Pressed
Pressed
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2018
POLTEKKES KEMENKES PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Jiwa pada Keluarga dengan Defisit Perawatan Diri di Wilayah
Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2018”. Penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Diploma III pada Program Studi D III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes
Padang. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah
sulit bagi penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Selama proses penyusunan ini, penulis tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Renidayati, S.Kp, M.Kep, Sp.Jiwa selaku pembimbing I dan Bapak H.
Sunardi, SKM., M.Kes selaku pembimbing II yang telah mengarahkan,
membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian
dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Burhan Muslim, S.KM, M.Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes RI
Padang
3. Ibu Dra. Hj Novita Latina, Apt selaku kepala bidang Dinas Kesehatan Kota
Padang
4. Bapak Drg Darius selaku pimpinan Puskesmas Nanggalo Kota Padang
5. Ibu Ns. Fitiri Diah NP, S. Kep selaku pemegang program kesehatan jiwa di
Puskesmas Nanggalo Kota Padang
6. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM. M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang
7. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Prodi D III Keperawatan
Padang Poltekkes Kemenkes Padang.
8. Bapak Tasman SKP M. Kep SP. Kom selaku pembimbing akademik di Poltekkes
Kemenkes Padang yang telah memberikan dukungan selama proses pembuatan
Karya Tulis Ilmiah.
9. Staf dosen Program Studi D III Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang
yang telah memberikan bekal ilmu untuk bekal penulis
10. Orangtua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
11. Teman-teman yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan.
Penulis
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
ABSTRAK
Defisit perawatan diri jika tidak dilakukan intervensi akan menyebabkan kurangnya
keinginan melakukan kegiatan sehari – hari, melakukan hubungan sosial dan
melakukan hal yang menyenangkan. Oleh karena itu penyebab terjadinya masalah
gangguan jiwa defisit perawatan diri salah satunya dapat akibat oleh psikososial.
angka gangguan jiwa skizofrenia di Puskesmas Nanggalo Kota Padan yang terdata
sebanyak 38 orang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan
pada keluarga pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo
Kota Padang.
Desain penelitian yaitu deskriptif berupa studi kasus. Penelitian dilakukan dari bulan
Oktober 2017 sampai Juni 2018. Pengambilan sampel penelitian menggunakan
metode purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan
screening terhadap populasi lalu mengambil 2 pasien yang sesuai dengan kriteria.
Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik dan
dokumentasi.
Hasil penelitian pada kedua partisipan didapatkan diagnosa pada partisipan 1 defisit
perawatan diri sebagai diagnosa utama, halusinasi sebagai penyebab dan harga diri
rendah sebagai akibat. Diagnosa pada partisipan 2 defisit perawatan diri sebagai
diagnosa utama, halusinasi sebagai penyebab dan prilaku kekerasan sebagai akibat.
Intervensi dan implementasi pada kedua partisipan dan keluarga dilakukan sesuai
dengan rencana. Evaluasi keperawatan yaitu pasien sudah dapat menjaga kebersihan
diri, mengontrol halusinasi, mengalami peningkatan harga diri pada partisipan 1 dan
bisa mengontrol rasa marah pada partisipan 2.
Melalui kepala Puskesmas Nanggalo Kota Padang diharapkan perawat pemegang
program kesehatan gangguan jiwa serta perawat lainnya dapat lebih meningkatkan
asuhan keperawatan jiwa pada pasien dan keluarga terutama defisit perawatan diri
pada pasien dan keluarga melalui pendekatan keperawatan jiwa secara komprehensif.
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
C. Tujuan . ........................................................................................................ 7
D. Mamfaat . .................................................................................................... 8
B. Pembahasan
1. Pengkajian Keperawatan .........................................................................56
2. Diagnosa Keperawatan ...........................................................................61
3. Intervensi Keperawatan ..........................................................................62
4. Implementasi Keperawatan .....................................................................64
5. Evaluasi Keperawatan .............................................................................67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................70
B. Saran ...............................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Riwayat pendidikan
No Pendidikan Tahun Ajaran
1. SDN 17 Situmbuk 2002 - 2008
2. MTsN Situmbuk 2008 - 2011
3. SMA 1 Sungai Tarab 2011 - 2014
4. Prodi keperawatan Padang, Jurusan Keperawatan, 2015 - 2018
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut WHO atau World Health Organization (2016) adalah
ketika orang tersebut sehat dan bahagia mampu menghadapi tantangan hidup dan
mampu menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain. UU Nomor 18 tahun 2014 menyatakan
kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan
mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa adalah
kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan
keselarasan dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Seorang
yang tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri dalam menghadapi sebuah
masalah bisa berakibat stress sehingga menyebabkan gangguan jiwa (Kusuma,
2010).
Gangguan jiwa adalah pola prilaku atau psikologis seseorang yang dapat
menyebabkan penderita yang signifikan seperti gangguan fungsi sehari – hari dan
penurunan kualitas hidup (Stuart, 2013). Salah satu gangguan jiwa berat adalah
skizofrenia. Skizofrenia adalah kepribadian yang terpecah antara pikiran perasaan
dan prilaku. Dalam artian apa yang dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan
perasaannya. Secara spesifik skizofrenia adalah orang yang mengalami gangguan
emosi, pikiran dan prilaku (Prabowo, 2014)
Peningkatan gangguan jiwa berat (skizofrenia) yang terjadi saat ini akan
menimbulkan masalah baru yang disebabkan ketidakmampuan dan gejala-gejala
yang ditimbulkan oleh penderita (Rikesdas, 2013 ). Gejala pada pasien skizofrenia
dibagi atas dua yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif adalah gejala
yang mencolok yang mudah dikenali dan mengganggu keluarga dan masyarakat.
