Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem

pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani

harus diarahkan pada pencapaian tujuan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani

bukan hanya mengembangkan ranah jasmani, tetapi juga mengembangkan aspek

kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional,

keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui kegiatan aktivitas

jasmani dan olah raga.

Pendidikan jasmani merupakan media untuk mendorong perkembangan

motorik, kemampuan fisik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai

(sikap-mental-emosional-spritual-dan sosial), serta pembiasan pola hidup sehat

yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan yang

seimbang.

Pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat penting dalam

mengintensifkan penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu proses pembinaan

manusia yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan jasmani memberikan

kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar

melalui aktivitas jasmani, bermain, dan berolahraga yang dilakukan secara

sistematis, terarah dan terencana. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan

untuk membina, sekaligus membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat.
2

Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani guru harus dapat

mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan /

olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur kerjasama, dan lain-lain) dari

pembiasaan pola hidup sehat. Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran

konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur

fisik mental, intelektual, emosional dan sosial. Melalui pendidikan jasmani

diharapkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman untuk mengungkapkan

kesan pribadi yang menyenangkan, kreatif, inovatif, terampil, meningkatkan dan

memeliharan kesegaran jasmani serta pemahaman terhadap gerak manusia.

Namun kenyataan di lapangan dalam masa transisi perubahan kurikulum

dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 yang semula pendidikan jasmani

dan kesehatan dengan alokasi waktu 2 jam per minggu @40 menit, sekarang

Pendidikan Jasmani dengan alokasi waktu 3 jam per minggu @ 40 menit, masih

banyak kendala dalam menerapkan kurikulum tersebut. Hal ini disebabkan karena

belum adanya sosialisasi secara menyeluruh di jajaran pendidikan sehingga masih

banyak perbedaan penafsiran tentang pendidikan jasmani utamanya dalam

pembagian waktu jam pelajaran.

Adanya ruang lingkup mata pelajaran pendidikan jasmani dalam

kurikulum 2004 untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA sebenarnya

sangat membantu pengajar pendidikan jasmani dalam mempersiapkan,

melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan siswa. Adapun ruang lingkup

pendidikan jasmani meliputi aspek permainan dan olahraga, aktivitas


3

pengembangan, uji diri / senam, aktivitas ritmik, aktivitas ritmik, akuatik (aktivitas

air) dan pendidikan luar kelas.

Sesuai dengan karakteristik siswa SMP, kebanyakan dari mereka

cenderung masih suka bermain. Untuk itu guru harus mampu mengembangkan

pembelajaran yang efektif, disamping harus memahami dan memperhatikan

karakteristik dan kebutuhan siswa. Pada masa usia tersebut seluruh aspek

perkembangan manusia baik itu kognitif, psikomotorik dan afektif mengalami

perubahan. Perubahan yang paling mencolok adalah pertumbuhan dan

perkembangan fisik dan psikologis.

Agar standar kompetensi pembelajaran pendidikan jasmani dapat

terlaksana sesuai dengan pedoman, maksud dan juga tujuan sebagaimana yang ada

dalam kurikulum, maka guru pendidikan jasmani harus mampu membuat

pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Untuk itu perlu adanya pendekatan,

variasi maupun modifikasi dalam pembelajaran.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis bermaksud melakukan penelitian

tindakan berjudul “Upaya Meningkatkan kemampuan Bermain Bola Kasti dalam

Pembelajaran Pendidikan Jasmani Siswa Kelas VII SMP Negeri 37 Surabaya

tahun pelajaran 2019/2020”.


4

B. Rumusan Masalah

Bersarkan paparan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini hanya menitik beratkan pada upaya meningkatkan kemampuan

bermain bola kasti dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani siswa Kelas VII SMP

Negeri 37 Surabaya tahun pelajaran 2019/2020?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagaai berikut :

1. Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa Kelas VII SMP Negeri 37

Surabaya pada Tahun pelajaran 2019/2020

2. Untuk mengetahui metode pengajaran yang sesuai diterapkan di kelas dan

sekolah terutama Kelas VII SMP Negeri 37 Surabaya pada Tahun pelajaran

2019/2020.

3. Untuk mengetahui upaya meningkatan kemampuan Bermain bola kasti

siswa pada mata pelajaran Penjas Kelas VII SMP Negeri 37 Surabaya pada

Tahun pelajaran 2019/2020 Tahun pelajaran 2012/2013.


5

D. Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa dengan penerapan metode permainan bola

kasti.

2. Sumbangan pemikiran bagi guru lain dalam mengajar dan meningkatkan

pemahaman siswa dalam penguasaan Teknik, Taktik Dan Strategi Olah Raga

bola kasti/ bermain bola.


6

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Pendidikan Jasmani

1. Definisi Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Belajar merupakan aktifitas utama dalam sebuah proses pembelajaran.

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi

individu dengan lingkungannnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

(Sugihartono, dkk. 2007: 74).

Gagne Briggs dan Wager menyatakan bahwa pembelajaran merupakan

serangkaian kegiatan dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses

belajar pada siswa (Winaputra, 2008; 19). Pada dasarnya lingkungan bukan

hanya tempat melakukan pengajaran, tetapi juga termasuk metode-metode,

media dan peralatan yang diperlukan untuk menyampaikan informasi dan

pedoman peserta didik untuk belajar.

Pembelajaran menurut Sudjana dalam buku Sugihartono, dkk. (2007:

74) merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik

yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar.Berdasar

pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh pendidik untuk

memberikan kegiatan belajar yang efektif dan efisien.


7

Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan melalui penyediaan

pengalaman belajar kepada siswa berupa aktifitas jasmani, bermain dan

berolahraga yang direncanakan secara sistematis guna merangsang

pertumbuhan dan perkembangan fisik, keterampilan motorik, keterampilan

berfikir, emosional, social dan moral (Depdiknas, 2007: 1).

