Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No.

1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

HUBUNGAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN KEPEMILIKAN


SANITASI LAYAK DI PROVINSI GORONTALO TAHUN 2010
(Data Sekunder Riskesdas Tahun 2010)

Oleh :
Fenny Raharyanti

ABSTRACT

The study explores the determinants of proper sanitation, ownership of


various indicators of poverty in the province of Gorontalo, 2010, with the source
data comes from the Riset Kesehatan Dasar 2010. Selection of this province
based on the highest position in terms of sanitation facilities and the open
defecation which is 39.2% and 41.7%, beside it is the fourth lowest poverty line in
Indonesia . This is a quantitative research with a cross sectional design. The
research concluded that significant poverty indicators relating to the ownership of
proper sanitation as multivariable are defecation facilities, drinking water,
followed by housing conditions (type of wall and floor type), income, employment
and education

Key words:sanitation, poverty, ownership

PENDAHULUAN pendapatan masyarakat akan


Latar Belakang berdampak pada rendahnya kesadaran
Pengaruh ekonomi terhadap masyarakat terhadap pembangunan
kesehatan masyarakat, kebijakan bidang sanitasi kesehatan. Rendahnya
ekonomi yang memprioritasikan tingkat pendapatan masyarakat akan
kesetaraan, dan kesejahteraan sosial lebih mendorong mereka untuk
dapat meningkatkan taraf kesehatan memberikan prioritas yang lebih besar
maupun ekonomi rakyat. Kesehatan pada kebutuhan dasar, sedangkan
merupakan masalah sosial, ekonomi kebutuhan akan pembangunan fasilitas
dan politik dan merupakan sumber bidang sanitasi kesehatan belum
penyakit dan kematian di antara orang- dianggap terlalu penting (Rizki, B dan
orang yang miskin dan S. Saleh, 2007).
termarginalisasi. Sementara itu, Indonesia harus kehilangan lebih
pembangunan sosioekonomi di negara dari Rp 58 trilyun atau sebanding
berkembang diindikasikan pada dengan Rp 265.000 per orang setiap
penilaian Indeks Pembangunan tahun akibat sanitasi yang buruk,
Manusia (IPM), dengan salah satu menurut “Economic Impacts of
indikatornya adalah derajat kesehatan Sanitation in Southeast Asia” yang
dan panjangnya umur yang terbaca dari diterbitkan pada bulan November 2007
angka harapan hidup. Derajat oleh Water and Sanitation Program
kesehatan yang tinggi harus didukung (WSP) Bank Dunia.
dengan fasilitas kesehatan dan sanitasi Dalam lima tahun terakhir,
yang baik. Namun pembangunan investasi untuk sanitasi sudah
bidang sanitasi di Indonesia selalu meningkat pesat. Dimana alokasi rata-
menghadapi kendala pada minimnya rata adalah Rp. 5.000 dari Rp. 200 per
pendapatan masyarakat. Minimnya kapita per tahun (rata-rata investasi

Jurnal Kesehatan Masyarakat 34


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

1974-2004). Namun angka ini juga yang rendah sebesar 31,0 %, dan akses
masih jauh dari ideal, karena baru 10% sanitasi kurang baik sebesar 73,0%.
dari kebutuhan, yakni Rp. 47.000. Begitupun halnya pada rendahnya
Saat ini kita harus mengejar akses terhadap air bersih, provinsi ini
ketertinggalan investasi berpuluh termasuk berada di bawah prevalensi
tahun, sehingga mampu menutup nasional juga (16,2%), yaitu 16,9%.
kekurangan ketersediaan layanan Badan Pusat Statistik (BPS 2009)
sanitasi yang cukup besar (Bappenas- menetapkan beberapa indikator
WSP,2010) kemiskinan antara lain kondisi rumah
Rerata persentase di Indonesia (luas lantai, jenis lantai dan jenis
berdasarkan hasil dari Riskesdas (Riset dinding), fasilitas tempat buang air
Kesehatan Dasar) 2010 menurut besar, sumber air minum, penerangan
penggunaan fasilitas buang air besar, yang digunakan, bahan bakar yang
masyarakat yang tidak menggunakan digunakan, frekuensi makan dalam
fasilitas sanitasi terdapat 15,8 %, sehari, kebiasaan membeli
sedangkan persentase rumah tangga daging/ayam/susu, kemampuan
menurut akses terhadap pembuangan membeli pakaian, kemampuan berobat
tinja layak sesuai Millenium ke puskesmas/poliklinik, lapangan
Development Goals (MDGs) di pekerjaan kepala rumah tangga,
berbagai provinsi rerata wilayah yang pendidikan kepala rumah tangga dan
tidak mengakses terhitung sekitar kepemilikan aset. Dalam studi ini,
44,5%. Akses rumah tangga terhadap yang menggunakan data dari Riset
pembuangan tinja layak, sesuai kriteria Kesehatan Dasar 2010,
MDGs adalah sebesar 55,5%. mengelompokkan hal yang bersifat
Sementara itu, masih berdasarkan konsumtif seperti frekuensi makan
survey Riskesdas 2010 dalam hal cara dalam sehari, kebiasaan membeli
buang air besar sesuai JMP WHO- daging/ayam/susu, kemampuan
UNICEF 2008, persentase wilayah membeli pakaian, kemampuan berobat
yang tidak menggunakan sarana ke puskesmas/poliklinik, dan
pembuangan kotoran atau tidak kepemilikan aset dalam perhitungan
menggunakan kloset atau buang air pengeluaran rumah tangga baik
besar sembarangan (open defecation) makanan maupun non makanan.
adalah 17,2%. Dari 33 provinsi ini, Adapun kemiskinan menjadi sebab
ternyata Gorontalo menempati posisi dalam kepemilikan sanitasi layak
tertinggi dalam hal rendahnya adalah sudah atau belumnya
persentase penggunaan fasilitas sanitasi terpenuhinya kebutuhan dasar,
dan cara buang air besar, yaitu 39,2% sebagaimana dalam Teori Hirarki
dan 41,7%, sementara Provinsi DKI Kebutuhan Maslow, sedangkan
Jakarta terendah (0,3%). (Kemenkes, kemiskinan utama atau absolut
2010). merupakan keadaan yang tidak mampu
Sebagai data pendukung dari memenuhi kebutuhan dasar, kelompok
rendahnya presentase kepemilikan masyarakat yang total pendapatannya
sanitasi layak ini, dalam hasil tidak cukup untuk pengadaan
Riskesdas 2007 Provinsi Gorontalo kebutuhan minimum. Dengan adanya
merupakan salah satu di antara 20 pengurangan tingkat kemiskinan,
provinsi yang berada di bawah maka kebutuhan dasar terpenuhi dan
prevalensi nasional (60,0%), yaitu tersedia kecukupan alokasi pendapatan
proporsi kepemilikan jamban sendiri untuk pembangunan sanitasi dasar.