Gejala positif diantaranya adalah waham, halusinasi, gangguan proses pikir
(bentuk, langkah dan isi pikiran), gangguan afek dan emosi serta gangguan
kemauan. Sedangkan gejala negatif adalah gejala yang tersamar dan tidak
mengganggu keluarga dan masyarakat. Gejala negatif penderita skizofrenia seperti
menarik diri dari pergaulan sosial, harga diri rendah dan defisit perawatan diri
(Prabowo, 2014 ).
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada bulan November tahun 2017,
didapatkan dari 5 orang pasien skizofrenia yang berkunjung ke Puskesmas
Nanggalo Padang terdapat 3 diantaranya mengalami defisit perawatan diri. Hal
ini ditandai dari badan pasien yang berbau, kotor, rambut acak - acakan, pakaian
kotor, kuku panjang dan kotor, mulut berbau, gigi kotor, berdaki, tidak memakai
sandal.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan asuhan
keperawatan jiwa keluarga dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah
kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan jiwa pada
keluarga dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
b. Mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan jiwa pada keluarga
dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
c. Mampu mendeskripsikan rencanaan tindakan keperawatan jiwa pada
keluarga dengan pasien defisit perawatan diri di Puskesmas Nanggalo
Padang.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan jiwa pada keluarga
dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
e. Mampu mendeskripsikan hasil tindakan keperawatan jiwa pada keluarga
dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
f. Mampu mendeskripsikan hasil dokumentasi asuhan keperawatan jiwa
pada keluarga dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Penulisan ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman
serta mengetahui masalah pada keluarga dengan pasien defisit perawatan
diri.
2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang menyebabkan seseorang mengalami defisit
perawatan diri diantaranya adalah :
(1) Faktor perkembangan yang disebabkan oleh keluarga terlalu
melindungi dan memanjakan pasien sehingga perkembangan
inisiatif pasien terganggu.
(2) Kemampuan realitas menurun, pasien gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
3) Faktor Sosial
Faktor yang datang dari lingkungan sekitar dapat berupa kurang
dukungan dan situasi lingkungan mempengaruhi kemampuan dalam
perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri adalah
penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
b. Data objektif
1) Badan bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi kotor, kuku panjang,
tidak menggunakan alat – alat mandi, tidak mandi dengan benar.
2) Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi, pakaian tidak
rapi, tidak mau berdandan, tidak mau memilih mengambil dan
memakai pakaian, tidak memakai sandal, sepatu, resleting dan tidak
memakai barang – barang yang perlu dalam berpakaian.
3) Makan dan minum sembarangan, berceceran, tidak menggunakan alat
mandi, tidak mampu menyiapkan makanan dan memindahkan
makanan ke alat makan, membawa makanan dari piring ke mulut,
tidak mengunyah, menelan makanan secara aman dan juga tidak
menyelesaikan makan.
4) Buang air besar dan buang air kecil tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri setelah buang air besar dan buang air kecil
b. Dampak psikososial
masalah sosial yang berhubungan dengan defisit perawatan diri adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi social
d) Mengajarkan pasien melakukan buang air besar dan buang air kecil
secara mandiri.
Perawat dapat melatih pasien buang air besar dan buang air kecil
mandiri sesuai tahapan berikut :
(1) Menjelaskan tempat buang air besar dan buang air kecil
(2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah buang air besar
dan buang air kecil
(3) Menjelaskan cara membersihkan tempat buang air besar dan
buang air kecil
2) Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh malas mandi, tidak mau menggosok gigi,
tidak mau memotong kuku, tidak mau berhias atau berdandan, tidak
bisa dan tidak mau menggunakan alat mandi atau alat kebersihan diri,
tidak mau menggunakan alat makan dan minum saat makan dan
minum, tidak mau membersihkan diri dan tempat buang air besar dan
buang air kecil setelah buang air besar dan buang air kecil atau tidak
mengetahui cara perawatan diri yang benar.
3) Faktor predisposisi
Menurut Irman (2016), hal – hal yang mempengaruhi terjadinya defisit
perawatan diri diantaranya meliputi :
a) Faktor biologis
Pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri ditemukan
adanya faktor penyakit fisik dan mental serta adanya faktor
herediter yang menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
b) Faktor biologis
Pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri dapat
ditemukan adanya masalah dalam faktor perkembangan yang
disebabkan oleh keluarga terlalu memanjakan pasien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu, kemampuan realitas menurun.
Pasien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri
c) Sosial
Pasien dengan defisit perawatan diri didapatkan kurang dukungan
dan situasi lingkungan yang mempengaruhi kemampuan dalam
perawatan diri.
