Anda di halaman 1dari 90

POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KELUARGA DENGAN


DEFISIT PERAWATAN DIRI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NANGGALO KOTA PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

MEGA PUSPITA SARI


153110215

JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2018
POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KELUARGA DENGAN


DEFISIT PERAWATAN DIRI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NANGGALO KOTA PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ahli Madya Keperawatan

MEGA PUSPITA SARI


153110215

JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Jiwa pada Keluarga dengan Defisit Perawatan Diri di Wilayah
Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2018”. Penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Diploma III pada Program Studi D III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes
Padang. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah
sulit bagi penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Selama proses penyusunan ini, penulis tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Renidayati, S.Kp, M.Kep, Sp.Jiwa selaku pembimbing I dan Bapak H.
Sunardi, SKM., M.Kes selaku pembimbing II yang telah mengarahkan,
membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian
dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Burhan Muslim, S.KM, M.Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes RI
Padang
3. Ibu Dra. Hj Novita Latina, Apt selaku kepala bidang Dinas Kesehatan Kota
Padang
4. Bapak Drg Darius selaku pimpinan Puskesmas Nanggalo Kota Padang
5. Ibu Ns. Fitiri Diah NP, S. Kep selaku pemegang program kesehatan jiwa di
Puskesmas Nanggalo Kota Padang
6. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM. M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Padang
7. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Prodi D III Keperawatan
Padang Poltekkes Kemenkes Padang.
8. Bapak Tasman SKP M. Kep SP. Kom selaku pembimbing akademik di Poltekkes
Kemenkes Padang yang telah memberikan dukungan selama proses pembuatan
Karya Tulis Ilmiah.
9. Staf dosen Program Studi D III Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang
yang telah memberikan bekal ilmu untuk bekal penulis
10. Orangtua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
11. Teman-teman yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan.

Padang, Juni 2018

Penulis
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2018


Mega Puspita Sari

Asuhan Keperawatan Jiwa pada Keluarga Dengan Defisit Perawatan Diri di


Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang
ix + 74 Halaman, 1 Gambar, 13 Lampiran

ABSTRAK

Defisit perawatan diri jika tidak dilakukan intervensi akan menyebabkan kurangnya
keinginan melakukan kegiatan sehari – hari, melakukan hubungan sosial dan
melakukan hal yang menyenangkan. Oleh karena itu penyebab terjadinya masalah
gangguan jiwa defisit perawatan diri salah satunya dapat akibat oleh psikososial.
angka gangguan jiwa skizofrenia di Puskesmas Nanggalo Kota Padan yang terdata
sebanyak 38 orang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan
pada keluarga pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo
Kota Padang.
Desain penelitian yaitu deskriptif berupa studi kasus. Penelitian dilakukan dari bulan
Oktober 2017 sampai Juni 2018. Pengambilan sampel penelitian menggunakan
metode purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan
screening terhadap populasi lalu mengambil 2 pasien yang sesuai dengan kriteria.
Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik dan
dokumentasi.
Hasil penelitian pada kedua partisipan didapatkan diagnosa pada partisipan 1 defisit
perawatan diri sebagai diagnosa utama, halusinasi sebagai penyebab dan harga diri
rendah sebagai akibat. Diagnosa pada partisipan 2 defisit perawatan diri sebagai
diagnosa utama, halusinasi sebagai penyebab dan prilaku kekerasan sebagai akibat.
Intervensi dan implementasi pada kedua partisipan dan keluarga dilakukan sesuai
dengan rencana. Evaluasi keperawatan yaitu pasien sudah dapat menjaga kebersihan
diri, mengontrol halusinasi, mengalami peningkatan harga diri pada partisipan 1 dan
bisa mengontrol rasa marah pada partisipan 2.
Melalui kepala Puskesmas Nanggalo Kota Padang diharapkan perawat pemegang
program kesehatan gangguan jiwa serta perawat lainnya dapat lebih meningkatkan
asuhan keperawatan jiwa pada pasien dan keluarga terutama defisit perawatan diri
pada pasien dan keluarga melalui pendekatan keperawatan jiwa secara komprehensif.

Kata Kunci : defisit perawatan diri , asuhan keperawatan jiwa


Daftar Pustaka : 29 (2007 – 2017)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
LEMBAR ORISINALITAS ............................................................................. v
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
C. Tujuan . ........................................................................................................ 7
D. Mamfaat . .................................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN


A. Defisit Peperawatan Diri
1. Defenisi Defisit Perawatan Diri .......................................................... 9
2. Jenis – Jenis Defisit Perawatan Diri ................................................... 9
3. Penyebab Defisit Perawatan Diri ........................................................ 10
4. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri ........................................... 12
5. Dampak Defisit Perawatan Diri .......................................................... 13
6. Penatalaksanaan Defisit Perawatan Diri ........................................... 13

B. Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan diri


1. Pengkajian .......................................................................................... 16
2. Pohon Masalah ................................................................................... 29
3. Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 29
4. Intervensi Keperawatan ....................................................................... 30
5. Implementasi Keperawatan ................................................................ 35
6. Evaluasi Keperawatan ........................................................................ 35

BAB III METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian ........................................................................................ 37
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 37
C. Populasi dan Sampel . .................................................................................. 37
D. Alat atau Instrument Pengumpulan Data . ................................................. 39
E. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ................................................ 40
F. Analisa ...................................................................................................... 42
BAB IV PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kasus
1. Pengkajian Keperawatan ........................................................................ 43
2. Diagnosa Keperawatan ...........................................................................48
3. Intervensi Keperawatan ..........................................................................50
4. Implementasi Keperawatan .....................................................................51
5. Evaluasi Keperawatan .............................................................................53

B. Pembahasan
1. Pengkajian Keperawatan .........................................................................56
2. Diagnosa Keperawatan ...........................................................................61
3. Intervensi Keperawatan ..........................................................................62
4. Implementasi Keperawatan .....................................................................64
5. Evaluasi Keperawatan .............................................................................67

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................70
B. Saran ...............................................................................................................71

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pohon masalah defisit perawatan diri ............................................ 29


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ganchart Penelitian


Lampiran 2. Format Screening Defisit Perawatan
Lampiran 3. Diri Format Observasi Defisit Perawatan Diri
Lampiran 4. Lembar Inform Consent
Lampiran 5. Format Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Partisipan 1
Lampiran 6. Format Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Partisipan 2
Lampiran 7. Format Konsultasi Proposal bimbingan 1
Lampiran 8. Format Konsultasi Proposal Bimbingan 2
Lampiran 9. Format Konsultasi KTI Bimbingan 1
Lampiran 10. Format Konsultasi KTI Bimbingan 2
Lampiran 11. Surat izin pengambilan data
Lampiran 12. Surat izin penelitian
Lampiran 13. Surat izin selesai penelitian
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mega Puspita Sari


NIM : 153110215
Tempat / tanggal lahir : Sumanik, 18 Oktober 1995
Agama : Islam
Status perkawinan : belum kawin
Nama orang tua
Ayah : Kasman
Ibu : Nilawati
Alamat : Jorong III ninik Nagari Situmbuk, Kecamatan
Salimpaung Kab. Tanah Datar

Riwayat pendidikan
No Pendidikan Tahun Ajaran
1. SDN 17 Situmbuk 2002 - 2008
2. MTsN Situmbuk 2008 - 2011
3. SMA 1 Sungai Tarab 2011 - 2014
4. Prodi keperawatan Padang, Jurusan Keperawatan, 2015 - 2018
Poltekkes Kemenkes Padang
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut WHO atau World Health Organization (2016) adalah
ketika orang tersebut sehat dan bahagia mampu menghadapi tantangan hidup dan
mampu menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain. UU Nomor 18 tahun 2014 menyatakan
kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan
mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa adalah
kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan
keselarasan dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Seorang
yang tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri dalam menghadapi sebuah
masalah bisa berakibat stress sehingga menyebabkan gangguan jiwa (Kusuma,
2010).

Gangguan jiwa adalah pola prilaku atau psikologis seseorang yang dapat
menyebabkan penderita yang signifikan seperti gangguan fungsi sehari – hari dan
penurunan kualitas hidup (Stuart, 2013). Salah satu gangguan jiwa berat adalah
skizofrenia. Skizofrenia adalah kepribadian yang terpecah antara pikiran perasaan
dan prilaku. Dalam artian apa yang dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan
perasaannya. Secara spesifik skizofrenia adalah orang yang mengalami gangguan
emosi, pikiran dan prilaku (Prabowo, 2014)

Di Indonesia dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan


keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus skizofrenia terus bertambah yang
berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia
untuk jangka panjang. Penderita gangguan jiwa di Indonesia sekitar 60 juta orang
terkena bipolar, 47,5 juta terkena dimensia, 35 juta orang terkena depresi serta 21
juta orang terkena skizofrenia atau dengan prevalensi 1,7 permil perduduk
Indonesia. Prevalensi skizofrenia di Indonesia tertinggi di Jogjakarta dan Aceh
dengan prevalensi 2,7 permil dan terendah di Kalimantan Barat dengan prevalensi
skizofrenia mencapai 0,7 permil sedangkan Sumatera Barat menduduki peringkat
ke 9 dari 34 provinsi dengan prevalensi 1.9 permil penduduk Sumatera Barat. Di
Sumatera Barat jumlah pasien skizofrenia berdasarkan kunjungan ke Rumah Sakit
yaitu ada 977.433 orang kunjungan rawat jalan dan 120.055 orang kunjungan
rawat inap (Kemenkes, 2016).

Peningkatan gangguan jiwa berat (skizofrenia) yang terjadi saat ini akan
menimbulkan masalah baru yang disebabkan ketidakmampuan dan gejala-gejala
yang ditimbulkan oleh penderita (Rikesdas, 2013 ). Gejala pada pasien skizofrenia
dibagi atas dua yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif adalah gejala
yang mencolok yang mudah dikenali dan mengganggu keluarga dan masyarakat.
Gejala positif diantaranya adalah waham, halusinasi, gangguan proses pikir
(bentuk, langkah dan isi pikiran), gangguan afek dan emosi serta gangguan
kemauan. Sedangkan gejala negatif adalah gejala yang tersamar dan tidak
mengganggu keluarga dan masyarakat. Gejala negatif penderita skizofrenia seperti
menarik diri dari pergaulan sosial, harga diri rendah dan defisit perawatan diri
(Prabowo, 2014 ).

Defisit perawatan diri menurut Townsend (2009) adalah hambatan kemampuan


untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri (mandi, berpakaian,
makan dan eliminasi). Menurut Fitria (2012), defisit perawatan diri adalah suatu
kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam
melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi,
berpakaian atau berhias, makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil
(toiletting).
Defisit perawatan diri yang dialami pasien dapat juga berakibat lanjut pada
masalah psikososial karena akan berakibat pada gangguan integritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga atau gangguan
fisik pada kuku menyebabkan pasien tersebut akan dijauhi atau dikucilkan oleh
masyarakat, hal ini akan berdampak munculnya harga diri rendah dan isolasi
sosial pada pasien. Pasien akan mengurangi kontak dengan orang lain dan
lingkungannya, sedangkan bagi orang lain dan lingkungan dapat mengganggu
kenyaman dan ketertiban masyarakat (Dermawan, Rusdi, 2013 ). Penanganan
terhadap pasien gangguan defisit perawatan diri harus segera dilakukan untuk
mencegah gangguan lain yang akan terjadi pada pasien defisit perawatan diri
(Irman, 2016).

Penanganan tersebut membutuhkan peran perawat yang optimal untuk melakukan


pendekatan dan memecahkan masalah yang dihadapi pasien dan keluarga.
Keluarga merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri dari beberapa individu
yang memiliki hubungan erat satu sama lain, saling tergantung yang di organisir
dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Kesanggupan
keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan terhadap anggotanya dapat dilihat
dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakannya diantaranya mengenal
masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat,
memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan suasana
rumah yang sehat dan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
(Padila, 2012).

Dengan demikian keterlibatan keluarga dalam asuhan keperawatan pada pasien


defisit perawatan diri sangat menentukan keberhasilan peran perawat dalam
pencapaian tujuan asuhan keperawatan pada pasien tersebut. Peran perawat dalam
menangani pasien dengan defisit perawatan diri salah satunya melakukan asuhan
keperawatan berupa penerapan strategi pelaksanaan defisit perawatan diri baik
pada pasien maupun pada keluarga (Irman, 2016).
Strategi pelaksanaan pada pasien defisit perawatan diri mencakup melatih pasien
cara perawatan kebersihan diri, melatih pasien berdandan atau berhias, melatih
pasien makan dan minum secara mandiri dan mengajarkan pasien melakukan
buang air besar dan buang air kecil secara mandiri. Strategi pelaksanaan pada
keluarga berupa melatih cara merawat dan membimbing pasien kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil (Irman, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yuza (2015) di Puskesmas Belimbing


Kota Padang, angka skizofrenia sebanyak 114 orang pasien di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Kota Padang. Penelitian tersebut mengatakan bahwa hasil
observasi yang didapatkan pada pasien defisit perawatan diri yang berkunjung,
badan pasien berbau, rambut acak – acakan dan berdaki. Hasil wawacara pasien
mengatakan malas mandi. Hasil wawancara dengan keluarga, keluarga
mengatakan pasien dirumah sering buang air besar dan buang air kecil tidak pada
tempatnya, ada juga keluarga yang mengatakan pasien malas mandi dan tidak
mau keluar kamar. Keluarga juga tidak tahu bagaimana cara merawat pasien
defisit perawatan diri.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang (2017), terdapat 22


Puskesmas di Kota Padang pada tahun 2016 dengan angka gangguan jiwa
sebanyak 9.355 orang yang melakukan kunjungan jiwa yaitu terdiri dari 5.574
orang berjenis kelamin laki – laki dan 3.781 orang berjenis kelamin perempuan.
Pasien skizofrenia yang melakukan kunjungan 60 % dari jumlah kunjungan
gangguan jiwa atau dengan jumlah 5.641 orang pasien skizofrenia.

