Anda di halaman 1dari 6

Tugas II

KAJIAN KURIKULUM FISIKA SEKOLAH

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


HILDA TABA DAN ROGERS

OLEH :

NAMA : ERA FAZIRA


NIM : A 241 18 041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
I. Model Pengembangan Kurikulum Hilda Taba
Salah satu tokoh pengembangan kurikulum yang cukup fenomenal ialah,
Hilda Taba (1902 – 1967) yang menganggap fakta sebagai yang paling penting
untuk mendasari idea dan penyemarataan peserta didik. Lebih dari itu, dia
berharap bahwa pengalaman belajar di seluruh tingkatan dapat memiliki pengaruh
kumulatif jika ide ini dihubungkan kepada konsep abstrak yang begitu kuat, dan
tindakan baru dan situasi yang bervariasi. Taba terpengaruh oleh Jhon Dewey dan
William Kilpatrick, pemimpin terkemuka dari proyek nyata bagi pembelajaran dan
integrasi subyek mata pelajaran.
Meskipun Taba tidak pernah menerima pengakuan publik bagi peranan
subtansialnya di dalam dasar pemikiran Tyler, kontribusinya terhadap karya ini
muncul ke permukaan, khususnya pada perhatiannya berikut ini :
1. Kebutuhan akan metode untuk menilai pembelajaran bermakna yang
melampaui ujian dan perolehan muatan.
2. Perencanaan kurikulum yang terkoordinasi dengan kelompok organisasi
3. Guru berkolaborasi dalam menghubungkan mata pelajaran sekolah dengan
aktivitas untuk menyepakati tematema yang canggih.
Model pengembangan kurikulum Hilda Taba, sering disebut sebagai model
terbalik. Dikatakan terbalik karena model ini merupakan cara yang lazim ditempuh
secara deduktif sehingga model ini sifatnya lebih induktif. Model ini dimulai
dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal
ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktik, serta menghilangkan
sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila
dilakukan tanpa kegiatan eksperimental.
Menurut Hilda Taba teori perkembangan kurikulum bukan hanya membatasi
persoalan perkembangan kurikulum, melainkan juga menguraikan sistem konsep
yang harus digunakan untuk menilai hubungan kurikulum ini terhadap pendidikan.
Perkembangan kurikulum adalah usaha yang kompleks yang melibatkan
berbagaimacam keputusan. Berbagai keputusan itu dibuat mengenai tujuan umum
yang hendak pendidikan atau (sekolah) itu raih dan tujuan pelajaran yang lebih
spesifik. Bidang utama atau mata pelajaran di dalam kurikulum harus diseleksi.
Keputusan-keputusan itu diperlukan sehubungan dengan bagaimana untuk
mengevaluasi apa yang siswa pelajari dan efektivitas kurikulum dalam mencapai
tujuan akhir. Menurut Taba, berbagai keputusan-keputusan ini dibuat pada
beberapa tataran yang berbeda. Beberapa keputusan tentang muatan seperti apa
untuk dimasukkan di dalam kurikulum yang dibuat oleh legislatif, seperti
persyaratan untuk mengajar lembaga tertentu atau dimasukkannya latihan
mengemudi di sekolah-sekolah California. Akhirnya banyak keputusan yang
membentuk fungsi kurikulum yang dibuat oleh sekolah-sekolah daerah dan oleh
para guru, baik secara individu maupun kelompok. Keputusan-keputusan itu akan
memadai, apabila semua keputusan ini perlu dibuat secara kompetensi, diakui dan
memiliki dasar yang valid. Taba mengkritik bahwa metode berpikir dan
perencanaan yang jelas (nyata) itu berkurang dalam pembuatan kurikulum
sekarang. Banyak para penulis tentang kurikulum menunjukkan hampir secara
mutlak bahwa kekacauan itu adalah karakter utama dalam kurikulum. Dasar
kekacauan itu digunakan dalam menyeleksi pengalaman kurikulum yang
berbagaimacam. Beberapa mata pelajaran dan pengalaman belajar dimasukkan
karena sudah mentradisi, yang lain karena tekanan legislatif, dan karena kebutuhan
anak dan remaja. Menurut Taba, program dan unit yang khusus (spesial) tetap
diadakan, berdampingan dengan programprogram atau mata pelajaran yang
diambil dari banyak disiplin.
Menurut Taba, rangkaian program atau mata pelajaran tersebut tidak
mengikuti prinsip-prinsip yang jelas, dan hanya demi mengambil
keuntungan/kenyamanan saja. Menurut Taba, wilayah pemikiran kurikulum
tergantung pada definisi kurikulum. Ada dua hal yang menggarisbawahi definisi
ini yaitu perbedaan yang menyolok diantara metode dan rancangan pelajaran yang
tidak menghasilkan sesuatupun, namun menurut Taba, perbedaan ini perlu diambil
diantara aspek proses pembelajaran dan aktivitas yang menjadi perhatian di dalam
perkembangan kurikulum dan hal tersebut dapat dialokasikan pada ranah metode
pengajaran yang spesifik. Hanya saja, tujuan yang pasti dapat diimplementasikan
oleh ciri khas muatan kurikulum, seleksinya dan organisasinya. Yang lainnya
dapat diimplementasikan hanya dengan ciri khas dan organisasi pengalaman
belajar. Pengalaman belajar menurut Taba perlu untuk menerapkan tujuan utama
dalam ranah desain kurikulum.
II. Model Pengembangan Rogers
Carl R. Rogers adalah seorang psikolog humanistic yang gagasan-
gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek pendidikan. . Dia berasumsi
bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang
terbuka, luwes dan adaptif, terhadap situasi perubahan. Kurikulum demikian hanya
dapat disusun dan diterapkan hanya oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan
berorientasi pada proses.
Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok dalam melatih hal-hal yang
bersifat sensitif. Setiap kelompok terdiri atas 10 – 15 orang dengan seorang
fasilitator atau pemimpin. Kelompok tersebut hendaknya tidak berstruktur, tetapi
harus menyediakan lingkungan yang memungkinkan seseorang dapat berekspresi
secara bebas dan ada pula kemungkinan berkomunikasi interpersonal secara luas.
Tujuan dari model Rogers ini adalah untuk berkumpulnya berbagai orang
yang merasa terlibat dalam pendidikan dengan harapan memberikan bermacam
kontibusi dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kualitas pendidikan.
Langkah–langkah dalam model ini adalah :
1. Memilih suatu sasaran administrator dalam system pendidikan dengan syarat
bahwa individu yang terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok secara intensif agar mereka dapat berkenalan secara akrab.
2. Mengikutsertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif.
3. Mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari. Pertemuan ini
diharapkan menghasilkan pertemuan intensif antara guru dengan peserta didik
lainnya secara akrab dalam suasana bebas berekspresi.
4. Menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru
dan orang tua peserta didik. Tujuan utamanya adalah agar orang tua, guru dan
kepala sekolah bias saling mengenal secara pribadi sehingga memudahkan
pemecahan masalah di sekolah.
5. Pertemuan vertical yang mendobrak hirarki, birokrasi, dan status social. Melalui
cara ini diharapkan keputusan-keputusan dalam pengembangan kurikulum akan
lebih baik mendekati realitas karena diselenggarakan dalam suasana bebas
tanpa tekanan. Rogers mengemukakan model pengembangan kurikulum mulai
darimodel yang sederhana sampai model yang paling sempurna. . Berdasarkan
pandangan tentang manusia maka rogers mengemukakan model pengembangan
kurikulum yang disebut dengan model Relasi Interpersonal Rogers. Ada
empat model dalam pengembangan kurikulum ini:(Hamid Syarif 1996: 97)
a. Model I (paling sederhana)
Menjelaskan bahwa pendidikan hanyalahmeliputi informasi (isi
pelajaran/Materi Pelajaran) dan ujian (Evaluasi). Halini didasarkan pada
asumsi, bahwa:
1) Pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan.
2) Pengetahuan merupakan akumulasi bagian-bagian materi daninformasi.
b.  Model II 
Model ini merupakan penyempurnaan dari model I, dimana dalam
pengembangannya disamping pengembangan materi dan evaluasi juga
dipikirkan pemilihan metode dan penyusunan organisasi bahamnpelajaran
secara sistematis. Dapat digambarkan seperti bagan berikut ini:Akan tetapi
model ini masih mengabaikan pertanyaan-pertanyaansebagai berikut:
1) Buku-buku pelajaran apakah yang harus dipergunakan dalam suatumata
pelajaran?
2) Alat atau media pengakaran apa yang dapat dipergunakan dalam matapelajaran
tertentu.
c. Model III 
Model ketiga merupakan penyempurnaan model II, yaitudengan
memasukkan unsur teknologi pendidikan sebagai media/alat dansoft ware
(perangkat lunak) yang mempunyai peranan penting dalam prosesbelajar
mengajar.
d. Model IV 
Model ini merupakan model pengembangan kurikulumyang paling
sempurna. Sebab tujuan atau sasaran pada model ini sebagai bagian dari
salah satu komponennya.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model rogers diantaranya adalah:
1. Pemilihan satu sistem pendidikan sasaran
2. Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru
3. Pengembangan satu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau
unit pelajaran.
4. Melibatkan orangtua dalam pengalaman kelompok yang intensif.
Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum daripada
rencana pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi
dalam pengembangan kelompok intensif yang terpilih.

Anda mungkin juga menyukai