Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH SEMINAR TENTANG FRAKTUR

DI SUSUN OLEH

Nama : Apli Rambu Iru Dauki

Nim : PO5303203191110

Nama : Aprianus Majiu Yanggu

Nim : PO5303203191110

Mata Ajaran : Keperawatan Medikal Beda 2

Kode MA : WAT 5.04

Nama Pembimbing : Ineke Noviana,S.Tr.Kep,.M.Tr.Kep

Tanggal pengumpulan : 11 juni 2021

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PRODI KEPERAWATAN WAINGAPU

TAHUN AKADEMIK 2020 /2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah pemakai

jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan

kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan

lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus

waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ – organ

lain.

Trauma – trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah raga. Kita

harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang

dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak

jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur

neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya.

Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, trauma secara langsung

berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu sedangkan trauma tidak

langsung terjadi bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

B. Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada lansia

dengan fraktur.
C. Manfaat

Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan konsep

dasar asuhan keperawatan pada lansia dengan fraktur.


BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi/Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh

rudapaksa.Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Fraktur adalah

pemecahan suatu bagian, khususnya tulang; pecahan atau rupture pada tulang

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

2. Etiologi

Adapun penyebab dari fraktur adalah :

a.Trauma

1. Trauma langsung

Trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur

demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau

miring.

2. Trauma tidak langsung


Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

terjadinya kekerasan dan yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam

jalur hantaran vektor kekerasan.

b. Kondisi patologi : kekurangan mineral sampai batas tertentu pada tulang dapat menyebabkan

patah tulang: contohnya osteoporosis, tumor tulang (tumor yang menyerap kalsium tulang)

c. Mekanisme Cedera

Pada cedera tulang belakang mekanisme cedera yang mungkin adalah:

1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi). Hiperekstensi jarang terjadi di daerah

torakolumbal tetapi sering pada leher,pukulan pada muka atau dahi akan memaksa

kepala ke belakang dan tanpamenyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian

atas punggung.Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf

mungkinmengalami fraktur. cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior.

2. Fleksi Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra.Vertebra akan

mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusakligamen posterior. Jika ligamen

posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior

tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering

terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali

ketempatnya.

3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior Kombinasi fleksi dengan

kompresi anterior dan distraksi posterior dapatmengganggu kompleks vertebra

pertengahan di samping kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat
bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini

merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang

terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi padasetengah corpus vertebra dan distraksi

pada unsur lateral dan posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan pedikulus

remuk, lesi bersifat tidak stabil.

4. Pergeseran aksial (kompresi). Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada

spina servikal atau lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan

mematahkanlempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra;

dengankekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke dalam

badanvertebral, menyebabkan fraktur remuk ( burst fracture). Karena unsur posterior

utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke

belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya;

kerusakan neurologik sering terjadi.

5. Rotasi-fleksi. Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi

danrotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya, kemudian

dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu

vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme iniadalah pergeseran atau dislokasi ke

depan pada vertebra di atas, denganatau tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua

fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan

neurologik.
6. Translasi Horizontal Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah

dapat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering

terjadi kerusakan syaraf.

d. Cedera Torakolumbal

Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan

lalulintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada

kecelakaan lalulintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan berbagai

macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi,maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah

fraktur dislokasi.

 Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu:

1. Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior,

komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak

rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi adalah contoh cedera

stabil.

2. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakannormal karena

ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika

kehilangan integritas dari ligament posterior.

 Berdasarkan mekanisme cederanya dapat dibagi menjadi:

1). Fraktur kompresi ( Wedge fractures)


Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan

membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang

mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan

jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala,

osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian

membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami

fraktur kompresi.

2). Fraktur remuk (Burst fractures)

Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secaralangsung, dan

tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk kekanalis spinais.

Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpusvertebralis kearah luar

yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih beratdibanding fraktur kompresi.

tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akanmemudahkan medulla spinalis

untuk cedera dan ada fragmen tulang yangmengarah ke medulla spinalis dan

dapat menekan medulla spinalis danmenyebabkan paralisi atau gangguan syaraf

parsial.

3). Fraktur dislokasi

Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi,

rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak

stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya

korda atau akar syaraf yang rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian

kolumna vertebralis dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu


adanya kompresi, penekanan,rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan

komponen akan terjadi dariposterior ke anterior dengan kerusakan parah pada

ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya

kompresi korpus vertebraanterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior

ke posterior. Kolumn avertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur

pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina

danseringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf.

4.) Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)

Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba

mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi, dislokasifraktur

sering terjadi pada thoracolumbar junction. Kombinasi fleksi dan distraksi dapat

menyebabkan tulang belakang pertengahan menbetuk pisau lipat dengan poros

yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk

pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawantahanan tali pengikat.

Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan

media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil.

3. Klasifikasi Tanda dan Gejala

a. berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

1. Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga

tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi

lain serta mengenai seluruh korteks.


2. Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah

tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada korteks yang

utuh).

b. fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi:

1. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak

keluar melewati kulit.

2. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan

dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka

dibagi menjadi 3 grade yaitu:

 Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.

 Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.

 Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf, otot dan

kulit.

c. fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:

1. Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan periosteum) /

tidak mengenai seluruh kortek, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek.

2. Transverse yaitu patah melintang ( yang sering terjadi ).

3. Longitudinal yaitu patah memanjang.

4. Oblique yaitu garis patah miring.


5. Spiral yaitu patah melingkar.

6. Communited yaitu patah menjadi beberapa fragmen kecil

d. fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:

1) .Tidak ada dislokasi

2) .Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:

 Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut.

 Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.

 Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang.

 Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang menjauh dan memendek.

4. Patofisiologi

Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan menghindarkan korda torakstetapi

mengisolasikan seluruh korda, lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkaibawah dan visera.

Akar toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapitak banyak pengaruhnya.

Di Bawah Vertebra Th X. Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara

vertebra T I dan LI,dan meruncing pada antar ruang di antara vertebra LI dan L2. Akar saraf L2

sampaiS4 muncul dari konus medularis dan beraturanan turun dalam suatu kelompok(cauda

equina) untuk muncul pada tingkat yang berturutan pada spina lumbosakral.Karena itu, cedera

spinal di atas vertebra T10 menyebabkan transeksi korda, cederadi antara vertebra T10 dan LI
dapat menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dancedera di bawah vertebra Ll hanya

menyebabkan lesi akar. Akar sakralmempersarafi:

(1) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang bagianbelakang paha dan tungkai

bawah, dan dua pertiga sebelah luar tapak kaki;

(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki:

(3) refleks anal danpenis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki; dan

(4) pengendalian kencing. Akar lumbal mempersarafi:

(1) sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagianyang dipasok oleh segmen sakral;

(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikanpinggul dan lutut: dan

(3) refleks kremaster dan refleks lutut.

1. Lesi Korda Lengkap

Paralisis Iengkap dan anestesi di bawah tingkat cedera menunjukkan transeksi korda.Selama

stadium syok spinal, bila tidak ada refleks anal (tidak lebih dari 24 jampertama) diagnosis tidak

dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dandefisit saraf terus berlanjut, lesi korda

bersifat lengkap. Setiap lesi lengkap yangberlangsung lebih dari 72 jam tidak akan sembuh.

2. Lesi Korda Tidak Lengkap

Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji menusukkan peniti didaerah perianal )

menunjukkan lesi tak lengkap sehingga prognosis baik.Penyembuhan dapat berlanjut sampai 6

bulan setelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma korda central di mana
kelemahan adalah hasil awal diikutidengan paralisis neuron motorik bawah pada tungkai atas

dengan paralisis neuronmotorik atas (spastik) pada tungkai bawah, dan tetap ada kemampuan

pengendalian kandung kemih dan sensasi perianal (sakral terhindar).

