Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Riwayat Beton

Campuran berbagai bahan yang digumpalkan ini sudah ditemukan 


sejak zaman Roma kuno. Sejak dulu orang Roma menggunakan kapur dan pasir
yang dicampur, namun ketika kering menjadi mudah hancur.

Pada abad ke-2 SM mereka mencoba menggunakan Pozzulana yang dicampur


dengan abu vulkanis. Ketika kering beton Pozzulana ternyata keras. Oleh karena
itu banyak dipakai pada masa Roma untuk membuat jalan, tembok, rumah, istana
dan lainnya.

Pedoman yang mengatur perencanan dan pelaksanaan bangunan beton


bertulang di Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah (Departemen Pekerjaan Umum) telah beberapa kali mengalami
perubahan sejak PBI 1955, PBI 1971, SK SNI-T-15-1991-03, dan terakhir SNI-
03-2847-2002 ini merupakan standar acuan terbaru yang berlaku di Indonesia bagi
para perencana dan pelaksana struktur beton, sehingga memenuhi ketentuan
minimum guna mendapatkan hasil pekerjaan yang aman dan ekonomis.

Dengan adanya peraturan-peraturan yang baru ini, diharapkan suatu bangunan


pada masa yang akan datang akan dapat dibangun dengan tingkat keamanan
konstruksi yang lebih tinggi serta juga dapat menekan biaya pembangunan hingga
semakin rendah dengan memanfaatkan sifat-sifat beton bertulang agar dapat
bekerja pada batas kemampuannya.

1.2 Deskriptif Beton

Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan
semen hidrolik (portland cement) , agregat kasar, agregat halus, air dan bahan
tambah (admixture atau additive). Beton merupakan salah satu bahan konstruksi

1
yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lain-
lain. Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Untuk mengetahui dan
mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan – bahan penyusun beton), kita
memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing – masing komponen.
Dengan demikian, masing – masing komponen tersebut perlu dipelajari sebelum
mempelajari beton secara keseluruhan. Perencana (engineer) dapat
mengembangkan pemilihan material yang layak komposisinya sehingga diperoleh
beton yang efisien, memenuhi kekuatan batas yang diisyaratkan oleh perencana
dan memenuhi persyaratan serviceability yang dapat diartikan juga sebagai
pelayanan yang handal dengan memenuhi kriteria ekonomi. Dalam usaha untuk
memahami karakteristik bahan penyusun campuran beton sebagai dasar
perancangan beton, Departemen Pekerjaan Umum melalui LPMB banyak
mempublikasikan standar – standar yang berlaku. DPU – LPMB memberikan
definisi tenatang beton sebagai campuran antara semen portlandatau semen
hidrolik yang lainnya, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa
bahan campuran tambahan membentuk massa padat (SK.SNI T-15-1990-03:1).
Masalah yang dihadapi oleh seorang perencana adalah bagaimana merencanakan
komposisi dari bahan – bahan penyusun beton tersebut agar dapat memenuhi
spesifikasi teknik yang ditentukan (sesuai dengan spesifikasi teknik dalam kontrak
atau permintaan pemilik).

Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) tahun 1971 NI / 2,


kelas beton dibagi menjadi tiga bagian dengan masing-masing mutu sesuai
dengan tujuan penggunaannya, yaitu :
 Beton mutu rendah (beton nonstructural).
 Beton mutu menengah, digunakan untuk structural.
 Beton mutu tinggi, digunakan untuk konstruksi khusus.

Beton yang baik ialah beton yang dapat menahan beban yang diberikan
padanya. Adapun syarat beton yang baik ialah :
 Kedap air (water tight)
 Awet dan tahan lama (durable)

2
 Tidak retak-retak (no cracking)
 Tidak banyak mengalami penyusutan
 Tidak mempunyai karang beton (honey combing)
 Tidak lapuk (efflorescence)
 Tidak pecah-pecah (spalling)
 Permukaan tahan terhadap pengausan (abrasion)

1.3 Kelebihan dan Kekurangan Beton

Dalam keadaan yang mengeras, beton bagaikan batu karang dengan


kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam bentuk,
sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau semata – mata
untuk tujuan dekoratif. Beton yang sudah mengeras dapat juga dikatakan sebagai
batuantiruan, dengan rongga - rongga antara butiran yang besar (agregat kasar
ataubatu pecah), dan diisi oleh batuan kecil (agregat halus atau pasir), dan pori
-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan air (pasta semen).

Pasta semen juga berfungsi sebagai perekat atau pengikat dalam proses
pengerasan, sehingga butirana-butiran agregat saling terekat dengan kuat sehingga
terbentuklah suatu kesatuan yang padat dan tahan lama. Untuk membuat beton
yang baik dan memenuhi persyaratanmaka harusdiperhitungkan dengan seksama
cara-cara memperoleh adukan beton segaryang baik dan menghasilkan beton
keras yang baik pula. Beton memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain
sebagai berikut:

Kelebihan beton:

 Kuat tekan

 Tidak mudah lapuk dan berkarat

 Mudah di bentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi

 Tahan terhadap temperatur tinggi

 Mampu memikul beban yang berat

3
 Tahan aus dan tahan kebakaran, sehingga biaya perwatan relatif murah

Kekurangan beton:

 Kuat tarik lemah

 Daya pantul suara besar

 Bentuk yang telah dibuat sulit diubah

 Untuk mencapai sifat-sifat tersebut diperlukan pengetahuan tentang :

 Sifat bahancampuran untuk beton secara prinsip-prinsip perencanaan


campuran.

 Perkiraan-perkiraan yang dapat dipercaya mengenai kondisi-kondisi


lapangan juga harga bahan.

 Kualitas dari campuran beton.

 Perhitungan proporsi dan penimbangan bahan (air, semen, dan agregat).

 Penggunaan banyaknya air untuk campuran beton.

 Perawatan secara kontinyu.

 Cara-cara pengangkutan beton awal, pengecoran dan pemadatannya.

 Pengawasan dan pemeriksaan.

Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tak berbanding lurus. Menurut
perkiraan besar nilai kuat tarik beton berkisar 9% - 15% kuat tekannya.
Pendekatan hitungn biasanya dilakukan dengan mengunakan modulus of rapture,
yaitu tegangan tarik beton yang muncul pada saat pengujian tekan beton normal.
Kecilnya kuat tarik beton ini merupakan salah satu kekurangan beton. Untuk itu
beton dikombinasikan dengan tulangan dimana baja biasanya digunakan sebagai

4
tulangannya. Alasan kenapa baja dipilih karena koefisien baja sama dengan
koefisien beton dan baja juga tahan terhadap gaya tarik yag merupakan kelemahan
dari beton.

1.4 Kinerja Beton

Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan
struktur. Selain karena kemudahan dalam mendapatkan material penyusunnya, hal
itu juga disebabkan oleh pengunaan tenaga yang cukup besar sehingga dapat
mengurangi masalah penyediaan lapangan kerja. Selain dua kinerja utama yang
telah disebutkan diatas, yaitu kekuatan tekan yang tinggi, dan kemudahan
pengerjaannya, kelangsungan proses pengadaan beton pada proses produksinya
juga menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan.

Untuk meningkatkan kinerja beton, terdapat beberapa cara yang bisa


dilakukan, yaitu:

1. Mengurangi porosi beton dengan cara mengurangi jumlah air dalam


adukan beton. 

2. Menambahkan aditif mineral seperti silicafume, copper slog, abu terbang


(fly ash), abu sekam padi, precious slag ball atau yang lainnya.

3. Menambahkan serat pada adukan beton. 

4. Menggunakan beton dengan sifat pemadatan mandiri atau self compacting


concrete.

5
1.5 Sifat dan Karakteristik Rancangan Beton

1.5.1. Kuat Tekan Beton

Dalam SK SNI-M-14-1989-E dijelaskan pengertian kuat tekan beton yakni


besarnya beban per satuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila
dibebani gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan. Kuat tekan beton
mengidentifikasikan mutu sebuah struktur di mana semakin tinggi tingkat
kekuatan struktur yang dikehendaki, maka semakin tinggi pula mutu beton yang
dihasilkan.Beton akan mengalami pengerasan secara sempurna setelah 28 hari
sehingga pada hari-hari sebelumnya akan mempunyai kuat tekan berbeda yang
untuk mengetahuinya dapat menggunakan rumus tabel konversi beton umur 3 7
14 21 dan 28 hari. nilai ini biasanya diperlukan ketika hendak menetapkan waktu
pembongkaran bekisting sehingga tidak perlu menunggu sampai 28 hari dan
bekisting bisa digunakan untuk bagian pekerjaan beton yang lain. Nilai kuat tekan
beton sebelum 28 hari juga dibuat oleh kontraktor skala besar untuk keperluan
laporan kualitas beton kepada pemilik proyek bahwa beton yang digunakan
dilapangan mempunyai kuat tekan minimal sama dengan perencanaan.

Umur Beton (Hari) Perbandingan kuat tekan (Faktor korelasi)


3 0,463
7 0,650
14 0,880
21 0,960
28 1,00

Sumber : standar ISO

1.5.2. Kemudahan Pengerjaan

Salah satu kinerja utama yang di butuhkan ialah kemudahan pengerjaan


beton.Walaupun suatu struktur beton dirancang agar mempunyai kuat tekan yang
tinggi, tetapi jika rancangan tersebut tidak dapat diimplementasikan dilapangan
karena sulit untuk dikerjakan maka rancangan tersebut menjadi percuma.

6
Kemajuan teknologi membawa dampak yang nyata untuk mengatasi hal ini, yaitu
dengan penggunaan bahan tambah untuk memperbaiki kinerja.