Pendapat senada dikemukakan oleh Cholik dan Lutan bahwa

pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang melibatkan interaksi antara

peserta didik dengan lingkungan yang dikelola melalui aktivitas jasmani

secara sistematik menuju pembentukan manusia seutuhnya. Secara esensial,

pendidikan jamani adalah proses belajar untuk bergerak dan belajar melalui

gerak (Firmansyah, 2009: 42).

J. Matakupan (1996: 77) menyatakan bahwa Pendidikan Jasmani

merupakan usaha pendidikan dengan menggunakan otot-otot besar, sehinggga

proses pendidikan dapat berlangsung tanpa gangguan. Menurut Gabbard,

LeBlanc, Lowy, pertumbuhan dan perkembangan yang dipacu melalui

aktivitas jasmani akan mempengaruhi :

a. Ranah kognitif : Kemampuan berpikir yang diwujudkan dalam aktif

bertanya, kreatif, kemampuan menghubung-hubungkan kemampuan

memahami, menyadari gerak, dan penguatan akademik.

b. Ranah psikomotor : Keterampilan gerak dan peningkatan keterampilan

gerak yang juga menyangkut biologik dan kesegaran jasmani serta

kesehatan.
8

c. Ranah afektif :Menurut Anarino dan kawan-kawan, adalah kekuatan otot,

daya tahan otot, kelenturan, dan daya tahan kardiovaskuler.

d. Ranah jasmani : Menurut Anarino dan kawan-kawan, adalah kekuatan otot,

daya tahan otot, kelenturan, dan daya tahan kardiovaskuler

Pendidikan jasmani dilaksanakan sebagai salah satu alat dalam

mencapai tujuan pendidikan nasional, dengan cakupan aspek kognitif, afektif,

psikomotor dan fisik. Pembekalan pengalaman belajar pendidikan jasmani

diarahkan untuk membentuk gaya hidup sehat serta aktif sepanjang hayat.

Dalam KTSP (2007: 1) pendidikan jasmani merupakan bagian integral

dari sistem pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan

aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis,

keterampilan sosial, penalaran, stabilitas, emosional, tindakan moral, aspek

pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani,

olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam

rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran pendidikan jasmani

merupakan pendidikan melalui sebuah aktifitas jasmani untuk mencapai

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.


9

2. Tujuan Pendidikan Jasmani

Tujuan Penjas harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Salah

satu tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam UUD 1945 adalah

untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani. Sehingga

mata pelajaran Penjasorkes adalah salah satu mata pelajaran mempunyai peran

utama untuk membentuk dan meningkatkan kesegaran jasmani peserta didiknya

dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Menurut Samsudin (2008: 3) tujuan pendidikan jasmani adalah: a)

meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam

pendidikan jasmani, b) membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta

damai, sikap sosial, dan toleransi, c) menumbuhkan kemampuan berpikir kritis

melalui tugas pembelajaran pendidikan jasmani, d) mengembangkan sikap

sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri, dan

demokratis melalui aktivitas jasmani, e) mengembangkan ketrampilan gerak

dan ketrampilan teknik, f) mengembangkan keterampilan pengelolaan diri

dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola

hidup sehat, g) mengembangkan ketrampilan untuk menjaga keselamatan diri

sendiri dan orang lain, h) mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani

sebagai informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat,

serta i) mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat

rekreatif.
10

Widijoto, (2009:3) mengemukakan tujuan pendidikan jasmani olahraga

dan kesehatan diantaranya: 1) membangun karakter moral, 2) mengembangkan

kepribadian, toleransi, budaya dan agama, 3) menumbuhkan kemampuan

berpikir kritis, 4) mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung

jawab, kerjasama, serta percaya diri, dan (5) mengembangkan kemampuan

gerak permainan dan olahraga.

Rosdiani (2012:34) mengemukakan tujuan pendidikan jasmani yaitu: 1)

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan

pendidikan jasmani, estetika, dan social, 2) mengembangkan kepercayaan diri,

3) mempertahakan dan memperoleh kebugaran, 4) mengembangkan

kepribadian secara kelompok maupun individu, 5) mengembangkan

keterampilan sosial melalui sikap, dan 6) kegembiraan dan kesenangan

Dijelaskan pula oleh Supriyanto (2008: 15), bahwa tujuan pendidikan

jasmani adalah, a) peserta didik dapat mengembangkan dan menerapkan budaya

perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehariharinya. 2) Pendidikan jasmani

sebagai sarana pengembangan kepribadian anak. 3) Meningkatkan kemampuan

gerak dasar anak. 4) Mengembangkan keterampilan anak untuk menjaga

keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Jadi tujuan pendidikan jasmani merupakan wahana untuk mencapai

tujuan nasional yaitu untuk mencapai manusia seutuhnya baik jasmani maupun

rohani. Maka bukan hanya fisik atau jasmani saja yang dikembangkan tetapi,
11

perkembangan kognitif, afektif dan sosial juga memiliki komposisi yang sama

dan saling menunjang satu sama lainnya.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani

Ruang lingkup pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan menurut

Samsudin (2008:142) mencakup aspek-aspek sebagai berikut:

a. Permainan dan Olahraga, meliputi: olahraga sederhana, permainan gerak,

keterampilan gerak tetap, berpindah dan campuran, atletik, rounders, kasti,

kippers, bola basket, bola voli, sepak bola, tenis meja, tenis lapangan,

badminton, beladiri dan aktifitas lainnya.

b. Aktifitas pengembangan, meliputi: mekanika sikap tubuh, kebugaran

jasmani, dan bentuk tubuh serta aktifitas lainnya.

c. Aktifitas senam, meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan dengan alat

atau tanpa alat, senam lantai, dan aktifitas lainnya.

d. Aktifitas ritmis, meliputi: senam pagi, gerak tak beraturan, senam aerobic,

SKJ serta aktifitas lainnya.

e. Aktifitas air, meliputi: renang, permainan dalam air, keselamatan air,

keterampilan gerak di air, serta aktifitas lainnya.

f. Pendidikan luar kelas, meliputi: karyawisata atau piknik, pengenalan

lingkungan, berkemah, penjelajahan, pendakian gunung, dan petualang

alam bebas.
12

g. Kesehatan rohani, meliputi: penanaman hidup sehat dalam kehidupan

seharihari, perawatan tubuh, merawat lingkungan, pemilihan makanan dan

minuman sehat, mencegah dan merawat cedera, mengatur waktu

beristirahat, berperan aktif dalam P3K dan UKS.