Grading system pada cedera medulla spinalis :

a. Klasifikasi Frankel :

1) Grade A : motoris (-), sensoris (-)

2) Grade B : motoris (-), sensoris (+)

3) Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+)

4) Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)

5) Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+)

b. Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Association)

1) Grade A : motoris (-), sensoris (-) termasuk pada segmen sacral

2) Grade B : hanya sensoris (+)

3) Grade C : motoris (+) dengan kekuatan otot < 3

4) Grade D : Motoris (+) dengan kekuatan otot > 3

5) Grade E : motoris dan sensoris normal


5. Patway

6. Manifestasi Klinis

a. Nyeri ; Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya

spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

b. Bengkak /edema ; Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma)

yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.

c. Memar / ekimosis ; Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah

di jaringan sekitarnya.
d. Spasme otot ; Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.

e. Penurunan sensasi ; Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena edema.

f. Gangguan fungsi ; Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme

otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

g. Mobilitas abnormal ; Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada

kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

h. Krepitasi ; Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.

i. Deformitas ; Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan

pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang

kehilangan bentuk normalnya.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnyatrauma, skan tulang,

temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak.

b. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.

c. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.

d. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau

cederah hati.

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis:

1) Ada empat prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur

( disebut empat R ) yaitu:

a) Rekognisi

Pengenalan riwayat kecelakaan : patah/ tidak. Meenentukan perkiraan tulang yang patah.

Kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan ketidakstabilan. Tindakan apa

yang harus cepat dilaksanakan misalnya pemasangan bidai.

b) Reduksi

Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali

seperti letak asalnya.

c) Cara pengobatan fraktur secara reduksi :

(1) Pemasangan gips

Untuk mempertimbangkan posisi fragmen fraktur.

(2) Pemasangan traksi

Menanggulangi efek dari kejang otot serta meluruskan atau mensejajarkan ujung tulang yang

fraktur.

(3) Reduksi tertutup

Digunakan traksi dan memanipulasi tulang itu sendiri dan bila keadaan membaik maka tidak

perlu diadakan pembedahan.


(4) Reduksi terbuka

Beberapa fraktur perlu pengobatan dengan pembedahan secara reduksi terbuka, ini dilakukan

dengan cara pembedahan.

d) Retensi Reduksi

Mempertahankan reduksi seperti melalui pemasangan gips atau traksi

e) Rehabilitasi

Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk mengembalikan ke fungsi

normal.

2) Cara operatif / pembedahan

Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah

pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka.

Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang

bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-

fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan

agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini

dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Perawat harus mewaspadai faktor-faktor praoperasi dan pascaoperasi yang jika tidak dikenali

dapat menjadi faktor penentu yang berdampak kurang baik terhadap klien.
a) Praoperasi

Perawat harus mengajarkan klien untuk melatih kaki yang tidak mengalami cidera dan kedua

lengannya. Selain itu sebelum dilakukan operasi klien harus diajrakna menggunakan trapeze

yang dipasangkan di atas tempat tidur dan di sisi pengaman tempa tidur yang berfungsi untuk

membantunya dalam mengubah posisi, klien juga perlu mempraktikan bagaimana cara bangun

dari tempat tidur dan pindah ke kursi.

b) Pascaoperasi

Perawat memantau tanda vital serta memantau asupan dan keluaran cairan, mengawasi aktivitas

pernapasan, seperti napas dalam dan batuk, memberikan pengobatan untuk menghilangkan rasa

nyeri, dan mengobservasi balutan luka terhadap tanda-tanda infeksi dan perdarahan. Sesudah dan

sebelum reduksi fraktur, akan selalu ada resiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi, dan

gerakan. Tungkai klien tetap diangkat untuk menghindari edema.


BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Kaji tingkat kesadaran pasien dengan GCS.

a. Aktifitas/ Istirahat

Tanda: keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu

sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)

b. Sirkulasi

Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ ansietas) atau hipotensi

(kehilangan darah), Takikardi (respon stress, hipovolemia), Penurunan/ tak ada nadi pada bagian

distal yang cedera; pengisisa kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena, Pembengkakan

jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera

c. Neurosensori

Gejala: hilang gerakan/ sensasi, spasme otot, Kebas/ kesemutan (parestesis)

Tanda: deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat

kelemahan/ hilang fungsi.

Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain).

d. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/

kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.

Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi).

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat dan faktor

yang memperingan/ mengurangi nyeri

2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah

seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan

skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan

fungsinya.

5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari

atau siang hari.

e. Keamanan

Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna

Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)


2. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi:

a. Perubahan perfusi jaringan peerifer berhubungan dengan trauma pembuluh darah atau

kompresi pada pembuluh darah

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,

kawat, sekrup)

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,

terapi restriktif (imobilisasi)

d. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera

jaringan lunak

e. Resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan pendarahan

f. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan

Post operasi:

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,

terapi restriktif (imobilisasi)

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi, pemasangan gips

c. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera

jaringan lunak
d. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,

taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,

kawat, sekrup)

f. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan pada anggota tubuh pasca post

operasi

3. Intervensi

1. Pre operasi

No Diagnosa keperawatan tujuan dan kriteria

1. Perubahan perfusi jaringan perifer Setelah diberikan tindakan keperawatan,

berhubungan dengan trauma pembuluh diharapkan tidak terjadi perubahan

darah atau kompresi pada pembuluh perfusi jaringan, dengan kriteria hasil :

darah.
a. Individu akan mengidentifikasi

factor-faktor yang meningkatakan

sirkulasi perifer, melaporkan penurunan

dalam.

2 Kerusakan integritas kulit berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan

dengan fraktur terbuka, pemasangan diharapkan intregitas kulit pasien

traksi (pen, kawat, sekrup normal, dengan kriteria hasil :

- Klien menyatakan ketidaknyamanan

hilang, menunjukkan perilaku tekhnik


untuk mencegah kerusakan

kulit/memudahkan penyembuhan sesuai

indikasi, mencapai penyembuhan luka

sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.

3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan

dengan kerusakan rangka diharapkan mobilitas fisik klien optimal,

neuromuskuler nyeri, terapi restriktif dengan criteria hasil :

(imobilisasi)
Klien dapat

meningkatkan/mempertahankan

mobilitas pada tingkat paling tinggi yang

mungkin dapat mempertahankan posisi

fungsional, meningkatkan

kekuatan/fungsi yang sakit dan

mengkompensasi bagian tubuh,

menunjukkan tekhnik yang

memampukan melakukan aktivitas.

4. Nyeri akut berhubungan dengan spasme Setelah diberikan tindakan keperawatan

otot, gerakan fragmen tulang, edema, diharapkan klien mengatakan nyeri

cedera jaringan lunak berkurang atau hilang, dengan kriteria

hasil :

a. Menunjukkan tindakan santai, mampu

berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur,

istirahat dengan tepat,


b. Menunjukkan penggunaan

keterampilan relaksasi dan aktivitas

trapeutik sesuai indikasi untuk situasi

individual.

5 Resiko ketidakseimbangan cairan Setelah diberikan tindakan keperawatan

elektrolit berhubungan dengan (…x…) jam diharapkan kebutuhan

pendarahan volume cairan pasien yang adekuat.

Kriteria Hasil:

Cairan dalam tubuh klien kembali

normal

6 Ansietas berhubungan dengan prosedur Setelah diberikan tindakan keperawatan

pembedahan (…x…) jam diharapkan cemas pasien

berkurang.