4) Faktor presipitasi
Stressor presipitasi pada pasien dengan defisit perawatan diri
ditemukan adanya kerusakan kognitif atau persepsi, menurunnya
motivasi, cemas, lelah, lemah, yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
5) Agama
Data ini menjelaskan tentang agama yang dianut oleh masing-masing
keluarga, perbedaan kepercayaan yang dianut serta kepercayaan yang
dapat mempengaruhi kesehatan
6) Prilaku
Menurut Keliat (2013) prilaku yang dapat ditemukan pada pasien
dengan defisit perawatan diri biasanya pasien tampak malas mandi,
tidak mau menyisir rambut, tidak mau menggosok gigi, tidak mau
memotong kuku, tidak mau berhias dan berdandan, tidak mau
menggunakan alat mandi atau kebersihan diri, tidak mau menggunakan
alat makan dan minum saat makan dan minum, tidak mau
membersihkan diri dan tempat buang air besar dan buang air buang air
kecil, tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar
Prilaku lain yang dapat ditemukan ada pasien dengan defisit perawatan
diri antara lain pasien tampak tidak menggunakan alat mandi dengan
benar, memilih, mengambil dan memakai alat sembarangan, tidak
memakai sendal dan sepatu, makan dan minum berceceran dan
sembarangan, tidak menggunakan alat makan dan minum, tidak
mampu menyiapkan makanan, tidak mampu memindahkan makanan
ke alat makan, buang air besar dan buang air kecil tidak pada
tempatnya, tidak mampu menjaga kebersihan toilet, tidak mmpu
menyiram toilet (Keliat, 2013)
7) Mekanisme koping
Menurut Dermawan (2013), mekanisme koping pada pasien dengan
defisit perawatan diri adalah sebagai berikut :
(a) Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan prilaku kembali
seperti pada prilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan
masalah proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas.
(b) Penyangkalan
Melindungi diri terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan
dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan
dengan cara melarikan diri seperti menjadi sakit atau kesibukan
serta tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang
menakutkan (Yusuf, 2015).
8) Sumber koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dari
strategi seseorang individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber
koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang efektif.
9) Psikosial
(a) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi pasien terganggu
begitu juga dengan pengambilan keputusan dan pola asuh yang
terganggu.
(d) Spritual
Biasanya nilai dan keyankinan pasien dengan gangguan jiwa
dipandang tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah
: pasien biasanya melakukan kegiatan agama dirumah, saat sakit
ibadah pasien terganggu.
10) Mental
(a) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, kotor, tidak serasi atau
tidak cocok dan berubah dari biasanya
(b) Pembicaraan
Biasanya tidak teroganisir dan bentuk yang maladaptif seperti
kehilangan, tidak logis, dan berbelit-belit
(c) Aktivitas Motorik
Biasanya aktivitas motorik meningkat atau menurun, impulsif,
kataton dan beberapa gerakan yang abnormal.
(d) Alam Perasaan
Biasanya Beberapa suasana emosi yang memanjang akibat dari
faktor presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
(e) Afek : biasanya afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dengan
ambivalen
(f) Interaksi selama wawancara
Biasanya selama interaksi dapat dideteksi sikap pasien yang
tampak komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan
pembicaraan, menggaruk – garuk, gatal dan juga kacau
(g) Persepsi
Biasanya pada pasien defisit perawatan diri yang terjadi pada
pasien yaitu malas melakukan perawatan diri, tidak mau mandi,
mencuci rambut, tidak mau menggososk gigi, tidak bisa
memperhatikan penampilan ( berdandan dan berhias ), tidak
makan dan minum dengan benar, tidak buang air besar dan buang
air kecil ditempatnya.
(j) Memori
Biasanya terjadi gangguan daya ingat jangka panjang dan jangka
pendek, mudah lupa, klien kurang mmapua menjalankan peraturan
yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. pasien berulang kali
menanyakan waktu.
(k) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Biasanya Kemampuan kosentrasi menurun terhadap realitas
ekternal, seperti sukar menyelesaikan tugas, sukar berkosentrsi
pada kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian,
mengalami masalah dalam memberikan perhatian.
5) Data Lingkungan
a) Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah,
tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank
dengan sumber air, sumber air minum yang digunakan serta
dilengkapi dengan denah rumah.
d) Struktur peran
Mengetahui peran masing – masing anggota keluarga baik secara
formal maupun informal
b) Fungsi sosialisasi
Kaji mengenai interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh
mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta
prilaku.
d) Fungsi reproduksi
Fungsi Reproduksi perlu dikaji mengenai jumlah anak, rencana
mengenai jumlah anggota keluarga, dan upaya mengendalikan
jumah anggota keluarga.
e) Fungsi ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah
sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan,
dan papan, sejauh mana keluarga memanfaatkan sumberdaya
dimasyarakat untuk meningkatkan status kesehatannya
2. Pohon masalah
Pohon maslah pada masalah defisit perawatan diri dapat diuraikan sebagai
berikut (Fitria, 2009)
Berdasarkan data yang didapat dari pasien defisit perawatan diri ditetapkan
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien defisit perawatan
diri diantaranya :
a. Defisit perawatan diri
b. Harga diri rendah
c. Isolasi sosial
4. INTERVENSI
Menurut Direja (2011) penatalaksanaan defisit perawatan diri dapat dilakukan
dengan pendekatan strategi pelaksanaan diagnosa keperawatan jiwa baik itu
pada pasien maupun pada keluarga.
a. Defisit perawatan diri
1) Strategi pelaksaan pada pasien defisit perawatan diri
Strategi pelaksanaan pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah
sebagai berikut :
Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 1 :
a) Identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri, berdandan,
makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil.
b) Jelaskan pentingnya kebersihan diri
c) Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
d) Latihan cara menjaga kebersihan diri, mandi, ganti pakaian, sikat
gigi, cuci rambut, dan potong kuku
e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan mandi, sikat gigi ( 2
kali per hari), cuci rambut ( 2 kali per minggu ), potong kuku (
satu kali per minggu )
5. Implementasi
Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat
oleh perawat sesuai dengan diagnosa pasien tersebut. sedangkan standart
asuhan keperawatan terdiri dari tindakan keperawatan untuk pasien maupun
keluarga
6. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2013) adalah proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus
menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif
yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi
hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons pasien
dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan
penjelasan sebagai berikut:
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.
Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan
tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara
mandi dan apa saja alat yang digunakan ?”.
O : Respon objektif dari pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada saat
tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang
kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil
dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat
2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai subjek
penelitian melalui sampling. Penulis akan melakukan pemilihan pada
responden skizofrenia dengan melakukan screening defisit perawatan diri
terhadap 8 orang pasien skizofrenia yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo
Kota Padang. Screening dilakukan dengan menggunakan format screening
defisit perawatan diri dan format observasi defisit perawatan diri (format
terlampir)
Berdasarkan hasil screening dan dan hasil observasi didapatkan sampel pasien
defsit perawatan diri, pengambilan sampel selanjutnya dilakukan secara
purposive sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang mempunyai
suatu tujuan atau dilakukan dengan sengaja, cara penggunaan sampel ini
diantara populasi sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik
populasi yang telah dikenal sebelumnya (Mardalis, 2010).
Sampel penelitian ini adalah dua orang pasien gangguan jiwa skizofrenia
dengan defisit perawatan diri yang sesuai kriteria sampel yang berkunjung ke
Puskesmas Nanggalo kota Padang tahun 2018.
Berdasarkan hasil screening didapatkan 2 orang partisipan Skizofrenia dengan
defisit perawatan diri yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo Kota Padang
dimana masing – masing keluarga memiliki kemandirian tingkat pertama
dengan tipe keluarga inti. Kedua partisipan beralamat di kelurahan surau
gadang.
b. Data sekunder
Data penelitian yang diperoleh langsung dari data rekam medis di
Puskesmas Nanggalo Kota Padang berupa nama, jenis kelamin, alamat,
No telepon dan diagnosa medis.
d. Dokumentasi
Peneliti mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
Adapun langkah – langkah pengumpulan data yang digunakan oleh
penulis adalah :
1) Penulis meminta surat rekomendasi pengambilan data dan surat izin
penelitian dari institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes RI Padang
2) Penulis mendatangi Dinas Kesehatan Kota Padang dan menyerahkan
izin penelitian dari institusi ke ruangan kepala Dinas Kesehatan Kota
Padang
3) Penulis meminta data rekam medis pasien skizofrenia dalam 3 bulan
terakhir yang berada di seluruh Puskesmas Kota Padang
4) Meminta surat rekomendasi ke Puskesmas Nanggalo Kota Padang
5) Meminta izin kepada kepala Puskesmas Nanggalo Kota Padang
6) Pennulis meminta data ruangan pasien skizofrenia dalam 3 bulan
terakhir
7) Penulis memilih partisipan dengan menggunakan format screening
8) Mendatangi responden dan keluarga penanggung jawab, lalu
menjelaskan tujuan penelitian
9) Informed consent diberikan pada pasien diketahui oleh keluarga
penanggung jawab pasien
10) Pasien dan keluarga diberikan kesempatan untuk bertanya
11) Keluarga penanggung jawab pasien menandatangani informed
consent
12) Penulis meminta waktu kepada keluarga penanggung jawab dan
pasien untuk melakukan asuhan keperawatan.
F. Analisis Data
Analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua
temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori
keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri. Data yang
telah didapatkan berdasarkan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai
mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan dibandingkan dengan teori
asuhan keperawatan jiwa dengan defisit perawatan diri.
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus
Deskripsi kasus menjelaskan pelaksanaan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, analisa data, menegakkan diagnosa, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Kota Padang yang dilakukan mulai dari tanggal 13 Maret
2018 sampai tanggal 06 April 2018. Didapatkan 2 orang partisipan dengan
jumlah kunjungan sebanyak 14 kali kunjungan.
Hasil dari asuhan keperawatan kesehatan jiwa pada kedua partisipan sebagai
berikut :
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Partisipan
Hasil pengkajian identitas pada kedua partisipan yaitu partisipan 1
dengan inisial Ny. I berjenis kelamin perempuan, berusia 40 tahun,
status belum menikah, pendidikan terakhir SMA, tidak bekerja, agama
islam, alamat di Jl Solok V Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan
Nanggalo Kota Padang Sumatera Barat. Sumber informasi dari
partisipan dan keluarga.
Sedangkan partisipan 2 dengan inisial Tn. A berjenis kelamin laki – laki
berusia 24 tahun, status belum menikah, agama islam, pendidikan
terakhir kelas SD, tidak bekerja, beralamat di Jl Agam Raya Kelurahan
Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo Kota Padang Sumatera Barat.
c. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi pada kedua partisipan adalah partisipan 1 sudah
mengalami gangguan jiwa selama 17 tahun dan sudah menjalankan
perawatan di RS. HB. Saanin Padang selama 4 kali, tidak ada anggota
keluarga partisipan yang mengalami gangguan jiwa, tidak ada
mengalami aniaya fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga
dan tindakan kriminal. Sedangkan Faktor predisposisi pada partisipan 2
adalah partisipan sudah mengalami gangguan jiwa di masa lalu selama
12 tahun dan sudah dirawatdi RS. HB. Saanin Padang 4 kali perawatan,
tidak ada anggota yang mengalami gangguan jiwa, partisipan pernah
mengalami aniaya fisik sewaktu masih duduk di bangku kelas 6 Sdoleh
gurunya, tidak pernah mengalami aniaya seksual, penolakan, kekerasan
dalam rumah tangga, serta tidak pernah mengalami tindakan kriminal
d. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada partipan 1 didapatkan tanda-tanda vital
yaitu tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 x/menit, frekuensi
pernapasan 23 x/menit, suhu 36,60C, berat badan 60 kg, dan tinggi
badan 156 cm. Partisipan mengatakan tidak mengalami keluahan fisik.
