Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KONSEP UPAH DALAM PERSPEKTIF SISTEM


EKONOMI KAPITALIS, SOSIALIS DAN ISLAM

Disusun Oleh :
Luhur Pangestu
B200180324

EKONOMI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat ,taufik ,dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kemuhammadiyahan yang diampu oleh Atwal Arifin,
Drs.,Akt.,M.Si. denganJudul “KONSEP UPAH DALAM PERSPEKTIF SISTEM
EKONOMI KAPITALIS,SOSIALIS DAN ISLAM”. Tidak lupa penulis sampaikan rasa
terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam
penyusunan Makalah ini. Penulis menyadari bahwa sepenuhnya dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan .Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih manjauhi
dari sempurna,karena pengetahuan penulis yang terbatas. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi menyelesaikan makalah untuk hari kemudian.
Penulis berharap semoga ini berguna bagi pembaca.
Aamiin

Kudus, 12 April 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang komprehesif dalam


menyelesaikan permasalahan ekonomi (DI Cahyani, S Sumadi: 2015). Adanya Baitul
Mal sebagai kas negara, fenomena semacam ini berharap menjadi bahan pertimbangan
dan renungan. Namun, terlepas dari dua bahaya pemaknaan tersebut, konsep Baitul Mal
itu sendiri memang harus dikaji kembali dengan seksama sesuai dengan ketentuan
hukum syara’ dan realitas objektif yang terbentang sepanjang sejarah Islam. Dengan
demikian, kita akan memiliki persepsi yang benar dan utuh mengenai Baitul Mal,
termasuk kedudukannya sebagai bagian integral dari sistem ketenagakerjaan.
Konsep Islam mengenai muamalah sangat baik, karena menguntungkan semua pihak
yang berkecimpung di dalamnya. Namun, bisa merugikan pihak lain apabila tidak baik.
Hal inilah yang menyebabkan akad (transaksi) dipergunakan sebagai alat untuk
memeras, menipu dan merugikan orang lain. Keadilan dan pemerataan pendapatan
adalah salah satu hal yang terpenting dalam pandagan Islam terhadap tatanan social dan
ekpnomi yang berkeadilan (Andi Mardina: 2017,91). Dalam berbicara masalah
perekonomian saat ini proses kelancarannya sangat dipengaruhi oleh adanya lembaga
keuangan sebagai lembaga yang ikut andil dalam memperlancar kegiatan perekonomian
(Agus Marimin: 2014, 40). Salah satu lembaga keuangan yang saat ini perkembangannya
dapat memberikan perubahan yang cukup signifikan dalam meningkatkan ekonomi
syariah adalah lembaga keuangan Islam yang berupa Baitul Maal yang saat ini secara
lengkap disebut dengan Baitul Maal wat tawil. Saat ini, apa yang dikenal sebagai Baitul
Mal pada awalnya, telah berkembang dalam pengertian yang bermacam-macam.
Masyarakat Indonesia khususnya mengenal adanya Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
sebagai lembaga keuangan masyarakat non bank, lalu kemudian berkembang menjadi
Bank syariah. Ada pula badan amil zakat (BAZNAS) yang didalamnya terdapat sejumlah
Lembaga Amil Zakat (LAZ) seperti Unit Pengumpul Zakat (UPZ) bentukan pemerintah
dan LAZ lainnya sebagai bentukan swasta seperti rumah-rumah zakat.
Telah terbukti bahwa kegiatan ekonomi sering kali memerlukan adanya dukungan dari
lembaga keuangan sebagai darah (uang) untuk memperlancar kegiatan perekonomian
tersebut. Baitul Maal wat Tamwil sebagai sebuah lembaga koperasi jasa keuangan.
Istilah Baitul Mal wat Tawil belakangan ini populer seiring dengan bangkitnya semangat
umat untuk berekonomi secara islam. Iatilah itu biasanya dipakai oleh sebuah lembaga
khusus (Dalam perusahaan atau instansi) yang bertugas menghimpun dan menyalurkan
ZIS (zakat, infaq, shadaqah) dari para pegawai atau karyawannya. Kadang dipakai pula
untuk lembaga ekonomi berbentuk koperasi serba usaha yang bergerak di berbagai lini
kegiatan ekonomi umat, yakni dalam kegiatan social, keuangan, simpan pinjam, dan
usaha pada sektor riil (Tim DD-FESBMT, 1997).

