Anda di halaman 1dari 41

SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT

Definisi
Surveilans:
Menurut WHO : Suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis
dan interpretasi data kesehatan secara sistematis, terus menerus
dan penyebarluasan informasi kepada pihak terkait untuk melakukan
tindakan

Surveilans Kesehatan Masyarakat:


Adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus-
menerus dan sistematis yang kemudian disebarluaskan kepada
pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan
masalah lainnya.
Tujuan
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat
waitu tentang masalah kesehatan populasi, sehingga
penyakit dan faktor resiko dapat dideteksi dini dan
dapat dilakukan respon pelayanan kesehatan dengan
lebih efektif.
 Tujuan Khusus
1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit
2. Mendeteksi perubahan mendadak insiden penyakit untuk
mendeteksi dini outbreak
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban
penyakit pada populasi
4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu
perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program
kesehatan
5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset
Contoh penggunaan surveilans
 Grafik yang menghubungkan periode
waktu pada sumbu X dengan insidensi 
kasus penyakit  pada sumbu Y dapat
digunakan untuk memonitor dan
mendeteksi outbreak. Kecurigaan
outbreak terjadi pada kuartal ke 4 tahun
2008, ketika insidensi mencapai 3 kali
rata-rata per kuartal.  
Contoh penggunaan surveilans
 Surveilans dapat juga digunakan untuk
memantau efektivitas program kesehatan.
menyajikan contoh penggunaan surveilans
untuk memonitor performa dan
efektivitas program pengendalian TB. 
 Dengan statistik deskriptif sederhana
surveilans mampu memberikan informasi
tentang kinerja program TB yang
meningkat dari tahun ke tahun,  baik
jumlah kasus TB yang dideteksi,
ketuntasan pengobatan kasus, maupun
kesembuhan kasus. Perhatikan pula peran
penting data time-series dalam analisis
data surveilans yang dikumpulkan dari
waktu ke waktu dengan interval sama.
Jenis Surveilans

1. Surveilans Individu (individual surveillance)


Mendeteksi dan memonitor individu-individu yang mengalami kontak
dengan penyakit serius, misalnya : Pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam
kuning, sifilis. Surveilans individu memungkinkan dilakukannya isolasi
institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang dicurigai
dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi
institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau
binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit
menular selama periode menular.
2. Surveilans Penyakit (disease surveillance)
melakukan pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan
kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan
sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan
penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus
perhatian surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu.
3. Surveilans Sindromik (multiple disease surveillance)
Melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan
gejala) penyakit, bukan masing-masing penyakit. Surveilans sindromik
mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan individual maupun
populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis. Surveilans
sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola
perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat
ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium
tentang suatu penyakit.
 4. Surveilans Berbasis Laboratorium
 Digunakan untuk mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi.
Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui
makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah
laboratorium sentral untuk mendeteksi strain bakteri tertentu
memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera
dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan
sindroma dari klinik-klinik
 5. Surveilans Terpadu (integrated surveillance)
 Menata dan memadukan semua kegiatan surveilans di suatu
wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) sebagai
sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu
menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama,
melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang diperlukan
untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan
surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan
data khusus penyakitpenyakit tertentu
6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern,
migrasi manusia dan binatang serta organisme,
memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara.
Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-
negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa
dan bergayut.
Manajemen Surveilans

• Surveilans mencakup dua fungsi manajemen:


(1)  fungsi inti
Fungsi inti (core activities) mencakup kegiatan surveilans dan langkah-langkah intervensi
kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data,
analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, umpan-balik (feedback).
(2)  fungsi pendukung.
Fungsi pendukung (support activities) mencakup pelatihan, supervisi, penyediaan sumber
daya manusia dan laboratorium, manajemen sumber daya, dan komunikasi
Pendekatan Surveilans