e. Konsep diri
Pada identitas diri, Partisipan 1 merupakan seorang perempuan berumur
40 tahun, anak pertama dari tiga bersaudara. Saat ini partisipan memiliki
masih belum menikah dan mengetahui perannya sebagai anak yang
tinggal bersama kedua orang tuanya. Pada gambaran diri, partisipan
menyukai menyukai bentuk tubuh yang dimilikinya Kemudian untuk
peran, partisipan berperan sebagai seorang anak. Lalu pada ideal diri,
partisipan berharap bisa cepat sembuh dan bisa berkeluarga. Pada harga
diri, partisipan merasa tidak percaya diri, merasa tidak berharga, tidak
berguna bagi keluarga karna tidak bisa memberikan keturunan bagi
kedua orang tua karna statusnya yang belum menikah dan mengalami
ganguan jiwa.
Pada identitas diri partisipan 2 merupakan seorang laki –laki berumur
24 tahun, anak kedua dari tiga bersaudara serta tinggal bersama orang
tua dan saudaranya. untuk gambaran diri, partisipan mengatakan
menyukai seluruh anggota tubuhnya. Kemudian untuk peran, partisipan
tidak mengetahui tentang peran. Lalu pada ideal diri, partisipan berharap
bisa cepat sembuh. Dan pada harga diri, partisipan merasa tidak merasa
malu terhadap masyarakat karena penyakit gangguan jiwa yang
dialaminya.
f. Hubungan Sosial
Hasil pengkajian hubungan sosial pada kedua partisipan adalah
partisipan 1 mengatakan orang yang berarti baginya adalah ayah dan
ibunya, partisipan mengatakan tidak pernah ikut serta dalam kegiatan
kelompok di lingkungannya, tidak mempunyai hambatan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan hubungan sosial pada
partisipan 2 ibu yang menjadi orang yang berarti baginya, partisipan
mengatakan tidak pernah ikut dalam kegiatan kelompok karena tidak
mengerti tujuan diadakan kegiatan tersebut, partisipan tidak memilki
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
g. Spiritual
Hasil pengkajian spiritual pada partisipan 1 beragama islam, mengerti
dengan alquran dan bacaan shalat, namun partisipan tidak melaksanakan
shalat lengkap 5 waktu. Sedangkan hasil pengkajian spiritual pada
partisipan 2 beragama islam, tidak melaksanakan shalat 5 waktu karena
tidak mengerti dengan bacaan shalat, tidak bisa membaca alquran.
h. Status Mental
Hasil pengkajian status mental partisipan 1 yaitu penampilan tampak
tidak rapi dan memakai baju robek. Dari hasil observasi selama
pengkajian, partisipan berbicara lambat, gagap, tidak mampu memulai
pembicaraan. Pengkajian aktivitas motorik, partisipan tampak lesu dan
tidak bersemangat, dalam berjalan juga lambat dan tegang. Pengkajian
alam perasaan didapatkan partisipan mengatakan ia merasa sedih dan
khawatir dengan kondisi kesehatannya saat ini. Afek partisipan pada
saat interaksi sesuai dengan keadaan saat perawat bercerita, ekspresi
wajah saat sedih maupun senang sesuai dengan kondisi yan di ceritakan.
Pada saat interaksi dengan partisipan kontak mata kurang, tidak
kooperatif dalam menjawab pertanyaan. Partisipan mengalami
gangguan persepsi sensori pendengaran. partisipan mengatakan sering
mendengar suara yang mengganggunya di malam hari yang.
j. Terapi Medis
Terapi Medis yang diberikan kepada partisipan 1 yaitu
Thrihexyphenidyl 2 x 2 mg, clozapine 2 x 1 sehari dengan dosis pagi 25
mg dan malam 50 mg, chlorpromazine HCL 1 x 75 mg, risperidone 2 x
3 mg. Terapi medis yang diberikan pada partisipan 2 yaitu
Thrihexyphenidyl 2 x 2 mg, clozapine 2 x 1 sehari dengan dosis pagi 25
mg dan malam 50 mg, chlorpromazine HCL 1 x 75 mg dan risperidone
2 x 3 mg.
2. Diagnosa Keperawatan
Hasil pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan yang sama pada kedua
partisipan yaitu defisit perawatan diri dan halusinasi. Sedangkan diagnosa
keperawatan lainnya pada partisipan 1 yaitu harga diri rendah dan pada
partisipan 2 yaitu prilaku kekerasan.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dilakukan terhadap partisipan dan juga keluarga
partisipan. Intervensi dari diagnosa defisit perawatan diri yang diberikan
kepada kedua partisipan dengan melakukan strategi pelaksanaan defisit
perawatan diri pada partisipan yaitu tentang mengajarkan cara menjaga
kebersihan diri (mandi, mencuci rambut, menggosok gigi, dan memotong
kuku), berdandan dan berhias, makan dan minum yang baik, buang air besar
dan buang air kecil dengan benar.