Menurut Rahayu (2013:18) mengungkapkan, ruang lingkup pendidikan

jasmani olahraga dan kesehatan diantaranya: 1) permainan dan olahraga yang

meliputi olahraga tradisional, permainan, gerak, keterampilan lokomotor dan

non-lokomotor, 2) aktivitas pengembangan yang meliputi sikap tubuh, dan

postur tubuh, 3) aktivitas senam seperti ketangkasan menggunakan alat maupun

tanpa alat, 4) aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, dan senam, 5) aktivits air

meliputi: keterampilan bergerak di air, dan renang, 6) pendidikan luar kelas

meliputi: karyawisata, pengenalan lingkungan, dan berkemah. 7) kesehatan

meliputi: penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, dan

perawatan tubuh yang sehat.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup

pendidikan jasmani dan kesehatan memiliki beberapa aspek yaitu permainan,

aktivitas pengembangan, aktivitas senam, aktivitas ritmik, aktivitas air,

pendidikan luar kelas, dan kesehatan. Salah satu aspek yang masuk ke dalam

semua aspek adalah aspek kesehatan.


13

B. Pengajaran Melalui Permainan

1. Pengertian Permainan

Permainan merupakan suatu kegiatan dalam aktifitas jasmani yang

sering dimasukan dalam pembelajaran, permainan atau bermain juga

mempunyai tugas dan tujuan yang sama dengan tugas dan tujuan pendidikan

jasmani, olahraga dan kesehatan (setiawan dkk,2014:40). Permainan juga

mempunyai banyak manfaat sebagai penunjang perkembangan kecerdasan

anak terutama melatih motorik kasar dan motorik halus yang juga merupakan

salah satu hal yang diasah dalam pembelajaran penjasorkes.

Hastie (2006:6) game “any rule driven pastime involving physical

activity that entails cooperation as well as competition against others or

oneself ”. Artinya permainan adalah sebuah hiburan melibatkan aktivitas fisik

yang memiliki peraturan dan memerlukan kerjasama maupun persaingan

terhadap teman atau orang lain. Sedangkan menurut Romlah (2001: 118)

permainan adalah cara belajar yang menyenangkan karena tanpa disadari anak

akan belajar sesuatu tanpa mempelajarinya dengan bermain.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa permainan

merupakan kegiatan yang melibatkan aktivitas fisik, maupun tenaga.

Permainan bersifat terstruktur yang dilakukan secara bebas yang didasari

dengan peraturanperaturan dan tujuan yang jelas. Permainan dapat melatih

kerjasama antar kelompok maupun tim untuk memenangkan sebuah

permainan.
14

2. Manfaat Aktivitas Bermain

Manfaat aktivitas bermain dalam pendidikan jasmani dan kesehatan

menurut (Saputra 2001:7-9) diantaranya: 1) perkembangan fisik, 2)

perkembangan keterampilan, 3) perkembangan intelektual, 4) perkembangan

sosial, 5) perkembangan emosi, dan 6) perkembangan keterampilan olahraga.

Montololu (2005:1.15) menyatakan bahwa manfaat bermain bagi anak

diantaranya: 1) bermain memicu kreatifitas anak, 2) mencerdaskan otak anak,

3) menanggulangi konflik bagi anak, 4) melatih empati, 5) mengasah panca

indera, 6) sebagai media terapi, dan 7) melakukan penemuan. Dari beberapa

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas bermain bagi anak akan

bermanfaat pada semua aspek perkembangan fisik, pengetahuan, sikap dan

keterampilan. Sedangkan Manfaat yang didapatkan dalam kegiatan bermain

menurut Thobroni, dkk (2011:43) adalah sebagai berikut,

a. Aspek Fisik

Tubuh yang sehat akan didapatkan setelah melakukan aktifitas

bermain karena saat bermain gerakan-gerakan kecil maupun besar akan

dilakukan oleh fisik seseorang bahkan gerakan yang sebelumnya belum

pernah digerakkan.

b. Aspek perkembangan motorik kasar dan halus

Anak akan berfikir dan belajar tentang bagaimana cara menyiasati

permainan sehingga secara tidak langsung akan memunculkan

kecerdasannya yang akan berimbas pada keterampilan anak. Anak yang


15

sering melakukan hal tersebut tidak akan merasa kesulitan ketika

menghadapi suatu masalah karena sudah terampil dan terlatih melalui

permainan.

c. Aspek Sosial

Anak belajar interaksi dengan orang lain ketika bermain. Menjalin

hubungan dengan teman sebaya, belajar memberi, mempertahankan

hubungan, menyelesaikan masalah, serta belajar berpisah dengan orang

yang biasa mengasuhnya.

d. Aspek Bahasa

Aspek bahasa diartikan sebagai keterampilan dalam diri anak ketika

melakukan komunikasi verbal dan komunikasi sosial. Komunikasi verbal

dari teman bermain akan memberikan kosakata baru yang belum dimiliki

seorang anak tanpa disadari. Sedangkan komunikasi sosial merupakan

terbentuknya sifat mudah bergaul sehingga memiliki banyak teman.

e. Aspek Emosi dan Kepribadian

Rasa percaya diri dan rasa merasa dihargai akan timbul melalui

kegiatan bermain. Anak akan berusaha melepaskan ketegangan yang

dialaminya melalui permainan yang dimainkannya.