Jurnal Kesehatan Masyarakat 35


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Saat ini Gorontalo berada pada Tujuan


urutan ke 4 terbawah garis kemiskinan Riset ini bertujuan untuk
dengan pendapatan Rp. 171.371 dan menganalisis determinan kepemilikan
23,19% kategori penduduk miskin dari sanitasi layak dari berbagai indikator
rerata penduduk Indonesia sebesar Rp. kemiskinan di Provinsi Gorontalo
211.726 dan 13,33% penduduk miskin tahun 2010
(BPS, 2010).
Ruang Lingkup Penelitian
Perumusan Masalah Mengingat pentingnya
Rendahnya persentase kepemilikan sanitasi layak dengan
penggunaan fasilitas sanitasi (39,2%) mempertimbangkan kemampuan
dan cara buang air besar (41,7%), serta masyarakat secara finansial untuk
pemilihan jenis kloset leher angsa membangunnya yang diukur
tercatat sebesar 92,64%, berdasarkan indikator kemiskinan,
menggambarkan kesadaran untuk maka penelitian ini dilakukan
bersanitasi yang baik masih rendah menggunakan desain survei, dengan
namun terlihat adanya kemampuan kajian telaah data sekunder dari Hasil
untuk membayar dalam hal Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas
kepemilikan sanitasi . 2010). Pemilihan lokasi studi adalah
Beban Indonesia secara makro provinsi Gorontalo, dengan
atas dampak buruk atau minimnya pertimbangan wilayah ini memiliki
akses sanitasi yang mencapai kerugian angka open defecation (buang air besar
sebesar Rp 58 trilyun atau sebanding di tempat terbuka) yang tinggi, yaitu
dengan Rp 265.000 per orang setiap 41,7%. Penelitian ini dilaksanakan
tahunnya, menggambarkan tingginya selama 4 bulan, terhitung mulai Maret-
ongkos finansial bagi ekonomi Juni 2011.
Indonesia, tidak hanya bagi individu,
namun juga sektor publik dan HASIL
komersial. Analisis Univariat
Namun pada umumnya, Tabel berikut ini merupakan
keterbatasan pendapatan masyarakat analisis univariat variabel dependen
yang lebih memprioritaskan kebutuhan dan independen pada studi mengenai
mendasar menjadikan pembangunan determinan kepemilikan sanitasi layak
sanitasi bukanlah menjadi hal teramat di Provinsi Gorontalo 2010
penting untuk segera memiliki dan
menggunakan sebagimana mestinya.

Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Variabel Kepemilikan Sanitasi Layak,, Pendapatan,
Pendidikan, Pekerjaan, Fasilitas Sarana Air Bersih, Sumber Air Minum,
Luas Lantai, Jenis Lantai, Jenis Dinding dan Tempat Tinggal
di Provinsi Gorontalo 2010

Variabel Jumlah Persentase (%)


Kepemilikan Sanitasi Layak
Tidak memiliki 231 44,1
Memiliki 293 55,9

Jurnal Kesehatan Masyarakat 36


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Variabel Jumlah Persentase (%)


Pendapatan
Kuintil 1 78 14,9
Kuintil 2 132 25,2
Kuintil 3 132 25,2
Kuintil 4 98 18,7
Kuintil 5 84 16,0

Pendidikan
Tidak lulus wajib 9 tahun 51 9,7
Wajib 9 tahun 378 72,1
> 9 tahun 95 18,1

Pekerjaan
tidak kerja 74 14,1
instansi 33 6,3
wiraswasta 109 20,8
petani/nelayan/buruh 308 58,8

Fasilitas Buang Air Besar


Tidak memiliki 191 36,5
Memiliki 53 10,1
93 17,7
187 15,7

Sumber Air Minum


Tidak terlindungi 48 9,2
Terlindungi 476 90,8

Luas lantai
Tidak layak (<= 8m2 ) 2 0,4
Layak (>8m2 ) 522 99,6
Jenis Lantai
Tidak layak 301 57,4
Layak 223 42,6
Jenis Dinding 229 43,7
Tidak layak 295 56,3
Layak