1.5.3 Rangkak dan Susut


Beton memiliki sifat yang elastis pada saat pemebanan singkat, dan
sebaliknya beton itu akan memiliki tegangan dan rengangan yang lama
pembebanannya jika pada pembebanan tidak singkat. Rangkak (creep) atau
lateral material flow yang di artikan sebagai renggangan terhadap waktu akibat
adanya beban yang berkerja. Deformasi awal akibat pembebanan disebut sebagai
renggangan elastis, sedangkan rengangan tambahan akibat beban yang sama
disebt renggangan rangkak. Susut didefinisikan sebagai perubahan volume yang
tidak berhubungan dengan beban. Jika dihalangi secara merata proses susut
dalam beton akan menimbulkan defromasi yang umumnya bersifat menambah
defromasi rangkak. Jika beban tekan diterapkan kepada suatu batang beton,
terjadi pemendekan sesaat atau elastis. Jika beban dibiarkan tetap ada untuk
waktu yang lama, batang tersebut akan terus memendek selama beberapa tahun
dan deformasi akhir yang terjadi biasanya sebesar 2 sampai 3 kali deformasi
awal. Lendutan jangka panjang yang terjadi juga bisa sebesar 2 atau 3 kali
lendutan awal. Mungkin 75% dari total rangkak ini akan terjadi pada tahun
pertama.Jika beban jangka-panjang ini bisa dihilangkan, batang akan memperoleh
kembali sebagian besar dari regangan elastisnya dan sebagian kecil dari regangan
rangkaknya. Jika beban tersebut diterapkan lagi, regangan elastis dan regangan
rangkak akan terjadi kembali.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rangkak dan susut dapat


dijabarkan sebagai berikut:
1. Sifat bahan dasar beton (komposisi dan kehalusan semen, kualitas
adukan, dan kandungan mineral dalam agregate),
2. Rasio air terhadap jumlah semen(water cement ratio)
3. Suhu pada saat pengerasan (temperature),
4. Kelembaban lisbi pada saat proses penggunaan (humidity)
5. Umur beton pada saat beban bekerja,

7
6. Nilai slump (slump test)
7. Lama pembebanan,
8. Nilai tegangan,
9. Nilai rasio permukaan komponen struktur.

1.6. Aktifitas Pengerjaan Beton

Pengerjaan beton tidak hanya dilakukan dengan satu kegiatan, tetapi


pengerjaan beton dilakukan dengan beberapa kegiatan yang saling berhubungan.
Setiap aktivitas pada pengerjaan beton harus dikontrol agar hasilnya sesuai
deengan yang direncanakan. Proses pembangunan sebuah struktur dapat
diterangkan dengan bagan seperti pada gambar berikut :

Pengolah
Proyek

Rencana
Mutu Beton

Job Mix
Beton oleh
Konsuktan

Konsultan
Pengawasan

8
Gambar 1.6 : Bagan aliran perencanaan pembangunan

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa salah satu proses penting adalah
perencanaan, ini merupakan aktifitas penting yang dilakukan oleh perencana.
Tentunya dituntuk kerjasama yang baik antara pengelolah proyek (owner),
pemilik,pelaksana dan konsultan perencana. Pelaksana dan pengelolah proyek
harus memenuhi ketentuan-ketentuan dari intansi pemerintah karena perencanaan
beton harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Aktivitas utama pengerjaan beton terletak pada perencanaan yang
dilakukan oleh konsultan perencanaan dan pengendalian mutu pada saat
pelaksanaan yang dilakukan oleh kontraktor dibawah pengawasan konsultan
pengawasan. Pengerjaan beton dimulai jika telah ada penunjukkan atau perintah
kerja dari pemilik.
Kegiatan perencanaan beton dimulai dari quarry atau tempat
penambangan sumber alam. Perencanaan mengambil beberapa contoh-contoh
material yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan bahan baku yang telah
ditetapkan. Contoh bahan uji kemudian dibawa ke laboratorium untuk diuji. Jika
parameter besaran yang dimiliki masing-masing bahan uji telah sesuai dengan
standar yang telah ditentukan, bahan tesebut dapat digunakan. Sedangkan jika
barang uji tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan maka, pelaksana harus
mencari sumber bahan lainnya atau mencampur bahan yang mutunya kurang
dengan bahan lainnya, sehingga komposisi bahan yang dihasilkan sesuai dengan
syarat yang telah ditentukan. Setelah nilai dari masing-masing bahan telah
didapat selanjutnya akan dilakukan perancangan beton (mix desain). Setelah
perancangan beton selesai, perlu dilakukan pengujian lanjutan melalui penguian
beton segar dan beton keras. Pengujian beton segar dilakukan untuk mengetahui
workability atau kemudahan dalam pengerjaannya. Indikator kemudahan dalam

9
pengerjaan ini dapat dilihat dari nilai slump beton. Tujuan pengujian beton segar
lainnya adalah untuk melihat apakah terjadi bleeding dan segregation atau tidak.
Pengujian beton keras dimaksud untuk kekuatan tekan karakteristik dari beton
tersebut (f’c). Jika benda uji tidak lolos pada pengujian ini, maka harus dilakukan
perencanaan ulang campuran sampai didapatkan komposisi yang disyaratkan
dalsam spesifikasi teknik yang dibuat oleh pemilik. Setelah pembuatan campuran
di laboratorium selesai dilakukan, proses selanjutnya adalah membawa hasil
komposisi mix desain tersedut sebagai job mix formula (JMF) ke tempat
pengolahan beton. Tempat pengolahan beton dapat berupa pengolahan yang
menggunakann mesin mixing biasa (molen) maupun pengolahan beton yang
besar (concrete plant). Selama masa pelaksanaan proses kontrol harus tetap
dilakukan. Pada masa ini, pelaksanaan pengecoran, pemadatan, perawatan, dan
penyelesaian harus diawasi. Setelah beton berumur 28 hari, uji tekan untuk
mengetahui kekuatannya harus dilakukan. Jika pengujian tersebut tidak
dilakukan, dapat dilakukan tindakan lai sesuai dengan syarat evaluasi beton keras.
Pengujian dapat dilakukan dengan core drill dan load test atau dengan merancang
ulang mekanikanya dengan menggunakan mutu beton aktual (f’ca).

10
BAB II
BAHAN PENYUSUN UTAMA BETON

2.1 Bahan Utama Penyusun Beton


Beton merupakan campuran antara bahan agregat halus dan kasar dengan
pasta semen (kadang-kadang juga ditambahkan admixtures), campuran tersebut
apabila dituangkan ke dalam cetakan kemudian didiamkan akan menjadi keras
seperti batuan. Proses pengerasan terjadi karena adanya reaksi kimiawi antara air
dengan semen yang terus berlangsung dari waktu ke waktu, hal ini menyebabkan
kekerasan beton terus bertambah sejalan dengan waktu. Beton dapat juga
dipandang sebagai batuan buatan di mana adanya rongga pada partikel yang besar
(agregat kasar) diisi oleh agregat halus dan rongga yang ada di antara agregat
halus akan diisi oleh pasta campuran air dengan semen) yang juga berfungsi
sebagai bahan perekat sehingga semua bahan penyusun dapat menyatu menjadi
massa yang padat. Bahan penyusun beton meliputi air, semen Portland, agregat
kasar dan halus serta bahan tambah, di mana setiap bahan penyusun mempunyai
fungsi dan pengaruh yang berbeda-beda. Sifat yang penting pada beton adalah
kuat tekan, bila kuat tekan tinggi maka sifat-sifat yang lain pada umumnya juga
baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton terdiri dari kualitas

11
bahan penyusun, nilai faktor air-semen, gradasi agregat, ukuran maksimum
agregat, cara pengerjaan (pencampuran, pengangkutan, pemadatan dan
perawatan) serta umur beton (Tjokrodimuljo, 1996).
Bahan–bahan campuran merupakan bahan yang digunakan dalam ramuan
pembuatan beton,di antaranya sebagai berikut:

2.1.1 Semen

Semen yang umum atau biasa digunakan adalah semen portland (portland
cement). Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang
bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan.
Semen Portland merupakan bahan ikat yang penting dan banyak dipakai
dalam pembangunan fisik. Fungsi semen ialah untuk merekatkan butiran-
butiran agregat agar terjadi suatu massa yang kompak dan padat.Selain itu juga
untuk mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat.Perubahan komposisi
kimia semen yang dilakukan dengan cara mengubah persentase 4 komponen
utama semen dapat menghasilkan beberapa jenis semen sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Standar industri di Amerika (ASTM) maupun di Indonesia
(SNI) mengenal 5 jenis semen, yaitu :
a) Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus
b) Jenis II, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
c) Jenis III, yaitu semen portland yang dalam penggunaannnya menuntut
persyaratan Kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi.
d) Jenis IV, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya menuntut
panas hidrasi yang rendah.
e) Jenis V, yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat yang sangat baik.

Sifat-sifat fisik semen portland :

12
1. Kehalusan butir
Cara yang paling sederhana untuk menentukan kehalusan butir semen
adalah dengan pengayakan.Menurut SII 0013-81, paling sedikit 90% berat
semen harus dapat lewat ayakan lubang 0,09mm. Reaksi antara semen dan air
dimulai dari permukaan butir-butir semen, sehingga semakin luas permukaan
butir semen, semakin cepat proses hidrasinya.

2. Berat Jenis dan Berat Isi


Berat jenis = 3, 10 – 3, 30. Berat isi tergantung dari cara pengisian
semen dan takaran. Jika cara pengisian gembur (los), berat isinya rendah, yaitu
antara 1, 1 kg/liter. Jika pengisiannya dipadatkan, berat isinya dapat mencapai
1, 5 kg/liter.
3. Waktu Pengerasan Semen
Dilakukan dengan menentukan waktu pengikatan awal (initial setting)
dan waktu pengikatan akhir (final setting). Untuk mengukur waktu pengikatan
biasanya digunakan alat vicat.

4. Kekekalan Bentuk
Yang dimaksud kekekalan bentuk adalah sifat dari bubur semen yang
telah mengeras, dimana bila adukan semen dibuat suatu bentuk, bentuk itu
tidak berubah. Apabila benda menunjukkan cacat (retak, melengkung,
membesar, menyusut), berarti semen itu tidak baik atau tidak memiliki sifat
tetap bentuk.

