Anda di halaman 1dari 81

Islam

24
25
26
30
31
42
43
44
45
46
48
48
49
50
51
52
53
54
1
10
1
11
1
12
Katolik
BAB I
PANGGILAN HIDUP MANUSIA MENURUT KITAB SUCI

A. Siapakah Manusia dalam Kitab Suci


Apakah Anda menyadari bahwa hidup manusia amat berharga dari bukti sikap
manusia yang selalu berusaha mempertahankan hidupnya? Jika ia sakit, ia akan
berusaha untuk sembuh. Manusia tidak akan menyia-nyiakannya atau
mempertukarkan hidupnya dengan hal-hal yang kurang berarti.
Tema tentang manusia ditempatkan sebagai tema sentral oleh agama- agama di
samping ajaran tentang Allah dalam dogmatika. Agama Katolik juga demikian, hal ini
tampak dalam permulaan Kitab Suci yakni kitab Kejadian yang menempatkan kisah
mengenai penciptaan. Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk manusia, dan
manusia itu diciptakan untuk melayani Allah, untuk mencintai-Nya dan untuk
mempersembahkan seluruh ciptaan kepada- Nya. Tidak ada makhluk yang diciptakan
dengan martabat yang luhur seperti manusia.
Pada bab pertama ini Anda akan masuk pada pembahasan tentang siapa manusia
dalam pandangan Kitab Suci. Sumber utama untuk mengenal siapa manusia adalah
Kitab Suci. Dalam Kitab Kejadian 1: 26-31, Allah menciptakan manusia secitra dan
segambar dengan Allah. Anda diharapkan mengenal diri sebagai pribadi, Citra Allah
dan dipanggil agar mampu hidup sebagai Citra Allah yang bersyukur atas keberadaan
dirinya, menghargai hak azasi manusia, dan mampu bekerjasama dengan sesama,
menjaga kelestarian lingkungan hidup serta mampu berelasi dengan Tuhan sebagai
pencipta kehidupan.
Setelah mempelajari siapakah manusia dalam Kitab Suci, Anda diharapkan
memahami asal-usul, hakikat, panggilan, tugas dan perutusan manusia sebagai citra
Allah, sehingga dapat membangun hidup yang lebih bermartabat; semakin peduli dan
tanggap terhadap situasi sosial masyarakat sebagai bagian dari panggilan hidup
manusia sebagai Citra Allah. Sikap dan perilaku yang jujur dan terbuka dalam
membangun relasi dengan diri sendiri, sesama, lingkungan, dan Tuhan merupakan
harapan yang ingin dibangun dalam proses pembelajaran pada bab pertama buku ini.

5
3. Dalam situasi genting seperti dalam kasus kebakaran tersebut Anda
diminta bertindak cepat untuk menyelamatkan harta yang paling
berharga dalam rumah itu, apa yang Anda selamatkan ? Dan mengapa
Anda memilih menyelamatkan hal tersebut ?

Diskusi singkat ini dimaksudkan untuk menggali pemahaman dan pengalaman Anda
tentang paham dan skala nilai dalam hidup Anda. Latar belakang kondisi sosial, arus
materialisme dan budaya masyarakat modern tentu ikut mempengaruhi paham dan
setiap pilihan Anda. Apakah Anda memandang manusia sebagai makhluk yang paling
berharga? Atau, mungkin saja paham materialisme yang mengutamakan uang dan
harta yang lebih bernilai dalam hidup Anda. Apa pun jawaban Anda bukan untuk
menentukan penilaian melainkan sebagai gambaran, apersepsi mengenai skala nilai
dan pemahaman Anda tentang suatu masalah, dan bagaimana Anda memandang
manusia. Diskusi singkat ini merupakan pengantar untuk masuk pada Bab I (satu)
materi perkuliahan Agama Katolik yang membahas tentang siapa dan bagaimana
panggilan hidup manusia dalam Kitab Suci.

C. Mengapa Manusia Diciptakan Menurut Gambar Allah


Apakah Anda menyadari bahwa pertanyaan tentang siapa manusia merupakan
pertanyaan pokok dalam setiap agama. Ada banyak definisi atau pandangan tentang
manusia, antara lain: makhluk yang berbicara (animal loquens), hewan yang memiliki
akal budi (animal rationale), makhluk simbolik (a symbolic animal), makhluk yang
beretika (ethical being), makhluk yang memiliki rasa estetis (an aesthetical being);
makhluk religious (a religious being) (Tarigan, 2013) dan masih banyak definisi lain.
Paham atau definisi tersebut memberikan gambaran tentang manusia dari sudut
pandang tertentu. Sadar akan keterbatasan setiap definisi, Anda dapat memahami
bahwa manusia itu adalah pribadi (persona). Siapa manusia dan bagaimana Anda
memaknai kehidupan merupakan pertanyaan eksistensial dalam diri setiap manusia.
Menurut filsuf Plato, manusia merupakan animal society yaitu hewan/binatang/
makhluk sosial dan makhluk yang senang bergaul/berkawan untuk hidup bersama.
Status makhluk sosial selalu melekat pada diri manusia. Manusia tidak bisa bertahan
hidup secara utuh hanya dengan mengandalkan dirinya sendiri saja. Sejak lahir
sampai meninggal dunia, manusia memerlukan bantuan atau kerjasama dengan
orang lain. Menurut filsuf Aristoteles, manusia adalah zoon politicon, makhluk yang
pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya.
Artinya, makhluk yang selalu hidup bermasyarakat. Diri manusia sejak dilahirkan

7
sudah memiliki hasrat/bakat/naluri yang kuat untuk berhubungan atau hidup di
tengah-tengah manusia lainnya.
Kitab Kejadian menuliskan kisah penciptaan menekankan bagaimana Allah
menempatkan manusia sebagai ciptaan-Nya yang khusus. Manusia disebut sebagai
gambar Allah (imago Dei) yang mewakili Allah di dunia. Artinya, keberadaan manusia
menunjukkan bahwa Allah ada. Manusia menjadi begitu sangat penting dan berarti
karena segala sesuatu di dunia ini harus diarahkan kepada manusia sebagai pusat
dan puncaknya. Pertanyaan yang tidak bisa dihindari dan yang harus kita gali adalah:
siapa sebenarnya manusia itu, dari mana manusia berasal, apa ciri khas dan sifat
manusiawi, apa yang membuat manusia itu berkedudukan di atas makhluk-makhluk
lainnya, dan apa yang merupakan martabatnya?
Persoalan itu telah dicoba dijawab dengan tegas oleh begitu banyak ahli pikir. Ada
berbagai pendapat dan teori tentang manusia. Misalnya, teori evolusi Charles Darwin.
Dalam teori evolusi Charles Darwin dijelaskan bahwa seluruh makhluk hidup
termasuk manusia berasal dari nenek moyang yang sama. Pertanyaan besar yang
selalu mengganggu pikiran manusia dari abad ke abad adalah pertanyaan mengenai
asal-usul manusia.
Menurut Frans Dahler dalam bukunya mengenai “Asal dan Tujuan Manusia” usaha
untuk menjawab hal ini menjadi pangkal lahirnya mitos- mitos, dongeng-dongeng
kuno, berbagai macam filsafat dan agama-agama. Sejak ribuan tahun lamanya,
manusia menciptakan gambaran akan asal- usulnya sendiri.
Dengan segala kemampuannya, meskipun meraba-raba dalam kegelapan, ia
berusaha mencari tahu jawaban akan persoalan berkaitan dengan asal-usulnya
sendiri.

Gambar: 1.3. Gambar manusia dalam teori Evolusi Darwin


Sumber: http://freedesignfile.com/

8
Seratus lima puluh puluh tahun sesudah Charles Darwin mempublikasikan “The Origin
of Species by Means of Natural Selection”, masalah evolusi masih panas
diperdebatkan. Teori Darwin kelihatan bertentangan total dengan apa yang
dipercayai dunia Kristiani tentang asal-usul dunia dengan segala isinya, tentang
penciptaan, sebagaimana ditulis dalam dua bab pertama Kitab Kejadian, yaitu bahwa
“langit dan bumi” dengan segala isinya diciptakan langsung oleh Allah dalam waktu
enam hari dan bahwa ciptaan terakhir adalah manusia, Adam dan Hawa, yang
ditempatkan dalam taman firdaus. Waktu itu, orang memperkirakan bahwa
penciptaan itu terjadi kurang dari 10.000 tahun lalu. Keyakinan ini merupakan dasar
pandangan dunia Kristiani. Buku Darwin seakan-akan meruntuhkannya. Ada tiga teori
pokok mengenai asal-usul alam raya dan organisme hidup, yaitu Darwinisme,
Creationism dan teori Inteligent design (Suseno, S.J., F.M., 2014, hal. 152-169).
Kitab Kejadian melukiskan tentang penciptaan dan memberikan kepada manusia
tempat mulia dalam alam semesta. Penciptaan manusia tidak hanya merupakan
penutup dari segenap karya ciptaan Allah, tetapi dalam penciptaan manusia itu
terkandung penggenapan dan makna dari seluruh pekerjaan Allah. Manusia
diperintahkan memenuhi bumi dan menaklukkannya, dan manusia berkuasa atas
semua makhluk (Kej. 1:27-31). Kesaksian yang sama tentang kekuasaan manusia
dan tentang tempatnya yang sentral di alam ciptaan ini, diberikan lagi di tempat-
tempat lain (Am. 4:13; Yes. 42:5-6; Mzm. 8:5-9; 104:14-15), dan secara
mengagumkan diberikan dalam inkarnasi (bdk Ibr. 2).
Anda diminta menganalisis tiga teori tentang asal-usul manusia dan alam
raya (teori Darwnisme, teori Creationism, dan Teori Inteligent). Anda juga
dapat membaca bagaimana pandangan Kitab Suci tentang siapa manusia
dalam Kitab Kejadian 1 : 26–30? Anda diharapkan menggali gambaran
manusia dalam Kitab Suci; dan memberikan pertanyaan tentang siapa
manusia dalam Kitab Suci, dan panggilan serta tugas perutusan manusia
sebagai citra Allah dalam Kitab Suci. Anda dapat mengajukan beberapa
pertanyaan penting seperti pertanyaan di bawah ini.
1. Apa pendapat Anda mengenai teori tentang asal-usul manusia ?
2. Dalam teori Creationism, mengapa Allah menciptakan manusia
segambar dan secitra dengan Allah ?
3. Menurut Anda apa rencana Allah terhadap manusia. Anda diminta
menganalisis panggilan, tugas dan perutusan manusia sebagai citra
Allah dalam teks Kitab Kejadian 1: 26 – 30 ?

D. Menalar, Menggali Argumentasi Pemahaman & Hakikat Manusia


sebagai Citra Allah
Apakah Anda menyadari bahwa martabat manusia adalah dasar hak-hak asasi
manusia yang tidak diberikan oleh orang lain ataupun oleh pemerintah, dan negara?

9
Martabat manusia lahir secara kodrati bersamanya dan terlepas dari lingkungan
kebudayaannya. Martabat ini, tidak dapat dirampas oleh orang lain, dan hanya dapat
dicemarkan oleh manusia itu sendiri. Orang yang tidak mau menghormati martabat
orang lain sebagai manusia, ia mencemari martabatnya sendiri sebagai manusia.

Gambar 1.4. Pejabat publik melaporkan pajak yang merupakan salah satu tindakan
menghargai dasar hak-hak asasi manusia
Sumber : www.pajak.go.id

Bila Anda memberikan perhatian mengenai penghargaan kepada martabat manusia


dewasa ini, seringkali Anda terancam oleh berbagai hal persoalan yang dihadapi
manusia, antara lain: kemiskinan struktural, pengangguran, bisnis narkotika, aborsi,
kekerasan dan pencemaran lingkungan. Manusia kerapkali dihargai bukan karena dia
pribadi yang unik sebagai ciptaan Allah, tetapi tidak jarang manusia diukur dan
dihargai kemanusiaannya berdasarkan apa yang melekat dalam dirinya seperti; harta,
kekayaan, pangkat dan jabatan.

10
1. Martabat Manusia sebagai Citra Allah
Berdasarkan kitab Kej. 1:26-28; dan Kej. 2:7-8, 15-18, 21-25 tampak bahwa manusia
diciptakan oleh Allah Sang Pencipta pada hari ke-6 dengan bersabda dan bertindak.
Dalam kisah penciptaan itu, manusia diciptakan dalam proses yang terakhir setelah
semua yang ada di alam semesta diciptakan. Artinya, manusia diciptakan sebagai
puncak ciptaan Allah. Manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah,
dengan karunia istimewa yaitu akal budi, hati/perasaan, dan kehendak bebas. Adanya
karunia akal- budi menjadikan manusia bisa atau memiliki kemampuan untuk
memilih, karunia hati/perasaan menjadikan manusia bisa merasakan, dan karunia
kehendak bebas menjadikan manusia mampu membangun niat-niat.
Karunia-karunia itu menjadikan manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki
kesadaran dan kebebasan.

Gambar 1.5 Kodrat/jatidiri manusia sebagai citra Allah.


Sumber: Waruwu, Membangun Budaya Berbasis Nilai, hal. 165.

Gambaran yang paling tepat mengenai siapakah manusia di hadapan Allah secara
iman Kristiani terdapat dalam Kitab Mazmur 8:1-10. Demikian juga gambaran
siapakah manusia di hadapan Allah secara iman Kristiani terdapat dalam Kitab Yesus
Bin Sirakh 17:1-11. Pandangan dan ajaran resmi Gereja Katolik tentang manusia
diuraikan dalam Gaudium et Spes artikel 12. Kitab Suci mengajarkan bahwa manusia

11
diciptakan “menurut gambar Allah”; ia mampu mengenal dan mengasihi Penciptanya;
oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua makhluk di dunia ini (Kej 1:26;
Keb 2:23), untuk menguasainya dan menggunakannya sambil meluhurkan Allah (Sir.
17:3-10). “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia,
sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir
sama seperti Allah, dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau
menjadikannya berkuasa atas buatan tangan- Mu; segala-galanya telah Kauletakkan
di bawah kakinya” (Mzm 8:5-7).
Allah menempatkan martabat manusia di atas ciptaan yang lain. Hanya manusia
yang secitra dengan Allah. Dari segala ciptaan yang kelihatan, hanya manusia
"mampu mengenal dan mencintai Penciptanya dan oleh Allah manusia ditetapkan
sebagai tuan atas semua makhluk di dunia ini, untuk menguasainya dan
menggunakannya sambil meluhurkan Allah" (GS 12,3). Lebih tegas lagi para Bapa
Konsili menyatakan bahwa “Allah sebagai Bapa memelihara semua orang,
menghendaki agar mereka merupakan satu keluarga, dan saling menghargai dengan
sikap persaudaraan. Sebab mereka semua diciptakan menurut gambar Allah, yang
menghendaki segenap bangsa manusia dari satu asal mendiami muka bumi (Kis
17:26). Mereka semua dipanggil untuk satu tujuan, yakni Allah sendiri” (GS 24,1).
Manusia merupakan satu-satunya makhluk, yang Allah kehendaki demi dirinya
sendiri (bdk. GS 24,3).

Gambar 1.6.Janin bayi dalam kandungan ibunya berumur 39 minggu.


Sumber: http://images.agoramedia.com/

Martabat manusia itu mulia karena hidupnya tergantung pada Allah. Asal mula dan
sumber kehidupan manusia adalah Allah, yang menjadi pemberi dan penopang
kehidupan. Karena martabat manusia sangat mulia dan luhur, kehidupan manusia
harus dilindungi sejak pembuahan dalam kandungan. “Sebab Engkaulah yang
membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur

12
kepada-Mu oleh karena kejadianku dasyat dan ajaib; ajaib apa yang kamu buat dan
jiwaku benar-benar menyadarinya” (Mzm. 139; 13 – 14).

Martabat manusia sebagai citra Allah merupakan landasan penghargaan terhadap


hak azasi manusia. Semua hak azasi berakar dalam kodrat kemanusiaan yang lahir
bersamaan dengan manusia. Nilai-nilai kemanusiaan itu berasal dari Tuhan, pencipta
alam semesta. Setiap manusia memperkembangkan kepribadiannya dalam
hubungannya dengan sesama atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab. Setiap diskriminasi, dan paksaan dalam hal agama, misalnya, selalu
bertentangan dengan kemanusiaan dan ke-Tuhan-an. Oleh karena itu, para pemeluk
agama harus menjadi pelopor dalam menegakkan hak-hak asasi manusia. Hak asasi
manusia merupakan syarat mutlak untuk perkembangan demokrasi yang sehat.
Setiap penganut agama harus menjunjung tinggi hak-hak asasi karena itu berasal dari
Tuhan sendiri (Jacobus Tarigan, 2013).