Tempat tinggal
Pedesaan 296 56,5
Perkotaan 228 43,5

Jurnal Kesehatan Masyarakat 37


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Masyarakat yang tidak memiliki . Gambar 1 memperlihatkan bahwa


kepemilikian sanitasi layak sebesar masih lebih banyak yang tidak memliki
44,1%, sedangkan yang memiliki fasilitas buang air besar (53,4%)
sanitasi layak adalah 55,9%. dibandingkan dengan yang memiliki
Tingkat pendapatan mayoritas (46,6%). Selanjutnya, kategorisasi
berada pada kuintil 2 dan kuintil 3 sumber air minum dikelompokkan
dengan persentase yang sama, yaitu berdasarkan sumber air terlindungi dan
25,2%, sedangkan terkecil pada tak terlindungi sebagai berikut:
kelompok kuintil 1 yaitu 14,9%.
Tingkat pendidikan masyarakat Gambar 2.
terbanyak adalah mereka yang telah Diagram Batang Gambaran Sebaran
menempuh pendidikan wajib belajar 9 Sumber Air Minum yang Terlindungi
tahun sebanyak 378 responden dan Tak Terlindungi di Provinsi
(72,1%), sedangkan kelompok tingkat Gorontalo 2010
pendidikan terendah yaitu 51
responden (9,7%).
Jenis pekerjaan
petani/nelayan/buruh paling
mendominasi (58,8%), menyusul
kemudian mereka yang berpencaharian
di bidang wiraswasta/layan jasa/dagang
(20,8%). Hal ini disebabkan oleh
kondisi geografis yang masih
mayoritas lahan pertanian dan masih
sedikitnya masyarakat yang bekerja di
sektor informal.
Masyarakat dengan fasilitas buang
air besar terbagi menjadi 2 kelompok, Dengan terkuantifikasinya
yaitu memiliki dan tidak memiliki jumlah sebaran penggunaan air minum
sendiri fasilitas buang air besar pada Gambar di atas, maka dapat
tersebut, maka jumlahnya adalah dikatakan bahwa sebagian besar
sebagai berikut: yarakat di Provinsi Gorontalo 2010
sudah menggunakan sumber air minum
Gambar 1 yang terlindungi, yaitu 476 rumhah
Diagram Pie Kepemilikan Fasilitas tangga (91%).
Buang Air Besar di Provinsi Gorontalo Masyarakat Gorontalo 2010
Tahun 2010 telah menempati luas hunian > 8m2
99,6% dari seluruh jumlah rumah
tangga yaitu 524 kepala keluarga. Jika
hanya ditinjau dari segi penempatan
luas hunian, maka karakteristik
masyarakat Gorontalo tidak ada yang
dikategorikan sebagai kelompok
miskin.
Jenis lantai rumah terbanyak
digunakan adalah keramik/ubin/
marmer/ semen (42,6%), namun dalam
pengelompokan kategori lainnya,

Jurnal Kesehatan Masyarakat 38


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

sehingga menjadi kategori tidak layak, Masyarakat yang tinggal di


maka persentase jenis lantai tidak layak pedesaan lebih banyak daripada di
menjadi lebih banyak, yaitu 57,4%. perkotaan, dengan selisih 68 rumah
Jenis dinding yang tangga, atau proporsi mereka yang
dikategorikan layak adalah sebanyak tinggal di pedesaan adalah 56,5%,
295 buah (56,3%), sedangkan sedangkan di perkotaan sebesar 43,5%.
termasuk dalam kategori tidak layak
sebanyak 229 buah atau 43,7% Analisis Bivariat
(gabungan dari jenis Untuk mengetahui hubungan
kayu/apapn/triplek/, bambu, seng dan antara berbagai indikator kemiskinan
lainnya). dengan kepemilikan sanitasi layak di
provinsi Gorontalo 2010, dapat dilihat
pada tabel berikut ini:

Tabel 2.
Hasil Analisis Bivariat

Variabel Kepemilikan Sanitasi Layak OR


Tidak Memiliki Memiliki 95% CI Nilai P
Pendapatan
Kuintil 1 45 (57,7%) 33 (42,3%) 0,024*
Kuintil 2 65 (49,2%) 67 (50,8%)
Kuintil 3 51(38,6%) 81(61,4%)
Kuintil 4 38 (38,8%) 60 (61,2%)
Kuintil 5 32 (38,1%) 52 (61,9%)

Pendidikan
Tidak lulus wajib 9 tahun 16 (31,4%) 35 (68,6%) 0,001*
Wajib 9 tahun 197 (52,1%) 181 (47,9%)
> 9 tahun 18 (18,9%) 77 (81,1%)

Fasilitas buang air besar


Tidak Memiliki 202 (72,1%) 78 (27,9%) 19,200 0,001*
Memiliki 29 (11,9) 215 (88,1%) (12,029-
30,644)
Sumber air minum
Tidak terlindungi 46 (95,8%) 2 (4,2%) 36,178 0,001*
Terlindung 185 (38,9%) 291 (61,1%) (8,678-
150,825)

Luas lantai
Tidak layak 2 (100%) 0 (0%) 0,194
Layak 229 (43,9%) 293 (56,1%)

Jenis lantai
Tidak layak 28 (77,8%) 8 (22,2%) 4,914 0,001*
Layak 203 (41,6%) 285 (58,4%) (2,195-
11,003)

Jurnal Kesehatan Masyarakat 39


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Variabel Kepemilikan Sanitasi Layak OR


