Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan
yang digagas oleh WHO dan UNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan
melakukan penilaian, membuat klasifikasi serta memberikan tindakan kepada
anak terhadap penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa (Dainty,
Putri, & Aulia, 2017).
B. Tujuan Manajemen Terpadu Balita Sakit
Tujuan MTBS adalah untuk menurunkan angka kematian bayi dan
anak balita serta menekan mobiditas karena penyakit terutama pneumonia,
diare, campak, malaria, infeksi telinga, dan malnutrisi (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
C. Komponen Manajemen Terpadu Balita Sakit
Menurut Rohayati et al (2015) terdapat tiga komponen dalam kegiatan
MTBS yaitu:
1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus
balita sakit (dimana selain dokter, petugas kesehatan non-dokter seperti
bidan atau perawat dapat pula memeriksa dan menangani pasien balita
sakit asalkan sudah dilatih).
2. Memperbaiki dan memperkuat system kesehatan (perwujudan
terintegrasinya banyak program keesehatan dalam satu kali pemeriksaan
MTBS).
3. Memperbaiki praktik keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah
dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (hal ini meningkatkan
pemberdayaan masyarakat ddalam pelayanan kesehatan).
2
D. Sejarah Manajemen Terpadu Balita Sakit
Telah diketahui bahwa manajemen terpadu balita sakit
(MTBS) Intergrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu
pendekatan pelayanan terhadap balita sakit yang dikembangkan oleh WHO.
Pendekatan MTBS mulai diluncurkan oleh WHO pada tahun 1994 yang
merupakan hasil kerjasama WHO dengan UNICEF serta lembaga lainnya.
Pendekatan tersebut timbul untuk membantu memberika solusi dalm
tatalaksana balita sakit di Negara-negara berkembang. Selain itu, MTBS
dirancang untuk menurunkan angka kematian balita di Negara sedang
berkembang (Suparmi et al., 2018).
Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis
intervensi yang paling cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita
yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut, diare, campak, malaria,
kurang gizim yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.pada
umumnya, sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat oleh ibunya ke
tingkat pelayanan dasar sperti Puskesmas, jarang yang datang hanya dengan
keluhan tunggal.
Menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali memiliki
beberapa keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5
penyakit tersering pada balita yang menjadi focus MTBS. Karena dalam
setiap pemeriksaan MTBS, semua aspek/kondisi yang sering menyebabkan
keluhan anak akan ditanyakan dan diperiksa.Oleh karena itu, Indonesia
termasuk salah satu pengguna dini dari ppendekatan MTBS ini dan telah
mengapdosinya sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai tahun 1997.
Saat ini Indonesia sudah sampai tahap pemantapan implementasi MTBS.
Sebelum pendekatan MTBS ini dipakai setiap negara, WHO
menganjurkan untuk melakukan adaptasi tehadap bahan dan metode pelatihan.
3
WHO telah menerbitkan pentunjuk pelaksanaan adaptasi agar negara
pelaksana lebih mudah melaksanakannya. Secara umum digariskan oleh
WHO agar adaptasi dilakukan menjamin semua penyakit yang paling sering
diderita balita, maka petugas kesehatan terdepan (termasuk bidan) harus dapat
menanganinya. Adapptasi ini harus sejalan dengan kebijakan nasional dan
kebijakan program, serta dapat diimplementasikan pada system kesehatan
yang telah tersedia. Perlu diketahui, pendekatan MTBS ini telah
terstandarisasi mulai dari bahan, metode, perangkat pelatihan serta cara, alat,
monitoring dan evaluasi. Namun, demi efektifitas sampai tingkat tertentu,
negara pengguna pendekatan MTBS dibolehkan untuk melakukan asaptasi
local.
Secara garis besar, dengan MTBS diharapkan kondisi kesehatan balita
pada tingkat pelayanan kesehatan dasar, seperti Puskesmas dapat ditangani
secara lengkap. MTBS memfokuskan secara terpadu seluruh aspek kuratif
(pengobatan), preventif (pencegahan) dan promotif termasuk pemberian
nasihat kepada ibu sebagai bagaian dari pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan kesehatan anak. Pemberian antibiotika sangat selektif sesuai
klasifikasi dan dapat membatasi beberapa klasifikasi yang akhirnya dapat
menekan biaya pengobatan (Suparmi et al., 2018).
E. Tujuan Pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit
Menurut Dwienda et al., (2014) tujuan dari pendekatan MTBS adalah
mengajarkan manajemen kasus kepada bidan, perawat, dokter dan tenaga
kesehatan lain yang menangani balita sakit dan bayi muda di fasilitasi
kesehatan dasar seperti Puskesmas, Puskesmas pembantu, Pondok Bersalin,
Balai Pengobatan, maupun melalui kunjungan rumah. Petugas kesehatan akan
belajar cara menangani balita sakit dan bayi muda, dengan:
1. Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi dan
pemberian vitamin A.
4
2. Membuat klasifikasi.
3. Menentukan tindakan sesuai dengan klasifikasi anak dan menentukan
apakah seorang anak perlu dirujuk.
