Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DI SUSUN OLEH
Nim : PO5303203191110
Nim : PO5303203191110
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah pemakai
jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan
kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan
lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus
waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ – organ
lain.
Trauma – trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah raga. Kita
harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang
dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak
jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur
Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, trauma secara langsung
berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu sedangkan trauma tidak
langsung terjadi bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
B. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada lansia
dengan fraktur.
C. Manfaat
Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan konsep
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Fraktur adalah
pemecahan suatu bagian, khususnya tulang; pecahan atau rupture pada tulang
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
2. Etiologi
a.Trauma
1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
terjadinya kekerasan dan yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
b. Kondisi patologi : kekurangan mineral sampai batas tertentu pada tulang dapat menyebabkan
patah tulang: contohnya osteoporosis, tumor tulang (tumor yang menyerap kalsium tulang)
c. Mekanisme Cedera
torakolumbal tetapi sering pada leher,pukulan pada muka atau dahi akan memaksa
atas punggung.Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf
mungkinmengalami fraktur. cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior.
2. Fleksi Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra.Vertebra akan
mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusakligamen posterior. Jika ligamen
posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior
tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering
terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali
ketempatnya.
3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior Kombinasi fleksi dengan
pertengahan di samping kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat
bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini
merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang
terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi padasetengah corpus vertebra dan distraksi
pada unsur lateral dan posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan pedikulus
4. Pergeseran aksial (kompresi). Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada
spina servikal atau lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan
utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke
belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya;
5. Rotasi-fleksi. Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi
danrotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya, kemudian
dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu
vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme iniadalah pergeseran atau dislokasi ke
depan pada vertebra di atas, denganatau tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua
fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan
neurologik.
6. Translasi Horizontal Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah
dapat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering
d. Cedera Torakolumbal
Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan
lalulintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada
kecelakaan lalulintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan berbagai
macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi,maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah
fraktur dislokasi.
1. Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior,
komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak
rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi adalah contoh cedera
stabil.
2. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakannormal karena
ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika
jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala,
osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian
membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami
fraktur kompresi.
Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secaralangsung, dan
tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akanmemudahkan medulla spinalis
untuk cedera dan ada fragmen tulang yangmengarah ke medulla spinalis dan
parsial.
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi,
rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak
stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya
korda atau akar syaraf yang rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian
kompresi korpus vertebraanterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior
pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina
Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba
sering terjadi pada thoracolumbar junction. Kombinasi fleksi dan distraksi dapat
yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk
media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil.
1. Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga
tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi
tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada korteks yang
utuh).
1. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak
2. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan
dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka
Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf, otot dan
kulit.
1. Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan periosteum) /
tidak mengenai seluruh kortek, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek.
4. Patofisiologi
Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan menghindarkan korda torakstetapi
mengisolasikan seluruh korda, lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkaibawah dan visera.
Akar toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapitak banyak pengaruhnya.
Di Bawah Vertebra Th X. Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara
vertebra T I dan LI,dan meruncing pada antar ruang di antara vertebra LI dan L2. Akar saraf L2
sampaiS4 muncul dari konus medularis dan beraturanan turun dalam suatu kelompok(cauda
equina) untuk muncul pada tingkat yang berturutan pada spina lumbosakral.Karena itu, cedera
spinal di atas vertebra T10 menyebabkan transeksi korda, cederadi antara vertebra T10 dan LI
dapat menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dancedera di bawah vertebra Ll hanya
(1) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang bagianbelakang paha dan tungkai
(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki:
(3) refleks anal danpenis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki; dan
(1) sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagianyang dipasok oleh segmen sakral;
(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikanpinggul dan lutut: dan
Paralisis Iengkap dan anestesi di bawah tingkat cedera menunjukkan transeksi korda.Selama
stadium syok spinal, bila tidak ada refleks anal (tidak lebih dari 24 jampertama) diagnosis tidak
dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dandefisit saraf terus berlanjut, lesi korda
bersifat lengkap. Setiap lesi lengkap yangberlangsung lebih dari 72 jam tidak akan sembuh.
Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji menusukkan peniti didaerah perianal )
menunjukkan lesi tak lengkap sehingga prognosis baik.Penyembuhan dapat berlanjut sampai 6
bulan setelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma korda central di mana
kelemahan adalah hasil awal diikutidengan paralisis neuron motorik bawah pada tungkai atas
dengan paralisis neuronmotorik atas (spastik) pada tungkai bawah, dan tetap ada kemampuan
a. Klasifikasi Frankel :
6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri ; Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak /edema ; Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma)
yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c. Memar / ekimosis ; Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah
di jaringan sekitarnya.
d. Spasme otot ; Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi ; Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena edema.
f. Gangguan fungsi ; Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme
g. Mobilitas abnormal ; Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada
kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi ; Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i. Deformitas ; Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang
7. Pemeriksaan Penunjang
temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
d. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau
cederah hati.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis:
1) Ada empat prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur
a) Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan : patah/ tidak. Meenentukan perkiraan tulang yang patah.
Kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan ketidakstabilan. Tindakan apa
b) Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali
Menanggulangi efek dari kejang otot serta meluruskan atau mensejajarkan ujung tulang yang
fraktur.
Digunakan traksi dan memanipulasi tulang itu sendiri dan bila keadaan membaik maka tidak
Beberapa fraktur perlu pengobatan dengan pembedahan secara reduksi terbuka, ini dilakukan
d) Retensi Reduksi
e) Rehabilitasi
normal.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah
pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka.
Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-
fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan
agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawat harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan pascaoperasi yang jika tidak dikenali
dapat menjadi faktor penentu yang berdampak kurang baik terhadap klien.
a) Praoperasi
Perawat harus mengajarkan klien untuk melatih kaki yang tidak mengalami cidera dan kedua
lengannya. Selain itu sebelum dilakukan operasi klien harus diajrakna menggunakan trapeze
yang dipasangkan di atas tempat tidur dan di sisi pengaman tempa tidur yang berfungsi untuk
membantunya dalam mengubah posisi, klien juga perlu mempraktikan bagaimana cara bangun
b) Pascaoperasi
Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan keluaran cairan, mengawasi aktivitas
pernapasan, seperti napas dalam dan batuk, memberikan pengobatan untuk menghilangkan rasa
nyeri, dan mengobservasi balutan luka terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan. Sesudah dan
sebelum reduksi fraktur, akan selalu ada resiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan
1. Pengkajian
a. Aktifitas/ Istirahat
Tanda: keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu
b. Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah), Takikardi (respon stress, hipovolemia), Penurunan/ tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera; pengisisa kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena, Pembengkakan
c. Neurosensori
Tanda: deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat
d. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/
kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat dan faktor
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari
e. Keamanan
Pre operasi:
a. Perubahan perfusi jaringan peerifer berhubungan dengan trauma pembuluh darah atau
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
d. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak
Post operasi:
c. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak
d. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
f. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan pada anggota tubuh pasca post
operasi
3. Intervensi
1. Pre operasi
darah atau kompresi pada pembuluh perfusi jaringan, dengan kriteria hasil :
darah.
a. Individu akan mengidentifikasi
dalam.
(imobilisasi)
Klien dapat
meningkatkan/mempertahankan
fungsional, meningkatkan
hasil :
individual.
Kriteria Hasil:
normal
berkurang.
Kriteria Hasil:
yang efektif
2. Post operasi
No
Klien dapat
meningkatkan/mempertahankan
fungsional, meningkatkan
dibantu.
hasil :
d. Menunjukkan penggunaan
individual
(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, penyembuhan luka sesuai waktu, dengan
dan demam
dengan perubahan pada anggota tubuh diharapkan klien dapat menerima situasi
4 . Implementasi
5. Evaluasi
Pre operasi:
Post Operasi:
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antara fragmen tulang. Setelah terjadinya fraktur, bagian-bagian tak
dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. Biasanya pasien mengeluhkan
DAFTAR PUSTAKA
Muskuloskeletal. Jakarta: EG
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius.
PriceS.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta : EGC.
torakolumbal.