Intervensi keperawatan diagnosa kedua halusinasi yang dilakukan kepada
kedua partisipan dan keluarga partisipan dengan melakukan strategi
pelaksanaan halusinasi tentang mengajarkan cara mengontrol halusinasi
melalui cara minum obat secara teratur, cara menghardik, bercakap – cakap
dan melakukan aktivitas.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada kedua partisipan dan
keluarga partisipan untuk diagnosa defisit perawatan diri yaitu
melaksanakan strategi pelaksanaan 1 yaitu membina hubungan saling
percaya, mengidentifikasi masalah perawatan diri, berdandan, makan dan
minum, buang air besar dan buang air kecil, menjelaskan pentingnya
kebersihan diri, menjelaskan alat dan cara kebersihan diri, melatih cara
menjaga kebersihan diri (mandi, ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut dan
memotong kuku). Strategi pelaksanaan 2 yaitu mengevaluasi dan
memvalidasi kegiatan kebersihan diri, melatih cara berdandan setelah
kebersihan diri (sisiran dan cukuran untuk pria ).
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi keperawatan setelah diberikan asuhan keperawatan jiwa yang
diberikan pada kedua partisipan dan keluarga selama 14 hari. Hasil evaluasi
pada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri pada partisipan 1 dan
keluarga yaitu partisipan sudah mengerti cara menjaga kebersihan diri,
berdandan dan berhias, makan dan minum dengan baik, serta buang air
besar dan buang air kecil dengan benar. Keluarga sudah mengerti cara
merawat partisipan dengan defisit perawatan diri, partisipan sudah mandi 2
kali sehari. Partisipan tampak berpenampilan rapi, sudah memakai baju
dengan benar, sudah menyisir rambut dan memakai bedak, sudah mencuci
tangan sebelum makan, sudah menyiram kamar mandi setelah buang air
besar.
Hasil evaluasi pada diagnosa halusinasi pada partisipan 2 dan keluarga yaitu
partisipan sudah mengerti cara mengontrol halusinasi melalui minum obat
secara teratur, menghardik, bercakap – cakap, dan melakukan aktifitas
sehari – hari. Partisipan mengatakan masih mendengar suara yang
mengganggunya, partisipan masih berbicara sendiri, partisipan sudah bisa
melakukan cara menghardik. Partisipan sudah bercakap – cakap dengan
orang sekitar, partisipan sudah melakukan aktivitas harian seperti menyapu.
Keluarga mengatakan mengerti cara merawat partisipan dengan halusinasi,
partisipan masih berbicara sendiri.
Hasil evaluasi pada diagnosa harga diri rendah pada partisipan 1 dan
keluarga dengan yaitu partisipan sudah merasa berguna dan tidak
merasakan putus asa lagi, dan partisipan merasa bahagia dikarenakan
partisipan sudah bisa menyapu, menyiram bunga, mencuci piring dan
meelipat pakaian secara mandiri, Kontak mata ada, masih tampak lesu, dan
masih banyak bermenung. Partisipan sudah memulai pembicaraan dengan
orang lain.
B. Pembahasan Kasus
Pembahasan pada kasus ini penulis akan membahas hubungan antara teori
dengan laporan kasus asuhan keperawatan jiwa defisit perawatan diri pada pasien
1 dan pasien 2 yang telah dilakukan sejak tanggal 13 Maret 2018 sampai 06 April
2018 di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang. Kegiatan yang
dilakukan meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, membuat
intervensi keperawatan, melakukan implementasi keperawatan, dan melakukan
evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Berdasarkan data hasil pengkajian didapatkan data pasien 1 Ny. I berjenis
kelamin perempuan berusia 40 tahun, status belum menikah, agama
islam, pendidikan terakhir SMA, tidak bekerja, sumber informasi dari
pasien dan keluarga, alamat Jl solok V Kelurahan Surau Gadang,
Kecamatan Nanggalo, Kota Padang, Sumatera Barat. Dan pasien 2 Tn. A
berjenis kelamin laki - laki berusia 24 tahun, status belum menikah,
agama islam, pendidikan terakhir SD, belum bekerja, sumber informasi
dari pasien dan keluarga, alamat Jl Agam Raya Kelurahan Surau Gadang,
Kecamatan Nanggalo, Kota Padang, Sumatera Barat
Hal ini sesuai dengan teori menurut Keliat (2013), pengkajian
keperawatan jiwa meliputi inisial, umur, informan dan alamat,.
Keluhan utama pada pasien 2 mengatakan malas mandi karena itu tidak
penting bagi dirinya, keluarga mengatakan pasien sudah 2 hari tidak mau
mandi dan tidak menggunakan sabun saat mandi, tidak mencuci rambut,
tidak menggosok gigi, sering memakan odol, sering membuka celana di
depan orang banyak dan tidak menggunakan pakaian dalam,
menggunakan pakaian yang robek serta pemakain baju dan celana yang
masih belum benar. Pasien sering makan dan minum pada piring atau
gelas yang bekas dipakai, sering minum air bekas mencuci piring atau air
sabun, sering buang air kecil tidak pada tempatnya, berbicara sendiri,
tertawa sendiri, mudah marah bahkan sampai memukul orang tuanya.
Dari hasil observasi pasien tidak bisa berdandan dan merawat diri, wajah
tampak kusam, badan bau, gigi kuning, kuku tangan dan kaki tampak
panjang dan kotor. Serta keluar rumah tidak memakai sandal.