Tidak Memiliki Memiliki 95% CI Nilai P
Jenis dinding
Tidak layak 148 (64,6%) 81 (35,4%) 4,667 0,001*
Layak 83 (28,1%) 212 (71,9%) (3,220-
6,765)

Tempat tinggal
Pedesaan 177 (59,8%) 119 (60,2%) 0,209 0,001*
Perkotaan 54(23,7%) 174(76,3%) (0,142-
0,306)

Nilai Odds Ratio (OR) hanya 36,18 kali dibandingkan dengan


dapat diketahui pada hubungan antara kelompok yang menggunakan sumber
fasilitas buang air besar, sumber air air minum terlindungi dan memiliki
minum, jenis lantai, jenis dinding dan sanitasi layak untuk mengindikasikan
tempat tinggal dengan kepemilikan kemiskinan.
sanitasi layak dengan masing-masing
nilai yaitu 19,200 (12,029-30,644), Analisis Multivariat
36,178 (8,678-150,825), 4,914 (2,195- Analisis ini menggunakan
11,003), 4,667 (3,220-6,765), 0,209 pendekatan regresi logistik biner, oleh
(0,142-0,306). Artinya, kelompok sebab variabel dependennya berupa
yang tidak memiliki sanitasi layak dan data kategorik, yaitu kepemilikan
tidak memiliki fasilitas buang air besar sanitasi layak yang terdiri atas kategori
berpotensi 19,2 kali dibandingkan tidak memiliki dan memiliki. Strategi
dengan kelompok yang memiliki pemodelan yang digunakan bertujuan
sanitasi layak dan memiliki fasilitas untuk mencari faktor dominan. Tidak
buang air besar dalam pengukuran ada variabel independen yang dianggap
kemiskinan. Begitu pula pada utama, semua dianggap memiliki
kelompok yang menggunakan sumber kedudukan yang sama.
air minum tidak terlindungi dan tidak
memiliki sanitasi layak berkejadian

Tabel 3.
Pemodelan Analisis Multivariat
Variabel B SE Sig Exp (B) 95,0% CI untuk Exp
(B)
Lower Upper
Pendapatan 0,665 0,267 0,013 1,945 1,153 3,280

Pendidikan -0,564 0,272 0,038 0,569 0,334 0,969

Pekerjaan 0,339 0,157 0,031 1,404 1,032 1,910

Fasilitas 2,556 0,151 0,000 12,887 9,592 17,312


buang air
besar

Jurnal Kesehatan Masyarakat 40


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Sumber air 2,613 0,415 0,000 13,636 6,049 30,741


minum

Jenis 0,786 0,144 0,000 2,195 1,654 2,913


dinding

Jenis lantai 0,672 0,295 0,023 1,957 1,098 3,490


masyarakat yang belum tersentuh
Berdasarkan seluruh proses analisis dengan ketersediaan maupun
multivariabel dengan regresi logistik penggunaan fasilitas sanitasi yang
biner, didapatkan hasil bahwa dari 9 layak, pada umumnya sulit untuk
variabel yang diduga berhubungan menerima ataupun mengubah
dengan kepemilikan sanitasi layak, kebiasaan dari membuang air besar
ternyata ada 7 variabel yang secara di tempat terbuka hingga mereka
signifikan berhubungan, yaitu status merasakan bahwa sanitasi yang baik
ekonomi, pendidikan, pekerjaan, merupakan kebutuhan penting.
fasilitas buang air besar, sumber air Berikutnya, setelah masyarakat
minum, jenis dinding dan jenis lantai. menerima masukan berupa
Interpretasi model tersebut adalah pada penyuluhan ataupun semacam
variabel paling dominan adalah: pemicuan dari petugas kesehatan,
1. Kepemilikan fasilitas buang air maka mereka tergerak untuk turut
besar beresiko 12,887 kali (95% melaksanakan rencana kerja dan
CI: 9,592-17,312) dibandingkan mempertimbangkan berapa hal
dengan kelompok yang tidak tidak sehingga mereka bersedia
memiliki sanitasi layak melakukan perubahan atas dasar
2. Sumber air minum yang terlindungi kemampuan mereka. Namun proses
memiliki resiko sebesar 13,636 ini terkadang terhenti oleh karena
(95% CI: 9,592- 17,312) dalam tidak adanya solusi alternatif lain,
kepemilikan sanitasi layak misalnya kekurangan lahan dan
ruang untuk pembuatan jamban dan
Dari hasil analisis pada model pemukiman tanah keras. Tahap ini
tersebut didapatkan nilai merupakan salah satu proses
percentage sebesar 80,5% yang perubahan kepemilikan sanitasi
berarti bahwa kepemilikan sanitasi yang cukup besar, dengan harapan
layak sebagian besar dapat komitmen pada keberlanjutan untuk
dijelaskan oleh model yang semua segmen penduduk, bukan
terbentuk, hanya 19,5% disebabkan sekadar membangun sejumlah
oleh faktor-faktor lain. fasilitas secara terbatas. Tahap
ketiga yaitu situasi di mana
PEMBAHASAN kebutuhan terhadap sanitasi dapat
1. Kepemilikan Sanitasi Layak terwujud. Hal ini juga dipengaruhi
Dalam evolusi demand sanitasi oleh kondisi ekonomi masyarakat
yang dikutip dari WSP, Achieving dan lingkungan yang lebih luas.
Sustained Sanitation for The Poor, Selanjutnya, kondisi ini akan
2006, terbentuk dalam 3 tahap yang membawa perubahan perilaku yang
terurut sebagai berikut: pada lebih baik dan berkelanjutan.
pengenalan awal, lapisan