5. Pengaruh Suhu
Proses pengerasan sangat dipengaruhi oleh suhu udara disekitarnya.
Pada suhu kurang dari 15° C, pengerasan semen akan berjalan lambat.
Semakin tinggi suhu udara disekitarnya, maka semakin cepat semen mengeras.

2.1.2 Agregat

13
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran mortar (adukan) dan beton. Dapat juga didefinisikan
sebagai bahan yang dipakai sebagai bahan pengisi atau pengkurus, dipakai
bersama dengan bahan perekat, dan membentuk suatu massa yang keras,
padat, bersatu, yang disebut adukan beton.
Persyaratan agregat :
 Keras dengan sudut yang tajam.
 Tidak mudah kena pengaruh perubahan cuaca.
 Variasi besar butir.
 Bebas dari kotoran.

Klasifikasi agregat :
1. Ditinjau dari asalnya
a. Agregat alam.
Pada umumnya menggunakan bahan baku batu alam atau hasil
penghancurannya.
 Kerikil dan pasir alam. Biasanya bercampur dengan bahan
organik, sehingga bersifat tidak kekal.
 Agregat batu pecah/batuan alam yang dipecah. Membutuhkan
lebih banyak air dan semen, sehingga daya tekan tinggi dan
daya lekat ke permukaan lebih luas.
 Agregat batu apung. Merupakan agregat almiah yang ringan
dan umum digunakan.
b. Agregat buatan.
Adalah suatu agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan
khusus atau karena kekurangan agregat batuan alam.
 Klinker & breeze.
 Agregat yang berasal dari bahan-bahan yang mengembang.
 Coke breeze.

14
 Hydite, Lelite

2. Ditinjau dari berat jenisnya.


a. Agregat ringan, yaitu agregat yang memiliki berat jenis kurang
dari 2, 0 dan biasanya untuk beton non struktural.
b. Agregat normal, yaitu agregat yang memiliki berat jenis antara 2,
5 sampai 2, 7, biasanya berasal dari batuan granit, basalt,
kuarsa, dsb. Memiliki kuat desak antara 15 – 40 Mpa.
c. Agregat berat memiliki berat jenis lebih dari 2, 8.

3. Ditinjau dari bentuknya


a. Bulat/bulat telur. Contoh : pasir sungai/pantai dengan rongga
udara sebanyak 33 %, kurang baik karena punya sedikit pasta dan
ikatan lemah.
b. Bersudut. Contoh : semua jenis batuan pecah, memerlukan
banyak pasta semen sehingga ikatan kuat dan sangat cocok
untuk beton bermutu tinggi dan perkerasan jalan raya.
c. Pipih. Contoh : batuan berlapis.
d. Memanjang/lonjong.

4. Ditinjau dari besar butirannya.


a.Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butiran antara 0,155
mm dan 5mm.
b.Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butiran antara 5 mm
dan 40 mm.
c.Batu adalah agregat yang besar butirannya lebih besar dari 40 mm.

Sifat-sifat agregat :
1. Penyerapan air dalam agregat

15
Jika agregat dalam keadaan jenuh keirng muka ditimbang, lalu
dipanaskan dalam oven dengan suhu 105º C sampai berat tetap, dapat

(Wjkm−Wk )x 100 %
Kjkm=
dihitung sebagai berikut : Wk

Ket : Kjkm = kadar air agregat jenuh kering muka


Wjkm = berat agregat jenuh kering muka
Wk = berat agregat kering oven

2. Kadar air dalam agregat


Kadar air dapat dibedakan atas beberapa hal berikut :
 Keadaan kering oven atau kering tungku.
 Kering udara.
 Jenuh keirng muka
 Basah, pada keadaan ini butir-butir agregat mengandung banyak air.

3. Reaksi alkali silika.


Reaksi alkali silika atau terkenal dengan reaksi alkali agregat,
merupakan reaksi antara kandungan silika aktif dalam agregat dengan
alkali dalam semen portland.

4. Zat-zat yang berpengaruh buruk pada beton.


Dilihat dari bahan-bahan yang berpengaruh buruk pada beton, bahan
itu dapat dibedakan menjadi tiga :
 Bahan yang terdapat dalam agregat seperti munculnya humus.
 Tanah liat, lumpur dan debu yang sangat bagus.
 Garam klorida dan sulfat.

5. Sifat kekal bentuk

16
Sifat kekal bentuk agregat adalah kemampuan agregat untuk
menahan terjadinya perubahan volume yang berlebihan akibat dari
adanya perubahan kondisi fisik, tau dapat dikatakan perubahan bentuk
yang terjadi akibat perubahan cuaca. Sifat tidak kekal pada agregat
dapat ditimbulkan oleh adanya chart yang porous, lempung, atau
mineral sejenisnya yang terdapat antara lapisan-lapisan batuan atau
mengisi sebagian volume butiran agregat.

6. Susunan besar butir (gradasi)


Gradasi agregat adalah distribusi ukuran dari agregat. Bila
butiran-butiran agregat mempunyai ukuran yang sama, volum pori
antar butiran akan menjadi besar. Agregat dengan besar butiran
bervariasi akan menghasilkan beton yang lebih padat. Cara untuk
mengetahui gradasi agregat adalah dengan menggunakan analisis
ayakan.

Agregat kasar menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia


perlu diuji ketahanannya terhadap keausan (dengan mesin Los Angeles).
Persyaratan mengenai ketahanan agregat kasar beton terhadap keausan
ditunjukkan pada table berikut

Maksimum bagian yang hancur


Kekuatan Beton dengan mesin Los Angeles, Lolos
ayakan 1,7 mm (%)
Kelas 1 (sampai 10 MPa) 50
Kelas II (10 MPa-20MPa) 40
Kelas III (di atas 20 MPa) 27

Berkaitan dengan pekerjaan konstruksi beton bertulang, ukuran maksimum


nominal agregat kasar harus tidak melebihi:
a. 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun

17
b. 1/3 ketebalan pelat lantai, ataupun
c. 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau kawat-kawat,
bundel tulangan, atau tendon-tendon pratekan atau selongsong-selongsong.

2.1.3 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun


harganya paling murah.Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta
untuk menjadi bahan pelumas antara butiran-butiran agregat agar mudah
dikerjakan dan dipadatkan.
Fungsi air adalah sebagai perangsang terjadinya hidrasi. Yaitu reaksi
kimia antara air dan semen sehingga pasta semen dapat menjadi keras setelah
beberapa waktu. Tetapi harus pula diingat bahwa pemberian air yang terlalu
banyak akan menyebabkan berkurangnya kekuatan beton. Proses hidrasi akan
berlangsung baik apabila air yang dipakai adalah air tawar murni. Dalam hal
ini air juga digunakan untuk perawatan beton dengan cara membasahi beton
yang telah jadi serta air digunakan untuk membersihkan acuan.
Adapun syarat air yang baik adalah sebagai berikut :
 Tidak mengandung lumpur lebih dari 5%
 Tidak mengandung senyawa organik lebih dari warna standar (oranik
plate) nomor 3.
 Air yang dapat diminum
 Tidak mengandung air limbah
 Tidak mengandung garam > 15 gram/liter.
 Air yang bereaksi netral terhadap lakmus
 Tidak mengandung klorida > 0,5 gram/liter.
 Tidak mengandung oli
 Tidak mengandung senyawa asam sulfat > 1 gram/liter.

2.2 Bahan-Bahan Campuran Beton


 

18
Untuk keperluan tertentu terkadang campuran beton tersebut masih
ditambahkan bahan tambah berupa zat-zat kimia tambahan (chemical additive)
dan mineral/material tambahan. Zat kimia tambahan tersebut biasanya berupa
serbuk atau cairan yang secara kimiawi langsung mempengaruhi kondisi
campuran beton. Sedangkan mineral/material tambahan berupa agregat yang
mempunyai karakteristik tertentu. Penambahan zat-zat kimia atau mineral
tambahan ini diharapkan dapat merubah performa dan sifat-sifat campuran beton
sesuai dengan kondisi dan tujuan yang diinginkan, serta dapat pula sebagai bahan
pengganti sebagian dari material utama penyusun beton. Standar pemberian
bahan tambahan beton ini pun sudah diatur dalam SNI S-18-1990-03 tentang
Spesifikasi Bahan Tambahan pada Beton.

2.2.1. Definisi Bahan Tambahan

Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan,
yang ditambahkan ke dalam campuran adukan beton selama pengadukan, dengan
tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya. (Spesifikasi Bahan
Tambahan untuk Beton, SK SNI S-18-1990-03). Berdasarkan ACI (American
Concrete Institute), bahan tambah adalah material  selain air, agregat dan semen
hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum
atau selama pengadukan berlangsung. Penambahan bahan tambah dalam sebuah
campuran beton atau mortar tidak mengubah komposisi yang besar dari bahan
lainnya, karena penggunaan bahan tambah ini cenderung merupakan pengganti
atau susbtitusi dari dalam campuran beton itu sendiri. Karena tujuannya
memperbaiki atau mengubah sifat dan karakteristik tertentu dari beton atau
mortar yang akan dihasilkan, maka kecenderungan perubahan komposisi dalam
berat-volume tidak terasa secara langsung dibandingkan dengan komposisi awal
beton tanpa bahan tambah.
Penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus
memperhatikan standar yang berlaku seperti SNI (Standar Nasional Indonesia),
ASTM (American Society for Testing and Materials) atau ACI (American
Concrete Institute) dan yang paling utama memperhatikan petunjuk dalam

19
manual produk dagang. Komposisi dari campuran bahan tambah ini
diklasifikasikan secara umum menjadi 5 kelas :
1) Asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam.
2) Modifikasi dan turunan asam lignosulfonic dan kandungan
garam garam.
3) Hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya.
4) Modifikasi hydroxylated carboxylic acids dan kandungan
garam-garamnya.
5) Materi lain seperti :
a) Materi inorganic seperti seng, garam-garam, barak, pospat,
klorida.  
b) Asam amino dan turunannya.
c) Karbohidrat, polisakarin, dan gula asam.
d) Campuran polimer, seperti eter, turunan melamic, neptan,
silicon

2.2.2 Jenis-Jenis Bahan Tambahan

Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat di


bedakan menjadi bahn tambah yang bersifat kimia (chemical admixture) dan
bahan tambah yang bersifat mineral (addictive).Bahan tambah admixture
ditambahkan pada saat pengadukan dan saat pelaksanaan pengecoran
(placing)sedangkan bahan tambahan additive yaitu yang bersifat mineral
ditambahkan saat pengadukan dilaksanakan.

a) Bahan tambah kimia

Terdapat tujuh tipe yang termasuk dalam bahan tambah kimia.