Terdapat 22 Puskesmas di Kota Padang, dengan angka tertinggi penderita


skizofrenia di tahun 2016 adalah di Puskesmas Lubuak Buayo sebanyak 756
orang, di Puskesmas Air Dingin sebanyak 711 orang, di Puskesmas Andalas
sebanyak 467 orang, di Puskesmas Seberang Padang sebanyak 506 orang, di
Puskesmas Nanggalo sebanyak 471 orang. Puskesmas Nanggalo merupakan salah
satu dari 22 Puskesmas yang ada di kota Padang dengan angka gangguan jiwa
skizofrenia yang cukup tinggi. Puskesmas Nanggalo menduduki peringkat ke- 5
dari 22 Puskesmas di Kota Padang pada tahun 2016 dengan angka gangguan jiwa
skizofrenia sebanyak 471 orang, dengan jumlah kunjungan 446 orang pasien
skizofrenia lama dan 25 orang jumlah kunjungan pasien skizofrenia yang baru.

Berdasarkan pendokumentasian data yang didapatkan dari Rekam medis


Puskesmas Nanggalo (2017), Puskesmas Nanggalo terdiri dari tiga wilayah kerja
yaitu Kelurahan Surau Gadang, Kelurahan Kurao Pagang dan Kelurahan Gurun
Laweh. Jumlah seluruh pasien yang berkunjung tercatat dari bulan Januari 2017
sampai Desember 2017 sebanyak 106 orang kunjungan ke poli jiwa Puskesmas
Nanggalo Kota Padang, yang terdiri dari kunjungan pasien epilepsi, ansietas,
gangguan jiwa skizofrenia dan gangguan lainnya. Sedangkan angka skizofrenia di
Puskesmas Nanggalo tersebut sebanyak 77 orang, dengan jumlah pasien laki –
laki sebanyak 49 orang dan 28 orang jumlah pasien skizofrenia berjenis kelamin
perempuan. Jumlah pasien terbanyak berada di Kelurahan Surau Gadang yaitu
sebanyak 51 orang, selanjutnya dari Kelurahan Kurao Pagang sebanyak 25 orang,
dan yang berada di Kelurahan Gurun Laweh sebanyak 1 orang pasien skizofrenia.

Studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh penulis di Puskesmas Nanggalo


pada bulan November tahun 2017. Berdasarkan pendokumentasian data rekam
medis Puskesmas Nanggalo Kota Padang (2017) pasien jiwa skizofrenia yang
berkunjung selama 3 bulan terakhir yaitu bulan Oktober 2017 sampai bulan
Desember 2017 sebanyak 38 orang skizofrenia.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada bulan November tahun 2017,
didapatkan dari 5 orang pasien skizofrenia yang berkunjung ke Puskesmas
Nanggalo Padang terdapat 3 diantaranya mengalami defisit perawatan diri. Hal
ini ditandai dari badan pasien yang berbau, kotor, rambut acak - acakan, pakaian
kotor, kuku panjang dan kotor, mulut berbau, gigi kotor, berdaki, tidak memakai
sandal.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada pasien dan keluarga


didapatkan pasien mengatakan tidak mau mandi karena malas, sedangkan
keluarga mengatakan pasien malas mandi, ketika makan berceceran dan juga
jarang kontak dengan anggota keluarga lainnya serta keluarga juga mengatakan
tidak tahu bagaimana cara menyuruh pasien membersihkan diri, keluarga
mengatakan tidak tahu bagaimana cara merawat pasien dengan defisit perawatan
diri.

Adapun wawancara yang dilakukan pada pemegang program kesehatan jiwa di


Poli Jiwa Puskesmas Nanggalo Kota Padang yang bernama Ns. Fitria Diah NP, S.
Kep, pasien dan keluarga berkunjung hanya untuk mengambil obat, bahkan ada
juga yang berkunjung ke puskesmas hanya keluarga saja, tindakan keperawatan
yang telah diberikan kepada pasien yang berkunjung ke Puskesmas adalah dengan
tindakan medis kepada setiap pasien gangguan jiwa yang berkunjung ke
Puskesmas Nanggalo pemberian atau penambahan obat dan kurang optimal
pemberian tindakan keperawatan terhadap keluarga pasien terkait cara perawatan
pasien dengan defisit perawatan diri karena terkait keterbatasan tenaga kerja.
perawat juga telah melakukan kunjungan rumah pada keluarga tapi kurang
optimal dan kurang rutin dengan alasan ada keluarga yang tidak sedang di rumah,
ada juga keluarga yang tidak mau menerima kehadiran perawat atau tenaga
pelayanan kesehatan yang lainnya.

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan diatas, maka penulis telah


melakukan penelitian tentang asuhan keperawatan jiwa pada keluarga dengan
pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang
tahun 2018 “
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat oleh penulis adalah “Bagaimana asuhan
keperawatan jiwa pada keluarga dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah
kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2018 ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan asuhan
keperawatan jiwa keluarga dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah
kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan jiwa pada
keluarga dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
b. Mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan jiwa pada keluarga
dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
c. Mampu mendeskripsikan rencanaan tindakan keperawatan jiwa pada
keluarga dengan pasien defisit perawatan diri di Puskesmas Nanggalo
Padang.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan jiwa pada keluarga
dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
e. Mampu mendeskripsikan hasil tindakan keperawatan jiwa pada keluarga
dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
f. Mampu mendeskripsikan hasil dokumentasi asuhan keperawatan jiwa
pada keluarga dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Penulisan ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman
serta mengetahui masalah pada keluarga dengan pasien defisit perawatan
diri.

2. Bagi Lokasi Penelitian


Penulisan ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan masukan bagi
petugas kesehatan dalam meningkatkan asuhan keperawatan jiwa pada
keluarga dengan pasien defisit perawatan diri di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.

3. Bagi Institusi Pendidikan


Penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai perbandingan atau acuan
untuk penulis lainnya dalam pengembangan praktik keperawatan jiwa dan
pemecahan masalah keperawatan jiwa pada keluarga dengan pasien defisit
perawatan diri.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Defisit Perawatan Diri


1. Defenisi Defisit Perawatan Diri
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya untuk mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, pasien dinyatakan terganggu
perawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri. Defisit perawatan
diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
diantaranya mandi, berpakaian dan berhias, makan dan minum serta buang air
besar dan buang air kecil. Merawat diri adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Dermawan, 2013). Menurut Fitria (2012)
defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan
diri secara mandiri seperti mandi, berpakaian atau berhias, makan dan minum
serta buang air besar dan buang air kecil.

2. Jenis – Jenis Defisit Perawatan Diri


Jenis – jenis defisit perawatan diri menurut Dermawan (2013) terdiri dari :
a. Defisit perawatan diri mandi atau kebersihan
Defisit perawatan diri mandi adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi, menggosok gigi dan aktifitas perawatan diri
untuk diri sendiri
b. Defisit perawatan diri berpakaian dan berdandan
Defisit perawatan diri berpakaian dan berhias adalah gangguan kemampuan
seseoarang dalam memakai pakaian dan aktivitas berdandan atau berhias
untuk diri sendiri
c. Defisit perawatan diri makan dan minum
Defisit perawatan diri makan adalah gangguan kemampuan pasien untuk
menyelesaikan aktivitas makan dan minum sendiri.
d. Defisit perawatan diri toileting
Defisit perawatan diri toileting adalah gangguan kemampuan seseorang
untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas buang air besar dan buang air
kecil secara mandiri

3. Penyebab Defisit Perawatan Diri


Menurut Irman (2016) penyebab defisit perawatan diri sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor Biologis
Faktor biologis yang bisa menyebabkan defisit perawatan diri
diantaranya :
a) Faktor herediter
Faktor keturunan seperti adanya anggota keluarga lain yang
mengalami gangguan jiwa
b) Penyakit fisik berupa struktur otak abnormal, atropik otak,
pembesaran ventikal, perubahan besar serta bentuk sel kortikal dan
limbik dan mental berupa yang menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan perawatan diri serta gangguan fungsi otak.
Menurut Keliat (2013) jenis – jenis gangguan fungsi otak
diantaranya :
(1) Gangguan kognitif
Gangguan kognitif pada pasien defisit perawatan diri ditandai
dengan gejala diantaranya tidak mampu berfikir dan memiliki
persepsi yang tidak realistik, tidak mampu berespon baik
terhadap aktivitas perawatan diri
(2) Gangguan afek
Gangguan efek yang terjadi pada pasien defisit perawatan diri
ditandai dengan gejala diantaranya perasaan yang tidak sesuai,
tidak peduli terhadap diri sendiri maupun aktivitas perawatan
diri
(3) Gangguan prilaku
Gejala gangguan prilaku pada pasien defisit perawatan diri
diantaranya rasa takut berinteraksi dengan orang lain, tidak
bersosialisasi dengan orang lain, tidak peduli dengan diri
sendiri dan lingkungan, tidak peduli terhadap aktivitas
perawatan diri

2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang menyebabkan seseorang mengalami defisit
perawatan diri diantaranya adalah :
(1) Faktor perkembangan yang disebabkan oleh keluarga terlalu
melindungi dan memanjakan pasien sehingga perkembangan
inisiatif pasien terganggu.
(2) Kemampuan realitas menurun, pasien gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

3) Faktor Sosial
Faktor yang datang dari lingkungan sekitar dapat berupa kurang
dukungan dan situasi lingkungan mempengaruhi kemampuan dalam
perawatan diri.

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri adalah
penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.

4. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri


Tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Irman (2016) dapat dinilai
dari pernyataan pasien tentang kebersihan diri, berdandan dan berpakaian,
makan dan minum, Bbuang air besar dan buang air kecil dan didukung
dengan data hasil observasi diantaranya sebagai berikut :
a. Data subjektif
Pasien defisit perawatan diri mengatakan tentang :
1) Malas mandi
2) Tidak mau menyisir rambut
3) Tidak mau menggosok gigi
4) Tidak mau memotong kuku
5) Tidak mau berhias atau berdandan
6) Tidak bisa atau tidak mau menggunakan alat mandi atau alat
kebersihan diri
7) Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum
8) Buang air besar dan buang air kecil tidak pada tempatnya
9) Tidak membersihkan diri dan tempat setelah Buang air besar dan
buang air kecil
10) Tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar

b. Data objektif
1) Badan bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi kotor, kuku panjang,
tidak menggunakan alat – alat mandi, tidak mandi dengan benar.
2) Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi, pakaian tidak
rapi, tidak mau berdandan, tidak mau memilih mengambil dan
memakai pakaian, tidak memakai sandal, sepatu, resleting dan tidak
memakai barang – barang yang perlu dalam berpakaian.
3) Makan dan minum sembarangan, berceceran, tidak menggunakan alat
mandi, tidak mampu menyiapkan makanan dan memindahkan
makanan ke alat makan, membawa makanan dari piring ke mulut,
tidak mengunyah, menelan makanan secara aman dan juga tidak
menyelesaikan makan.
4) Buang air besar dan buang air kecil tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri setelah buang air besar dan buang air kecil

5. Dampak Defisit Perawatan Diri


Menurut Dermawan (2013) dampak yang sering timbul pada masalah defisit
perawatan diri sebagai berikut :
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita pasien karena tidak
terpeliharanya kebersihan pasien dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososial
masalah sosial yang berhubungan dengan defisit perawatan diri adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi social

6. Penatalaksanaan Keperawatan Defisit Perawatan Diri


Menurut Purba (2010) perencanaan tindakan keperawatan untuk pasien defisit
perawatan diri juga ditujukan untuk keluarga sehingga keluarga mampu
mengarahkan pasien dalam melakukan perawatan diri Tindakan keperawatan
defisit perawat diri sebagai berikut :
a. Tindakan keparawatan untuk pasien defisit perawatan diri
1) Tujuan dari tindakan keperawatan defisit perawatan diri
a) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b) Pasien mampu melakukan berhias dan berdandan secara baik
c) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d) Pasien mampu melakukan buang air besar dan buang air kecil
secara mandiri

2) Tindakan keperawatan pasien defisit perawatan diri


Menurut Purba (2010), tindakan keperawatan pada pasien defisit
perawatan diri diantaranya :
a) Melatih pasien cara – cara perawatan kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri perawat harus
dapat melakukan tahapan tindakan yang meliputi :
(1) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri
(2) Menjelaskan alat - alat untuk menjaga kebersihan diri
(3) Menjelaskan cara melakukan kebersihan diri
(4) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

b) Melatih pasien berhias atau berdandan


Perawat dapat melatih pasien berdandan, pasien laki – laki harus di
bedakan dengan wanita. Untuk pasien laki – laki meliputi :
berpakaian, menyisir rambut dan bercukur. Sedangkan untuk
pasien perempuan meliputi : berpakaian, menyisir rambut dan
berhias

c) Melatih pasien makan dan minum secara mandiri


Untuk melatih pasien perawat dapat melakukan tahapan sebagai
berikut :
(1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan dan minum
(2) Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib dan baik
(3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan dan minum
setelah makan dan minum
(4) Praktek makan dan minum sesuai dengan tahapan makan dan
minum yang baik

d) Mengajarkan pasien melakukan buang air besar dan buang air kecil
secara mandiri.
Perawat dapat melatih pasien buang air besar dan buang air kecil
mandiri sesuai tahapan berikut :
(1) Menjelaskan tempat buang air besar dan buang air kecil
(2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah buang air besar
dan buang air kecil
(3) Menjelaskan cara membersihkan tempat buang air besar dan
buang air kecil

b. Tindakan keperawatan pada keluarga pasien defisit perawatan diri


1) Pentingnya tindakan keperawatan keluarga
Keluarga merupakan orang yang sangat dekat dengan pasien dan tahu
dengan kondisi pasien sehingga dukungan keluarga dalam
penatalaksanaan pasien sangat dibutuhkan. Menurut Fitria (2009)
keluarga dapat meneruskan dan melatih pasien dan mendukung agar
kemampuan pasien dalam perawatan diri meningkat namun dalam
memberikan asuhan keperawatan perlu di perhatikan tingkat
kemandirian keluarga, dimana setiap keluarga memiliki tingkat
kemandirian yang berbeda – beda.