16

3. Kriteria Permainan

Pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan melalui

permainan, tidak hanya membuat merasa senang, tetapi harus ada unsur ilmu

pengetahuan dan kemampuan, terutama dalam pendidikan jasmani, olahraga

dan kesehatan.

Berikut ini adalah kriteria permainan dalam pembelajaran Hastie

(2006:334-336), a) The game should contribute to motor skill development, b)

The game must be physically and emotionally safe, c) The game should not be

based on player elimination, d) The game should give students frequent turns

to play, e) Structure the game so children feel challenged. Artinya dalam

pemberian materi pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan

melalui permainan, permainan harus memberikan kontribusi pada

perkembangan psikomotor, harus aman, tidak ada siswa yang dieliminasi,

harus memberikan kesempatan pada siswa untuk bermain, dan struktur

permainan harus memberikan tantangan pada siswa.

Safariatun (2008: 4.7) menyatakan bahwa, ada tiga kunci dalam

bermain, yaitu gerak, gembira dan belajar. Siswa bukan hanya senang bergerak

tetapi juga belajar. Oleh karena itu, gerak merupakan sebuah kebutuhan bagi

siswa. Supaya siswa aktif dan bermain secara optimal pada saat pembelajaran,

maka permainan harus disusun dengan sebaik mungkin.


17

C. Permainan Bola Kasti

1. Pengertian Permainan Kasti

Permainan kasti termasuk salah satu olahraga permainan bola kecil

beregu. Permainan kasti dimainkan dilapangan terbuka. Jika ingin menguasai

permainan kasti dengan baik, maka harus menguasai teknik-teknik dasarnya

meliputi: melempar bola, menangkap bola, memukul bola dan gerakan

melakukan lari.

Menurut Suwarso dan Sumarya (2010: 2), permainan kasti merupakan

salah satu permainan bola kecil karena menggunakan bola tenis lapangan.

Permainan ini di mainkan oleh dua regu, yaitu regu pemukul dan regu penjaga.

Regu pemukul berusaha mencari nilai dengan memukul bola dan dapat kembali

ke ruang bebas dengan selamat sehingga mendapatkan nilai, sedangkan regu

jaga berusaha secepatnya dapat mematikan lawan. Regu yang banyak

mengumpulkan nilai lebih banyak, merekalah yang keluar sebagai

pemenangnya.

Permainan kasti dilakukan secara beregu yang dimainkan oleh dua regu,

setiap regu terdiri dari 12 pemain. Permainan kasti pada umumnya sangat

digemari oleh siswa-siswa Sekolah Dasar karena permainan ini mudah

dilakukan siswa-siswa pada kelas atas, dan dapat dimainkan secara bersama-

sama antara laki-laki dan perempuan ataupun dimainkan khusus oleh laki-laki

atau perempuan. Permainan kasti yang banyak dimainkan anak anak sekolah
18

dasar, adalah dengan pemain dibagi dua regu, salah satu mendapat giliran jaga

dan satu regu lagi mendapat giliran untuk memukul.

Disediakan beberapa pos yang ditandai dengan tiang dimana pemain

serang (yang mendapat giliran pukul) tak boleh di”ketik” atau dilempar dengan

bola. Pemain serang bergiliran memukul bola yang diumpan oleh salah seoarng

pemain jaga. Pemain jaga berjaga dilapangan untuk mencoba menangkap

pukulan bola pemain serang. Ketika bola terpukul, pemain serang berlari ke pos

berikut atau “pulang” ke “ruang bebas” yang dibatasi dengan sebuah garis.

Kalau pemain yang sedang lari menuju pos atau pulang dapat di”gebok” dia

dinyatakan mati dan kedua regu berganti, regu serang jadi regu jaga dan

sebaliknya. Permainan ini menggunakan gerak dasar berlari, memukul bola

dengan sebuah tongkat, menangkap dan melempar bola. Terdiri dari 2 base

dengan jarak minimal 20 meter, (Wikipedia ensiklopedia bahasa Indonesia,

2009: 12).

Dari pendapat diatas dapat dinyatakan bahwa permainan kasti adalah

salah satu dari permainaan tradisional yang ada di masyarakat, mengutamakan

beberapa unsur kekompakan, ketangkasan dan kegembiraan yang biasa

dilakukan di lapangan terbuka serta dimainkan oleh dua kelompok dengan

menggunakan peralatan dan peraturan yang sudah disepakati bersama.


19

Untuk permainan kasti dipergunakan lapangan yang sebaiknya

membujur utara selatan seperti pada gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1 : Lapangan Kasti

Sumber : (http://gege17.blogspot.com/2012/05/permainankasti.html)

Peralatan yang diperlukan dalam permainan kasti adalah, a) kayu

pemukul, bergaris tengah 5 cm dan panjang 50-60 cm, b) bola kecil, keliling 20

cm, berat 60-70 gram, c) tiang hinggap tinggi 150 cm di atas tanah, d) patok tali

serta e) nomor dada berukuran 25 x 25 cm, berwarna putih.


20

2. Karakteristik Permainan Kasti

a. Alat dan Lapangan Permainan

Alat yang digunakan dalam permainan kasti adalah bola dan alat

pemukul. Bola terbuat dari karet, alat pemukul terbuat dari kayu. Bentuk

lapangana kasti adalah persegi empat yang dilengkapi tiang pemberhentian.

Ukuran lapangan disesuaikan dengan situasi keadaan setempat

(Penjasorkes KTSP 2006 : 2).

b. Peraturan Permainan

Dalam buku Penjasorkes KTSP (2006 : 2-3), jumlah pemain tiap regu

dapat disesuaikan dengan keadaan di sekolah. Dalam tiap regu, ditunjuk

satu anak untuk menjadi kapten regu.

1) Regu pemukul: (a) Setiap pemain berhak memukul 1 kali memukul,

kecuali pemain terakhir berhak memukul sebanyak 3 kali pukulan. (b)

Sestelah memukul pemain harus meletakkan alat pemukul di dalam

ruang pemukul. (c) Apabila aalat itu berada di luar tempat yang telah

ditentukan, pemain tersebut tidak dapat nilai, kecuali ia segera

membetulkannya kembali.