Berdasarkan keluhan dan observasi pada pasien 1 dan 2, sesuai dengan
teori menurut Fitri (2012), defisit perawatan diri adalah suatu kondisi
pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam
melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri
seperti mandi, berpakaian atau berhias, makan dan minum serta buang air
besar dan buang air kecil. Gangguan tersebut diakibatkan penurunan
motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
c. Faktor Predisposisi
Penelitian yang dilakukan pada pasien 1 di dapatkan faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa yaitu pasien mengalami
stress karena pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan yaitu
pada saat lulus dari jenjang SMA pasien diputuskan oleh kekasihnya,
pasien sangat kecewa pada saat itu. Pasien sering bermenung dan
mendengar suara – suara.
Penelitian yang dilakukan pada pasien 2 di dapatkan data pasien pernah
mengalami masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu pasien pernah
menjadi korban aniaya fisik oleh gurunya ketika pasien sedang
menduduki bangku kelas 6 SD, hal ini sangat mengakibatkan pasien
stress dan trauma, pasien juga memiliki pegalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu saat ayah pasien meninggal dunia.
Konsep diri yang kelima adalah harga diri, Menurut teori Muhith (2015),
jika individu sering gagal, maka cenderung individu tersebut mengalami
harga diri rendah. Gangguan harga diri rendah dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri. Teori ini sesuai dengan yang ditemukan peneliti pada pasien 1.
Pada pasien 1 merasa tidak dihargai karena belum menikah, pasien malu
terhadap orang di lingkungannya dan juga keluarganya belum bisa
menikah karena penyakit yang dia alami saat ini. namun pada pasien 2
merasa tidak malu dengan kondisinya saat ini.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan jiwa yang ditemukan peneliti pada kedua
pasien yang mengalami defisit perawatan diri berbeda yaitu pada pasien 1
halusinasi sebagai penyebab dan harga diri rendah sebagai akibat. Sedangkan
pada pasien dua halusinasi sebagai peyebab dan prilaku kekerasan sebagai
akibat.
Hal yang penulis temui di lapangan berbeda dengan teori yang ada. Menurut
Teori Direja (2011), menyatakan bahwa pohon masalah pasien dengan defisit
perawatan diri yaitu isolasi sosial sebagai penyebab, defisit perawatan diri
sebagai diagnosa utama dan harga diri rendah sebagai akibat.
Diagnosa keperawatan ketiga pada pasien 1 yaitu harga diri rendah, dengan
data yang ditemukan artisipan merasa malu dengan orang sekitar dan keluarga
karena belum bisa menikah dan memberikan keturunan untuk keluarga, pasien
merasa tidak berguna bagi keluarga dan dirinya sendiri karena belum bisa
menikah diumunya saat ini. Pasien sering menunduk saat berinterksi, kontak
mata kurang, pasien sering bermenung dan pandangan kosong. Sedangkan
diagnosa ketiga pada pasien 2 adalah prilaku kekerasan, dimana data yang
ditemukan pasien mudah tersiggung jika ditanya tentag kebersihan diri, pasien
mudah marah dan memukul orang, berbicara dengan nada keras dan cepat.
Berdasarkan asumsi penulis, ada perbedaan antara teori dan kenyataan yang
ditemukan dilapangan pada pasien dengan diagnosa yang ditemukan pada
pasien defisit perawatan diri, dimana diagnosa yang di temukan penulis
dilapangan pada kedua partisipan halusinasi bisa mengakibatkan seseorang
mengalami defisit perawatan diri, dan akibat dari defisit perawatan diri
tersebut pada partisipan 1 harga diri rendah dan pada partisipan 2 prilaku
kekerasan.
3. Intervensi Keperawatan
Sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kedua pasien sama
yaitu diagnosa utama defisit perawatan diri, diagnosa kedua halusinasi sebagai
akibat dari defisit perawatan diri. Sedangkan diagnosa ketiga pada kedua
pasien berbeda yaitu pada pasien 1 harga diri rendah sebagai akibat dan pasien
2 prilaku kekersan sebagai akibat. Penulis membuat rencana keperawatan
sesuai dengan teori yang telah ada dengan membuat strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan terhadap pasien dan keluarga.
Diagnosa ketiga pada pasien 2 dalah prilaku kekerasan, rencana tindakan yang
dilakukan adalah melakukan strategi pelaksanaan prilaku kekerasan
membantu pasien cara mengontrol rasa marah melalui minum obat secara
teratur, latihan firik (latihan nafas dalam dan memukul bantal), latihan verbal
(berbicara dengan baik, meminta dan menolak), dan cara spiritual.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan kemampuan pasien dalam
memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah, hal ini dikemukakan oleh
badan PPSDM (2012). Penulis melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan
dilakukan selama 12 hari dari tanggal 16 Maret 2018 sampai 06 April 2018.
ketiga masalah masing-masing pasien dapat teratasi dan pasien bisa mandiri
dalam melakukan kegiatan.
Evaluasi yang penulis lakukan pada kedua pasien adalah meliputi hubungan
saling percaya antara perawat dengan pasien dan keluarga ditandai dengan
pasien bersedia duduk berhadapan dengan penulis dan mau berkenalan serta
berjabat tangan dengan penulis.
Evaluasi ada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri pada pasien 1 adalah
pasien sudah mengerti cara menjaga kebersihan diri, berdandan dan berhias,
makan dan minum dengan baik, serta buang air besar dan buang air kecil
dengan benar. Keluarga sudah mengerti cara merawat pasien dengan defisit
perawatan diri, pasien sudah mandi 2 kali sehari. Pasien tampak
berpenampilan rapi, sudah memakai baju dengan benar, sudah menyisir
rambut dan memakai bedak, sudah mencuci tangan sebelum makan, sudah
menyiram kamar mandi setelah buang air besar.
Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri pada pasien 2
dan keluarga yaitu pasien sudah mengerti cara menjaga kebersihan diri,
berdandan dan berhias, makan dan minum dengan baik, serta buang air besar
dan buang air kecil dengan benar. Keluarga sudah mengerti cara merawat
pasien dengan defisit perawatan diri, pasien sudah mandi 2 kali sehari. Pasien
tampak berpenampilan rapi, sudah memakai baju dengan benar, sudah makan
dan minum di tempat yang bersih, sudah buang air kecil dikamar mandi, suah
memakai sendal keluar rumah.
Hasil evaluasi pada diagnosa halusinasi pada pasien 1 dan keluarga yaitu
pasien sudah mengerti cara mengontrol halusinasi melalui minum obat secara
teratur, menghardik, bercakap cakap, dan melakukan aktifitas sehari – hari.
Pasien mengatakan masih mendengar suara yang mengganggunya, pasien
masih berbicara sendiri, pasien sudah bisa melakukan cara menghardik.
Pasien sudah bercakap – cakap dengan orang sekitar, pasien sudah melakukan
aktivitas harian seperti menyapu, meencuci piring. Keluarga mengatakan
mengerti cara merawat pasien dengan halusinasi, pasien masih sudah tidak
berbicaara sendiri lagi.
Hasil evaluasi pada diagnosa halusinasi pada pasien 2 dan keluarga yaitu
pasien sudah mengerti cara mengontrol halusinasi melalui minum obat secara
teratur, menghardik, brakap cakap, dan melakukan aktifitas sehari – hari.
Pasien mengatakan masih mendengar suara yang mengganggunya, pasien
masih berbicara sendiri, pasien sudah bisa melakukan cara menghardik.
Pasien sudah bercakap – cakap dengan orang sekitar, pasien sudah melakukan
aktivitas harian seperti menyapu. Keluarga mengatakan mengerti cara
merawat pasien dengan halusinasi, pasien masih berbicara sendiri.
Hasil evaluasi pada diagnosa harga diri rendah pada pasien 1 dan keluarga
dengan yaitu pasien sudah merasa berguna dan tidak merasakan putus asa lagi,
dan pasien merasa bahagia dikarenakan pasien sudah bisa menyapu,
menyiram bunga, mencuci piring dan meelipat pakaian secara mandiri,
Kontak mata pasien ada, masih tampak lesu, dan masih banyak bermenung.
Pasien sudah memulai pembicaraan dengan orang lain.
Hasil evaluasi pada diagnosa prilaku kekerasan pada pasien 2 dan keluarga
yaitu pasien sudah mengerti cara mngontrol rasa marah dengan cara minum
obat secaara teratur, latihan fisik ( tarik nafas dalam dan memukul bantal ),
latihan verbal, dan spiritual. Pasien masih mudah tersinggung, pasien sudah
bisa mngontrol rasa marah dengan memukul bantal,pasien tidak mengerti
dengan bacaan shalat.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan jiwa defisit perawatan diri di
wilayah kerja puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2018, penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai beikut :
1. Hasil pengkajian yang didapatkan dari pasien mengatakan tidak mau
melakukan perawatan diri karena malas. Dari hasil observasi didapatkan badan
berbau, gigi kuning, rambut kusam dan berketombe, kuku panjang dan kotor,
memakai pakaian robek.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Agar dapat menambah wawasan mahasiswa dan pengalaman mahasiswa
dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa dengan mengaplikasikan ilmu
dan teori yang diperoleh dijenjang perkuliahan khususnya pada pasien
dengan defisit perawatan diri .
2. Bagi Pemimpin Puskesmas
Melalui pimpinan puskesmas diharapkan dapat memberikan pelayanan pada
pasien dan keluarga secara optimal di Puskesmas Nanggalo Kota Padang dan
meningkatkan mutu pelayanan di rumah dalam melakukan asuhan
keperawatan dan memaksimalkan implementasi yang dilakukan.
3. Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan referensi Karya Tulis Ilmiah perpustakaan untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang keperawatan jiwa bagi mahasiswa
yang bersangkutan di Poltekkes Kemenkes RI Padang khususnya pada
pasien dengan defisit perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi, Ana, dkk. 2013. Manajemen keperawatan psikososial dan kader
kesehatan jiwa. Jakarta : EGC
Kemenkes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat.
Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013
.pdf diakses 25 Agustus 2017
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peran Keluarga Dukung
Kesehatan Jiwa Masyarakat. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat.
Diakses dalam:http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-
keluarga-dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html Diakses pada tanggal 26
Agustus 2017
Kusuma, Farida dan Hartono, Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba
Medika, Jakarta.
Mardalis. (2010). Metode penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi
Aksara.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Numed.
Purba. 2010. Asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah psikososial dan
gangguan jiwa. Medan : USU
Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakterisitik dan
Keunggulannya. Jakarta: Grasindo
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Mentri Kesehatan RI
Stuart, G.W. 2013. Prinsip dan Praktek Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Ed 1.
St Louis, Missouri : Mosby Elsevier.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alfabeta.