1. Surveilans Pasif
memantau penyakit secara pasif, dengan
menggunakan data penyakit yang harus
dilaporkan (reportable diseases) yang
tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.
 Kelebihan :
relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara
anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit
infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans
pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit
internasional.
• Kekurangan :
adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan
penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported,
karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan
kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas
terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing
2. Surveilans Aktif
menggunakan petugas khusus surveilans untuk
kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat
praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya,
puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan
mengidentifikasi kasus baru penyakit atau
kematian, disebut penemuan kasus (case finding),
dan konfirmasi laporan kasus indeks.
Kelebihan :
lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab
dilakukan oleh petugas yang memang
dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab
itu. Selain itu, surveilans aktif dapat
mengidentifikasi outbreak lokal.
Kekurangan :
lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan
daripada surveilans pasif.
Surveilans Efektif
Karakteristik surveilans yang efektif: cepat, akurat, reliabel,
representatif, sederhana, fleksibel, akseptabel,
■ Kecepatan. Informasi yang diperoleh dengan cepat (rapid) dan
tepat waktu (timely) memungkinkan tindakan segera untuk
mengatasi masalah yang diidentifikasi.
■ Akurasi. Surveilans yang efektif memiliki sensitivitas tinggi,
yakni sekecil mungkin terjadi hasil negatif palsu. Aspek
akurasi lainnya adalah spesifisitas, yakni sejauh mana terjadi
hasil positif palsu.
Karakteristik surveilans yang efektif: cepat, akurat, reliabel, representatif,
sederhana, fleksibel, akseptabel,
■ Standar, seragam, reliabel, kontinu. Definisi kasus, alat ukur, maupun
prosedur yang standar penting dalam sistem surveilans agar diperoleh
informasi yang konsisten.
■ Representatif dan lengkap. Sistem surveilans diharapkan memonitor
situasi yang sesungguhnya terjadi pada populasi. Konsekuensinya, data
yang dikumpulkan perlu representatif dan lengkap.
■ Sederhana, fleksibel, dan akseptabel. Sistem surveilans yang efektif
perlu sederhana dan praktis, baik dalam organisasi, struktur, maupun
operasi. Data yang dikumpulkan harus relevan dan terfokus.
Ruang Lingkup Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi
Kesehatan

a. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular


b. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
c. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
d. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
Mekanisme kegiatan Surveilans
epidemiologi Kesehatan
a. Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya.
b. Perekaman, pelaporan dan pengolahan data
c. Analisis dan intreprestasi data
d. Studi epidemiologi
e. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya
f. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut.
g. Umpan balik.
Sumber data Surveilans epidemiologi
1) Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan
masyarakat.
2) Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan
dari kantor pemerintah dan masyarakat.
3) Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan
masyarakat.
4) Data geografi yang dapat diperoleh dari Unit meteorologi dan Geofisika
5) Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan
masyarakat
6) Data Kondisi lingkungan
Sumber data Surveilans epidemiologi
7) Laporan wabah
8) Laporan Penyelidikan wabah/KLB
9) Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
10) Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya
11) Data hewan dan vektor sumber penularan penyakit yang dapat diperoleh
dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
12) Laporan kondisi pangan
13) Data dan informasi penting lainnya.
Contoh Pelaksanaan Surveilans
Kesehatan Masyarakat
Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi di Subdin (P2P)

■ Surveilans epidemilogi di Subdin P2P DKK Semarang dilakukan dengan membuat


rekapitulasi data W2 dari Data-data yang digunakan untuk melaksanakan kewaspadaan dini
Kejadian Luar Biasa (KLB) di DKK Semarang diperoleh dari laporan W2 Puskesmas pada
hari Rabu dan W2 Rumah Sakit pada hari Kamis. Laporan ini akan direkap oleh bagian
Seksi Pengamatan Penyakit untuk diolah dengan menggunakan program excel, sehingga
dapat digambarkan distribusi penyakit pada waktu(minggu tersebut).
■ Dari hasil pengolahan data ini diperoleh informasi wilayah-wilayah tertentu yang potensial
terjadi KLB penyakit tertentu. Informasi ini akan digunakan oleh Kepala Seksi Pengamatan
untuk menentukan kegiatan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) sekaligus melaporkan
secara rutin kepada Kepala Subdin Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) di DKK
Semarang. Berdasarkan informasi dan laporan SKD ini Subdin P2P menentukan program
pemberantasan penyakit.
Kegiatan Surveilans Epidemiologi