2) Regu penjaga Regu penjaga bertugas : (a) Mematikan lawan (b)

Menangkap langsung bola yang dipukul (c) Membakar ruang bebas,

jika ruang bebas kosoang.

3) Pelambung, pelambung bertugas : (a) Melambungkan bola secara wajar

sesuai dengan permintaan pemukul. (b) Jika bola yang dilambungkan


21

tidak terpukul, si pelambung harus mengulang lagi. (c) Jika sampai 3

kali berturut-turut bola tidak terpukul, si pemukul dapat lari bebas ke

tiang pemberhentian 1. (d) Menangkap langsung bola yang dipukul (e)

Membakar ruang bebas, jika ruang bebas kosoang.

4) Pukulan benar, pukulan benar jika bola yang dipukul melampaui garis

pukul, selain itu, saat dipukul bola tidak boleh mengenai tangan dan

tidak boleh jatuh di ruang bebas.

5) Penghitungan nilai, Nilai permainan kasti dihitung menurut aturan

berikut : (a) jika pemain memukul bola lalu berlari ke pemberhentian I,

II, III dan ruang bebas secara bertahap mendapat nilai “1”. (b) jika

pukulan benar dan dapat kembali ke ruang bebas tanpa berhenti pada

tiang-tiang pemberhentian mendapat nilai “2”. (c) regu penjaga

mendapat nilai “1” apabila berhasil menangkap langsung bola yang

dipukul. (d) pemenang adalah regu yang berhasil mengumpulkan nilai

terbanyak.

6) Waktu permainan, permainan ini berlangsung selama 2 babak, tiap

babak berlangsung selama 30 menit dan tiap babak diselingi waktu

istirahat selama 10 menit.

7) Pergantian temapat Pergantian tempat antara regu pemukul dan penjaga

terjadi jika : (a) salah seorang regu pemukul terkena lemparan. (b) bola

ditangkap 3 kali berturut-turut oleh penjaga. (c) alat pemukul lepas saat

memukul. (d) salah seorang regu pemukul memasuki ruang bebas


22

melalui garis belakang. (e) salah seorang regu pemukul keluar dari

ruang bebas atau keluar dari batas lapangan.

3. Teknik Dasar Permainan Kasti

Sebelum memulai permainan bola kasti, peserta didik tentu harus telah

cukup cakap dalam melempar, menangkap dan memikul bola. Adapun

penjelasan teknik dasar dalam melempar, memukul dan menangkap bola

dijelaskan sebagai berikut.

a. Melempar

Agar dapat bermain kasti dengan baik, seorang pemain dituntut untuk

dapat memegang bola dengan baik dan pandai melemparkan bola. Cara

memegang bola kasti dapat dilakukan dengan cara: Pegang, bola dengan

seluruh jari tanganmu, jari-jari tangan terbuka menghadap ke atas, pegang

bola dengan erat agar bola tidak terlepas dari genggaman.

Gambar 2.2 :Cara Memegang Bola

Sumber : buku pengajaran permainan bola kasti (1996:44)


23

Beberapa cara melempar bola kasti, antara lain lemparan melambung

dan lemparan lurus atau datar dijelaskan sebagai berikut.

1) Melempar bola melambung

Lemparan dengan cara melambung dimaksudkan untuk

mengoperkan bola kepada teman yang agak jauh jaraknya dari kita. Jika

kamu menjadi seorang pelambung maka kamu harus dapat

melambungkan bola ke arah pukulan sesuai permintaannya. Lambungan

yang benar adalah posisi bola antara pusar dan dada pemukul.

Cara melempar bola melambung di antaranya adalah (Kurniadi,

2010 : 73), a) ambil posisi berdiri menyamping (kaki kiri di depan dan

kaki kanan di belakang) dengan membuka kakimu yang lebar (lutut kaki

kiri diluruskan dan lutut kaki kanan dibengkokkan), b) peganglah bola

dengan tangan kananmu dan letakkan tanganmu lurus disamping badan,

c) letakkan tangan kiri di depan badan dan lurus sejajar bahu dengan

pandangan mata lurus ke arah depan, d) bola dilemparkan dari atas kepala

hingga jalannya bola akan melambung tinggi, e) setelah bola dilemparkan

arahkan tangan mengikuti arah jalannya bola. Lakukan gerakan tersebut

dengan berulang-ulang agar terampil.


24

Gambar 2.3 : Cara melempar melambung

Sumber : Buku pengajaran permainan bola kasti (1996:44)

2) Melempar bola lurus atau datar

Lemparan bola lurus digunakan untuk melempar pelari atau

pernukul. Ketika mengarahkan bola kita perlu mengatur arah dan

kecepatannya dengan tepat. Sasaran pukulan pemain yang dituju adalah

punggung atau pantatnya. Dilarang memukul ke arah bagian dada ke atas

karena akan sangat berbahaya. Ketika melemparpun, jangan terlalu keras.

Agar sasaran yang kita tuju dapat lebih tepat.

Cara melempar bola lurus atau datar adalah sebagai berikut

(Supriyadi, 2010 : 10) : 2) ambil posisi berdiri menyamping (kaki kiri di.

depan dan kaki kanan berada di belakang dengan membuka kaki yang

lebar (lutut kaki dibengkokkan dan lutut (kaki kanan diluruskan), b)

Pegang bola dengan tangan kananmu dan bengkokkan sikutmu 90 derajat

c) Letakkan tangan kirimu di depan dan lurus sejajar bahu dengan

pandangan mata ke arah depan, d) lemparkan bola sejajar sehingga arah

jalannya bola akan sejajar dengan dada, e) Setelah bola dilemparkan


25

arahkan tangan mengikuti arah jalannya bola. Agar lebih terampil

melambungkan bola dengan cara lurus atau datar, lakukan latihan ini

berulang-ulang.