 Tipe Normal Water-Reducing

20
Bahan tambah water-reducing disebut juga bahan tambah
pengurang air. Bahan tambah tipe ini bisa digunakan untuk mencapai
kemudahan pengerjaan yang dikehendaki tanpa memberi tambahan air,
atau bila diperlukan menurunkan nilai faktor-air semen dengan cara
mengurangi air, tapi dengan sifat kemudahan yang tidak berubah. Dari
pencapaian tingkat pemadatan yang lebih baik, dapat juga memberi
pengaruh positif terhadap kemungkinan untuk mengurangi kadar semen.
Sampai seberapa jauh pengurangan kadar air dengan penggunaan
bahan tambah ini bergantung pada karakteristik campurannya. Tetapi,
umumnya air bisa dikurangi 5 – 10% dengan pencapaian kenaikan
kekuatan hingga 10%.
 Tipe Retarding
Bahan tambah retarding admixtures adalah bahan tambah yang
berfungsi untuk menghambat waktu pengikatan. Dalam praktek,
kegunaannya untuk menunda waktu pengikatan misalnya karena kondisi
cuaca yang panas, atau mengatasi waktu pengangkutan adukan beton yang
cukup lama, atau untuk pekerjaan beton dalam jumlah besar, atau
menyediakan waktu yang cukup untuk pemadatan.
 Tipe Accelerating
Bahan tambah accelerating admixtures adalah bahan tambah yang
berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pencapaian kekuatan awal
beton yang lebih tinggi. Bahan kimia yang paling terkenal untuk bahan
tambah ini adalah kalsium klorida. Bahan kimia lainnya adalah senyawa
garam seperti klorida, bromide, karbonat, silikat, dan terkadang tri-
etanolamin.
Tetapi perlu diingat bahwa kalsium klorida dapat beresiko
terhadap korosi baja tulangan, dan mengurangi ketahanan beton terhadap
agresi sulfat. Oleh karena itu penggunaan bahan tambah tipe accelerating
yang mengandung kalsium klorida lebih cocok untuk beton yang tanpa
tulangan dan untuk kondisi yang tidak beresiko karena sulfat, sedangkan
untuk beton bertulang sebaiknya dipilih bahan tambah yang non-kalsium
klorida.

21
Akan tetapi apakah korosi akan terjadi atau tidak, sangat
bergantung pada kualitas beton yang dihasilkan dan lingkungan yang
mempengaruhinya. Dapat dikatakan bahwa korosi tidak akan berlangsung
bila tidak dibantu oleh oksigen. Untuk menghindari terjadinya korosi,
maka disarankan :
a. Kandungan kalsium klorida < 1,5%.
b. Buatlah beton yang dipadatkan dengan sempurna.
c. Jangan gunakan kalsium klorida untuk pekerjaan beton
prategang
 Tipe Retarding Water-Reducing
Bahan tambah retarding water-reducing adalah bahan tambah
yang berfungsi ganda, yaitu mengurangi jumlah air pencampur dengan
konsistensi adukan tertentu serta menghambat pengikatan awal.
 Tipe Accelerating Water-Reducing
Bahan tambah accelerating water-reducing adalah bahan tambah
yang berfungsi ganda, yaitu mengurangi jumlah air pencampur dengan
konsistensi adukan tertentu serta mempercepat pengikatan awal.
 Tipe High Range Water-Reducing
Penggunaan bahan tambah tipe high range water-reducing atau
disebut juga superplasticizer bisa mengurangi air pencampur 25 – 35%.
Konsistensi adukan beton yang dihasilkan bisa berbentuk flowing
concrete (beton yang mengalir). Beton dengan bahan tambah tipe ini biasa
digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan dimana akses lokasi pengecoran
sulit, pekerjaan lantai atau perkerasan yang memerlukan pembetonan
cepat, pekerjaan beton mutu tinggi yang memerlukan workabilitas normal
tapi faktor air-semen sangat rendah.
 Tipe Retarding High Range Water Reducing
Dalam hal pengurangan air dan workabilitas, bahan tambah tipe ini
sama dengan bahan tambah tipe high range water-reducing, tetapi dengan
tambahan sifat mampu menunda waktu pengikatan.

b) Bahan tambah mineral

22
 Abu Terbang Batubara (fly ash)
Fly ash didefinisikan sebagai butiran halus hasil residu
pembakaran batubara atau bubuk batubara. Menurut ASTM C.618 fly ash
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang kelas F yang dihasilkan
dari pembakaran batubara antrasit atau batubara bitumeus dan abu terbang
kelas C yang dihasilkan dari batubara jenis lignite atau subbitumeus. Fly
ash kelas F bisa menggantikan bahan semen sampai 15 - 25% dan 15 –
35% untuk fly ash kelas C.

 Slag
Slag merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi. Slag adalah
produk non-metal yang merupakan material berbentuk halus, granular
hasil pembakaran yang kemudian didinginkan. Keuntungan penggunaan
slag dalam campuran beton adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kekuatan tekan beton karena kecenderungan
perkembangan kekuatan beton yang diperlambat.
b. Meningkatkan rasio kelenturan-kekuatan tekan beton.
c. Mengurangi variasi kekuatan tekan beton.
d. Meningkatkan ketahanan terhadap sulfat dalam air laut.
e. Mengurangi serangan alkali-silika.
f. Mengurangi panas hidrasi.
g. Memudahkan penyelesaian akhir.
h. Meningkatkan keawetan beton.
i. Mengurangi porositas dan pengaruh klorida.

 Silica fume
Silica fume adalah material pozolan yang halus dengan komposisi
silika lebih banyak yang dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa silikon.
Penggunaan silica fume dalam campuran beton biasa dimaksudkan untuk
menghasilkan beton dengan kekuatan tekan tinggi (fc’ 50 – 70 MPa pada

23
28 hari). Penggunaan silica fume bisa sampai 30% dengan faktor air-
semen 0,34 – 0,28 dengan atau tanpa superplasticiser.

BAB III
PENENTUAN PARAMETER BAHAN ADUKAN UNTUK CAMPURAN

Hal pertama yang kami lakukan pada praktikum ini adalah


penganalisaan bahan. Analisa bahan dilakukan hanya pada agregat, baik agregat
kasar maupun agregat halus. Penganalisaan ini dilakukan untuk mendapatkan
bahan campuran beton, terutama agregat yang sesuai dengan standar yang telah
ditentukan.

3.1 Menentukan Kadar Organik (23 Maret 2015)

3.1.1 Menentukan Kadar Organik Agregat Halus

24
a) Tujuan
Untuk menentukan kadar lumpur yang terkandung di dalam agregat halus
dan apakah layak atau tidaknya untuk dipakai dalam adukan berdasarkan kadar
organik dalam pasir.

b) Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
 Gelas ukur
Berupa gelas yang berfungsi untuk
mengukur volume larutan, tidak memerlukan
tingkat ketelitian yang tinggi dalam jumlah tertentu.

 Organic plate
Untuk membandingkan warna cairan pada
pengujian kadar organic agregat halus (pasir). Jika
warna cairan benda uji sama dengan warna no.3
pada organic plate maka agregat tersebut dapat
digunakan untuk bahan campuran beton.

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :


 Pasir secukupnya
 NaOH 3% secukupnya

c) Teori
Bahan-bahan organik terjadi hasil proses pembusukan daun-daunan,
humus asam untuk menyamak dan lain-lain. Jika agregat campuran beton
mengandung bahan-bahan organik akan mengakibatkan proses hidrasi
terganggu, sehingga dapat mengurangi kekuatan beton. Oleh karena itu, agregat
halus (pasir) harus diperiksa kandungan organiknya.

25
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kandungan organik dalam
pasir untuk keperluan produksi beton. Kandungan organik yang didapat tidak
boleh melebihi dari warna standar (organic plate) nomor 3.

d) Langkah pelaksanaan
Langkah-langkahnya adalah :
 Isi pasir ke dalam gelas ukur 40 ml.
 Campurkan NaOH 3% sehingga volume gelas ukur menjadi 80 ml.
 Kocok gelas ukur sehingga pasir dan NaOH tercampur rata.
 Diamkan selama 24 jam.
 Setelah 24 jam, bandingkan warna cairan dengan organic plate

e) Hasil Praktikum
Hasil praktikum yang telah kami dapatkan keesokan harinya (30 Maret
2015) menunjukkan warna benda uji sebanding dengan warna organic plate
nomor 3. Jadi, benda uji tersebut dapat digunakan dalam pembuatan beton.

f) Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah kami lakukan, agregat yang
kami uji, mengandung kadar organik yang sesuai standar hellige tester yaitu
terletak pada No. 3. Ini berarti agregat dapat digunakan dalam pembuatan beton.

26
3.2. Pemeriksaan Kadar Lumpur (23 Maret 2015)

a) Tujuan
Memeriksa Kadar Lumpur di dalam agregat halus.

b) Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
 Gelas Ukur
Berupa gelas yang berfungsi untuk
mengukur volume larutan, tidak memerlukan tingkat
ketelitian yang tinggi dalam jumlah tertentu.