Jurnal Kesehatan Masyarakat 41


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Dengan melihat persentase Hasil studinya menyimpulkan bahwa


masyarakat yang tidak memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi
fasilitas sanitasi layak di provinsi tingkat akses sanitasi rumahtangga
Gorontalo ini (44,1%), maka adalah pendapatan domestik regional
dibutuhkan upaya proaktif agar bruto (PDRB) per kapita, distribusi
cakupan kepemilikan sanitasi dasar pendapatan masyarakat, dan budaya
dapat menyeluruh, meskipun pada kesadaran terhadap kesehatan/sanitasi.
target MDGs sudah mendekati Namun Berdasarkan studi yang
pencapaian. Kementrian Kesehatan dilakukan oleh Water and Sanitation
telah mencanangkan program Program (WSP) Bank Dunia, terkait
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dengan pembiayaan publik untuk
(STBM) yang terdiri atas lima pilar, sektor air bersih dan sanitasi pada
yaitu tidak buang air besar tahun 2006, menunjukkan bahwa tidak
sembarangan (Stop BABS), ada hubungan antara peningkatan
mencuci tangan pakai sabun PDRB di daerah dengan peningkatan
(CTPS), mengelola air minum dan alokasi pembiayaan untuk sektor air
makanan yang aman, mengelola bersih dan sanitasi. (Santono, 2010)
sampah dengan benar dan Studi ini mengelompokan
mengelola limbah cair rumah tangga tingkat pendapatan berdasarkan kuintil,
dengan aman. Stop BABS sebagaimana layak digunakan pada
merupakan langkah awal dalam berbagai penelitian untuk pengukuran
menciptakan lingkungan sanitasi status ekonomi. Pada hasil disebutkan
yang sehat. Artinya, dengan bahwa modus kuintil berada pada
membimbing masyarakat untuk kuintil 2 dan kuintil 3, hal ini
mendapatkan fasilitas sanitasi dasar menandakan bahwa lebih banyak
yang layak terlebih dahulu, maka masyarakat pada kelompok menengah
permasalahan lingkungan lainnya ke bawah. Pengeluaran rumah tangga
dapat dengan lebih mudah di Provinsi Gorontalo secara umum
dikondisikan untuk menjadi lebih telah membaik. Peningkatan
baik pula. pendapatan disertai pengeluaran rumah
tangga untuk pendidikan, kesehatan
2. Pendapatan dan perumahan (air dan sanitasi).
Pemenuhan kebutuhan dasar Kegiatan pengeluaran rumah tangga ini
sangat dipengaruhi oleh teori Maslow, juga telah membantu pembangunan
terutama pada kebutuhan pada tingkat manusia di Gorontalo (Bappenas-
terbawah. Kemiskinan, terutama Pemprov Gorontalo 2010). Di samping
kemiskinan absolut merupakan itu, dalam teori ekonomi memiliki
permasalahan belum terpenuhinya kecenderungan adanya peningkatan
kebutuhan di tingkat ini. Apabila demand oleh karena peningkatan
tahapan ini telah terpenuhi, maka pada pendapatan.
umumnya manusia akan memenuhi
tingkat kebutuhan hidup lainnya yang 3. Pendidikan dan Pekerjaan
tidak terlalu penting, namun harus Semakin tinggi tingkat
terpenuhi di suatu saat. pendidikan, semakin tinggi tingkat
Rizki (2007) pada studi kepemilikan jamban. Tidak ada
mengenai keterkaitan akses sanitasi keterkaitan antara pekerjaan
dan tingkat kemiskinan yang dilakukan responden dengan tingkat
di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. kepemilikan jamban.(Tirta, 2006)

Jurnal Kesehatan Masyarakat 42


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Dalam studi ini pekerjaan tingkat rumah tangga menunjukkan