2) Tujuan tindakan keperawatan pada keluarga dengan pasien defisit


perawatan diri yaitu keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah defisit perawatan diri

3) Tindakan keperawatan pada keluarga dengan pasien defisit perawatan


diri perawat harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga
dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan
pasien dalam perawatan diri meningkat. maka perawat harus
melakukan intervensi diantaranya :
a) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien
b) Anjurkan keluarga untuk terlibat merawat diri pasien dan
membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai
jadwal yang telah disepakati)
c) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan
pasien dalam merawat diri

B. Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri


Menurut Keliat (2013), asuhan keperawatan jiwa dengan defisit perawatan diri
terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan pada pasien
dan keluarga, evaluasi kemampuan pasien dan keluarga serta melakukan
dokumentasi keperawatan.
1. Pengkajian keperawatan
a. Pengkajian keperawatan pada pasien
Menurut Stuart (2013), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar
utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas
pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi
faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber
koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.

Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kepada


pasien dan keluarga. Menurut Keliat (2013), pengkajian keperawatan
pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah sebagai berikut :
1) Identitas klien
Perawat yang merawat pasien melakukan perkenalan dengan pasien
tentang : nama perawat, nama pasien, panggilan perawat, panggilan
pasien, tujuan, waktu dan tempat pertemuan, topik yang akan
dibicarakan.

2) Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh malas mandi, tidak mau menggosok gigi,
tidak mau memotong kuku, tidak mau berhias atau berdandan, tidak
bisa dan tidak mau menggunakan alat mandi atau alat kebersihan diri,
tidak mau menggunakan alat makan dan minum saat makan dan
minum, tidak mau membersihkan diri dan tempat buang air besar dan
buang air kecil setelah buang air besar dan buang air kecil atau tidak
mengetahui cara perawatan diri yang benar.

3) Faktor predisposisi
Menurut Irman (2016), hal – hal yang mempengaruhi terjadinya defisit
perawatan diri diantaranya meliputi :
a) Faktor biologis
Pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri ditemukan
adanya faktor penyakit fisik dan mental serta adanya faktor
herediter yang menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
perawatan diri.

b) Faktor biologis
Pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri dapat
ditemukan adanya masalah dalam faktor perkembangan yang
disebabkan oleh keluarga terlalu memanjakan pasien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu, kemampuan realitas menurun.
Pasien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri

c) Sosial
Pasien dengan defisit perawatan diri didapatkan kurang dukungan
dan situasi lingkungan yang mempengaruhi kemampuan dalam
perawatan diri.

4) Faktor presipitasi
Stressor presipitasi pada pasien dengan defisit perawatan diri
ditemukan adanya kerusakan kognitif atau persepsi, menurunnya
motivasi, cemas, lelah, lemah, yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

5) Agama
Data ini menjelaskan tentang agama yang dianut oleh masing-masing
keluarga, perbedaan kepercayaan yang dianut serta kepercayaan yang
dapat mempengaruhi kesehatan

6) Prilaku
Menurut Keliat (2013) prilaku yang dapat ditemukan pada pasien
dengan defisit perawatan diri biasanya pasien tampak malas mandi,
tidak mau menyisir rambut, tidak mau menggosok gigi, tidak mau
memotong kuku, tidak mau berhias dan berdandan, tidak mau
menggunakan alat mandi atau kebersihan diri, tidak mau menggunakan
alat makan dan minum saat makan dan minum, tidak mau
membersihkan diri dan tempat buang air besar dan buang air buang air
kecil, tidak mengetahui cara perawatan diri yang benar
Prilaku lain yang dapat ditemukan ada pasien dengan defisit perawatan
diri antara lain pasien tampak tidak menggunakan alat mandi dengan
benar, memilih, mengambil dan memakai alat sembarangan, tidak
memakai sendal dan sepatu, makan dan minum berceceran dan
sembarangan, tidak menggunakan alat makan dan minum, tidak
mampu menyiapkan makanan, tidak mampu memindahkan makanan
ke alat makan, buang air besar dan buang air kecil tidak pada
tempatnya, tidak mampu menjaga kebersihan toilet, tidak mmpu
menyiram toilet (Keliat, 2013)

7) Mekanisme koping
Menurut Dermawan (2013), mekanisme koping pada pasien dengan
defisit perawatan diri adalah sebagai berikut :
(a) Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan prilaku kembali
seperti pada prilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan
masalah proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas.

(b) Penyangkalan
Melindungi diri terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan
dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan
dengan cara melarikan diri seperti menjadi sakit atau kesibukan
serta tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang
menakutkan (Yusuf, 2015).

(c) Menarik diri


Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari
sumber stressor. Reaksi psikologis individu menunjukkan prilaku
apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut
dan bermusuhan

(d) Intelektualisasi diri


Suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi dalam
suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan atau diubah
misalnya rasa sedih karena kematian orang terdekat maka
mengatakan sudah nasibnya (Yusuf, 2015).

8) Sumber koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dari
strategi seseorang individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber
koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang efektif.

9) Psikosial
(a) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi pasien terganggu
begitu juga dengan pengambilan keputusan dan pola asuh yang
terganggu.

(b) Konsep Diri


Biasanya gambaran dari pasien mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian yang dia sukai dan ada bagian yang tidak dia
sukai. Identits pasien sebelum sakit : pasien biasanya mampu
menilai identitasnya, pasien menyadari peran dirinya sebelum
sakit, saat dirawat peran pasien terganggu, ideal diri tidak menilai
diri, pasien memiliki harga diri rendah yang akan berakibat pasien
tidak peduli akan perawatan diri sehingga terjadi defisit perawatan
diri

(c) Hubungan Sosial


Biasanya pasien kurang bergaul dan bersosialisasi dilingkungan
keluarga maupun masyarakat.

(d) Spritual
Biasanya nilai dan keyankinan pasien dengan gangguan jiwa
dipandang tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah
: pasien biasanya melakukan kegiatan agama dirumah, saat sakit
ibadah pasien terganggu.

10) Mental
(a) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, kotor, tidak serasi atau
tidak cocok dan berubah dari biasanya
(b) Pembicaraan
Biasanya tidak teroganisir dan bentuk yang maladaptif seperti
kehilangan, tidak logis, dan berbelit-belit
(c) Aktivitas Motorik
Biasanya aktivitas motorik meningkat atau menurun, impulsif,
kataton dan beberapa gerakan yang abnormal.
(d) Alam Perasaan
Biasanya Beberapa suasana emosi yang memanjang akibat dari
faktor presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
(e) Afek : biasanya afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dengan
ambivalen
(f) Interaksi selama wawancara
Biasanya selama interaksi dapat dideteksi sikap pasien yang
tampak komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan
pembicaraan, menggaruk – garuk, gatal dan juga kacau

(g) Persepsi
Biasanya pada pasien defisit perawatan diri yang terjadi pada
pasien yaitu malas melakukan perawatan diri, tidak mau mandi,
mencuci rambut, tidak mau menggososk gigi, tidak bisa
memperhatikan penampilan ( berdandan dan berhias ), tidak
makan dan minum dengan benar, tidak buang air besar dan buang
air kecil ditempatnya.

(h) Proses pikir


Biasanya pasien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan pasien ini sering membuat lingkungan takut dan
merasa aneh terhadap pasien

(i) Tingkat kesadaran


Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang,
tempat dan waktu.

(j) Memori
Biasanya terjadi gangguan daya ingat jangka panjang dan jangka
pendek, mudah lupa, klien kurang mmapua menjalankan peraturan
yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. pasien berulang kali
menanyakan waktu.
(k) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Biasanya Kemampuan kosentrasi menurun terhadap realitas
ekternal, seperti sukar menyelesaikan tugas, sukar berkosentrsi
pada kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian,
mengalami masalah dalam memberikan perhatian.

(l) Kemampuan menilai


Biasanya pasien mengalami kemampuan meilai yang kurang,
pasien tidak bisa membedakan keadaan yang bersih dan kotr,
pasien juga tidak bisa menilai mana yang baik untuk dirinya.

(m) Daya titik diri


Biasanya pasien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan. Menilai dan mengevaliuasi diri sendiri, penilaian
terhadap lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk
memutuskan, melaksnakan keputusan yang telah disepakatai.
pasien yang sama sekali tidak dapat mengambil keputusan, situsi
ini sering mempegaruhi motivasi dan insiatif pasien

11) Kebutuhan sehari – hari pasien


(a) Makan
Biasanya pada pasien defisit perawatan diri tidak mnegtahui cara
makan yang benar, pasien tidak bisa membandingkan makan an
yang bersih dan kotor, pasien juga tidak bisa mengetahui cara
makan yang benar.
(b) Buang air besar dan buang air kecil
Biasanya pasien tidak buang air besar dan buang air kecil di
tempatnya (toilet), pasien juga tidak membersihkan diri setelah
buang air besar dan buang air kecil
(c) Mandi : biasanya pasien malas mandi, mencuci rambut, pasien
juga malas menggosok gigi,
(d) Berpakaian : biasanya pakaian pasien kotor, bau, robek – robek,
tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti, pasien juga tidak
mengetahui cara memakainya dengan benar.
(e) Tidur : biasanya lama waktu tidur siang dan malam : biasanya
istirahat pasien terganggu bila terjadinya komlikasi seperti
penyakit kulit yang diakibatkan dari defisit perawatan diri
(f) Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan pasien selanjutnya, peran keluarga dan
sistem pendukung sangat menentukan.

(g) Aktivitas dalam rumah


Biasanya pasien tidak mampu melakukan aktivitas didalam rumah
seperti menyapu

12) Aspek Medis


(a) Diagnosa Medis : Skizofrenia
(b) Terapi yang diberikan
Obat yang diperika pada pasien dengan defisit perawatan diri
biasanya diberikang antipsikotik seperti haloperidol (HLP),
chlorpromazine (CPZ), Triflnu perazin(TFZ), dan anti parkinson
trohenski phenidol (THP), triplofrazine arkine.

b. Pengkajian keperawatan pada keluarga


1) Identitas lengkap penanggung jawab pasien
Meliputi nama KK, umur, Jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, nomor telepon, dan komposisi atau susunan anggota keluarga.
Komposisi keluarga mejelaskan anggota keluarga yang diidentifikasi
sebagai bagian dari keluarga mereka
2) Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala mengenai jenis
tipe keluarga atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga
tradisional dan non tradisional

3) Riwayat keluarga dan Tahap Perkembangan


a) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Dari beberapa tahap perkembangan keluarga, identifikasi tahap
perkembangan keluarga saat ini. Tahap perkembangan keluarga
ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.

b) Tahap Perkembangan keluarga yang belum tercapai


Identifikasi tahap perkembangan keluarga yang sudah terpenuhi
dan yang belum terpenuhi. Pengkajian ini juga menjelaskan
kendala – kendala yang membuat tugas perkembangan keluarga
tersebut belum terpenuhi.

c) Riwayat keluarga inti


Pengkajian dilakukan mengenai riwayat kesehatan keluarga inti,
meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing –
masing anggota keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita
oleh keluarga, terutama gangguan jiwa.

d) Riwayat keluarga sebelumnya


Pengkajian mengenai riwayat kesehatan orang tua dari suami dan
istri, serta penyakit keturunan dari nenek dan kakek mereka. Berisi
tentang penyakit yang pernah diderita oleh keluarga pasien, baik
berhubungan dengan panyakit yang diderita oleh pasien, maupun
penyakit keturunan dan menular lainnya
4) Status Sosial dan Ekonomi
Data ini menjelaskan pendapatan baik dari kepala keluarga maupun
anggota keluarga lainnya. Selain itu status ekonomi sosial keluarga
ditentukan pula oleh kebutuhan – kebutuhan yang dikeluarkan oleh
keluarga serta barang – barang yang dimiliki oleh keluarga.

5) Data Lingkungan
a) Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah,
tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank
dengan sumber air, sumber air minum yang digunakan serta
dilengkapi dengan denah rumah.

b) Karakteristik tetangga dan komunitas RW


Identifikasi mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau
kesepakatan penduduk setempat serta budaya setempat yang
memengaruhi kesehatan.

c) Mobilitas geografis keluarga


Mobilitas geografis keluarga dapat diketahui melalui kebiasaan
keluarga berpindah tempat.

d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat


Identifikasi mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh
mana interaksi keluarga dengan masyarakat.
6) Struktur Keluarga
a) Sistem pendukung keluarga
Hal yang perlu dalam identifikasi sistem pendukung keluarga
adalah jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas – fasilitas
yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan mencakup
fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari anggota
keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat
setempat.

b) Pola komunikasi keluarga


Identifikasi cara berkomunikasi antar anggota keluarga, respon
anggota keluarga dalam komunikasi, peran anggota keluarga,
pola komunikasi yang digunakan, dan kemungkinan terjadinya
komunikasi disfungsional.

c) Struktur kekuatan keluarga


Mengenai kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mengubah prilaku.

d) Struktur peran
Mengetahui peran masing – masing anggota keluarga baik secara
formal maupun informal

e) Nilai dan norma keluarga


Mengetahui nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang
berkaitan dengan kesehatannya.
4) Fungsi Keluarga
a) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,
perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan
keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, bagaiman
kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana
keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

b) Fungsi sosialisasi
Kaji mengenai interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh
mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta
prilaku.

c) Fungsi perawatan kesehatan


Mengetahui sejauh mana keluarga menyediakan makanan,
pakaian, perlingdungan, serta perawatan anggota keluarga yang
sakit. Kesanggupan anggota keluarga dalam melaksanakan
perawatan kesehatan dilihat dari kemampuan keluarga dalam
melaksanakan lima tugas kesehatan keluarga, yaitu mengenal
masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit,
menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan,
dan mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di
lingkungan tempat tinggal.

d) Fungsi reproduksi
Fungsi Reproduksi perlu dikaji mengenai jumlah anak, rencana
mengenai jumlah anggota keluarga, dan upaya mengendalikan
jumah anggota keluarga.
e) Fungsi ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah
sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan,
dan papan, sejauh mana keluarga memanfaatkan sumberdaya
dimasyarakat untuk meningkatkan status kesehatannya

2. Pohon masalah
Pohon maslah pada masalah defisit perawatan diri dapat diuraikan sebagai
berikut (Fitria, 2009)

Resiko tinggi isolasi sosial Effect atau akibat

Defisit perawatan diri Core Problem

Harga diri rendah Causa atau Etiologi

Gambar 1.1 Pohon masalah defisit perawatn diri (Fitria, 2009)

3. Diagnosa keperawatan pasien perawatan diri


Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola
respons pasien baik aktual maupun potensial (Direja, 2011). Rumusan
diagnosa adalah problem atau masalah berhubungan dengan etiologi dan
keduanya saling berhubungan sebab akibat secara ilmiah. Diagnosis ini juga
bisa permasalahan, penyebab dan simtom atau gejala sebagai data penunjang.
Jika diagnosis tersebut sudah diberikan tindakan keperawatan, tetapi
permasalahan belum teratasi, maka perlu dirumuskan diagnosis baru sampai
tindakan keperawatan tersebut dapat diberikan hingga masalah tuntas
(Kusuma, 2010).
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala defisit
perawatan diri yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan
gejala defisit perawatan diri, maka diagnosa keperawatan yang ditegakkan
adalah defisit perawatan diri : kebersihan diri, berdandan, makan dan minum,
buang air besar dan buang air kecil.