27
c) Teori
Agregat berasal dari sungai, kerap kali mengandung kotoran
Lumpur. Dalam hal ini yang dimaksud dengan lumpur adalah bagian-
bagian yang dapat melewati saringan No. 200 atau saringan 0,063
menurut (ASTM).
Dalam campuran beton, lumpur dapat menimbulkan kurang
sempurnanya ikatan pasta semen denagan agregat. Bila kadar lumpur
yang dikandung pasir lebih besar dari 5 % sebaiknya agregat tersebut
ditolak untuk campuran beton atau harus dicuci terlebih dahulu.

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:


 Pasir secukupnya
 Air secukupnya

d) Pelaksanaan
1. Isi pasir ke dalam gelas ukur sehingga isinya mencapai 1/3 dari gelas ukur
tersebut.
2. Masukan air ke dalam gelas ukur tersebut sampai batas yang telah ditentukan.
3. Setelah itu, gelas ukur dikocok sehingga pasir dan air tercampur rata.
4. Diamkan selama 24 jam.
5. Setelah 24 jam, baca tinggi pasir dan tinggi lumpur yang telah berpisah satu
dengan lainnya.

e) Hasil Praktikum
Dari praktikum yang telah dilakukan di laboratorium didapatkan data
sebagai berikut :
Tinggi pasir (T1) = 81 ml
Tinggi lumpur (T2) = 0,5 ml

28
T2
x 100 %
Kadar lumpur yang dikandungnya : T 1 +T 2

0,5
: x 100 % = 0,6 %
81+0,5

f) Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan didapat kadar lumpur 0,6 % di dalam
pasir, berarti pasir tersebut dapat digunakan untuk campuran beton.

3.3 Kadar Air Agregat Halus dan Agregat Kasar (23 Maret 2015)

a) Tujuan
Menentukan presentase air yang daikandung agregat

b) Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
 Pan / wadah
Berfungsi sebagai penampung agrega thalus, agar
dapat ditimbang dan dimasukkan ke dalam oven.

29
 Timbangan digital
Berfungsi sebagai pengukur berat agregat.

 Oven
Berfungsi sebagai pengering agregat yang telah
ditimbang sebelumnya.

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:


 Agregat halus (pasir) di lapangan 2.000 gr
 Agregat kasar (batu) di lapangan  2.500 gr

c) Teori
Kandungan/kadar air agregat adalah banyaknya air yang terdapat dalam
agregat tersebut baik pasir maupun batu dalam satuan berat dibandingkan dengan
berat kesluruhan dari agregat. Dengan diketahuinya kandungan air, air campuran
beton dapat disesuaikan agar faktor air semen yang diambil konstan.

d) Pelaksanaan
1. Timbangkan berat pan
2. Masukkan benda uji ke dalam pan/wadah dan timbang beratnya.
3. Hitung berat benda uji

30
4. Keringkan benda uji dalam oven dengan suhu (110  5 C) sampai berat tetap
selama 24 jam
5. Timbang berat pan dan benda uji
6. Hitung berat benda uji kering oven

e) Hasil Praktikum
Dari praktikum yang telah dilakukan di laboratorium didapatlah data sebagai
berikut :
1. Agregat Halus
a. Berat wadah = 229,9 gr
b. Berat wadah dan benda uji = 2229,9 gr
c. Berat benda uji = (berat wadah dan benda uji – berat wadah)
= 2229,9 – 229,9
= 2000 gr
d. Berat benda uji kering = 19991 gr
(c−d )
x 100 %
e. Kadar air = c
2000−1991
= x 100%
2000
= 0,45 %

2. Agregat Kasar
a. Berat wadah = 125,5 gr
b. Berat wadah dan benda uji = 2625,5 gr
c. Berat benda uji = (berat wadah dan benda uji – berat wadah)
= 2625,5 – 125,5
= 2500 gr
d. Berat benda uji kering = 2495,2 gr
(c−d )
x 100 %
e. Kadar air = c

31
2500−2495,2
= x 100%
2500
= 0, 192%

f) Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang kami dapatkan, kadar air yang terkandung
dalam agregat dapat diguankan dalam menentukan jumlah air yang akan
digunakan pada mix desain praktikum selanjutnya.

3.4 Analisa Gradasi Agregat Halus dan Agregat Kasar (23 Maret 2015)

a) Tujuan
Menentukan gradasi agregat halus dan agregat kasar dengan
menggunakan hasil analisa saringan.

b) Alat
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

32
 Timbangan Digital
Berfungsi untuk mengukur berat agregat

 Saringan / ayakan
Berfungsi untuk menyaring kehalusan butir
suatu agregat, dengan masing-masing diameter
agregat yang telah ditentukan.

 Shieve shaker (mesin pengguncang)


Berfungsi sebagai alat penggetar dan
pengguncang agregat yang disaring
kehalusannya.

 Kuas/Sikat
Berfungsi untuk membersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada
ayakan.

c) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
 Agregat halus (pasir) di lapangan 2000 gr
 Agregat Kasar (batu) di lapangan 2500 gr

d) Teori

33
Penguraian susunan butiran agregat (gradasi) bertujuan untuk menilai
agreagat halus atau kasar cocok digunakan pada produksi beton. Susunan butiran
diperoleh dari hasil penyaringan benda uji dengan menggunakan beberapa fraksi
saringan. Pada pelaksanaannya perlu ditentukan batas maksimum/minimum
butiran sehubungan pengaruh terhadapa sifat pekerjaan, penyusutan, kepadatan,
kekuatan dan juga faktor ekonomi dari beton.
Nilai modulus kehalusan dari bahan agregat tertentu tergantung dari :
1. Komposisi butirannya
2. Susunan saringan yang digunakan
3. Banyaknua saringan
4. Besarnya masing-masing lubang saringan

e) Langkah Pelaksanaan
1. Bersihkan saringan dari kotoran-kotoran yang menempel dengan kuas
dan sikat halus.
2. Timbang masing-masing berat saringan
3. Susun ayakan dari ukuran yang paling besar hingga ukuran yang paling
kecil
4. Masukkan agregat (benda uji) ke dalam saringan yang telah disusun .
5. lakukan pengayakan dengan alat shieve shaker selama 15 menit.
6. Timbang kembali berat agregat yang tertahan di masing-masing
saringan.
7. Hitung presentase berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing
saringan terhadap berat total.

f) Hasil Praktikum
No.Saringan Berat Berat Saringan Beratisi( gr )
saringan(gr) +Pasir Tertahan (gr)
9,50 543,2 0 0
4, 75 514,3 515,5 1,2
2, 38 494,7 506,8 12,1
1, 18 454,2 785,1 330,9
0,59 417,2 1355,8 938,6

34
0, 295 386,6 981,0 594,4
0, 149 371,6 412,7 41,1
Pan 273,7 355,4 81,7
2000
Dari praktikum yang telah dilakukan di laboratorium didapatlah data
sebagai berikut :

3.4.1 AnalisaGradasiAgregatHalus (Pasir)


No. Saringan BeratTertaha % Kumulatif (%)
n(gr) Tertahan
Tertahan Lolos
9,50 0 0 0 100
4, 75 1,2 0,06 0,06 99,94
2, 38 12,1 0,605 0,065 98,335
1,18 330,9 16,545 17,21 82,79
0,59 938,6 46,93 64,14 35,86
0, 295 594,4 29,72 93,86 6,14
50,149 41,1 2,055 95,915 4,085
Pan 81,7 4,085 100 0,00
2000 100 % 271,85

Fine Modulus = 2,72 %

271,85 271,85 %
Fine modulus =∑ = = 2,7%
100 % 100 %

% Berat Butir yang Lewat Ayakan


Lubang
Pasir Kasar Pasir Agak Pasir Halus Pasir Agak
Ayakan(mm)
(I) Kasar (II) (III) Kasar (IV)
10 100 100 100 100
4,8 90-100 90-100 90-100 95-100
2,4 60-95 75-100 85-100 95-100
1,2 30-70 55-90 75-100 90-100
0,6 15-34 35-59 60-79 80-100
0,3 5-20 8-30 12-40 15-50
0,15 0-10 0-10 0-10 0-15

35
Hasil Praktikum Kelas 1 Kelas 2
120 kelas 3 kelas 4

100

80
%Lolos Saringan/Ayakan

60

40

20

0
0.149 0.295 0.590 1.180 2.380 4.750 9.500
Ukuran Saringan

Kesimpulan

Dari Tabel dan Grafik di atas dapat kita ketahui bahwa agregat halus atau
pasir yang digunakan dalam praktikum ini termasuk dalam zona gradasi no. 2 dan
4 atau pasir agak kasar. Presentase fineness modulus pasir adalah 1,5 – 3,8

36
standar SNI 03-1968-1990, menunjukkan besarnya butir kasar pada pasir.
Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
- Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2
- Pasir Halus : 2.2 < FM 0.95
- Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9

3.4.2 Analisa Gradasi Agregat Kasar (Batu)


Berat isi +
No. steve Berat saringan Berat isi
saringan

25,4 498,2 946,9 448,7

37
19,1 507,3 1105,5 598,2

12 601,3 1536,1 934,8

9,52 520,2 807,1 286,9

4,75 514,3 715,9 201,6

2,38 494,7 509,5 14,8

Pan 350,7 364,7 14

2.500 gram

No. Saringan BeratTertahan % Kumulatif (%)


(gr) Tertahan
Tertahan Lolos
25,4 448,7 17,94% 17,94 82,06
19,1 598,2 23,92% 41,86 58,14
12 934,8 37,39% 79,25 20,75
9,52 286,9 11,47% 90,72 9,28
4,75 201,6 78,06% 98,78 1,22
2,38 14,8 0,59% 99,27 0,63
Pan 14 0,56% 100 0,00
  2500 100% 429,64  
     
Fine Modulus = 4,29  
429,64 %
Fine modulus =∑
100 %
429,64
=∑ = 4,29%
100

38
Ukuran Maks. 40mm
Hasil Praktikum Uk. Max 10 mm Uk. Max 20 mm Uk. Max 40 mm
120

100
% Lolos Saringan/Ayakan

80

60

40

20

0
2.38 4.75 9.52 12 19.1 25.4
Ukuran Saringan

Kesimpulan

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa batu yang digunakan dalam
praktikum ini adalah agregat dengan ukuran maksimum 40 mm. Presentase
Fineness modulus batu adalah 5,0 – 8,0 (standar SNI 03-1968-1990)

3.5 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat (23 Maret 2015)

3.5.1 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus (23 Maret 2015)

a) Tujuan

39
Untuk menentukan berat jenis dan presentase berat air yang dapat diserap
agregat halus, dihitung terhadap berat kering.

b) Alat
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
 Pan / wadah
Berfungsi untuk menampung agregat halus,
agar dapat ditimbang dan dimasukkan ke
dalam oven.

 Timbangan digital

Berfungsi untuk mengukur berat agregat.

 Oven
Berfungsi untuk mengeringkan agregat yang telah
ditimbang sebelumnya.

 Piknometer
Berfungsi untuk menentukan berat jenisa gregat
halus (pasir).

 K e r u c u t
.
Berfungsi untuk menentukan banda uji dalam keadaaan
SSD

40
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
Benda uji dalam hal ini pasir yang terlebih dahulu dibuat dalam keadaan jenuh
kering permukaan (SSD) sebanyak 500 gr.

c) Teori
Berat jenis agregat perbandingan berat sejumlah volume agregat tanpa
mengandung rongga udara terhadap berat air pada volume yang sama. Jenis
agregat dibedakan dalam dua keadaan yaitu keadaan jenih permukaan (saturated
surface dry) dan keadaan kering absolut atau kering oven (oven dry). Pada
pemeriksaan berat jenis ini juga akan didapat nilai absorpsi (penyerapan) adalah
presentase perbandingan antara berat air yang terserap agregat pada kondisi jenuh
permukaan dengan berat agregat dalam keadaan kering oven.

d) Pelaksanaan
Cara menentukan SSD agregat halus:.
a. Masukkan benda uji pasir dalam kerucut terpancung dalam 3 lapisan yang
masing-masing lapisan ditumbuk sebanyak 25 x
b. Kemudian cetakan kerucut terpancung diangkat perlahan-lahan.
Hal-hal yang diperhatikan antara lain :
 Sebelum diangkat, cetakan kerucut terpancung harus dibersihkan dari
butiran agregat yang berada di bagian luar cetakan.
 Pengangkatan cetakan harus benar-benar vertikal.
 Setelah kerucut terpancung diangkat, bentuk agregat hasil
pencetakandiperiksa.
 Bentuk agregat umumnya ada 3, yang masing-masing menyatakan
keadaan kandungan air dari agregat tersebut, yaitu :
 Kering SSD Basah
Catatan :
 jika keadaan kering , maka agregat perlu ditambah air

41
 jika agregat basah, maka agregat perlu dikeringkan

Menentukan Berat Jenis dan Penyerapan Air agregat Halus


a. Agregat ditimbang dalam keadaan SSD tersebut seberat 500 gram dan
dimasukkan ke dalam piknometer.
b. Air bersih dimasukkan sehingga mencapai 90% dari isi piknometer setelah itu
diputar dan diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara didalamnya.
c. Kemudian tambahkan air sampai mencapai tanda batas, piknometer direndam
dalam bak perendam selama +/- 24 jam
d. Timbang piknometer berisi air dan benda uji
e. Timbang berat pan/wadah kosong
f. Keluarkan benda uji dari piknometer dan masukkan ke dalam pan/wadah
kosong yang ditimbang tadi. Keringkan dalam oven dengan suhu (110+/-5 0C)
sampai berat tetap selama +/- 24 jam , kemudian dinginkan lalu timbang
kembali untuk mendapatkan berat keringnya.
g. Isi kembali piknometer dengan air sampai tanda batas, lalu timbang beratnya.

e) Hasil Praktikum
Dari praktikum yang telah dilakukan di laboratorium didapatlah data
sebagai berikut :
a. Berat piknometer = 181,2 gr
b. Berat contoh kondisi SSD = 500 gr
c. Berat piknometer + air + contoh SSD = 987,8 gr
d. Berat piknometer + air = 678,3 gr
e. Berat contoh kering = 495,1 gr

42
f. Berat wadah = 126,9 gr
g. Berat wadah + bendauji kering = 622,0 gr

Apparent Spesific Gravity


e
= e+d −c
495,1 495,1
= =
945,1+678,3−987,8 185,6
= 2,667

Bulk Spesific Gravity Kondisi Kering


e
= b+d−c
495,1 495,1
= =
500+678,3−987,8 190,5
= 2,598

Bulk Spesific Gravity Kondisi SSD


b
= b+d−c
500 500
= =
500+678,3−987,8 250.5
= 2,624

Persentase Absorbsi Air


b−e
x 100 %
= e
500−440,8
= x 100%
440,8
= 0,989 %

43
f) Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang kami dapatkan, berat jenis yang dimiliki
agregat dapat diguankan dalam menentukan jumlah air yang akan digunakan
pada mix desain praktikum selanjutnya.

44
3.5.2. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar (23 Maret 2015)

a) Tujuan
Untuk menentukan berat jenis dan presentase berat air yang dapat diserap
agregat kasar,dihitung terhadap agregat kering.

b) Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
 Pan / wadah
Berfungsi untuk menampung agregat halus, agar dapat
ditimbang dan dimasukkan ke dalam oven.

 Timbangan digital
Berfungsi untuk mengukur berat agregat

 Oven
Berfungsi untuk mengeringkan agregat yang telah ditimbang
sebelumnya.

45
 Keranjang Besi dan Penggantung

Berfungsi sebagai wadah merendam agregat kasar pada perendam


khusus.

 Perendam Khusus
Berfungsi untuk merendam agregat kasar sehingga didapat berat
agregat didalam air

 Lap/Kain penyerap
Berfungsi untuk mengeringkan permukaan agregat kasar.

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:


 Agregat kasar (batu) yang telah terlebih dahulu dibuat dalam keadaan jenuh
kering permukaan (SSD) sebanyak5000 gr.

c) Teori
Pada prinsipnya dasar-dasar teori berat jenis dan penyerapan air untuk
agregat kasar dan agregat halus adalah sama termasuk pengertian absorpsi, hanya
pengukuran dilaksanakan dalam dua metode jika agregat halus (pasir)
menggunakan metode Thawlors dengan cara kerucut terpancung maka berat jenis

46
dan penyerapan agregat kasar dilakukan dengan cara penimbangan diluar dan
didalam air.

d) Langkah Pelaksanaan
a. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu dan bahan-bahan lain yang
melekat pada permukaan agregat dengan cara merendam agregat di dalam
air selama +/- 24 jam.
b. Keluarkan benda uji dari rendaman air, dilap dengan kain penyerap, sampai
selaput air pada permukaan agregat hilang. Agregat ini dinyatakan dalam
keadaan jenuh kering permukaan atau SSD.
c. Timbang berat keranjang
d. Timbang berat benda uji dalam keadaan jenih air kering permukaan atau
SSD sebanyak +/-5.000 gr.
e. Masukkkan keranjang (kosong) ke dalam bak perendam dan timbang
kembali berta keranjang dalam air sampai berat tetap.
f. Masukkan agregat (benda uji) dari bak perendam, diamkan sebentar.
g. Keluarkan keranjang berisi benda uji dari bak perendam, diamkan
sebentar.
h. Kemudian dimasukkan ke dalam oven +/- 24 jam dengan suhu (110+/-,
agregat dan keranjang diitmbang untuk mendapatkan berat keringnya)

e) Hasil Praktikum
Dari praktikum yang telah dilakukankan di laboratorium didapatlah data
sebagai berikut :
a. Berat contoh SSD = 5000 gr
b. Berat contoh dalam air = 3136,6 gr
c. Berat contoh kering di udara = 4959,7 gr
d. Keranjangkeringudara = 468,4 gr
e. Keranjangdalam air = 436 gr
f. Keranjang+batudalam air = 3605 gr
g. Keranjang+batukering = 5428,1 gr

47
Apparent Spesific Gravity
c
= c−b
4959,7
=
4959−3136,6
= 2,7204
Bulk Spesific Gravity Kondisi Kering
c
= a−b
4959,7
=
5000−3136,6
= 2,6616

Bulk Spesific Gravity Kondisi SSD


a
= a−b
5000
=
5000−3136,6
= 2,632
Persentase Absorbsi Air
a−c
x 100 %
= c
5000−4959,7
= x100%
4959,7
= 0,81 %

f) Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang kami dapatkan, berat jenis yang dimiliki
agregat dapat diguankan dalam menentukan jumlah air yang akan digunakan
pada mix desain praktikum selanjutnya.