■ merekap jumlah penderita penyakit tertentu pada setiap minggu


■ membuat gambaran distribusi penyakit pada setiap minggu dengan menggunakan histogram
■ Membuat gambaran insiden penyakit berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia
■ membuat laporan Surveilans epidemiologi berupa tabulasi distribusi penyakit berdasarkan tempat
kejadian
■ serta membuat berita acara Kejadian Luar Biasa (KLB), bila dari hasil pengolahan tersebut
■ terjadi KLB.

untuk digunakan sebagai dasar kegiatan pemberantasan penyakit di DKK Semarang.


Alur Kegiatan Surveilans
ANALISIS SISTEM SURVEILANS DIARE
PUSKESMAS TAMBAKREJO KOTA SURABAYA
 Hasil survei Subdit diare, angka kesakitan diare semua umur tahun 2000 adalah 301/1000
penduduk, tahun 2003 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2006 adalah 423/1000
penduduk. Kematian diare pada balita 75,3 per 100.000 balita dan semua umur 23,2 per
100.000 penduduk semua umur (SKRT 2001).
 Prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah
laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi
pada usia 6–11 bulan (19,4%), 12–23 bulan (14,8%), dan 24–35 bulan (12%) (Depkes RI,
2003).
 Diare merupakan penyebab kematian nomor 4 (13,2%) pada semua umur dalam
kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor satu
pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Riskesdas, 2007).
 Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor satu pada bayi postneonatal (31,4%)
dan pada anak balita (25,2%) (Riskesdas, 2007).
Puskesmas Tambakrejo Pelaporan Dinas Kesehatan
Surabaya Kota Surabaya (2010)

Kasus diare pada balita yang ditemukan


cukup tinggi, pada tahun 2009 yaitu Berdasarkan profil kesehatan tahun 2008
sebesar 1.125 kasus di
Jawa Timur terdapat 989.869 kasus diare
dengan proporsi balita sebesar 39,49%
1. Pengetahuan masyarakat meningkat (390.858 kasus). Ada 13 kabupaten/kota
sehingga lebih waspada akan bahaya yang melaporkan kasus KLB diare dengan
diare jumlah penderita 699 dan kematian 14
2. PHBS berjalan sesuai dan maksimal orang yang terjadi di 28 kecamatan dan 35
3. Kasus diare dan angka kesakitan desa. Kota Surabaya merupakan kota di
menurun Jawa Timur dengan kasus diare yaitu
Hasil analisis &
Perubahan yang sebesar 66.841 kasus
diharapkan interpretasi data
1. Meningkatkan sistem kewaspadaan dini diare 1. Belum adanya waspada dini
(upaya promotif & preventif)
diare
2. Meningkatkan kerja sama lintas program /
sektor (kesehatan lingkungan dan promosi
2. PHBS yang belum maksimal
kesehatan) 3. Perubahan cuaca dan iklim
Umpan Balik
3. Kunjungan, pengamatan prilaku masyarakat &
inspeksi lingkungan secara berkala
SISTEM PELAPORAN DARI SUKU DINAS KAB./KOTA KE DINAS KESEHATAN PROVINSI

