahui oleh pihak debitur, dan perbuatan tersebut merugikan
pihak kreditur.
Aksio Pauliana sangat erat kaitannya dengan utang piutang. Pada pasal 1131 KUH
Perdata memuat ketentuan yang mengatur bahwa segala kebendaan debitur menjadi
tanggungan untuk segala perikatan perorangan. Dengan adanya pasal itu lah seorang
debitur bebas untuk menentukan bagaimana ia akan memanfaatkan segala kebendaan
yang ia miliki selama tidak merugikan kreditur.
3. Dwaling
Adalah Kekeliruan yang dimaksud adalah terdapat kesesuaian antara kehendak dan
peryataan, namun kehendak pihak satu atau pihak dua terdapat kecacatan.
4. Dwang
Adalah ancaman yang terjadi apabila seseorang menggerakkan orang lain untuk
melakukan suatu perbuatan hukum, dengan menggunakan cara yang melawan hukum
mengancam akan menimbulkan kerugian pada orang tersebut atau kebendaan
miliknya.
5. Bedrog
Adalah seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan mengatakan yang tidak
sebenarnya kepada orang lain tentang suatu berita, kejadian, pesan dan lain-lain yang
dengan maksud-maksud tertentu yang ingin dicapainya adalah suatu tindakan
penipuan atau seseorang yang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat menipu
untuk memberikan kesan bahwa sesuatu itu benar dan tidak palsu, untuk kemudian
mendapat kepercayaan dari orang lain.
Tindak pidana penipuan sangatlah sering terjadi di lingkungan masyarakat, untuk
memenuhi kebutuhan atau keuntungan seseorang dapat melakukan suatu tindak pidana
penipuan. Di Indonesia seringnya terjadi tindak pidana penipuan dikarenakan banyak
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya suatu tindakan penipuan, misalnya karena
kemajuan teknologi sehingga dengan mudah melakukan tindakan penipuan, keadaan
ekonomi yang kurang sehingga memaksa seseorang untuk melakukan penipuan,
terlibat suatu utang dan lain sebagainya.
Kejahatan penipuan di dalam bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal 378
KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan
barang atau sesuatu kepadanya, atau memberikan hutang atau menghapus piutang,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun “ Sifat dari tindak pidana
penipuan adalah dengan maksud menguntungkan diri sandiri atau orang lain secara
melawan hukum, menggerakan orang lain untuk menyerahkan atau berbuat sesuatu
dengan mempergunakan upaya-upaya penipuan seperti yang disebutkan secara linitatif
di dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan untuk mengetahui
sesuatu upaya yang dipergunakan oleh si pelaku itu dapat menimbulkan perbuatan
penipuan atau tindak pidana penipuan, haruslah diselidiki apakah orang yang
melakukan atau pelaku tersebut mengetahui bahwa upaya yang dilakukannya
bertentangan dengan kebenaran atau tidak.

REFERENSI :

1. https://3bookfree.blogspot.com/2015/10/download-buku-hukum-perdata.html
2. https://books.google.co.id/books?
id=19jYDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=hukum+perdata&hl=id&sa=X&ved=0ahUKE
wjfpI2Tnb7pAhWI8XMBHf7iCfMQ6AEIMTAB#v=onepage&q=hukum%20perdata&f=false
3. https://books.google.co.id/books?
id=1pR5DwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=hukum+perdata&hl=id&sa=X&ved=0ahUK
EwjfpI2Tnb7pAhWI8XMBHf7iCfMQ6AEIOTAC#v=onepage&q=hukum%20perdata&f=false
4. https://books.google.co.id/books?
id=caPLDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=hukum+perdata&hl=id&sa=X&ved=0ahUKE
wiX4f7Rnb7pAhWHfn0KHYeeDFYQ6AEIVzAG#v=onepage&q=hukum%20perdata&f=false
5. https://books.google.co.id/books?
id=c_pDDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=hukum+perdata&hl=id&sa=X&ved=0ahUK
EwjVsd773JvpAhXUmeYKHWm7DuEQ6wEIMjAB#v=onepage&q=hukum
%20perdata&f=false
6. https://drive.google.com/file/d/1hu2gFgxCRoxEmHvHvdUC7fiYZQXAm7bc/view
7. https://books.google.co.id/books?
id=1pR5DwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=hukum+perdata&hl=id&sa=X&ved=0ahUK
EwjVsd773JvpAhXUmeYKHWm7DuEQ6AEINzAC#v=onepage&q=hukum
%20perdata&f=false
8. https://books.google.co.id/books?
id=caPLDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=hukum+perdata&hl=id&sa=X&ved=0ahUKE
wjVsd773JvpAhXUmeYKHWm7DuEQ6AEIYTAH#v=onepage&q=hukum
%20perdata&f=false
9. https://books.google.co.id/books?
id=mZ8oDwAAQBAJ&pg=PA1&dq=hukum+perdata&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwifyLef7Zv
pAhUA8XMBHXnpBoI4ChDoAQhaMAc#v=onepage&q=hukum%20perdata&f=false
10. https://drive.google.com/file/d/1gg8oQiJJKoqvcIVsxkpqLdkGFklxH_69/view
11. https://drive.google.com/file/d/1SJYFG165IQtx1OxiO_qozBInfUkIM3O0/view
12. https://drive.google.com/file/d/1agl-JWsF5emSaZbOHc58EMW5vwI7RtTe/view
13. https://drive.google.com/file/d/1Za5ZjWqY8xvc-15o_XWovs3Umz_SnXHA/view

Anda mungkin juga menyukai