Berdasarkan data yang didapat dari pasien defisit perawatan diri ditetapkan
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien defisit perawatan
diri diantaranya :
a. Defisit perawatan diri
b. Harga diri rendah
c. Isolasi sosial

4. INTERVENSI
Menurut Direja (2011) penatalaksanaan defisit perawatan diri dapat dilakukan
dengan pendekatan strategi pelaksanaan diagnosa keperawatan jiwa baik itu
pada pasien maupun pada keluarga.
a. Defisit perawatan diri
1) Strategi pelaksaan pada pasien defisit perawatan diri
Strategi pelaksanaan pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah
sebagai berikut :
Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 1 :
a) Identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri, berdandan,
makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil.
b) Jelaskan pentingnya kebersihan diri
c) Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
d) Latihan cara menjaga kebersihan diri, mandi, ganti pakaian, sikat
gigi, cuci rambut, dan potong kuku
e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan mandi, sikat gigi ( 2
kali per hari), cuci rambut ( 2 kali per minggu ), potong kuku (
satu kali per minggu )

Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 2 :


a) Evaluasi kegiatan kebersihan diri, beri pujian
b) Jelaskan cara dan alat untuk berdandan
c) Latihan cara berdandan setelah kebersihan diri, sisiran, rias muka
untuk perempuan, cukuran untuk pria
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan
berdandan

Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 3 :


a) Evaluasi kegiatan kebesihan diri berdandan dan beri pujian
b) Jelaskan cara dan alat untuk makan dan minum
c) Latihan cara makan dan minum yang baik
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri, berdandan
makan dan minum

Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 4 :


a) Evaluasi kegiatan kebesihan diri, berdandan makan dan minum
dan beri pujian
b) Jelaskan cara dan alat buang air besar dan buang air kecil yang
baik
c) Latihan cara buang air besar dan buang air kecil yang baik
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri, berdandan,
makan dan minum serta buang air besar dan buang air kecil
2) Strategi pelaksanaan pada keluarga pasien defisit perawatan diri
Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 1 :
a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b) Jelaskan pengertian tanda dan gejala serta proses terjadinya defisit
perawatan diri
c) Jelaskan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri
d) Latihan cara merawat kebersihan diri
e) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 2 :


a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
kebersihan diri dan beri pujian
b) Bimbing keluarga membantu pasien berdandan
c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 3 :


a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
kebesihan diri berdandan dan beri pujian
b) Bimbing keluarga untuk membantu makan dan minum pasien
c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri, berdandan,
makan dan minum

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 4 :


a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
kebesihan diri berdandan, makan dan minum dan beri pujian
b) Bimbing keluarga merawat buang air besar dan buang air kecil
pasien
c) Jelaskan follow up Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan
rujukan
b. Harga diri rendah
1) Strategi pelaksanaan pada pasien harga diri rendah
Strategi pelaksanaan pada pasien pertemuan 1 :
a) Mengidentifikasi pandangan atau penilaian pasien tentang diri
sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain,
harapan telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk
mencapai harapan yang belum terpenuhi
b) Mengidentifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek
positif pasien ( buat daftar kegiatan )
c) Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
d) Membantu pasien dapat memilih dan menetapkan kegiatan
berdasarkan daftar kegiatan yang dapat dilakukan
e) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan yaitu
kegiatan pertama ( alat dan cara melakukan )
f) Bantu pasien memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
perhari
g) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap selesai latihan

Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 2 :


a) Evaluasi kegiatan pertama dan beri pujian
b) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
c) Latih kegiatan kedua ( alat dan cara )
d) Berikan dukungan dan pujian untuk meningkatkan harga diri
pasien
e) Masukkan pada jadwal kegiatan perhari untuk latihan

Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 3 :


a) Evaluasi kegiatan pertama dan kedua serta berikan dukungan serta
tingkatan harga diri pasien
b) Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih
c) Latih kegiatan ketiga ( alat dan cara )
d) Berikan pujian dan dukungan serta tingkatkan harga diri pasien
e) Masukkan pada jadwal kegiatan harian pasien

Strategi pelaksanaan pasien pertemuan 4 :


a) Evaluasi kegiatan pertama kedua dan ketiga serta berikan
dukungan serta tingkatan harga diri pasien
b) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
c) Latih kegiatan keempat ( alat dan cara )
d) Berikan pujian dan dukungan serta tingkatkan harga diri pasien
e) Masukkan pada jadwal kegiatan harian pasien

2) Strategi pelaksaan pada keluarga harga diri rendah


Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 1 :
a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b) Jelaskan pengertian tanda dan gejala serta proses terjadinya harga
diri rendah
c) Jelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
d) Latihan cara merawat harga diri rendah latihan kegiatan pertama
e) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian,
dukungan untuk meningkatkan harga diri pasien

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 2 :


a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
kegiatan pertama
b) Bimbing keluarga membantu pasien latihan kedua
c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
serta tingkatkan harga diri pasien
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan
Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 3 :
a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
kegiatan pertama dan kedua
b) Bimbing keluarga untuk membantu pasien latihan ketiga
c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan

Strategi pelaksanaan keluarga pertemuan 4 :


a) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat dan melatih pasien
kegiatan pertama, kedua dan ketiga
b) Bimbing keluarga utuk membantu pasien latihan kegiatan keempat
c) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan
e) Jelaskan follow up Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan
rujukan

5. Implementasi
Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat
oleh perawat sesuai dengan diagnosa pasien tersebut. sedangkan standart
asuhan keperawatan terdiri dari tindakan keperawatan untuk pasien maupun
keluarga

6. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2013) adalah proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus
menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif
yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi
hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons pasien
dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan
penjelasan sebagai berikut:
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.
Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan
tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara
mandi dan apa saja alat yang digunakan ?”.
O : Respon objektif dari pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada saat
tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang
kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil
dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat

Tanda bahwa asuhan keperawatan yang diberikan perawat kepada pasien


defisit perawatan diri berhasil :
a. Pasien dapat menyebutkan penyebab tidak merawat diri, mamfaat menjaga
perawatan diri, tanda – tanda bersih dan rapi, gangguan yang dialami jika
perawatan diri tidak diperhatikan

b. Pasien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri seperti


melakukan kebersihan diri, berhias dan dandan, makan dan minum, buang
air besar dan buang air kecil

c. Keluarga memberikan dukungan dalam melakukan perawatan diri


a) Keluarga mampu mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat
pasien defisit perawatan diri
b) Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien
c) Keluarga ikut serta dalam mendampingi, merawat dan membimbing
pasien dalam perawatan diri
d) Follow up ke puskesmas, mengenal tanda kekambuhan dan rujukan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif yaitu
suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat
gambaran tentang suatu keadaan objektif dengan pendekatan studi kasus (Setiadi,
2007). Hasil yang diharapkan penulis adalah mengetahui asuhan keperawatan
jiwa pada keluaga dengan pasien defisit perawatan diri di Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2018.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang
di Surau Gadang. Waktu penelitian dimulai dari bulan Oktober 2017 sampai
dengan Juni 2018. Waktu dilaksanakan asuhan keperawatan pada kedua
partisipan 14 kali kunjungan yaitu dari tanggal 13 Maret 2018 sampai 06 April
2018.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek yang diteliti atau subjek yang diteliti
(Notoadmodjo, 2012). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien
gangguan jiwa skizofrenia yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo Kota
Padang tahun 2018 yang tercatat pada periode 3 bulan terakhir yaitu dari
bulan Januari sampai Maret di Puskesmas Nanggalo sebanyak 8 orang pasien
skizofrenia.

2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai subjek
penelitian melalui sampling. Penulis akan melakukan pemilihan pada
responden skizofrenia dengan melakukan screening defisit perawatan diri
terhadap 8 orang pasien skizofrenia yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo
Kota Padang. Screening dilakukan dengan menggunakan format screening
defisit perawatan diri dan format observasi defisit perawatan diri (format
terlampir)

Berdasarkan hasil screening dan dan hasil observasi didapatkan sampel pasien
defsit perawatan diri, pengambilan sampel selanjutnya dilakukan secara
purposive sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang mempunyai
suatu tujuan atau dilakukan dengan sengaja, cara penggunaan sampel ini
diantara populasi sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik
populasi yang telah dikenal sebelumnya (Mardalis, 2010).

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu:


a. Kriteria Inklusi
d. Pasien bersedia menjadi responden
e. Pasien yang bersedia diberikan asuhan keperawatan
f. Pasien gangguan jiwa yang sudah kooperatif dan sudah bisa
berkomunikasi verbal yang cukup baik.
g. Keluarga pasien bersedia pasien menjadi responden dan mau
berpartisipasi dalam penelitian
b. Kriteria ekslusi
pasien dengan disertai penyakit lain yang menghambat proses penelitian
seperti pasien tuli, buta, bisu dan lain – lain.

Sampel penelitian ini adalah dua orang pasien gangguan jiwa skizofrenia
dengan defisit perawatan diri yang sesuai kriteria sampel yang berkunjung ke
Puskesmas Nanggalo kota Padang tahun 2018.
Berdasarkan hasil screening didapatkan 2 orang partisipan Skizofrenia dengan
defisit perawatan diri yang berkunjung ke Puskesmas Nanggalo Kota Padang
dimana masing – masing keluarga memiliki kemandirian tingkat pertama
dengan tipe keluarga inti. Kedua partisipan beralamat di kelurahan surau
gadang.

D. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format screening defisit
perawatan diri yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan metode menjawab ya dan
tidak. Jika pasien menjawab pertanyaan tidak satu saja maka pasien tersebut
mengalami defisit perawatan diri.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan
observasi dan studi dokumentasi.
1. Format observasi defisit perawatan diri yang terdiri dari petunjuk penilaian,
tanda – tanda defisit perawatan diri dilihat dari kebersihan diri, berdandan,
makan atau minum serta buang air besar dan buang air kecil.
2. Format pengkajian keperawatan yang terdiri dari identitas pasien, keluhan
utama, faktor predisposisi, fisik, psikologis, status mental dan kebutuhan
sehari – hari.
3. Format analisa data yang terdiri dari data dan masalah keperawatan
4. Format diagnosa keperawatan terdiri dari pohon masalah dan diagnosa
keperawatan pada pasien defisit perawatan diri
5. Format rencana tindakan keperawatan terdiri dari diagnosa keperawatan,
rencana tindakan yang terdiri dari tujuan, kriteria evaluasi dan intervensi.
6. Format implementasi dan evaluasi keperawatan terdiri dari hari, tanggal dan
jam, diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
7. Format evaluasi keperawatan terdiri dari nama pasien, hari dan tanggal,
diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan berupa kemampuan pasien dan
keluarga dalam melakukan kebersihan diri pasien.
E. Jenis – jenis data dan teknik pengumpulan data
1. Jenis data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pasien dan keluarga
seperti pengkajian kepada pasien berdasarkan format pengkajian asuhan
keperawatan jiwa. Data primer diperoleh dari hasil wawancara, observasi
langsung dan pemeriksaan fisik terhadap partisipan.

b. Data sekunder
Data penelitian yang diperoleh langsung dari data rekam medis di
Puskesmas Nanggalo Kota Padang berupa nama, jenis kelamin, alamat,
No telepon dan diagnosa medis.

2. Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara screening
menggunakan format screening defisit perawatan diri, wawancara, observasi
pasien, pemeriksaan fisik, anamnesa.
a. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila penulis
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahn yang
diteliti, tetapi juga apabila penulis ingin mengetahui hal-hal dari
responden lebih mendalam (Sugiyono, 2014). Wawancara dilakukan
dengan menggunakan format keperawatan jiwa pasien defisit perawatan
diri. Wawancara dilakukan tentang identitas pasien, keluahan utama,
faktor predisposisi, keluhan fisik, psikososial, kebutuhan sehari – hari,
mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan,
aspek medis dan pengkajian defisit perawatan diri pada partisipan.
b. Observasi
Dalam obeservasi ini penulis mengobservasi atau melihat kondisi dari
pasien, seperti status mental, tanda – tanda defisit perawatan diri dilihat
dari kebersihan diri, berdandan, makan dan minum dan buang air besar
dan buang air kecil.

c. Hasil pemeriksaan fisik


Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan metoda
mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksaan fisik, seperti
melakukan pengukuran suhu, pengkuran napas, nadi, dan tekanan darah.

d. Dokumentasi
Peneliti mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
Adapun langkah – langkah pengumpulan data yang digunakan oleh
penulis adalah :
1) Penulis meminta surat rekomendasi pengambilan data dan surat izin
penelitian dari institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes RI Padang
2) Penulis mendatangi Dinas Kesehatan Kota Padang dan menyerahkan
izin penelitian dari institusi ke ruangan kepala Dinas Kesehatan Kota
Padang
3) Penulis meminta data rekam medis pasien skizofrenia dalam 3 bulan
terakhir yang berada di seluruh Puskesmas Kota Padang
4) Meminta surat rekomendasi ke Puskesmas Nanggalo Kota Padang
5) Meminta izin kepada kepala Puskesmas Nanggalo Kota Padang
6) Pennulis meminta data ruangan pasien skizofrenia dalam 3 bulan
terakhir
7) Penulis memilih partisipan dengan menggunakan format screening
8) Mendatangi responden dan keluarga penanggung jawab, lalu
menjelaskan tujuan penelitian
9) Informed consent diberikan pada pasien diketahui oleh keluarga
penanggung jawab pasien
10) Pasien dan keluarga diberikan kesempatan untuk bertanya
11) Keluarga penanggung jawab pasien menandatangani informed
consent
12) Penulis meminta waktu kepada keluarga penanggung jawab dan
pasien untuk melakukan asuhan keperawatan.