4. Memberi pengobatan pra-rujukan yang penting, seperti dosis pertama
antibiotik, vitamin A, dan perawatan anak untuk mencegah menurunnya
gula darah dengan pemberian air gula, mencegah hipotermia serta merujuk
anak.
5. Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti
pemberian oralit, tablet zinc, vitamin A, dan imunisasi.
6. Mengajari ibu cara memberi obat dirumah (seperti antibiotic oral) dan
asuhan dasar bayi muda.
7. Memberi konseling kepada ibu mengenai pemberian makanan pada anak,
pemberian ASI dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.
8. Melakukan penilaian ulang dan member perawatan yang langsung pada
saat anak tersebut kembali untuk pelayanan tindak lanjut.
F. Gambaran Singkat Tatalaksana Balita Sakit Dengan Pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit
Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS
oleh petugas kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut
Algoritma MTBS untuk melakukan penilaian/pemeriksaan dengan cara
menanyakan kepada orang tua/wali, apa saja keluhan-keluhan/masalah anak
kemudian memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar' atau 'lihat dan raba'.
Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil
tanya-jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi penyakit, petugas
akan menentukan tindakan/pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi
Pneumonia Berat atau Penyakit Sangat Berat akan dirujuk ke dokter
Puskesmas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
5
Contoh begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan MTBS,
ketika anak sakit datang berobat, petugas kesehatan akan menanyakan kepada
orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda
bahaya umum seperti:
6
4. Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan
selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat.
5. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan
(Kementerian kesehatan Republik Indonesia, 2015).
7
b) Gelisah, rewel atau mudah marah
2) Lihat apakah matanya cekung
3) Beri anak minum:
a) Apakah anak tidak bisa minum atau malas minum?
b) Haus, minum dengan lahap?
4) Cubit kulit prut untuk mngetzhui tugor, apakah kembalinya sangat
lambat ( lebih dari 2 detik ) atau lambat?
Apakah anak demam ?
a. Jika ya :
1) Temukan daerah risiko malaria
2) Jika daerah risiko rendah atau tanpa risiko malaria, tanyakan:
a) Apakah anak dibawa berkunjung keluar.
b) Jika ya, apakah dari daerah risiko tinggi atau rendah malaria.
b. Kemudian tanyakan:
1) Sudah berapa lama anak demam;
2) Jika > 7 hari, apakah demem terjadi setiap hari
3) Apakah pernah mendapatkan klorokuin dalam 2 minggu terakhir
4) Apakah anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir
c. Lihat dan raba
1) Lihat dan raba adanya kaku kuduk
2) Lihat adanya pilek
d. Lihat adanya tanda campak
1) Ruam merah di kulit yang menyeluruh
2) Terdapat salah satu gejala berikut:batuk pilek, atau mata merah
Klasifikasi demam untuk demam berdarah dengue (hanya jika
demam kurang dari 7 hari).
a. Tanyakan:
1) Apakah anak mengalami perdarahan dari hidunng atau gusi yang
berat.
8
2) Apakah anak muntah.
3) Apakah berak berwarna hitam.
4) Apakah ada nyeri ulu hati atau anak gelisah.
b. Lihat dan raba
1) Perdarahan dari hidumg atau gusi yang berat.
2) Bintik perdarahan di kulit (petekie), jika ya dan tidak ada tanda
lain dari DBD, lakukan uji tornikuet, jika mungkin.
c. Periksa tanda-tanda syok
1) Ujung ekstremitas teraba dingin dan nadi sangat lemah atau tidak
teraba.
Apakah anak mempunyai masalah telinga ?
a. Jika ya, tanyakan
1) Apakah telinganya sakit;
2) Adakah cairan/nanah keluar dari telinga? Jika ya, berapa lama?
b. Lihat dan raba:
1) Lihat, adakah cairan,nanah keluar dari telinga?
2) Raba, adakah pembengkakan yang nyeri.
Memeriksa status imunisasi anak
a. Lihat dan raba :
1) Lihat apakah apakah anak tampak sangat kurus?
2) Lihat tanda kpucatan pada teapak tangan, apakah sangat pucat,
agak pucat?
3) Lihat dan raba adanya pembekalan di kedua kaki?
4) Bandingkan berat badan menurut umur :
Jadwal Imunisasi
9
3 bulan POLIO 2 DPT2
4 bulan POLIO 3 DPT3
9 bulan Campak POLIO 4
Dosis Umur
Dosis pertama : 100.000 IU 6 bulan – 1 tahun
Dosis berikutnya : 200.000 IU 1 tahun – 5 tahun
Jjika seorang anak belum mendapatkannya
dalam 6 bulan terakhir, berikan satu dosis.
10
8) Kedelapan, adanya tanda atau gejala kemungkinan berat badan
rendah dan masalah pemberian ASI (Kementerian kesehatan
Republik Indonesia, 2015).
11
jumlahnya masih sedikit, bau busuk, terjadi kerusakan kulit yang
sedikit, tali pusat atau umbilicus tampak kemerahan.
5) Klasifikasi ikterus. Pada ikterus patologi bila ditemukan adanya
kuning pada hari kedua setelah lahir. Pada ikterus fisiologis dapat
terjadi bila terjadi kuning pada umur 3 hari sampai 14 hari.
6) Klasifikasi gangguan cerna. Dijumpai bila tanda sebagai berikut;
muntah segera setelah minum, atau berulang, berwarna hijau,
gelisah, rewel dan perut bayi kembung.
7) Klasifikasi diare. Diare dehidrasi berat, jika terdapat tanda seperti
letargis atau mengantuk atau tidak sadar, mata cekung serta turgor
jelek. Diare dehidrasi sedang jika ditemukan tanda seperti gelisah
atau rewel, mata cekuung serta turgor kulit jelek. Diare tanpa
dehidrasi bila hanya ada salah satu tanda dehidrasi berat atau ringan.
8) Klasifikasi BB rendah atau masalah pemberian ASI. Jika ditemukan
tanda seperti bayi sangat kecil, BB kurang dari 200 gram umur
kurang 28 hari, tidak bisa minum ASI, tidak melekat sama sekali,
tidak mampu menghisap ASI (Kementerian kesehatan Republik
Indonesia, 2015).
2. Umur 2 bulan-5 Tahun
a. Penilaian Tanda dan Gejala
Pada penilaian tanda dan gejala pada bayi umur 2 bulan sampai
dengan 5 tahun ini yang dinilai adalaha da tidaknya tanda bahaya
umum (tidak bisa minum atau menetek, muntah, kejang, letargis atau
tidak sadar) dan keluhan seperti batuk atau kesukaran bernafas, adanya
diare, demam, masalah telinga, malnutrisi, anemia dan lain-lain :
1) Penilaian pertama, kleuhan batuk atau sukar bernafas, tanda
bahaya umum, tarikan dinding dada ke dalam, stridor, nafas cepat.
12
2) Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis,
mata cekung, tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek,
gelisah, rewel, haus atau banyak minum.
3) Penilaian ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda
bahaya umum, kaku kuduk dan adanya infeksi lokal.
4) Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada
telinga, adanya pembengkakkan.
5) Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan
bertambah kurus, bengkak pada kedua kaki, telapak tangan pucat
dan sebagainya.
b. Penentuan klasifikasi dan Tingkat Kegawatan
1) Klasifikasi pneumonia. Berat, jika adanya tanda bahaya umum,
tarikan dinding dada ke dalam, adanya stridor. Pneumonia jika
ditemukan tanda frekuensi nafas yang sangat cepat. Batuk bukan
pneumonia, bila tidak ada pneumonia dan hanya keluhan batuk.
2) Klasifikasi dehidrasi. Berat, bila ada tanda dan gejala seperti
letargis, mata cekung, turgor jelek seklai. Ringan atau sedang
dengan tanda gelisah, rewel, mata cekung, haus, turgor jelek. Diare
tanpa dehidrasi, bila tidak cukup tanda adanya dehidrasi.
3) Klasifikasi diare persisten. Jika ditemukan diare sudah lebih dari 14
hari dengan dikelompokkan menjadi dua kategori persisten berat,
jika adanya tanda dehidrasi dan diare persisten bila tidak ditemukan
tanda dehidrasi.
4) Klasifikasi disentri. Bila diare disertai dengan darah dalam tinja atau
diarenya bercampur dengan darah.
5) Klasifikasi resiko malaria. Bila ditemukan bahaya umum dan
disertai dengan kaku kuduk.
6) Klasifikasi campak. Campak dengan komplikasi berat, jika
ditemukan adanya tanda bahaya umum, terjadi kekeruhan pada
13
kornea mata, adanya luka di daerah mulut. Campak dengan
komplikasi pada mata atau mulut bila ditemukan tanda mata
bernanah serta luka dimulut dan ketiga klasifikasi campak bila hanya
tanda khas campak.
7) Klasifikasi demam berdarah dengue. Bila terjaid demam yang
kurang dari 7 hari.
8) Klasifikasi status gizi. Gizi buruk dan atau anemia berat, bila BB
sangat kurus, adanya bengkak pada kedua kaki serta pada telapak
tangan ditemukan kepucatan. Klasifikasi dibawah garis merah dan
atau anemia bila ditemukan tanda telapak tangan agak pucat, BB
menurut umur di bawah garis merah dan ketiga, tidak bawah garis
merah dan tidak anemia bila tidak ada tanda di atas (Kementerian
kesehatan Republik Indonesia, 2015).
I. Penilaian, Klasifikasi Dan Tindakan/Pengobatan Balita Sakit Umur 2
Bulan Sampai 5 Tahun
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Dwienda, O., Maita, L., Saputri, E. M., & Yulviana, R. (2014). Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak Prasekolah Untuk Para Bidan.
Yogyakarta: Deepublish.
Suparmi, Maisya, I. B., Rizkianti, A., Sari, K., Rosha, B. C., Amaliah, N., Sari, M.
(2018). Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada Puskesmas di
Regional Timur Indonesia. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan,
28(4), 271–278. https://doi.org/10.22435/mpk.v28i4.125
25