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, maka dapat ditarik rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dari Baitul Maal?
2. Apa saja tujuan dan fungsi dari Baitul Maal?
3. Bagaimana sejarah dari Baitul Mal?
4. Bagaimana Prinsip pengelolaan harta Baitul Mal?
5. Bagaimana ruang lingkup Baitul Maal sebagai lembaga keuangan Islam?

B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat disimpulkan tujuan dari penulis adalah:
1. Untuk menjelaskan definisi dari Baitul Maal
2. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi Baitul
Maal.
3. Untuk mengetahui sejarah dari Baitul Mal
4. Untuk mengetahui prinsip pengelolaan harta Baitul Mal.
5. Untuk mengetahui ruang lingkup Baitul Maal sebagai lembaga keuangan Islam
dalam memperlancar aktivitas perekonomia pada masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

Baitul Mal

Baitul Mal berasal dari Bahasa Arab bait yang berarti rumah, dan al-mal yang berarti
harta. Jadi secara etimologis (ma’na lughawi) Baitul Mal berarti rumah untuk
mengumpulkan atau menyimpan harta (Dahlan, 1999). Baitul maal merupakan
lembaga keuangan negara yang bertigas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan
uang negara sesuai ketentuan syariat. Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)
Baitul Mal dalam makna istilah sesungguhnya sudah ada, yaitu ketika kaum muslimin
mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) pada perang Badar. Pada masa
Rasullulah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat).
Saat itu Baitul Mal belum memiliki tempat khusus untuk menyimpan harta, karena
saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak kalaupun ada, harta yang diperoleh
hamper selalu habis dibagibagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk
pemeliharaan urusan mereka.

Tujuan dan Fungsi Baitul Mal

Tujuan Baitul Mal yaitu: Terwujudnya layanan penghimpunan zakat, inaq, shodaqoh,
dan wakaf yang mengoptimalkan nilai bagi muzaki, munafiq, tatasadiq, dan muwafit.
Kedua terwujudnya layanann pendayagunaan ziswaf yang mengoptimalkan upaya
pemberayaan mustahiq berbasis pungutan jaringan. Dan juga terwujus=dnya
organisasi sebagai good organization yang mengoptimalkan nilai bagi stalkholder dan
menjadi benchmark bagi lembaga pengelola ZIS dan wakaf di Indonesia. Selain itu
Baitu mal juga berfungsi sebagai bendahara negara (konteks sekarang dalam
perekonomian modern disebut departemen keuangan). Tapi pada hakikatnya Baitul
Mal berfungsi untuk mengelola keuangan negara menggunakan akumulasi dana yang
berasal dari pos-pos penerimaan zakat, kharaj, jizyah, khum, fay, dan lain-lain yang
imanfaatkan untuk melaksanakan program-program pembangunan yang menjadi
kebutuhan negara.

Sejarah Baitul Mal


Sebelum Islam hadir ditengah-tengah untuk manusia, pemerintah suatu negara
dipamdang sebagai satu-satunya penguasa kekayaan dan pebendaharaan negara.
Dengan demikian, pemerintah bebas mengambil harta kekayaan rakyatnya sebanyak
mungkin serta membelanjakannya sesuka hati. Hal ini berarti bahwa, tidak ada konsep
tentang keuangan publik dan perbendaharaan negara di dunia.
Dalam negara Islam, tampak kekuasaan dipandang sebagai sebuah amanah yang
harus dilaksanakan sesuai dengan perintah Al-Qur’an. Hal ini telah dipraktikkan oleh
Rasullulah SAW. Sebagai seorang raja atau pemerintah darai suatu negara, tetapi
sebagai orang yang selalu memberikan perhatian yang diberikan amanah untuk
mengatur urusan negara.
Baitu Mal merupakan lembaga keuangan pertama yang ada pada zaman Rasullulah.
Lembaga ini pertama kali hanya berfungsi untuk menyimpan harta kekayaan negara
dari zakat, infaq, sedekah, pajak dan harta rampasan perang. Dan acuan dari
“perbankan Islam” bukanlah perbankan konvensional tetapi dari Baitul Tamwil”.
Baitul Tamwil dan Baitul Mal sendiri merupakan fungsi utama dari Baitul Mal wa
tamwil”. Harta yang merupakan sumber pendapatan negara di simpan di masjid dalam
waktu singkat untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat hingga tidak tersisa
yang jika digunakan istilah modern disebut sebagai pegawai sekertariat Rasulullah. Ini
hanya mungkin terjadi di lingkungan yang mempunyai sistem pengawasan yang
sangat ketat. Pada perkembangan berikutnya, institusi ini memainkan peran yang
sangat penting dalam bidang keuangan dan administrasi negara, terutama pada masa
pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidun.
Dalam perkembangan sejarah, pembangunan institusi Baitul Mal dilatarbelakangi
oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai gubernur Bahrain
dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj sebesar 500.000 dirham.
Hal ini terjadi pada tahun 16 H. Oleh karena jumlah tersebut sangat besar, Khalifat
Umar mengambil iisiatif memangggil dan mengajak bermusyawarah para sahabat
terkemuka tentang penggunaan dana Baitul Mal tersebut. Setelah melalui diskusi yang
cukup panjang, khalifaf Umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul
Mal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji
para tentara maupun berbagai kebutuhan umat lainnya.
Harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum muslimin, sedangkan khalifah dan
para amil hanya berperan sebagai pemegang amanah. Dengan demikian, negara
bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim,
serta anak-anak terlantar, membiayai penguburan orang-orang miskin, membayar
utang orangoarang yang bangkrut, membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu.
Selama memerintah, Umar bin Khathab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati,
menerima pemasukan dan sesuatau yang halal sesuai dengan aturan syariat dan
mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya,
yang catat oleh Ibnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan musafir,
tentang hak seorang khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata:
“Tidaklah dihalalkan bagiku harta milim Allah ini melainkan dua potong pakaian
musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk
kehidupan seseorang diantara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang
biasa seperti kebanyakan kaum muslimin”.
Pada Pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal dotempatkan kembali pada
posisi yang sebelumnya, Ali yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti
disebutkan oleh Ibnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi
tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan. Ketika
berkobar antara peperangan antara Ali bin Abi Talib dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan
(khalifah pertama Bani Umayyah), orang-orang yang dekat disekitar Ali menyarankan
Ali agar mengambil dana dari Baitul Mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang
membantunya.
Tujuannya untuk mempertahankan diri Ali sendiri dan kaum muslimin.

Prinsip pengelolaan Harta Baitul Mal

Pertama, harta yang mempunyai kas khusus dalam Baitul Mal , yaitu harta zakat.
Harta tersebut adalah hak delapan ashaf yang akan diberikan kepada mereka , biala
harta tersebut ada. Apabila harta dari bagian zakat tersebut ada pada Baitul Mal, maka
pembagiannya diberikan pada delapan ashaf yang disebutkan dalam Al-Qur’an
sebagai pihak yang berhak atas zakat, serta wajib diberikan kepada mereka. Apabila
harta tersebut tidak ada, maka kepemilikan terhadap harta tersebut bagi orang yang
berhak mendapatkan bagian telah gugur, dengan kata lain tidak seorang pun dari
delapan ashaf tadi yang berhak mendapatkan bagian dari zakat.
Kedua, harta yang diberikan Baitul Mal untuk menanggulangi terjadinya kekurangan,
serta untuk melaksanakan kewajiban jihad. Misalnya nafkah untk para fakir miskin
dan ibnu sabil, serta nafkah untuk keprluan jihad.
Ketiga, harta yang diberikan Baitul Mal sebagai suatu pengganti/kompensasi
(badal/ujrah), yaitu harta yang menjadi hak orang-orang yang telah memberikan jasa,
seperti gaji para tentara, pegawai negeri, hakim, tenaga edukatif, dan sebagainya.
Keempat, harta yang dikelola Baitul Mal yang bukan sebagai pengganti/ kompensasi )
dadal/ujrah), tetapi yang digunakan untuk kemaslahatan dan kemanfatan secara
umum. Misalnya sarana jalan, air, bangunan masjid, sekolah, rumah sakit, dan sarana-
sarana lainnya yang keberadaanya dianggaps ebagai sesuatu yang urgent, dimaan
umat akan mengalami penderitaan/mudharat jika sarana-sarana tersebut tidak ada.
Kelima, , harta yang diberikan Baitul Mal karena adanya kemaslahatan, bukan sebagai
pengganti/kompensasi (badal/ujrah). Hanya saja, umat tidak sampai tertimpa
penderiaan/mudharat karena tidak adanya pemberian tersebut. Misalnya pembuatan
jalan kedua/alternative setelah ada jalan yang lain yang jauh, ataupun yang lainnya.
Keenam, harta yang disalurkan Baitul Mal karena adanya unsur kedaruratan, semisal
paceklik/kelaparan, angina taufan, gempa bumi, atau serangan musush.
Ruang Lingkup Baitul Mal

Menurut pendapat Suhrawardi K. Lubis, Baitul Mal dilihat dari segi istilah fikih
adalah “suatu lembaga atau badan yang bertugas mengurusi kekayaan negara terutama
keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan maupun
yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain(Maman, 2012). Baitul
Mal adalah suatu lembaga atau pihak yang memiliki kewajiban atau tugas khusus
untuk melakukan penanganan atas segala harta yang dimiliki oleh umat, dalam bentuk
pendapatan maupun pengeluaran negara(Zallum, 1983).
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu, Baitul Mal
adalah suatu lembaga atau pihak (al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani
segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Baitul Mal
sudah ada sejak Rasulullah SAW dalam pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang
mengumpulkan dan mendistribusikan harta rampasan perang, zakat, infaq, dan
shadaqah. Tujuan dan fungsi Baitul Mal adalah terwujudnya layanan
penghimpuanan zakat, infaq, wakaf dan shadaqah yang mengoptimalkan nilai bagi
muzaki, munfiq, tatasaddiq, dan muwafit. Kedua terwujudnya layanan
pendayagunaan ziswaf yang mengoptimalkan upaya pemberdayaan mustahiq
berbasis pungutan jaringan. Dan juga terwujudnya organisasi sebagai good
organization yang mengoptimalkan nilai bagi stalkholder.
DAFTAR PUSTAKA

Marimin, A. (2014). BAITUL MAAL SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN ISLAM DALAM


MEMPERLANCAR AKTIVITAS PEREKONOMIAN. Jurnal Akuntansi Dan pajak, vol, No
02, 39-42.

Ghozali, M. (2020). Peran Baitul Mal Wa Tamwil (Bmt) Dalam Pengembangan Ekonomi Umat.
HUMAN FALAH Volume 7. No 1, 19-29.

Tho'in, S. M. (2020). Paradigma Konsep Teori dan Praktek Baitul Mal dalam Prespektif Sistem
Ekonomi Islam. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 1-9.

Mustaring. (2016). EKSISTENSI "BAITUL MAAL" DAN PERANANNYA DALAM


PERBAIKAN
EKONOMI RUMAH TANGGA DALAM ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN.
Jurnal Supremasi, 119-128.

Anda mungkin juga menyukai