Gambar 2.3 : Cara melempar bola lurus/ mendatar

Sumber : buku pengajaran permainan bola kasti (1996:44)

b. Memukul

Memukul adalah salah satu teknik dalam permainan kasti yang

dilakukan oleh regu pemukul/penyerang dengan melakukan pukulan

terhadap bola yang dilemparkan oleh pelambung. Tujuannya adalah untuk

menyelamatkan dirinya atau pelari lain untuk mencapai tiang hinggap.

Pada teknik memukul terdapat satu gerakan yang komplek, karena

di dalamnya diperlukan koordinasi dan pengamatan, pengambilan

keputusan untuk memukul, kecepatan, dan kekuatan untuk

memukul lemparan pelambung dengan kecepatan yang belum diketahui

(Housewart dan Rivkin 1985 dalam Abdul Rojak, 2011:15).


26

Kemampuan memukul ini harus dikuasai agar dapat memukul

bola dengan baik. Latihan memukul bola bisa dilakukan secara

berpasangan. Satu orang sebagai pelempar dan yang lain sebagai pemukul.

Memukul bola dapat dilakukan dengan cara memukul bola bawah,

mendatar, dan melambung (Kurniadi & Prapanca, 2010:6).

Untuk memudahkan pengajaran dan meningkatkan keterampilan

memukul berikut ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan alat

pemukul, pegangan, sikap, swing, butting, choke, dan melatih keterampilan

memukul.

Alat pemukul terdiri dari tiga bagian yaitu bagian ujung (knob),

tempat pegangan (handel), dan bagian yang besar (barel). Alat pemukul

dapt dibuat dari bahan kayu atau bahan lain dan metal, bagian handel

pada metal lebih panjang dari alat pemukul yang terbuat dari kayu.

Sikap Awal : -posisi kaki pemukul selebar bahu, lutut sedikit

bengkok sehingga badan turun. -badan sedikit bungkuk dan rileks dan

-Posisi kepala dan pandangan kea rah pelambung (Abudul Rojak,2011: 16)3.

Memegang Alat Pemukul, cara memegang alat pemukul seperti

orang bersalaman, semua jari dan ibu jari memegang alat pemukul dengan

erat dan rileks. Bagi pemain yang memukul dengan tangan kanan,

tangan kiri diletakan pada ujung pemukul dekat dengan knob, dan

tangan kanan berada diatas tangan kiri. Sedangkan pemain yang biasa

melakukan dengan tangan kiri, tangan kanan memegang bagian ujung


27

pemukul merapat dengan knob, tangan kiri berada di atas tangan kanan.

-Peganglah pemukul dengan erat tetapi rileks dan sewajarnya, dengan

seluruh jari merapat dan terpisah dengan ibu jari berada pada bagian

atas. (Rojak,2011: 17) Adapun penjelasanya berupa gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 : Cara memegang tongkat kayu pemukul

Sumber : Rojak (2011: 17)

Untuk jenis pukulan dalam permainan kasti dibedakan menjadi

dua, yaitu pukulan datar dan pukulan sentuhan.

1) Pukulan datar

Pukulan datar juga disebut pukulan lurus. Setiap pemukul

harus dapat memukul bola dengan tepat. Berikut ini cara-cara melakukan

pukulan dasar, a) pandangan ke arah datangnya bola, b) mengayunkan

pemukul sejajar permukaan tanah, c) memukulkan pemukul tepat di sisi

bola, diikuti gerak (Suwandi, Oktanto,Mastur, 2010:5).


28

Gambar 2.5 : pukulan mendatar

Sumber : Suwandi, dkk (2010:5)

2) Pukulan sentuhan

Pukulan sentuhan terjadi karena hal tertentu. Pukulan sentuhan

dapat terjadi ketika si pemukul belum siap memukul. Pukulan

sentuhan menyebabkan bolatidak terpukul secara sempurna. Pukulan

ini menyebabkan bola jatuh tidak jauhdari si pemukul. Berikut ini cara

cara melakukan pukulan sentuhan, a) menyentuh bola secara perlahan

dengan pemukul, b) mengayunkan pemukul kayu secara perlahan.

Setelah berhasil memukul bola, si pemukul harus segera berlari.

Biasanya si pemukul berlari diikuti pemukul lain yang berhasil hinggap

Mereka harus berlari secepatnya untuk menghindari lemparan lawan.

Regu pemukul memulai dari tempat pemukul ke tempat hinggap I.

Dilanjutkan ke tempat II, III, dan kembali lagi ke ruang pemain. Regu

pemukul yang mampu melewati tiga tempat hinggap, mendapatkan nilai


29

terbanyak. Tentunya jika berhasil kembali ke ruang pemain tanpa

terkena lemparan bola dari lawan. (Suwandi, Oktanto , Mastur,2010:6)

c. Menangkap bola

Cara menangkap bola kasti sangatlah bervariasi. Berdasarkan arah

datangnya bola, cara menangkap bola kasti dapat dilakukan dengan teknik

menangkap bola melambung tinggi, menangkap bola mendatar (setinggi

dada), menangkap bola rendah (antara lutut dan pinggang), menangkap bola

bergulir di tanah. Adapun masing-masing cara tersebut dijelaskan sebagai

berikut:

1) Menangkap bola melambung tinggi

Sikap permulaan kaki kiri berada di depan, kedua tangan dijulurkan

ke arah datang bola dengan posisi telapak tangan 3 macam.

Gambar 2.6 : Posisi telapak tangan pada saat menangkap bola melambung

Sumber : Buku pengajaran permainan bola kasti (1996: 48)

2) Menangkap bola mendatar

Bola yang datangnya mendatar dan tepat di depan dada, pada saat

bola tertangkap jari-jari segera ditutup dan kedua tangan ditarik ke

belakang, supaya bola tidak loncat lepas kembali. Akan tetapi apabila

datangnya bola mendatar itu disamping kanan atau kiri badan, maka
30

caranya dengan salah satu atau kedua tangan dijulurkan ke samping kanan

atau kiri badan.