petani/nelayan/buruh dan wiraswasta angka yang relatif sama kondisinya
mendominasi dibandingkan dengan dengan akses air bersih. Di tingkat
pekerjaan formal atau instansi. provinsi, hanya 28,9% rumah
Ketersediaan data ini empiris dengan tangga di Gorontalo yang telah
hasil Laporan Pembangunan Provinsi mempunyai jamban sendiri.
Gorontalo yang menyatakan bahwa Persntasi keluarga yang tidak
tingkat pendidikan pekerja umumnya mempunyai akses jamban sangat
adalah sekolah dasar (67%). Dilihat tinggi (Bappenas-Pemprov
dari status pekerjaan, jumlah Gorontalo 2010). Pada hasil
pengusaha yaitu 49% (4% dibantu multivariat, indikator atau variabel
buruh tetap/buruh dibayar, 20% fasilitas buang air besar ini
dibantu buruh tidak tetap dan tidak merupakan salah satu faktor
dibayar, dan 25% berusaha sendiri), dominan dalam determinan
jauh lebih besar dibandingkan dengan kepemilikan sanitasi layak. Hal ini
buruh/karyawan/pegawai yang hanya disebabkan oleh karena
23%. Selebihnya adalah pekerja tak pembahasan sanitasi dalam MDGs
dibayar (20%), pekerja bebas di non ditujukan kepada fasilitas sanitasi
pertanian (2%), dan pekerja bebas di dasar di samping ketersediaan air
sektor pertanian (6%). Hal ini secara bersih.
garis besar menandakan bahwa hanya
27% (23% + 4%) dari angkatan kerja 5. Sumber Air Minum
yang bekerja di sector informal, Air bersih dan sanitasi yang
sedangkan selebihnya bekerja di baik merupakan elemen penting
sektor informal. Kedua variabel yang menunjang kesehatan
inipun merupakan faktor determinan manusia. Namun sayangnya
kepemilikan sanitasi layak yang pemenuhan akan kebutuhan
signifikan, baik dalam uji bivariat tersebut belum sepenuhnya berjalan
maupun multivariat. dengan baik di beberapa belahan
dunia. Menurut temuan terbaru
4. Fasilitas Buang Air Besar WHO, lebih dari 1,1 milyar orang
Persentase kepemilikan fasilitas pada wilayah pedesaan dan
buang air besar di Provinsi perkotaan kini kekurangan akses
Gorontalo masih lebih besar pada terhadap air minum dari sumber
kelompok yang tidak memiliki yang berkembang dan 2,6 milyar
dibandingkan dengan yang orang tidak memiliki akses
memiliki (72,1%), dan dari terhadap sanitasi dasar
kelompok yang sudah memiliki (www.depkes.go.id)
fasilitas buang air besar. Dengan Mungkasa (2006) menyatakan
demikian, hanya 27,9% saja yang bahwa peningkatan investasi air
sudah memperhatikan kelayakan minum di DKI Jakarta yang belum
fasilitas sanitasi yang baik, bersifat pro poor menunjukkan
sementara lainnya diasumsikan bahwa perhatian pada rumah
sudah memiliki namun belum tangga miskin dalam penyediaan
memenuhi kriteria fasilitas sanitasi air minum belum mendapat
dasar yang layak, seperti yang perhatian yang seharusnya.
ditetapkan oleh JMP-WHO. Penggunaan sumber air minum
Ketersediaan fasilitas sanitasi pada terlindungi di Provinsi Gorontalo

Jurnal Kesehatan Masyarakat 43


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

sudah baik, hanya 8% yang belum tidak diikusertakan dalam


memperoleh sumber air minum pengujian multivariat. Artinya,
yang terlindungi. Berdasarkan meskipun kompnen rumah
Laporan Pembangunan Provinsi merupakan sebagian penilaian
Gorontalo 2010, pada sisi layanan kemiskinan, namun bukan menjadi
dasar, baru 42,1% penduduk faktor utama jika dihubungkan
Provinsi Gorontalo yang telah dengan kepemilikan sanitasi layak.
mengkonsumsi air bersih untuk air
minum atau lebih dari setengah 7. Tempat tinggal
penduduknya (57,9%) belum dapat Sebagian besar masyarakat
memenuhi kebutuhan air bersih. berpenghasilan rendah perkotaan yang
Air bersihd didefinisikan sebagai memiliki sumber air memiliki jamban,
air sumber minum yang tidak sedangkan yang memiliki sumber air
tercemar. Sumber air minum inipun bersih dan tidak memiliki jamban
menjadi salah satu determinan disebabkan karena keterbatasan lahan.
kepemilkan sanitasi layak pada uji (Tirta, 2006)
multivariat. Hasil studi memperlihatkan bahwa
mayoritas masyarakat bertempat
6. Luas Lantai, Jenis Lantai, Jenis tinggal di perdesaan, dan juga
Dinding mempengaruhi kepemilikan sanitasi
Bangunan rumah yang layak.
permanen sebagian besar memiliki
jamban, dan yang semi permanen KESIMPULAN
dan tidak permanen semakin sedikit 1. Kepemilikan sanitasi layak
memiliki jamban. Semakin luas yang berparameter pada
bangunan rumah maka semakin indikator kemiskinan
tinggi juga tingkat kepemilikan berhubungan secara signifikan
jamban. Luas rumah dan lahan pada variabel pendapatan,
tampaknya menjadi faktor penting pendidikan, pekerjaan, fasilitas
dalam menentukan kepemilikan buang air besar, sumber air
jamban. Bila lahan tidak ada, minum, jenis lantai, jenis
pemilik rumah memilih untuk tidak dinding dan tempat tinggal
membangun jamban di rumah. 2. Variabel yang paling dominan
(Tirta, 2006) dalam kepemilikan sanitasi
Dengan mengacu pada layak adalah fasilitas buang air
distribusi frekuensi univariat pada besar, sumber air minum,
luas lantai, jenis lantai dan jenis menyusul kemudian kondisi
dinding yang digunakan, yaitu rumah (jenis dinding dan jenis
99,6% bertempat tinggal lebih dari lantai), pendapatan, pekerjaan
8 m2 , 42,6% memilih keramik dan pendidikan
sebagai jenis lantainya dan 56,3%
berjenis dinding tembok, maka SARAN
ketiga variabel di atas bukan Bagi Institusi
sebagai indikator kemiskinan yang 1. Cakupan kepemilikan sanitasi layak
berkaitan dengan determinan yang belum menyeluruh dapat
kepemilikan sanitasi layak. Hasil ditingkatkan dengan berbagai cara,
uji bivariat tidak memperoleh hasil antara lain memperkenalkan
yang signifikan pada ketiganya dan masyarakat dengan program

Jurnal Kesehatan Masyarakat 44


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 5. Sumber air minum yang tersedia