Kriteria Hasil:

Pasien menggunakan mekanisme koping

yang efektif

2. Post operasi

No

1 Gangguan mobilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan

dengan kerusakan rangka neuromuskuler, diharapkan mobilitas fisik klien normal,

nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)


dengan criteria hasil :

Klien dapat

meningkatkan/mempertahankan

mobilitas pada tingkat paling tinggi yang

mungkin dapat mempertahankan posisi

fungsional, meningkatkan

kekuatan/fungsi yang sakit dan

mengkompensasi bagian tubuh,

menunjukkan tekhnik yang

memampukan melakukan aktivitas.

2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan

imobilisasi, pemasangan gips diharapkan pasien memiliki cukup energi

untuk beraktivitas, dengan kriteria hasil :

- Klien menampakan kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan diri.

- Pasien mengungkapkan mampu untuk

melakukan beberapa aktivitas tanpa

dibantu.

- Koordinasi otot, tulang dan anggota

gerak lainya baik

3 Nyeri akut berhubungan dengan spasme Setelah diberikan tindakan keperawatan


otot, gerakan fragmen tulang, edema, diharapkan klien mengatakan nyeri

cedera jaringan lunak berkurang atau hilang, dengan kriteria

hasil :

c. Menunjukkan tindakan santai, mampu

berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur,

istirahat dengan tepat,

d. Menunjukkan penggunaan

keterampilan relaksasi dan aktivitas

trapeutik sesuai indikasi untuk situasi

individual

4 Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah diberikan tindakan keperawatan

ketidakadekuatan pertahanan primer diharapkan klien mencapai

(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, penyembuhan luka sesuai waktu, dengan

prosedur invasif/traksi tulang) KH : bebas drainase purulen atau eritema

dan demam

5 Kerusakan integritas kulit berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan

dengan fraktur terbuka, pemasangan diharapkan intregitas kulit pasien

traksi (pen, kawat, sekrup) normal, dengan kriteria hasil :

- Klien menyatakan ketidaknyamanan

hilang, menunjukkan perilaku tekhnik

untuk mencegah kerusakan

kulit/memudahkan penyembuhan sesuai


indikasi, mencapai penyembuhan luka

sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.

6 Gangguan body image berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan

dengan perubahan pada anggota tubuh diharapkan klien dapat menerima situasi

pasca post operasi dengan realitas, dengan kriteria hasil :

- Mulai menunjukan adaptasi dan

menyatakan penerimaan pada situasi diri

- Mengenali dan menyatu dengan

perubahan dalam konsep diri yang akurat

tanpa harga diri negative

- Membuat rencana nyata untuk

adaptasi peran baru/perubahan peran

4 . Implementasi

Implementasi disesuaikan dengan intervensi

5. Evaluasi

Pre operasi:

Dx 1 :Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan


Dx 2 : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk

mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan

luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.

Dx 3 : Klien dapat menerima situasi dengan realitas

Dx 4 : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang

Dx 5 : Kebutuhan volume cairan pasien yang adekuat.

Dx 6 : Cemas pasien berkurang.

Post Operasi:

Dx 1 : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang

mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional

Dx 2 : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas

Dx 3 :Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang

Dx 4 :Tidak terjadi infeksi

Dx 5 : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk

mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan

luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.

Dx 6 :Mulai menunjukan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Spasme

otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk

meminimalkan gerakan antara fragmen tulang. Setelah terjadinya fraktur, bagian-bagian tak
dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya

tetap rigid seperti normalnya. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal

otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. Biasanya pasien mengeluhkan

cedera pada daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muttaqin, Skep. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem.

Muskuloskeletal. Jakarta: EG

Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan). Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan


Keperawatan Pajajaran Bandung. Cetakan I.

Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta:

Media Aesculapius.

PriceS.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.

Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3

volume 8. Jakarta: EGC.

Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

Uantox. 2012. Fraktur Torakolumbal. http://www.scribd.com/doc/33615745/fraktur-

torakolumbal.

Anda mungkin juga menyukai