Sedangkan langkah – langkah dalam proses asuhan keperawatan yang


dilakukan oleh penulis adalah :
1) Penulis melakukan pengkajian pada pasien melalui wawancara,
observasi dan pemeriksaan fisik
2) Penulis merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
3) Penulis membuat perencanaan tindakan keperawatan pada pasien
4) Penulis melakukan implementasi keperawatan pada pasien
5) Penulis mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien
6) Penulis mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien

F. Analisis Data
Analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua
temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori
keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri. Data yang
telah didapatkan berdasarkan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
penegakkan diagnosa, merencanakan tindakan, melakukan tindakan sampai
mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan dibandingkan dengan teori
asuhan keperawatan jiwa dengan defisit perawatan diri.
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
Deskripsi kasus menjelaskan pelaksanaan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, analisa data, menegakkan diagnosa, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan di wilayah kerja
Puskesmas Nanggalo Kota Padang yang dilakukan mulai dari tanggal 13 Maret
2018 sampai tanggal 06 April 2018. Didapatkan 2 orang partisipan dengan
jumlah kunjungan sebanyak 14 kali kunjungan.
Hasil dari asuhan keperawatan kesehatan jiwa pada kedua partisipan sebagai
berikut :
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Partisipan
Hasil pengkajian identitas pada kedua partisipan yaitu partisipan 1
dengan inisial Ny. I berjenis kelamin perempuan, berusia 40 tahun,
status belum menikah, pendidikan terakhir SMA, tidak bekerja, agama
islam, alamat di Jl Solok V Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan
Nanggalo Kota Padang Sumatera Barat. Sumber informasi dari
partisipan dan keluarga.
Sedangkan partisipan 2 dengan inisial Tn. A berjenis kelamin laki – laki
berusia 24 tahun, status belum menikah, agama islam, pendidikan
terakhir kelas SD, tidak bekerja, beralamat di Jl Agam Raya Kelurahan
Surau Gadang, Kecamatan Nanggalo Kota Padang Sumatera Barat.

b. Keluhan saat pengkajian


Keluhan saat dilakukan pengkajian pada partisipan 1 pada tanggal 13
Maret 2018 jam 14.00 WIB, partisipan mengatakan belum mandi karena
malas. keluarga mengatakan partisipan malas mandi, sudah 3 hari tidak
mandi, tidak bisa berdandan, tidak suka memakai bedak dan tidak mau
menyisir rambut dan merawat diri. Keluarga juga mengatakan partisipan
sering memakai pakaian yang robek. Pada saat di lakukan observasi
wajah tampak kusam, rambut acak – acakan, kusam dan berketombe,
badan partisipan berbau, gigi tampak kuning, kuku tangan dan kaki
tampak panjang dan kotor.

Keluhan saat pengkajian pada partisipan 2 pada tanggal 18 Maret 2018


pukul 16.30 WIB, partisipan mengatakan malas mandi karena itu tidak
penting bagi dirinya, keluarga mengatakan partisipan sudah 2 hari tidak
mau mandi dan tidak menggunakan sabun saat mandi, tidak mencuci
rambut, tidak menggosok gigi, sering memakan odol, sering membuka
celana di depan orang banyak dan tidak menggunakan pakaian dalam,
menggunakan pakaian yang robek serta pemakain baju dan celana yang
masih belum benar. Partisipan sering makan dan minum pada piring
atau gelas yang bekas dipakai, sering minum air bekas mencuci piring
atau air sabun, sering buang air kecil tidak pada tempatnya, berbicara
sendiri, marah bahkan sampai memukul orang tuanya. Dari hasil
observasi partisipan tidak bisa berdandan dan merawat diri, wajah
tampak kusam, badan bau, gigi kuning, kuku tangan dan kaki tampak
panjang dan kotor. Serta keluar rumah tidak memakai sandal.

c. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi pada kedua partisipan adalah partisipan 1 sudah
mengalami gangguan jiwa selama 17 tahun dan sudah menjalankan
perawatan di RS. HB. Saanin Padang selama 4 kali, tidak ada anggota
keluarga partisipan yang mengalami gangguan jiwa, tidak ada
mengalami aniaya fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga
dan tindakan kriminal. Sedangkan Faktor predisposisi pada partisipan 2
adalah partisipan sudah mengalami gangguan jiwa di masa lalu selama
12 tahun dan sudah dirawatdi RS. HB. Saanin Padang 4 kali perawatan,
tidak ada anggota yang mengalami gangguan jiwa, partisipan pernah
mengalami aniaya fisik sewaktu masih duduk di bangku kelas 6 Sdoleh
gurunya, tidak pernah mengalami aniaya seksual, penolakan, kekerasan
dalam rumah tangga, serta tidak pernah mengalami tindakan kriminal

d. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada partipan 1 didapatkan tanda-tanda vital
yaitu tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 x/menit, frekuensi
pernapasan 23 x/menit, suhu 36,60C, berat badan 60 kg, dan tinggi
badan 156 cm. Partisipan mengatakan tidak mengalami keluahan fisik.

Hasil pemeriksaan fisik pada partipan 2 didapatkan tanda-tanda vital


yaitu tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 89 x/menit, frekuensi
pernapasan 20 x/menit, suhu 36,90C, berat badan 25 kg, tinggi badan
155 cm. Partisipan tidak ada keluhan fisik

e. Konsep diri
Pada identitas diri, Partisipan 1 merupakan seorang perempuan berumur
40 tahun, anak pertama dari tiga bersaudara. Saat ini partisipan memiliki
masih belum menikah dan mengetahui perannya sebagai anak yang
tinggal bersama kedua orang tuanya. Pada gambaran diri, partisipan
menyukai menyukai bentuk tubuh yang dimilikinya Kemudian untuk
peran, partisipan berperan sebagai seorang anak. Lalu pada ideal diri,
partisipan berharap bisa cepat sembuh dan bisa berkeluarga. Pada harga
diri, partisipan merasa tidak percaya diri, merasa tidak berharga, tidak
berguna bagi keluarga karna tidak bisa memberikan keturunan bagi
kedua orang tua karna statusnya yang belum menikah dan mengalami
ganguan jiwa.
Pada identitas diri partisipan 2 merupakan seorang laki –laki berumur
24 tahun, anak kedua dari tiga bersaudara serta tinggal bersama orang
tua dan saudaranya. untuk gambaran diri, partisipan mengatakan
menyukai seluruh anggota tubuhnya. Kemudian untuk peran, partisipan
tidak mengetahui tentang peran. Lalu pada ideal diri, partisipan berharap
bisa cepat sembuh. Dan pada harga diri, partisipan merasa tidak merasa
malu terhadap masyarakat karena penyakit gangguan jiwa yang
dialaminya.

f. Hubungan Sosial
Hasil pengkajian hubungan sosial pada kedua partisipan adalah
partisipan 1 mengatakan orang yang berarti baginya adalah ayah dan
ibunya, partisipan mengatakan tidak pernah ikut serta dalam kegiatan
kelompok di lingkungannya, tidak mempunyai hambatan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan hubungan sosial pada
partisipan 2 ibu yang menjadi orang yang berarti baginya, partisipan
mengatakan tidak pernah ikut dalam kegiatan kelompok karena tidak
mengerti tujuan diadakan kegiatan tersebut, partisipan tidak memilki
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.

g. Spiritual
Hasil pengkajian spiritual pada partisipan 1 beragama islam, mengerti
dengan alquran dan bacaan shalat, namun partisipan tidak melaksanakan
shalat lengkap 5 waktu. Sedangkan hasil pengkajian spiritual pada
partisipan 2 beragama islam, tidak melaksanakan shalat 5 waktu karena
tidak mengerti dengan bacaan shalat, tidak bisa membaca alquran.

h. Status Mental
Hasil pengkajian status mental partisipan 1 yaitu penampilan tampak
tidak rapi dan memakai baju robek. Dari hasil observasi selama
pengkajian, partisipan berbicara lambat, gagap, tidak mampu memulai
pembicaraan. Pengkajian aktivitas motorik, partisipan tampak lesu dan
tidak bersemangat, dalam berjalan juga lambat dan tegang. Pengkajian
alam perasaan didapatkan partisipan mengatakan ia merasa sedih dan
khawatir dengan kondisi kesehatannya saat ini. Afek partisipan pada
saat interaksi sesuai dengan keadaan saat perawat bercerita, ekspresi
wajah saat sedih maupun senang sesuai dengan kondisi yan di ceritakan.
Pada saat interaksi dengan partisipan kontak mata kurang, tidak
kooperatif dalam menjawab pertanyaan. Partisipan mengalami
gangguan persepsi sensori pendengaran. partisipan mengatakan sering
mendengar suara yang mengganggunya di malam hari yang.

Pengkajian proses pikir partisipan 1 ketika saat berbicara beralih dari


satu topik ke topik lain, pada saat berceritta pembicaraan sering terhenti
tanpa alasan yang jelas namun pembicaraan dilanjutkan setelah itu.
Pengkajian isi pikir partisipan mengatakan daya ingat partisipan,
kesadaran kompos mentis, tidak mengalami gangguan daya ingat.
Pengkajian tingkat konsentrasi partisipan mudah beralih topik ketika
berbicara, kemampuan penilaian gangguan ringan, daya tilik yang tidak
ada masalah.

Hasil pengkajian status mental partisipan 2 yaitu penampilan partisipan


tidak rapi, cara berpakaian yan tidak benar. Dari hasil observasi selama
pengkajian partisipan berbicara dengan lambat dan nada yang keras,
tidak mampu memulai pembicaraan, dan tidak terlalu peduli dengan
pembicaraan orangl ain. Pengkajian aktivitas motorik, partisipan tampak
lesu dan tegang serta dalam berjalan juga sangat lambat. Pengkajian
alam perasaan didapatkan partisipan mengatakan ia merasa sedih jika
orang tidak memberikan uang padanya. Afek partisipan pada saat
interaksi ekspresi wajah partisipan sesuai dengan keadaan dalam cerita
yang diceritakan perawat. Pada saat interaksi tidak kooperatif dalam
menjawab pertanyaan, mudah tersinggung jika ditanya masalah pribadi
bahkan jika orang berkomentar tentang dirinya. Partisipan mengalami
sensori pendengaran. Pada pengkajian proses pikir dan isi pikir
partisipan sirkumtansial dimana partisipan berbicara dengan berbelit –
belit namun masih bisa menjawab pertanyaan yang diajukan lawan
bicara dengan beberapa kali pengulangan pertanyaan..

i. Masalah kebiasaan sehari – hari


Hasil pengkajian masalah kebiasaan sehari – hari pada partisipan 1
adalah partisipan mengatakan suka memakan makanan yang sudah jatuh
ke lantai, tidak mencuci tangan sebelum makan. tidak menyiram kloset
kamar mandi setelah buang air besar dan buang air kecil tersebut,
memakai baju yang robek dan jarang mengganti celana dalam.

Hasil pengkajian kebiasaan sehari – hari pada partisipan 2 adalah makan


dan minum dipiring yang kotor, minum air kotor yang ada diember,
memakai baju yang robek dan jarang mengganti celana dalam.
Partisipan buang air kecil ditempat tidur, ditempat umum yang bukan
kamar mandi, tidak mau mandi, mandi diingatkan oleh keluarganya,
memakai baju robek, kotor serta pemakaiannya yang terbalik, tidak
menggunakan pakain dalam.

j. Terapi Medis
Terapi Medis yang diberikan kepada partisipan 1 yaitu
Thrihexyphenidyl 2 x 2 mg, clozapine 2 x 1 sehari dengan dosis pagi 25
mg dan malam 50 mg, chlorpromazine HCL 1 x 75 mg, risperidone 2 x
3 mg. Terapi medis yang diberikan pada partisipan 2 yaitu
Thrihexyphenidyl 2 x 2 mg, clozapine 2 x 1 sehari dengan dosis pagi 25
mg dan malam 50 mg, chlorpromazine HCL 1 x 75 mg dan risperidone
2 x 3 mg.

2. Diagnosa Keperawatan
Hasil pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan yang sama pada kedua
partisipan yaitu defisit perawatan diri dan halusinasi. Sedangkan diagnosa
keperawatan lainnya pada partisipan 1 yaitu harga diri rendah dan pada
partisipan 2 yaitu prilaku kekerasan.

Diagnosa keperawatan utama pada partisipan 1 yaitu defisit perawatan diri


yang ditandai dengan partisipan mengatakan malas mandi sudah 3 hari tidak
mandi. Dan pada saat observasi, partisipam tampak badan berbau, gigi
tampak kuning, kuku tangan dan kaki tampak panjang dan kotor, rambut
kusam dan berketombe, kuku tangan dan kuku kaki panjang, tidak mau
menyisir rambut.

Diagnosa keperawatan 1 pada partisipan 2 yaitu defisit perawatan diri,


ditandai dengan partisipan malas mandi, menggosok gigi, mencuci rambut,
suka memakai pakaian yang robek, tidak memakai pakaian dalam, tidak
memakai sendal keluar rumah, makan dan minum di piring dan gelas yang
kotor, serta buang air besar dan buang air kecil di tempat yang bukan
kamar mandi seperti di kasur. Saat diobservasi partisipan bau badan, gigi
tampak kuning, rambut kusam dan berketombe, kuku panjang dan kotor.

Diagnosa keperawatan ke 2 pada partisipan 1 yaitu halusinasi yang ditandai


dengan partisipan mengatakan sering mendengar suara – suara yang
mengganggunya, suara yang didengarnya berupa suara yang sering
menyuruhnya untuk membuka pakaian dalamnya. Suara tersebut
didengarnya pada saat malam hari lewat jam 9 bahkan sampai subuh hingga
membuat jarang tidur pada malam hari, partisipan memberikan respon
terhadap suara yang di dengarnya tersebut Dan pada saat observasi,
partisipan tampak tertawa sendiri, berbicara sendiri, mondar mandir.

Diagnosa keperawatan ke 2 pada partisipan 2 yaitu halusinasi ditandai


dengan partisipan mengatakan sering mendengar suara yang
menganggunya, suara tersebut menyuruh partisipan utuk meminta sesuatu
kepada orang lain. Pada saat observasi partisipan tampak berbicara sendiri,
tertawa sendiri.

Diagnosa ke 3 pada partisipan 1 yaitu harga diri rendah ditandai dengan


partisipan mengatakan ia merasa kurang percaya diri dengan kondisinya
saat ini, ia merasa kurang berguna bagi keluarganya karena belum menikah
dan tidak bisa memberikan keturunan karena penyakitnya saat ini. Pada saat
observasi, kontak mata kurang, menunduk saat sedang berbicara, tampak
sering diam dan tampak jarang berkomunikasi dengan keluarganya.

Diagnosa ke 3 prilaku kekerasan ditandai dengan partisipan mengatakan


dirinya sulit mengendalikan marah dan mudah tersinggung, dan pada
observasi, partisipan berbicara kasar dengan nada yang keras, sering
berteriak ketika berbicara, mudah tersinggung jika orang lain berkomentar
tentang penampilannya.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dilakukan terhadap partisipan dan juga keluarga
partisipan. Intervensi dari diagnosa defisit perawatan diri yang diberikan
kepada kedua partisipan dengan melakukan strategi pelaksanaan defisit
perawatan diri pada partisipan yaitu tentang mengajarkan cara menjaga
kebersihan diri (mandi, mencuci rambut, menggosok gigi, dan memotong
kuku), berdandan dan berhias, makan dan minum yang baik, buang air besar
dan buang air kecil dengan benar.
Intervensi keperawatan diagnosa kedua halusinasi yang dilakukan kepada
kedua partisipan dan keluarga partisipan dengan melakukan strategi
pelaksanaan halusinasi tentang mengajarkan cara mengontrol halusinasi
melalui cara minum obat secara teratur, cara menghardik, bercakap – cakap
dan melakukan aktivitas.

Intervensi keperawatan diagnosa ke tiga pada partisipan 1 tentang harga diri


rendah dengan melakukan strategi pelaksanaan harga diri rendah dengan
mengidentifikasi pandangan atau penilaian partisipan tentang diri sendiri
dan pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain, harapan yang telah
dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk mencapai harapan yang
belum dipenuhi, mengidentifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan
aspek positif partisipan, bantu partisipan menilai kegiatan yang bisa
dilakukan saat ini, Bantu memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan
saat ini untuk dilatih, latih kegiatan pertama yang dipilih, latih kegiatan
kedua yang dipilih, latih kegaitan ketiga yang dipilih, latih kegaiatan
keempat yang dipilih dan berikan pujian setiap partisipan selesai melakukan
kegiatan.

Intervensi ke tiga pada partisipan 2 tentang prilaku kekerasan dengan


melakukan strategi pelaksanaan prilaku kekerasan membantu partisipan
cara mengontrol rasa marah melalui minum obat secara teratur, latihan firik
(latihan nafas dalam dan memukul bantal), latihan verbal (berbicara dengan
baik, meminta dan menolak), dan cara spiritual.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada kedua partisipan dan
keluarga partisipan untuk diagnosa defisit perawatan diri yaitu
melaksanakan strategi pelaksanaan 1 yaitu membina hubungan saling
percaya, mengidentifikasi masalah perawatan diri, berdandan, makan dan
minum, buang air besar dan buang air kecil, menjelaskan pentingnya
kebersihan diri, menjelaskan alat dan cara kebersihan diri, melatih cara
menjaga kebersihan diri (mandi, ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut dan
memotong kuku). Strategi pelaksanaan 2 yaitu mengevaluasi dan
memvalidasi kegiatan kebersihan diri, melatih cara berdandan setelah
kebersihan diri (sisiran dan cukuran untuk pria ).

Strategi pelaksanaan 3 defisit perawatan diri yaitu mengevaluasi kegiatan


kebersihan diri dan berdandan serta berikan pujian, menjelaskan serta
melatih cara makan dan minum yang benar. Strategi pelaksanaan 4 yaitu
mengevaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan dan minum yang
baik serta berikan pujian, menjelaskan serta melatih cara buang air besar
dan buang air kecil yang baik.

Implementasi keperawatan diagnosa kedua halusinasi yang dilakukan pada


kedua partisipan dan keluarga yaitu melaksanakan strategi pelaksanaan 1
mengidentifikasi halusinasi (isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi, pencetus,
perasaan, respon), menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi
melalui minum obat secara teratur. Stategi pelaksaan 2 halusinasi yaitu
mengevaluasi dan validasi kegiatan minum obat dan berikan pujian,
menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik. Strategi pelaksanaan 3 halusinasi yaitu mengevaluasi kegiatan
latihan minum obat secara teratur, cara menghardik dan berikan pujian,
menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap
– cakap. Strategi pelaksanaan 4 halusinasi yaitu mengevaluasi kegiatan
minum obat secara teratur, cara menghardik, bercakap – cakap dan berikan
pujian, menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan aktivitas sehari – hari
Implementasi keperawatan diagnosa ketiga harga diri rendah yang
dilakukan pada partisipan 1 dan keluarga yaitu melaksanakan strategi
pelaksanaan 1 mengidentifikasi pandangan atau penilaian partisipan tentang
diri sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain, harapan
yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk mencapai
harapan yang belum dipenuhi, mengidentifikasi kemampuan melakuakan
kegiaan dan aspek positif partisipan, bantu partisipan menilai dan memilih
kegiatan yang bisa dilakukan saat ini, melatih kegiatan pertama yang dipilih
(menyapu).

Strategi pelaksaan 2 harga diri rendah yaitu mengevaluasi dan validasi


kegiatan pertama dan berikan pujian, menjelaskan dan melatih kegiatan
kedua yaitu menyiram bunga, Strategi pelaksanaan 3 harga diri rendah
yaitu mengevaluasi dan validasi kegiatam pertama (menyapu) dan kegiatan
kedua (menyiram bunga) lalu berikan pujian, jelaskan dan latih kegiaatan
ketiga yang dipilih yaitu mencuci piring, Strategi pelaksanaan 4 harga diri
rendah yaitu mengevaluasi dan validasi kegiatam pertama (menyapu),
kegiatan kedua (menyiram bunga), kegiatan ketiga (mencuci piring), lalu
berikan pujian, jelaskan dan latih kegiatan keempat yang telah dipilih
partisipan.

Implementasi keperawatan diagnosa ketiga prilaku kekerasan yang


dilakukan pada partisipan 2 dan keluarga yaitu melaksanakan strategi
pelaksanaan 1 mengajarkan cara mengontrol rasa marah melalui minum
obat secarra teratur dan 6 benar minum obat. Stategi pelaksaan 2 prilaku
kekerasan yaitu mengevaluasi dan validasi minum obat secara teratur dan 6
benar minum obat, menjelaskan dan melatih cara mengontrol rasa marah
dengan latihan fisik (tarik nafas dalam dan memukul bantal). Strategi
pelaksanaan 3 prilaku kekerasan yaitu mengevaluasi dan validasi minum
obat secara teratur, latihan fisik (tarik nafas dalam dan memukul bantal).
Menjelaskan dan melatih cara mengontrol rasa marah melalui latihan verbal
(berbicara, meminta dan menolak dengan baik dan sopan), Strategi
pelaksanaan 4 prilaku kekerasan yaitu mengevaluasi dan validasi minum
obat secara teratur, latihan fisik (tarik nafas dalam dan memukul bantal) dan
latihan verbal, menjelaskan dan melatih cara mengontrol rasa marah melalui
spiritual

5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi keperawatan setelah diberikan asuhan keperawatan jiwa yang
diberikan pada kedua partisipan dan keluarga selama 14 hari. Hasil evaluasi
pada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri pada partisipan 1 dan
keluarga yaitu partisipan sudah mengerti cara menjaga kebersihan diri,
berdandan dan berhias, makan dan minum dengan baik, serta buang air
besar dan buang air kecil dengan benar. Keluarga sudah mengerti cara
merawat partisipan dengan defisit perawatan diri, partisipan sudah mandi 2
kali sehari. Partisipan tampak berpenampilan rapi, sudah memakai baju
dengan benar, sudah menyisir rambut dan memakai bedak, sudah mencuci
tangan sebelum makan, sudah menyiram kamar mandi setelah buang air
besar.

Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri pada


partisipan 2 dan keluarga yaitu partisipan sudah mengerti cara menjaga
kebersihan diri, berdandan dan berhias, makan dan minum dengan baik,
serta buang air besar dan buang air kecil dengan benar. Keluarga sudah
mengerti cara merawat partisipan dengan defisit perawatan diri, partisipan
sudah mandi 2 kali sehari. Partisipan tampak berpenampilan rapi, sudah
memakai baju dengan benar, sudah makan dan minum di tempat yang
bersih, sudah buang air kecil di kamar mandi, sudah memakai sendal keluar
rumah.
Hasil evaluasi pada diagnosa halusinasi pada partisipan 1 dan keluarga yaitu
partisipan sudah mengerti cara mengontrol halusinasi melalui minum obat
secara teratur, menghardik, bercakap cakap, dan melakukan aktifitas sehari
– hari. Partisipan mengatakan masih mendengar suara yang
mengganggunya, partisipan masih berbicara sendiri, partisipan sudah bisa
melakukan cara menghardik. Partisipan sudah bercakap – cakap dengan
orang sekitar, partisipan sudah melakukan aktivitas harian seperti menyapu,
meencuci piring. Keluarga mengatakan mengerti cara merawat partisipan
dengan halusinasi, partisipan masih sudah tidak berbicaara sendiri lagi.

Hasil evaluasi pada diagnosa halusinasi pada partisipan 2 dan keluarga yaitu
partisipan sudah mengerti cara mengontrol halusinasi melalui minum obat
secara teratur, menghardik, bercakap – cakap, dan melakukan aktifitas
sehari – hari. Partisipan mengatakan masih mendengar suara yang
mengganggunya, partisipan masih berbicara sendiri, partisipan sudah bisa
melakukan cara menghardik. Partisipan sudah bercakap – cakap dengan
orang sekitar, partisipan sudah melakukan aktivitas harian seperti menyapu.
Keluarga mengatakan mengerti cara merawat partisipan dengan halusinasi,
partisipan masih berbicara sendiri.

Hasil evaluasi pada diagnosa harga diri rendah pada partisipan 1 dan
keluarga dengan yaitu partisipan sudah merasa berguna dan tidak
merasakan putus asa lagi, dan partisipan merasa bahagia dikarenakan
partisipan sudah bisa menyapu, menyiram bunga, mencuci piring dan
meelipat pakaian secara mandiri, Kontak mata ada, masih tampak lesu, dan
masih banyak bermenung. Partisipan sudah memulai pembicaraan dengan
orang lain.

Hasil evaluasi pada diagnosa prilaku kekerasan pada partisipan 2 dan


keluarga yaitu partisipan sudah mengerti cara mngontrol rasa marah dengan
cara minum obat secara teratur, latihan fisik (tarik nafas dalam dan
memukul bantal), latihan verbal, dan spiritual. Partisipan masih mudah
tersinggung, partisipan sudah bisa mengontrol rasa marah dengan memukul
bantal, partisipan tidak mengerti dengan bacaan shalat.

B. Pembahasan Kasus
Pembahasan pada kasus ini penulis akan membahas hubungan antara teori
dengan laporan kasus asuhan keperawatan jiwa defisit perawatan diri pada pasien
1 dan pasien 2 yang telah dilakukan sejak tanggal 13 Maret 2018 sampai 06 April
2018 di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang. Kegiatan yang
dilakukan meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, membuat
intervensi keperawatan, melakukan implementasi keperawatan, dan melakukan
evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Berdasarkan data hasil pengkajian didapatkan data pasien 1 Ny. I berjenis
kelamin perempuan berusia 40 tahun, status belum menikah, agama
islam, pendidikan terakhir SMA, tidak bekerja, sumber informasi dari
pasien dan keluarga, alamat Jl solok V Kelurahan Surau Gadang,
Kecamatan Nanggalo, Kota Padang, Sumatera Barat. Dan pasien 2 Tn. A
berjenis kelamin laki - laki berusia 24 tahun, status belum menikah,
agama islam, pendidikan terakhir SD, belum bekerja, sumber informasi
dari pasien dan keluarga, alamat Jl Agam Raya Kelurahan Surau Gadang,
Kecamatan Nanggalo, Kota Padang, Sumatera Barat
Hal ini sesuai dengan teori menurut Keliat (2013), pengkajian
keperawatan jiwa meliputi inisial, umur, informan dan alamat,.

b. Keluhan saat pengkajian


Keluhan saat pengkajian pada pasien 1 yaitu keluarga mengatakan pasien
malas mandi, pasien mengatakan belum mandi karena malas. keluarga
mengatakan Ny. I malas mandi, sudah 3 hari tidak mandi, tidak bisa
berdandan, tidak suka memakai bedak dan tidak mau menyisir rambut
dan merawat diri. Keluarga juga mengatakan pasien sering memakai
pakaian yang robek. Keluarga mengatakan pasien sering bicara sendiri,
tertawa sendiri, tidak fokus pada topik yang dibicarakan. Keluarga
mengatakan pasien tidak mau bercerita dengan keluarganya jika ada
masalah. Pada saat di lakukan observasi wajah tampak kusam, rambut
acak – acakan, kusam dan berketombe, badan pasien berbau, gigi tampak
kuning, kuku tangan dan kaki tampak panjang dan kotor. Pasien tampak
menunduk saat berinteraksi, kontak mata kurang. Pasien mengatakan
malu dengan dirinya karena belum menikah dan terus hidup dengan orang
tuanya. Pasien merasa dirinya tidak berguna bagi orangtuanya karena
belum bisa memberikan keturunan bagi keluarganya. Pasien tampak
sedang berbicara dan tertawa sendiri.