48
3.6 Menentukan Berat Volume Agregat Kasar dan Agregat Halus (23 Maret
2015)

a) Tujuan
Untuk mengetahui berat volume/berat isi dari agregat kasar dan agregat
halus

b) Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

 Timbangan besar kapasitas 20 kg

 Literan / wadah

49
 Batang penumbuk / tongkat pemadat

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:


 Agregat Halus dan Agregat kasar (batu) dalam kondisi kering

c) Teori
Berat volume agregat ditinjau dalam dua keadaan yaitu berat volume
gembur dan berat volume padat. Berat volume gembur merupakan perbandingan
berat agregat sebanyak isi literan dengan volume literan, berat volume padat
adalah perbandingan berat agregat sebanyak isi literan dalam keadaan padat
dengan volume literan. Volume agregat padat merupakan hasil pemadatan standar
dalam keadaan kering absolut.

d) Pelaksanaan
1. Timbang wadah dan literan
2. Agregat dimasukkan dalam wadah sampai penuh, kemudian diratakan. Setelah
itu beratnya ditimbang untuk mendapaatkann berat dalam keadaan gembur.
3. Agregat dikeluarkan dari wadah.
4. Wadah tadi diisi kembali dengan agregat sebanayak 3 lapisan, masing-masing
lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali.
5. Agregat diratakan dan ditimbang beratnya dalam kondisi padat.

e) Hasil Praktikum
Agregat Halus
 Volume mould = 10 L

50
 Berat mould = 4,66 kg
 Berat batu kondisi gembur = 20,55 kg
 Berat isi kondisi gembur = 1,589 kg/L
 Berat pasir kondisi padat = 21,17 kg/L
 Berat isi kondisi padat = 1,651 kg/L
 Berat isi rata-rata = 1,62 kg/L
Agregat Kasar
 Volume mould = 10 L
 Berat mould = 4,66 kg
 Berat batu kondisi gembur = 21,64 kg
 Berat isi kondisi gembur = 1,698 kg/L
 Berat batu kondisi padat = 22,09 kg/L
 Berat isi kondisi padat = 1,743 kg/L
 Berat isi rata-rata = 1,7205 kg/L

f) Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang kami dapatkan, volume yang dimiliki agregat
dapat diguankan dalam menentukan jumlah agregat yang akan digunakan pada
mix desain praktikum selanjutnya.

51
BAB IV
PEMBUATAN RANCANGAN CAMPURAN BETON

(K 225)

Teori.
Standar Deviasi
Deviasi standar (S) adalah alat ukur tingkat mutu pelaksanaan pembuatan beton.
Nilai S ini digunakan sebagai salah satu data masukan  pada Perencanaan
Campuran Adukan Beton.

1. Jika pelaksana tidak mempunyai data pengalaman hasil pengujian


contoh beton pada masa lalu, maka nilai deviasi standar (S) tidak dapat dihitung.

52
2. Jika pelaksana produsen beton mempunyai data pengalaman, maka
menurut "Tata Cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung" (SK SNI
03-xxxx-2002) nilai deviasi standar (S) ditetapkan sebagai berikut :
Perhitungan nilai deviasi standar berdasarkan pengalaman lapangan boleh
dilakukan jika :
Fasilitas produksi beton (pembuat beton) mempunyai catatan hasil uji, dengan
syarat :
1. Jenis bahan dasar beton serupa dengan yang akan dibuat.
2. Kuat tekan beton yang disyaratkan pada kisaran 7 Mpa dari kuat tekan
yang akan dibuat.
3. Jumlah contoh minimum 30 bh berurutan atau 2 kelompok sample yang
masing-masing berurutan dengan jumlah seluruhnya minimum 30 bh.
Nilai deviasi standar dihitung dengan rumus :

S   = deviasi standar (Mpa)


fc'  = Kuat tekan masing-masing sample beton (Mpa)
fcr = Kuat tekan rata-rata (Mpa)
N  = Banyaknya nilai kuat tekan beton

Standar deviasi yang kami gunakan dalam praktikum ini adalah sebesar 30
Kg/m³

SLUMP
Slump beton ialah besaran kekentalan (viscocity) / plastisitas dan kohesif
dari beton segar(SNI 03 – 1972 – 1990). Dalam praktikum ini, kami
merencanakan Slump sebesar 7,5 – 10 cm. Sedangkan hasil uji Slump yang
kami lakukan menghasilkan sebesar 8,1 cm.

Pola Retak
Pengamatan pola retak kubus dilakukan untuk mengetahui alur
terjadinya retak, panjang retak, sehingga mengetahui indikasi terjadinya
kegagalan pada bagian kubus. Menurut SNI 03-2847-2002 lebar retak ijin

53
dibatasi tidak boleh melebihi 0,4 mm untuk penampang di dalam ruangan
dan 0,3 mm untuk penampang yang dipengaruhi cuaca luar.

Kekuatan Tekan Rencana Beton dan W/C Ratio


Kuat tekan rencana beton yang kami hitung dalam praktikum ini
bertujuan agar hasil kuat tekan beton pada praktikum yang akan kami
lakukan dapan mencapai target
f ' c=K + (1,645 x SD )
¿ 225+ ( 1,645 x 30 ) =274,2 kg/m ³
Sedangkan W/C Ratio yang kami gunakan pada praktikum ini
berdasarkan Tabel II (lampiran)
280−210 0,62−0,73
=
280−274,2 0,62−WC
70 −0,11
=
58 0,62−WC
43,4 – 70 WC = 0,638
WC = 0,629
Setelah dilakukan analisa bahan, berikutnya kami melakukan
perencanaan terhadap campuran beton dengan kualitas K-225. Adapun hal-
hal yang harus kami lakukan adalah sebagai berikut:

PENETAPAN VARIABEL PERENCANAAN (25 Maret 2015)


1 Kategori jenis struktur Kubus
2 Rencana SLUMP berdasarkan Tabel III 7,5 — 10 cm
3 Kekuatan tekan rencana beton 274,2 kg/cm2
4 Modulus kehalusan pasir 2,72 cm
5 Ukuran maksimun agregat kasar (Tabel IV) 2,5 cm
6 Specific Grafity agregat halus SSD 2,624 kg/m3
7 Specific Grafity agregat kasar SSD 2,683 kg/m3
8 Berat Volume agregat kasar 1720,5 kg/m3
9 Specific Grafity semen 3,15 kg/m3
10 Specific Grafity air 1,00 kg/m3
PERHITUNGAN KOMPOSISI UNSUR BETON
11 Rencana air adukan/m3 beton (Tabel V) 193 kg/m3
12 Persentase udara yang terperangkap (Tabel V) 1,5 %

54
13 W/C Ratio berdasarkan Tabel II 0,629
14 W/C Ratio berdasarkan Grafik I 0,61
15 W/C perencanaan (yang terkecil dari (13) dan (14)) 0,61
16 Berat semen = (11) ÷ (15) 316,39 kg
3
17 Volume agregat kasar perlu /m beton (Tabel VI) 0.68 %
18 Berat agregat kasar = (17) x (8) 1169.94 kg
3
19 Volume semen /m beton = (16) ÷ (9) x 0,001 0,10044 m3
3
20 Volume air /m beton = (11) ÷ (10) x 0,001 0,193 m3
21 Volume agregat kasar = (18) ÷ (7) x 0,001 0,436 m3
22 Volume udara terperangkap /m3 beton = (12) 0,015 m3
23 Volume perlu agregat halus /m3 beton 0,256 m3
3
KOMPOSISI BERAT UNSUR ADUKAN / M BETON
24 Semen = (16) 316,39 kg
25 Air = (11) 193 kg
26 Agregat halus kondisi SSD = (23) x (6) x 1000 671.744 kg
27 Agregat kasar kondisi SSD = (18) 1164,940 kg
28 Faktor semen = (24) ÷ 40 → 1 zak = 50 kg 6,328 kg
KOREKSI UKURAN AIR & BERAT UNSUR UNTUK PERENCANAAN
LAPANGAN
29 Kadar air agregat kasar 0,00192
30 Absorbsi agregat kasar 0,0081
31 Kadar air agregat halus 0,0045
32 Absorbsi agregat halus 0,00989
33 Tambahan air adukan dari agregat kasar 7,244 kg
( 27 ) .( ( 30 )−( 29 ) )
{ (1−( 29 ) )}
34 Tambahan agregat kasar -7,244 kg
( 27 ) .( ( 29 )−( 30 ) )
{ (1−( 29 ) )}
35 Tambahan air adukan dari agregat halus 3,636 kg
( 26 ) .( ( 32 ) −( 31 ))
{ ( 1−( 31 )) }
36 Tambahan agregat halus -3,636 kg
( 26 ) .( ( 31 ) −( 32 ))
{ ( 1−( 31 )) }
KOMPOSISI UNSUR UNTUK / M 3 BETON DI LAPANGAN
37 Semen = (24) 316,393 kg
38 Air = (25) +(33) + (35) 203,88 kg
39 Agregat halus kondisi lapangan = (26) + (36) 668,108 kg
40 Agregat halus kondisi lapangan = (27) + (34) 1162,695 kg
KOMPOSISI UNSUR UNTUK KEPERLUAN BENDA UJI

55
41 Banyaknya benda uji 20 buah
42 Volume benda uji 0,003375 m3
43 Semen = (41) x (42) x (37) 21,357 kg
44 Air = (41) x (42) x (38) 13,762 kg
45 Agregat halus = (41) x (42) x (39) 45,097 kg
46 Agregat kasar = (41) x (42) x (40) 78,482 kg
KOMPOSISI UNSUR CAMP. KAPASITAS MESIN MOLEN 0,015 M 3
47 Semen = 0,015 x (37) 4,746 kg
48 Air = 0,015 x (38) 3,058 kg
49 Agregat halus = 0,015 x (39) 10,02 kg
50 Agregat kasar = 0,015 x (40) 17,44 kg

4.1. Pembuatan dan Pengujian Campuran Beton

Setelah didapatkan komposisi campuran yang tepat untuk beton dengan

kualitas K-255, langkah berikutnya adalah pembuatan campuran beton dan

pengujian slump beton. Adapun hal-hal yang harus kami lakukan adalah sebagai

berikut.

4.1.1 Pembuatan Benda Uji Beton

A. Alat

Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :

 Cetakan kubus 15 X 15 X 15 cm sebanyak 20 buah

 Sekop, talam, ember, dan sendok spesi

 Tongkat pemadat

 Timbangan

 Molen

56
B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah :

 Semen

 Agregat halus (pasir)

 Agregat kasar (batu)

 Air

C. Pelaksanaan

Langkah pertama yang kami lakukan yaitu mempersiapkan dan

menimbang semua bahan sesuai dengan komposisi yang telah kami hitung dalam

mix design. Setelah itu, kami mempersiapkan cetakan kubus dan mengolesinya

dengan oli secukupnya. Beberapa dari kami mengaduk semen+ pasir + air + batu.