Suku Dinas Kab./Kota Pelaporan Dinas Kesehatan


Provinsi DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta

Ditemukan kejadian kasus diare pada semua Pada tahun 2012, ditemukan dari sekitar 9,6 juta total
golongan umur di Kep. Seribu sebanyak 866 kasus, di penduduk DKI Jakarta, diperkirakan 390 ribu
Jakarta Timur sebanyak 110.719 kasus, Jakarta diantaranya menderita diare, perkiraan ini dihitung
dengan berdasarkan angka morbiditas diare nasional,
Selatan sebanyak 84.758 kasus, Jakarta Barat
yaitu 411 per 1.000 jumlah penduduk. Kasus diare
sebanyak 93.788 kasus, Jakarta Utara sebanyak tertinggi ditemukan pada daerah Jakarta Timur dengan
67.367 kasus serta Jakarta Pusat sebanyak 36.970 kasus terendah pada Kep. Seribu.
kasus.
1. Kejadian diare dan angka kesakitan
menurun
2. Masyarakat beralih menggunakan jamban
sehat Hasil analisis & interpretasi
3. Ketersediaan air bersih yang memadai data
Perubahan yang
1. Pembangunan jamban sehat berswadaya diharapkan
masyarakat 1. Belum memaksimalkan
2. Menerapkan upaya promotif & preventif serta
penggunaaan jamban sehat
melakukan pengamatan prilaku masyarakat secara
berkala Umpan Balik
2. PHBS yang belum maksimal
3. Pembangunan saluran air bersih dengan 3. Minimnya ketersediaan air
memanfaatkan bahan yang ada di masyarakat bersih
Data Jamban Sehat
DirJen PP&PL Direktorat
Penyehatan Lingkungan.
Sekretariat STBM Nasional

Meskipun laporan akses


jamban sehat menembus
angka 80% hampir dari
total keseluruhan, namun
penggunaan jamban sehat
belum maksimal pada
kenyataannya. Data
menunjukkan bahwa kota
Jakarta Barat memiliki
presentase terendah
dalam pengaksesan
jamban sehat, yaitu
sebesar 46%.
Data PHBS

Jumlah rumah tangga ber-PHBS tertinggi yaitu Jakarta Pusat dengan 82,5 persen
dan Jakarta Selatan 67,9 persen. Kebupaten Kepulauan seribu memiliki cakupan
rumah ber-PHBS terendah tidak sampai setengah dari jumlah rumah yang dipantau,
yaitu sebesar 37,6 persen.
Data Cakupan Air Bersih Kelompok Kerja Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan Indonesia
Penduduk Indonesia yang bisa Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaaan. Artinya masih ada 82
mengakses air bersih untuk kebutuhan persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air yang tak layak
sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari secara kesehatan.
total penduduk Indonesia.

Di daerah perkotaan seperti Jakarta saja, Jakarta dialiri 13 sungai, terletak di dataran rendah dan berbatasan langsung
masih banyak warga yang belum dengan Laut Jawa. Seiring dengan pertumbuhan penduduk Jakarta yang sangat
mendapatkan fasilitas air bersih. pesat, berkisar hampir 9 juta jiwa, maka penyediaan air bersih menjadi
Pertengahan Februari 2007, warga di permasalahan yang rumit. Dengan asumsi tingkat konsumsi maksimal 175 liter
kawasan Jakarta Utara mengeluhkan per orang, dibutuhkan 1,5 juta meter kubik air dalam satu hari. Neraca
kenaikan harga air yang gila-gilaan. Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 menunjukkan,
PDAM diperkirakan baru mampu menyuplai sekitar 52,13 persen kebutuhan air
bersih untuk warga Jakarta.

Sekitar 60 rumah di Jakarta memiliki sumur Dari hasil penelitian oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
yang berjarak kurang dari 10 meter dari (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta pada 2006, 13 sungai yang mengalir melewati
septic tank. Jumlah septic tank di Jakarta ibukota sudah tercemar bakteri Escherchia coli (E-coli). Salah satu sungai yang
lebih dari satu juta. Melimpahnya jumlah tingkat pencemarannya paling parah adalah Sungai Ciliwung. Kadar bakteri E-
septic tank yang terus bertambah tanpa ada coli pada sungai itu mencapai 1,6-3 juta individu per 100cc, jauh di atas baku
regulasi yang baik mengakibatkan mutu 2.000 individu per 100cc. Padahal sungai ini menjadi bahan baku air
pencemaran air tanah dan membahayakan minum di Jakarta.
jutaan penduduk.
Skema
sistem
pelaporan
surveilans
diare
KASUS DIARE YANG DITANGANI MENURUT JENIS KELAMIN, KAB/KOTA, DAN
PUSKESMAS
PROVINSI DKI JAKARTA
TH 2012

Anda mungkin juga menyukai