I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amandemen Undang-undang Dasar 1945 terjadi sebanyak 4 (empat) kali, dimana
perubahan yang pertama terjadi pada tahun 1999, tahun 2000, kemudian tahun 2001
dan terakhir tahun 2002. Dengan adanya perubahan tersebut maka berubah pula
tatanan struktur tatanegara Negara Indonesia. Perubahan terjadi untuk memperbaiki
sitem tatanegara Indonesia yang dinilai memiliki kecacatan terhadap keberlangsungan
hidup baik dari sisi pemerintahan maupun terhadap bangsa Indonesia itu sendiri, yang
tentunya mengarah untuk perbaikan Negara Indonesia itu sendiri.
Pasca amandemen sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan, dari
perubahan tersebut membawa MPR merubah kedudukannya. Sebelumnya MPR
merupakan lembaga tertinggi kemudian berubah menjadi lembaga tinggi Negara,
tidak hanya itu MPR mengalami perubahan keanggotaan. Sebelumnya seluruh
anggota DPR, utusan daerah, utusan golongan termasuk dalam anggota MPR juga.
Namun setelah amandemen keanggotaan MPR hanya anggota DPR dan DPD,
keadaan tersebut menjadikan lembaga perwakilan rakyat bicameral (dua kamar).
Kemudian kewenangan MPR mengalami perubahan yang sebelumnya MPR lah yang
memilih, melantik, dan memberhentkan presiden/wakil presiden dan merubah UUD
akan tetapi setelah amandemen kewenangan tersebut dirubah, MPR hanya bisa
mengubah dan menetapkan undang-undang, melantik dan memberhentikan
presiden/wakil presiden dalam masa jabatannya.
Kemudian pasca amandemen Indonesia memakai sistem ketatanegaraan check
and balance antar lembaganya, diharapkan akan dinamis setiap lembaga satu sama
lain. Pada check and balance antar-tiga unsur trias politica yang terpisah, yakni
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, ini pun harus didukung dengan penegakan hukum
dan kontrol masyarakat sipil. Pada demokrasi tua seperti Australia, trias politica tak
selalu terpisah nyata. Akan tetapi, check and balance terpelihara, utamanya berkat
tradisi oposisi yang jelas dan melembaga. Pada demokrasi seperti Indonesia,
tantangannya justru disfungsi trias politica, sehingga check and balance tak tercipta.
Ditambah lagi dengan mentalitas para penjabat yang ada dalam ketiga lembaga
tersebut (eksekutif, legislatif dan yudikatif), yang apabila di antara mereka sedang
melakukan fungsi checks and balances, pihak yang diperiksa merasa diganggu
independensinya.
Sistem checks and balances dalam penyelenggaraan kekuasaan memungkinkan
adanya saling kontrol antar cabang kekuasaan yang ada dan menghindari tindakan-
tindakan hegemonik, tiranik dan sentralisasi kekuasaan. Sistem ini mencegah
terjadinya overlapping antar kewenangan yang ada. Begitu pula dengan pendapat
Jimly Asshiddiqie adanya sistem checks and balances mengakibatkan kekuasaan
negara dapat diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga
penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggaraan negara yang menduduki
jabatan dalam lembaga negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-
baiknya.
B. Rumusan Masalah
Berdasatkan uraian latar belakang, maka pokok permasalahan pada makalah ini akan
menjelaskan bagaimana eksistensi lembaga perwakilan pasca amandemen UUD
1945.
