Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki

ragam budaya yang menarik dan unik sehingga banyak menarik perhatian wisatawan

domestik maupun wisatawan mancanegara. Menurut Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan dalam Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa

pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas

serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan

pemerintah daerah. Budaya sangat penting peranannya dalam pariwisata salah satu

hal yang menyebabkan orang ingin melakukan perjalanan wisata adalah adanya

keinginan untuk melihat cara hidup dan budaya orang lain dibelahan dunia lain serta

keinginan untuk mempelajari budaya orang lain. Pariwisata budaya memberikan

kesempatan kontak pribadi secara langsung dengan masyarakat lokal dan kepada

individu yang memiliki pengetahuan khusus tentang suatu objek budaya.1

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 1 angka

14, Kepariwisataan Budaya Bali adalah kepariwisataan Bali yang berlandaskan

kepada kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan Falsafah Tri Hita

Karana sebagai potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagai wahana

1
I Gde Pitana, 2009, Pengantar Ilmu Pariwisata, Andi,Yogyakata, h. 75

1
2

aktualisasi, sehingga terwujud hubungan timbal balik yang dinamis antara

kepariwisataan dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembang secara

sinergis, harmonis dan berkelanjutan untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada

masyarakat, kelestarian budaya dan lingkungan. Peran pariwisata dalam mendorong

perkembangan perekonomian masyarakat sekitar 80% dari seluruh masyarakat Bali,

kehidupannya bergantung pada pariwisata baik langsung maupun tidak langsung.2

Beberapa elemen budaya Bali yang menjadi daya tarik wisatawan antara lain tradisi,

pandangan hidup, arsitektur, agama, makanan tradisional, seni dan musik, barang-

barang kerajinan, sejarah, dan bahasa daerah. Pembangunan pariwisata Bali

dilaksanakan dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai budaya Bali. Dalam

mengembangkan pariwisata di Bali, diperlukan partisipasi dari semua pihak baik

masyarakat pada umumnya, pemerintah, serta pengusaha. Bali memiliki banyak

tempat tujuan wisata karena Bali memiliki banyak daya tarik wisata seperti keindahan

alam, budaya kesenian dan adat istiadat. Selain itu Bali juga memiliki barang-barang

peninggalan prasejarah yang banyak disimpan di beberapa museum di Bali.

Selanjutnya menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Kepariwisataan Budaya Bali dijelaskan komponen budaya Bali yang menjadi daya

tarik wisata, meliputi :

a. Kesenian;
b. Kepurbakalaan;
c. Kesejarahan;

2
I Putu Anom , 2010, Pariwisata Berkelanjutan dalam Pusaran Krisis Global, Udayana
University Press, Denpasar, h. 45
3

d. Permuseuman;
e. Kekusastraan;
f. Tradisi
g. Saujana

Museum merupakan salah satu destinasi pariwisata yang banyak dikunjungi

para wisatawan serta bermanfaat bagi dunia pendidikan. Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, museum merupakan lembaga

yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda,

bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya atau yang

bukan cagar budaya dan mengomunikasikannya kepada masyarakat. Mengingat

pentingnya keberadaan museum sebagai salah satu destinasi pariwisata, maka perlu

adanya suatu konstruksi pengelolaan yang benar baik oleh pemerintah terkait maupun

museum yang dikelola pihak swasta.

Dalam mengembangkan suatu potensi pariwisata, setiap daerah memiliki

upaya dan kebijakan yang harus dilakukan demi terwujudnya tujuan bersama

khususnya di bidang pariwisata yang meliputi beberapa aspek seperti aspek ekonomi

perdagangan, aspek kebudayaan, aspek lingkungan hidup dan aspek hukum.3

Pengembangan sebuah destinasi pariwisata tidak akan dapat berjalan optimal tanpa

ditopang oleh faktor-faktor pendukung yang memadai.4 Berbicara mengenai

pariwisata di Bali, Kabupaten Badung merupakan salah satu destinasi pariwisata Bali

yang sebagian besar pendapatan asli daerahnya berasal dari sektor pariwisata baik

3
Ida Bagus Wyasa Putra, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata,Cet I, PT Refika, Bandung, h.9
4
Ibid, h. 66
4

wisata tirta, wisata religi maupun wisata budaya. Dalam hal pengembangan

pariwisata, pemerintah bertanggung jawab dalam perencanaan kawasan wisata,

pembangunan fasilitas utama dan pendukung pariwisata, pengeluaran kebijakan

tentang pariwisata serta penegakan terhadap peraturan yang di buat.