(STBM). Hal ini berkaitan pula sebagai air terlindungi dapat
dengan faktor pendapatan, oleh dipertahankan ketersediaannya bagi
karena STBM memberikan pilihan masyarakat.
kepada masyarakat untuk dapat 6. Kondisi rumah sehat akan
memiliki sarana sanitasi layak bersinergi dengan kepemilikan
sesuai dengan tingkat pendapatan sanitasi layak, sehingga
2. Kemajuan pendidikan di lokasi Pemerintah ataupun Dinas
studi menggambarkan angka yang Kesehatan sebaiknya melakukan
prospektif untuk kemajuan masa penelusuran kembali keberadaan
depan, karena sebagian besar telah rumah dan kondisi sanitasi, yang
melewati masa wajib belajar 9 sudah baik dipertahankan, yang
tahun. Oleh sebab itu, potensi belum baik dilakukan pengarahan
sumber daya manusia ini ataupun penanganan yang efektif
diharapkan dapat diarahkan dalam sepserti STBM
menciptakan lingkungan hidup 7. Himbuan pentingnya bersanitasi
yang sehat dengan bersanitasi yang layak dilakukan secara menyeluruh
layak, dengan lebih banyak di setiap wilayah, terutama di
memberi muatan lokal mengenai perdesaan, karena persentase tidak
kesehatan lingkungan di sekolah, memiliki sanitasi layak di
karena semakin tinggi tingkat perdesaan cukup tinggi
pengetahuan, diasumsikan
seseorang dapat lebih mudah Bagi Masyarakat Setempat
melakukan kepada hal yang lebih Motivasi yang terlahir dari
baik. masyarakat (bottom up) dalam upaya
3. Jenis pekerjaan yang sebagian tersedianya sanitasi layak akan sangat
besar adalah bergolongan membantu tercapainya kondisi
pendapatan rendah, hamper lingkungan yang baik, dan faktor sosio
separuhnya tidak memiliki sanitasi ekonomi yang rendah (kemiskinan)
layak, sehingga Pemerintah bukan menjadi penghambat dalam
ataupun Dnas Kesehatan perlu kepemilikan sanitasi layak.
memperhatikan ketersediaan
sanitasi layak pada kelompok
pekerja petani, nelayan dan buruh. DAFTAR PUSTAKA
4. Cakupan kepemilikan fasilitas
buang air besar yang sudah cukup Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen
baik ini bisa lebih ditingkatkan Penyakit Berbasis Wilayah.
sehingga pencapaiannya dapat Jakarta: UI Press, 2009.
meliputi seluruh rumah tangga, Agung, I Gusti Ngurah. Statistika
dan bagi mereka yang tergolong Penerapan Model Rerata-Sel
kurang mampu dapat diarahkan Multivariat dan Model
dalam program pemberdayaan Ekonometri dengan SPSS.
masyarakat dalam rangka Jakarta: Yayasan SAD Satria
peningkatan kualitas sanitasi dasar. Bakti, 2006.
Kepemilikan fasilitas buang air Badan Perencanaan dan Pembangunan
besar di tingkat masyarakat Nasional – United Nations
golongan rendah dapat diakomodir Development Programm.
dengan program STBM Kekurangan Akses Terhadap Air

Jurnal Kesehatan Masyarakat 45


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Minum dan Sanitasi Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan,


Jakarta: TARGET MDGs – 2007.
Indonesia, 2008 Departemen Sosial-BRI-BPS-PT. Pos
<http://www.targetmdgs.org> Indonesia. Laporan
Badan Perencanaan dan Pembangunan Pelaksanaan Penyaluran
Nasional-Pemerintahan Provinsi Subsidi Langsung Tunai Bagi
Gorontalo. Laporan Rumah Tangga Miskin dalam
Pembangunan Provinsi Rangka Program Kompensasi
Gorontalo: Perencanaan Pengurangan Subsidi Bahan
dengan Indeks Pembangunan Bakar Minyak Tahap I
Manusia. Jakarta: Bappenas, (Oktober-Desember 2005)
2010. Dhohikah, Y.dan DJ. Koesoemawati.
Badan Pusat Statistik. Statistik Daerah Study on the Availability of
Provinsi Gorontalo 2010. Clean Water and Sanitation
Badan Pusat Statistik Provinsi Infrastructure in Densely
Gorontalo 2010 Urbanized Area of Jember City.
__________. Gorontalo dalam Angka Jurnal Purifikasi. Vol 8 No 2
2010. Gorontalo: BPS, 2010. Desember 2007: 163-168
__________. Analisis Perhitungan Dwipayanti, NMU, I Gde Herry
Tingkat Kemiskinan 2009. Purnama. Sewage Treatment di
Badan Pusat Statistik, Jakarta Pemukiman Kumuh dan Padat
2009 Kota Denpasar: Bagaimana
__________. Statistik Kesejahteraan Mengoptimalkan Akses?
Rakyat 2009. Survei Sosial Prosiding Seminar Nasional
Ekonomi Nasional. Jakarta: Urbanisasi dan Kesehatan
Badan Pusat Statistik, 2010. Denpasar, 2 Oktober 2010
Bahrin, et al. Area of Land Ownership Gujarati, D.N. Basic Econometrics.
and Farmers Basic Needs New York: McGraw-Hill, 2007
(Case Study of Poor Farmers at Gunawan, Indra. Pengetahuan
Hilly Area in Kepahiang Masyarakat tentang
District, Province of Bengkulu. Pengelolaan Sanitasi Berbasis
Jurnal Penyuluhan, Vol 4 No 2, Masyarakat. Tesis. Universitas
September 2008 Diponegoro Semarang. 2006
Bappenas-WSP. Urban Health Messenger Team. World Bank:
Sanitation:Potraits, Poor Sanitation Costs Indonesia
Expectation and US$ 6 a Year. Health
Opportunities:It’s Not a Private Messenger, edisi 9 November
Anymore, 3rd Edition, ISSDP- 2008
AMPL, Jakarta September 2007 http://organisasi.org/Teori Hierarki
BPS-Statistic Indonesia, Bappenas, and Kebutuhan Maslow / Abraham
UNDP. 2004. The Economics of Maslow - Ilmu Ekonomi Tue,
Democracy: Financing 23/05/2006 - 10:56pm
Decentralization Support Facility Hutton, Guy and Laurence Haller.
(DSF)-The World Bank. Evaluation of the Cost Benefit of
Qualitative Baseline Survey on Water and Sanitation
PNPM. LP3ES 2007 Improvements at the Level
Departemen Kesehatan. Laporan Hasil Global. Water, Sanitation and
Riskesdas Indonesia 2007. Health Protection of the Human