Gambar 2.7 : Menangkap bola mendatar disamping kanan

Sumber : Buku pengajaran permainan bola kasti (1996: 48)

3) Menangkap bola rendah

Cara menangkap bola rendah sama dengan menangkap bola yang

datangnya mendatar, hanya saja kedua lutut harus ditekuk agar badan

merendah. Penekukan lutut disesuaikan dengan datangnya bola.

Gambar 2.8 : Cara menangkap bola datar setinggi dada

Sumber : Buku pengajaran permainan bola kasti (1996: 48)


31

4) Menangkap bola bergulir di tanah

Cara menangkap bola dapat dilakukan dengan cara (Supriyadi, 2010:

14) : 1) berdiri tegak kedua kaki agak dibuka dan lutut sedikit ditekuk 2)

condongkan sedikit badan ke arah depan dengan pandangan mata tertuju ke

arah datangnya bola 3) bengkokkan siku dan tempatkan kedua tanganmu di

depan dada 4) Renggangkan kedua telapak tangan serta jari-jarinya dengan

lemas 5) Segera jemput bola dengan kedua tanganmu ketika bola datang

menghampiri kita, dan 6) Tarik kearah dada dan pegang erat-erat bola

tersebut.

Gambar 2.9 : Menangkap bola menyusur tanah dengan sikap berdiri

Sumber : Buku pengajaran permainan bola kasti (1996: 48)

Gambar 2. 10 : Menangkap bola menyusur tanah dengan sikap berlutut & berjongkok

Sumber : Buku pengajaran permainan bola kasti (1996: 48)


32

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat dimana suatu penelitian dilaksanakan

guna memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di Kelas VII

SMP Negeri 37 Surabaya.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah rentang waktu untuk melakukan penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2019 semester genap.

3. Subyek Penelitian

Subyek bagi penelitian ini adalah peserta didik Kelas VII SMP Negeri

37 Surabaya pada Tahun pelajaran 2019/2020.

B. Rancangan penelitian.

Penelitian yang dilaksanakan ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas

(PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian

yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan

kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas,

memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta


33

memperbaiki kondisi dimana praktek pengajaran tersebut dilakukan (dalam

Mukhlis, 2003: 3).

Sedangkah menurut Mukhlis (2003: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian

yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi

pengajaran yang dilakukan.

Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan

pratek pengajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya

adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2003: 5).

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan,

maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan

Taggart (Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus

yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan),

observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Pelaksanaan dari tiap siklus

dapat diilustrasikan pada gambar 3.1 sebagai berikut


34

Gambar 3.1 : Alur pelaksanaan setiap siklus

Sumber : Kemmis, S, Mc Taggert, R

Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi,

tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan

tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes formatif. Tes ini

disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk

mengukur kemampuan, Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk

soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif).


35

D. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui tes formatif

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa

setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini

dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

1. Menilai ulangan atau tes formatif

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yan gdiperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

X 
X
N
Dengan : X = Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

2. Ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara

klasikal. Berdasarkan petunju pelaksanaan belajar mengajar yaitu seorang siswa

telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas
36

disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 80% yang telah mencapai

daya serap lebih dari atau sama dengan 80%. Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

P
 Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
 Siswa
37

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Data Penelitian Persiklus

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat

pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi

pengolahan metode pembelajaran permainan, dan lembar observasi aktivitas

guru dan siswa.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan

pada tanggal 1 April 2019 di Kelas VII dengan jumlah siswa 28 siswa.

Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar

mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan.

Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar

mengajar. Sebagi pengamat adalah seorang kolaborator.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar

mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I

adalah sebagai berikut:


38

Table 4.1 : Nilai Tes Pada Siklus I

No. Urut Skor Keterangan No. Urut Skor Keterangan


T TT T TT
1 70 √ 15 70 √
2 70 √ 16 70 √
3 60 √ 17 70 √
4 80 √ 18 60 √
5 30 √ 19 70 √
6 60 √ 20 60 √
7 80 √ 21 80 √
8 60 √ 22 70 √
9 60 √ 23 70 √
10 80 √ 24 40 √
11 70 √ 25 50 √
12 60 √ 26 70 √
13 90 √ 27 70 √
14 70 √ 28 70 √
Jumlah 940 8 6 Jumlah 920 10 4
Jumlah Skor 1860
Jumlah Skor Mask. Ideal 2800
% Skor Tercapai 66,43
Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 18

Jumlah siswa yang belum tuntas : 10

Klasikal : Belum tuntas


39

Hasil berikutnya adalah tes formatif siswa seperti terlihat pada tabel

berikut.

Tabel 4.2 : Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I

No Uraian Hasil Siklus I


1 Nilai rata-rata tes formatif 66,43
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 18
3 Persentase ketuntasan belajar 64,29
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan

metode pengajaran permainan diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 66,43 dan ketuntasan belajar mencapai 64,29% atau ada 18 siswa

dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada

siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang

memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 64,29% lebih kecil dari persentase

ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena

siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan

digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran permainan.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari

hasil pengamatan sebagai berikut:

1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan

tujuan pembelajaran

2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu

3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung


40

d. Revisi

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih

terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada

siklus berikutnya.

1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam

menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat

langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.

2) Guru perlu mendistribusikan waktu secasra baik dengna menambahkan

informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan

3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa

sehingga siswa bisa lebih antusias.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap inipeneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS, 2, soal tes formatif II dan alat-alat

pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi

pengelolaan metode pengajaran permainandan lembar observasi guru dan

siswa.
41

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan

pada tanggal 8 April 2019 di Kelas VII dengan jumlah siswa 28 siswa.

Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar

mengajr mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada

siklus I, sehingga keslah atau kekurangan pada siklus I tidak terulanga lagi

pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan

pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai pengamat seorang kolaborator.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses

belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah

tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai

berikut.