Salah satu museum di Kabupaten Badung adalah Museum Yadnya yang

terletak di Desa Taman Ayun yang di dalamnya memyimpan berbagai perlengkapan

upacara keagamaan di Bali. Dalam pengembangan objek wisata ini diperlukan

dukungan dan peranan dari Pemerintah Kabupaten Badung, Dinas Kebudayaan

selaku pengelola museum tersebut dalam hal memfasilitasi, perawatan serta

pemasaran destinasi pariwisata ini untuk menarik perhatian para wisatawan untuk

mengunjungi Museum Yadnya ini. Selain itu untuk mengoptimalkan pengelolaan

Museum Yadnya tersebut diperlukan juga kebijakan pemerintah serta perlindungan

keberadaan Museum Yadnya Kabupaten Badung. Berdasarkan uraian di atas, penulis

tertarik menulis skripsi dengan judul “PENGELOLAAN MUSEUM YADNYA

DALAM PENGEMBANGAN PARIWISATA BUDAYA DI KABUPATEN

BADUNG”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat

menarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kewenangan Pemerintah Kabupaten Badung dalam pengelolaan

Museum Yadnya untuk mewujudkan pariwisata budaya di Kabupaten Badung?


5

2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan Museum Yadnya

guna pengembangan Pariwisata Budaya di Kabupaten Badung?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Permasalahan merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan

oleh peneliti dalam penelitiannya. Dengan adanya rumusan masalah maka dapat

ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-

hal diluar permasalahan. Agar tidak menyimpang dalam pembahasan skripsi ini,

maka ruang lingkup masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Permasalahan pertama akan dibahas mengenai kewenangan pemerintah

Kabupaten Badung dalam pengelolaan Museum Yadnya serta perlindungan

hukum terhadap keberadaan Museum Yadnya sebagai salah satu warisan budaya

Bali sehingga tidak tergerus oleh jaman sehingga pariwisata budaya Bali dapat

berkembang.

2. Permasalahan kedua yang akan dibahas mengenai faktor pendukung dan

penghambat dalam pengelolaan Museum Yadnya guna pengembangan Pariwisata

Budaya di Kabupaten Badung.

1.4. Tujuan Penelitian

Agar penulisan skripsi ini memiliki suatu maksud yang jelas, maka harus

memiliki tujuan sehingga dapat mencapai target yang dikehendaki. Adapun tujuannya

digolongkan menjadi dua bagian yaitu:


6

1.4.1. Tujuan umum

Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk dapat melalukan

pengembangan ilmu hukum kepariwisataan khususnya dalam bidang hukum

pemerintahan.

1.4.2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian skripsi

ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan mekanisme dalam pengelolaan Museum

Yadnya serta perlindungan hukum terhadap keberadaan Museum Yadnya

dalam rangka pengembangan Pariwisata Budaya di Kabupaten Badung.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor pendukung dan faktor penghambat

dalam pengelolaan Museum Yadnya guna mengoptimalkan pengeloaan

museum dalam pengembangan pariwisata budaya di Kabupaten Badung.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini yakni terdiri dari dua manfaat

yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu sebagai berikut:

1.5.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penulisan penelitian ini adalah memberikan sumbangan

pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pemerintahan khususnya dalam hukum

kepariwisataan.Penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak-

pihak yang ingin mengetahui mengenai pengelolaan Museum Yadnya di Kabupaten

Badung sehingga dapat menjadi daya tarik wisata di Kabupaten Badung.


7

1.5.2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penulisan suatu penelitian diharapkan dapat memberikan

kontribusi di lapangan. Manfaat praktis dari penulisan ini adalah:

1. Untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis

lainnya, baik dalam pembuatan makalah maupun penulisan hukum dan

memberikan pengamalan belajar bagi mahasiswa untuk mengetahui

praktek hukum di masyarakat secara langsung.

2. Secara praktis manfaat penulisan ini bagi masyarakat adalah mekanisme

pengelolaan Museum Yadnya berdasarkan kebijakan yang telah

dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Badung guna pengembangan

pariwisata budaya di Kabupaten Badung sehingga Museum Yadnya dapat

menjadi salah satu destinasi pariwisata budaya di Kabupaten Badung yang

diminati oleh wisatawan baik untuk kepentingan pariwisata maupun

pendidikan dan penelitian.

1.6. Landasan Teoritis

Dalam penelitian ilmiah diperlukan teori yang berupa asumsi, konsep,

definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis

dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.5 Sebelum membahas permasalahan

dalam skripsi ini secara lebih mendalam, maka terlebih dahulu akan diuraikan

beberapa teori atau landasan-landasan yang dimungkinkan untuk menunjang

5
Burhan Ashofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h.19
8

pembahasan permasalahan. Dengan adanya teori-teori yang menunjang, diharapkan

dapat memperkuat, memperjelas, dan mendukung untuk menyelesaikan permasalahan

yang dikemukakan dalam penelitian ini.

1.6.1. Konsep Negara Hukum

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil amandemen

ketiga menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Konsep negara

hukum (rechtsstaat) bercirikan adanya pembagian kekuasaan (machten-scheiding),

pemencaran kekuasaan negara (spreading van de staats-macht), pengakuan hak asasi

manusia, trias politica, dan pemerintahan yang berdasarkan undang-undang (asas

legalitas). Konsep negara hukum bertujuan untuk menghindarkan negara atau

pemerintah bertindak sewenang-wenang. Dengan kata lain, konsep negara hukum

bertujuan untuk membatasi kekuasaan negara atau pemerintah.6

Konsep negara hukum (rechstaats) dalam perkembangannya sering dikaitkan

dengan konsep demokrasi, sehingga kedua istilah tersebut menyatu menjadi

democratische rechtstaat atau Negara Hukum Demokratis.7 Negara Indonesia sebagai

negara hukum bukan negara kekuasaan, di dalamnya terkandung pengertian adanya

pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya pemisahan

dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-

Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang

6
Irianto A. Baso Ence, 2008, Negara Hukum dan Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah
Konstitusi, PT Alumni, Bandung , h. 1
7
Ibid. h. 2
9

menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan,

kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum bagi setiap orang, termasuk terhadap

penyalahgunaan kewenangan oleh pihak yang berkuasa.8 Negara dalam konsep

negara hukum selanjutnya harus menjamin tertib hukum, menjamin tegaknya hukum

dan menjamin tercapainya tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian hukum dan

kemanfaatan hukum. Demi menjamin penegakan hukum dan tercapainya keadilan,

kepastian hukum dan kemanfaatan hukum dalam suatu sistem hukum tidak bisa tidak

sistem hukum ini menjadi materi muatan dari konstitusi. Dengan kata lain, materi

muatan suatu konstitusi adalah sistem hukum itu sendiri yakni substansi hukum,

struktur hukum dan budaya hukum. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

(rechtstaat) adalah:9

a. Perlindungan hak-hak asasi manusia;

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan;

d. Peradilan administrasi dalam perselisihan;

1.6.2. Teori Kewenangan

Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan

kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak

berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban. Dalam

kaitannya dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk

8
Ibid. h.17
9
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Yogyakarta, 2002, h. 3
10

mengatur sendiri dan mengelola sendiri, sedangkan kewajiban secara horizontal

berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya.

Dalam negara hukum, wewenang pemerintahan itu berasal dari peraturan perundang-

undangan. Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-

undangan diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat. Indroharto

mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang baru oleh suatu

ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Disini dilahirkan atau diciptakan

suatu wewenang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang

telah ada oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang telah memperoleh

wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara

lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.10

Delegasi adalah pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain

untuk mengambil keputusan dengan tanggung jawab sendiri. Artinya dalam

penyerahan wewenang melalui delegasi ini tidak terlepas dari tanggung jawab hukum

atau dari tuntutan pihak ketiga jika dalam penggunaan wewenang itu menimbulkan

kerugian pihak lain. Sedangkan mandat adalah pemberian wewenang oleh organ

pemerintahan kepada organ lainnya untuk mengambil keputusan atas namanya.

1.6.3. Definisi Pariwisata Budaya

Pariwisata adalah semua proses yang ditimbulkan oleh arus perjalanan lalu

lintas orang-orang dari luar ke suatu negara atau daerah dan segala sesuatu yang

10
Ibid. h.104
11

terkait dengan proses tersebut seperti makan/ minum, transportasi, akomodasi dan

objek atau hiburan.11 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan dalam Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa pariwisata adalah berbagai

macam kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang

disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Menurut

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya

Bali Pasal 1 angka 12, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, perilaku, dan hasil

karya manusia dan/atau kelompok manusia baik bersifat fisik, maupun non fisik yang

diperoleh melalui proses belajar dan adaptasi terhadap lingkungan. Jadi

kepariwisataan kebudayaan Bali menurut Pasal 1 angka 14 Peraturan Daerah Bali

Nomor 2 Tahun 2012 adalah kepariwisataan Bali yang berlandaskan kepada

kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana

sebagai potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagai wahana

aktualisasinya, sehingga terwujud hubungan timbal-balik yang dinamis antara

kepariwisataan dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembang secara

sinergis, harmonis, dan berkelanjutan untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada

masyarakat, kelestarian budaya dan lingkungan.

1.6.4. Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah usaha manusia yang dilakukan dengan sengaja

untuk mengekspresikan citra moral yang terkandung dalam hukum itu sendiri. Dalam

11
Violetta Simatupang, 2009, Pengaturan Hukum Kepariwisataan Indonesia, PT. Alumni,
Bandung, h.24
12

proses penegakan hukum, ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut

cukup mempunyai arti sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor

tersebut. Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor-faktor tersebut ada lima, yaitu:12

1. Hukumnya sendiri, yang didalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-

undang saja;

2. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum;

3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan;

5. Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa

manusia di dalam pergaulan hidup.

1.7. Metode Penelitian

Dalam rangka memperoleh, mengumpulkan serta menganalisis setiap data

atau informasi yang bersifat ilmiah, tentunya dibutuhkan suatu metode dengan tujuan

agar suatu karya tulis ilmiah memiliki susunan yang sistematis, terarah dan konsisten.

Adapun metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.7.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Yuridis Empiris. Salah satu

cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebenaran adalah penelitian yang

12
Ishaq, 2009, Dasar-dasar Ilmu Hukum,Cet.2, Sinar Grafika, Jakarta, h. 245
13

bersifat Yuridis Empiris.13 Pertimbangan dalam penggunaan jenis penelitian ini

karena objek kajian yang akan diteliti terdapat langsung di masyarakat berkenaan

dengan implementasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Badung mengenai

pengelolaan Museum Yadnya serta faktor pendukung dan faktor penghambat dalam

pengelolaan Museum Yadnya dalam rangka pengembangan Pariwisata Budaya di

Kabupaten Badung.

1.7.2. Jenis Pendekatan

Dalam melakukan penelitian ada beberapa jenis pendekatan yang dapat

dipergunakan antara lain pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus,

pendekatan historis, pendekatan perbandingan, dan pendekatan konseptual.14Dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan fakta yaitu dengan melihat fakta langsung

dilapangan. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan kajian terhadap undang-

undang yang dikaitkan dengan permasalahan yang ada dilapangan. Pendekatan fakta

ini merupakan data primer dalam penelitian dilapangan sedangkan data sekunder

diperoleh melalui pendekatan perundang-undangan dengan menelaah peraturan

perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan yang dalam penelitian ini

berkenaan dengan pengelolaan Museum Yadnya yang dikelola oleh Dinas

Kebudayaan Kabupaten Badung.

13
Johan Nasution, Bahder, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung,
h.36
14
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, h. 93
14

1.7.3. Sumber Data

Data yang digunakan untuk menunjang pembahasan permasalahan diatas

adalah data primer, sedangkan data sekunder hanya diperlukan sebagai pendukung

data primer. Data primer merupakan data empiris yang diperoleh langsung dari

sumber data, sehingga bukan olahan dari orang lain.15 Sumber data yang

dipergunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu data primer (field

research) dan data sekunder (library research).

Data primer adalah data yang diperoleh dari penelitian langsung pada sumber

penelitian yaitu di Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung dan Museum Yadnya

melalui pengumpulan data-data dan informasi dengan menggunakan teknik

wawancara/interview langsung terhadap informan atau mengajukan pertanyaan-

pertanyaan secara lisan kepada informan terkait pengeloaan Museum Yadnya dalam

rangka pengembangan pariwisata budaya di Kabupaten Badung.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian

kepustakaan (library research) yang bersumber dari bahan hukum yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yaitu:

a. Sumber bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan terkait

dengan objek penelitian, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Undang-Undang

15
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bndung, h.170
15

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah Provinsi

Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali, Peraturan Daerah

Kabupaten Badung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan, Peraturan

Bupati Badung Nomor 71 tahun 2011 tentang Uraian Tugas Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Dinas dan Badan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung,

Peraturan Bupati Badung Nomor 20 tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi

dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dilingkungan Pemerintah Daerah

Kabupaten Badung, Keputusan Bupati Badung Nomor 4028/01/HK/2008 tentang

Uraian Tugas Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan Di Lingkungan Pemerintah

Kabupaten Badung.

b. Sumber bahan hukum sekunder terdiri dari hasil penelitian hukum, jurnal-jurnal

hukum maupun buku-buku yang relevan dan berkaitan dengan kebijakan

pemerintah, kepariwisataan serta buku-buku lain yang terkait dengan

permasalahan dalam penelitian ini.

1.7.4. Teknik pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data, yaitu: studi dokumen, wawancara, observasi, dan

penyebaran kuisioner/angket. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

1) Data primer, yaitu data yang diperoleh dengan teknik wawancara. Menurut

M.Mochtar, teknik wawancara adalah teknik atau metode memperoleh informasi

untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung

(tatap muka), antara pewawancara dengan responden. Selain dengan cara tatap
16

muka wawancara dapat dilakukan secara tidak langsung dengan telepon atau

surat.16 Dalam kegiatan ilmiah, wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya

pada seseorang, melainkan dilakukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang

untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian

kepada responden maupun informan.

2) Data sekunder, yang menggunakan teknik studi dokumen yakni kepustakaan

(library research) yang dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan

landasan teoritis berupa pendapat-pendapat para sarjana. Studi dokumen

dilakukan atas bahan- bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang

dibahas.

1.7.5. Teknik Analisis Data

Setelah bahan-bahan hukum yang diperlukan terkumpul, maka selanjutnya

bahan tersebut diolah dan dipilih sesuai dengan permasalahan dan kemudian dianalisa

secara kualitatif, yaitu menekankan pada kualitas bahan yang diperoleh yang

kemudian disajikan secara deskriptif analisis yaitu menjabarkan atau

mendeskripsikan bahan-bahan yang diperoleh dalam penelitian kedalam bentuk karya

ilmiah yaitu skripsi.

16
M. Mochtar,1998,Pengantar Metodologi Penelitian, Sinar Karya Dharma IIP, Jakarta, h.78

Anda mungkin juga menyukai