Setelah campuran teraduk rata, kami ambil sebagian untuk dilakukan

pengujian slump dengan kerucut Abram’s. Sesudah diyakini campuran beton

tersebut tepat komposisinya, campuran beton dimasukkan kedalam cetakan kubus

dengan 3 lapisan yang sama besarnya dan setiap lapisan dipadatkan dengan

tongkat pemadatan sebanyak 25x tumbukan. Kemudian bagian-bagian sisinya

diketok-ketok dengan martil karet secara perlahan sehingga rongga bekas tusukan

tertutup.

4.1.2 Pengujian Slump Beton

57
A. Alat

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini ialah :

 Cetakan kerucut terpancung (kerucut Abram’s)

 Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, panjang 60 cm dari baja

 Plat dasar kedap air

 Sendok semen

B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah :

 Beton segar

C. Pelaksanaan

Langkah pertama yang kami lakukan dalam praktikum ini adalah

membasahi cetakan dengan air. Setelah itu, kami masukan adukan kedalam

kerucut Abram’s dalam tiga lapisan yang sama tebalnya dengan setiap lapisan

ditumbuk sebanyak 25x secara merata. Kemudian bidang paling atas dari kerucut

diratakan dan dibiarkan selama 30 detik. Sementara itu, adukan beton yang jatuh

disekitar kerucut kami bersihkan.

Setelah 30 detik cetakan kami angkat perlahan secara tegak lurus keatas.

Kemudian cetakan kami balik dan diletakkan dengan perlahan-lahan disamping

benda uji. Setelah itu, kami mengukur jarak turunnya permukaan adukan beton

atau mortar tersebut terhadap tinggi semula. Dengan demikian didapatkanlah hasil

kekentalan atau konsistensi adukan beton yang dilaksanakan.

58
4.2. Pengujian Kuat Tekan Beton

Langkah terakhir yang kami lakukan setelah beton kering ialah pengujian

kuat tekannya. Sebelum pengujian dilakukan kami melakukan perawatan terhadap

beton tersebut dengan cara merendamnya didalam air. Pengujian kuat tekan beton

dilakukan terhadap beton pada umur 4 hari, 7 hari, 14 hari, dan 28 hari.

59
A. Alat

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

 Timbangan

 Alat uji tekan (compression machine)

B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah beton muda yang telah

direndam dalam air dan minimal telah berumur 4 hari.

60
C. Pelaksanaan

Pertama, kami mengeluarkan benda uji dari bak perendam sebanyak 4 buah

dan mengeringkannya satu hari sebelum uji tekan dilaksanakan. Masing-masing

benda uji kami timbang dan catat hasil timbangannya. Setelah itu benda uji kami

masukan satu persatu kedalam alat uji tekan dan diberi tekanan sehingga jarum

pada alat uji tekan yang menunjukkan kuat tekan beton tersebut tidak dapat

bergerak naik lagi. Dengan demikian didapatlah besar kuat tekan tadi yang

ditunjukkan oleh jarum merah pada alat uji tekan.

BEBAN BEBAN KUAT TEKAN UMUR 28


UMUR
No MAKSIM MAKSIMU (f ''c - f'cr)² f'c
(HARI) KG/CM² Mpa Kg/Cm² Mpa
UM (KN) M (KG)
24727,961 176,051
1
380,000 38735,984 172,160 14,289 371,836 37,184
2 31555,481
335,000 34148,828 151,773 12,597 327,803 32,780
4
3 20638,107
410,000 41794,088 185,752 15,417 401,191 40,119
4 17512,124
435,000 44342,508 197,078 16,357 425,654 42,565
7 8802,929
5
520,000 53007,136 235,587 19,554 362,442 36,244
6 13566,786
470,000 47910,296 212,935 17,674 327,592 32,759
7 530,000 54026,504 240,118 19,930 369,412 36,941 7973,311

61
8 4748,042
575,000 58613,660 260,505 21,622 400,777 40,078
9 3315,425
600,000 61162,080 271,831 22,562 308,899 30,890
10 3857,684
590,000 60142,712 267,301 22,186 303,751 30,375
14
11 1383,272
645,000 65749,235 292,219 24,254 332,067 33,207
12 1740,800
635,000 64729,867 287,688 23,878 326,919 32,692
13 282,408
690,000 70336,391 312,606 25,946 329,059 32,906
14 7573,897
535,000 54536,188 242,383 20,118 255,140 25,514
21
15 3059,690
605,000 61671,764 274,097 22,750 288,523 28,852
16 282,408
690,000 70336,391 312,606 25,946 329,059 32,906
17 2139,379
625,000 63710,499 283,158 23,502 283,158 28,316
18 10585,318
500,000 50968,400 226,526 18,802 226,526 22,653
28
19 10,326
720,000 73394,495 326,198 27,074 326,198 32,620
20 1383,272
645,000 65749,235 292,219 24,254 292,219 29,222
JUMLAH 6588,22 658,82 165138,621

Rumus-rumus yang digunakan untuk menentukan:

Kuat Uji Tekan


Beban maksimum ¿ x 1000
9,81

Beban Maksimum
Kekuatan tekan ¿
Luas Penampang

Kuat Tekan
Korelasi 28 hari ¿
Korelasi

Konversi kg/cm2 menjadi Mpa(Benda Uji Kubus):

62
2
Kekuatan Beton Karakteristik ( kg/cm ) x 0,83
Kekua tan_ Beton( MPa )=
10

Kuat Tekan Rata-rata (f ’cr)= ∑f c}} over {N}}={ {658 ,2 } over {20}}=329,41 ital kg/ital cm rSup{size 8{2}}} {¿ ¿ = 32,941

Mpa

Standar Deviasi(S)
=√∑(f c - f' ital cr \) } size 10{2} over { \( N - 1 \) } } {¿ ¿ ¿
165138,621
=
√ (20−1 )

=93,228 Kg/cm2 = 9,322 Mpa

Kuat Tekan = 329,411 - (1,645*s) = 176,051 Kg/cm2 = 17,605 Mpa

0,463 korelasi untuk umur beton 4 hari

0,650 korelasi untuk umur beton 7 hari

0,880 korelasi untuk umur beton 14 hari

0,950 korelasi untuk umur beton 21 hari

1,00 korelasi untuk umur beton 28 hari

63
1.2

0.8
Faktor korelasi

0.6
Column2
0.4

0.2

0
4 7 14 21 28
Umur Beton

Analisa

Kami melakukan kesalahan dalam penentuan W/C ratio yang berdasarkan

pada Grafik I (Lampiran). W/C ratio yang seharusnya kami gunakan adalah

sebesar 0,64 sedangkan yang kami gunakan adalah sebesar 0,61.

Kesalahan juga terjadi pada penentuan Standar Deviasi air. Standar

Deviasi air yang seharusnya kami gunakan berkisar antara 50- 70 Kg/cm³,

sedangkan pada praktikum ini kami menggunakan Standar Deviasi sebesar 30

Kg/cm³.

Beton yang telah kami uji mengalami berbagai macam retakan. Ada retak

besar dan retak halus pada sisi-sisi beton yang telah diuji. Akan tetapi retak

tersebut tidak terjadi secara merata, hal ini disebabkan oleh tidak meratanya

adonan didalam cetakan.

64
D. Kesimpulan

Dari hasil kuat tekan beton yang telah kami lakukan, karakteristik beton

uji kami lebih rendah dari karakteristik rencana awal. Kami merencanakan untuk

membuat beton karakteristik K 225 dengan F’c sebesar 22,05 MPa, sedangkan

hasil uji beton kami hanya sebesar 17,605 MPa. Hal ini disebabkan oleh

penentuan standar deviasi air yang digunakan lebih rendah dari yang seharusnya

kami gunakan.  Standar deviasi air adalah simpangan baku (yang biasanya

dilambangkan dengan huruf (S) yaitu suatu ukuran yang menggambarkan tingkat

penyebaran data dari nilai rata-rata.

65
Grafik Hubungan

Kuat Tekan dan FAS

Benda Uji Berbentuk Kubus

(Ukuran 150 x 150 x 150 mm)

66
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada praktikum Teknologi Beton yang sudah kami laksanakan, dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Langkah-langkah sebelum membuat campuran beton meliputi :

 Analisa bahan-bahan campuran beton, terutama untuk agregat,

baik agregat kasar mapun agregat halus.

 Perhitungan komposisi rencana campuran beton sesuai dengan

kualitas/ mutu beton yang diinginkan. Pada praktikum ini, kami

menghitung komposisi campuran beton kualitas K-225.

2. Dalam pembuatan beton harus diperhatikan beberapa hal sebagai

berikut :

 Tingkat kekentalan campuran beton, yang ditunjukkan oleh nilai

slump campuran.

 Cara perawatan beton untuk setiap umurnya. Perawatan beton yang

baik akan mempengaruhi nilai kekuatan beton itu sendiri.

5.2 Saran

Beberapa saran kami untuk perbaikan dalam praktikum Teknologi

Beton ini adalah:

1. Analisa bahan-bahan penyusun campuran beton seperti agregat halus,

agregat kasar, harus dilaksanakan dengan seksama, cermat, dan teliti agar

67
didapat hasil analisis yang akurat sehinga beton yang akan dihasilkan

sesuai dengan keinginan dan mutu yang disyaratkan.

2. Perawatan beton merupakan salah satu pekerjaan yang penting, karena

perawatan beton yang baik akan mempengaruhi kekuatan beton itu

sendiri. Sehingga perawatan beton harus dilakuakan dengan sebaik

mungkin.

3. Sebelum pelaksanaan pembuatan campuran beton, sebaiknya praktikan

mengetahui terlebih dahulu garis besar cara pembuatannya, sehingga akan

mempermudah pelaksanaan praktikum.

68

Anda mungkin juga menyukai