Anda di halaman 1dari 2

TUGAS TAFSIR MUQARRIN

Nama: Muhammad Andrean


Kelas: IAT IV-A

1. Perbedaan Pendapat Ulama Tafsir


QS. An-Nisa (59)

۟ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامنُ ٓو ۟ا أَ ِطيع‬


۟ ‫ُوا ٱهَّلل َ َوأَ ِطيع‬
ِ ‫ُوا ٱل َّرسُو َل َوأُ ۟ولِى ٱأْل َ ْم ِر ِمن ُك ْم ۖ فَإِن تَ ٰنَ َز ْعتُ ْم فِى َش ْى ٍء فَ ُر ُّدوهُ إِلَى ٱهَّلل‬ َ
‫ك خَ ْي ٌر َوأَحْ َسنُ تَأْ ِوياًل‬ َ ٰ ْ ‫هَّلل‬ ُ ُ ُ ُ
ِ ‫ُول إِن كنت ْم ت ْؤ ِمنونَ بِٱ ِ َوٱليَوْ ِم ٱلْ َء‬
َ ِ‫اخ ِر ۚ ذل‬ ِ ‫َوٱل َّرس‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Para ulama berselisih pendapat tentang penafsiran uli al-amr.1


a) Uli al-amr di sini adalah para pemimpin pemerintahan, kaum muslimin wajib
taat kepada mereka selagi tidak dalam kemaksiatan. Pendapat ini dipegangi
oleh at-Thabari, al-Zamakhsyari, al-Baidawi, al- Nahhas dan al-Syaukani.
b) Maksud uli al-amr di sini adalah para ulama', ini pendapat Ibnu 'Abbas dan
Jabir, al-Hasan, ad-Dahhak, dan Mujahid.
c) Yang dimaksud uli al-amr di sini adalah semua yang disebutkan di atas (baik
pemimpin pemerintahan maupun ulama'), pendapat ini dipegangi oleh al-
Qurtubi, Ibn Kasir, Ibnu al-Arabi, al-Nasafi dan al-Alusi.
d) Menurut ulama Syi'ah Imamiyah dan Zaidiyah, uli al-amr di sini adalah para
Imam dari keturunan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Menurut saya penafsiran yang lebih tepat adalah penafsiran yang ke tiga, karena
Surat an-Nisa’ (49) menjelaskan bahwa orang-orang yang diserahkan amanat kepada
mereka (Ulil Amri) harus ditaati, selagi Ulil Amri itu menegakkan pemerintahan dan
ketaatan kepada undang-undang Allah.
Kata ulil amri menurut Muhammad Abduh bermakna sekelompok ahlu al halli
wa al ‘aqd dari kalangan orang-orang muslim dari berbagai profesi dan keahlian.
Meraka itu adalah umara’ (pemerintah), para hakim, para ulama, para pemimpin
militer, dan semua penguasa dan pemimpin yang dijadikan rujukan oleh umat dalam
masalah kebutuhan dan kemaslahatan publik.2

1
Al-Hauri, Asbab Ikhtilaf Al-Mufassirin Fi Tafsir Ayat Al-Ahkam, (Cairo: Dar al-Nasyr ad-Dauli, 2001),
hlm. 47-48.
2
Muhamad Rasyid Redha, Tafsir Al-Manar, (Bairut: Dar al-Ma’rifat, 1973), hlm. 181.
2. Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Zhahirnya Tampak Kontradiktif
Disebutkan dalam beberapa ayat bahwa tidak ada hubungan nasab antara manusia
pada hari kiamat, sementara di ayat yang lain disebutkan ada hubungan nasab. Hubungan
nasab yang diakui ada yaitu hubungan nasab yang terjalin sejak hidup di dunia. Seperti
dalam firman Allah Azza wa Jalla:
QS. Abasa (34-35)
‫ َوأُ ِّم ِه َوأَبِي ِه‬، ‫يَوْ َم يَفِرُّ ْال َمرْ ُء ِم ْن أَ ِخي ِه‬
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya.”

Sedangkan yang dinafikan yaitu manfaat dari hubungan nasab itu. Karena banyak
orang kafir menyangka bahwa hubungan nasab mereka bisa mendatangkan manfaat bagi
mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:
QS. Asy-Syu'ara (88-89)
ٍ ‫ إِاَّل َم ْن أَتَى هَّللا َ بِقَ ْل‬، َ‫يَوْ َم اَل يَ ْنفَ ُع َما ٌل َواَل بَنُون‬
‫ب َسلِ ٍيم‬
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih.”

Semisal dengan ini, disebutkan bahwa ada juga nasab yang bermanfaat di hari
kiamat, yaitu bahwa anak-anak kaum Mukminin akan diangkat dan disamakan derajatnya
dengan orang tua mereka, meskipun si anak belum mencapai derajat orang tua. Allah
Azza wa Jalla mengumpulkan bagi penduduk surga, orang-orang yang baik dari
keluarganya seperti orang tua, pasangan dan anak-anak mereka. Hal ini terjadi karena
mereka semua beriman dan memiliki watak dasar yang baik.

Anda mungkin juga menyukai