Keluhan utama pada pasien 2 mengatakan malas mandi karena itu tidak
penting bagi dirinya, keluarga mengatakan pasien sudah 2 hari tidak mau
mandi dan tidak menggunakan sabun saat mandi, tidak mencuci rambut,
tidak menggosok gigi, sering memakan odol, sering membuka celana di
depan orang banyak dan tidak menggunakan pakaian dalam,
menggunakan pakaian yang robek serta pemakain baju dan celana yang
masih belum benar. Pasien sering makan dan minum pada piring atau
gelas yang bekas dipakai, sering minum air bekas mencuci piring atau air
sabun, sering buang air kecil tidak pada tempatnya, berbicara sendiri,
tertawa sendiri, mudah marah bahkan sampai memukul orang tuanya.
Dari hasil observasi pasien tidak bisa berdandan dan merawat diri, wajah
tampak kusam, badan bau, gigi kuning, kuku tangan dan kaki tampak
panjang dan kotor. Serta keluar rumah tidak memakai sandal.
Berdasarkan keluhan dan observasi pada pasien 1 dan 2, sesuai dengan
teori menurut Fitri (2012), defisit perawatan diri adalah suatu kondisi
pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam
melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri
seperti mandi, berpakaian atau berhias, makan dan minum serta buang air
besar dan buang air kecil. Gangguan tersebut diakibatkan penurunan
motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.

Berdasarkan analisa penulis, kerusakan kognitif dan persepsi sangat


mempengaruhi seorang individu kurang mampu melakukan perawatan
diri secara mandiri. Terlihat pada kasus diatas, pasien 1 dan 2 sangat
rentan mengalami defisit perawatan diri yang diakibatkan karena
kerusakan kognitif atau persepsi seperti gangguan persepsi halusinasi
pendengaran, ditandai dengan pasien tampak sedang berbicara sendiri dan
tertawa sendiri. Berdasarkan data yang ditemukan pada kedua pasien,
terdapat kesesuaian antara kasus dengan konsep teori. Asumsi penulis
tidak terdapat perbedaan antara teori dan praktek yang ditemukan di
lapangan.

c. Faktor Predisposisi
Penelitian yang dilakukan pada pasien 1 di dapatkan faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa yaitu pasien mengalami
stress karena pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan yaitu
pada saat lulus dari jenjang SMA pasien diputuskan oleh kekasihnya,
pasien sangat kecewa pada saat itu. Pasien sering bermenung dan
mendengar suara – suara.
Penelitian yang dilakukan pada pasien 2 di dapatkan data pasien pernah
mengalami masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu pasien pernah
menjadi korban aniaya fisik oleh gurunya ketika pasien sedang
menduduki bangku kelas 6 SD, hal ini sangat mengakibatkan pasien
stress dan trauma, pasien juga memiliki pegalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu saat ayah pasien meninggal dunia.

Faktor predisposisi yang ditemukan pada pasien 1 terjadi karena faktor


psikologis. Hal ini sesuai dengan teori menurut PPSDM (2012), bahwa
penyebab terjadinya defisit perawatan diri karena adanya faktor
psikologis salah satunya pada pasien terdapat pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan yang mengakibatkan pasien sering mendengar suara
– suara yang mengganggunya.

Faktor predisposisi yang ditemukan pada pasien 2 karena faktor biologis


dan faktor psikologis. Hal ini sesuai dengan teori menurut PPSDM
(2012), bahwa penyebab defisit perawatan diri karena adanya faktor
bilogis seperti trauma pada kepala yang dialami pasien saat kelas 6 SD,
serta faktor psikologis pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
seperti ayah pasien yang meninggal dunia yang menyebabkan pasien
mengalami gangguan jiwa, bermenung, berbicara sendiri dan tertawa
sendiri, sehingga mengakibatkan pasien mengalami penurunan
kemampuan dalam melakukan perawatan diri

Berdasarkan asumsi penulis tidak terdapat perbedaan antara teori dan


praktek yang ditemukan dilapangan. Penulis mengemukakan bahwa tidak
terdapat perbedaan faktor predisposisi pada kedua pasien. Kedua pasien
mengalami defisit perawatan diri karena faktor psikologis yang
mengakibatkan pasien mengalami gangguan jiwa sehingga tidak mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri.
d. Konsep Diri
Penelitian yang dilakukan pada pasien 1, di dapatkan untuk gambaran
diri, pasien menyukai menyukai bentuk tubuh yang dimilikinya Pada
identitas diri, Pasien 1 merupakan seorang perempuan berumur 40 tahun,
anak pertama dari tiga bersaudara. Saat ini pasien memiliki masih belum
menikah dan mengetahui perannya sebagai anak yang tinggal bersama
kedua orang tuanya. Kemudian untuk peran, pasien berperan sebagai
seorang anak. Lalu pada ideal diri, pasien berharap bisa cepat sembuh dan
bisa berkeluarga. Pada harga diri, pasien merasa tidak percaya diri,
merasa tidak berharga, tidak berguna bagi keluarga karna tidak bisa
memberikan keturunan bagi kedua orang tua karna statusnya yang belum
menikah dan mengalami ganguan jiwa.

Penelitian yang dilakukan pada pasien 2 didapatkan untuk gambaran diri,


pasien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya. Pada identitas
diri, pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien seorang
anak laki - laki tamatan SD. Kemudian untuk peran, pasien tidak
mengetahui tentang peran. Lalu pada ideal diri, pasien berharap bisa cepat
sembuh dan pada harga diri, pasien merasa tidak merasa malu terhadap
masyarakat karena penyakit gangguan jiwa yang dialaminya.

Menurut Muhith (2015) konsep diri dibagi menjadi 5 bagian yaitu


gambaran diri, ideal diri, peran, identitas diri dan harga diri. Yang
pertama gambaran diri yang dimiliki oleh kedua pasien sesuai dengan
teori, dimana gambaran diri merupakan sikap seseorang terhadap
tubuhnya secara sadar maupun tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi
dan perasaan tentang tubuhnya. Sedangkan yang kedua identitas diri. Hal
yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin, dimana pasien pertama
jenis kelamin perempuan dan pasien kedua memiliki jenis kelamin laki –
laki .
Selanjutnya yang ketiga peran merupakan sikap dan perilaku nilai serta
tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya
dimasyarakat. Pasien 1 menjalankan peran sesuai posisinya di dalam
keluarga sebagai anak, namun pasien kedua tidak mengetahui tentang
peran. Lalu yang ke empat ideal diri. Menurut teori Stuart and Sundeen
dalam Muhith (2015) menyatakan bahwa ideal diri merupakan persepsi
individu tentang bagaimana ia harus berprilaku berdasarkan standar,
aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu. Hal ini sesuai dengan
penemuan ideal diri kedua pasien dilapangan.

Konsep diri yang kelima adalah harga diri, Menurut teori Muhith (2015),
jika individu sering gagal, maka cenderung individu tersebut mengalami
harga diri rendah. Gangguan harga diri rendah dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri. Teori ini sesuai dengan yang ditemukan peneliti pada pasien 1.
Pada pasien 1 merasa tidak dihargai karena belum menikah, pasien malu
terhadap orang di lingkungannya dan juga keluarganya belum bisa
menikah karena penyakit yang dia alami saat ini. namun pada pasien 2
merasa tidak malu dengan kondisinya saat ini.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan jiwa yang ditemukan peneliti pada kedua
pasien yang mengalami defisit perawatan diri berbeda yaitu pada pasien 1
halusinasi sebagai penyebab dan harga diri rendah sebagai akibat. Sedangkan
pada pasien dua halusinasi sebagai peyebab dan prilaku kekerasan sebagai
akibat.

Hal yang penulis temui di lapangan berbeda dengan teori yang ada. Menurut
Teori Direja (2011), menyatakan bahwa pohon masalah pasien dengan defisit
perawatan diri yaitu isolasi sosial sebagai penyebab, defisit perawatan diri
sebagai diagnosa utama dan harga diri rendah sebagai akibat.

Diagnosa keperawatan pertama yang ditemukan pada pasien 1 dan pasien 2


adalah defisit perawatan diri. Data yang memperkuat peneliti mengangkat
diagnosa defisit perawatan diri yaitu pada pasien 1 ditemukan pasien malas
mandi, suka memakai pakaian yang robek, serta setelah buang air besar tidak
bisa membersihkan diri dan lingkungan. Sedangkan pada pasien 2 didapatkan
data pasien malas mandi, suka memakan odol, memakai baju robek dan
terbalik, makan dan minum di piring atau gelas yang kotor, tidak memakai
sendal, buang air kecil di tepat umum. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Irman (2016) tentang tanda dan gejala defisit perawatan
diri.

Diagnosa keperawatan kedua pada pasien 1 dan pasien 2 adalah halusinasi


sebagai penyebab. Pada pasien 1 ditemukan data pasien pasien mengatakan
sering mendengar suara yang menyuruh dia untuk emmbuaka pakaiannya,
suara tersebut lebih sering didengarnya dimalam hari ketika pasien hendak
tidur, dri hasil observasi pasien sering berbicara sendir dan tertawa sendiri.
Sedangkan pada pasien 2 didapatkan data pasien mengataan sering mendengar
suara yang menganggunya, pasien merespon setiaap suara yang didengarnya.
Dari hasil observasi pasien tmpak tertawa sendiri dan berbicara sendiri, pasien
juga sering mondar mandir serta tidak bisa fokus pada satu pembicaraan.

Diagnosa keperawatan ketiga pada pasien 1 yaitu harga diri rendah, dengan
data yang ditemukan artisipan merasa malu dengan orang sekitar dan keluarga
karena belum bisa menikah dan memberikan keturunan untuk keluarga, pasien
merasa tidak berguna bagi keluarga dan dirinya sendiri karena belum bisa
menikah diumunya saat ini. Pasien sering menunduk saat berinterksi, kontak
mata kurang, pasien sering bermenung dan pandangan kosong. Sedangkan
diagnosa ketiga pada pasien 2 adalah prilaku kekerasan, dimana data yang
ditemukan pasien mudah tersiggung jika ditanya tentag kebersihan diri, pasien
mudah marah dan memukul orang, berbicara dengan nada keras dan cepat.

Berdasarkan asumsi penulis, ada perbedaan antara teori dan kenyataan yang
ditemukan dilapangan pada pasien dengan diagnosa yang ditemukan pada
pasien defisit perawatan diri, dimana diagnosa yang di temukan penulis
dilapangan pada kedua partisipan halusinasi bisa mengakibatkan seseorang
mengalami defisit perawatan diri, dan akibat dari defisit perawatan diri
tersebut pada partisipan 1 harga diri rendah dan pada partisipan 2 prilaku
kekerasan.

3. Intervensi Keperawatan
Sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kedua pasien sama
yaitu diagnosa utama defisit perawatan diri, diagnosa kedua halusinasi sebagai
akibat dari defisit perawatan diri. Sedangkan diagnosa ketiga pada kedua
pasien berbeda yaitu pada pasien 1 harga diri rendah sebagai akibat dan pasien
2 prilaku kekersan sebagai akibat. Penulis membuat rencana keperawatan
sesuai dengan teori yang telah ada dengan membuat strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan terhadap pasien dan keluarga.

Pada pasien 1 dan pasien 2 rencana tindakan untuk diagnosa keperawatan


prioritas pertama defisit perawatan diri adalah menggunakan strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan dengan membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi defiist perawatan diri pada pasien, mengajarkan cara
menjaga kebersihan diri (mandi, mencuci rambut, menggosok gigi, dan
memotong kuku), berdandan dan berhias, makan dan minum yang baik, buang
air besar dan buang air kecil dengan benar.
Diagnosa keperawatan kedua adalah halusinasi. Adapun rencana tindakan
keperawatan melakukan strategi pelaksanaan halusinasi tentang mengajarkan
cara mengontrol halusinasi melalui cara minum obat secara teratur, cara
menghardik, bercakap – cakap dan melakukan aktivitas.

Diagnosa keperawatan ketiga pada partisian 1 adalah harga diri rendah .


Rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada diagnosa ini adalah
melakukan strategi pelaksanaan harga diri rendah dengan mengidentifikasi
pandangan atau penilaian pasien tentang diri sendiri dan pengaruhnya
terhadap hubungan dengan orang lain, harapan yang telah dan belum tercapai,
upaya yang dilakukan untuk mencapai harapan yang belum dipenuhi,
mengidentifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien,
bantu pasien menilai kegiatan yang bisa dilakukan saat ini, Bantu memilih
salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk dilatih, latih kegiatan
pertama yang dipilih, latih kegiatan kedua yang dipilih, latih kegaitan ketiga
yang dipilih, latih kegaiatan keempat yang dipilih dan berikan pujian setiap
pasien selesai melakukan kegiatan.

Diagnosa ketiga pada pasien 2 dalah prilaku kekerasan, rencana tindakan yang
dilakukan adalah melakukan strategi pelaksanaan prilaku kekerasan
membantu pasien cara mengontrol rasa marah melalui minum obat secara
teratur, latihan firik (latihan nafas dalam dan memukul bantal), latihan verbal
(berbicara dengan baik, meminta dan menolak), dan cara spiritual.

Menurut Yusuf (2015) dengan membuat rencana tindakan diharapkan penulis


tidak mengalami kesulitan saat wawancara atau melaksanakan intervensi
keperawatan pada pasien dan keluarga pasien gangguan jiwa. Hal ini terjadi
karena semua pertanyaan yang akan diajukan sudah dirancang, serta tujuan
pertemuan dan program antisipasi telah dibuat jika tindakan atau wawancara
tidak berhasil.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan yang telah dilakukan pada kedua pasien dan keluarga pasien sama,
untuk diagnosa keperawatan defisit perawatan diri meliputi strategi
pelaksanaan 1 melaksanakan strategi pelaksanaan 1 yaitu membina hubungan
saling percaya, mengidentifikasi masalah perawatan diri, berdandan, makan
dan minum, buang air besar dan buang air kecil, menjelaskan pentingnya
kebersihan diri, menjelaskan alat dan cara kebersihan diri, melatih cara
menjaga kebersihan diri (mandi, ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut dan
memotong kuku). Strategi pelaksanaan 2 yaitu mengevaluasi dan memvalidasi
kegiatan kebersihan diri, melatih cara berdandan setelah kebersihan diri
(sisiran dan cukuran untuk pria).

Strategi pelaksanaan 3 defisit perawatan diri yaitu mengevaluasi kegiatan


kebersihan diri dan berdandan serta berikan pujian, menjelaskan serta melatih
cara makan dan minum yang benar. Strategi pelaksanaan 4 yaitu
mengevaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan dan minum yang
baik serta berikan pujian, menjelaskan serta melatih cara buang air besar dan
buang air kecil yang baik.

Tindakan keperawatan dengan diagnosa halusinasi yaitu melaksanakan


strategi pelaksanaan 1 mengidentifikasi halusinasi (isi, frekuensi, waktu
terjadi, situasi, pencetus, perasaan, respon), menjelaskan dan melatih cara
mengontrol halusinasi melalui minum obat secara teratur. Stategi pelaksaan 2
halusinasi yaitu mengevaluasi dan validasi kegiatan minum obat dan berikan
pujian, menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik. Strategi pelaksanaan 3 halusinasi yaitu mengevaluasi kegiatan
latihan minum obat secara teratur, cara menghardik dan berikan pujian,
menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap –
cakap. Strategi pelaksanaan 4 halusinasi yaitu mengevaluasi kegiatan minum
obat secara teratur, cara menghardik, bercakap – cakap dan berikan pujian,
menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
aktivitas sehari – hari.

Tindakan keperawatan dengan diagnosa keperawatan ketiga pada pasien 1


yaitu harga diri rendah dengan melakukan strategi pelaksanaan harga diri
rendah, strategi pelaksanaan 1 mengidentifikasi pandangan atau penilaian
pasien tentang diri sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang
lain, harapan yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk
mencapai harapan yang belum dipenuhi, mengidentifikasi kemampuan
melakuakan kegiaan dan aspek positif pasien, bantu pasien menilai dan
memilih kegiatan yang bisa dilakukan saat ini, melatih kegiatan pertama yang
dipilih (menyapu).

Strategi pelaksaan 2 harga diri rendah yaitu mengevaluasi dan validasi


kegiatan pertama dan berikan pujian, menjelaskan dan melatih kegiatan kedua
yaitu menyiram bunga, Strategi pelaksanaan 3 harga diri rendah yaitu
mengevaluasi dan validasi kegiatam pertama (menyapu) dan kegiatan kedua
(menyiram bunga) lalu berikan pujian, jelaskan dan latih kegiaatan ketiga
yang dipilih yaitu mencuci piring, Strategi pelaksanaan 4 harga diri rendah
yaitu mengevaluasi dan validasi kegiatam pertama (menyapu), kegiatan
kedua (menyiram bunga), kegiatan ketiga (mencuci piring), lalu berikan
pujian, jelaskan dan latih kegiatan keempat yang telah dipilih pasien.

Tindakan keperawatan diagnosa ketiga prilaku kekerasan yang dilakukan pada


pasien 2 dan keluarga yaitu melaksanakan strategi pelaksanaan 1 mengajarkan
cara mengontrol rasa marah melalui minum obat secara teratur dan 6 benar
minum obat. Stategi pelaksaan 2 prilaku kekerasan yaitu mengevaluasi dan
validasi minum obat secara teratur dan 6 benar minum obat, menjelaskan dan
melatih cara mengontrol rasa marah dengan latihan fisik (tarik nafas dalam
dan memukul bantal).
Strategi pelaksanaan 3 prilaku kekerasan yaitu mengevaluasi dan validasi
minum obat secara teratur, latihan fisik (tarik nafas dalam dan memukul
bantal). Menjelaskan dan melatih cara mengontrol rasa marah melalui latihan
verbal ( berbicara, meminta dan menolak dengan baik dan sopan ), Strategi
pelaksanaan 4 prilaku kekerasan yaitu mengevaluasi dan validasi minum obat
secara teratur, latihan fisik (tarik nafas dalam dan memukul bantal) dan latihan
verbal, menjelaskan dan melatih cara mengontrol rasa marah melalui spiritual.

Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien


saat ini. Tujuannya adalah memberdayakan pasien agar mampu mandiri
memenuhi kebutuhan perwatan diri (PPSDM, 2012). Penulis tidak
menemukan kesulitan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan hanya saja
tingkat pencapaian masing-masing pasien berbeda, ditandai dengan pasien 1
yang lebih cepat menangkap semua kegiatan yang telah diajarkan
dibandingkan dengan pasien 2 yang bisa menangkap setalah diulang tindakan
keperawatan sebanyak 2 sampai 3 kali. Pasien dan keluarga bekerja sama
dengan baik bersama penulis.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan kemampuan pasien dalam
memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah, hal ini dikemukakan oleh
badan PPSDM (2012). Penulis melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan
dilakukan selama 12 hari dari tanggal 16 Maret 2018 sampai 06 April 2018.
ketiga masalah masing-masing pasien dapat teratasi dan pasien bisa mandiri
dalam melakukan kegiatan.

Evaluasi yang penulis lakukan pada kedua pasien adalah meliputi hubungan
saling percaya antara perawat dengan pasien dan keluarga ditandai dengan
pasien bersedia duduk berhadapan dengan penulis dan mau berkenalan serta
berjabat tangan dengan penulis.
Evaluasi ada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri pada pasien 1 adalah
pasien sudah mengerti cara menjaga kebersihan diri, berdandan dan berhias,
makan dan minum dengan baik, serta buang air besar dan buang air kecil
dengan benar. Keluarga sudah mengerti cara merawat pasien dengan defisit
perawatan diri, pasien sudah mandi 2 kali sehari. Pasien tampak
berpenampilan rapi, sudah memakai baju dengan benar, sudah menyisir
rambut dan memakai bedak, sudah mencuci tangan sebelum makan, sudah
menyiram kamar mandi setelah buang air besar.

Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri pada pasien 2
dan keluarga yaitu pasien sudah mengerti cara menjaga kebersihan diri,
berdandan dan berhias, makan dan minum dengan baik, serta buang air besar
dan buang air kecil dengan benar. Keluarga sudah mengerti cara merawat
pasien dengan defisit perawatan diri, pasien sudah mandi 2 kali sehari. Pasien
tampak berpenampilan rapi, sudah memakai baju dengan benar, sudah makan
dan minum di tempat yang bersih, sudah buang air kecil dikamar mandi, suah
memakai sendal keluar rumah.

Hasil evaluasi pada diagnosa halusinasi pada pasien 1 dan keluarga yaitu
pasien sudah mengerti cara mengontrol halusinasi melalui minum obat secara
teratur, menghardik, bercakap cakap, dan melakukan aktifitas sehari – hari.
Pasien mengatakan masih mendengar suara yang mengganggunya, pasien
masih berbicara sendiri, pasien sudah bisa melakukan cara menghardik.
Pasien sudah bercakap – cakap dengan orang sekitar, pasien sudah melakukan
aktivitas harian seperti menyapu, meencuci piring. Keluarga mengatakan
mengerti cara merawat pasien dengan halusinasi, pasien masih sudah tidak
berbicaara sendiri lagi.

Hasil evaluasi pada diagnosa halusinasi pada pasien 2 dan keluarga yaitu
pasien sudah mengerti cara mengontrol halusinasi melalui minum obat secara
teratur, menghardik, brakap cakap, dan melakukan aktifitas sehari – hari.
Pasien mengatakan masih mendengar suara yang mengganggunya, pasien
masih berbicara sendiri, pasien sudah bisa melakukan cara menghardik.
Pasien sudah bercakap – cakap dengan orang sekitar, pasien sudah melakukan
aktivitas harian seperti menyapu. Keluarga mengatakan mengerti cara
merawat pasien dengan halusinasi, pasien masih berbicara sendiri.

Hasil evaluasi pada diagnosa harga diri rendah pada pasien 1 dan keluarga
dengan yaitu pasien sudah merasa berguna dan tidak merasakan putus asa lagi,
dan pasien merasa bahagia dikarenakan pasien sudah bisa menyapu,
menyiram bunga, mencuci piring dan meelipat pakaian secara mandiri,
Kontak mata pasien ada, masih tampak lesu, dan masih banyak bermenung.
Pasien sudah memulai pembicaraan dengan orang lain.

Hasil evaluasi pada diagnosa prilaku kekerasan pada pasien 2 dan keluarga
yaitu pasien sudah mengerti cara mngontrol rasa marah dengan cara minum
obat secaara teratur, latihan fisik ( tarik nafas dalam dan memukul bantal ),
latihan verbal, dan spiritual. Pasien masih mudah tersinggung, pasien sudah
bisa mngontrol rasa marah dengan memukul bantal,pasien tidak mengerti
dengan bacaan shalat.

Menurut asumsi penulis, evaluasi yang dilakukan sesuai dengan tindakan


keperawatan yang telah dilakukan. Menurut teori Afnuhazi (2015), evaluasi
merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan jiwa defisit perawatan diri di
wilayah kerja puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2018, penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai beikut :
1. Hasil pengkajian yang didapatkan dari pasien mengatakan tidak mau
melakukan perawatan diri karena malas. Dari hasil observasi didapatkan badan
berbau, gigi kuning, rambut kusam dan berketombe, kuku panjang dan kotor,
memakai pakaian robek.

2. Diagnosa utama yang muncul berdasarkan prioritas yaitu adalah defisit


perawatan diri sebagai masalah utama, halusinasi sebagai penyebab, sedangkan
untuk akibat terdapat perbedaan antara kudua pasien dimana pasien 1 prilaku
kekerasan yang menjadi akibat dan pasien 2 harga diri rendah yang menjadi
akibat dari defisit perawatan diri.
Dalam pengumpulan data dan menegakkan diagnosa penulis menemukan
hambatan berupa hambatan komunikasi dan konsentrasi namun keluarga pasien
sangat terbuka dengan penulis

3. Intervensi yang dilakukan dirumuskan berdasarkan diagnosa yang ditegakkan


pada kedua partisipan, pada intervensi ditemukan perbedaan antara kedua
partisipan dimana intervensi ketiga yang dilakukan pada pasien 1 yaitu strategi
pelaksanaan prilaku kekerasan sedangkan pada pasien 2 dilakukan strategi
pelaksanaan harga diri rendah. intervensi yang dibuat oleh penulis berdasarkan
teori yang ada dan ditujukan kepada pasien dan keluarga. Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa defisit perawatan diri adalah mengajarkan pasien
melakukan perawatan diri, berdandan dan berhias, makan dan minum serta
buang air besar dan buang air kecil dengan benar. Pada diagnosa halusinasi
dilakukan strategi pelaksanaan cara mengontrol halusinasi dengan cara minum
obat secara teratur, cara menghardik, bercakap –cakap dan melakukan aktivitas
kecil. Pada diagnosa prilaku kekerasan dilakukan strategi pelaksanaan prilaku
kekerasan cara mengontrol marah dengan minum obat secara teratur, latihan
fisik (tarik nafas dalam dan memukul bantal), latihan verbal (meminta dan
menolak dengan cara baik), serta cara spiritual. Pada diagnosa harga diri rendah
dilakukan intervensi diantaranya mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki
dan melakukan kegiatan untuk meningkatkan hargaa diri pasien

4. Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah


penulis susun. Pelaksanaan implementasi yang dilakukan adalah diagnosis
defisit perawatan diri, halusinasi prilaku kekerasan dan harga diri rendah yang
dilakukan sampai strategi pelaksanaan empat sesuai dengan yang
direncanakan.

5. Pada tahap akhir, penulis mengevaluasi kedua partisipan. Evaluasi yang


dilakukan mengenai tindakan yang telah dilakukan berdasarkan catatan
perkembangan dengan metode SOAP pada partisipan 1 dan 2. Partisipan 1 dan
2 mengalami kemajuan dimana partisipan sudah bisa melakukan perawatan diri
secara mandiri

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Agar dapat menambah wawasan mahasiswa dan pengalaman mahasiswa
dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa dengan mengaplikasikan ilmu
dan teori yang diperoleh dijenjang perkuliahan khususnya pada pasien
dengan defisit perawatan diri .
2. Bagi Pemimpin Puskesmas
Melalui pimpinan puskesmas diharapkan dapat memberikan pelayanan pada
pasien dan keluarga secara optimal di Puskesmas Nanggalo Kota Padang dan
meningkatkan mutu pelayanan di rumah dalam melakukan asuhan
keperawatan dan memaksimalkan implementasi yang dilakukan.

3. Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan referensi Karya Tulis Ilmiah perpustakaan untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang keperawatan jiwa bagi mahasiswa
yang bersangkutan di Poltekkes Kemenkes RI Padang khususnya pada
pasien dengan defisit perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing
Badan PPSDM.2012. Modul pelatihan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
Friedman, Marilyn m, dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori,
dan Praktik. Jakarta : EGC.
Irman, Veolina. 2016. Ilmu keperawatan jiwa, Ed.1 Padang : Press Padang

Keliat, Budi, Ana, dkk. 2013. Manajemen keperawatan psikososial dan kader
kesehatan jiwa. Jakarta : EGC
Kemenkes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat.
Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013
.pdf diakses 25 Agustus 2017
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peran Keluarga Dukung
Kesehatan Jiwa Masyarakat. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat.
Diakses dalam:http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-
keluarga-dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html Diakses pada tanggal 26
Agustus 2017
Kusuma, Farida dan Hartono, Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba
Medika, Jakarta.
Mardalis. (2010). Metode penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi
Aksara.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi Offset

Notoadmojo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka


Cipta

Nursalam, 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis,


Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.
Padila. 2012. Bahan ajar keperawatan keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika

Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Numed.

Purba. 2010. Asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah psikososial dan
gangguan jiwa. Medan : USU
Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakterisitik dan
Keunggulannya. Jakarta: Grasindo
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Mentri Kesehatan RI
Stuart, G.W. 2013. Prinsip dan Praktek Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Ed 1.
St Louis, Missouri : Mosby Elsevier.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alfabeta.

Townsend, Marry C. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan


Psikiatri : Rencana Asuhan dan Medikasi Psikotropi, Ed. 5.
Jakarta : EGC
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa
WHO. 2016. Health For the Worlds Adolescents a Second Chance In The Second
Decade. Geneva, Switerland
Yusuf, Ah dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
SalembaMedi

Anda mungkin juga menyukai