Jurnal Kesehatan Masyarakat 46


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Invorement. Geneva: World Phipps, Shelley. The Impact of


Health Organization, 2004. Poverty on Health. A Scan of
Kementrian Kesehatan. Laporan Hasil Research Literature. Ottawa:
Riskesdas Indonesia 2010. The Canadian Institute for
Jakarta: Kementrian Kesehatan, Health Information: June 2003
2010. Riana, B. Pengaruh Karakteristik
Kompas 20 November 2007. Enam Individu, Pengetahuan, Sikap
Menteri Capai Kesepakatan. dan Peran Petugas terhadap
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepemilikan Rumah Sehat di
Masyarakat Unisbank Kecamatan Peurelak Timur
Semarang. Studi Pemetaan Kabupaten Aceh Timur Tahun
Kemiskinan di Kota Semarang. 2008. Tesis. Universitas
Riptek Vol I No 2 Tahun 2008. Sumatera Utara Medan 2008
Hal 35-39 Rizki, B dan S. Saleh. Keterkaitan
Lembaga Pengembangan dan Akses Sanitasi dan Tingkat
Pembinaan Sosial Ekonomi Kemiskinan. Studi Kasus di
Masyarakat. Penyediaan Air Propinsi Jawa Tengah. Jurnal
Bersih dan Sanitasi di Desa ekonomi Pembangunan. Kajian
Kayuloe Barat, Jeneponto, Ekonomi Negara Berkembang.
Sulawesi Selatan, 2010 Vol 12 No 3 Desember 2007.
Malau, Y.N. Analisis Kehidupan Hal 223-233.
Sosial Ekonomi Masyarakat Santono, H. Air Bersih dan Sanitasi
Kawasan Kumuh di Kecamatan sebagai Kebijakan Sosial.
Teluk Nibung Kota Tanjung Komunitas Indonesia untuk
Balai. Wahana Hijau Jurnal Demokrasi, Jakarta 2010
Perencanaan dan Pengembangan Saputri, D.E. Hubungan Stres dengan
Wilayah Vol 2 No 1 Agustus Hipertensi pada Penduduk di
2006 Indonesia Tahun 2007 (Analisis
Masduqi, A. et al. Achievement of Data Riskesdas 2007). Tesis.
Rural Water Supply Services Depok: Fakultas Kesehaan
According to the Millenium Masyarakat, 2006
Development Goals-Case Study Tim Penyusunan Laporan Tujuan
in the Brantas iver Basin, Jurnal Pembangunan Milenium
Purifikasi, Vol 8 No 2, (MDGs) Indonesia Tahun 2007.
Desember 2007:115-120 Laporan Perkembangan
Mungkasa, O.M. Dampak Investasi Pencapaian Millennium
Air Minum terhadap Development Goals Indonesia.
Pertumbuhan Ekonomi dan Jakarta: Bappenas, 2007.
Distribusi Pendapatan di DKI Tirta, Waseco dan Balifokus. Studi
Jakarta. Disertasi. Program Sanitasi Masyarakat
Studi Ilmu Ekonomi. Program Berpenghasilan Rendah (MBR)
Pascasarjana. Fakultas di Perkotaan, Gambaran Umum
Ekonomi. Universitas Indonesia, Nasional. Jakarta: WSP-EAP,
2006 2006.
Nawari. Analisis Regresi dengan MS Water and Sanitation Program – East
Excel 2007 dan SPSS 17. PT Asia and Pacific, Inisiatif
Elek Media Komputindo, Sanitasi dari Segi Ilmu
Jakarta 2010

Jurnal Kesehatan Masyarakat 47


Jurnal Fakultas Kesehatan Vol. 1 No. 1 Agustus 2013
Univetrsitas Ibn Khaldun Bogor

Ekonomi. Jakarta: WSP-EAP, Wonderling, D, R. Gruen and Nick


2008. Black. Introduction to Health
__________, Achieving Sustained Economics. New York:
Sanitation for The Poor. McGraw-Hill, 2005.
Jakarta: WSP-EAP, 2006. www.depkes.go.id. Air Secara Teori.
__________, Dampak Ekonomi 17 Mei 2008
Sanitasi di Indonesia. Jakarta: www.tearfund.org. Water and
WSP-EAP, 2008. Sanitation: The Economic Case
WHO UNICEF- JMP. Types of for Global Action. Joint
Drinking-Water Sources and Monitoring Report, WHO, 2008
Sanitation. 2010.
<http://www.wssinfo.org/>

Jurnal Kesehatan Masyarakat 48

Anda mungkin juga menyukai