2. Martabat Manusia sebagai Anak Allah


Manusia sebagai makhluk ciptaan yang mempunyai citra dan rupa Allah mempunyai
tujuan yang diberikan oleh Allah sendiri. Tujuan hidup manusia sangat mempengaruhi
martabat manusia. Tujuan hidup manusia itu pada dasarnya di luar segala daya
pemikiran manusia, di luar segala perhitungan manusia bahkan di luar pengertian
manusia itu sendiri.
Tujuan hidup manusia pada dasarnya bersifat transendental (bersifat ilahi dan
mengatasi segala-galanya), yaitu memenuhi kerinduan manusia mencapai
kesempurnaan dalam segala-galanya, yaitu suatu kebahagiaan abadi berupa
kehidupan kekal, hidup berbahagia bersama Allah Bapa di surga (Lihat Yoh. 17:1-3;
1Yoh. 3:2; 1Kor. 2:9). Dalam teks tersebut dilukiskan bahwa tujuan hidup manusia
masing-masing adalah persatuan dengan hidup Allah Tritunggal untuk selama-
lamanya. Sebagai anak Allah, manusia terpanggil untuk hidup bersatu dengan Bapa-
Nya sesuai dengan rencana Allah. Martabat manusia sebagai anak Allah merupakan
kunci untuk memahami sebenarnya siapa manusia.
Manusia dipanggil untuk hidup dalam persekutuan dengan Allah Bapa berkat wafat
dan kebangkitan Kristus yang memanggil manusia untuk lahir kembali sebagai anak
Allah. Maka martabat manusia tidak tergantung pada bangsa, jenis, usia, bakat,
kedudukan dan keberhasilan seseorang. Martabat manusia melebihi semua hal
tersebut. Allah telah mengangkat manusia sebagai anak-Nya dengan menyerahkan

13
Putra-Nya yang tunggal, Yesus Kristus. Maka, martabat manusia diangkat dan
disempurnakan dalam relasi dengan Yesus Kristus Putra Allah (1Yoh. 4:9-10).

3. Martabat Manusia sebagai Pribadi Sosial


Apakah Anda pernah mendengar ada pepatah mengatakan: “No man is an island”,
artinya ‘manusia tidak ada yang hidup sendirian.’ Dalam kehidupannya manusia sadar
akan dirinya bersama dengan orang lain. Manusia bersama dengan orang lain, secara
bersama-sama memberikan arti dan nilai dan saling memanusiawikan. Anda menjadi
pribadi justru dalam pengakuan dari sesama. Manusia diciptakan untuk berelasi dan
bersekutu. Relasi dan persekutuan ini memperlihatkan suatu ketergantungan
dasariah antarmanusia sebagai makhluk yang selalu ada bersama. Karena itu,
manusia hidupnya tergantung satu sama lain. Allah tidak menciptakan manusia
seorang diri: sebab sejak awal mula “Ia menciptakan mereka pria dan wanita” (Kej.
1:27). Rukun hidup mereka merupakan bentuk pertama persekutuan antarpribadi.
Sebab dari kodratnya yang terdalam, manusia bersifat sosial; dan tanpa berhubungan
dengan sesama ia tidak dapat hidup atau mengembangkan bakat-pembawaannya.
Hidup di tengah-tengah manusia lain merupakan sebuah keniscayaan. Oleh karena
itu, sebagai citra Allah manusia adalah pribadi sosial, yang di satu sisi sebagai
anugerah yang layak “disyukuri” dan di lain pihak mengandung tugas
panggilan/perutusan yaitu “membangun”. Karenanya, kita perlu membangun
kesadaran bahwa kita hidup dalam suatu komunitas kebersamaan. Kesadaran itu,
hendaknya dihayati dengan sikap-sikap yang menunjang tercapainya kerja sama dan
saling pengertian dan peduli di antara sesama manusia.

Gambar 1.7. Seseorang yang peduli dengan memberi sedekah kepada kakek yang sedang
duduk mengemis. (Sumber: http://mybroadband.co.za/vb/attachment.php)

14
gembira. Jadi, apa pun yang Anda miliki, dan apa pun yang menjadi tugas Anda, itu
bukanlah kebetulan. Tuhanlah yang menempatkan Anda di posisi-posisi tersebut.

Sumber: https://swordsoftruth.files.wordpress.com
Gambar 1.11. Mother Theresia menggendong seorang anak kecil dengan penuh kehangatan
dan cinta.

Setiap manusia sebenarnya diberi tugas dan tanggung jawab sosial. Manusia
diciptakan oleh Tuhan dengan talentanya masing-masing, dengan kelebihan dan
kekurangannya. Ada orang yang diciptakan untuk pandai mengatur uang, maka ia pun
menjadi kaya akan harta duniawi. Ada orang yang diciptakan untuk memiliki otak yang
cerdas, maka ia menjadi ilmuwan. Ada orang yang diciptakan untuk melihat peristiwa
kehidupan secara lebih jernih, maka ia menjadi bijaksana. Ada orang yang diciptakan
dengan kemampuan tangan yang luar biasa, maka ia menjadi teknisi, menjadi tukang.
Ada orang yang diciptakan dengan kemampuan mengatur orang lain, maka ia
menjadi pemimpin. Ada orang yang diciptakan dengan kemampuan untuk bisa
menyembuhkan, maka ia menjadi dokter. Semuanya itu dimaksudkan agar manusia
saling melengkapi, bekerja sama, dan saling membutuhkan satu sama lain.

Jika konsep hidup adalah rahmat, panggilan dan perutusan ini kita padukan dengan
konsep tanggung jawab sosial, maka kita akan menyadari bahwa setiap manusia
yang terlahir ke dunia sebenarnya diciptakan untuk berbagi talenta. Tuhan
menghendaki kita untuk ikut membangun peradaban manusia. Ajakan ini hendaknya
ditanggapi. Tuhan memang memberikan kebebasan. Jika Anda tidak menanggapinya,
akan ada dua implikasi. Pertama, talenta Anda tidak akan optimal digunakan, bahkan

18
B. Persoalan Dasar dalam Membangun Relasi dengan Diri Sendiri,
Sesama, Lingkungan, dan Tuhan
Apakah ada masalah dengan diri Anda ? Atau Anda merasa hidup Anda baik-baik saja,
dan Anda sudah hidup secara berkualitas. Anda diminta mendiskusikan pertanyaan di
bawah ini setelah Anda menyimak kisah sang prajurit Ralf dalam kisah di atas.
1. Pertanyaan apa yang bisa Anda ajukan terhadap pengalaman Ralph sehingga ia
dapat membangun hidup yang berkualitas?
2. Menurut Anda mengapa Ralph berhasil membangun hidup yang berkualitas
melalui pengalaman hidupnya sebagai seorang tentara? Bagaimana ia memaknai
relasinya dengan dirinya, sesama, lingkungan yang ia jumpai dan Tuhan?
3. Anda diminta mengidentifikasi persoalan dasar apa yang Anda hadapi dalam
membangun relasi dengan diri sendiri. Jelaskan mengapa persoalan dasar
tersebut muncul!

C. Menggali Sumber dan Argumentasi Relasi Manusia dengan Diri


Sendiri, Sesama, Lingkungan dan Tuhan
1. Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri
Manusia ketika diciptakan sudah dilengkapi dengan segala daya kemampuan akal
budi, hati nurani dan kebebasan. Allah menganugerahkannya agar manusia mampu
mengembangkan hidupnya demi kebahagiaan manusia. Dalam perjalanan hidupnya
manusia kerapkali lupa diri akan kodratnya sebagai manusia ciptaan Tuhan yang
memiliki keterbatasan dan ketergantungan dengan Sang Penciptanya. Kesombongan
manusia mengakibatkan hubungan dengan dirinya sendiri menjadi terganggu yaitu
keterasingan diri manusia itu sendiri, menjadikan manusia asing terhadap dirinya
sendiri. Dalam kitab Kejadian dikisahkan bagaimana manusia setelah didapati
melanggar tatanan surgawi, manusia malu dan telanjang (kej. 3: 7), ini pertanda
bahwa ketika manusia menjadi asing dihadapan Allah, manusia menjadi asing bagi
dirinya sendiri. Manusia kehilangan hakikatnya sebagai gambar Allah, ia kehilangan
gambar yang hendak diwujudkannya, ia malu dan telanjang.

24
Gambar 2.1. Seorang Pemuda yang sedang merenungkan siapa dirinya.
Sumber: www.plus.google.com

Manusia berusaha mengenal dirinya dan mengenal alam semesta. Ia ingin lebih tahu
siapa dirinya dan bagaimana alam semesta. Disinilah letak persoalan mendasar
hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Manusia yang tidak mengenal dirinya
dengan baik mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menerima dirinya apa
adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Pengenalan
dan penerimaan diri yang baik akan menentukan sikap dan tindakannya baik terhadap
sesama, Tuhan maupun lingkungannya. Segala sesuatu yang diciptakan Tuhan di
muka bumi ini mempunyai kaitan, hubungan dan saling ketergantungan. Barang
siapa mengenal dirinya, sungguh dia akan mengenal Tuhannya, sebab dengan
pengenalan itu, manusia mengetahui bahwa selain Tuhan, tidak ada makhluk lain
yang bisa menciptakan dirinya dan alam semesta ini menuju kesempurnaan.

2. Hubungan Manusia dengan Sesamanya


Manusia berperan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang dapat
dibedakan melalui hak dan kewajibannya. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena
manusia merupakan bagian dari masyarakat. Hubungan manusia sebagai individu
dengan masyarakatnya terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan.
Oleh karena itu, harkat dan martabat setiap individu diakui secara penuh dalam
mencapai kebahagiaan bersama. Masyarakat merupakan wadah bagi para individu
untuk mengadakan interaksi sosial dan interelasi sosial. Interaksi merupakan
aktivitas timbal balik antarindividu dalam suatu pergaulan hidup bersama. Interaksi
yang dimaksud berproses sesuai dengan perkembangan jiwa dan fisik manusia
masing-masing serta sesuai dengan masanya. Dengan demikian, tidak setiap
25
kumpulan individu merupakan masyarakat. Dalam kehidupan sosial terjadi
bermacam-macam hubungan atau kerjasama, antara lain hubungan antarstatus,
persahabatan, kepentingan, dan hubungan kekeluargaan. Sebagai makhluk sosial,
manusia dikaruniai oleh Sang Pencipta antara lain sifat rukun dengan sesama
manusia.

Gambar 2.2. Beberapa orang anak remaja memanjat pohon Pinang Waktu HUT
Kemerdekaan R.I. 17 Agustus, menunjukkan kerjasama.
Sumber: http://www.muudu.com

Sebagai pribadi sosial, hidup dalam kebersamaan memang tidak mudah, karena
seringkali terjadi konflik kepentingan antara satu dengan yang lain karena masing-
masing saling berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu,
dibutuhkan sikap untuk saling pengertian, saling menghormati, dan saling kerjasama
menuju suatu tatanan hidup bersama yang baik. Ciri utama sikap yang menekankan
semangat sebagai pribadi sosial adalah solidaritas dan subsidiaritas. Dalam hal ini,
kita perlu waspada pada mentalitas egosentrisme, yang mengutamakan bertindak
dan mengukur segalanya dengan ke-AKU-an yang kelewat batas kewajaran (egois).
Dalam kisah penciptaan, krisis/kehilangan identitas manusia sebagai ciptaan Allah
bermuara pada rusaknya hubungan relasional yang utuh dan benar dengan Allah. Hal
ini mengakibatkan rusaknya hubungan yang utuh dan benar dengan sesamanya
manusia.

Keseimbangan dan kesetaraan antarmanusia yang menjadi warna paling jelas dalam
relasi manusia dengan sesamanya di "Taman Eden" telah rusak oleh keinginan
manusia untuk menjadi superior dari yang lain. Sifat-sifat semacam ini melahirkan
suatu kehidupan yang berorientasi pada supremasi diri, golongan (suku, agama dan

26
manusia mampu terbuka pada hal-hal yang bersifat ilahi, bahkan yang membuatnya
mampu mencari dan mengakui adanya Tuhan serta mengimaninya. Keterbukaan
transendental ini memperlihatkan dengan jelas bahwa manusia memiliki orientasi
hidup yang tidak hanya terbatas pada lingkup dirinya sendiri, sesama, dan dunia fana,
melainkan mengatasinya. Akan tetapi, dengan keterbatasan dan keterarahan yang
demikian, manusia masuk dalam pencarian yang tidak pernah selesai, karena apa
yang menjadi objek pencariannya itu tidak pernah bisa dia lakukan sepenuhnya. Itulah
sebabnya usaha pencarian manusia menjadi sebuah sikap tunduk dan penyerahan
diri kepada Sang Gaib.
Hal gaib yang dalam pembahasan ini adalah sesuatu yang dipercayai oleh manusia
sebagai sesuatu yang nyata adanya namun tidak kelihatan di mata. Yang dimaksud
dengan yang gaib di sini adalah hal-hal yang sifatnya supranatural, adikodrati, suatu
realitas yang melampaui kenyataan duniawi semata, yang dalam pengertian
kepercayaan manusia primitif, maupun dalam pengertian kepercayaan manusia
beragama modern disebut sebagai “Tuhan” atau “Allah” (Gea, A.A, dkk. 2006, hal. 7).
Kepercayaan akan kekuatan gaib bukanlah sesuatu yang dipaksakan kepada
manusia, lepas dan jauh dari pengalaman hidupnya. Ada banyak pengalaman hidup
manusia yang tidak dapat ditangkap dan diterangkan secara rasio semata.
Pengalaman-pengalaman tersebut telah mengantar manusia pada keterbukaan, dan
bahkan kepada pengakuan adanya kekuatan lain yang melampaui kekuatannya
sendiri dan segala kekuatan yang ada dalam dunia ini. Pengalaman manusia tentang
adanya kekuatan yang mengatasi dirinya, selain memperlihatkan ketakberdayaan
dan keterbatasan manusia, sekaligus juga memperlihatkan keistimewaan manusia
sebagai makhluk religius. Inilah cikal- bakal muncul dan berkembangnya kepercayaan
manusia dalam membangun relasi dengan Tuhan.

Gambar 2.7.Yesus sedang menyelamatkan Petrus yang hampir tenggelam dalam perahu
ketika Yesus ada bersama Petrus.
Sumber: http://orig15.deviantart.net

34
Kristen
BAB I
AGAMA DAN FUNGSINYA DALAM
KEHIDUPAN MANUSIA

Agama adalah suatu fenomena yang


selalu hadir dalam sejarah umat
manusia, bahkan dapat dikatakan
bahwa sejak manusia ada, fenomena
agama telah hadir. Walaupun demikian,
tidaklah mudah untuk mendefinisikan
apa itu agama. Mengapa?
Pertama, karena pengalaman manusia
tentang agama sangat bervariasi, mulai
dengan yang paling sederhana seperti
dalam agama animisme/dinamisme
sampai ke agama-agama politeisme
Sumber:
dan monoteisme. Kedua, selain begitu http://www.smh.com.au/lifestyle/losing
variatifnya pengalaman manusia -my- religion-20130625-2ouww.html
tentang agama, dan begitu variatifnya
disiplin ilmu yang digunakan untuk memahami fenomena agama. Misalnya,
agama bisa ditinjau dari sudut psikologi, antropologi, sosiologi, ekonomi,
bahkan teologi.
Melalui bab ini, Anda diharapkan mencapai tiga tujuan pembelajaran. Adapun
tujuan pembelajaran yang diharapkan dicapai adalah: (i) bersikap rendah hati
dan bergantung kepada Tuhan yang diwujudkan antara lain dalam ibadah yang
teratur; (ii) menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain dalam
kepelbagaian agama, suku dan budaya; (iii) menjelaskan pengertian agama,
mengidentifikasi fungsi-fungsi agama dalam kehidupan manusia baik yang
positif maupun negatif, merumuskan pengertian agama dengan kata-kata
sendiri, dan menalar perbedaan fungsi agama yang positif dan negatif.
Sekarang, cobalah Anda melakukan refleksi pribadi berdasarkan
pengalaman beragama Anda selama ini, rumuskan agama itu. Kalau bukan
suatu definisi, cobalah sebutkan unsur-unsur yang membentuk pengalaman
beragama Anda! Setelah itu bandingkanlah pengertian Anda dengan
pandangan para ahli mengenai agama itu!

Cobalah Anda amati pengertian agama dari disiplin ilmu psikologi,


antropologi, sosiologi, dan teologi. Lihatlah buku psikologi, antropologi,
sosiologi, dan teologi yang mengulas tentang pengertian agama.
Bandingkanlah masing-masing definisi tersebut dan diskusikanlah dalam
kelas!

Fenomena agama merupakan fenomena yang tak bisa dijelaskan secara


tuntas dengan kategori ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun begitu,
Arnold Toynbee, seorang ahli sejarah ternama, mengatakan bahwa:
“in religion the whole of human being personality is involved: the emotional
and moral facets of the human psyche above all, but the intellectual facet
as well. And the concern extends to the whole of Man’s World; it is not limited
to that part of which is accessible to the human senses and which can
therefore be studied scientifically and can be manipulated by technology
(John Goley 1968, v).
Jadi menurut Toynbee, dalam agama, keseluruhan kepribadian manusia
terlibat antara lain: segi-segi emosional, segimoral dan kejiwaan, dan segi
intelektual juga. Keprihatinan agama mencakup keseluruhan “dunia manusia”;
tidak hanya dibatasi pada bagian yang bisa diakses oleh indra manusia yang
pada gilirannya dapat dipelajari secara ilmiah tetapi juga yang dapat
dimanipulasi oleh teknologi. Singkatnya, seluruh kemanusiaan kita terlibat di
dalam pengalaman beragama manusia. Cobalah Anda amati hal-hal apa saja
dalam diri manusia yang terlibat di dalam pengalaman beragama manusia!
Kita mencoba menelusuri berbagai pengertian agama sebagaimana
dikemukakan oleh berbagai ahli dari berbagai perspektif. Jika ditelusuri,
ternyata ada begitu banyak definisi/pengertian agama dari yang sifatnya
sangat positif sampai ke yang sifatnya sangat negatif. Begitu bervariasinya
definisi agama karena, antara lain, ada yang memasukkan agama-agama
yang sangat sederhana atau primitif, seperti dalam bentuk
animisme/dinamisme, sampai ke agama-agama yang lebih rumit dan
kompleks, seperti dalam agama-agama yang monoteisme ke dalam definisi
mereka. Pada umumnya definisi-definisi tersebut bersifat positif dan tidak
menilai benar atau salahnya suatu keyakinan religius. Namun, ada juga

2
definisi-definisi yang sangat kritis bahkan cenderung merendahkan
pengalaman agamawi manusia. Cobalah Anda amati dan kemukakan beberapa
definisi tentang agama yang sangat kritis!
Berikut ini kita akan melihat beberapa contoh definisi, dan dengan menelusuri
beberapa definisi mudah-mudahan kita menangkap pengertian agama.
Beberapa definisi yang diberikan oleh berbagai kamus antara lain seperti
berikut; Penguin Dictionary of Religion (1970) mendefinisikan agama sebagai
suatu istilah umum yang dipakai untuk menggambarkan semua konsep
tentang kepercayaan kepada ilah (ilah-ilah) dan keberadaan spiritual yang
lain atau keprihatinan ultima yang transendental. Britanica Concise
Encyclopedia (online, 2006) mendefinisikan agama sebagai hubungan manusia
kepada Allah atau ilah-ilah, atau apa saja yang dianggap sakral, atau dalam
beberapa kasus hal-hal yang supernatural. Encyclopedia Britanica (online,
2006) mendefinisikan agama sebagai hubungan manusia dengan apa yang
dianggap sebagai suci, sakral, spiritual atau ilahi.
Selain definisi-definisi dari kamus yang sifatnya netral, ada juga pengertian
agama yang sifatnya negatif. Berikut tiga contoh definisi negatif tentang
agama:
1. Karl Marx mendefinisikan agama adalah vitamin untuk masyarakat yang
tertindas ... agama adalah candu bagi masyarakat.
2. Sigmund Freud dalam New Introductory Lectures on Psychoanalysis,
mengatakan bahwa agama adalah ilusi dan menarik kekuatannya dari
fakta bahwa ia berasal dari keinginan-keinginan instingtif manusia.
3. Bertrand Russel berpendapat bahwa agama adalah sesuatu yang
terbawa/tertinggal dari masa kanak-kanak dari inteligensi kita, agama
akan lenyap ketika kita mengadopsi penalaran dan ilmu pengetahuan
sebagai penuntun kita.
Dari penelusuran beberapa definisi di atas, dapatkah Anda membuat
kesimpulan sendiri mengenai apa yang dipahami para ahli di atas
tentang agama? Amatilah apa yang menyebabkan para ahli
mendefinisikan agama seperti itu! Apakah definisi-definisi tersebut
sesuai dengan pengalaman keagamaan Anda? Buatlah catatan kritis
terhadap definisi tersebut!

Untuk lebih memperjelas pemahaman kita mengenai agama secara umum,


sebenarnya ada empat pendekatan definisai agama yakni: substantif,
fungsional, verstehen, dan formal. Pendekatan subtantif dan pendekatan
fungsional akan dibahas pada alinea berikut. Dua pendekatan lain (verstehen

3
dan formal) tidak dibahas di sini, Anda dipersilakan mencari di buku lain untuk
memahami pendekatan verstehen dan formal!

Sumber: http://putriempuutri.blogspot.com/2012/

Definisi-definisi substantif adalah definisi yang melihat apa substansi agama.


Misalnya, Tyler mendefinisikan agama sebagai “kepercayaan kepada
keberadaan spiritual.” Ini menunjukkan substansi agama sebagai kepercayaan
kepada yang hal spiritual/rohaniah. Namun, kadang definisi substantif dipakai
juga untuk analisis fungsional. Misalnya saja Ross (1901:197) melihat agama
sebagai sesuatu yang memberi kontrol sosial tertentu. Dalam konsep ini,
agama sudah bersifat fungsional, meskipun Tyler sebenarnya mendefinisikan
agama secara substantif. Ia mengatakan bahwa agama sebagai suatu
kepercayaan kepada yang tak terlihat, dengan perasaan takut, kagum, hormat,
rasa syukur, dan kasih, demikian pun institusinya seperti doa, ibadah, dan
pengorbanan.
Definisi fungsional menekankan pada fungsi agama, atau apa yang dilakukan
agama. Contoh dari definisi-definisi fungsional adalah definisi yang
dikemukakan Ward dan Cooley berikut. Ward (1898) berpendapat bahwa
agama adalah suatu substitusi dalam dunia yang rasional terhadap insting
pada dunia yang subrasional. Cooley (1909:372) juga mendefinisikan agama
sebagai suatu kebutuhan bagi hakikat manusia, untuk menjadikan hidup
kelihatan lebih rasional dan baik.

4
Cobalah Anda amati perbedaan antara definisi substantif dan fungsional!
Pertanyaannya adalah apakah definisi-definisi di atas menggambarkan
dengan akurat pengalaman agamawi Anda sendiri? Definisi manakah yang
paling cocok dengan pengalaman agamawi Anda.

Sumber: http://livinglifewithoutanet.com/2011/05/26/atlantas-apologist-examiner-calls-for-
christian-education-i-disagree/

Penulis setuju dengan definisi yang diberikan oleh Thomas H. Groome dalam
bukunya Christian Religious Education. Ia mengatakan bahwa agama adalah:
“human quest for the transcendent in which one’s relationship with an ultimate
ground of being is brought to consciousness and somehow given expression”
(Groome 1980, 22). Penulis setuju dengan definisi ini karena tiga alasan.
Pertama, semua agama tentu berurusan dengan yang transenden dan
manusia mencari yang transenden tersebut karena dalam dirinya ada suatu
kesadaran religius untuk mengakui adanya suatu kodrat yang melampaui
manusia. Kedua, yang transenden itu juga bisa menjadi dasar keberadaannya,
dan dalam arti itu sangat imanen dengan manusia. Jadi, definisi ini
menjaga keseimbangan antara yang transenden dan imanen. Tuhan tak
semata transenden jauh di sana, yang bisa membuat manusia merasa
teralienasi dari berbagai hal bahkan dengan diri sendiri karena mencari-Nya,
tetapi juga tidak sekadar imanen karena bisa juga manusia lalu menyamakan
dirinya dengan Tuhan. Imanensi Tuhan menyatakan kedekatan-Nya dengan
ciptaan-Nya. Ketiga, dalam pencarian itu manusia berusaha berelasi dengan
Tuhan sebagaimana Tuhan juga berelasi dengan manusia, tetapi relasi-relasi
itu diberi manifestasi dengan berbagai cara: iman, ritual, ibadah dan ketaatan
terhadap apa yang dikehendaki oleh sang Pencipta yang transenden dan dasar
keberadaan tadi.

5
Semua yang dikatakan di atas barulah sebagian pertanyaan yang muncul
dalam memikirkan apa itu agama dan fungsinya dalam kehidupan manusia.
Anda bisa menambahkan lagi sejumlah
pertanyaan yang muncul dalam benak
Anda dalam kaitan pembicaraan kita
tentang pengertian agama dan
fungsinya!
Jadi, kita bisa menyimpulkan dalam
masyarakat Indonesia, fenomena
agama sulit diabaikan untuk memahami
masyarakat Indonesia.
Masih banyak lagi pertanyaan-
pertanyaan yang Anda bisa munculkan.
Silakan saja dan diskusikan itu dengan
teman-temanmu serta pengajarmu! Sumber: http://theology101.org/world.htm.

Anda telah mencoba merumuskan sendiri pengertian agama


berdasarkan pengalaman beragama Anda sendiri. Tentu saja hal ini penting!
Sekarang kita coba menggali lebih jauh dari berbagai sumber, apa fungsi
agama terutama fungsinya yang positif. Dalam kenyataan konkret kadang
kala agama juga juga disalah mengerti dan karena itu dapat berfungsi
destruktif. Silakan Anda mengumpulkan informasi sebanyak mungkin yang
berkenaan dengan fungsi agama yang positif dan negatif. Diskusikan dalam
kelas bersama rekan-rekanmu!

Fungsi Agama?

Sudah ada sejarah yang panjang dalam menilai dan usaha menjelaskan fungsi
agama. Karl Marx dan Engels misalnya berpendapat bahwa fungsi agama

8
adalah untuk menutupi realitas yang mendasari sistem ekonomi dan
mengurangi rasa sakit penderitaan dari massa pekerja. Durkheim berpendapat
bahwa fungsi agama adalah untuk memungkinkan terjadinya ritual-ritual yang
mengikat atau menyatukan masyarakat bersama-sama. Freud, pada pihak
lain, mengatakan bahwa fungsi agama tak lebih dari mengatasi rasa takut
serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan emosional. Silakan Anda
mengumpulkan informasi yang lain dari teolog-teolog mengenai fungsi
agama.
Banyak ahli berpendapat bahwa fungsi agama adalah untuk memajukan serta
mempertahankan perilaku-perilaku moral. Para pendukung teori evolusi
modern melihat agama terutama sebagai adaptasi yang berfungsi untuk
meningkatkan kohesi kelompok, dan inilah juga yang dikemukakan oleh
Durkheim.
Philip Goldberg yang merangkum berbagai fungsi agama memberi daftar
fungsi agama sebagai berikut:
1 Transmisi atau pewarisan: yakni untuk meneruskan ke setiap generasi
suatu “sense of identity” melalui kebiasaan-kebiasaan, cerita, dan
kelanjutan historis yang dimiliki bersama.
2 Translasi atau penerjemahan: yakni untuk menolong individu-individu
menafsirkan peristiwa-peristiwa kehidupan, mendapatkan suatu rasa
bermakna dan bertujuan, dan memahami hubungan-hubungannya
dengan keseluruhan yang lebih besar (baik dalam arti sosial maupun
kosmis).
3 Transaksi: yakni untuk menciptakan dan mempertahankan suatu
komunitas yang sehat, dan memberi penuntun terhadap perilaku-perilaku
moral dan hubungan-hubungan etis.
4 Transformasi: yakni sebagai pengembangan kedewasaan dan
pertumbuhan yang terus- menerus, menolong umat beragama untuk
merasa lebih penuh dan komplet.
5 Transendensi: yakni untuk memuaskan kerinduan untuk memperluas
batasan-batasan diri yang dipersepsikan, menjadi lebih sadar terhadap
aspek kehidupan yang lebih sakral, dan mengalami persekutuan/
penyatuan dengan dasar keberadaan yang mutlak.
Daftar di atas kurang lebih mencoba merangkum berbagai definisi fungsional
dari agama dan daftar itu masih bisa lebih panjang lagi. Silakan Anda
mengumpulkan informasi yang lain lagi mengenai fungsi agama dari
sosiolog! Tentu saja tidak setiap orang memaknai agama yang dianutnya

9
dengan keseluruhan fungsi seperti di atas, atau memberi tekanan yang sama
terhadap semua fungsi di atas, karena memang pengalaman agamawi setiap
orang itu unik dan individual. Itulah sebabnya ada ahli lain yang membuat
daftar fungsi agama secara lebih panjang lagi. Dalam suatu tulisan, ada ahli
yang memberikan daftar mengenai 10 fungsi agama yang penting, baik dari
segi individual maupun sosial. Delapan dari 10 fungsi agama tersebut akan
dikemukakan di bawah ini. Dua fungsi agama yang lain, Anda cari sendiri dari
berbagai buku.

1. Agama memberikan kedamaian mental (mental peace).


Menurut pendapat ini, kehidupan manusia sangat tak menentu. Manusia
bergumul untuk tetap hidup di tengah-tengah ketidakpastian, ketidakamanan,
dan bahaya- bahaya. Kadang-kadang ia merasa tak berdaya maka agama lah
yang memberikan penghiburan dan dorongan dalam masa-masa krisis
tersebut. Agama memberi tempat perlindungan yang benar bagi manusia
maka manusia memeroleh kedamaian mental dan dukungan emosional.
Agama memberi dorongan kepada manusia untuk menghadapi kehidupan dan
masalah-masalahnya.

2. Agama menanamkan kebajikan-kebajikan sosial.


Agama mempromosikan kebajikan-kebajikan sosial yang utama, misalnya,
kebenaran, kejujuran, sikap nirkekerasan, pelayanan, cintakasih, disiplin, dsb.
Seorang pengikut agama tertentu menginternalisasi kebajikan-kebajikan ini
dan menjadi warga masyarakat yang berdisiplin.

3. Agama meningkatkan solidaritas sosial.


Agama membangkitkan semangat persaudaraan/persaudarian. Durkheim
berpendapat bahwa agama memperkuat solidaritas sosial. Ahli lain
menunjukkan bahwa agama mempunyai kekuatan mengintegrasikan dalam
masyarakat manusia. Hal ini benar karena orang beragama mempunyai
kepercayaan yang sama, sentimen yang sama, ibadah yang sama,
berpartisipasi dalam ritual bersama dan seterusnya merupakan faktor-faktor
perekat yang penting yang memperkuat kesatuan dan solidaritas.

4. Agama adalah agen sosialisasi dan kontrol sosial.


Dikatakan oleh Parson bahwa agama adalah salah satu agen paling penting
untuk sosialisasi dan kontrol sosial. Agama mempunyai peranan penting
dalam mengatur/mengorganisasikan dan mengarahkan kehidupan sosial.

10
Manfaat pembayaran pajak yang dirasakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
Sumber: Kementerian Keuangan RI

6. Agama memberikan rekreasi kepada manusia.


Apa maksud dari fungsi ini? Agama memainkan peranan yang mempesona
atau mengagumkan dalam memberikan rekreasi kepada umat. Misalnya,
dalam ritus agamawi maupun festival-festival/perayaan agamawi yang
diselenggarakan oleh berbagai agama memberikan kelegaan atau kebebasan
kepada umatnya dari berbagai tekanan mental. Hal ini juga terjadi bilamana
ada kuliah atau khotbah-khotbah agamawi atau konser musik agamawi yang
diiringi oleh lagu-lagu pujian, memberikan lebih banyak kesenangan kepada
umat dan menyediakan rekreasi abadi kepada umat.

7. Agama berfungsi memperkuat rasa percaya diri.


Agama dianggap sebagai cara efektif untuk mengukuhkan atau memperkuat
rasa percaya diri. Ada kepercayaan-kepercayaan tertentu seperti “kerja
sebagai ibadah”, “tanggungjawab atau tugas adalah bersifat ilahi,” dan lain-lain
ajaran yang ada dalam berbagai agama memberi penguatan kepada individu-
individu dan sekaligus memperkuat rasa percaya diri.

8. Agama juga mempunyai pengaruh kepada ekonomi serta sistem


politik.
Max Weber misalnya mempunyai tesis yang membuktikan hubungan antara
etika Protestan dan perkembangan kapitalisme. Begitu pula ada yang kita
kenal dengan ekonomi syariah. Contoh bahwa agama memengaruhi sistem
politik misalnya sangat banyak, baik pada zaman dulu maupun pada zaman
modern ini. Ada negara yang didasarkan pada agama (negara agama), bahkan

12
mencapai pengenalan yang benar akan Allah hanya melalui penyataan umum?
Tidak selalu! Artinya kesadaran religius saja tak cukup. Itulah sebabnya
menurut kepercayaan Kristen, manusia membutuhkan penyataan yang
khusus.

Sumber: http://chrispypaul.blogspot.com/2013/09/religion-and-me-photo- essay.html

Penyataan khusus adalah cara Allah menyatakan diri dan kehendak-Nya


melalui firman-Nya dan mencapai puncaknya dalam diri Tuhan Yesus Kristus.
Walaupun demikian, melalui penyataan Allah yang khusus pun belum dapat
membuat manusia mengenal Allah secara tuntas, oleh karena Allah lebih dari
apa yang Allah nyatakan, apakah melalui firman-Nya maupun Yesus Kristus.
Karenanya, Allah masih tetap merupakan misteri yang tidak pernah
habis diselidiki dan dipahami. Hal itu membuat kita mempunyai sikap kagum
dan heran akan kebesaran-Nya. Silakan Anda mengamati perbedaan antara
penyataan umum dan khusus!
Marilah sekarang kita menelusuri tentang Allah dalam kepercayaan Kristen
sebagaimana disaksikan oleh Kitab Suci Alkitab. Dalam kepercayaan Kristen
Allah dikenal dari tindakannya: Allah sebagai Pencipta, Penyelamat dalam
Yesus Kristus, dan pembaharu dalam Roh Kudus.

1. Allah Sang Pencipta

Dari manakah pembicaraan tentang Allah dimulai? Ada berbagai pendekatan


dalam pembicaraan tentang Allah. Pertama, ada yang memulai dengan

20
membicarakan kodrat dan sifat-sifat-Nya, lalu dilanjutkan dengan karya-
karya-Nya. Kedua, ada yang mulai dengan membicarakan karya-karya-Nya lalu
dilanjutkan dengan kodrat dan sifat-sifat-Nya. Pendekatan kedua mungkin
lebih berguna. Artinya melalui pembahasan tentang karya-karya (apa yang
dilakukan Allah), kita akan sampai kepada kodrat dan sifat-sifat-Nya. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa “Allah adalah apa yang Allah lakukan,
tetapi apa yang Allah lakukan belum seluruhnya menjelaskan tentang siapa
Allah sesungguhnya.”Apakah yang dilakukan Allah yang menunjuk kepada
hakikat dan sifat-Nya? Alkitab memulai kesaksiannya tentang Allah sebagai
Pencipta langit dan bumi dan seluruh isinya termasuk manusia (lih. Kej. 1 dan
2). Demikianpun Pengakuan Iman Rasuli dimulai dengan pengakuan bahwa
Allah, Bapa adalah Khalik/Pencipta langit dan bumi. Karena itu, bagi orang
Kristen Allah pertama- tama dikenal sebagai Pencipta alam semesta beserta
isinya termasuk manusia. Silakan Anda mengamati Pengakuan Iman Rasuli
secara saksama.
Hal ini perlu mendapat tekanan oleh karena kita berhadapan dengan
bermacam-macam pandangan tentang asal usul dunia ini, termasuk teori
evolusi Darwin. Kita tahu sekurang-kurangnya ada dua teori besar mengenai
asal usul segala sesuatu yang ada. Teori pertama, adalah yang dikenal dengan
teori evolusi sebagaimana diperkenalkan oleh Darwin dan pengikut-
pengikutnya. Teori ini pada dasarnya menolak adanya “Pencipta atau arsitek”
di balik keajaiban dunia ini, dan menyatakan bahwa segala sesuatu
berkembang secara evolusi dalam kurun waktu jutaan tahun. Sedangkan
teori asal usul kedua adalah yang biasanya dikenal dengan “teori Penciptaan”
(Creation theory), yang menerima adanya pencipta di balik semua ciptaan yang
menakjubkan ini. Agama-agama menerima teori asal usul penciptaan ini
termasuk agama Kristen.
Kekristenan percaya akan adanya pencipta di balik keberadaan dunia yang
begitu menakjubkan ini (lih. Kej. 1 dan 2; Mzm. 33:6). Penciptaan yang
dilakukan oleh Allah jelas berbeda dengan ciptaan atau karya manusia,
karena Allah mencipta dari yang tidak ada menjadi ada dengan firman-Nya (lih.
Rm. 4:17 dan Ibr. 11:13). Menerima bahwa ada pencipta di balik keberadaan
langit dan bumi serta isinya, tak berarti menolak sama sekali bahwa ada
evolusi dari ciptaan- ciptaan itu.
Allah Pencipta, adalah Sang Pribadi yang Mahakuasa. Dengan membahas
karya Allah sebagai Pencipta maka kita juga dapat tiba pada hakikat dan sifat
Allah. Salah satu simpulan yang dapat dibuat adalah bahwa Allah adalah Sang

21
Pribadi yang Mahakuasa. Allah dalam kebijaksanaan-Nya membuat keputusan
untuk menciptakan alam semesta dan isinya termasuk manusia menunjukkan
bahwa Ia adalah pribadi yang berpikir dan membuat keputusan. Ia juga
membangun relasi/hubungan dengan ciptaan-Nya, khususnya dengan
manusia. Kapasitas seperti yang digambarkan di atas menunjukkan bahwa
Allah adalah suatu pribadi dalam arti berpikir, membuat keputusan dan
membangun relasi dengan pihak lain. Silakan Anda mengamati keputusan
yang diambil Allah dalam Kitab Kejadian pasal 1-2 dan Kitab Keluaran pasal 1-
15.
Memang sangat sulit membayangkan kepribadian Allah, namun kita akan
sedikit tertolong bilamana kita membayangkan kepribadian manusia, karena
manusia diciptakan menurut gambar Allah. Ini tidak berarti bahwa kepribadian
manusia menjadi patokan untuk mengukur kepribadian Allah, karena
kepribadian manusia hanyalah refleksi dari kepribadian Allah. Namun
demikian, kepribadian manusia mengandung tanda-tanda yang sama dengan
kepribadian Allah.

Sumber: https://www.behance.net/Gallery/Christian-Artwork-Part-1/111811

Lebih jauh, Allah bukan sekadar pribadi, tetapi pribadi yang Mahakuasa.
Kemahakuasaan Allah jelas dari karya ciptaan-Nya bukan saja dari yang tiada
menjadi ada melainkan juga dalam keteraturan dan kebesaran ciptaan.
Kemahakuasaan-Nya menunjukkan bahwa Allah tak terbatas oleh ruang dan
waktu, dan karenanya Ia kekal adanya. Dari sini dapatlah ditambahkan

22
Budha
ajaran agama Buddha saat menghadapi masalah hidup untuk mencapai
tujuan hidup.

B. Menelusuri Konsep, Urgensi Makna Agama Buddha, dan


Tujuan Hidup Manusia

Agama Buddha biasanya lebih dikenal dengan sebutan Buddha Dhamma.


Seluruh ajaran Sang Buddha merupakan ajaran yang membahas tentang
hukum kebenaran mutlak yang disebut dhamma. Dhamma artinya
kesunyataan mutlak, kebenaran mutlak, atau hukum abadi. Dhamma tidak
hanya terdapat di dalam hati sanubari atau di dalam pikiran manusia saja,
tetapi juga terdapat di seluruh alam semesta. Seluruh alam semesta juga
merupakan dhamma. Jika bulan timbul atau tenggelam, hujan turun, tanaman
tumbuh, musim berubah, dan sebagainya, hal ini tidak lain juga merupakan
dhamma. Yang membuat segala sesuatu bergerak, yaitu sebagai yang
dinyatakan oleh ilmu pengetahuan modern, seperti ilmu fisika, kimia, biologi,
astronomi, psikologi, dan sebagainya juga merupakan dhamma.
Dhamma merupakan hukum abadi yang meliputi seluruh alam semesta. Akan
tetapi, dhamma seperti yang baru dijelaskan ini merupakan dhamma yang
berkondisi atau kebenaran mutlak dari segala sesuatu yang berkondisi. Selain
itu, dhamma juga merupakan kebenaran mutlak dari yang tidak berkondisi,
yang tidak bisa dijabarkan secara kata-kata, yang merupakan tujuan akhir kita
semua. Jadi, sifat dhamma adalah mutlak, abadi, dan tidak bisa ditawar-tawar
lagi. Ada Buddha atau tidak ada Buddha, hukum abadi (dhamma) ini akan
tetap ada sepanjang zaman. Di dalam Dhamma Niyama Sutta, Sang Buddha
bersabda demikian: “O, para bhikkhu, apakah para Tathagatha muncul di
dunia atau tidak, terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu (dhamma),
terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu”.
Buddha merupakan sebutan atau gelar dari suatu keadaan batin yang
sempurna. Buddha bukanlah nama diri yg dimiliki oleh seseorang. Buddha
berarti yang sadar, yang telah mencapai penerangan sempurna, atau yang
telah merealisasi kebebasan agung dengan kekuatan sendiri. Dengan
demikian, Buddha Dhamma adalah dhamma yang telah direalisasi dan
kemudian dibabarkan oleh Buddha Gotama. Atau dapat juga dikatakan agama

43
hormat, ia duduk di samping beliau dan kemudian berkata: “Bhante, kami
adalah upasaka yang masih menyenangi kehidupan duniawi, hidup
berkeluarga, mempunyai istri dan anak. Kepada mereka yang seperti kami ini,
Bhante, ajarkanlah suatu ajaran (dhamma) yang berguna untuk mendapatkan
kebahagiaan duniawi dalam kehidupan sekarang ini dan juga kebahagiaan
yang akan datang”.
Menjawab pertanyaan ini, Sang Buddha bersabda bahwa ada empat hal yang
berguna yang akan dapat menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan
duniawi sekarang ini sebagaimana diuraikan berikut.
1. Utthanasampada: rajin dan bersemangat dalam mengerjakan apa saja;
harus terampil dan produktif; mengerti dengan baik dan benar terhadap
pekerjaannya serta mampu mengelola pekerjaannya secara tuntas.
2. Arakkhasampada: ia harus pandai menjaga penghasilannya yang
diperolehnya dengan cara halal yang merupakan jerih payahnya sendiri.
3. Kalyanamitta: mencari pergaulan yang baik; memiliki sahabat yang baik,
yang terpelajar, bermoral, yang dapat membantunya ke jalan yang benar,
yaitu yang jauh dari kejahatan.
4. Samajivikata: harus dapat hidup sesuai dengan batas-batas
kemampuannya. Artinya, bisa menempuh cara hidup yang sesuai dan
seimbang dengan penghasilan yang diperolehnya, tidak boros, tetapi juga
tidak pelit/kikir.
Keempat hal tersebut adalah persyaratan (kondisi) yang dapat menghasilkan
kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini. Sementara itu, untuk
dapat mencapai dan merealisasi kebahagiaan yang akan datang, yaitu
kebahagiaan dapat terlahir di alam-alam yang menyenangkan dan
kebahagiaan terbebas dari yang berkondisi, ada empat persyaratan pula yang
harus dipenuhi sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1. Saddhasampada: harus mempunyai keyakinan, yaitu keyakinan terhadap
nilai-nilai luhur. Keyakinan ini harus berdasarkan pengertian sehingga
dengan demikian diharapkan untuk menyelidiki, menguji, dan
mempraktikkan apa yang diyakini tersebut. Di dalam Samyutta Nikaya V,
Sang Buddha menyatakan demikian: “Seseorang … yang memiliki
pengertian, mendasarkan keyakinannya sesuai dengan pengertian”.
Saddha (keyakinan) sangat penting untuk membantu seseorang dalam
melaksanakan ajaran dari apa yang dihayatinya. Berdasarkan keyakinan ini,
46
tekadnya akan muncul dan berkembang. Kekuatan tekad tersebut akan
mengembangkan semangat dan usaha untuk mencapai tujuan.
2. Silasampada: harus melaksanakan latihan kemoralan, yaitu menghindari
perbuatan membunuh, mencuri, asusila, ucapan yang tidak benar, dan
menghindari makanan/minuman yang dapat menyebabkan lemahnya
kesadaran (hilangnya pengendalian diri). Sila bukan merupakan suatu
peraturan larangan, melainkan merupakan ajaran kemoralan yang
bertujuan agar umat Buddha menyadari adanya akibat baik dari hasil
pelaksanaannya dan akibat buruk bila tidak melaksanakannya. Dengan
demikian, seseorang bertanggung jawab penuh terhadap setiap
perbuatannya. Pelaksanaan sila berhubungan erat dengan melatih
perbuatan melalui ucapan dan badan jasmani. Sila ini dapat diintisarikan
menjadi hiri (malu berbuat jahat/salah) dan ottappa (takut akan akibat
perbuatan jahat/salah). Bagi seseorang yang melaksanakan sila, ia telah
membuat dirinya maupun orang lain merasa aman, tenteram, dan damai.
Keadaan aman, tenteram, dan damai merupakan kondisi yang tepat untuk
membina, mengembangkan, dan meningkatkan kemajuan serta
kesejahteraan masyarakat dalam rangka tercapainya tujuan akhir, yaitu
terealisasinya nibbana.
3. Cagasampada: murah hati, memiliki sifat kedermawanan, dan kasih sayang
yang dinyatakan dalam bentuk menolong mahluk lain, tanpa ada perasaan
bermusuhan atau iri hati dengan tujuan agar mahluk lain dapat hidup
tenang, damai, dan bahagia. Untuk mengembangkan caga dalam batin,
seseorang harus sering melatih mengembangkan kasih sayang dengan
menyatakan dalam batinnya (merenungkan) sebagai berikut: “Semoga
semua mahluk berbahagia, bebas dari penderitaan, kebencian, kesakitan,
dan kesukaran. Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan
mereka sendiri.”
4. Panna: harus melatih mengembangkan kebijaksanaan yang akan
membawa ke arah terhentinya dukkha (nibbana). Kebijaksanaan di sini
berarti dapat memahami timbul dan padamnya segala sesuatu yang
berkondisi atau pandangan terang yang bersih dan benar terhadap segala
sesuatu yang berkondisi, yang membawa ke arah terhentinya penderitaan.
Panna muncul bukan hanya didasarkan pada teori, melainkan juga yang
paling penting adalah dari pengalaman dan penghayatan ajaran Buddha.

47
Panna berkaitan erat dengan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak
perlu dilakukan. Singkatnya, ia mengetahui dan mengerti tentang masalah
yang dihadapi, timbulnya penyebab masalah itu, masalah itu dapat
dipadamkan/diatasi, dan cara atau metode untuk memadamkan penyebab
masalah itu.
Itulah uraian dari Vyagghapajja Sutta yang ada hubungannya dengan
kesuksesan dalam kehidupan duniawi dan berkenaan dengan tujuan hidup
umat Buddha. Sutta lain yang juga membahas tentang kesuksesan dalam
kehidupan duniawi ini bisa dilihat pula dalam Anguttara Nikaya II-65. Sang
Buddha menyatakan beberapa keinginan yang wajar dari manusia biasa (yang
hidup berumah tangga) sebagaimana di bawah ini.
1. Semoga saya menjadi kaya dan kekayaan itu terkumpul dengan cara yang
benar dan pantas.
2. Semoga saya beserta keluarga dan kawan-kawan dapat mencapai
kedudukan sosial yang tinggi.
3. Semoga saya selalu berhati-hati di dalam kehidupan ini sehingga saya
dapat berusia panjang.
4. Apabila kehidupan dalam dunia ini telah berakhir, semoga saya dapat
terlahirkan kembali di alam kebahagiaan (surga).
Keempat keinginan wajar ini merupakan tujuan hidup manusia yang masih
diliputi oleh kehidupan duniawi dan bagaimana caranya agar keinginan-
keinginan ini dapat dicapai. Penjelasannya adalah sama dengan uraian yang
dijelaskan di dalam Vyagghapajja Sutta tadi. Jadi, jelaslah sekarang bahwa
ajaran Beliau (Sang Buddha) sama sekali tidak menentang terhadap kemajuan
atau kesuksesan dalam kehidupan duniawi. Perumah tangga diberikan
kebebasan seluas-luasnya untuk mencari atau mendapatkan kekayaan.
Namun demikian kekayaan yang diperolehnya haruslah dengan cara-cara
yang benar, serta dapat memanfaatkan kekayaan tersebut dengan baik.
Dengan demikian kekayaan yang diperolehnya akan bermanfaat dalam
kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
Kepada Anathapindika Sang Buddha berkata: “Kekayaan yang diperoleh
melalui usaha giat, yang dikumpulkan melalui lengannya, yang didapatkan
melalui keringat di dahinya, harta yang layak yang didapatkan dengan cara
yang layak, sang siswa suci melakukan empat perbuatan bajik...” Sang Buddha
menekankan“ Kembali, Perumah Tangga, dengan kekayaan tersebut, seorang
48
dan suci. Kalau kita mengerti tentang hukum kebenaran ini atau bila manusia
sudah berada di dalam Dhamma, ia akan dapat membebaskan dirinya dari
semua bentuk penderitaan atau akan dapat merealisasi Nibbana sebagai
tujuan akhir umat Buddha.

1. Kebahagiaan Umum (wajar/biasa)


Dalam kehidupan sehari-hari terdapat fakta bahwa tidak ada manusia yang
berkeinginan untuk hidup menderita. Semua orang berkeinginan untuk dapat
hidup berbahagia. Sang Buddha mengajarkan kepada siswa-siswa perumah
tangga cara untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupan duniawi.
Kebahagiaan duniawi atau kebahagiaan umum tentu saja penting, walaupun
tujuan dari mencapai kebahagiaan duniawi tersebut dinilai bukanlah
kebahagiaan seutuhnya. Seseorang tidak mampu memanfaatkan
kebahagiaan duniawi yang diperoleh maka akan dapat menimbulkan
kemelekatan yang berujung pada penderitaan.
Kita sebagai umat Buddha yang tinggal dan hidup di Negara Indonesia,
haruslah pandai bersyukur atas buah karma baik yang kita peroleh. Hal ini
karena kita dapat hidup ditempat yang sesuai. Oleh karena itu, hukum yang
berlaku di negara Indonesia juga harus kita junjung, patuhi dan dilaksanakan
bersama-sama. Pendiri bangsa Indonesia telah memberikan fondasi yang
sangat kuat dalam membentuk negara yang beradab, yaitu Pancasila. Esensi
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus kita realisasikan dalam
kehidupan ini agar bangsa Indonesia dapat hidup dengan aman, damai dan
sentosa.
Terdapat beberapa hal yang diperlukan untuk memperkuat kecerdasan
sebagai warga negara. Beberapa hal tersebut antara lain: Pertama,
penanaman tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara perlu dilakukan
sedini mungkin pada anak didik, sesuai dengan kapasitasnya. Namun, harus
diimbangi dengan keteladanan dalam bentuk nyata di bidang hukum,
ekonomi, dan politik. Kedua, penanaman nilai-nilai toleransi perlu
dikembangkan pada area yang lebih luas untuk mengantisipasi semangat
fanatisme daerah, kelompok, bahkan agama yang semakin memprihatinkan.
Aturan tegas diperlukan untuk menindak perilaku dan sikap intoleransi yang
dapat memecah belah bangsa Indonesia. Ketiga, norma kolektif perlu
diinterpretasikan sesuai dengan semangat perkembangan zaman. Hal ini

51
bertujuan agar generasi muda tidak menganggap nilai-nilai lama itu hanya
merupakan bentuk pengulangan yang menghambat kemajuan sehingga nilai
modernitas diterapkan tanpa mempertimbangkan nilai yang sebelumnya
sudah ada. Keempat, nilai-nilai ideal sebagai tuntunan perlu ditanamkan
secara optimal dalam pendidikan formal, informal, dan non-formal melalui
strategi dan metode pengajaran yang tepat sesuai dengan problem aktual
yang berkembang di masyarakat. Kelima, komponen nilai kecerdasan ini yang
bersumber dari Pancasila dapat dirinci sebagai berikut:
1. kemampuan menghadirkan Tuhan dalam perikehidupan berbangsa dan
bernegara melalui budi pekerti yang luhur dan saling menghormati
(toleransi) antar umat beragama;
2. kemampuan menghargai perbedaan dan pengendalian diri dalam ruang
publik melalui komunikasi dan dialog bersandar atas moralitas
kemanusiaan universal;
3. kemampuan memprioritaskan kepentingan bangsa dan memiliki
semangat pengorbanan yang terbina dari dalam diri setiap warga negara
dengan cara menyelaraskan antara kepentingan politik dan kepentingan
bangsa disertai dengan kemampuan memahami simbol-simbol negara
sebagai konsensus hidup bersama;
4. kemampuan untuk berkomunikasi dengan semangat musyawarah dalam
pengambilan keputusan;
5. kemampuan memperlakukan orang lain seperti memperlakukan dirinya
sendiri dan menemukan keseimbangan antara nilai ideal yang ingin dicapai
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan nilai kenyataan
dalam kehidupan praktis.

Pancasila sebagai ideologi negara merupakan petunjuk arah dalam


membangun bangsa dalam segala aspek kehidupan. Pancasila yang berisi
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan,
apabila ditanamkan kepada peserta didik sejak dini, akan memberikan
kesadaran kepada mereka bahwa setiap warga negara memiliki hak dan
kewajiban yang harus dilaksanakan secara seimbang. Salah satu hak dan
kewajiban warga negara itu adalah membayar pajak bagi yang mampu.
Kepatuhan membayar pajak bagi warga negara yang mampu merupakan
wujud dari pengamalan nilai-nilai Pancasila.

52
Seseorang yang memiliki kemampuan dalam membayar pajak, ketika
menunaikan kewajibannya tersebut, dengan sendirinya telah mengamalkan
sila Ketuhanan Yang Maha Esa, berupa rasa syukur atas ketercukupan rejeki
yang diperolehnya dari buah jasa kebajikan, yang sekarang dapat dinikmati
dengan baik. Pengamalan sila Kemanusiaan yang adil dan beradab bagi wajib
pajak berupa wujud toleransi antara warga yang mampu kepada yang tidak
mampu. Pengamalan sila Persatuan Indonesia berupa rasa kebersamaan atau
solidaritas antar warga negara. Pengamalan sila Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan merupakan
perwujudan sikap bijaksana dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Pengamalan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
merupakan perwujudan keadilan legalis, yaitu ketaatan warga negara dalam
melaksanakan hukum yang berlaku, dalam hal ini ketentuan hukum
membayar pajak bagi yang mampu.

Gambar 2.5 Masyarakat mampu tetapi tidak membayar pajak


Sumber: poskotanews.com

53
Daerah Bali pada tahun 1952 membentuk Kantor Dinas Urusan Agama Otonom
khusus untuk agama Hindu.
Setelah Dekrit Presiden Tanggal 5 Juli Tahun 1959, kembali memperlakukan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang mengubah secara fundamental situasi,
cara berfikir dan tata kerja liberal yang berlaku sebelumnya, terutama dalam
mengatur negara dan pemerintahan di segala sektor. Demikian akhirnya pada tahun
1961 diadakan pertemuan antara Menteri Agama dengan Gurbernur Kepala Daerah
Tingkat I Bali yang didampingi oleh stafnya masing-masing dan berhasil
merumuskan kesepakatan yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Agama No.
100 Tahun 1962 yang isinya antara lain : (a) Dinas agama otonom Daerah Bali
beserta kantor-kantor yang ada di kabupaten-kabupaten semua dilikuidasi; (b) Akan
dibentuk Kantor Agama daerah Tingkat I Bali yang memiliki bagian-bagian: Islam,
Kristen, dan Katolik serta dibantu oleh sebuah sekretariat selaku instansi bawahan
Departemen Agama; (c) Juga dibentuk Kantor Agama wilayah Bali bagian Utara dan
Kantor Agama wilayah Bali bagian Selatan.
Setelah adanya pembinaan pendidikan agama Hindu melalui Keputusan Menteri
Agama No. 100 tahun 1962, maka pembinaan pendidikan agama Hindu mulai ada
peningkatan yang semakin mantap. Pembenahan-pembenahan struktur dalam
Departemen Agama khususnya untuk agama Hindu, mulai tahun 1964 pembinaan
pendidikan agama Hindu langsung ditangani oleh Biro Urusan Agama Hindu, dan
pada tahun 1967 menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan
Buddha.
Secara formal, organisasi/yayasan keagamaan yang memiliki peranan besar dalam
pendidikan agama Hindu adalah Yayasan Dwi Jendra Denpasar yang berdiri pada
tanggal 24 Oktober 1953. Yayasan inilah pada tanggal 4 Juli 1959 mempelopori
pendirian Sekolah pendidikan agama Hindu (PGAH) dan dinegerikan pada tahun
1968.Sementara pada tahun 1968 secara bertahap di tempat-tempat lain berdiri
pula sekolah PGA Hindu negeri Singaraja, PGA Hindu Sila Dharma Panatahan
Penebel Tabanan, PGA Hindu Darsana Tabanan, PGA Hindu Saraswati Bajra Tabanan,
PGA Hindu Amlapura, PGA Hindu Negeri Mataram, PGA Hindu Wiyata Dharma Blitar,
PGA Hindu Klaten, PGA Hindu Boyolali, PGA Hindu Dharma Agung, PGA Hindu
Parentas Kaharingan Palangka Raya.
Demikian juga selain berdirinya sekolah PGA Hindu yang mencetak tenaga terdidik di
sekolah tingkat dasar sesuai dengan Piagam Campuan Ubud tahun 1961, maka
pada tanggal 3 Oktober 1963 berdirilah Perguruan Tinggi Agama Hindu yang
disebut Institut Hindu Dharma Denpasar (yang sekarang menjadi UNHI Denpasar),
yang terdiri dari empat Fakultas yaitu: Fakultas Ilmu Agama, Fakultas Ilmu

14
Hindu
c. Upanisad
Upanisad termasuk dalam Sruti sehingga merupakan bagian dari Veda di samping
sastra-sastra Brahmana. Upanisad memuat ajaran filsafat ketuhanan serta prinsip-
prinsip meditasi. Upanisad disusun dalam jangka waktu yang panjang. Upanisad
yang tertua di antaranya adalah Brhadaranyaka Upanisad dan Chandogya Upanisad,
diperkirakan disusun pada abad ke delapan sebelum masehi. Merujuk pada
Ashtadhyayi yang disusun oleh Maharsi Panini, jumlah upanisad yang ada sebanyak
900. Begitu pula Maharsi Patanjali menyatakan jumlah yang sama. Meski demikian
seiring dengan berjalannya waktu, banyak diantaranya yang telah hilang atau
musnah yang disebabkan oleh berbagai hal.
Kata Upanisad sendiri mengandung arti “duduk (di bawah) dekat guru”. Kata ini erat
hubungannya dengan sakhas yaitu kelompok orang yang mempelajari Veda. Pada
sakhas itu duduk beberapa murid terpilih (dipilih berdasarkan kesetiannya pada guru
dan kejujurannya) di bawah mengelilingi seorang guru. Apa-apa yang diajarkan oleh
guru tersebut kemudian dikumpulkan menjadi kitab Upanisad. Karena sakhas itu
banyak maka banyak pula jumlah Upanisad.
Dari sakhas yang banyak jumlahnya itu sebagian besar lenyap dalam perjalanan
zaman, dan untuk masing-masing Veda tinggal memiliki beberapa sakhas dan
Upanisad yang penting-penting saja.

C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik dan filosofis tentang


studi Veda dalam membangun pemahaman mahasiswa tentang
eksistensi Veda sebagai kitab suci dan sumber hukum.

Apakah ajaran Veda masih relevan dewasa ini? Apakah ajaran Veda tidak
ketinggalan zaman? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul mengigat usia Veda sudah
amat tua. Bila kita mengkaji ajaran yang terkandung dalam kitab suci Veda, ternyata
ajarannya itu sangat relevan dengan perkembangan zaman. Selanjutnya pula bila
kita pahami bahwa Veda adalah sabda Tuhan dan sabda itu muncul dari nafasnya,
maka logislah selama kelangsungan alam semesta yang merupakan ciptaannya,
selama itu ajaran Veda relevan bagi umat manusia.
Pertanyaan di atas dapat dimengerti dan didukung pula oleh pernyataan ”Anantavai
Veda” yang artinya bahwa Veda bersifat abadi. Lebih jauh dapat ditegaskan bahwa
karakteristik dari ajaran veda seperti telah disinggung di atas adalah:
1. Veda tidak berawal, karena merupakan sabdanya telah ada sebelum alam
diciptakan oleh manusia.

119
2. Veda tidak berakhir karena ajarannya berlaku sepanjang zaman.mengingat
Veda berlaku sepanjang zaman maka disebut”Anadi Ananta”.
3. Veda Apauruseyam, tidak disusun oleh manusia, melainkan diperoleh atau
diterima oleh orang-orang suci, Para Maharsi.

Gambar IV.4: Dewi Sarsvati


Sumber: www.neelamojha.blogspot.com

Bagi Umat Hindu Hari Suci Sarasvati adalah hari turunnya ilmu
pengetahuan. Apakah dengan demikian Veda turun pada saat hari
Sarasvati? Berikan jawaban!

Dengan demikian Veda adalah ajaran yang mendidik umat manusia bagaimana
seharusnya hidup di dunia ini. Veda memberikan jaminan terhadap keselamatan
makhluk hidup di dunia ini, sekarang, dan pada masa yang akan datang. Ia
membimbing setiap pikiran, ucapan dan tingkah laku umat manusia sejak ia lahir
sampai nafasnya yang terakhir. Tidak terbatas untuk keselamatan individu, tetapi
juga untuk keseluruhan masyarakat.
Masih banyak kita jumpai sloka-sloka yang menekankan pentingnya Veda sebagai
sumber hukum Hindu dalam meningkatkan kualitas pribadi maupun masyarakat.
Dengan demikian Veda dapat dikatakan bersifat obligator, baik untuk dihayati,
dipahami, dan diamalkan.

120
Pengumpulan berbagai mantra menjadi himpunan buku-buku adalah merupakan
usaha kodifikasi Veda. Sloka-sloka yang ribuan banyaknya telah diturunkan ke dunia
ini tidak diturunkan sekaligus atau bersamaan ditempat yang sama, melainkan tidak
bersamaan dan dari zaman ke zaman meliputi ribuan tahun. Untuk mencegah agar
sloka-sloka itu jangan hilang dan selalu dapat diingat banyaklah usaha-usaha
dilakukan untuk menyusun atau mengumpulkan sloka-sloka itu.
Di dalam menyusun kembali ribuan sloka-sloka itu tidaklah mudah mengingat umur
yang sudah tua dan kemungkinan telah banyak hilang. Ilmu menulis baru dikenal
tidak lebih dari + 800 S.M. sehingga dapatlah dibayangkan kalau sloka yang telah
turun 2000-1500 S.M. sampai pada saat penulisannya banyak kemungkinan telah
terjadi. Disinilah kesukaran-kesukaran yang dijumpai oleh Para Wipra atau Maha Rsi
di dalam menghimpun dan mensistematisir isinya. Kodifikasi yang dilakukan
terhadap sloka-sloka Veda memiliki sistem yang khusus. Kalau kita perhatikan
sistem kodifikasi itu ada beberapa kecenderungan yang dipergunakan sebagai cara
perhimpunannya yaitu:
a. Didasarkan atas usia sloka-sloka termasuk tempat geografis turunnya sloka-
sloka itu.
b. Didasarkan atas sistem pengelompokan isi fungsi dan guna mantra-mantra itu.
c. Didasarkan atas resensi menurut sistim keluarga atau kelompok geneologi.
Berdasarkan sistem pertimbangan materi dan luas ruang lingkup isinya itu jelas
kalau jumlah jenis buku Veda itu banyak. Walaupun demikian kita harus menyadari
bahwa Veda itu mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia.

1. Veda Sebagai Sumber Hukum


Menurut Prof. Sudirman, hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang
bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau kebolehan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu. Hukum bertujuan untuk mengatur ketertiban
masyarakat.
Pengertian Hukum dalam Veda adalah Rta dan Dharma. Rta adalah hukum alam
yang bersifat abadi. Dharma adalah hukum duniawi, baik yang ditetapkam maupun
tidak. Dharma sebagai istilah Hukum dalam Hukum Hindu karena kata ini memuat
dua hal :
Dharma mengandung pengertian norma. Dharma mengandung pengertian
keharusan yang kalau tidak dilakukan dapat dipaksakan dengan ancaman sanksi
(danda).

121
kesengsaraan. Inilah keistimewaan lahir menjadi manusia di mana tidak dimiliki oleh
makhluk lain selain manusia.
Dalam mencapai kebahagian tersebut sebagai seorang siswa harus mampu
melaksanakan pengendalian diri baik kedalam maupun keluar diri seperti: Panca
Yama Brata, Catur Paramitha dan Tri Kaya Parisudha. Panca Yama Brata berarti lima
pengendalian diri yang terdiri dari (1) Ahimsa yang artinya tidak melakukan
kekerasan; (2) Brahmacari yang artinya tidak melakukan hubungan kelamin selama
masa menuntut ilmu pengetahuan dan ilmu ketuhanan; (3) Satya yang artinya
menepati janji kepada siapapun; (4) Awyawaharika yang artinya melakukan usaha-
usaha berdasarkan kedamaian dan ketulusan hati; (5) Asteya yang artinya tidak
curang dan tidak mencuri. Catur Paramita berarti empat tuntunan hidup yang amat
mulia atau kebajikan yang luhur yaitu terdiri dari: (1) Maitri yang artinya sifat ramah
tamah dan ingin bersahabat dengan semua makhluk; (2) Karuna yang artinya belas
kasih sayang yang melimpah terhadap makhluk yang menderita; (3) Mudita yang
artinya senantiasa menghargai dan bersimpati terhadap orang yang memperoleh
kebahagiaan; dan (4) Upeksa yang artinya keseimbangan batin yang selalu menjaga
keseimbangan tidak lupa kepada daratan, serta tidak hanyut dalam kesedihan.
Sedangkan Tri Kaya Parisudha adalah tiga perbuatan yang baik dan penuh dengan
kebajikan yang terdiri dari: (1) Kayika Parisudha yang artinya perbuatan yang penuh
dengan kebajikan; (2) Wacika
Parisudha yang artinya ucapan yang
baik, benar, jujur, dan (3) Manacika
Parisudha yang artinya berpikir yang
baik dan suci (Oka, 2009:69-71).
Konsep Hindu mengatakan bahwa manusia
terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan
rohani. Dimana jasmani adalah badan,
tubuh manusia sedangkan rohani
merupakan hakikat Tuhan yang abadi,
kekal, yang disebut dengan Atman.
Manusia memiliki 3 lapisan badan yang
disebut Tri Sarira yang terdiri dari Stula
Sarira, Suksma Sarira, dan Anta Karana
Sarira. Stula Sarira atau raga manusia
dalam konsep Hindu terdiri dari unsur-
unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi,
Apah, Teja, Bayu, Akasa. Tubuh manusia
merupakan Bhuana Alit atau Bhuana
Gambar V.5: Panca Mahabutha
Sumber: Bahan Ajar MKU Agama Hindu Sarira. Proses terbentuknya pun sama
seperti proses terjadinya Bhuana Agung

143
atau alam semesta. Sedangkan Suksma Sarira yaitu badan halus yang terdiri 3 unsur
yang disebut Tri Antahkarana terdiri dari manas atau alam pikiran, Buddhi atau
kesadaran termasuk di dalamnya intuisi dan Ahamkara atau keakuan atau ego.
Dalam Suksma Sarira terdapat unsur halus dari Panca Maha Bhuta yang disebut
Panca Tan Matra yaitu; Sabda, Sparsa, Rupa, Rasa, Gandha membentuk berbagai
indra (Panca Buddhindriya dan Panca Karmendriya). Sedangkan Anta Karana Sarira
merupakan unsur rohani yaitu jiwatman sendiri yang sifatnya sama seperti
paramaatman, kekal abadi.
Manusia secara harafiah, berasal dari kata manu yang artinya makhluk yang
berpikir. Jadi manusia merupakan makhluk yang telah dibekali salah satu kelebihan
dibandingkan makhluk lainnya. Dalam Hindu terdapat konsep Tri Pramana, yang
terdiri dari Bayu, Sabda, Idep. Tumbuhan hanya memiliki bayu atau tenaga untuk
tumbuh, sedangkan binatang memiliki bayu dan sabda dimana binatang memiliki
tenaga untuk bertumbuh, berkembang dan mengeluarkan suara, sedangkan
manusia memiliki ketiganya. Pikiran hanya dimiliki oleh manusia yang telah dibekali
sejak dilahirkan. Dengan memiliki pikiran maka diharapkan manusia mempunyai
wiweka mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Pikiran dipakai berpikir
terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan. Dengan pikirannya, manusia
diharapkan mengetahui asal, tujuan, tugas serta kewajibannya. Dengan mengetahui
hal ini maka pola hidup serta cara pandangnya terhadap kehidupan akan mampu
mengilhami setiap tindakannya sehingga tetap berada pada jalur yang benar, sesuai
etika dan ajaran-ajaran dharma yang telah diungkapkan dalam ajaran agama.
Namun manusia juga termasuk makhluk yang lemah, karena tidak seperti binatang
yang lahir begitu saja langsung bisa berdiri, terbang, berjalan tanpa memerlukan
bantuan dari yang lain. Maka hendaknya ini dipahami terlebih dahulu untuk
mengetahui dan dapat memisahkan esensi dari raga ini yang terpisah dengan atman
yang sejati.

2. Catur Purusa Artha Sebagai Landasan Hidup Manusia Hindu


Kehidupan manusia di dunia tidak akan lepas dari keinginan dan kebutuhan untuk
mencapai kebahagiaan. Namun kerap tidak kita sadari bahwa banyak diantara kita
yang tidak mengerti makna kebahagiaan itu sendiri, sehingga banyak manusia yang
tidak pernah merasa bersyukur atas kenikmatan yang mereka dapatkan selama ini.
Pencapaian kebahagiaan manusia pada dasarnya dibagi menjadi dua, yakni
kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan spiritual. Untuk mencapai hal tersebut Hindu
memberikan sebuah konsep tentang pencapaian tersebut yang kita kenal dengan
istilah Catur Purusa Artha. Catur Purusa Artha berasal dari akar kata Catur yang
berarti Empat, purusa yang berarti Jiwa, dan Artha yang berarti Tujuan Hidup. Jadi,
Catur Purusa Artha adalah Empat Tujuan hidup manusia. Catur Purusa Artha

144
memiliki kaitan yang erat dengan Catur Asrama yang berarti empat tujuan hidup
manusia yang terjalin erat satu dengan yang lainnya. Uraian mengenai keterkaitan
Catur Purusa Artha dan Catur Asrama, dapat kita temui dalam Susastra Hindu yang
telah ditulis berabad-abad lamanya. Misalnya dalam Kitab Mahabharata atau Asta
Dasa Parva. Karena kitab kesusasteraan Hindu banyak diterjemahkan kedalam
bahasa Jawa Kuno (Kawi), maka uraian tentang Catur Purusa Artha juga banyak
ditemui dalam sumber-sumber jawa kuno lainnya, seperti Kekawin Ramayana,
Sarasamusscaya (versi kekawin), dan sebagainya.
Kitab-kitab tersebut merupakan kitab yang banyak dibaca dan digemari sampai saat
ini, maka ajaran Catur Purusa Artha merupakan ajaran yang bersifat universal dan
berlaku sepanjang zaman. Di dalam Kitab Brahma Purana, dapat kita jumpai kutipan
mengenai Catur Purusa Artha, seperti disebutkan di bawah ini:
dharmaarthakamamoksanam sariram sadhanam
Artinya:
Tubuh adalah alat untuk mendapat Dharma, Artha, Kama, dan Moksa.
Kutipan diatas menjelaskan bahwa manusia harus menyadari apa yang menjadi
tujuan hidupnya, apa yang harus dicarinya dengan badan yang dimilikinya.
Semuanya tak lain adalah Catur Purusa Artha itu sendiri. Berikut adalah bagian-
bagian dari Catur Purusa Artha beserta penjelasannya:

a. Dharma
Kata Dharma berasal dari kata dhr yang berarti menjinjing, memelihara, memangku,
mengatur. Jadi, dharma dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengatur atau
memelihara dunia beserta semua makhluk. Menurut Santi Parva (109.11) bahwa
semua yang ada di dunia ini telah memiliki dharma dan diatur oleh dharma. Sebagai
contoh, manusia yang telah memelihara dan mengatur hidupnya untuk mencapai
moksa adalah orang-orang yang telah melaksanakan dharma. Artinya, bahwa
kewajiban-kewajiban daripada sorang manusia adalah melaksanakan Dharma demi
mencapai moksa. Sebagaimana yang disampaiakan dalam kitab Sarassamuscaya
bahwa jika Artha dan Kama yang dituntut, maka seharusnya, lakukanlah Dharma
terlebih dahulu, pasti akan diperoleh Artha atau Kama itu nanti, tidak akan ada
artinya jika memperoleh Artha dan Kama tetapi menyimpang dari Dharma.
Dharma su Satyam Utamam yang artinya lakukanlah segala sesuatu berdasarkan
Dharma. Artinya, jika kita hendak melakukan sesuatu, lakukanlah hal tersebut
berdasarkan Dharma, jangan pernah menyimpang dari Dharma. Sebab, dengan
melakukan Dharma terlebih dahulu, baik Kama atau Artha akan mengikuti.
Sesungguhnya, Kebenaran Tertinggi adalah Brahman itu sendiri. Dharma itu seperti

145
layaknya sebuah perahu. Perahu mengantarkan nelayan menyeberangi lautan,
sedangkan Dharma adalah jalan untuk mencapai Tuhan (Brahman).

b. Artha
Artha dapat diartikan sebagai tujuan hidup ataupun kepentingan orang lain. Namun
dalam hal ini, Artha lebih di fokuskan pada kekayaan atau harta. Agama Hindu
sangatlah memperhatikan kedudukan dan fungsi artha dalam kehidupan. Mencari
Harta atau Kekayaan, bukanlah sesuatu yang dilarang, justru itu merupakan hal
yang dianjurkan asalkan semua itu diperoleh berdasarkan Dharma dan digunakan
untuk kepentingan Dharma pula. Dalam Agama Hindu, sebenarnya Artha bukanlah
merupakan tujuan. Melainkan, Moksa lah yang menjadi tujuan tertinggi umat Hindu
yang hidup di dunia ini. Artha hanyalah merupakan sarana untuk mencapai tujuan
tersebut.
Di dalam kitab Sarassamuscaya dijelaskan bahwa jika harta diperoleh dengan jalan
Dharma, maka bahagia lah orang yang memperolehnya itu, tetapi jika harta
tersebut diperoleh dengan cara Adharma, maka noda dan dosa lah yang ia
dapatkan. Seperti itulah arti dari kutipan salah satu sloka di kitab Sarassamuscaya.
Harta yang diperoleh seseorang harus dapat di bagi tiga, yakni:
1) Sadhana ri Kasiddhan in dharma
2) Dipakai untuk memenuhi Dharma. Contohnya untuk melakukan kewajiban-
kewajiban dharma, seperti pelaksanaan Panca Yadnya.
3) Sadhana ri kasiddhan in Kama
4) Dipakai untuk memenuhi Kama. Contohnya, untuk kesenian, olahraga, rekreasi,
hobby, dan lain sebagainya.
5) Sadhana ri kasiddhan in Artha
6) Dipakai untuk mendapatkan harta kembali, contohnya: untuk memproduksi
sesuatu, berjualan, dan lain sebagainya.
Dalam ajaran Agama Hindu berkali-kali ditekankan bahwa Harta tidak akan dibawa
mati. Yang akan menentukan pahala kita adalah karma (perbuatan) baik dan buruk
itu sendiri. Oleh karena itu, harta kekayaan hendaknya di sedekahkan, dipakai, dan
diabdikan untuk perbuatan dharma. Hanya dengan cara demikianlah harta tersebut
memiliki nilai yang utama.

c. Kama
Kama dalam ajaran Agama Hindu berarti nafsu atau keinginan yang dapat
memberikan kepuasan atau kesejahteraan hidup. Kenikmatan tersebut merupakan
salah satu tujuan hidup utama manusia karena manusia memiliki 10 indriya yaitu:

146
1) Srotendriya : keinginan untuk mendengar
2) Tvagendriya : keinginan untuk merasakan sentuhan
3) Caksvindriya : keinginan untuk melihat
4) Jihvendriya : keinginan untuk mengecap
5) Ghranendriya : Keinginan untuk mencium
6) Wagindriya : keinginan untuk berkata
7) Panindriya : keinginan untuk memegang sesuatu
8) Padendriya : keinginan untuk bergerak atau berjalan
9) Payvindriya : keinginan untuk membuang kotoran
10) Upasthendriya : keinginan untuk kenikmatan dengan kelamin
Kesepuluh indriya tersebut menyebabkan manusia berbuat sesuatu, perasaan ingin
tahu. Kita harus dapat mengontrol indria tersebut agar tidak terjerumus kepada hal-
hal negatif karena sering sekali indra menjerumuskan manusia ke arah yang negatif
jika manusia itu tidak dapat mengendalikan indria itu sendiri. Menurut ajaran agama
Hindu, Kama atau nafsu tidak ada artinya jika diperoleh dengan cara yang
menyimpang dari Dharma. Dalam kekawain Ramayana, dikatakan bahwa,
Kenikmatan (Kama) hendaknya terletak dalam kemungkinan yang diberikan kepada
orang lain untuk juga merasakan kenikmatan. Jadi, pekerjaan yang bersifat ingin
menguntungkan diri sendiri dalam memperoleh harta dan kenikmatan tidak
dilaksanakan.

d. Moksa
Moksa merupakan tujuan tertinggi umat Hindu. Moksa memiliki arti, yakni pelepasan
atau kebebasan. Maksud dari kebebasan disini adalah kebahagiaan dimana atma
dapat terlepas dari pengaruh maya dan ikatan Subha-Asubha Karma, serta
bersatunya sang Atman dengan Brahman (asalnya). Moksa juga dapat diartikan
sebagai Mukti atau Nirvana. Pada hakikatnya, manusia mengharapkan kebahagiaan
yang tertinggi (Sat Cit Ananda). Namun kebahagiaan seperti ini tidak dapat kita
rasakan di kehidupan duniawi ini. Menurut ajaran Agama Hindu, kebahagiaan yang
kekal dan abadi hanya di dapat dengan persatuan oleh Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi
Wasa) yang disebut dengan Moksa. Umat manusia harusnya sadar bahwa
perjalanan hidup mereka di dunia adalah untuk mencari Ida Sang Hyang Widhi dan
bersatu dengan beliau. Tentu kita tidak mengharapkan kembali bahwa kita akan
lahir ke dunia berulang-ulang dan sengsara. Apabila kita masih lahir ke dunia, itu
berarti kita belum mencapai Kebahagiaan yang tertinggi.
Seperti layaknya kita menyeberangi Samudera, tentu mencapai Beliau (Brahman)
bukanlah sesuatu yang mudah untuk di lakukan. Akan tetapi, semua itu dapat
diperoleh jika jalan yang kita tempuh untuk mencapai Beliau adalah dengan jalan

147
D. Membangun kepribadian mahasiswa yang berjiwa pemimpin, taat
hukum, sehat, kreatif, dan adaptif sesuai konsep manusia Hindu.

1. Mahasiswa Hindu Berjiwa Pemimpin dan Taat Hukum


Dalam konteks peran kepemimpinan mahasiswa, mahasiswa Hindu dapat
memainkan peranan dengan menjadi garda terdepan dalam memecahkan
permasalahan bangsa ini. Dengan berbagai sumber daya yang dimiliki, mulai dari
kemampuan intelektual, jaringan dan semangat juang yang tinggi, Anda sebagai
mahasiswa harus memanfaatkan hal tersebut.
Mengingat ini adalah makalah pembahasan untuk mata kuliah Nīti Śāstra, maka ada
perlunya kita ketahui pula bagaimana ajaran kepemimpinan dalam Nīti Śāstra
tersebut. Untuk mencapai suatu kesuksesan, sangat dibutuhkan adanya kerjasama
dan rasa saling membutuhkan antara pemimpin dan bawahan atau anggotanya. Di
dalam kitab Nīti Śāstra Bab I úloka 10, kondisi ini ibarat singa dan hutan, yakni
sebagai berikut:
“Singa adalah penjaga hutan. Hutan pun selalu melindungi singa, singa dan hutan
harus selalu saling melindungi dan bekerjasama. Bila tidak atau berselisih, maka hutan
akan hancur dirusak manusia, pohon-pohonnya akan habis dan gundul ditebang, hal
ini membuat singa kehilangan tempat bersembunyi,sehingga ia bermukim di jurang
atau di lapangan yang akhirnya musnah diburu dan diserang manusia”

Hendaknya para pemimpin meniru hubungan antara ‘singa dan hutan’ ini agar
sukses mencapai tujuan yang diinginkan. Pemimpin akan sukses oleh dukungan
bawahannya begitu pula sebaliknya. Nīti Śāstra memuat kriteria kepemimpinan
sebagai berikut:
1) Ābhikāmika, pemimpin harus tampil simpatik, berorientasi ke bawah dan
mengutamakan kepentingan rakyat banyak daripada kepentingan pribadi atau
golongannya.
2) Prajña, pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana dan menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi, agama serta dapat dijadikan panutan bagi rakyatnya.
3) Utsaha, pemimpin harus proaktif, berinisiatif, kreatif, dan inovatif (pelopor
pembaharuan) serta rela mengabdi tanpa pamrih untuk kesejahteraan rakyat.
4) Ātma sampad, pemimpin mempunyai kepribadian: berintegritas tinggi, moral
yang luhur serta objektif dan mempunyai wawasan yang jauh ke masa depan
demi kemajuan bangsanya.
5) Sakya samanta, pemimpin sebagai fungsi kontrol mampu mengawasi bawahan
(efektif, efisien dan ekonomis) dan berani menindak secara adil bagi yang
bersalah tanpa pilih kasih atau tegas.

153
6) Aksudara pari sakta, pemimpin harus akomodatif, mampu memadukan
perbedaan dengan permusyawaratan dan pandai berdiplomasi, menyerap
aspirasi bawahan dan rakyatnya.
Demikianlah kriteria kepemimpinan yang termuat dalam kitab Nīti Śāstra yang
menjadi mata kuliah tentang kepemimpinan Hindu. Banyak peran kepemimpinan
yang bisa diambil mahasiswa Hindu, berdasarkan pada konsep manusia Hindu yang
dibahas pada subbab sebelumnya, bahwa kesadaran akan hal tersebut memberi
dampak pada gaya kepemimpinan mahasiswa Hindu akan meliputi tiga hal yang
menjadi karakter mahasiswa itu sendiri yakni kemanusiaan, pembebasan, dan
berketuhanan. Dari ketiga karakter tersebut, kita bisa menerjemahkannya menjadi
beberapa poin penting yang bisa diperankan oleh para mahasiswa, yakni:
1) Mahasiswa merupakan entitas unik yang memiliki kedekatan sosio-historis
dengan masyarakat luas, ini dapat kita manfaatkan sebagai bagian dari modal
sosial dalam membangun suatu gerakan kepemimpinan.
2) Mahasiswa pada dasarnya merupakan insan akademik perguruan tinggi yang
memiliki tanggung jawab untuk menjadi sosok-sosok insan pembelajar.
3) Mahasiswa merupakan kaum “kelas menengah” dalam arti yang sebenarnya. Ia
berada di tengah yang memungkinkan untuk menerima serta menjamah
permasalahan dan masukan dari masyarakat “kelas bawah” yang nantinya
diregresikan menjadi sepaket tuntutan berikut tawaran solusi untuk
disampaikan kepada elite “kelas atas” untuk dapat bersama-sama menghadapi
masalah tersebut.
4) Mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat yang terikat oleh sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
5) Mahasiswa Hindu harus menjawab perannya sebagai individu untuk menjadi
pemimpin dengan tugas dan perannya masing-masing.
Hubungan antara Negara dengan warga Negara, dalam ajaran agama Hindu disebut
dengan istilah Dharma Negara. Artinya bahwa umat Hindu di Indonesia melalui
pendekatan Dharma Negara ikut berperan, mempertahankan, mengisi
kemerdekaan serta memikul tanggung jawab masa depan bangsa dan bernegara
Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Agama Hindu adalah salah satu
agama yang diakui keberadaannya di Indonesia disamping agama Islam, Katholik,
Protestan, Buddha dan Konghucu. Agama Hindu telah memberi warna tersendiri
dalam pembangunan nasional dan khususnya dalam pembangunan umat
beragama.

154
Kong Hu Chu
D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan
Integrasi Keimanan (cheng), Kepercayaan (xin), Kesatyaan
(zhong), dan Kesujudan (jing) dalam Pembentukan Manusia
yang Berbudi Luhur (junzi).

Orang yang telah mencapai puncak iman tanggap terhadap lingkungan, mampu
meramal kejadian yang akan datang, bahkan akan seperti malaikat (Kitab Shi Jing II
2.2 V 4.2). Seperti kisah seorang panglima perang San Guo pada zaman dinasti Han
akhir. Dikisahkan Zhaoyun dengan menggunakan strategi militer Zhuge Liang (Kong
Ming) yang selalu patuh dan taqwa kepada Tuhan berhasil menyelamatkan O-Tou,
putera raja Liu Bei. Dengan berlandaskan iman Zhaoyun mampu menggunakan
kemampuan dan kekuatan yang terpendam di dalam dirinya menyelamatkan O-Tou.
Ditengah-tengah kepungan ribuan musuh, melalui usaha yang keras ia bertempur
mati-matian dengan menggendong O-Tou hingga O-Tou tertidur dalam
dukungannya. Zhaoyun sendiri dalam keadaan terluka parah, namun ia selamat
sampai tujuan. Zhuge Liang selalu menggunakan kitab Yi Jing sebagai petunjuk
sekaligus pedoman sebelum berangkat perang
“Maka yang mencapai Puncak Iman tiada saat berhenti. Tiada saat berhenti maka
berlangsung lamalah Dia; karena berlangsung lama. Dia menghimpun banyak
pengetahuan; karena menghimpun banyak pengetahuan, jauhlah yang dicapai-Nya;
karena jauh yang dicapai-Nya, maka luas dan teballah pengertian-Nya. Karena luas
dan tebal pengertian-Nya, maka tinggi dan cemerlanglah Dia. Karena luas dan tebal
maka mendukung segenap wujud; karena tinggi dan cemerlang, maka melindungi
segenap wujud dan karena berlangsung lama dan jauh maka menyempurnakan
segenap wujud. Luas dan tebal menyebabkan selarasdengan bumi, tinggi dan
cemerlang menyebabkan selaras dengan langit. Berlangsung lama dan jauh
menyebabkan tidak terbatas…” (Zhongyong XXV).
“Hanya orang yang telah mencapai puncak iman di dunia ini, dapat sempurna
mengembangkan watak sejatinya. Karena dapat sempurna mengembangkan watak
sejatinya, maka dapat membantu mengembangkan watak sejati orang lain; karena
dapat membantu mengembangkan watak sejati orang lain, maka akan dapat pula
membantu mengembangkan watak sejati segenap wujud; karena dapat membantu
mengembangkan watak sejati segenap wujud, maka dapat membantu langit dan
bumi menyelenggarakan peleburan dan pengembangan; karena dapat membantu
menyelenggarakan peleburan dan pengembangan, maka menjadi tritunggal dengan
langit dan bumi” (Zhongyong XXI).
“Beroleh perlindungan Tian, Rahmat; tiada yang tidak membawa berkah.” Nabi
bersabda, “Perlindungan berarti bantuan. Yang diberi bantuan Tian, ialah orang yang
patuh-takwa. Yang diberi bantuan manusia ialah orang yang mendapat
kepercayaan.”

91
“Maka seorang yang mempunyai kebajikan besar niscaya mendapat kedudukan,
mendapat berkah, mendapat nama dan mendapat panjang usia.

Uraian di atas menunjukkan bagaimana Tuhan Yang Maha Esa menjadikan segenap
wujud. Masing-masing wujud disesuaikan dengan sifatnya. Misalnya pohon yang
bersemi dibantu tumbuh, sementara pohon yang condong dibantu roboh.
Di dalam Shi Jing (Kitab Sanjak) tertulis, “Betapa mengagumkan dan bahagia seorang
junzi, gemilanglah kebajikannya yang selaras dengan kehendak rakyat dan selaras
dengan kemanusiaan. Diterimanya karunia Tuhan YME; terlindung firman yang
dikaruniakan kepadanya. Demikianlah selalu diterimanya dari Tuhan YME. Maka
seorang yang berkebajikan besar niscaya menerima firman” (Zhongyong XVI:2-5).

E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Integrasi Keimanan


(cheng), Kepercayaan (xin), Kesatyaan (zhong), dan Kesujudan
(jing) dalam Pembentukan Manusia yang Berbudi Luhur (junzi).

Sebagai manusia yang terus berusaha mengintegrasikan keimanan (cheng),


kepercayaan (xin), kesatyaan (zhong), dan kesujudan (jing) dalam pembentukan
manusia yang berbudi luhur (junzi), apa yang telah dipelajari, dihayati dan diimani
akan diwujudkan dalam akhlak mulia, etika moral, budi pekerti sehari-hari. Hanya
dengan jalan inilah agama menuntun manusia mencapai tujuan hidup yang hakiki
sebagai mahluk pengemban Firman Tian dan menjadikan salam keimanan ‘wei de
dong Tian dan xian you yi de” terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
perlu dipahami beberapa prinsip di bawah ini:
1. Agama Khonghucu senantiasa mengajarkan umatnya untuk melakukan sesuatu
setahap demi setahap. Berikut ini contoh pengerjaan sesuatu yang dikerjakan
secara bertahap.
a. Untuk mendaki tempat tinggi, dimulai dari bawah, sedangkan untuk
mencapai tempat jauh dimulai dari dekat.
b. Cheng (iman) tidak dimaksudkan hanya untuk menyempurnakan diri pribadi
semata, tetapi pada akhirnya menyempurnakan segenap wujud.
c. Pengetahuan sempurna dicapai dengan belajar setahap demi setahap.
d. Damai di dunia dimulai dari meneliti hakikat tiap perkara.
e. Berhasil dimulai dari menetapkan tujuan.
f. Untuk mengenal dan mengabdi pada Tian dimulai dengan menyelami hati,
merawat watak sejati.
2. Agama Khonghucu mengajarkan hukum pangkal ujung atau sebab akibat pada
umat agar menempatkan yang pokok sebagai pokok, yang ujung sebagai ujung

92
dan bukan sebaliknya. Di bawah ini pernyataan yang mengandung hukum
pangkal ujung atau sebab akibat.
a. Laku bakti dan rendah hati mengawali kebajikan-kebajikan lain.
b. Harta kekayaan adalah ujung, kebajikan adalah pokok/pangkal.
c. Tidak khawatir orang tidak mengenal dirinya, tetapi khawatir kalau tidak
dapat mengenal orang lain.
d. Anugerah pemberian Tian lebih penting dari pada anugerah pemberian
manusia.
e. Untuk mengenal hal setelah mati perlu mengenal hidup terlebih dahulu.
f. Mengabdi pada manusia terlebih dahulu sebelum dapat mengabdi pada roh.
3. Jalan suci (dao) tidak dimaksudkan jauh dari manusia. Adapun yang jauh dari
manusia bukanlah dao.
4. Oranglah yang harus mengembangkan dao, bukan dao yang mengembangkan
orang.
5. Hal-hal yang dibicarakan disesuaikan dengan kemampuan dan pengetahuan
seseorang.
6. Karena sejak lahir manusia telah menerima xing (watak sejati), firman Tian dalam
dirinya. Agama Khonghucu mengajarkan bahwa hidup adalah anugerah yang
perlu disyukuri, bukan dosa yang diemban atau penderitaan yang perlu
ditanggung.
7. Kesadaran untuk hidup sesuai hukum Tian, hidup di dalam dao, mengikuti watak
sejati bukan karena (semata-mata) takut akan hukuman, tetapi rasa syukur atas
anugerah Tian pada dirinya. Kata dan perbuatan senantiasa selaras dan sesuai.
Hal ini yang dimaksud dengan iman.
8. Menempatkan hal yang pokok sebagai pokok dan menempatkan hal yang ujung
sebagai ujung adalah hukum Tian yang wajib diikuti manusia untuk
menghindarkan manusia dari kesesatan dan kebingungan.
9. Sesuai pandangan Nabi Kongzi, agama Khonghucu mempunyai pandangan
sendiri mengenai orang yang telah mati. Nabi bersabda, “Terhadap orang yang
telah mati, bila memperlakukannya benar-benar sama sekali sudah mati, itu tidak
berperi cinta kasih, maka jangan dilakukan. Terhadap orang yang sudah mati,
memperlakukan seperti benar-benar masih hidup, itu tidak bijaksana dan
janganlah dikerjakan. Maka wadah yang dibuat dari bambu (untuk perlengkapan
upacara pemakaman) dibuat tidak sempurna untuk digunakan; periuk untuk
mencuci tidak dibuat sempurna untuk digunakan; kayu yang digunakan tidak
sempurna terukir. Qin se 琴瑟 (kecapi dan celempung) dapat berbunyi, tetapi
rancu nada; seruling dibuat lengkap, tetapi tidak harmonis; lonceng dan batu

93
musik disiapkan, tetapi tanpa kuda-kuda. Semua itu dinamakan ming qi 明器
(peralatan sembahyang) …. Dengan demikian, orang yang mati diperlakukan
sebagai shen ming”.
10. Hubungan antara surga dan dunia dalam agama Khonghucu seperti juga agama-
agama ‘Timur’ lain- bukan hubungan yang saling berlawanan, terpisah dan serba
dua, tetapi suatu kesinambungan yang saling berkaitan, kerjasama, gotong
royong, saling melengkapi dan membangun bergaya yin-yang, tidak
bertentangan secara eksklusif (Lim, 2010: 44-47).

F. Membuat Rangkuman tentang Integrasi Keimanan (cheng),


Kepercayaan (xin), Kesatyaan (zhong), dan Kesujudan (jing)
dalam Pembentukan Manusia yang Berbudi Luhur (junzi).

Setelah Anda menelusuri, menanya, menggali, membangun argumen, dan


mendeskripsikan tentang integrasi keimanan (cheng), kepercayaan (xin), kesatyaan
(zhong), dan kesujudan (jing) dalam pembentukan manusia yang berbudi luhur (junzi),
Anda dipersilakan untuk membuat rangkumannya

1. Seorang umat Khonghucu wajib beriman, percaya, satya, bertaqwa, dan


hormat/sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa (Tian), yang merupakan khalik
semesta alam dengan segala benda dan makhluknya.
2. Hidup manusia adalah oleh firman Tuhan. Manusia mengemban tugas suci
sebagai manusia dan wajib mempertanggung jawabkan hidupnya kepada Tuhan.
3. Firman Tuhan itu sekaligus menjadi watak sejati, menjadikan hakikat
kemanusiaan, menjadikan manusia memiliki kemampuan melaksanakan tugas
sucinya sebagai manusia.
4. Menggemilangkan kebajikan, yang di dalamnya mengandung benih-benih sifat
cinta kasih, kebenaran/keadilan/kewajiban, kesusilaan, dan kebijaksanaan yang
hidup, tumbuh, berkembang dalam hidup rohani manusia. Hal tersebut adalah
tugas suci dan sekaligus tujuan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
5. Gemilangnya kebajikan dalam diri manusia adalah untuk diamalkan dalam
kehidupan, mengasihi, tenggang rasa, tepa salira kepada rakyat, kepada sesama
manusia, dan merawat lingkungan hidupnya.
6. Menggemilangkan kebajikan, mengasihi sesama, menyayangi lingkungan,
sehingga mencapai puncak baik adalah jalan suci yang wajib ditempuh manusia.
Jalan suci haruslah selaras dengan watak sejati manusia;

94
7. Bimbingan yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Tian) lewat genta
rohani (muduo) atau nabi-nabi (shengren) dapat membuat manusia membina
diri menempuh jalan suci. Hal itu adalah agama yang merupakan ajaran besar
dalam kehidupan ini;
8. Kebajikan berkenan Tuhan mengandung himbauan dan pengakuan iman bahwa
hormat akan Tuhan ialah melaksanakan firman-Nya. Percaya terhadap Tuhan
tidak dapat dilepaskan dari hidup menggemilangkan kebajikan dan
mengamalkannya. Di dalamnya terkandung pengertian paripurnanya ibadah
dan di situlah makna/nilai manusia di hadapan Tuhan Sang Khalik ataupun di
hadapan sesama makhluk dan lingkungannya. Makna lainnya adalah menjadi
insan yang dapat dipercaya terhadap Tuhan Sang Khalik maupun terhadap
sesamanya.

G. Mengerjakan Tugas Belajar Lanjut dan Penyajian: Proyek


Belajar Integrasi Keimanan (cheng), Kepercayaan (xin),
Kesatyaan (zhong), dan Kesujudan (jing) dalam Pembentukan
Manusia yang Berbudi Luhur (junzi).

Setelah Anda menelusuri, menanya, menggali, membangun argumen, dan


mendeskripsikan tentang integrasi keimanan (cheng), kepercayaan (xin), kesatyaan
(zhong), dan kesujudan (jing) dalam pembentukan manusia yang berbudi luhur (junzi),
Anda dipersilakan untuk mencari sumber perputakaan dan internet tentang hal-hal
sebagai berikut.
Dapatkah integrasi keimanan (cheng), kepercayaan (xin), kesatyaan (zhong), dan
kesujudan (jing) dapat menjadi benteng dan filter dalam menghadapi arus
globalisasi?
Berikan penjelasan dalam presentasi!

95
A. Menelusuri Konsep Khonghucu tentang Keragaman dalam
Keberagamaan serta Kontribusinya dalam Sejarah Peradaban
Dunia.
Sejak dahulu bangsa Indonesia dikenal sangat mudah menyesuaikan diri dengan
keadaan. Oleh karena itu, agama-agama besar dunia seperti Islam, Kristen, Katholik,
Hindu, Buddha, Khonghucu, dan lain-lain yang masuk ke Indonesia diterima dengan
mudah dan dipeluk oleh berbagai suku yang ada. Hal inilah yang kemudian membuat
terjadinya pluralisme agama. Masyarakat Indonesia menghadapi kenyataan
pluralisme agama, yang dengan mudah ditemui di dalam kehidupan sehari-hari.
Pluralisme agama bisa menjadi potensi kerukunan yang kuat apabila pluralisme
tersebut diterima dengan bijaksana oleh semua pemeluk agama yang ada. Apabila
hal ini yang terjadi, maka akan terbentuk suatu kehidupan yang damai dan harmonis.
Di sisi lain, pluralisme agama juga menyimpan potensi konflik yang besar. Perbedaan-
perbedaan ajaran dan keyakinan agama dapat memicu sebuah pertikaian yang
mendalam dan meluas apabila tidak ditanggapi dengan bijaksana oleh semua
pemeluk agama yang berlainan itu.

1. Konsep Khonghucu tentang Keragaman dalam Keberagamaan


Tuhan Yang Maha Esa menciptakan kehidupan ini
selalu dengan dua unsur yang berbeda yaitu yin dan
yang, positif dan negatif, laki-laki dan perempuan,
siang dan malam, langit dan bumi, dan sebagainya.
Secara sepintas yin memang bertentangan dengan
yang, tetapi sebenarnya kedua unsur tersebut saling
melengkapi dan saling membutuhkan satu sama
lain.

Yin dan yang berfungsi menyelaraskan setiap


keadaan di dunia ini. Artinya kedua unsur tersebut
melengkapi dan saling membutuhkan satu sama
lain. Dapat dibayangkan seandainya di dunia ini Gambar 4.2 Yin Yang.
hanya ada laki-laki tanpa ada perempuan atau
sebaliknya. Yang akan terjadi adalah kehidupan mesti tidak akan berlangsung. Semua
yang hidup pasti mengalami kematian. Jika ada kematian mesti ada kelahiran baru
untuk menggantikannya. Sebuah kelahiran hanya terjadi bila ada proses perkawinan
dan perkawinan hanya dapat terjadi pada makhluk yang berbeda jenis kelamin.
Demikianlah setiap unsur di dunia ini mesti memiliki unsur lain yang berbeda sebagai
pasangannya.

98
Dari filosofi yin dan yang dapat diketahui bahwa Tuhan Yang Maha Esa memang
menghendaki adanya perbedaan di dunia ini. Nabi Kongzi bersabda: “Yang dapat
diajak belajar bersama belum tentu dapat diajak bersama menempuh jalan suci
(beragama). yang dapat diajak bersama menempuh jalan suci belum tentu dapat
diajak bersama berteguh, dan yang dapat diajak bersama berteguh belum tentu dapat
bersesuaian paham” (Lunyu IX: 30). Pada bagian lain Nabi Kongzi bersabda, “Seorang
junzi dapat rukun meski tidak dapat sama, seorang rendah budi dapat sama meski
tidak dapat rukun” (Lunyu XIII: 23).

Agama Khonghucu adalah agama yang berisi tuntunan Tuhan Yang Maha Esa (Tian)
melalui para nabi (sheng) dan raja-raja suci untuk manusia yang hidup di bumi ini.
Tujuannya adalah agar manusia dapat belajar terus menjadi manusia yang berbudi
luhur (junzi), yakni dapat menggemilangkan kebajikan sehingga mampu mengabdi
kepada Tuhan dan mengasihi sesama (Daxue Bab Utama: 1).

Merupakan doktrin bahwa Tuhan menciptakan manusia disertai watak sejati yang
hakikatnya baik dan berisi benih-benih kebajikan: cinta kasih, kebenaran, kesusilaan,
dan kebijaksanaan (Mengzi VIIA: 21/4).

Perasaan belas kasihan itulah benih cinta kasih; perasaan malu dan tidak suka itulah
benih kebenaran; perasaan rendah hati dan mau mengalah itulah benih kesusilaan;
dan perasaan membenarkan dan menyalahkan itulah benih kebijaksanaan (Mengzi
IIA:.6.5).
Umat Khonghucu yang beriman, sepenuh
hati meyakini bahwa benih-benih kebajikan
itu ada pada dirinya, maka dia haruslah
sekuat tenaga mengembangkannya. Hanya
orang yang mengenal dirinya sendiri dengan
baik, menyelami hati nuraninya, akan
merasakan sesungguhnya memang di
dalam dirinya dipenuhi benih kebajikan,
setelah itu dia dapat merasakan kebesaran
Tuhan. Pengabdian kepada Tuhan adalah
dengan menjaga hati, merawat watak sejati,
melalui pembinaan diri yang terus menerus
(Mengzi VIIA: 1; Daxue Bab Utama: 6).
Tanpa iman, maka manusia akan
terombang-ambing. Oleh karena itu,
Gambar 4.3 Meng Zi (372 - 289 s.M.). pemeluk agama Khonghucu harus
Sumber: blog.univ-provence.fr memperoleh iman untuk menjalankan

99
kebajikan; dia harus memperbarui diri tiap hari dan menjaganya agar senantiasa
baharu, bukan demi mendapat pahala/upah (Daxue II: 1; Mengzi VII B: 33.4). Dengan
tidak mendua hati, menjaga kelurusan hati dan terus belajar mencukupkan
pengetahuannya melalui kajian terhadap hakikat tiap perkara, maka mudahlah bagi
manusia untuk membina dirinya. Dengan diri yang terbina, maka dia akan mampu
menjaga keharmonisan rumah tangganya, berpartisipasi bagi kemajuan masyarakat
sekitarnya dan bahkan ikut mengatur negeri bila dirinya dibutuhkan serta
menggemilangkan kebajikan yang bercahaya kepada setiap umat di dunia (Daxue Bab
Utama: 4).
Setiap hari, manusia berkewajiban memeriksa diri dalam tiga hal: “Sebagai manusia
adakah aku berlaku tidak satya (mengingkari firman Tian)? Bergaul dengan kawan
dan sahabat adakah aku berlaku tidak dapat dipercaya? Dan adakah ajaran Guru yang
tidak kulatih?” (Lunyu I: 4).
Nabi Kongzi bersabda, ”Seorang junzi (luhur budi) memuliakan firman Tian,
memuliakan sabda para nabi dan memuliakan orang-orang besar, sedangkan
seorang rendah budi tidak mengenal dan tidak memuliakan firman Tian,
mempermainkan sabda para nabi dan meremehkan orang-orang besar” (Lunyu XVII:
8).
Umat Khonghucu adalah orang yang dapat beradaptasi - di mana bumi dipijak, di
situlah langit dijunjung. Nabi Kongzi bersabda,”Seorang junzi diam di mana pun, tiada
tempat yang buruk baginya” (Lunyu IX:14.3). Itu artinya setiap umat Khonghucu wajib
menjadi warga negara yang patuh kepada negara di mana saja dia menetap. Seorang
junzi memuliakan para bijaksana dan bergaul dengan siapa pun (Lunyu XIX:3.2).
Untuk kebersamaan dalam pluralitas, Nabi Kongzi memberikan enam pedoman yakni
berperilaku hormat, lapang hati, dapat dipercaya, cekatan, bermurah hati dan adil.
Orang yang berperilaku hormat, niscaya tidak terhina; yang berlapang hati, niscaya
mendapat simpati banyak orang; yang dapat dipercaya, niscaya mendapat
kepercayaan orang; yang cekatan, niscaya berhasil dalam pekerjaannya; yang
bermurah hati niscaya diturut perintahnya; yang adil niscaya mendapat sambutan
yang menggembirakan (Lunyu XVII: 6.2; XX: 1.9).
Namun demikian, dalam kenyataannya tidak semua manusia luhur budinya. Dengan
kata lain ada juga yang rendah budi. Oleh karena itu, Nabi Kongzi menganjurkan agar
memilih tempat tinggal dekat dengan orang yang berperi cintah kasih sehingga dapat
belajar bagaimana menjadi orang yang bijaksana. Karena cinta kasih itu adalah
anugerah Tian yang sangat mulia; cinta kasih adalah kemanusiaan, rumah sentosa
bagi manusia. (Mengzi IIA:7.2; VIIB:16). “Seorang yang berperi cinta kasih ingin tegak,
maka berusaha agar orang lain pun tegak, ingin maju, sukses, maka berusaha agar

100
membahayakan dan hati-hatilah menjalankan hal itu. Dengan demikian akan
mengurangi kekecewaan diri. Dengan pembicaraan tidak banyak mengandung
kesalahan dan perbuatan tidak banyak menimbulkan kekecewaan, maka kita akan
dipercaya untuk menempati suatu kedudukan di dalam masyarakat (Lunyu II:18).
Meskipun pada zaman Nabi Kongzi hidup belum ada agama-agama lain seperti
sekarang ini, beliau sudah mengantisipasinya dengan sabdanya, “Kalau berlainan
jalan suci, tidak usah saling berdebat” (Lunyu XV:40). Nabi Kongzi juga
bersabda,”Seorang junzi terhadap persoalan di dunia tidak mengiyakan atau menolak
mentah-mentah. Hanya kebenaranlah yang dijadikan ukuran” (Lunyu IV:10).

Coba Anda cari di internet atau perpustakaan, kontribusi ajaran Khonghucu


di abad ke dua puluh satu!. Tuliskan 3 nilai ajaran Khonghucu yang akan
anda jadikan landasan kehidupan Anda? Apa alasan Anda?

C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, dan Politis Konsep


Khonghucu tentang Keragaman dan Keberagamaan serta
Kontribusinya dalam Sejarah Peradaban Dunia.

Kendati kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi negara, tetapi kebebasan


mengekspresikan agama dibatasi oleh hak-hak orang lain. Kebebasan beragama
harus dilaksanakan secara bertanggung jawab sehingga tidak mengancam atau
melanggar kebebasan beragama orang lain. Hal ini dimaksudkan agar kebebasan
beragama dapat mendukung terciptanya kerukunan umat beragama, bukan malah
sebaliknya.
Pasal 1 UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama berbunyi “Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka
umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk
melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau
melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan
keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-
pokok ajaran agama itu”
Dalam penjelasan pasal demi pasal Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 antara lain
berbunyi”… Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen,
Katholik, Hindu, Buddha dan Khonghucu (Confucius). Hal ini dapat dibuktikan dalam
sejarah perkembangan agama-agama di Indonesia.
Karena enam macam agama ini adalah agama-agama yang dipeluk oleh hampir
seluruh penduduk Indonesia, maka kecuali mereka mendapat jaminan seperti yang

108
diberikan oleh pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, mereka juga mendapat
bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan pasal ini. Hal ini tidak berarti bahwa
agama-agama lain seperti Yahudi, Zarasustrian, Shinto, Taoism dilarang di Indonesia.
Agama-agama tersebut mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh Pasal
29 ayat 2 UUD 1945 dan agama-agama tersebut dibiarkan adanya asalkan tidak
melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan atau perundangan
ini. Terhadap aliran kebatinan, pemerintah berusaha menyalurkannya ke arah
pandangan yang sehat dan ke arah pada keyakinan terhadap Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Terlepas dari kekurangan atau perlu adanya revisi UU No 1 PNPS 1965 tentang
“Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama” telah diputuskan oleh
Mahkamah Konstitusi R.I dengan Keputusan No 140/PUU-VIII/2009 tanggal 19 April
2010 sebagai peraturan yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945 karena tidak bermaksud untuk membatasi kebebasan orang untuk beragama
atau memilah-milah agama menjadi ‘agama yang diakui’ atau ‘tidak diakui’ oleh
Negara apalagi menjadikan ‘agama resmi’ dan agama ‘tidak resmi’. Semua agama
apakah banyak ataupun sedikit penganutnya di Indonesia diberi jaminan
perlindungan dan bantuan Negara sesuai Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar
1945.
Undang-Undang ini sejalan dengan pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945 ayat (1)
Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dan tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan ayat (2) Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nila-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Kepulauan Nusantara yang menjadi negara Indonesia ternyata bukan hanya negara
yang alamnya terdiri dari beribu-ribu pulau, laut, hutan, lembah dan ngarai, tetapi
juga ada banyak suku, tradisi, budaya, dan agama. Hal demikian sudah kehendak
Pencipta bahwa Indonesia adalah bhinneka di dalam banyak hal. Kebhinnekaan dari
aspek geografis, etnis, bahasa, sosiokultural dan agama menjadikan kekayaan
Indonesia menjadi tak ternilai harganya.
Ketika Indonesia merdeka, para pendiri negara ini tidak melupakan aspek sejarah dan
realita yang ada sehingga dijadikanlah “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai semboyan
nasional yang berarti “berbeda-beda, tapi tetap satu”. Jelas sekali semboyan ini
disepakati sebagai refleksi atas realitas kemajemukan bangsa, sekaligus sebagai
jawaban agar kemajemukan itu tidak memacu disintegrasi, tetapi justru menjadi

109
tiang-tiang penyangga bagi hadirnya sebuah bangsa kreatif yang mampu
menyinergikan kepelbagaian menjadi kekuatan.
Agama-agama besar dunia seperti Hindu, Khonghucu, Buddha, Katholik, Kristen-
Protestan, Islam dan lain-lain yang masuk ke Indonesia diterima dan dipeluk oleh
berbagai suku yang ada. Oleh karena itu, betapa bijaksananya para pendiri negara
Indonesia yang tidak menjadikan salah satu agama yang hidup dan berkembang di
Indonesia menjadi agama negara.
Oleh karena itu, Pancasila
disepakati sebagai dasar negara.
Indonesia dengan Pancasila-nya
melindungi dan mengayomi semua
agama yang hidup dan
berkembang di Indonesia. Sebagai
konsekuensi bukan sebagai negara
yang berlandaskan agama
tertentu, tetapi bukan pula sebagai
negara yang tidak memperdulikan
agama, disepakati pentingnya
mendirikan Departemen Agama.
Negara mendirikan Departemen
Agama dengan tugas pokok untuk
melayani semua umat beragama
agar mereka dapat menjalankan
agama dengan lebih baik dan lebih
mudah tanpa mencampuri faham
keagamaan, cara-cara peribadahan
dan bentuk-bentuk kelembagaan
agama itu sendiri.
Ru Jiao yang di Indonesia dikenal Gambar 4.9 Presiden SBY dan Ibu Ani Susilo
dengan nama agama Khonghucu, Bambang Yudhoyono dalam peresmian Kelenteng
Kong Miao TMII, 2010 saat peresmian kelenteng
masuk di bumi Nusantara tersebut pada tanggal 23 Desember 2010. Penantian
umat Khonghucu selama lebih dari 30 tahun untuk
bersamaan dengan masuknya para mendirikan rumah ibadat agama Khonghucu di TMII
perantau Tiongkok yang akhirnya terobati.
Sumber: presidenri.go.id
mengarungi samudera. Mereka
berdagang dan singgah serta menetap di beberapa kepulauan di Indonesia. Oleh
karena itu, dari masa ke masa Ru Jiao tumbuh dan berkembang. Karena adanya
kebutuhan untuk beribadah, maka berdiri pula lembaga-lembaga Agama Khonghucu
(Ru Jiao) seperti rumah abu untuk menghormati arwah leluhur dan kelenteng-
kelenteng (Miao) yang didapati hampir di seluruh penjuru tanah air. Sebagai contoh

110

Anda mungkin juga menyukai