II. PEMBAHASAN
A. Eksistensi lembaga perwakilan pasca amandemen UUD 1945
Perubahan UUD 1945 telah melahirkan perubahan yang mendasar dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, seperti perubahan yang bersifat peralihan kekuasaan,
perubahan yang bersifat penegasan pembatasan kekuasaan, perubahan yang bersifat
pengembangan kekuasaan. Perubahan mengenai kedudukan, susunan dan kekuasaan
lembaga negara, pembentukan lembag negara yang baru dan meniadakan lembaga
negara yang sudah ada, serta perubahan terhadap sistem pengisian jabatan lembaga-
lembaga negara.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Dalam perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 antara lain
dilakukan perubahan mengenai pelaksanaan kedaulatan rakyat dan mengenai
keberadaan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Perubahan ini dilakukan
melalui perubahan pasal-pasal: Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 rumusan lama:
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, rumusan baru:
“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang
Dasar”
Ada beberapa argumentasi yang dikemukan dalam perubahan Pasal 1 ayat
(2) UUD 1945 tersebut yaitu:
a. Kedaulatan tidak lagi dijalankan sepenuhnya sebuah lembaga yaitu MPR.
Secara a contrario MPR masih menjalankan kedaulatan rakyat sekalipun
sudah dikurangi wewenang-wewenangnya.
b. Dengan rumusan baru ini, maka telah dikembalikan paham kedaulatan rakyat
sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dari paham kedaulatan
negara
c. Kedaulatan rakyat itu ada yang langsung dilaksanakan oleh rakyat, ada pula
yang pelaksanaannya kepada badan/lembaga menurut UUD 1945.
d. Mengalihkan dari sistem MPR ke sistem UUD, dan UUD menjadi rujukan
utama dalam menjalan UUD 1945
e. Tidak dikenal lagi istilah lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara.
Dasar pemikiran mengubah bunyi pasal 1 ayat (2) tersebut adalah untuk
mengoptimalkan pelaksanaan dari kedaulatan rakyat yang dianut dalam
pembukaan UUD 1945. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) yang baru (hasil perubahan)
kedaulatan tidak sepenuhnya lagi dilaksanakan oleh MPR. Pelaksanaan
kedaulatan rakyat diserahkan kepada beberapa lembaga negara yang masing-
masing kekuasaan ditetapkan dalam UUD. Disamping dilaksanakan oleh
beberapa lembag negara ada yang langsung dilaksanakan oleh rakyat.
Perubahan UUD 1945 telah mereduksi kekuasaan MPR. MPR tidak lagi
mempunyai wewenang menetapkan GBHN, memilih Presiden dan Wakil
Presiden, kekuasaan memilih Presiden telah beralih kepada rakyat. Pelantikan
Presiden merupakan kekuasaan yang bersifat serimonial. Memberhentikan
Presiden dengan adanya dugaan oleh DPR, dan telah adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi berarti kekuasaan itu terkait dengan DPR dan Presiden.
Ada tambahan lagi kekuasaan MPR yaitu tentang pengisian jabatan Presiden dan
Wakil Presiden secara bersama-sama atau Wakil Presiden berhalangan tetap.
MPR terdiri dari DPR dan DPD, berarti seseorang yang akan menjadi
anggota MPR harus melalui pemilihan umum, apakah pemilhan umum untuk
menjadi anggota DPR ataupun pemilihan umum untuk menjadi anggota DPD.
Dilihat dari pengisiannya dapat dikatakan lebih demokratis dari sistem
sebelumnya, dimana anggota MPR terdiri dari anggota DPR, utusan daerah dan
utusan golongan, dalam sistem tersebut lebih banyak yang diangkat daripada yang
dipilih.
III. PENUTUP
Kedudukan MPR setelah amandemen UUD 1945 bukan merupakan lembaga
tertinggi negara, akan tetapi lembaga tinggi negara sebagaimana DPR dan lembaga
negara lainya. Sedangkan susunan keanggotaan MPR setelah amandemen UUD 1945
terdiri anggota DPR dan DPD.
Banyaknya lembaga-lembaga Negara yang terbentuk pasca amandeman UUD
1945 dan juga penguatan dan perubahan fungsi serta wewenang yang memiliki dampak
yang positif terhadap tata pemerintahan negara Republik Indonesia yang tentunya hal
tersebut dipergunakan dan diperuntukan agar Negara Indonesia menjadi lebih baik dan
lebih fokus terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi dari segala aspek, baik
dari aspek social, budaya, ekonomi, hukum maupun politik itu sendiri.