Table 4.3 : Nilai Tes Pada Siklus II

No. Urut Skor Keterangan No. Urut Skor Keterangan


T TT T TT
1 70 √ 15 50 √
2 80 √ 16 60 √
3 50 √ 17 70 √
4 70 √ 18 70 √
5 100 √ 19 50 √
6 70 √ 20 80 √
7 90 √ 21 70 √
8 40 √ 22 80 √
9 70 √ 23 70 √
10 60 √ 24 60 √
11 70 √ 25 40 √
12 80 √ 26 90 √
13 70 √ 27 70 √
14 80 √ 28 80 √
Jumlah 1000 11 3 Jumlah 940 10 4
42

Jumlah Skor 1940


Jumlah Skor Mask. Ideal 2800
% Skor Tercapai 69,29
Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 21

Jumlah siswa yang belum tuntas :7

Klasikal : Belum tuntas

Hasil tes formatif siswa terlihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4 : Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II


1 Nilai rata-rata tes formatif 69,29
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 21,00
3 Persentase ketuntasan belajar 75,00
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa

adalah 69,29% dan ketuntasan belajar mencapai 75,00% atau ada 21

siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa

pada siklus II ini ketuntasan belajr secara klasikal telah mengalami

peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil

belajr siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir

pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya

siswa lebih termotivasi utnuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai

mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan

metode pembelajaran permainan.


43

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil

pengamatan sebagai berikut:

1) Memotivasi siswa

2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep

3) Pengelolaan waktu

d. Revisi Rancangan

Pelaksanaan kegiatan belelajar pada siklus II ini masih terdapat

kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada

siklus II antara lain:

1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih

termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung.

2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut

dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya.

3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep.

4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan

pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi

soal-soal latihan pda siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar

mengajar.
44

3. Siklus III

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat

pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi

pengelolaan pembelajaran penemua terbimbing dan lembar observasi

aktivitas guru dan siswa.

b. Tahap kegiatan dan pengamatan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan


pada tanggal 15 April 2019 di Kelas VII dengan jumlah siswa 28 siswa.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi
pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak
terulang laig pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai pengamat adalah
seorang kolaborator.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes
formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai
berikut:
45

Table 4.5 : Nilai Tes Pada Siklus III

No. Urut Skor Keterangan No. Urut Skor Keterangan


T TT T TT
1 90 √ 15 70 √
2 80 √ 16 80 √
3 70 √ 17 80 √
4 60 √ 18 90 √
5 90 √ 19 50 √
6 70 √ 20 80 √
7 90 √ 21 90 √
8 60 √ 22 50 √
9 70 √ 23 80 √
10 80 √ 24 70 √
11 100 √ 25 90 √
12 80 √ 26 80 √
13 100 √ 27 70 √
14 70 √ 28 80 √
Jumlah 1110 12 2 Jumlah 1060 12 2
Jumlah Skor 2170
Jumlah Skor Mask. Ideal 2800
% Skor Tercapai 77,50

Keterangan: T : Tuntas

TT : Tidak Tuntas

Jumlah siswa yang tuntas : 24

Jumlah siswa yang belum tuntas :4

Klasikal : Tuntas
46

Hasil berikutnya adalah tes formatif siswa seperti terlihat pada tabel

berikut.

Tabel 4.6 : RekapitulasiHasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III


1 Nilai rata-rata tes formatif 77,50
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 24,00
3 Persentase ketuntasan belajar 85,71

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar

77,50 dan dari 28 siswa yang telah tuntas sebanyak 24 siswa dan 4 siswa

belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar

yang telah tercapai sebesar 85,72% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada

siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya

peningkatan hasil belajara pada siklus III ini dipengaeruhi oleh adanya

peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan metode pengajaran

permainansehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran

seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah

diberikan.

c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik

maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan

penerapan metode pembelajaran permainan Dari data-data yang telah

diperoleh dapat duraikan sebagai berikut:


47

1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua

pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum

sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek

cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif

selama proses belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami

perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.

d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan metode pengajaran

permainandengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar

siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik.

Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan

untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa

yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar

selanjutnya penerapan metode pengajaran permainandapat meningkatkan

proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.


48

B. Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran

penemuan terbimbing memiliki dampak positif dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa.hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya

pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan

belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 64,29%,

69,29%, dan 85,71%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara

klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

metode permainandalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini

berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan

dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus

mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran .

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah metode permainandengan baik. Hal ini

terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas

membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS,

menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab

dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.


49

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus,

dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

Pembelajaran dengan metode permainan memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan

ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu masing-masing 64,29%,

69,29%, dan 85,71%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal

telah tercapai.

Metode permainan memiliki dampak positif terhadap kerjasama antara

siswa, hal ini ditunjukkan adanya tanggung jawab dalam kelompok dimana siswa

yang lebih mampu mengajari temannya yang kurang mampu.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses

belajar mengajar di kelas lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal

bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan Metode permainan memerlukan persiapan yang cukup

matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang

benar-benar bisa diterapkan dengan Metode permainan dalam proses belajar

mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.


50

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih

sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau

dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan

pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa

berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.


51

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor : 23 / 1992. Tentang Kesehatan. Jakarta : Depdikbud.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999. Suplemen GBPP Pendidikan


Jasmani Dan Kesehatan SEKOLAH DASAR / MA . Jakarta : Depdikbud.

Ichsan, Muhammad, 1988. UKS dan Olahraga. Jakarta : Dirjen Dikti Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi, Depdikbud.

Notoatmodjo, S, 1993. Pengantar UKS dan Ilmu Perilaku. Yogyakarta Andi Offset.

Nadisah, 1992. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Jasmani dan Kesehartan.


Jakarta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud.

Sudjana, Nana, 1987. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung Sinar Baru.

Syah, Muhibbin, 1997. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung :


Remaja Rosdakarya.

Smet, Bart, 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai