1
Al-Hauri, Asbab Ikhtilaf Al-Mufassirin Fi Tafsir Ayat Al-Ahkam, (Cairo: Dar al-Nasyr ad-Dauli, 2001),
hlm. 47-48.
2
Muhamad Rasyid Redha, Tafsir Al-Manar, (Bairut: Dar al-Ma’rifat, 1973), hlm. 181.
2. Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Zhahirnya Tampak Kontradiktif
Disebutkan dalam beberapa ayat bahwa tidak ada hubungan nasab antara manusia
pada hari kiamat, sementara di ayat yang lain disebutkan ada hubungan nasab. Hubungan
nasab yang diakui ada yaitu hubungan nasab yang terjalin sejak hidup di dunia. Seperti
dalam firman Allah Azza wa Jalla:
QS. Abasa (34-35)
َوأُ ِّم ِه َوأَبِي ِه، يَوْ َم يَفِرُّ ْال َمرْ ُء ِم ْن أَ ِخي ِه
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya.”
Sedangkan yang dinafikan yaitu manfaat dari hubungan nasab itu. Karena banyak
orang kafir menyangka bahwa hubungan nasab mereka bisa mendatangkan manfaat bagi
mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:
QS. Asy-Syu'ara (88-89)
ٍ إِاَّل َم ْن أَتَى هَّللا َ بِقَ ْل، َيَوْ َم اَل يَ ْنفَ ُع َما ٌل َواَل بَنُون
ب َسلِ ٍيم
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Semisal dengan ini, disebutkan bahwa ada juga nasab yang bermanfaat di hari
kiamat, yaitu bahwa anak-anak kaum Mukminin akan diangkat dan disamakan derajatnya
dengan orang tua mereka, meskipun si anak belum mencapai derajat orang tua. Allah
Azza wa Jalla mengumpulkan bagi penduduk surga, orang-orang yang baik dari
keluarganya seperti orang tua, pasangan dan anak-anak mereka. Hal ini terjadi karena
mereka semua beriman dan memiliki watak dasar yang baik.